Anda di halaman 1dari 13

Nama : Imroatush Sholichah

NIM : 12201183287
UTS PEMB. SKI
PERADABAN BANGSA ARAB SEBELUM KEDATANGAN ISLAM
A. Kepercayaan Masyarakat Sebelum Islam
Pada awalnya, masyarakat Makkah adalah penganut agama tauhid yang dibawa oleh
Nabi Ibrahim As. Kemudian dilanjutkan oleh putranya Nabi Ismail As. Setelah nabi Ismail As
wafat, masyarakat Makkah mulai pidah menyembah selain Allah. Proses perpindahan
kepercayaan itu berawal dari Amir bin Lubai seorang pembesar suku Khuza’ah yang
melakukan ibadah dengan menyembah berhala. Dia mengajarkan kepada masyarakat
Makkah cara menyembah berhala. Sehingga masyarakat meyaini bahwa berhala adalah
perantara untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya. Sejak itulah mereka mulai membuat
berhala-berhala mengelilingi Ka’bah dan kepercayaan baru mulai masuk ke masyarakat
Makkah dan kota Makkah menjadi pusat penyembahan berhala. Masa itu disebut masa
Jahiliyyah. Mereka bodoh dari keimanan kepada Allah seperti yang diajarkan oleh nabi
Ibrahim As. Mereka menyimpangkan ajaran-ajaran nabi Ibrahim As.
Adapun faktor-faktor penyebab penyimpangan tersebut adalah:
1. Adanya kebutuhan terhadap Tuhan yang selalu bersama mereka terutama saat mereka
membutuhkan.
2. Kecenderungan yang kuat mengagungkan leluhur yang telah berjasa terutama kepala
kabilah nenek moyang mereka.
3. Rasa takut yang kuat menghadapi kekuatan alam yang menimbulkan bencana
mendorong mereka mencari kekuatan lain di luar Tuhan.

Disamping kepercayaan terhadap penyembahan berhala, ada kepercayaan

lain yang berkembang di Makkah, yaitu:

