Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang masih menjadi
masalah yang sangat kompleks. Masalah yang ada bukan saja dari segi medisnya,
tetapi juga masalah sosial, ekonomi, budaya serta keamanan dan ketahanan nasional.
Penyakit kusta bila tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan cacat
dan keadaan ini menjadi penghalang bagi pasien kusta dalam kehidupan
bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi.
Pendapat yang keliru dari masyarakat tentang penyakit kusta serta rasa
takut yang berlebihan akan memperbesar persoalan sosial ekonomi penderita.
Angka kesakitan kusta masih sangat tinggi dari tahun 2015 sampai
sekarang jumlah penderita mencapai angka 10, hal ini disebabkan :
1. Terlambat ditemukan
2. Terlambat tegakkan diagnosa
3. Terlambat pemberian obat
4. Belum tersedianya laboratorium penunjang pemeriksaan kusta.
Salah satu cara untuk mengintensifkan penanganan penyakit kusta adalah
penyusunan rencana kegiatanatau Plan Of Action (POA) tahunan. POA ini disusun
berdasarkan rencana pelaksanaan kegiatan Program P2 Kusta, yang termasuk fungsi
perencanaan. Perencanaan adalah proses penyusunan rencana tahunan Program P2
Kusta di wilayah kerja Puskesmas Kalianget dengan tetap mempertahankan kegiatan
yang sudah dicapai sebelumnya.

Dengan POA ini diharapkan dapat memberikan petunjuk dalam membuat


rencana pelaksanaan kegiatan secara efektif dan efisien demi mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, memudahkan pengawasan dan pertanggungjawaban dengan tetap
mempertimbangkan hambatan, dukungan dan potensi yang ada.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Meningkatkan cakupan pelayanan program puskesmas sesuai dengan masalah
yang dihadapi Puskesmas Sempu, sehingga dapat meningkatkan fungsi
Puskesmas secara efektif dan efisien.

2. Tujuan Khusus
a. Penemuan kusta sedini mungkin
b. Penurunan angka kejadian penyakit kusta
c. Memutus mata rantai penularan penyakit kusta 
d. Menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan tahun 2021
e. Menyusun Rencanan Usulan Kegiatan tahun 2021
3. Langkah-langkah
1. Peningkatan pengetahuan petugas tentang kusta
2. Memenuhi peralatan untuk menegakkan diagnosa
3. Penyediaan stok obat kusta
4. Penyebaran informasi tentang kusta kepada masyarakat
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA


1. Dokter Umum
Kompetensi :
- Mempunyai Surat Tanda Registrasi dan Surat Ijin Praktek,
- Mempu mengidentifikasi, merencanakan, memecahkan masalah,
mengevaluasi program
- Mampu mengkoordinir dan memonitor program kusta di wilayah kerjanya,
- Mampu melaksanakan pelayanan darurat
- Mampu melaksanakan pelayanan medik sesuai kompetensi dan
kewenangan,

Uraian Tugas :
- Melaksanakan dan memberikan upaya pelayanan kesehatan dengan
penuh tanggung jawab sesuai kompetensi dan kewenangannya,
- Melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar Prosedur
Operasional (SOP), tata kerja dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh
pimpinan puskesmas,
- Melakukan pencatatan dan menyusun pelaporan serta visualisasi data
kegiatan sebagai bahan informasi dan pertanggungjawaban kepada
Kepala Puskesmas,
- Mengindentifikasi, merencanakan, memecahkan masalah, serta
mengevaluasi kinerja program kesehatan,
- Melaksanakan dan menjaga keselamatan pelayanan kesehatan di
puskesmas meliputi keamanan, kebersihan alat, ruangan serta
pencegahan pencemaran lingkungan,
- Melaksanakan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan,
- Sebagai penanggungjawab program.

