Anda di halaman 1dari 46

Laporan Kasus

TATALAKSANA PADA PLASENTA AKRETA

Oleh :
dr. Aldhi
Peserta PPDS OBGIN

Pembimbing :
Dr. dr. Vauline Basyir, Sp.OG (K)-KFM

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I (PPDS)


OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2020
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FK UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

Lembar Pengesahan

Nama : dr. Aldhi


Semester : VII

Telah menyelesaikan laporan kasus dengan judul :

Tatalaksana Pada Plasenta Akreta

Padang, 16 juni 2021


Pembimbing PPDS Obgyn

Dr. dr. Vauline Basyir, Sp.OG (K)-KFM dr. Aldhi

Mengetahui
KPS PPDS OBGIN
FK UNAND RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

Dr. dr. Bobby Indra Utama, Sp.OG (K)-Urogin

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .........................................................................................................ii


DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................iv
BAB 1. PENDAHULUAN.....................................................................................1
BAB 2. LAPORAN KASUS..................................................................................2
BAB 3. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................12
3.1 Definisi Plasenta Akreta.................................................................................12
3.2 Faktor Resiko...................................................................................................12
3.3 Patofisiologi.....................................................................................................13
3.4 Klasifikasi........................................................................................................16
3.5 Diagnosis..........................................................................................................17
3.6 Tatalaksana......................................................................................................26
BAB 4. DISKUSI......................................................................................................
BAB 5. KESIMPULAN...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................37

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Plasenta normal dan sindrom plasenta akreta ...............................16


Gambar 2 Gambaran jaringan akreta, inkreta dan perkreta............................17
Gambar 3 Plasenta normal.................................................................................20
Gambar 4 Potongan sagital uterus ....................................................................20
Gambar 5 Doppler pada potongan sagital uterus dan servix (Cx)...............21
Gambar 6 Gambaran “moth eaten” atau “Swiss cheese”..................................22
Gambar7 Gambaran MRI plasenta normal pada akhir trimester kedua
kehamilan..........................................................................................22
Gambar 8 Gambaran MRI plasenta akreta dengan potongan sagital............23
Gambar 9 Histopatologi sindrom plasenta akreta...........................................26
Gambar 10 Risiko janin dan maternal..............................................................28
Gambar 11 Gambaran (a) uterus dengan plasenta akreta terekspos sebelum
histerotomi........................................................................................31
Gambar 12 Gambaran seorang pasien 28 tahun dengan riwayat dua seksio
sesarea sebelumnya.........................................................................34
Gambar 13 Gambaran perioperatif yang menegaskan diagnosis morbidly
adherent placenta............................................................................34
Gambar 14 Gambaran jarak insisi garis tengah dari tempat plasenta..........35
Gambar 15 Gambaran tali pusat dipotong di tempat insersi setelah
melahirkan anak...............................................................................35
Gambar 16 Gambaran perioperatif dari morbidly adherent plasenta...............36

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan histerektomi dan manajemen konservatif................33

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

Plasenta merupakan organ yang berperan dalam nutrisi, respirasi, dan


ekskresi janin selama kehamilan. Implantasi abnormal terhadap dinding
uterus dapat menimbulkan risiko morbiditas dan mortalitas maternal
maupun janin.

Plasenta akreta atau morbidly adherent placenta (MAP) merupakan


salah satu kondisi paling berbahaya yang dihadapi dalam kehamilan.
Sindrom plasenta akreta adalah invasi abnormal jaringan plasenta
(trofoblas) pada lapisan miometrium uterus, dengan atau tanpa perforasi
1,2
pada lapisan serosa uterus.  

Insiden plasenta akreta semakin meningkat seiring peningkatan


seksio sesarea. Pada tahun 1924, Pholak dan Pheland menemukan 1 kasus
plasenta akreta dari 6000 kehamilan. Pada tahun 1951, McKoeugh
menyebutkan bahwa mortalitas maternal mencapai 65% akibat plasenta
akreta. Pada tahun 1980-an insiden makin meningkat di mana ditemukan 1
kasus setiap 2500 kehamilan. Menurut  American College of Obstetrician
and Gynecologist , pada tahun 2012 insiden sindrom ini yaitu 1 setiap 533
kehamilan. Oleh sebab itu, sindrom plasenta akreta menjadi masalah serius
pada bidang obstetri. 3 

Sindrom plasenta akreta menyebabkan morbiditas maternal yang


signifikan dengan mortalitas 7-10% di seluruh dunia, akibat perdarahan
obstetrik masif dan/atau perlukaan terhadap organ pelvis di sekitarnya. 1,3 

1
BAB 2
LAPORAN KASUS

Identitas Suami
 Nama       : Ny. S Nama : Tn.A
 Usia             : 34 tahun Umur : 36 tahun
 Nomor MR   : 01 08 84 84 Pekerjaan : wiraswasta
Tanggal masuk  : 06/10/2020
Alamat           : Dharmasraya
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 
Keluhan Utama
Seorang pasien wanita usia 34 tahun datang ke Poliklinik fetomaternal
pada tanggal 06 Oktober 2020 dengan diagnosa G3P2A0H2 gravid aterm 38-39
minggu.

Riwayat Penyakit Sekarang


- Selama pemeriksaan di poliklinik pasien mengeluh adanya perdarahan dari
kemaluan, membasahi setengah bagian pembalut, berwarna merah terang,
nyeri tidak ada.
- Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (-)
- Keluar lendir campur darah dari kemaluan (-)
- Keluarnya air-air dari kemaluan (-)
- Amenore sejak 9 bulan yang lalu
- HPHT: 18-1-20
- TP: 25-10-20
- Gerakan janin sudah dirasakan sejak 4.5 bulan lalu
- ANC di Rumah Sakit Permata Bunda 3 kali pada 2,3, dan 4 bulan
kehamilan.
- Pasien diketahui pernah mengalami plasenta previa sejak bulan keenam
kehamilan. Riwayat perdarahan dari kemaluan sebelumnya (+).
- Dan riwayat dari plasenta previa kehamilan sebelumnya (+)

2
- Riwayat menstruasi: menarche pada usia 12 tahun, siklus teratur, 4-6 hari
setiap siklus dengan jumlah 2-3 kali ganti pembalut / hari tanpa nyeri haid
- Riwayat mual (+), muntah (-), perdarahan (-) selama awal kehamilan
- Riwayat mual (-), muntah (-), perdarahan (+) selama kehamilan lanjut
- Riwayat batuk (-), demam (-), sakit tenggorokan (-), sesak napas (-)
- Riwayat kontak dengan pasien positif Covid-19 (-)
- Sejarah bepergian keluar kota (-)

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak pernah menderita riwayat penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM,
hipertensi, dan riwayat alergi sebelumnya.  