1. Menyembah Malaikat.
2. Menyembah Jin, Ruh atau Hantu.
B. Kondisi Sosial Masyarakat Islam Sebelum Islam
Bangsa Arab dikenal hidup dalam kabilah-kabilah atau klan-klan. Mereka hidup
berdampingan antar kabilah dengan perjanjian damai yang disebut al-Ahlaf. Kecintaan
mereka terhadap keluarga, garis keturunan (nasab) dan kabilah mengalahkan kecintaan
mereka terhadap hal lainnya. Ibnu Khaldun menyebutnya dengan istilah al-‘Ashabiyah.
Fanatisme kabilah ini seringkali menimbulkan percekcokan dengan kabilah lain yang
berujung pada peperangan bahkan dalam hal sepele sekalipun, seperti kalah dalam pacuan
kuda, persengketaan hewan ternak, mata air atau padang rumput.
Moral dan perilaku mereka sangat rusak sehingga mereka disebut kaum Jahiliyah.
Mereka sering berjudi, minum-minuman keras secara bersama-sama, serta merampok dan
memeras kabilah lain sehingga sering menimbulkan peperangan antar suku. Moral bangsa
Arab yang lebih buruk yaitu mengubur bayi perempuan mereka hidup-hidup. Di kalangan
bangsa Arab terdapat beberapa kelas masyarakat yang kondisinya berbeda antara yang satu
dengan yang lain. Hubungan seorang keluarga di kalangan bangsawan sangat diunggulkan
dan diprioritaskan, dihormati dan dijaga sekalipun harus dengan pedang yang terhunus dan
darah yang tertumpah. Banyak lagi hal-hal yang menyangkut hubungan wanita dengan laki-
laki yang di luar kewajaran. Di antara kebiasaan yang sudah dikenal akrab pada masa
jahiliyah ialah poligami tanpa ada batasan maksimal, berapapun banyaknya istri yang
dikehendaki. Kemudian dalam kehidupan sosial masyarakat Arab terdapat sistem yang
berlaku yaitu sistem perbudakan. Para majikan memiliki kebebasan mempelakukan
budaknya.
C. Kondisi Ekonomi Masyarakat Makkah Sebelum Islam
Masyarakat Arab terbagi menjadi dua kelompok, penduduk kota dan penduduk
gurun atau disebut suku Badui. Penduduk kota bertempat tinggal menetap, dibandingkan
dengan kelompok Badui, mereka lebih berbudi dan berperadaban. Arab Badui menjadikan
peternakan sebagai sumber kehidupan. Kehidupan masyarakat Badui berpindah-pindah
(nomadic) dari satu tempat ke tempat lainnya. Suku Badui sendiri memanfaatkan hewan
ternaknya untuk dikonsumsi, selain itu untuk membuat pakaian dari bulu domba.
Masyarakat yang berada di daerah perkotaan seperti Yaman, Thaif, Madinah, Najd, Khaibar
mereka menggantikan sumber kehidupannya pada pertanian, karena di daerah tersebut
memiliki lahan yang subur. Selain pertaian, mayoritas memilih perniagaan sebagai sumber
mata pencahariannya.
Suku Quraisy merupakan penduduk Makkah yang memegang peranan dalam
perniagaan di Jazirah Arab. Mereka mendapat pengalaman perniagaan dari orang-orang
Yaman yang pindah
ke Makkah. Orang-orang Yaman terkenal keahliannya di bidang perniagaan. Orang-orang
Arab memiliki pusat-pusat perdagangan yang terkenal seperti Ukazh, Mijannah, dan Zul
Majaz. Fungsi pusat perdagangan bukan hanya sebagai tempat transaksi perdagangan,
tetapi juga menjadi pusat pertemuan para sastrawan, penyair, dan orator. Mereka saling
menguji kemampuan. Beberapa ahli menyebutkan bahwa kegiatan pertanian dan
perdagangan tersebut masih jauh bahkan tidak memiliki roh atau semangat kemanusiaan
seperti keadilan dan persamaan. Sistem kapitalis dan monopoli telah jauh-jauh hari
dijalankan di tanah Arab yang melahirkan kesenjangan ekonomi yang mencolok antara si
kaya dan si miskin. Sehingga disamping para pedagang, tidak sedikit masyarakat Arab yang
berprofesi sebagai penyamun dan perampok.
D. KONDISI POLITIK MASYARAKAT MEKAH SEBELUM ISLAM
Secara internal, pada dasarnya kondisi politik di wilayah Arab pra Islam mengalami
perpecahan atau dikenal dengan istilah otonomi daerah. Hal ini dikarenakan mereka tidak
mengenal sistem kepemimpinan sentral yang mengatur segala urusan kepemerintahan
secara general. Bangsa Arab tidak memiliki sistem pemerintahan seperti yang kita kenal
dewasa ini. Mereka tidak memiliki peradilan tempat memperoleh kepastian hukum tentang
suatu kasus atau tempat memvonis suatu tindakan pelanggaran.
Sebelum kelahiran islam, ada tiga kekuatan politik besar yang perlu dicatat dalam
hubungannya dengan Arab; yaitu kekaisaran Nasrani Byzantin dan kekaisaran Persia yang
memeluk agama Zoroaster, serta Dinasti Himyar yang berkuasa di Arab bagian selatan.
Dalam catatan Rippin, setidaknya ada dua hal yang bisa dianggap turut mempengaruhi
kondisi politik jazirah Arab, yaitu interaksi dunia Arab dengan dua adi kuasa saat itu, yaitu
kekaisaran Byzantin dan Persia serta persaingan antara yahudi, beragam sekte dalam agama
Nasrani dan para pengikut Zoroaster. Di bagian Timur Jazirah Arab, dari kawasan Hirah
hingga Iraq, yang ada hanya daerah-daerah kecil yang tunduk kepada kekuasaan Persia
hingga datangnya Islam. Raja-raja Munadzirah sama sekali tidak berdiri sendiri dan tidak
merdeka, tetapi tunduk secara politis di bawah kekuasaan raja-raja Persia.
Sementara itu, di Tengah Jazirah Arab, di mana terdapat tanah suci Mekkah dan
sekitarnya, kaum Adnaniyyin menjadi penguasa yang independen, tidak dikuasai oleh
Romawi, Persia, maupun Habasyah. Allah telah menjaga kehormatan tanah dan penduduk
disana. Bahkan sejak masa imperialisme Barat yang menjajah dunia Islam, tak ada yang bisa
menguasai negeri suci ini karena Allah telah menjaga kesuciannya.
Dakwah Rasulullah SAW Pada Periode Makkah