2. Perawat
Kompetensi :
- Mempunyai Surat Tanda Registrasi (STR)
Uraian Tugas :
- Melaksanakan dan memberikan upaya pelayanan dengan penuh
tanggung jawab sesuai kompetensi dan kewenangannya,
- Melaksanakan pelayanan keperawatan sesuai standar prosedur
operasional, tata kerja dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pimpinan
puskesmas,
- Membuat catatan-catatan yang perlu dalam rekam medik secara baik dan
lengkap serta dapat dipertanggung jawabkan,
- Melaksanakan upaya pelayanan sesuai standar profesi dan mematuhi
peraturan perundangan yang berlaku,
- Melaksanakan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan,
- Melaksanakan dan menjaga keselamatan klinik pelayanan kesehatan
meliputi keamanan dan kebersihan ruangan serta mencegah
pencemaran lingkungan,

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
- Dokter Umum = 1 orang
- Perawat = 3 orang

C. JADWAL KEGIATAN
- Pemeriksaan kusta murid SD/MI = Maret,April,Mei
- Pencarian Suspek Penderita kusta = Juli
- Pemeriksaan kontak = September
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANG
- Bergabung dengan poli umum

B. STANDAR FASILITAS
- Bergabung dengan poli umum
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

1. Penderita Baru
A. Anamnesis.
 Nama, alamat, daerah asal
 Riwayat tanda-tanda kulit / saraf yang dicurigai
 Riwayat penyakit yang pernah diderita
 Riwayat penyakit dalam keluarga
 Riwayat pengobatan maupun alergi terhadap obat-obatan tertentu

B. Pemeriksaan klinis.
1) Kulit
 Pemeriksaan Pandang
 Pemeriksaan dilakukan dengan melihat dan memperhatikan keadaan kulit
dari kepala sampai kaki, dari depan dan belakang penderita.
 Catat / gambar semua kelainan pada kulit yang ditemukan.
 Pemeriksaan Rasa Raba
 Periksa rasa raba pada kelainan kulit untuk mengetahui hilang/ kurangnya
rasa (dengan menggunakan kapas yang diruncingkan ujungnya) secara
tegak lurus pada kelainan kulit yang dicurigai.
 Kelainan kulit diperiksa secara bergantian dengan kulit yang normal
disekitarnya untuk mengetahui ada tidaknya anestesi.
2) Saraf tepi
a. Perabaan (Palpasi) Saraf
 Perabaan dengan tekanan ringan sehingga tidak menyakiti penderita
 Perhatikan adanya penebalan / pembesaran.
 Saraf kiri dan kanan sama besar atau berbeda.
 Ada nyeri atau tidak (dengan melihat mimik penderita)
b. Pemeriksaan Gangguan Fungsi Saraf
1. Mata
Periksa adanya lagopthalmus pada mata
2. Tangan
 Periksa adanya mati rasa pada telapak tangan kanan dan kiri.
 Periksa kekuatan pada jari kelingking, ibu jari dan pergelangan tangan
kanan dan kiri

3. Kaki
 Periksa adanya mati rasa pada telapak kaki kanan dan kiri.
 Periksa kekuatan pada pergelangan kaki kanan dan kiri.
C. Pengobatan
Pengobatan dengan menggunakan regimen MDT
1. MDT PB (6 blister untuk 6 – 9 bulan)
Hari pertama (diminum didepan petugas):
 Rifampisin 600 mg
 Dapsone (DDS) 100 mg
Hari ke 2 – 28 (dibawa pulang):
 1 tablet dapsone (DDS) 100 mg
2. MDT MB (12 blister untuk 12 – 18 bulan)
Hari pertama (diminum didepan petugas):
 Rifampisin 600 mg
 Dapsone (DDS) 100 mg
 Clofazimine /Lamprene 300 mg
Hari ke 2 – 28 (dibawa pulang):
 Dapsone (DDS) 100 mg
 Clofazimine /Lamprene 50 mg
Dosis untuk anak:
 Rifampisin : 10-15 mg/kg BB
 Dapsone (DDS) : 1-2 mg/kg BB
 Clofazimine : 1 mg/kg BB

D. Pencatatan dan pelaporan


Catat semua hasil pemeriksaan yang telah dilakukan pada buku penderita

E. Pemeriksaan BTA (Skin Smear)


Pemeriksaan skin smear ini hanya dilakukan apabila hasil pemeriksaan klinis
meragukan.