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada riwayat anggota keluarga menderita penyakit keturunan,
penyakit menular dan gangguan kejiwaan.
 
Riwayat pernikahan        : Satu kali pada tahun 2016
Riwayat kehamilan / aborsi / persalinan : 3/2/0
1. 2009 / perempuan / 2700gr /aterm/ dokter obgyn/ aterm / LSCS ai KPD
lama
2. 2013 / laki-laki / 2900gr /aterm/ dokter obgyn/ aterm / LSCS ai Bekas SC
3. Sekarang
Riwayat keluarga berencana : Tidak ada memakai Kontrasepsi
Riwayat imunisasi      : (-)
Riwayat pendidikan   : SMA
Riwayat pekerjaan      : Ibu rumah tangga
Riwayat kebiasaan     : merokok, alkohol, dan penyalahgunaan narkoba
tidak ada

Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum       : Sedang
Kesadaran            : Komposmentis kooperatif

3
Tekanan darah            :110/70 mmHg
Denyut nadi             : 92 x / mnt
Tingkat pernapasan    : 18x / mnt
Suhu              : 36,8 ° C
Tinggi badan              : 152 cm
BB sebelum kehamilan : 46 kg
BB sekarang : 56 kg
LILA : 25 cm
BMI            : 24,2 (Normoweight)
 Mata               : Konjungtiva tidak anemis , Sclera tidak ikterik
 Leher              : JVP 5-2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak membesar
 Dada           : Cor dan Pulmo dalam batas normal
 Abdomen       : Status Obstetrikus
 Alat kelamin : Status Obstetrikus
 Ekstremitas   : Edema - / -, Reflex Fisiologis + / +, Reflek Patologis - / -
 
Status Obstetrikus :
Abdomen
Inspeksi           : Tampak membuncit sesuai kehamilan aterm, sikatrik (+)
pfannenstiel.
Palpasi :
L1 : Fundus uteri teraba 3 jari bawah proc xyphoideus,
Teraba massa besar, lunak, noduler
L2 : Teraba tahanan terbesar janin disebelah kanan
Teraba bagian kecil janin disebelah kiri
L3: Teraba massa bulat, keras, terfiksir
L4 : Divergen
His : (-) DJJ : 133-143x/i
TFU : 30 cm TBJ : 2.945 gram
Gen : V/U tenang PPV (-)
 
Genitalia             

4
Inspeksi               : V / U tenang, Perdarahan pervaginam (-)

Inspekulo
Vagina : tumor (-), laserasi (-),fluxus (+), tampak darah di fornix posterior
Portio : NP, tumor (-), laserasi (-), fluxus (+), OUE tertutup, darah
mengalir dari kanalis servikalis
VT : tidak ditunjukkan
Laboratorium
28 Juni 2020
Parameter Hasil
Hemoglobin 11,1 gr / dl
Hematokrit 34 %
Leukosit 13.700 /mm3
Trombosit 268.000/mm 3
Diffcount 0/2/1/2/1/62/27/8
PT 9,8 detik
APTT 10,7 detik
SGOT/SGPT 15/10
Albumin/globulin 3,4/2,7
Ureum/Kreatinin 13/0,6
Total Protein 6,5
Bilirubin direk 0,2
Bilirubin indirek 0,2
GDS 89
Na 138
HbsAg Non reaktif
HIV Non reaktif

USG Ponek

5
Interpretasi :
Janin hidup tunggal intra uterin letak memanjang presentasi kepala
Aktifitas gerak janin baik
BPD : 9,06 cm
HC : 325,88 cm
FHR : 137 bpm
AC : 32,09 cm

6
FL : 7,21 cm
EFW : 2.900 gram
Plasenta implantasi di corpus anterior maturasi grade II-III
Halozone (-), lacuna (+), bridging vessel (-)
Kesan :
Gravid 38-39 minggu sesuai biometri
Plasenta previa total suspek akreta
Janin hidup tunggal intra uterin letak memanjang presentasi kepala

CTG

Baseline : 140
Variabilitas : 5- 15
Akselerasi : (+)
Deselerasi : (-)
Gerak anak :(+)
Kontraksi : (+)
Kesan : Kategori 1

Rontgen thorax

7
Kesan : Tidak tampak kelainan Pada Rontgen Thorak

Diagnosis :
G3P2A0H2 gravid aterm 38-39 minggu + placenta previa totalis suspek akreta +
bekas SC 2x.
Rencana :
SC + Caesarean hysterectomy
Sikap :
Kontrol KU, VS, HIS,DJJ
Informed consent
Crossmatch PRC 2 unit
Perinatologi, konsultasi pulmonologi
Anjurkan ke ruangan operasi

Tanggal 07 Oktober 2020 pukul 16.300 dilakkukan SCTPP


Pasien tidur terlentang di meja operasi dengan spinal anestesi
Dilakukan tindakan antispetik dan aseptik, dipasang duk steril
Dilakukan insisi dinding abdomen secara mediana
Dinding abdomen dibuka lapis demi lapis hingga menembus peritoneum.
Tampak uterus gravid aterm
Dilakukan insisi uterus
Bayi dilahirkan dengan meluksir kepala, lahir bayi laki-laki, BB 3.100
gram, PB 50 cm, A/S : 8/9
Plasenta lahir lengkap 1 buah dengan tarikan ringan
Kontraksi uterus tidak baik, perdarahan di implantasi plasenta
Dilakukam cesaren histerektomi
Kendalikan perdarahan
Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis
Operasi selesai , total perdarahan 1500 cc

Diagnosa :

8
P3A0H3 post caesarean hysterectomy ai placenta previa totalis suspek akreta +
bekas SC 2x.
Sikap :
• Kontrol KU, VS, Kontraksi, PPV
• Informed consent
• IVFD RL 20 tpm
• Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
• Inj. Tranexamic acid 3x500 mg
• Inj. Vit K 3x10 mg
• Pronalgess supp jika dibutuhkan
Rencana :
Cek lab 6 jam post op
Observasi di HCU

9
Follow up 08 Oktober 2020 (pukul : 07.00 wib)
 S / Nyeri luka operasi (+), Demam (-)
O/ Pemeriksaan fisik :

GA Kes BP HR RR T

Sedang CMC 110/80 90 20 36,8


 
Abdomen
Luka operasi tertutup verban, tenderness(-),defans muscular (-)
Genitalia             
Inspeksi               : V / U normal, Perdarahan pervaginam (-)
Urine 100 cc / 2 jam , kuning gelap
 A/ Diagnosa :
P3A1H3 post caesarean hysterectomy ai placenta previa totalis suspek akreta +
bekas SC 2x.
 Sikap :
• Kontrol KU, VS, kontraksi, PPV
• Informed consent
• IVFD RL 20 tpm
• Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
• Inj. Tranexamic acid 3x500 mg
10
• Inj. Vit K 3x10 mg
• Pronalgess supp jika dibutuhkan
P/
Cek lab 6 jam post op