A. Riwayat Hidup Nabi Muhammad


Nabi Muhammad SAW dilahirkan dalam keluarga bani Hasyim di Mekah pada hari
senin, tanggal 12 Rabi’ul Awwal, pada permulaan tahun dari Peristiwa Gajah. Maka
tahun itu dikenal dengan Tahun Gajah. Dinamakan demikian karena pada tahun itu
pasukan Abrahah, gubernur kerajaan Habsyi (Ethiopia), dengan menunggang gajah
menyerang Kota Mekah untuk menghancurkan Ka’bah. Bertepatan dengan tanggal 20
atau 22 bulan April tahun 571 M. Ayahnya bernama Abdullah anak Abdul Muthalib,
seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibunya adalah Aminah binti
Wahab dari bani Zuhrah. Muhammad SAW dilahirkan dalam keadaan yatim karena
ayahnya meninggal dunia tiga bulan setelah dia menikahi Aminah. Tidak lama setelah
kelahirannya, bayi Muhammad SAW diserahkan kepada Tsuwaibah, budak perempuan
pamannya Abu Lahab, yang pernah menyusui Hamzah. Meskipun diasuh olehnya hanya
beberapa hari, nabi tetap menyimpan rasa kekeluargaan yang mendalam dan selalu
menghormatinya. Nabi SAW selanjutnya dipercayakan kepada Halimah Sa’diyah,
seorang wanita badui dari Suku Bani Sa’ad.
Pada masa mudanya, beliau telah menjadi pengusaha sukses dan hidup
berkecukupan dari hasil usahanya. Kemudian pada usia 25 tahun, beliau menikah
dengan pemodal besar Arab dan janda kaya Mekah, Khadijah binti Khuwailid yang telah
berusia 40 tahun. Sekembalinya dari pencarian Makam suami tercinta ibu Rasul jatuh
sakit dan meninggal dalam perjalanan pulang. Kemudian Nabi diasuh oleh kakeknya,
Abdul Muthalib. Namun dua tahun kemudian, kakeknya pun yang berumur 82 tahun,
juga meninggal dunia. Maka pada usia delapan tahun itu, nabi ada di bawah tanggung
jawab pamannya Abi Thalib. Diriwayatkan bahwa ketika berusia dua belas tahun,
Muhammad SAW menyertai pamannya, Abu Thalib, dalam berdagang menuju Syam,
tempat dimana kemudian beliau berjumpa dengan seorang pendeta, yang dalam
berbagai riwayat disebutkan bernama Bahira. Meskipun beliau merupakan satu-satunya
nabi dalam sejarah yang kisah hidupnya dikenal luas, masa-masa awal kehidupan
Muhammad SAW tidak banyak diketahui.
B. Menyiarkan Islam Secara Sembunyi-Sembunyi
Setelah menerima wahyu yang pertama Nabi Muhammad SAW belum
menyampaikan dakwah selain kepada keluarganya. Hal ini disebabkan belum ada
petunjuk dari Allah tentang tugas-tugas yang harus dilakukannya, setelah turunnya
wahyu yang kedua, yaitu Surah al-Mudatsir (74) ayat 1-7, Rasulullah mulai
menyampaikan suruan kepada umatnya yang bergelimang dalam kegelapan untuk
menyembah Allah. Maka yang mula-mula iman kepadanya ialah isteri beliau sendiri Siti
Khadijah, disusul oleh putera pamannya yang masih amat muda Ali bin Abi Thalib dan
Zaid bin Haristah, budak beliau yang kemudian menjadi anak angkat beliau. Mereka itu
diberi gelar “As Saabi-quunalawwaluuní” Artinya: Orang-orang yang terdahulu yang
pertama-tama masuk agama Islam. Dan mereka ini mendapatkan gemblengan dan
pelajaran tentang agama Islanm dari Rasulullah sendiri di tempat yang tersembunyi di
rumah Arqam bin Abil Arqam dalam kota Makkah. Namun ada alasan Nabi Muhammad
saw melakukan dakwah Islam secara sembunyi-sembunyi pada saat itu dikarenakan nabi
belum mempunyai sahabat dalam membantu dakwahnya. Selain itu nabi juga
menyesuaikan dengan kondisi mekkah yang pada saat itu masyarakatnya sangat
Jahiliyah (yang tidak mempunyai otoritas hukum, Nabi dan kitab suci.
C. Menyiarkan Islam Secara Terang-Terangan
Selanjutnya dakwah dilakukan dengan terang-terangan secara lisan, misalnya
memberi nasehat, memberi peringatan, dsb. Hal ini dituturkan dalam QS. Al-Hijrayat 94
Sejak turunnya ayat ini, Nabi mulai menyampaikan dakwah secaran terbuka, sebuah
langkah pertama untuk memasukkan gagasan agama ke dalam aktualisasi social dan
kehidupan politik. Adapun metode yang dilakukan Nabi dalam dakwah secara terang-
terangan adalah:
1. Mengundang Bani Abdul Muthalib kerumahnya dan menjelaskan bahwa dia
telah diutus oleh Allah.
2. Undangan terbuka kepada seluruh masyarakat Quraisy di bukit Shafa
3. Muhammad SAW memproklamirkan ke-Esa-anTuhan dan mengajarkan kesatuan
dan persamaan antara manusia.
4. Nabi mengadakan pertemuan khusus dengan orang-orang yang percaya kepada
beliau untuk aktivitas pembacaan (tilawah), pengajaran (ta’lim), dan pensucian
(takziyah), di rumah Arqam bin Abil Arqam,
5. Beberapa pengikut Nabi Meninggalkan Mekkah dan mencari perlindungan atau
mengungsi ke Ethiopia, sebuah negeri di seberang Laut Merah.
a. Hijrah Ke Habasyah
- Hijrah Ke Habasyah Pertama
Pada saat itu Rasulullah saw. menyaksikan bencana yang menimpa para
pengikutnya, sedangkan beliau tidak mampu melindungi mereka. Maka beliau
berkata kepada mereka, “Sebaiknya kalian pergi ke Habasyah karenadi sana ada
seorang raja yang adil sekali. Di dalam kekuasaannya tidak seorang pun boleh
dianiaya, di sana adalah bumi kejujuran. Sampai Allah memberikan jalan keluar
kepada kalian.” Kemudian, pada bulan Rajab tahun ke-5 dari kenabian, kelompok
pertama dari para sahabat hijrah keHabasyah. Jumlah mereka sekitar 12 orang laki-
laki dan 4 orang perempuan. Hijrah ini dipimpin oleh Utsman bin Affan disertai oleh
istrinya Ruqayyah binti Muhammad saw. Kafir Quraisy khawatir akibat dari hijrah
habasyah. Mereka takut islam menyebar keluar mekkah dan nantinya mereka akan
mendapat bantuan dan pertolongan dari luar mekkah. Akhirnya kafir Quraisy
mengirim dua orang utusan yang cerdas yaitu Abdullah bin Abi Rabi’ah dan Amr bin
Al-Ash bin Wail As-Sahmi. Mereka pun mengumpulkan hadiah-hadiah yang akan
dibawa keduanya untuk An-Najasyi. Mereka ingin merusak hubungan baik antara
An-Najasyi dan orang-orang yang hijrah.
- Hijrah Ke Habasyah Yang Kedua
Hijrah kali ini, lebih sulit jika dibanding dengan yang pertama sebab Kafir Quraisy
sudah mulai waspada dengan langkah kaum Muslimin dan mereka sudah siap untuk
menggagalkannya. Kaum Muslimin pun bergerak lebih cepat. Dengan pertolongan
Allah yang melapangkan jalan mereka, akhirnya mereka dapat pergi sebelum
dipergoki oleh Kafir Quraisy. Hijrah yang kedua ini diikuti 83 orang laki-laki dan 18
orang perempuan. Mengetahui hal itu, kafir Quraisy segera mengirimkan utusannya,
yaitu Amr bin Ash dan Imarah bin Walid menghadap Raja Habasah. Kedua orang itu
meminta agar Raja Najasyi mengusir umat Islam dari Habasah.Permintaan Amr dan
Imarah itu ditolak oleh raja Najasyi dan para sahabat tetap tinggal di negeri itu
hingga Nabi Muhammad Saw. hijrah ke Madinah. Namun tidak semua sahabat
kembali berkumpul dengan Nabi Muhammad Saw.
Dakwah Rasulullah SAW Pada periode Madinah