2. Pengambilan Obat
Pada saat penderita datang untuk mengambil obat, lakukan:
a. Anamnesis tentang kondisi penderita
b. Pemeriksaan fungsi saraf mulai dari mata, tangan dan kaki
c. Catat hasil pemeriksaan pada buku penderita
d. Obat diminum didepan petugas untuk hari pertama sesuai tipe kusta

3. Reaksi Kusta
a. Reaksi Ringan
 Berobat jalan, istirahat dirumah
 Pemberian analgetik/antipiretik
 MDT tetap diminum (bila masih dalam pengobatan)
 Mencari dan menghilangkan faktor pencetus
b. Reaksi Berat
 Immobilisasi lokal/istirahat di rumah
 Pemberian analgesik/sedatif
 Pemberian prednison sesuai skema (tappering off)
 MDT tetap diminum (bila masih dalam pengobatan)
 Mencari dan menghilangkan faktor pencetus
4. Metode
1. Kegiatan dalam gedung
a. Penyebarani nformasi melalui media poster, leaflet yang mudah dilihat
pengunjung.
b. Melakukan pemeriksaan dan tatalaksana penderita Kusta
c. Melakukan rujukan kasus yang tidak bisa ditangani di Puskesmas
d. Pengambilan obat dan pengawasan menelan obat MDT (awal bulan)
e. Penanganan pasien reaksi
f. Pelayanan konseling
g. Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan

2. Kegiatan luar gedung


a. Melakukan pencarian kasus penderita secara aktif (pelacakan kasus)
b. Melakukan kunjungan rumah
c. Pemeriksaan kontak penderita kusta
d. Penyuluhan kepada masyarakat melalui kegiatan yang ada di desa/ kelurahan
setempat
e. Melakukan koordinasi lintas sektor dan tokoh masyarakat dalam rangka
pencegahan dan pengendalian penyakit kusta
f. Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan
BAB V
LOGISTIK

Pelaksanaan penyakit kusta ditunjang dengan sarana prasarana sesuai yang


dipersyaratkan. Kebutuhan dana dan logistik untuk pelaksanaan program kusta
direncanakan dalam pertemuan lokakarya mini lintas program sesuai dengan tahapan
kegiatan dan metode yang akan dilaksanakan.
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN/ PROGRAM

Pelaksanaan pelayanan penyakit kusta di Puskesmas Kalianget mengacu :


A. Pelaksanaan sesuai dengan prosedur
B. Petugas melaksanakan universal precaution dengan menggunakan APD (Alat
Pelindung Diri)
C. Pelaksanaan Pencegahan dan Penularan
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Pelaksanaan pelayanan penyakit kusta di Puskesmas Sempu


A. Petugas melaksanakan APD
B. Pelaksanaan PPI
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Kinerja pelaksanaan pelayanan penyakit kusta dimonitor dan dievaluasi dengan


menggunakan indikator sebagai berikut :
1. Ketepatan pelaksanaan sesuai dengan jadwal
2. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan
3. Ketepatan metode yang digunakan
Standar ini digunakan sebagai acuan untuk mengukur pencapaian layanan
mutu yang telah ditetapkan dalam pembinaan agar sesuai dengan
persyaratan yang berlaku yang meliputi :
A. SOP
1. SOP Pemeriksaan penderita baru
2. SOP Pemeriksaan kontak intensif
3. SOP Pemeriksaan kontak sekolah
B. Pengukuran dan Analisis
1) Pengukuran dapat dilakukan secara internal oleh Puskesmas Kalianget
sendiri maupun secara eksternal yaitu oleh institusi terkait sesuai dengan
kewenangannya
2) Cara pengukuran
 Metode yang digunakan metode Penilaian diri yaitu mengukur tentang
apa yang dilakukannya telah memenuhi standar atau pedoman yang
ditetapkan dan survey kepuasan pasien (Format Penilaian Kinerja
Puskesmas)
BAB IX
PENUTUP

