Anda di halaman 1dari 15

MATA KULIAH KEPERAWATAN JIWA

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

DEFISIT PERAWATAN MANDIRI

DOSEN PENGAMPU

Sri Endriyani, S.Kep, Ns, M.Kep

Disusun Oleh :

Dita Febriyanti (PO.71.20.1.19.021)

Tingkat : 2A

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

DIII KEPERAWATAN PALEMBANG

TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas untuk mata kuliah Keperawatan Jiwa dengan judul : Askep Teoritis
Defisit Perawatan Mandiri.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang saya miliki. Oleh karena itu saya
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I..................................................................................................................................

1. Latar Belakang.........................................................................................................
2. Rumusan Masalah....................................................................................................
3. Tujuan......................................................................................................................

BAB II.................................................................................................................................

1. Diagnosa..................................................................................................................
2. Intervensi.................................................................................................................
3. Implementasi...........................................................................................................
4. Evaluasi...................................................................................................................

BAB III...............................................................................................................................

1. Kesimpulan..............................................................................................................
2. Saran........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kesehatan jiwa menurut WHO atau World Health Organization (2016) adalah
ketika orang tersebut sehat dan bahagia mampu menghadapi tantangan hidup dan
mampu menerima orang lain sebagaimana seharusnya serta mempunyai sikap positif
terhadap diri sendiri dan orang lain. UU Nomor 18 tahun 2014 menyatakan kesehatan
jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental,
spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat
mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan
konstribusi untuk komunitasnya. Kesehatan jiwa adalah kondisi jiwa seseorang yang
terus tumbuh berkembang dan mempertahankan keselarasan dalam pengendalian diri
serta terbebas dari stress yang serius. Seorang yang tidak mampu mengendalikan
dirinya sendiri dalam menghadapi sebuah masalah bisa berakibat stress sehingga
menyebabkan gangguan jiwa (Kusuma, 2010).
Gangguan jiwa adalah pola prilaku atau psikologis seseorang yang dapat
menyebabkan penderita yang signifikan seperti gangguan fungsi sehari – hari dan
penurunan kualitas hidup (Stuart, 2013). Salah satu gangguan jiwa berat adalah
skizofrenia. Skizofrenia adalah kepribadian yang terpecah antara pikiran perasaan dan
prilaku. Dalam artian apa yang dilakukan tidak sesuai dengan pikiran dan
perasaannya. Secara spesifik skizofrenia adalah orang yang mengalami gangguan
emosi, pikiran dan prilaku (Prabowo, 2014)
Defisit perawatan diri menurut Townsend (2009) adalah hambatan
kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktifitas perawatan diri (mandi,
berpakaian, makan dan eliminasi). Menurut Fitria (2012), defisit perawatan diri
adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam
melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi,
berpakaian atau berhias, makan dan minum, buang air besar dan buang air kecil
(toiletting).
Defisit perawatan diri yang dialami pasien dapat juga berakibat lanjut pada
masalah psikososial karena akan berakibat pada gangguan integritas kulit, gangguan
membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga atau gangguan fisik pada kuku
menyebabkan pasien tersebut akan dijauhi atau dikucilkan oleh masyarakat, hal ini
akan berdampak munculnya harga diri rendah dan isolasi sosial pada pasien. Pasien
akan mengurangi kontak dengan orang lain dan lingkungannya, sedangkan bagi orang
lain dan lingkungan dapat mengganggu kenyaman dan ketertiban masyarakat
(Dermawan, Rusdi, 2013 ). Penanganan terhadap pasien gangguan defisit perawatan
diri harus segera dilakukan untuk mencegah gangguan lain yang akan terjadi pada
pasien defisit perawatan diri (Irman, 2016).

2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diambil adalah :
1. Diagnosa keperawatan defisit perawatan mandiri?
2. Intervensi keperawatan defisit perawatan mandiri?
3. Implementasi keperawatan defisit perawatan mandiri?
4. Evaluasi keperawatan defisit perawatan mandiri?