BAB 3

11
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Plasenta akreta adalah invasi abnormal jaringan plasenta (trofoblas)


dengan perlekatan kuat pada miometrium akibat tidak adanya sebagian
atau seluruh desidua basalis serta perkembangan tidak sempurna dari
fibrinoid atau lapisan Nitabuch. Plasenta akreta merupakan istilah umum
yang digunakan untuk menggambarkan kondisi klinis ketika bagian dari
plasenta atau seluruh plasenta menyerang dan tidak dapat dipisahkan dari
dinding uterus. 2,3

3.2 Faktor Risiko


Riwayat trauma uterus seperti pada seksio sesarea
menyebabkan peningkatan insiden sindrom akreta. Risiko plasenta akreta
yaitu 3%, 11, 40%, 61% dan 67% pada kehamilan pertama, kedua, ketiga,
keempat, dan kelima. Selain itu, sindrom plasenta akreta juga dipengaruhi
oleh usia maternal, multiparitas, serta keadaan yang menyebabkan
kerusakan jaringan miometrium seperti riwayat miomektomi, defek
endometirum akibat kuretase berlebihan yang menyebabkan sindrom
Asherman, leiomioma submukosa, ablasi termal, serta embolisasis arteri
uterina. Wanita dengan kerusakan miometrium yang disebabkan oleh
operasi sesar sebelumnya, miomektomi, kuret yang  berlebihan,
leiomioma submukosa, ablasi termal serta embolisasi arteri uterina
4,5
berisiko lebih tinggi terhadap plasenta akreta.  

Peningkatan operasi sesar di seluruh dunia menunjukkan akresi akan


tetap menjadi masalah klinis yang menyulitkan. Risiko pembentukan
akreta meningkat tajam dengan riwayat persalinan sesar sebelumnya
dan adanya  plasenta previa. Akreta terjadi pada wanita yang menjalani
persalinan sesar  pertama 0.24%, kedua 0.31%, ketiga 0.57%, keempat
2.13%, kelima 2.33%, dan keenam 6.74%. Risiko pengembangan plasenta
akreta adalah 3% pada wanita dengan hanya plasenta previa dan

12
meningkat menjadi 24% pada mereka dengan plasenta previa dan satu
persalinan sesar sebelumnya. Usia maternal, anomali uterus, operasi uterus
sebelumnya, dilatasi dan kuretase, dan miomektomi merupakan faktor
risiko tambahan yang relatif kecil. 6, 7 

1. Plasenta previa 
Previa merupakan faktor risiko modern yang dominan untuk
plasenta akreta, dengan odds ratios yang dilaporkan lebih dari 50.
Plasenta  previa secara independen terkait dengan plasenta akreta,
terutama ketika  plasenta menutupi bekas luka uterus sebelumnya.
Plasentasi abnormal sering ditemukan dalam hubungan dengan plasenta
previa. Akreta terlihat pada 9,3% wanita dengan plasenta previa.8
2. Riwayat sesar sebelumnya 
Detail operasi sesar sebelumnya dapat berdampak pada risiko
berikutnya untuk akreta. Teknik penjahitan uterus pada operasi sesar baik
satu lapis atau dua lapis, interuptus atau kontinus, saat ini masih
merupakan  perdebatan. Risiko plasenta akreta meningkat dari 3.3% pada
pasien dengan riwayat satu operasi sesar dan plasenta previa menjadi 11%
pada pasien dengan riwayat dua operasi sesar dan plasenta previa menjadi
40% dengan riwayat tiga operasi sesar dan plasenta previa. Sementara
tanpa plasenta previa, risiko plasenta akreta hanya 0.03% pada pasien
dengan riwayat satu operasi sesar, 0.2% pada pasien dengan riwayat dua
seksio sesarea hingga 0.1% dengan riwayat tiga operasi sesar. 9 

3.3  Patofisiologi
Secara patofisiologi, akreta dipercaya berasal dari perlekatan
trofoblas ke area desidua uterus yang kurang atau rusak. Patofisiologi
berfokus pada keseimbangan antara desidualisasi di satu sisi dan invasi
trofoblas di sisi lain. Patofisiologi kerusakan endomiometrium setelah
penghentian kehamilan atau keguguran yang mengarah ke plasenta akreta
pada kehamilan berikutnya diperkirakan karena desidualisasi yang lebih
buruk dari proses perbaikan.6 
Desidualisasi endometrium berperan dalam implantasi

13
dan perkembangan plasenta normal dan merupakan proses yang rumit.
Sel stroma desidua berasal dari sel menyerupai fibroblas dalam
endometrium dan mempertahankan reseptor progesteron. Progesteron
menginisiasi proliferasi kelenjar endometrium sebelum implantasi
blastokista. Sekresi kelenjar ini juga merupakan sumber nutrisi bagi hasil
konsepsi selama trimester pertama.6 
Sel trofoblas berpoliferasi menjadi sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas.
Sinsititrofoblas berpenetrasi di antara sel epitel, sementara bersamaan
dengan itu sel stroma endometrium bertumbuh dan menyelubungi hasil
konsepsi, sehingga hasil konsepsi kemudian melekat dalam stratum
kompaktum endometrium. Selanjutnya sitotrofoblas berproliferasi pada
sisi fetal dari dinding blastokista, kemudian menginvasi sinsitiotrofoblas
dan membentuk vili. Sitotrofoblas paling distal menembus sinsitium,
menyebar dan memisahkan plasenta dari desidua. Desidua biasanya
mengatur invasi trofoblas, dibuktikan oleh invasi agresif dari lapisan otot
dan serosa yang terlihat di situs implantasi ektopik di tuba fallopi atau di
perut.10 
Plasenta terbentuk oleh interaksi sel dari sel maternal dan sel
trofoblas janin yang masing-masing diarahkan oleh genom berbeda.
Interaksi plasenta dengan endometrium dimulai saat implantasi. Awalnya,
trofoblas menyerang vena dan stroma jaringan maternal sehingga
memungkinkan plasenta tumbuh ke dalam rongga
uterus. Fibrinoid Nitabuch yang terletak di antara plasenta dan jaringan
uterus merupakan matriks eosinofilik amorf yang mengandung protein sel
trofoblastik dan fibrin maternal. Tanpa pelindung desidual normal dan
lapisan Nitabuch, trofoblas vili memiliki akses langsung ke miometrium
maternal. Teori Tseng dkk. menyatakan migrasi trofoblas dan
invasi selama perkembangan plasenta yang normal harus dipengaruhi
secara interdependen oleh berbagai jenis molekul seperti faktor
pertumbuhan dan reseptor, sitokin, hormon, molekul adhesi dan enzim
dengan cara autokrin atau paracrin dan plasenta normal tidak berlanjut
melampaui sepertiga bagian dalam miometrium melalui regulasi spasial