Pembentukan Karakter Masyarakat


Nabi Muhammad, setibanya di Madinah, tidaklah berarti datang tanpa masalah.
Heterogenitas penduduk Madinah adalah dalam hal etnis dan bangsa, asal daerah,
ekonomi, agama, dan keyakinan serta adat kebiasaan. Kondisi ini meyebabkan tiap
golongan memiliki cara berfikir dan bertindak sendiri dalam mewujudkan kepentingan
sesuai dengan filosofi hidupnya yang dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya, kultur
dan tuntutan situasi. Ditambah pula manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk politik
mempunyai “dua sifat yang bertentangan satu sama lain; disatu pihak ingin bekerjasama,
dilain pihak dia cenderung untuk bersaing dengan sesama manusia. Masyarakat yang
demikian memerlukan penataan dan pengendalian sosial secara bijak dengan membuat
aturan yang dapat menciptakan rasa aman dan damai atas dasar keserasian dan keadilan
serta dapat diterima semua golongan. Nabi Muhammad tampak memahami benar bahwa
masyarakat yang beliau hadapi adalah masyarakat majemuk yang masing- masing
golongan bersikap bermusuhan terhadap golongan lain. Maka diperlukan strategi yang
bijak dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Setibanya di Madinah langkah yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Membangun masjid
Masjid ini berfungsi sebagai balai pertemuan dan tempat mempersatukan unsur
kekabilahan dan sisa pengaruh perselisihan semasa jahiliyah juga sebagai tempat
menjalankan pemerintahan selain untuk sholat.
2. Menciptakan persaudaraan
3. Mengatur hubungan antar penduduk Madinah

