Oleh :
dr. Aldhi
Peserta PPDS OBGIN
Pembimbing :
Dr. dr. Vauline Basyir, Sp.OG (K)-KFM
Lembar Pengesahan
Mengetahui
KPS PPDS OBGIN
FK UNAND RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
BAB 2
LAPORAN KASUS
Identitas Suami
Nama : Ny. S Nama : Tn.A
Usia : 34 tahun Umur : 36 tahun
Nomor MR : 01 08 84 84 Pekerjaan : wiraswasta
Tanggal masuk : 06/10/2020
Alamat : Dharmasraya
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Keluhan Utama
Seorang pasien wanita usia 34 tahun datang ke Poliklinik fetomaternal
pada tanggal 06 Oktober 2020 dengan diagnosa G3P2A0H2 gravid aterm 38-39
minggu.
2
- Riwayat menstruasi: menarche pada usia 12 tahun, siklus teratur, 4-6 hari
setiap siklus dengan jumlah 2-3 kali ganti pembalut / hari tanpa nyeri haid
- Riwayat mual (+), muntah (-), perdarahan (-) selama awal kehamilan
- Riwayat mual (-), muntah (-), perdarahan (+) selama kehamilan lanjut
- Riwayat batuk (-), demam (-), sakit tenggorokan (-), sesak napas (-)
- Riwayat kontak dengan pasien positif Covid-19 (-)
- Sejarah bepergian keluar kota (-)
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
3
Tekanan darah :110/70 mmHg
Denyut nadi : 92 x / mnt
Tingkat pernapasan : 18x / mnt
Suhu : 36,8 ° C
Tinggi badan : 152 cm
BB sebelum kehamilan : 46 kg
BB sekarang : 56 kg
LILA : 25 cm
BMI : 24,2 (Normoweight)
Mata : Konjungtiva tidak anemis , Sclera tidak ikterik
Leher : JVP 5-2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak membesar
Dada : Cor dan Pulmo dalam batas normal
Abdomen : Status Obstetrikus
Alat kelamin : Status Obstetrikus
Ekstremitas : Edema - / -, Reflex Fisiologis + / +, Reflek Patologis - / -
Status Obstetrikus :
Abdomen
Inspeksi : Tampak membuncit sesuai kehamilan aterm, sikatrik (+)
pfannenstiel.
Palpasi :
L1 : Fundus uteri teraba 3 jari bawah proc xyphoideus,
Teraba massa besar, lunak, noduler
L2 : Teraba tahanan terbesar janin disebelah kanan
Teraba bagian kecil janin disebelah kiri
L3: Teraba massa bulat, keras, terfiksir
L4 : Divergen
His : (-) DJJ : 133-143x/i
TFU : 30 cm TBJ : 2.945 gram
Gen : V/U tenang PPV (-)
Genitalia
4
Inspeksi : V / U tenang, Perdarahan pervaginam (-)
Inspekulo
Vagina : tumor (-), laserasi (-),fluxus (+), tampak darah di fornix posterior
Portio : NP, tumor (-), laserasi (-), fluxus (+), OUE tertutup, darah
mengalir dari kanalis servikalis
VT : tidak ditunjukkan
Laboratorium
28 Juni 2020
Parameter Hasil
Hemoglobin 11,1 gr / dl
Hematokrit 34 %
Leukosit 13.700 /mm3
Trombosit 268.000/mm 3
Diffcount 0/2/1/2/1/62/27/8
PT 9,8 detik
APTT 10,7 detik
SGOT/SGPT 15/10
Albumin/globulin 3,4/2,7
Ureum/Kreatinin 13/0,6
Total Protein 6,5
Bilirubin direk 0,2
Bilirubin indirek 0,2
GDS 89
Na 138
HbsAg Non reaktif
HIV Non reaktif
USG Ponek
5
Interpretasi :
Janin hidup tunggal intra uterin letak memanjang presentasi kepala
Aktifitas gerak janin baik
BPD : 9,06 cm
HC : 325,88 cm
FHR : 137 bpm
AC : 32,09 cm
6
FL : 7,21 cm
EFW : 2.900 gram
Plasenta implantasi di corpus anterior maturasi grade II-III
Halozone (-), lacuna (+), bridging vessel (-)
Kesan :
Gravid 38-39 minggu sesuai biometri
Plasenta previa total suspek akreta
Janin hidup tunggal intra uterin letak memanjang presentasi kepala
CTG
Baseline : 140
Variabilitas : 5- 15
Akselerasi : (+)
Deselerasi : (-)
Gerak anak :(+)
Kontraksi : (+)
Kesan : Kategori 1
Rontgen thorax
7
Kesan : Tidak tampak kelainan Pada Rontgen Thorak
Diagnosis :
G3P2A0H2 gravid aterm 38-39 minggu + placenta previa totalis suspek akreta +
bekas SC 2x.