14
dan temporal yang ketat. Peran desidua dalam mencegah plasentasi
abnormal dengan umpan balik autokrin atau parakrin. Sel decidual
natural killer  (dNK) berperan penting dalam regulasi kekebalan
invasi trofoblastik. Laban dkk. menunjukkan sel dNK  secara signifikan
11
menurun pada plasenta akreta melalui imunohistokimia.  
Plasenta akreta terjadi karena kegagalan terbentuknya desidua
normal yaitu endometrium kurang atau tidak dapat berubah. Plasenta
akreta biasa ditemukan pada kehamilan abdomen dan ektopik dimana
tidak ada endometrium normal yang berubah menjadi desidua. 12 
1. Implantasi luka
Bekas luka uterus berasal dari defek kecil desidua dan miometrium
superfisial sampai defek luas dan dalam miometrium dengan kehilangan
substansi yang jelas dari rongga endometrium hingga serosa uterus.
Gangguan makroskopis dan/atau mikroskopis ke rongga uterus
menimbulkan kerusakan permanen pada perantara endometrium-
miometrium. Kerusakan ini memiliki dampak utama pada biologi area
bekas luka sehingga menciptakan kondisi peleburan khusus blastokista ke
jaringan  bekas luka serta dampak sekunder pada desidualisasi
endometrium di sekitar bekas luka. 13 
2.   Plasentasi luka
Kerusakan superfisial, seperti setelah kuretase, atau distorsi dari
lapisan miometrium desiduo, seperti dengan fibroid submukosa, mungkin
akan mengarah pada plasenta yang melekat pada sebagian besar
superfisial. Hal tersebut menjelaskan kasus yang sangat langka dari
plasenta akreta yang dilaporkan pada wanita primipara  atau seorang
wanita yang pernah melahirkan bayi hidup untuk pertama kalinya.
Pengganti peran desidua dalam modulasi plasentasi yaitu bekas luka hasil
jaringan di desidualisasi disfungsional sekunder dan trofoblastik lebih
invasif dalam plasenta akreta.10
 

3. Mengubah bentuk vaskuler


Mengubah bentuk arteri ditandai oleh hilangnya miosit progresif dari

15
media dan lamina elastis internal, pembuluh-pembuluh ini kehilangan
daya tanggap untuk mensirkulasikan senyawa vasoaktif dan menjadi
jaringan vaskular resistansi rendah melalui dilatasi.14 
3.4 Klasifikasi
Klasifikasi plasenta akreta sesuai dengan kedalaman invasi vili di
dalam miometrium diperkenalkan oleh ahli patologi modern pada 1960-an.
Sindrom plasenta akreta diklasifikasikan berdasarkan kedalaman invasi
trofoblas, yaitu:3
 
1. Plasenta akreta, Vili melekat pada miometrium, dengan insiden
sekitar 80%.
2. Plasenta inkreta, Vili menginvasi miometrium, dengan insiden sekitar
15%.
3. Plasenta perkreta, Vili berpenetrasi melalui meiometrium hingga
lapisan serosa, dengan insiden sekitar 5% (Gambar 1).

Gambar 1. Plasenta normal dan sindrom plasenta akreta 15

Secara klinis sulit membedakan antara klasifikasi tersebut karena


semua dapat berdampingan di tempat plasenta yang sama (Gambar 2).

16
Gambar 2. Gambaran jaringan akreta, inkreta dan perkreta. D, desidua;
M, miometrium; PC, plasenta akreta; PI, plasenta inkreta; PP, plasenta
perkreta; S, serosa. 16

Sedangkan menurut luasnya invasi, sindrom plasenta akreta dapat


dibagi menjadi: 3 

1. Plasenta akreta total, seluruh lobulus plasenta mengalami


perlekatan abnormal
2. Plasenta akreta fokal
Hanya satu lobulus yang mengalami perlekatan abnormal.

3 . 5 DIAGNOSIS

Dalam praktek sehari-hari, plasenta akreta terjadi pada semua wanita


dengan plasenta previa setelah operasi sesar sebelumnya. Diagnosis
plasenta akreta sebelum persalinan memungkinkan dilakukannya
perencanaan multidisiplin sebagai upaya untuk meminimalkan potensi
morbiditas dan mortalitas ibu atau bayi.

Tiga mode diagnosis untuk plasenta akreta yaitu  pre-natal


imaging, temuan klinis intrapartum, dan histopatologi dari spesimen
plasenta atau uterus. Diagnosis juga dapat dilakukan melalui pemeriksaan

17
penunjang seperti ultrasonografi (USG),  Magnetic Resonance Imaging
(MRI) dan diagnosis histopatologis. 17 

Bagan 1. Alur diagnosis plasenta akreta

Pencitraan plasenta pada trimester 3 awal (di bawah 28-32 minggu)


untuk plasenta akreta dilakukan pada pasein dengan faktor risiko sebagai
berikut:18

1. Berdasarkan faktor risiko riwayat obstetrik

• Riwayat seksio sesarea


• Plasenta previa atau plasenta letak rendah
• Riwayat ablasi endometrium
• Riwayat pembedahan uterus, termasuk dilatasi dan kuretase
berulang
• Perdarahan pervaginam berulang
2. Berdasarkan faktor risiko USG
• Abnormalitas plasenta, bentuk uterus, dan/atau vaskularisasi
dinding miometrium
• Bekas luka operasi sesar
A.  Diagnosis prenatal 

Diagnosis prenatal pertama plasenta akreta dilaporkan pada tahun


1967 oleh Sadovsky dkk. menggunakan plasentografi radioisotop, dan

18
deskripsi ultrasound  prenatal pertama dibuat oleh Tabsh dkk. pada tahun
1982. Faktor terpenting yang mempengaruhi hasil adalah diagnosis
prenatal yang mengantisipasi kehilangan darah dengan tepat dan
komplikasi potensial lainnya dari persalinan. Selain itu, diagnosis prenatal
memberikan kesempatan untuk memilih secara elektif prosedur karena
pencegahan komplikasi idealnya membutuhkan kehadiran tim bedah
multidisiplin.18 

Diagnosis prenatal dari plasenta akreta terutama dikonfirmasi melalui


ultrasonografi (USG), biasanya selama trimester kedua atau ketiga.
Ultrasonografi merupakan modalitas diagnostik primer untuk plasenta
akreta. MRI dapat bermanfaat untuk kasus yang dicurigai plasenta perkreta
(menilai kedalaman invasi), plasenta posterior, serta hasil USG yang
kurang jelas. 12,18 