Pendidikan Islam pada Periode madinah

1. Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru, menuju satu kesatuan sosial dan
politik
2. Pendidikan sosial dan kewarganegaraan
3. Pendidikan anak dalam Islam

Gangguan dan Ancaman

Konflik Piagam Madinah

Secara garis besar, penduduk Madinah terdiri dari berbagai macam suku, Agama, tingkat
strata sosial, ekonimi. Adanya perbedaan ini rawan dengan adanya sebuah konflik.
Namun, bisa diselesaikan dengan adanya peacemaker yang bijaksana dalam setiap
putusan. Piagam Madinah merupakan perjanjian yang bersifat dan skala luasatau
Nasiaonal, (istilah modern) mengikat semua kabilah atau suku yang ada dan menaati
perjanjian bersama. Sebagaimana dalam pasal Isi Piagam Madinah untuk mempersatukan
dalam wadah ummah (Kelompok bersama).

Signifikasi Perundingan Damai Dalam Pengembangan Dakwah

1) Perundingan dalam melerai konflik dilakukan dengan prinsip tabayyun. Yakni prinsip
menguraikan masalah melalui pengumpulan informasi yang melibatkan berbagai
pihak;
2) setelah proses tabayyun, perundingan dalam pengembangan dakwah Islam dilakukan
melalui prinsip musyawarah. Yakni mencari kesepakatan atas berbagai kemelut yang
melibatkan dua pihak yang saling bertentangan.
3) Perundingan diakhiri dengan ishah (perdamaian) dengan menjunjung tinggi
kesepakatan yang telah ditetapkan bersama.

Analisis Nilai-nilai Keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada Perang Badar al-Kubra

1. Nilai kepribadian yang ditunjukkan Rasulullah Saw. Selama perang Badar al-Kubra
antara lain: tanggung jawab, adil, musyawarah, tawakal, rendah hati.
2. Nilai sosial yang ditunjukkan Rasulullah Saw. selama perang Badar al-Kubra antara
lain: persamaan derajat, berlaku baik dan tolong menolong.
3. Nilai Motivasi yang dilakukan Rasulullah Saw. dalam perang Badar di antaranya
dengan kabar gembira tentang kedudukan syuhada di surga.
4. Rasulullah Saw. adalah orang yang cerdas dan ahli dalam mencari informasi tentang
musuh. Kecerdasan dan keahlian beliau dalam mencari informasi tentang musuh
merupakan salah satu kunci kemenangan kaum muslim dalam perang Badar al-Kubra.

Meninggalnya Rasulullah SAW, Tanda-tanda Wafatnya Rasulullah SAW

Rasulullah SAW menyampaikan niatnya untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji
Rasulullah SAW itu disebut ibadah haji yang terakhir. Sehingga ibadah haji ini dinamakan
haji wada’ atau haji perpisahan. Yaitu perpisahan beliau dengan para sahabat dan
umatnya yang sangat dicintai. Ibadah haji Rasulullah SAW itu disebut ibadah haji yang
terakhir. Sehingga ibadah haji ini dinamakan haji wada’ atau haji perpisahan. Yaitu
perpisahan beliau dengan para sahabat dan umatnya yang sangat dicintai.

Khutbah Haji Wada’ dan Wahyu Terakhir

Pada bagian khutbah Rasulullah SAW juga berpesan kaum muslimin agar:

1. Tidak berlaku kasar terhadap wanita


2. Tidak menuntut balas tterhadap kekejaman zaman jahiliyah
3. Tidak mengambil keuntungan dari uang yang dipinjamkan
4. Tidak murtad
5. Tidak mengambil harta orang isla dengan tidak benar.

Rasulullah Sakit

Sepulang dari haji wada” kesehatan Rasulullah berangsur-angsur menurun. Pada akhir
bulan shafar tahun 11 H beliau menghadiri pemakaman seseorang muslim di baqi (nama
sebuah makam orang muslim di madinah).