Rencana :
SC + Caesarean hysterectomy
Sikap :
Kontrol KU, VS, HIS,DJJ
Informed consent
Crossmatch PRC 2 unit
Perinatologi, konsultasi pulmonologi
Anjurkan ke ruangan operasi
Diagnosa :
8
P3A0H3 post caesarean hysterectomy ai placenta previa totalis suspek akreta +
bekas SC 2x.
Sikap :
• Kontrol KU, VS, Kontraksi, PPV
• Informed consent
• IVFD RL 20 tpm
• Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
• Inj. Tranexamic acid 3x500 mg
• Inj. Vit K 3x10 mg
• Pronalgess supp jika dibutuhkan
Rencana :
Cek lab 6 jam post op
Observasi di HCU
9
Follow up 08 Oktober 2020 (pukul : 07.00 wib)
S / Nyeri luka operasi (+), Demam (-)
O/ Pemeriksaan fisik :
GA Kes BP HR RR T
BAB 3
11
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
12
meningkat menjadi 24% pada mereka dengan plasenta previa dan satu
persalinan sesar sebelumnya. Usia maternal, anomali uterus, operasi uterus
sebelumnya, dilatasi dan kuretase, dan miomektomi merupakan faktor
risiko tambahan yang relatif kecil. 6, 7
1. Plasenta previa
Previa merupakan faktor risiko modern yang dominan untuk
plasenta akreta, dengan odds ratios yang dilaporkan lebih dari 50.
Plasenta previa secara independen terkait dengan plasenta akreta,
terutama ketika plasenta menutupi bekas luka uterus sebelumnya.
Plasentasi abnormal sering ditemukan dalam hubungan dengan plasenta
previa. Akreta terlihat pada 9,3% wanita dengan plasenta previa.8
2. Riwayat sesar sebelumnya
Detail operasi sesar sebelumnya dapat berdampak pada risiko
berikutnya untuk akreta. Teknik penjahitan uterus pada operasi sesar baik
satu lapis atau dua lapis, interuptus atau kontinus, saat ini masih
merupakan perdebatan. Risiko plasenta akreta meningkat dari 3.3% pada
pasien dengan riwayat satu operasi sesar dan plasenta previa menjadi 11%
pada pasien dengan riwayat dua operasi sesar dan plasenta previa menjadi
40% dengan riwayat tiga operasi sesar dan plasenta previa. Sementara
tanpa plasenta previa, risiko plasenta akreta hanya 0.03% pada pasien
dengan riwayat satu operasi sesar, 0.2% pada pasien dengan riwayat dua
seksio sesarea hingga 0.1% dengan riwayat tiga operasi sesar. 9
3.3 Patofisiologi
Secara patofisiologi, akreta dipercaya berasal dari perlekatan
trofoblas ke area desidua uterus yang kurang atau rusak. Patofisiologi
berfokus pada keseimbangan antara desidualisasi di satu sisi dan invasi
trofoblas di sisi lain. Patofisiologi kerusakan endomiometrium setelah
penghentian kehamilan atau keguguran yang mengarah ke plasenta akreta
pada kehamilan berikutnya diperkirakan karena desidualisasi yang lebih
buruk dari proses perbaikan.6
Desidualisasi endometrium berperan dalam implantasi
13
dan perkembangan plasenta normal dan merupakan proses yang rumit.