 Ultrasonografi (USG) transabdominal dan transvaginal

Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal merupakan teknik


diagnosis pelengkap dan harus digunakan sesuai kebutuhan. USG
transvaginal aman digunakan pada pasien plasenta previa dan
memungkinkan pemeriksaan lebih baik pada segmen bawah rahim (SBR).
Implantasi plasenta normal ditandai dengan batas hipoechoic diantara
plasenta dan vesika urinaria (Gambar 2). Pada kasus sugestif  plasenta
akreta, tampak lakuna (ruang vaskular) plasenta dengan bentuk ireguler
dalam plasenta, tidak adanya “clear space” retroplasenta,  protrusi
plasenta pada vesika urinaria, peningkatan vaskularisasi pada serosa uterus
dan vesika urinaria, serta aliran darah turbulen melalui lakuna pada USG
Doppler (Gambar 3 dan 4). Adanya lakuna plasenta  pada usia
kehamilan 15-20 minggu merupakan tanda USG paling  prediktif
untuk plasenta akreta, dengan sensitivitas 79% dan  positive predictive
value 92%. Lakuna-lakuna ini menyebabkan plasenta tampak menyerupai
“moth eaten” atau “ swiss cheese”. 17,19

19
Prediksi plasenta akreta dapat ditegakkan melalui USG dengan
minimal 2 dari karakteristik berikut: 10

 Daerah hipoekoik antara uterus dan plasenta (retroplacental


clear  zone)tidak ada/ireguler
 Penipisan dinding uterus – dinding VU
 Ketebalan miometrium <1 mm
 Lakuna plasenta turbulen dengan aliran tinggi (>15 cm/detik)
 Peningkatan vaskularisasi antara dinding uterus dan VU
 Tidak adanya vascular arch  yang parallel terhadap lapisan basal
serta vaskularisasi intraplasental ireguler

Gambar 3. Plasenta normal 19 Plasenta (P) tampak homogen,


retroplacental clear space hipoechoic (tanda panah).

Gambar 4. Potongan sagital uterus 19

20
Implantasi gestasional sac (GS) pada kehamilan dengan bekas seksio
sesarea 3x. Tampak lakuna vaskular multipel (tanda panah) dalam
plasenta. Kehamilan ini kemudian mengalami plasenta perkreta.

Gambar 5. Doppler pada potongan sagital uterus dan servix (Cx)


pada kehamilan dengan bekas SC 1x. 19 

Tampak implantasi gestasional sac (GS) pada bekas SC dan


vaskularisasi di sekitar GS.

21
Gambar 6. Gambaran “moth eaten” atau “Swiss cheese”
Ultrasonografi  grayscale  cukup untuk mendiagnosis plasenta akreta,
dengan sensitivitas 77-87%, spesifisitas 96-98%, nilai prediksi positif 65-
93%, dan nilai prediksi negatif 98. Penggunaan daya Doppler, Doppler
warna, atau gambar tiga dimensi tidak secara signifikan meningkatkan
sensitivitas diagnostik dibandingkan dengan yang dicapai oleh
ultrasonografi saja. 20,21 
 Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Sebagian besar penelitian telah menyarankan keakuratan diagnostik


MRI untuk plasenta akreta. MRI dianggap sebagai modalitas tambahan
dan sedikit menambah keakuratan diagnostik ultrasonografi. 300 kasus
yang diterbitkan pada tahun 2005 menunjukkan MRI mampu menguraikan
anatomi invasi dan menghubungkannya dengan sistem vaskular
anastomotika regional. 22 

Uterus gravidarum tampak berbentuk seperti buah pir dengan segmen


bawah lebih kecil dibanding fundus dan korpus uteri. Plasenta dapat
berimplantasi pada anterior atau posterior. Ujung bawah plasenta serta
jaraknya dengan serviks mudah divisualisasi, Pada MRI T1- weighted,
plasenta tampak homogen dan isointense dengan otot, sehingga suit
menilai permukaan plasenta-uterus atau miometrium (Gambar 7a). Pada
T2-weighted  juga menunjukkan plasenta tampak lebih terang dan tekstur
homogen dengan septa tipis serta pembuluh darah yang tampak lebih gelap
(Gambar 7b).

22
Gambar 7. Gambaran MRI plasenta normal pada akhir trimester kedua
kehamilan. 10

• Pada MRI T1-weighted,  plasenta tampak homogen dan isointense


dengan otot.
• Pada MRI T1-weighted, plasenta homogen dan lebih terang, tampak
septa dan pembuluh darah yang lebih gelap. Plasenta sisi fetal
(tanda  panah putih) maupun maternal (tanda panah hitam) tampak
rata mengikuti bentuk dinding uterus.

Gambar 8. Gambaran MRI plasenta akreta dengan potongan sagital


(a) dan koronal (b). Tampak gambaran plasenta heterogen, dark bands (panah
putih), serta bentuk ireguler, lobular (panah hitam)  10 

B. Diagnosis klinis intrapartum

Diagnosis klinis intrapartum berdasarkan adanya perdarahan atau


retensi plasenta tanpa pemisahan yang jelas. Dalam kasus dugaan
klinis, penyerahan plasenta untuk evaluasi patologis dibenarkan. Penelitian
yang dilakukan oleh Silver dkk. pada tahun 2006 menetapkan risiko akreta
relatif terhadap jumlah operasi sesar sebelumnya, menggunakan kedua
diagnosis  patologis dalam kasus di mana histerektomi dilakukan, dan

23
temuan klinis plasenta adherent  dengan pengangkatan yang sulit, dalam
kasus di mana histerektomi tidak dilakukan. 4 

C. Diagnosis histopatologis
Secara histopatologis, plasenta akreta didefinisikan dengan
ketidakhadiran sebagian atau sepenuhnya dari desidua basalis yang
mengakibatkan vili plasenta melekat atau menyerang miometrium bekas
luka di bawahnya. Plasenta akreta dibagi menjadi total, parsial, atau fokal,
tergantung pada jumlah jaringan plasenta yang terlibat. Diagnosis
histopatologis tidak dapat ditegakkan dari jaringan plasenta saja,
diperlukan  jaringan uterus atau kuretase dengan miometrium untuk
konfirmasi diagnosis histopatologis. Diagnosis histopatologi bergantung
pada keberadaan serabut miometrium plat basal, atau aposisi langsung
jaringan trofoblas ke miometrium yang mendasari, tanpa mengintervensi
jaringan desidua. Diagnosis dapat dibuat pada spesimen histerektomi,
tetapi juga pada plasenta atau plasenta dengan biopsi uterus, jika serat
miometrium ditemukan berdekatan dengan vili plasenta atau hanya dengan
lapisan fibrin intervening. 23 
Diagnosis plasenta akreta dibuat atas dasar pemeriksaan histopatologi
dan ditandai dengan tidak adanya desidua dan vili korialis terlihat
berdekatan langsung dengan miometrium (Gambar 9). Meskipun tidak
terlihat secara makroskopis, pemeriksaan mikroskopik plasenta dapat
mengkonfirmasi keberadaan  placental basal plate myometrial fibres.
Temuan ini dapat dilihat pada kehamilan normal, kehadiran mereka
diperkirakan menunjukkan pemisahan plasenta yang abnormal.  Placental
basal plate myometrial fibres dikaitkan dengan peningkatan risiko
morbidly adherent placenta (MAP) pada plasenta/kehamilan berikutnya.
24
 

24
(a) (b)

(c) (d)

25
(e) (f)

Gambar 9. Histopatologi sindrom plasenta akreta.