Pedoman penyelenggaraan upaya kesehatan penyakit kusta ini sebagai


penuntun pelaksanaan pelayanan kesehatan penyakit kusta di Puskesmas
Sempusehingga pelaksanaan pelayanan dapat sesuai dengan yang dipersyaratkan.
BAB I
DEFINISI

Penyakit kusta atau lepra (leprosy) atau disebut juga Morbus Hansen, adalah
penyakit infeksi menular kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Indonesia
dikenal sebagai satu dari tiga negara yang paling banyak memiliki penderita kusta. Dua
negara lainnya adalah India dan Brazil. Umumnya penyakit kusta terdapat di negara yang
sedang berkembang, dan sebagian besar penderitanya adalah dari golongan ekonomi lemah.
Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-
gejala kulit secara umum. Penyakit ini diduga berasal dari Afrika atau Asia Tengah yang
kemudian menyebar keseluruh dunia lewat perpindahan penduduk. Penyakit ini masuk ke
Indonesia diperkirakan pada abad ke IV-V yang diduga dibawa oleh orang-orang India yang
datang ke Indonesia untuk menyebarkan agamanya dan berdagang. Pada 1995, Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan terdapat dua hingga tiga juta jiwa yang cacat
permanen karena kusta.
Mekanisme penularan yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah
dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Dan diduga faktor
genetika juga ikut berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok
penyakit kusta di keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta
yang berbeda pada setiap individu.

A. DIAGNOSIS KUSTA
Kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
leprae yang terutama menyerang saraf tepi, kulit dan organ tubuh lain kecuali susunan
saraf pusat. Manusia merupakan satu satunya sumber penularan. Penularan terjadi dari
penderita kusta yang tidak diobati ke orang lain melalui pernafasan atau kontak kulit yang
lama.
Diagnosis penyakit kusta hanya dapat ditegakkan berdasarkan pada penemuan
tanda utama (Cardinal Sign) yaitu:
1. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa.
Kelianan kulit dapat berbentuk bercak keputih-putihan (hipopigmentasi) atau
kemerahan-merahan (eritematous), infiltrat atau nodul yang mati rasa (anestesi).
2. Penebalan saaraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf
Gangguan fungsi saraf bisa berupa:
a. Gangguan fungsi sensorik : mati rasa
b. Gangguan fungsi motoris : kelemahan otot (parese) atau kelumpuhan (paralise)
c. Gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak, pembengkakan (edema)
3. Basil Tahan Asam (BTA)
Bahan pemeriksaan BTA diambil dari kerokan kulit (skin smear) cuping telinga dan
bagian aktif suatu lesi kulit. Pemeriksaan skin smear hanya dilakukan pada kasus
yang meragukan.

B. TIPE KUSTA
Berdasarkan tanda utama (cardinal sign) kusta dibagi menjadi 2 tipe:
1. Tipe PB (Paucy Bacyller)
a. Jumlah bercak kusta :1–5
b. Jumlah saraf yang terlibat : 1
c. BTA : negatif
2. Tipe MB (Multy Bacyller)
a. Jumlah bercak kusta : >5
b. Jumlah saraf yang terlibat : >1
c. BTA : positif

C. REAKSI KUSTA
Reaksi kusta adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang
merupakan suatu reaksi kekebalan (seluler respon) atau reaksi antigen – antibody
(humoral respons) dengan akibat merugikan penderita, terutama pada saraf tepi yang
bisa menyebabkan gangguan fungsi (cacat) yang ditandai dengan peradangan akut baik
di kulit maupun saraf tepi.
1. Reaksi tipe I
Reaksi Reversal – Reaksi Upgrading – Reaksi Borderline
Reaksi tipe I terjadi baik pada penderita PB maupun MB dan kebanyakan pada 6
bulan pertama pengobatan.
a. Reaksi Ringan
 Kelainan kulit : Tambah aktif, menebal merah, teraba panas dan nyeri tekan,
makula yang menebal dapat sampai membentuk plaque.
 Saraf tepi : Tidak ada nyeri tekan saraf dan gangguan fungsi.
b. Reaksi Berat
 Kelainan membengkak sampai ada yang pecah, merah, teraba panas dan
nyeri tekan. Ada kelainan kulit baru, tangan dan kaki membengkak, sendi-
sendi sakit.
 Nyeri tekan dan atau gangguan fungsi, misalnya kelemahan otot