Sel stroma desidua berasal dari sel menyerupai fibroblas dalam
endometrium dan mempertahankan reseptor progesteron. Progesteron
menginisiasi proliferasi kelenjar endometrium sebelum implantasi
blastokista. Sekresi kelenjar ini juga merupakan sumber nutrisi bagi hasil
konsepsi selama trimester pertama.6
Sel trofoblas berpoliferasi menjadi sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas.
Sinsititrofoblas berpenetrasi di antara sel epitel, sementara bersamaan
dengan itu sel stroma endometrium bertumbuh dan menyelubungi hasil
konsepsi, sehingga hasil konsepsi kemudian melekat dalam stratum
kompaktum endometrium. Selanjutnya sitotrofoblas berproliferasi pada
sisi fetal dari dinding blastokista, kemudian menginvasi sinsitiotrofoblas
dan membentuk vili. Sitotrofoblas paling distal menembus sinsitium,
menyebar dan memisahkan plasenta dari desidua. Desidua biasanya
mengatur invasi trofoblas, dibuktikan oleh invasi agresif dari lapisan otot
dan serosa yang terlihat di situs implantasi ektopik di tuba fallopi atau di
perut.10
Plasenta terbentuk oleh interaksi sel dari sel maternal dan sel
trofoblas janin yang masing-masing diarahkan oleh genom berbeda.
Interaksi plasenta dengan endometrium dimulai saat implantasi. Awalnya,
trofoblas menyerang vena dan stroma jaringan maternal sehingga
memungkinkan plasenta tumbuh ke dalam rongga
uterus. Fibrinoid Nitabuch yang terletak di antara plasenta dan jaringan
uterus merupakan matriks eosinofilik amorf yang mengandung protein sel
trofoblastik dan fibrin maternal. Tanpa pelindung desidual normal dan
lapisan Nitabuch, trofoblas vili memiliki akses langsung ke miometrium
maternal. Teori Tseng dkk. menyatakan migrasi trofoblas dan
invasi selama perkembangan plasenta yang normal harus dipengaruhi
secara interdependen oleh berbagai jenis molekul seperti faktor
pertumbuhan dan reseptor, sitokin, hormon, molekul adhesi dan enzim
dengan cara autokrin atau paracrin dan plasenta normal tidak berlanjut
melampaui sepertiga bagian dalam miometrium melalui regulasi spasial
14
dan temporal yang ketat. Peran desidua dalam mencegah plasentasi
abnormal dengan umpan balik autokrin atau parakrin. Sel decidual
natural killer (dNK) berperan penting dalam regulasi kekebalan
invasi trofoblastik. Laban dkk. menunjukkan sel dNK secara signifikan
11
menurun pada plasenta akreta melalui imunohistokimia.
Plasenta akreta terjadi karena kegagalan terbentuknya desidua
normal yaitu endometrium kurang atau tidak dapat berubah. Plasenta
akreta biasa ditemukan pada kehamilan abdomen dan ektopik dimana
tidak ada endometrium normal yang berubah menjadi desidua. 12
1. Implantasi luka
Bekas luka uterus berasal dari defek kecil desidua dan miometrium
superfisial sampai defek luas dan dalam miometrium dengan kehilangan
substansi yang jelas dari rongga endometrium hingga serosa uterus.