Meninggalnya Rasulullah SAW

Sebelum wafat Rasulullah berdoa, “Ya Allah, ampunilah aku, rahmatilah aku, dan
pertemukan aku dengan kekasih yang maha tinggi.” Beliau mengulang doanya sampai
tiga kali. Akhirnya Rasulullah menghembuskan nafas terakhir pada hari senin 12 Rabiul
Awal tahun 11 H bertepatan dengan tanggal 8 juni 632 M dalam usia 63 ahun. Sedu
sedan. tangis dan rintihan menyertai kepergian Rasulullah menghadap Tuhannya. Kum
muslimin benar-benar kehilangan sosok hamba Allah terbaik.
PERKEMBANGAN ISLAM MASA KHULAFA’UR RASYIDIN

Perkembangan Islam Pada Masa Khalifah Abu Bakar Ash Shidiq

Abu Bakar adalah salah seorang sahabat terdekat Nabi saw, dan termasuk di antara
orangorang yang pertama masuk Islam (al-sabiqûn al-awwalûn). Nama lengkapnya adalah
Abdullah bin Abi Kuhafah al-Tamimi. Pada masa kecilnya Abu Bakar bernama Abdul
Ka`bah. Kemudian nama itu ditukar oleh Nabi saw menjadi Abdullah. Gelar Abu Bakar
diberikan rasulullah saw karena ia seorang yang paling awal masuk Islam, sedang gelar al-
Siddîq yang berarti “amat membenarkan” adalah gelar yang diberikan kepadanya karena
ia amat segera membenarkan rasulullah saw dalam berbagai macam peristiwa, terutama
peristiwa Isra’ Mi`raj. Abu Bakar Ash Shidiq menjabat sebagai khalifah selama 2 tahun 3
bulan, pada masa kepemimpinanya khalifah Abu Bakar, terdapat beberapa kemajuan
perkembangan Islam, antara lain :

1. Perbaikan Sosial (Masyarakat)


Perbaikan sosial yang dilakukan Abu Bakar ialah usaha untuk menciptakan stabilitas
wilayah Islam dengan berhasilnya mengamankan tanah Arab dari para penyeleweng
(orang-orang murtad, nabi palsu, dan orang yang enggan membayar zakat).
2. Kodifikasi Al Qur’an
Setelah terjadi banyak perang, banyak dari kalangan sahabat yang hafidz gugur dalam
peperangan. Sehingga Umar bin Khattab khawatir lalu beliau menyarankan khalifah
Abu Bakar untuk menyatukan tulisan Al Qur’an agar tidak hilang dan musnah.
3. Peluasan Wilayah Islam
Perluasan wilayah yang dilakukan masa pemerintahan Abu Bakar merupakan
pencapaian yang sukses dalam hal perluasan Daulah islam setelah apa yang dilakukan
Rasulullah SAW, dan hal ini terlihat ketika menaklukkan wilayah-wilayah lain dimasa
permulaan khulafaur rasyidin. Perluasan wilayah ini sesungguhnya bukan disandarkan
pada ketamakan melainkan, melindungi dakwah menjamin keamanan dan sebagai
sarana menyebar pesan besar yang diemban kaum muslimin, yaitu pesan
pembebasan umat manusia dan mengarahkan mereka kepada keadilan dan
kebenaran.

Pola Pendidikan di Masa Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq

Pola Pendidikan pada masa Khalifah Abu Bakar radhīyallāhu ‘anhu secara umum
masih sama seperti pola pendidikan pada masa Nabi Muhammad shallallāhu 'alaihi wa
sallam. Abu Bakar As-Siddiq radhīyallāhu‘anhu dibaiat menjadi Khalifah pada tahun 11 H
atau 632 M .Beliau merupakan laki-laki dewasa yang paling awal membenarkan dan
beriman kepada Ajaran Islam yang didakwahkan oleh Nabi Muhammad shallallāhu
'alaihi wa sallam. Beliau juga mengiringi Rasulullāh ketika berhijrah dari Mekkah ke
Madinah. Pidato Khalifah Abu Bakar ketika ia diangkat menjadi khalifah, memberikan
gambaran tentang sikap dan konsep pemerintahan yang dikelolanya. Kandungan yang
terdapat di dalam pidato tersebut juga menyentuh aspek Pendidikan Islam dengan
materi utama adalah kejujuran dan amanah, yang peneladanannya langsung oleh
Khalifah Abu Bakar. Metode dengan memberikan keteladanan merupakan salah satu
warisan penting dari Nabi Muhammad shallallāhu 'alaihi wa sallam.