(a) Desidualisasi endometrium meningkat sebagai akibat kehamilan.


Sel- sel stromal besar, pucat, dan poligonal. (b) Desidualisasi rendah di
permukaan dengan pembuluh darah miometrium tersumbat. (c) Villi
korialis kontak langsung dengan miometrium (tidak ada interid desidua)
pada plasenta akreta. (d) Vili korialis dengan trofoblas polar menginvasi
miometrium. (e) Area tidak melekat pada plasenta yang sama di mana
desidua terlihat antara vili (kanan bawah) dan miometrium (kiri atas). (f)
sindrom plasenta akreta-vili korio dalam kontak langsung dengan otot;
trofoblas multinucleated berlebih terlihat di kanan atas. 24 

3.6 Tatalaksana

Bagan 2. Alur penanganan plasenta akreta


Pembentukan tim
multidisiplin Konseling

Perencanaan Transfusi darah

Penanganan
Intervensi
endovaskular 

Histerektomi
Terminasi kehamilan

Manajemen konservatif 

1. Pembentukan tim multidisiplin

Wanita yang didiagnosis dengan plasenta akreta biasanya melahirkan


melalui operasi sesar. Penanganan plasenta akreta membutuhkan

26
perencanaan tim multidisiplin untuk meminimalisasikan risiko morbiditas
dan mortalitas pada maternal dan janin. Tim multidisiplin terdiri dari ahli
bedah onkologi ginekologi, tim bank darah yang disiapkan untuk
mengelola berbagai komponen darah, ahli anestesi obstetrik, ahli urologi
yang terlatih dalam kasus reseksi atau reparasi kandung kemih, ahli
bedah vaskuler, ahli bedah trauma, ahli neonatologi yang berpengalaman,
serta ahli radiologi intervensi berpengalaman juga diperlukan ketika terjadi
kateterisasi arteri panggul. 25 

Tim multidisiplin hanya dapat diatur ketika diagnosis dibuat sebelum


lahir dan keterlibatan organ panggul dan jaringan di sekitar uterus telah
ditentukan secara akurat. Penelitian Eller dkk. Menunjukkan
persalinan di pusat medis dengan tim multidisiplin
menghasilkan pengurangan risiko lebih dari 50% untuk gabungan
morbiditas awal di antara semua kasus plasenta akreta dan pengurangan
risiko hampir 80% pada kasus dugaan akreta sebelum persalinan. 25,26

2.  Perencanaan

Perencanaan yang tepat dapat mengurangi risiko morbiditas dan


mortalitas perioperatif dengan mengurangi jumlah kehilangan darah dan
kebutuhan transfusi produk darah. Langkah pertama dalam perencanaan
adalah diskusi di antara semua pemangku kepentingan termasuk pasien
dan keluarganya. Perencanaan meliputi: 27,28 

• Konseling

Pasien dan keluarga perlu memahami risiko kematian ibu sebesar 7%


dan janin sebesar 9%. Kemungkinan transfusi darah dan histerektomi
perlu didiskusikan dan persetujuan harus diambil sebelum operasi.

27
• Terminasi kehamilan

Tiga puluh empat minggu kehamilan umumnya dianggap sebagai


usia kehamilan yang menguntungkan, oleh karena itu kelahiran sesar
elektif dapat direncanakan sekitar tanggal tersebut untuk menghindari
pengiriman yang tidak terduga. Waktu persalinan memiliki dampak
penting pada hasil maternal dan perinatal. Usia kehamilan 35-35 minggu
dianggap memiliki keseimbangan yang optimal untuk risiko pada janin
dan maternal (Gambar 10). Oleh karena itu, operasi sesar dapat dilakukan
pada usia kehamilan 34-35 minggu untuk menghindari operasi sesar
darurat dan untuk meminimalkan komplikasi prematuritas.

Gambar 10. Risiko janin dan maternal

• Tranfusi darah
Pengaturan produk darah harus sesuai dengan tingkat keparahan
perdarahan yang diantisipasi, yang pada gilirannya tergantung pada jenis
plasenta akreta, komorbiditas pasien seperti adanya anemia yang sudah
ada sebelumnya atau trombositopenia. Golongan darah atau crossmatch

28
yang sulit karena adanya antibodi merupakan faktor yang harus
dipertimbangkan ketika mengatur darah untuk pasien. Darah harus tersedia
di ruang operasi sebelum dimulainya prosedur. Dalam kasus- kasus
darurat, ketika diagnosis plasenta akreta dibuat intraoperatif, ahli anestesi
memanggil bank darah untuk memulai protokol transfusi masif.
Direkomendasikan protokol transfusi masif hadir di semua institusi yang
menyediakan perawatan obstetrik. Pada maternal dengan plasenta previa
dan dugaan akreta yang membutuhkan histerektomi peripartum, persalinan
terjadwal dikaitkan dengan waktu operasi yang lebih pendek dan frekuensi
transfusi yang lebih rendah, komplikasi, dan penerimaan unit penanganan
intensif.

3. Histerektomi 29,30,31 

Histerektomi merupakan penanganan konvensional dan definitif


untuk plasenta akreta. Banyak orang percaya operasi sesarean histerektomi
adalah cara paling aman untuk mengelola akreta berdasarkan data terbatas
yang menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan manajemen
konservatif. Histerektomi berhubungan dengan morbiditas maternal yang
signifikan karena cedera urologis, pembentukan fistula, sepsis,
pengangkatan adneksa, transfusi darah masif dan konsekuensi psikologis
yang merusak. Histerektomi dapat dilakukan dengan cara antara lain:

• Histerektomi primer setelah bayi lahir tanpa melepaskan plasenta


• Bayi dilahirkan tanpa melepaskan plasenta, insisi dijahit
•  Bayi dilahirkan tanpa melepaskan plasenta, eksisi parsial di tempat
implantasi plasenta, lalu dilakukan repair uterus
• Bayi dilahirkan tanpa melepaskan plasenta, diikuti histerektomi
sekunder 3-7 hari setelahnya
Sesarean histerektomi yang direncanakan umumnya dianggap
memiliki morbiditas yang lebih sedikit daripada sesaran histerektomi
darurat. Wanita yang menjalani operasi sesarean histerektomi darurat
biasanya mengalami lebih banyak kehilangan darah, unit transfusi darah,