Gangguan makroskopis dan/atau mikroskopis ke rongga uterus
menimbulkan kerusakan permanen pada perantara endometrium-
miometrium. Kerusakan ini memiliki dampak utama pada biologi area
bekas luka sehingga menciptakan kondisi peleburan khusus blastokista ke
jaringan bekas luka serta dampak sekunder pada desidualisasi
endometrium di sekitar bekas luka. 13
2. Plasentasi luka
Kerusakan superfisial, seperti setelah kuretase, atau distorsi dari
lapisan miometrium desiduo, seperti dengan fibroid submukosa, mungkin
akan mengarah pada plasenta yang melekat pada sebagian besar
superfisial. Hal tersebut menjelaskan kasus yang sangat langka dari
plasenta akreta yang dilaporkan pada wanita primipara atau seorang
wanita yang pernah melahirkan bayi hidup untuk pertama kalinya.
Pengganti peran desidua dalam modulasi plasentasi yaitu bekas luka hasil
jaringan di desidualisasi disfungsional sekunder dan trofoblastik lebih
invasif dalam plasenta akreta.10
15
media dan lamina elastis internal, pembuluh-pembuluh ini kehilangan
daya tanggap untuk mensirkulasikan senyawa vasoaktif dan menjadi
jaringan vaskular resistansi rendah melalui dilatasi.14
3.4 Klasifikasi
Klasifikasi plasenta akreta sesuai dengan kedalaman invasi vili di
dalam miometrium diperkenalkan oleh ahli patologi modern pada 1960-an.
Sindrom plasenta akreta diklasifikasikan berdasarkan kedalaman invasi
trofoblas, yaitu:3
1. Plasenta akreta, Vili melekat pada miometrium, dengan insiden
sekitar 80%.
2. Plasenta inkreta, Vili menginvasi miometrium, dengan insiden sekitar
15%.
3. Plasenta perkreta, Vili berpenetrasi melalui meiometrium hingga
lapisan serosa, dengan insiden sekitar 5% (Gambar 1).
16
Gambar 2. Gambaran jaringan akreta, inkreta dan perkreta. D, desidua;
M, miometrium; PC, plasenta akreta; PI, plasenta inkreta; PP, plasenta
perkreta; S, serosa. 16
3 . 5 DIAGNOSIS
17
penunjang seperti ultrasonografi (USG), Magnetic Resonance Imaging
(MRI) dan diagnosis histopatologis. 17
18
deskripsi ultrasound prenatal pertama dibuat oleh Tabsh dkk. pada tahun
1982. Faktor terpenting yang mempengaruhi hasil adalah diagnosis
prenatal yang mengantisipasi kehilangan darah dengan tepat dan
komplikasi potensial lainnya dari persalinan. Selain itu, diagnosis prenatal
memberikan kesempatan untuk memilih secara elektif prosedur karena
pencegahan komplikasi idealnya membutuhkan kehadiran tim bedah
multidisiplin.18
19
Prediksi plasenta akreta dapat ditegakkan melalui USG dengan
minimal 2 dari karakteristik berikut: 10
20
Implantasi gestasional sac (GS) pada kehamilan dengan bekas seksio
sesarea 3x. Tampak lakuna vaskular multipel (tanda panah) dalam
plasenta. Kehamilan ini kemudian mengalami plasenta perkreta.