3. Tujuan

Agar para pembaca dapat mengetahui hal hal yang berkaitan dengan hal yang
mengenai diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi dari asuhan keperawatan
psikososial kehilangan dan gangguan citra tubuh.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Diagnosa keperawatan pasien perawatan diri

Diagnosa keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap


pola respons pasien baik aktual maupun potensial (Direja, 2011).
Rumusan diagnosa adalah problem atau masalah berhubungan
dengan etiologi dan keduanya saling berhubungan sebab akibat
secara ilmiah. Diagnosis ini juga bisa permasalahan, penyebab dan
simtom atau gejala sebagai data penunjang. Jika diagnosis tersebut
sudah diberikan tindakan keperawatan, tetapi permasalahan belum
teratasi, maka perlu dirumuskan diagnosis baru sampai tindakan
keperawatan tersebut dapat diberikan hingga masalah tuntas
(Kusuma, 2010).

Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala


defisit perawatan diri yang ditemukan. Jika hasil pengkajian
menunjukkan tanda dan gejala defisit perawatan diri, maka
diagnosa keperawatan yang ditegakkan adalah defisit perawatan diri
: kebersihan diri, berdandan, makan dan minum, buang air besar
dan buang air kecil.

Berdasarkan data yang didapat dari pasien defisit perawatan diri


ditetapkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
pasien defisit perawatan diri diantaranya :
a. Defisit perawatan diri

b. Harga diri rendah

2. Intervensi

Menurut Direja (2011) penatalaksanaan defisit perawatan diri dapat


dilakukan dengan pendekatan strategi pelaksanaan diagnosa
keperawatan jiwa baik itu pada pasien maupun pada keluarga.
a. Defisit perawatan diri
1) Strategi pelaksaan pada pasien defisit perawatan diri

Strategi pelaksanaan pada pasien dengan defisit perawatan


diri adalah sebagai berikut :
Strategi pelaksanaan pasien pertemuan 1 :

a) Identifikasi masalah perawatan diri, kebersihan diri,


berdandan, makan dan minum, buang air besar dan
buang air kecil.
b) Jelaskan pentingnya kebersihan diri

c) Jelaskan alat dan cara kebersihan diri

d) Latihan cara menjaga kebersihan diri, mandi, ganti


pakaian, sikat gigi, cuci rambut, dan potong kuku

e) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan mandi,


sikat gigi ( 2 kali per hari), cuci rambut ( 2 kali per
minggu ), potong kuku ( satu kali per minggu )

Strategi pelaksanaan pasien pertemuan 2 :

a) Evaluasi kegiatan kebersihan diri, beri pujian

b) Jelaskan cara dan alat untuk berdandan

c) Latihan cara berdandan setelah kebersihan diri, sisiran,


rias muka untuk perempuan, cukuran untuk pria
d) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk kebersihan diri
dan berdandan

Strategi pelaksanaan pasien pertemuan 3 :

a) Evaluasi kegiatan kebesihan diri berdandan dan beri pujian

b) Jelaskan cara dan alat untuk makan dan minum

c) Latihan cara makan dan minum yang baik

d) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk kebersihan diri,


berdandan makan dan minum
Strategi pelaksanaan pasien pertemuan 4 :

a) Evaluasi kegiatan kebesihan diri, berdandan makan dan


minum dan beri pujian
b) Jelaskan cara dan alat buang air besar dan buang air
kecil yang baik
c) Latihan cara buang air besar dan buang air kecil yang baik

d) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk kebersihan diri,


berdandan, makan dan minum serta buang air besar dan
buang air kecil

2) Strategi pelaksanaan pada keluarga pasien defisit perawatan diri

Strategi pelaksanaan keluarga pertemuan 1 :

a) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien

b) Jelaskan pengertian tanda dan gejala serta proses


terjadinya defisit perawatan diri
c) Jelaskan cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri

d) Latihan cara merawat kebersihan diri

e) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian

Strategi pelaksanaan keluarga pertemuan 2 :

a) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat dan melatih


pasien kebersihan diri dan beri pujian
b) Bimbing keluarga membantu pasien berdandan

c) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian

Strategi pelaksanaan keluarga pertemuan 3 :

a) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat dan melatih


pasien kebesihan diri berdandan dan beri pujian
b) Bimbing keluarga untuk membantu makan dan minum pasien

c) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian


d) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk kebersihan diri,
berdandan, makan dan minum

Strategi pelaksanaan keluarga pertemuan 4 :

a) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat dan melatih


pasien kebesihan diri berdandan, makan dan minum dan
beri pujian
b) Bimbing keluarga merawat buang air besar dan buang
air kecil pasien
c) Jelaskan follow up Puskesmas, mengenal tanda kambuh
dan rujukan

b. Harga diri rendah

1) Strategi pelaksanaan pada pasien harga


diri rendah Strategi pelaksanaan pada
pasien pertemuan 1 :
a) Mengidentifikasi pandangan atau penilaian pasien
tentang diri sendiri dan pengaruhnya terhadap hubungan
dengan orang lain, harapan telah dan belum tercapai,
upaya yang dilakukan untuk mencapai harapan yang
belum terpenuhi
b) Mengidentifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan
aspek positif pasien ( buat daftar kegiatan )
c) Membantu pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan

d) Membantu pasien dapat memilih dan menetapkan


kegiatan berdasarkan daftar kegiatan yang dapat
dilakukan
e) Melatih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan
yaitu kegiatan pertama ( alat dan cara melakukan )
f) Bantu pasien memasukkan pada jadwal kegiatan untuk
latihan perhari
g) Berikan dukungan dan pujian yang nyata setiap selesai latihan
Strategi pelaksanaan pasien pertemuan 2 :

a) Evaluasi kegiatan pertama dan beri pujian

b) Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih

c) Latih kegiatan kedua ( alat dan cara )

d) Berikan dukungan dan pujian untuk meningkatkan


harga diri pasien
e) Masukkan pada jadwal kegiatan perhari untuk latihan
Strategi pelaksanaan pasien pertemuan 3 :

a) Evaluasi kegiatan pertama dan kedua serta berikan


dukungan serta tingkatan harga diri pasien
b) Bantu pasien memilih kegiatan ketiga yang akan dilatih

c) Latih kegiatan ketiga ( alat dan cara )

d) Berikan pujian dan dukungan serta tingkatkan harga diri pasien

e) Masukkan pada jadwal kegiatan harian pasien

Strategi pelaksanaan pasien pertemuan 4 :

a) Evaluasi kegiatan pertama kedua dan ketiga serta


berikan dukungan serta tingkatan harga diri pasien
b) Bantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan dilatih

c) Latih kegiatan keempat ( alat dan cara )

d) Berikan pujian dan dukungan serta tingkatkan harga diri pasien

e) Masukkan pada jadwal kegiatan harian pasien

2) Strategi pelaksaan pada keluarga harga


diri rendah Strategi pelaksanaan
keluarga pertemuan 1 :
a) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien

b) Jelaskan pengertian tanda dan gejala serta proses


terjadinya harga diri rendah
c) Jelaskan cara merawat pasien dengan harga diri rendah

d) Latihan cara merawat harga diri rendah latihan kegiatan pertama

e) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan


memberikan pujian, dukungan untuk meningkatkan
harga diri pasien

Strategi pelaksanaan keluarga pertemuan 2 :

a) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat dan melatih


pasien kegiatan pertama
b) Bimbing keluarga membantu pasien latihan kedua

c) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan


memberikan pujian serta tingkatkan harga diri pasien
d) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan kegiatan