29
komplikasi pasca operasi, dan penerimaan intensive care unit (ICU)
dibandingkan wanita yang menjalani operasi sesar histerektomi elektif.
Sebelum histerektomi, plasenta dibiarkan setelah kelahiran janin.
Insisi uterus harus ditutup atau dijahit secara melingkar sebelum
histerektomi untuk mengurangi kehilangan darah yang terkait
dengan pemisahan plasenta adherent.  Penanganan lain yang membantu
mencegah kehilangan darah selama histerektomi yaitu oklusi balon dari
pembuluh aorta atau hipogastrik, dan pemasangan turniket di
sekitar serviks

30
Gambar 11. Gambaran (a) uterus dengan plasenta akreta terekspos
sebelum histerotomi. (b) Uterus ditempatkan di bawah traksi. Plasenta
akreta dengan meningkatnya vaskularisasi ke segmen bawah uterus dan
parametrium kiri. (c) Diseksi plasenta dari jaringan lunak sekitarnya. (d)
Uterus lebih lanjut dimobilisasi dan plasenta dibedah jauh dari kandung
kemih. Ruang retroperitoneal dibuka. (e) Kelanjutan dari diseksi plasenta
menjauhi kandung kemih. Diseksi telah dibawa di bawah plasenta yang
ditunjukkan dilindungi oleh tangan ahli bedah. Pembuluh perforata
dibakar. (f) Diseksi sekarang telah dibawa ke bawah area invasi plasenta.
Uterus dengan plasenta diangkat dan tampak segmen bawah uterus yang
relatif normal. 10

Pada kasus di mana diagnosis MAP ditemukan intraoperatif,


dilakukan tindakan sesuai bagan berikut:

31
Bagan 3. Alur penanganan plasenta perkreta yang ditemukan intraoperatif  18

 4.  Manajemen konservatif 31,32,33,34,35,31 

Manajemen konservatif termasuk persalinan melalui operasi sesar tanpa


histerektomi, telah diusulkan dalam kasus selektif untuk mempertahankan
kesuburan. Gagasan utama manajemen konservatif adalah meninggalkan
seluruh plasenta atau hanya bagian yang melekat pada miometrium in
situ dan mempertahankan rahim. Komplikasi pasca operasi yang
dilaporkan dengan pendekatan konservatif termasuk perdarahan
postpartum yang parah, koagulopati intravaskular diseminata pasca
operasi, dan infeksi. Manajemen konservatif plasenta invasif yang
abnormal dapat efektif dan kesuburan dapat dipertahankan ketika
kehilangan darah minimal dan keinginan untuk menjaga kesuburan.

32
Histerektomi harus dipertimbangkan pada wanita dengan lebih dari satu
anak yang tidak ingin hamil kembali.

Keuntungan dan risiko dari pilihan histerektomi atau manajemen


konservatif perlu dipertimbangkan (Tabel 1).

Tabel 1. Perbandingan histerektomi dan manajemen konservatif

Pada manajemen konservatif diharapkan terjadi resorpsi plasenta.


Setelah histerotomi, diperlukan pemberian antibiotik untuk mencegah
infeksi akibat nekrosis plasenta. Pemberian uterotonika diperbolehkan,
namun evidence-based tidak menunjukkan perbedaan pada kelompok yang
diberikan uterotonika maupun tidak. Pemberian methotrexate tidak
direkomendasikan sebab efikasinya belum terbukti, serta efek sampingnya
dapat melampaui keuntungan pemberian methotrexate.

Penanganan yang optimal pada pasien plasenta akreta memerlukan


diagnosa selama kehamilan untuk antisipasi pendarahan dan kebutuhan
tranfusi darah. Selain itu penanganan dilakukan dengan pemantauan tanda-
tanda vital maternal, denyut jantung janin, dan mempersiapkan terminasi
kehamilan dengan operasi sesar. Apabila terdapat perlengketan dari
plasenta ke dinding rahim, histerektomi total dapat dilakukan atas
persetujuan pasien dan keluarga pasien. Identifikasi kehamilan yang
akurat memungkinkan  penanganan optimal karena waktu dan tempat
persalinan, ketersediaan produk darah, dan perekrutan ahli anestesi dan
tim bedah dapat diatur sebelumnya.
33
Dalam prakteknya, posisi yang tepat dari plasenta ditentukan oleh
ultrasound pra operasi. Sebelum memulai sesar, semua bahan yang
diperlukan untuk konversi segera histerektomi sudah tersedia (Gambar
10).

Gambar 12. Gambaran seorang pasien 28 tahun dengan riwayat dua


seksio sesarea sebelumnya dengan temuan ultrasound yang konklusif pada
morbidly adherent placenta (MAP) memilih untuk manajemen
konservatif, tetapi semua bahan yang diperlukan untuk konversi segera
10
histerektomi siap pada meja yang berdekatan.  

Laparotomi dilakukan dengan sayatan kulit garis tengah, sering membesar


di atas umbilikus (Gambar 13).

Gambar 13. Gambaran perioperatif yang menegaskan diagnosis morbidly


adherent placenta (MAP) 10 

34
Pendekatan uterus menggunakan sayatan klasik di kejauhan dari tempat

 plasenta (Gambar 14).

Gambar 14. Gambaran jarak insisi garis tengah dari tempat plasenta 10

Dalam hal ini, tali pusat dipotong di tempat insersi (Gambar 15), dan
rongga uterus tertutup (Gambar 16).

Gambar 15. Gambaran tali pusat dipotong di tempat insersi setelah


melahirkan anak tanpa upaya pelepasan plasenta karena konfirmasi
perioperatif diagnosis morbidly adherent placenta (MAP)10

35
Gambar 16. Gambaran perioperatif dari morbidly adherent placenta (MAP)
10
kiri in situ setelah penutupan sayatan uterus vertikal fundus