21
Gambar 6. Gambaran “moth eaten” atau “Swiss cheese”
Ultrasonografi grayscale cukup untuk mendiagnosis plasenta akreta,
dengan sensitivitas 77-87%, spesifisitas 96-98%, nilai prediksi positif 65-
93%, dan nilai prediksi negatif 98. Penggunaan daya Doppler, Doppler
warna, atau gambar tiga dimensi tidak secara signifikan meningkatkan
sensitivitas diagnostik dibandingkan dengan yang dicapai oleh
ultrasonografi saja. 20,21
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
22
Gambar 7. Gambaran MRI plasenta normal pada akhir trimester kedua
kehamilan. 10
23
temuan klinis plasenta adherent dengan pengangkatan yang sulit, dalam
kasus di mana histerektomi tidak dilakukan. 4
C. Diagnosis histopatologis
Secara histopatologis, plasenta akreta didefinisikan dengan
ketidakhadiran sebagian atau sepenuhnya dari desidua basalis yang
mengakibatkan vili plasenta melekat atau menyerang miometrium bekas
luka di bawahnya. Plasenta akreta dibagi menjadi total, parsial, atau fokal,
tergantung pada jumlah jaringan plasenta yang terlibat. Diagnosis
histopatologis tidak dapat ditegakkan dari jaringan plasenta saja,
diperlukan jaringan uterus atau kuretase dengan miometrium untuk
konfirmasi diagnosis histopatologis. Diagnosis histopatologi bergantung
pada keberadaan serabut miometrium plat basal, atau aposisi langsung
jaringan trofoblas ke miometrium yang mendasari, tanpa mengintervensi
jaringan desidua. Diagnosis dapat dibuat pada spesimen histerektomi,
tetapi juga pada plasenta atau plasenta dengan biopsi uterus, jika serat
miometrium ditemukan berdekatan dengan vili plasenta atau hanya dengan
lapisan fibrin intervening. 23
Diagnosis plasenta akreta dibuat atas dasar pemeriksaan histopatologi
dan ditandai dengan tidak adanya desidua dan vili korialis terlihat
berdekatan langsung dengan miometrium (Gambar 9). Meskipun tidak
terlihat secara makroskopis, pemeriksaan mikroskopik plasenta dapat
mengkonfirmasi keberadaan placental basal plate myometrial fibres.
Temuan ini dapat dilihat pada kehamilan normal, kehadiran mereka
diperkirakan menunjukkan pemisahan plasenta yang abnormal. Placental
basal plate myometrial fibres dikaitkan dengan peningkatan risiko
morbidly adherent placenta (MAP) pada plasenta/kehamilan berikutnya.
24
24
(a) (b)
(c) (d)
25
(e) (f)
3.6 Tatalaksana
Penanganan
Intervensi
endovaskular
Histerektomi
Terminasi kehamilan
Manajemen konservatif
26
perencanaan tim multidisiplin untuk meminimalisasikan risiko morbiditas
dan mortalitas pada maternal dan janin. Tim multidisiplin terdiri dari ahli
bedah onkologi ginekologi, tim bank darah yang disiapkan untuk
mengelola berbagai komponen darah, ahli anestesi obstetrik, ahli urologi
yang terlatih dalam kasus reseksi atau reparasi kandung kemih, ahli
bedah vaskuler, ahli bedah trauma, ahli neonatologi yang berpengalaman,
serta ahli radiologi intervensi berpengalaman juga diperlukan ketika terjadi
kateterisasi arteri panggul. 25
2. Perencanaan
• Konseling
27
• Terminasi kehamilan
• Tranfusi darah
Pengaturan produk darah harus sesuai dengan tingkat keparahan
perdarahan yang diantisipasi, yang pada gilirannya tergantung pada jenis
plasenta akreta, komorbiditas pasien seperti adanya anemia yang sudah
ada sebelumnya atau trombositopenia. Golongan darah atau crossmatch
28
yang sulit karena adanya antibodi merupakan faktor yang harus
dipertimbangkan ketika mengatur darah untuk pasien. Darah harus tersedia
di ruang operasi sebelum dimulainya prosedur. Dalam kasus- kasus
darurat, ketika diagnosis plasenta akreta dibuat intraoperatif, ahli anestesi
memanggil bank darah untuk memulai protokol transfusi masif.
Direkomendasikan protokol transfusi masif hadir di semua institusi yang
menyediakan perawatan obstetrik. Pada maternal dengan plasenta previa
dan dugaan akreta yang membutuhkan histerektomi peripartum, persalinan
terjadwal dikaitkan dengan waktu operasi yang lebih pendek dan frekuensi
transfusi yang lebih rendah, komplikasi, dan penerimaan unit penanganan
intensif.
3. Histerektomi 29,30,31
29
komplikasi pasca operasi, dan penerimaan intensive care unit (ICU)
dibandingkan wanita yang menjalani operasi sesar histerektomi elektif.