2. Reaksi tipe II
ENL – Erythema Nodosum Leprosum
Terjadi pada penderita MB dan merupakan reaksi humoral dimana basil kusta yang
utuh maupun yang tak utuh menjadi antigen.
a. Reaksi Ringan
 Kelainan kulit : Nodul merah yang nyeri tekan jumlah sedikit, biasanya hilang
sendiri dalam 2-3 hari.
 Keadan umum : tidak ada demam atau demam ringan.
 Saraf tepi : Tidak ada nyeri raba ataupun gangguan fungsi.
 Organ tubuh : Tidak ada gangguan.
b. Reaksi Berat
 Kelainan kulit : Nodul (benjol) nyeri tekan, ada yang pecah (ulceratif), jumlah
banyak, berlangsung lama.
 Keadaan umum : Demam ringan sampai berat.
 Saraf tepi : Ada nyeri raba dan atau gangguan fungsi.
 Organ tubuh : Terjadi peradangan pada organ-organ tubuh, mata
(iridosiklitis), testis (epididymorchitis), ginjal (nefritis), sendi (arthritis),
kelenjar limfe (limfadenitis)
BAB II
RUANG LINGKUP

3. Kegiatan dalam gedung


h. Penyebarani nformasi melalui media poster, leaflet yang mudah dilihat
pengunjung.
i. Melakukan pemeriksaan dan tatalaksana penderita Kusta
j. Melakukan rujukan kasus yang tidak bisa ditangani di Puskesmas
k. Pengambilan obat dan pengawasan menelan obat MDT (awal bulan)
l. Penanganan pasien reaksi
m. Pelayanan konseling
n. Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan

4. Kegiatan luar gedung


g. Melakukan pencarian kasus penderita secara aktif (pelacakan kasus)
h. Melakukan kunjungan rumah
i. Pemeriksaan kontak penderita kusta
j. Penyuluhan kepada masyarakat melalui kegiatan yang ada di desa/ kelurahan
setempat
k. Melakukan koordinasi lintas sektor dan tokoh masyarakat dalam rangka
pencegahan dan pengendalian penyakit kusta
l. Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

4. Penderita Baru
F. Anamnesis.
 Nama, alamat, daerah asal
 Riwayat tanda-tanda kulit / saraf yang dicurigai
 Riwayat penyakit yang pernah diderita
 Riwayat penyakit dalam keluarga
 Riwayat pengobatan maupun alergi terhadap obat-obatan tertentu

G. Pemeriksaan klinis.
3) Kulit
 Pemeriksaan Pandang
 Pemeriksaan dilakukan dengan melihat dan memperhatikan keadaan kulit
dari kepala sampai kaki, dari depan dan belakang penderita.
 Catat / gambar semua kelainan pada kulit yang ditemukan.
 Pemeriksaan Rasa Raba
 Periksa rasa raba pada kelainan kulit untuk mengetahui hilang/ kurangnya
rasa (dengan menggunakan kapas yang diruncingkan ujungnya) secara
tegak lurus pada kelainan kulit yang dicurigai.
 Kelainan kulit diperiksa secara bergantian dengan kulit yang normal
disekitarnya untuk mengetahui ada tidaknya anestesi.
4) Saraf tepi
c. Perabaan (Palpasi) Saraf
 Perabaan dengan tekanan ringan sehingga tidak menyakiti penderita
 Perhatikan adanya penebalan / pembesaran.
 Saraf kiri dan kanan sama besar atau berbeda.
 Ada nyeri atau tidak (dengan melihat mimik penderita)
d. Pemeriksaan Gangguan Fungsi Saraf
4. Mata
Periksa adanya lagopthalmus pada mata
5. Tangan
 Periksa adanya mati rasa pada telapak tangan kanan dan kiri.
 Periksa kekuatan pada jari kelingking, ibu jari dan pergelangan tangan
kanan dan kiri