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Narang L, Chandraharan E. Management of morbidly adherent


placenta.Obstet Gynaecol Reprod Med. 2013; 23(7): h. 214-20.
2. Valentini AL, Gui B, Ninivaggi V, Miccò M, Giuliani M, Russo L,
et al. The morbidly adherent placenta: when and what association
of signs can improve MRI diagnosis?Our experienceOur. Diagn
Interv Radiol. 2017; 23: h. 180-6. 3.
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS,
Hoffman BL, et al. Obstetrical Hemorrhage. Dalam: Cunningham
FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, et
al., editors. Williams Obstetrics. Ed 24th. New York: McGraw-Hill
Education; 2014. h. 780-828.
4. Silver RM, Landon MB, Rouse DJ, KJ KJL. Maternal morbidity
associated with multiple repeat cesarean deliveries. Obstet Gynecol.
2006; 107(6): h. 1226-32.
5. Al-Serehi A, Mhoyan A, Brown M, Benirschke K, Hull A, Pretorius
DH. Placenta accreta: an association with fibroids and Asherman
syndrome. J Ultrasound Med. 2008; 27(3): h. 1623-8.
6. Khong TY. The pathology of placenta accreta, a worldwide
epidemic. J Clin Pathol. 2008; 61(12): h. 1243-6.
7. Wu S, Kocherginsky M, Hibbard JU. Abnormal placentation:
twenty-year analysis. American journal of obstetrics and
gynecology. Am J Obstet Gynecol. 2005; 192(5): h. 1458-61.
8. Thurn L, Lindqvist PG, Jakobsson M. Abnormally invasive
placenta- prevalence, risk factors and antenatal suspicion: Results
from a large population-based pregnancy cohort study in the Nordic
countries. BJOG. 2015; 123(8): h. 1348-55.
9. Sumigama S, Sugiyama C, Kotani T. Uterine sutures at prior
sesarean section and placenta accreta in subsequent pregnancy: A
case-control study. BJOG. 2014; 121(7): h. 886-74.
10. Silver RM. Placenta accreta syndrome Boca Raton: CRC Press;
2017.

37
11. Tseng J, Chou M. Differential expression of growth-, angiogenesis-,
and invasion- related factors in the development of placenta accreta.
Taiwanese J Obstet Gynecol. 2006; 45(2): h. 100-5.
12. Belfort MA. Placenta accreta. Am J Obstet Gynecol. 2010; 203(5):
h. 430-9.
13. Jauniaux E, Jurkovic D. Long-term complications after cesarean
section. Dalam: Jauniaux E, Grobman W, editors. Textbook of
cesarean section. Oxford: Oxford Univesity Press; 2016. h. 129-44.
14. Burton GJ, Woods AW, Jauniaux E, Kingdom JC. Rheological and
physiological consequences of conversion of the maternal spiral
arteries for uteroplacental blood flow during human pregnancy.
Placenta. 2009; 30, hal. 473-482: h. 473-82.
15. Texas Children's Hospital. Morbidly Adherent Placenta. [Online].;
2018 [diakses 1 Agustus 2018. Diunduh dari:
https://women.texaschildrens.org/program/high-risk-pregnancy-
care/conditions/morbidly-adherent-placenta. 
16. Collins EJ, Burton GJ. Pathophysiology and ultrasound imaging of
placenta accreta spectrum. Am J Obstet Gynecol. 2018; 218(1): h.
75-87.
17. ACOG. Placenta accreta. Comittee opinion No. 529. Obstet
Gynecol. 2012; 120: h. 207-11.
18. Baughman WC, Corteville JE, Shah RR. Placenta accreta: spectrum
of US and MR imaging findings. Radiographics: a review
publication of the Radiological Society of North America, Inc.
Radiographics. 2008; 28(7): h. 1905-16.
19. Berkley EM, Abuhamad A. Ultrasound diagnosis of the
morbidly adherent  placenta. Dalam: Silver RM, editor. Placenta
Accreta Syndrome. New York: CRC Press; 2017. h. 29-40.
20. Warshak CR ERHASAMRBK. Accuracy of ultrasonography and
magnetic resonance imaging in the diagnosis of placenta accreta.
2006, Obstet Gynecol; 108, hal. 573-581
21. Comstock CH LJJBRLWVIHRea. Sonographic detection of

38
placenta accreta in the second and third trisemesters of pregnancy.
2004, Am J Obstet Gynecol; 190, hal. 1135-1140.
22. Jaraquemanda JMP, Bruno CH. Magnetic resonance imaging in
300 cases of placenta accreta: surgical correlation of new findings.
Acta Obstet Gynecol Scand. 2005; 84(3): h. 716-24.
23. Fox H, Sebire N. Pathology of the Placenta. Ed 3rd. New York:
Elsevier; 2007.
24. Miller ES, Linn RL, Ernst LM. Does the presence of placental basal
plate myometrical fibres increase the risk of subsequent morbidly
adherent placenta: a case-control study. BJOG. 2016; 123(13): h.
2140-5.
25. Eller AG, Bennett MA, Sharshiner M. Maternal morbidity in case
of placenta accreta managed by a multidisciplinary care team
compared with standard obstetric care. Obstet Gynecol. 2011;
117(2): h. 331-7.
26. Jauniaux E, Bhide A, Kennedy A, Woodward P, C CH. For the
FIGO placenta accreta diagnosis and management expert consensus
panel. Int Obstet Gynecol. 2018; 140(5): h. 274-80.
27. Eller A, Porter T, Soisson P, Silver R. Optimal management
strategies for placenta accreta. Int J Obstet Gynaecol. 2009; 116(4):
h. 648-54.
28. Robinson BK, Grobman WA. Effectiveness of timing strategies for
delivery of individuals with placenta previa and accreta. Obstet
Gynecol. 2010; 116, hal. 835-842(4): h. 835-42.
29. Mussalli GM, Shah J, Berck DJ. Placenta accreta and methotrexate
theraphy: three case reports. J. Pernatol. 2000; 20, hal. 331-334(4):
h. 331-4.
30. Kastner E, Figueroa R, Garry D, Maulik D. Emergency peripartum
hysterectomy: experience at a community teaching hospital. Obstet
Gynecol. 2002; 99(4): h. 971-5
31. Jauniaux ERM, Alfirevic Z, Bhide AG, Belfort MA, Burton GJ,
Collins SL, et al. Placenta praevia and Placenta accreta: diagnosis

39
and management. Green- top Guideline no 27a. RCOG. 2018.
32. Alkazaleh F, Geary M, Kingdom J, Kachura JR, Windrim R.
Elective non- removal of the placenta and prophylactic
uterine artery embolization postpartum as a diagnostic imaging
approach for the management of placenta percreta: a case report. J
Obstet Gynaecol Can. 2004; 26(8): h. 743-6.
33. Kayem G, Davy C, Goffinet F, Thomas C, Cleent D, Cabrol D.
Conservative versus extirpative management in cases of placenta
accreta. Obstetrics and Gynecology. 2004; 104(3): h. 531-6.
34. Timmermans S, VanHof AC, Duvekot J. Conservative management
of abnormally invasive placentation. Obstet Gynecol Surv. 2007;
62(8): h. 529- 32.
35. Matsuzaki KY, Endo M, Kakigno A, Takiuchi T, Kimura T.
Conservative management of placenta accreta. Int J Gynaecol
Obstet. 2018; 140(3): h. 299- 306.
36. Gielchinsky Y, Rojansky N, Fasouliotis SJ, Ezra Y. Placenta
accreta-summary of 10 years: a survey of 310 cases. Placenta. 2002;
23(2): h. 210-4.

40
41

Anda mungkin juga menyukai