Sebelum histerektomi, plasenta dibiarkan setelah kelahiran janin.
Insisi uterus harus ditutup atau dijahit secara melingkar sebelum
histerektomi untuk mengurangi kehilangan darah yang terkait
dengan pemisahan plasenta adherent. Penanganan lain yang membantu
mencegah kehilangan darah selama histerektomi yaitu oklusi balon dari
pembuluh aorta atau hipogastrik, dan pemasangan turniket di
sekitar serviks
30
Gambar 11. Gambaran (a) uterus dengan plasenta akreta terekspos
sebelum histerotomi. (b) Uterus ditempatkan di bawah traksi. Plasenta
akreta dengan meningkatnya vaskularisasi ke segmen bawah uterus dan
parametrium kiri. (c) Diseksi plasenta dari jaringan lunak sekitarnya. (d)
Uterus lebih lanjut dimobilisasi dan plasenta dibedah jauh dari kandung
kemih. Ruang retroperitoneal dibuka. (e) Kelanjutan dari diseksi plasenta
menjauhi kandung kemih. Diseksi telah dibawa di bawah plasenta yang
ditunjukkan dilindungi oleh tangan ahli bedah. Pembuluh perforata
dibakar. (f) Diseksi sekarang telah dibawa ke bawah area invasi plasenta.
Uterus dengan plasenta diangkat dan tampak segmen bawah uterus yang
relatif normal. 10
31
Bagan 3. Alur penanganan plasenta perkreta yang ditemukan intraoperatif 18
32
Histerektomi harus dipertimbangkan pada wanita dengan lebih dari satu
anak yang tidak ingin hamil kembali.
34
Pendekatan uterus menggunakan sayatan klasik di kejauhan dari tempat
Gambar 14. Gambaran jarak insisi garis tengah dari tempat plasenta 10
Dalam hal ini, tali pusat dipotong di tempat insersi (Gambar 15), dan
rongga uterus tertutup (Gambar 16).
35
Gambar 16. Gambaran perioperatif dari morbidly adherent placenta (MAP)
10
kiri in situ setelah penutupan sayatan uterus vertikal fundus
36
DAFTAR PUSTAKA
37
11. Tseng J, Chou M. Differential expression of growth-, angiogenesis-,
and invasion- related factors in the development of placenta accreta.
Taiwanese J Obstet Gynecol. 2006; 45(2): h. 100-5.
12. Belfort MA. Placenta accreta. Am J Obstet Gynecol. 2010; 203(5):
h. 430-9.
13. Jauniaux E, Jurkovic D. Long-term complications after cesarean
section. Dalam: Jauniaux E, Grobman W, editors. Textbook of
cesarean section. Oxford: Oxford Univesity Press; 2016. h. 129-44.
14. Burton GJ, Woods AW, Jauniaux E, Kingdom JC. Rheological and
physiological consequences of conversion of the maternal spiral
arteries for uteroplacental blood flow during human pregnancy.
Placenta. 2009; 30, hal. 473-482: h. 473-82.
15. Texas Children's Hospital. Morbidly Adherent Placenta. [Online].;
2018 [diakses 1 Agustus 2018. Diunduh dari:
https://women.texaschildrens.org/program/high-risk-pregnancy-
care/conditions/morbidly-adherent-placenta.
16. Collins EJ, Burton GJ. Pathophysiology and ultrasound imaging of
placenta accreta spectrum. Am J Obstet Gynecol. 2018; 218(1): h.
75-87.
17. ACOG. Placenta accreta. Comittee opinion No. 529. Obstet
Gynecol. 2012; 120: h. 207-11.
18. Baughman WC, Corteville JE, Shah RR. Placenta accreta: spectrum
of US and MR imaging findings. Radiographics: a review
publication of the Radiological Society of North America, Inc.
Radiographics. 2008; 28(7): h. 1905-16.