Strategi pelaksanaan keluarga pertemuan 3 :

a) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat dan melatih


pasien kegiatan pertama dan kedua
b) Bimbing keluarga untuk membantu pasien latihan ketiga

c) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian

d) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan kegiatan

Strategi pelaksanaan keluarga pertemuan 4 :

a) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat dan melatih


pasien kegiatan pertama, kedua dan ketiga
b) Bimbing keluarga utuk membantu pasien latihan kegiatan keempat

c) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian

d) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan kegiatan

e) Jelaskan follow up Puskesmas, mengenal tanda kambuh


dan rujukan
3. Implementasi

Tindakan keperawatan dilakukan berdasarkan intervensi yang


telah dibuat oleh perawat sesuai dengan diagnosa pasien tersebut.
sedangkan standart asuhan keperawatan terdiri dari tindakan
keperawatan untuk pasien maupun keluarga

4. Evaluasi

Evaluasi menurut Keliat (2013) adalah proses yang berkelanjutan


untuk menilai efek dari tindakan keperawatan kepada klien.
Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi
menjadi dua jenis yaitu evaluasi proses atau formatif yang
dilakukan tiap selesai melakukan tindakan keperawatan dan
evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan
respons pasien dengan tujuan yang telah ditentukan.

Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP


dengan penjelasan sebagai berikut:
S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang
diberikan. Dapat diukur dengan menanyakan pertanyaan sederhana
terkait dengan tindakan keperawatan seperti “coba bapak sebutkan
kembali bagaimana cara mandi dan apa saja alat yang digunakan ?”.
O : Respon objektif dari pasien terhadap tindakan keperawatan
yang telah diberikan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku
pasien pada saat tindakan dilakukan.
A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah
baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut
perawat
Tanda bahwa asuhan keperawatan yang diberikan perawat kepada
pasien defisit perawatan diri berhasil :
a. Pasien dapat menyebutkan penyebab tidak merawat diri,
mamfaat menjaga perawatan diri, tanda – tanda bersih dan rapi,
gangguan yang dialami jika perawatan diri tidak diperhatikan
b. Pasien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri seperti
melakukan kebersihan diri, berhias dan dandan, makan dan
minum, buang air besar dan buang air kecil
c. Keluarga memberikan dukungan dalam melakukan perawatan diri

a) Keluarga mampu mengenal masalah yang dirasakan dalam


merawat pasien defisit perawatan diri

b) Menyediakan fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh pasien

c) Keluarga ikut serta dalam mendampingi, merawat dan


membimbing pasien dalam perawatan diri
d) Follow up ke puskesmas, mengenal tanda kekambuhan dan rujukan
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Defisit perawatan diri menurut Townsend (2009) adalah hambatan
kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktifitas perawatan diri (mandi,
berpakaian, makan dan eliminasi). Menurut Fitria (2012), defisit perawatan diri
adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam
melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi,
berpakaian atau berhias, makan dan minum, buang air besar dan buang air kecil
(toiletting).
Pasien akan mengurangi kontak dengan orang lain dan lingkungannya,
sedangkan bagi orang lain dan lingkungan dapat mengganggu kenyaman dan
ketertiban masyarakat (Dermawan, Rusdi, 2013 ). Penanganan terhadap pasien
gangguan defisit perawatan diri harus segera dilakukan untuk mencegah gangguan
lain yang akan terjadi pada pasien defisit perawatan diri (Irman, 2016).

B. Saran
Agar dapat menambah wawasan mahasiswa dan pengalaman mahasiswa
dalam melakukan asuhan keperawatan jiwa dengan mengaplikasikan ilmu dan teori
yang diperoleh dijenjang perkuliahan khususnya pada pasien dengan defisit perawatan
diri .
DAFTAR PUSTAKA

Afnuhazi, Ridhyalla. 2015. Komunikasi Terapeutik Dalam keperawatan Jiwa.

Keliat, B. A, 2002, Proses Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) ,  Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),  Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai