Analisis Pasar Properti DKI Jakarta
Analisis Pasar Properti DKI Jakarta
Disusun oleh:
Aprileo Ridwan (03/4-03)
Burhan Zaki Ilmawan (06/4-03)
Sumber: BPS
50
40
Frekuensi
30
20
10
0
4 13 22 31 40 49 58 67
Selisih dalam %
Grafik diatas merupakan data statistik dari transaksi penjualan dan pembelian properti di
wilayah DKI Jakarta. Grafik tersebut menggambarkan bahwa selisih antara harga properti
yang ditawarkan sebelum transaksi dengan setelah terjadi nya transaksi berada pada interval
0%-8,99% dengan nilai tengah pada 4,495%. Titik tersebut adalah frekuensi tertinggi dari
seluruh data sampel yang tersedia atas transaksi penjualan dan pembelian properti di DKI
Jakarta dengan persentase mencapai 65,79% dari sampel transaksi. Selanjutnya, porsi
terbesar kedua pada interval selisih transaksi antara 9%-17,99% dengan persentase sebesar
23,68% dari seluruh data yang tersedia.
Kedua interval selisih transaksi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut melalui grafik berikut.
8
6
4
2
0
1 3 5 7 9 11 13
Selisih dalam %
Selisih Harga Penawaran dan Transaksi
14
12
10
Frekuensi
8
6
4
2
0
11 13 15 17 19 21
Selisih dalam %
Berdasarkan analisis kedua grafik tersebut, puncak dari pemusatan data transaksi yang
tersedia adalah ketika selisih harga transaksi dan penawaran kurang dari 1%. Hal tersebut
merupakan selisih yang paling diharapkan dari agen properti yang menginginkan keuntungan
semaksimal mungkin atas penjualan properti. Kemudian, pemusatan data dari transaksi
penjualan dan pembelian transaksi tersebut mulai mengalami penurunan secara signifikan
pada persentase selisih harga penawaran dan transaksi sebesar 7% ke atas. Namun secara
keseluruhan, nilai tengah dari interval dengan frekuensi tertinggi yaitu 4,495% menunjukkan
kemungkinan selisih antara harga penawaran dan harga transaksi yang dapat diterima baik
oleh agen properti maupun bagi space users atas properti yang ditawarkan.
25
20
15
10
0
2016 2017 2018 2019 2020 2021
Disebabkan sampel data yang tidak merata, maka dibuat pembobotan sebagai berikut:
Data transaksi yang terjadi dikalikan dengan poin yang tertera diatas lalu dibagi dengan
jumlah transaksi yang terjadi pada masing-masing tahun. Pembobotan dilakukan untuk
mengetahui kecenderungan durasi yang terjadi. Semakin besar poin, maka semakin lama
properti untuk laku terjual yang artinya semakin pasif pasar properti di tahun tersebut.
Jika dilihat dari data di atas, pasar properti pada tahun 2016-2018 memiliki nilai rata-rata
poin yang rendah. Artinya, pasar properti di DKI Jakarta aktif terjadi transaksi jual beli.
Sedangkan pada tahun 2019-2020, poin rata-rata pasar properti mendekati angka 2. Artinya,
terjadi penurunan aktivitas transaksi jual beli properti di DKI Jakarta. Untuk tahun 2021,
angka poin rata-rata kembali mengecil. Artinya pasar properti di DKI Jakarta kembali aktif.
Hipotesis alasan kenapa pasar properti pada tahun 2019-2020 mengalami penurunan aktivitas
adalah karena terjadi shock adanya pandemi covid-19. Para investor menurunkan ekspektasi
mereka terdahap investasi di bidang properti sehingga terjadi penurunan permintaaan.
Masyarakat juga terkena dampak pandemi covid-19 yaitu terjadi penurunan kemampuan
ekonomis yang berimbas pada penurunan permintaan properti.