19. Berkley EM, Abuhamad A. Ultrasound diagnosis of the
morbidly adherent placenta. Dalam: Silver RM, editor. Placenta
Accreta Syndrome. New York: CRC Press; 2017. h. 29-40.
20. Warshak CR ERHASAMRBK. Accuracy of ultrasonography and
magnetic resonance imaging in the diagnosis of placenta accreta.
2006, Obstet Gynecol; 108, hal. 573-581
21. Comstock CH LJJBRLWVIHRea. Sonographic detection of
38
placenta accreta in the second and third trisemesters of pregnancy.
2004, Am J Obstet Gynecol; 190, hal. 1135-1140.
22. Jaraquemanda JMP, Bruno CH. Magnetic resonance imaging in
300 cases of placenta accreta: surgical correlation of new findings.
Acta Obstet Gynecol Scand. 2005; 84(3): h. 716-24.
23. Fox H, Sebire N. Pathology of the Placenta. Ed 3rd. New York:
Elsevier; 2007.
24. Miller ES, Linn RL, Ernst LM. Does the presence of placental basal
plate myometrical fibres increase the risk of subsequent morbidly
adherent placenta: a case-control study. BJOG. 2016; 123(13): h.
2140-5.
25. Eller AG, Bennett MA, Sharshiner M. Maternal morbidity in case
of placenta accreta managed by a multidisciplinary care team
compared with standard obstetric care. Obstet Gynecol. 2011;
117(2): h. 331-7.
26. Jauniaux E, Bhide A, Kennedy A, Woodward P, C CH. For the
FIGO placenta accreta diagnosis and management expert consensus
panel. Int Obstet Gynecol. 2018; 140(5): h. 274-80.
27. Eller A, Porter T, Soisson P, Silver R. Optimal management
strategies for placenta accreta. Int J Obstet Gynaecol. 2009; 116(4):
h. 648-54.
28. Robinson BK, Grobman WA. Effectiveness of timing strategies for
delivery of individuals with placenta previa and accreta. Obstet
Gynecol. 2010; 116, hal. 835-842(4): h. 835-42.
29. Mussalli GM, Shah J, Berck DJ. Placenta accreta and methotrexate
theraphy: three case reports. J. Pernatol. 2000; 20, hal. 331-334(4):
h. 331-4.
30. Kastner E, Figueroa R, Garry D, Maulik D. Emergency peripartum
hysterectomy: experience at a community teaching hospital. Obstet
Gynecol. 2002; 99(4): h. 971-5
31. Jauniaux ERM, Alfirevic Z, Bhide AG, Belfort MA, Burton GJ,
Collins SL, et al. Placenta praevia and Placenta accreta: diagnosis
39
and management. Green- top Guideline no 27a. RCOG. 2018.
32. Alkazaleh F, Geary M, Kingdom J, Kachura JR, Windrim R.
Elective non- removal of the placenta and prophylactic
uterine artery embolization postpartum as a diagnostic imaging
approach for the management of placenta percreta: a case report. J
Obstet Gynaecol Can. 2004; 26(8): h. 743-6.
33. Kayem G, Davy C, Goffinet F, Thomas C, Cleent D, Cabrol D.
Conservative versus extirpative management in cases of placenta
accreta. Obstetrics and Gynecology. 2004; 104(3): h. 531-6.
34. Timmermans S, VanHof AC, Duvekot J. Conservative management
of abnormally invasive placentation. Obstet Gynecol Surv. 2007;
62(8): h. 529- 32.
35. Matsuzaki KY, Endo M, Kakigno A, Takiuchi T, Kimura T.
Conservative management of placenta accreta. Int J Gynaecol
Obstet. 2018; 140(3): h. 299- 306.
36. Gielchinsky Y, Rojansky N, Fasouliotis SJ, Ezra Y. Placenta
accreta-summary of 10 years: a survey of 310 cases. Placenta. 2002;
23(2): h. 210-4.
40
41