6. Kaki
 Periksa adanya mati rasa pada telapak kaki kanan dan kiri.
 Periksa kekuatan pada pergelangan kaki kanan dan kiri.
H. Pengobatan
Pengobatan dengan menggunakan regimen MDT
3. MDT PB (6 blister untuk 6 – 9 bulan)
Hari pertama (diminum didepan petugas):
 Rifampisin 600 mg
 Dapsone (DDS) 100 mg
Hari ke 2 – 28 (dibawa pulang):
 1 tablet dapsone (DDS) 100 mg
4. MDT MB (12 blister untuk 12 – 18 bulan)
Hari pertama (diminum didepan petugas):
 Rifampisin 600 mg
 Dapsone (DDS) 100 mg
 Clofazimine /Lamprene 300 mg
Hari ke 2 – 28 (dibawa pulang):
 Dapsone (DDS) 100 mg
 Clofazimine /Lamprene 50 mg
Dosis untuk anak:
 Rifampisin : 10-15 mg/kg BB
 Dapsone (DDS) : 1-2 mg/kg BB
 Clofazimine : 1 mg/kg BB

I. Pencatatan dan pelaporan


Catat semua hasil pemeriksaan yang telah dilakukan pada buku penderita

J. Pemeriksaan BTA (Skin Smear)


Pemeriksaan skin smear ini hanya dilakukan apabila hasil pemeriksaan klinis
meragukan.

5. Pengambilan Obat
Pada saat penderita datang untuk mengambil obat, lakukan:
e. Anamnesis tentang kondisi penderita
f. Pemeriksaan fungsi saraf mulai dari mata, tangan dan kaki
g. Catat hasil pemeriksaan pada buku penderita
h. Obat diminum didepan petugas untuk hari pertama sesuai tipe kusta

6. Reaksi Kusta
4 Reaksi Ringan
 Berobat jalan, istirahat dirumah
 Pemberian analgetik/antipiretik
 MDT tetap diminum (bila masih dalam pengobatan)
 Mencari dan menghilangkan faktor pencetus
5 Reaksi Berat
 Immobilisasi lokal/istirahat di rumah
 Pemberian analgesik/sedatif
 Pemberian prednison sesuai skema (tappering off)
 MDT tetap diminum (bila masih dalam pengobatan)
 Mencari dan menghilangkan faktor pencetus
 Rawat inap jika diperlukan

Skema pemberian prednison


 2 minggu I : 40 mg/hari (1x8 tab) pagi hari sesudah makan

 2 minggu II : 30 mg/hari (1x6 tab) pagi hari sesudah makan


 2 minggu III : 20 mg/hari (1x4 tab) pagi hari sesudah makan
 2 minggu IV : 15 mg/hari (1x3 tab) pagi hari sesudah makan
 2 minggu V : 10 mg/hari (1x2 tab) pagi hari sesudah makan
 2 minggu VI : 5 mg/hari (1x1 tab) pagi hari sesudah makan

7. Prosentase Target P2 Kusta

2017 2018 2019


No Jenis kegiatan
Target
Pemeriksaan kontak dari kasus Kusta lebih dari lebih dari lebih dari
1 baru 80% 80% 80%

Kasus Kusta yang dilakukan PFS secara lebih dari lebih dari lebih dari
2 rutin 95% 95% 95%
RFT penderita Kusta lebih dari lebih dari lebih dari
3 90% 90% 90%
Penderita baru pasca pengobatan lebih dari lebih dari lebih dari
dengan score kecacatannya tidak 97% 97% 97%
4 bertambah atau tetap

Kasus defaulter Kusta Kurang dari Kurang dari Kurang dari


5 5% 5% 5%
Proporsi tenaga kesehatan Kusta lebih dari lebih dari lebih dari
6 tersosialisasi 95% 95% 95%
Kader kesehatan Kusta tersosialisasi lebih dari lebih dari lebih dari
7 95% 95% 95%
SD/ MI telah dilakukan screening Kusta 100% 100% 100%
8

Anda mungkin juga menyukai