1. Materi Pendidikan Tauhid, yang menurut Syaikh Utsaimin di dalam Syarhu


Tsalatsatil Ushul, Tauhid adalah menjadikan Allāh sebagai satu satunya sesembahan
yang benar dengan segala kekhususannya.
2. Materi Pendidikan Akhlak, misalnya adab sehari-hari, adab kasih sayang, adab
pergaulan, adab kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam Islam,
Pendidikan Akhlak tidak dapat dipisahkan dengan Pendidikan Tauhid, bahkan Akhlak
merupakan buah dari Tauhid.
3. Materi Pendidikan Ibadah, seperti wudhu’, shalat, doa, dzikir, puasa, zakat dan haji.
4. Materi Pendidikan Kesehatan yang terintegrasi pada bidang Tauhid, Akhlak, Ibadah,
seperti tentang kebersihan tubuh dan lingkungan, adab makan dan minum, adab
membuang air, adab mandi dan lain-lain.

Gaya Kepemimpinan di Masa Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq

Contoh gaya kepemimpinan demokratis Abu Bakar Ash-Shiddiq) Abu Bakar Ash-Shiddiq
melayani seorang perempuan tua. Umar bin Khattab pernah mengurusi seorang
perempuan tua renta dan buta yang tinggal di pinggir kota Madinah. Dia
memberikannya minum dan membantu keperluan lainnya. Pada hari berikutnya, dia
mendapati seseorang telah mendahuluinya, dan telah mengurusi keperluan perempuan
tua dan buta itu. Karena penasaran, akhirnya Umar mencari tahu siapa orang itu dengan
mendatanginya lebih awal, ternyata orang itu adalah Abu Bakar, yang saat itu menjabat
sebagai Khalifah.

Wafatnya Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq

Abu Bakar meninggal dalam usia 63 tahun, masa kepemimpinannya berlangsung singkat
yaitu dua tahun tiga bulan lebih beberapa hari. Ia meninggal pada hari Senin malam, 21
Jumadil Akhirtahun 13 Hijriyah atau tanggal 22 Agustus tahun 634 Masehi. Singkat sekali
masa pemerintahan Abu Bakar, yaitu dua tahun tiga bulan dan beberapa hari saja, tetapi
mampu menorehkan prestasi yang kemilau sepanjang masa. Abu Bakar berjasa
menanamkan pondasi sangat kokoh bagi kekhalifahan Islam dan berhasil memilih
pelanjut dengan cara damai tanpa prahara.

Perkembangan Islam Pada Masa Khalifah Umar Bin Khatab

Khalifah Umar Bin Khatab 12 tahun setelah kelahiran Rasulullah SAW. Ayahnya
bernama Khattab dan ibunya bernama Khatmah. Perawakannya tinggi besar dan tegap
dengan otot-otot yang menonjol dari kaki dan tangannya, jenggot yang lebat dan
berwajah tampan, serta warna kulitnya kemerah-merahan. Beliau dibesarkan di
lingkungan Bani Adi, salah satu kaum dari suku Quraisy. Beliau merupakan khalifah
kedua setelah Abu Bakar As-Siddiq. Ada beberapa perkembangan peradaban islam pada
masa khalifah Umar Bin Khattab, yang meliputi sistem pemerintahan (politik), ilmu
pengetahuan, sosial, seni, dan agama.

1. Perkembangan Politik

Pada masa Khalifah Umar Bin Khattab, kondisi politik islam dalam keadaan stabil. Usaha
perluasan wilayah islammemperoleh hasil yang gemilang.

2. Perkembangan Ilmu Pengetahuan


Di bawah pemerintahannya imperium Islam meluas dengan kecepatan yang luar biasa.
Dapat dikatakan bahwa orang yang terbesar pengaruhnya setelah Nabi dalam
membentuk pemerintahan Islam dan menegaskan coraknya adalah Umar Ibnu Khattab.
PERKEMBANGAN ISLAM MASA KHULAFA’URRASYIDIN

A. Masa Utsman bin Affan


Khalifah Usman bin Affan memiliki masa pemerintahan yang terhitung paling lama (644-
656) dan memiliki kisah tersendiri di dalam lembaran sejarah. Mulai dari cara
pemilihannya yang dianggap paling demokratis, serta pemerintahan Usman yang
dijadikan dasar sebagai akhir dari ekspansi pertama wilayah Islam. Pada awalnya,
pemerintahan khalifah Usman berjalan sangat dinamis namun pada akhirnya berakhir
dengan sangat tragis, karena diwarnai oleh fitnah dan diakhiri oleh pemberontakan yang
menyebabkan Khalifah terbunuh. Dia terhitung cukup tua untuk memimpin sebuah
wilayah kekuasaan yang terbilang luas. Usman dipilih menjadi Khalifah pada saat berusia
70 tahun yang kemudian mempercayakan keponakannya sebagai sekretaris pribadinya,
serta beberapa kerabat dekatnya untuk memegang jabatan srategis di dalam
pemerintahan dan kenyataannya disalahgunakan oleh orang-orang kepercayaan sekaligus
kerabat dekatnya, yang dijadikan oleh orang-orang yang memang tidak senang bukan
hanya kepada Usman secara pribadi, namun Islam secara umum, sebagai sumber fitnah
dengan mengusung isu yang dikenal dengan istilah nepotisme saat ini.
B. Pola Masyarakat pada masa Utsman bin Affan
Stabilitas Politik
Masa pemerintahan Utsman yang berlangsung kurang lebih 11 tahun, masa begitu lama
ini stabilitas politik mulai memanas, hal ini disebabkan terjadinya fitnah dikalangan
masyarakat salah satunya terdapat beberapa wilayah yang hendak melepaskan diri dari
pemerintahan. Utsman bin Affan, yang disebabkan dendam lama sebelum di taklukan
Islam. Daerah tersebut adalah Khurasan dan Iskandariyah.
Sikap Nepotisme
Khalifah Utsman lebih mementingkan sikap Nepotisme, diwujudkan dalam bentuk
pemerintahan. Pasalnya, pada masa ini banyak gubernur-gubernur yang lepas jabatannya
dan digantikan dengan kerabatnya sendiri.
C. Pola Pendidikan
Pola pendidikan pada masa Utsman bin Affan tidak jauh berbeda dengan pola pendidikan
yang diterapkan pada masa Umar. Hanya saja pada priode ini, para sahabat yang asalnya
dilarang untuk keluar dari kota Madinah kecuali mendapatkan izin dari Khalifah mereka
diperkenakan untuk keluar dan menetap di daerah-daerah yang mereka sukai. Dengan
kebijkan ini maka orang yang menuntut ilmu (para peserta didik) tidak merasa kesulitan
untuk belajar ke Madinah. Tugas mendidik dan mengajak Umat pada masa Utsman bin
Affan diserahkan pada Umat itu sendiri, artinya bahwa pemerintahan tidak mengangkat
guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya dengan
mengharapkan keridaan Allah Swt.
D. Perluasan pemerintahan
Islam telah mencapai Asia dan Afrika, seperti daerah Herart, Kabul, Ghazani dan Asia
Tengah juga Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes dan bagian yang tersisa dari Persia dan
berhasil menumpas pemberontakan yang dilakukan orang Persia. Dalam sosial budaya,
Usman bin Affan telah membangun bendungan besar untuk mencegah banjir dan
mengatur pembagian air ke kota. Membangun jalan, jembatan, masjid, rumah
penginapan para tamu dalam berbagai bentuk serta memperluas masjid Nabi di Madinah.
E. Sistem Pemerintahan dan Kemelut Politik
Pemegang kekuasaan tertinggi berada di tangan khalifah, pemegang dan pelaksana
kekuasaan eksekutif yang dibantu oleh sekretaris Negara dijabat oleh Marwan bin
Hakam, anak paman Usman sekaligus sebagai penasihat pribadi Usman. Selain sekretaris
Negara khalifah Usman juga dibantu oleh pejabat pajak, pejabat kepolisian dan pejabat
keuangan (Baitul Mal). Untuk administrasi pemerintahan di daerah, khalifah Usman
mempercayakan kepada seorang gubernur untuk setiap wilayah. Pada masanya, wilayah
kekuasaan Negara Madinah dibagi menjadi sepuluh provinsi. Seorang amir (gubernur)
diangkat dan diberhentikan oleh khalifah. Kedudukan gubernur di samping kepala
pemerintahan daerah juga sebagai pemimpin agama, pemimpin ekspedisi militer,
penetap undang-undang dan pemutus perkara yang dibantu oleh katib (sekretaris),
pejabat pajak, pejabat keuangan dan pejabat kepolisian. Adapun kekuasaan legislatif
dipegang oleh dewan penasehat atau majelis syura. Majelis ini memberikan saran, usul
dan nasihat kepada khalifah tentang berbagai masalah penting. Tetapi, keputusan
terakhir berada ditangan khalifah.
F. Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib
Pada awal pemerintahan Ali, sudah diguncang peperangan dengan Aisyah (istri Nabi)
beserta Talhah dan Abdullah bin Zubair karena kesalahpahaman dalam menyikapi
kematian atau pembunuhan terhadap Usman, peperangan ini disebut perang Jamal
(unta) karena Aisyah memakai kendaraan unta, sehingga pada masa kekuasaan Ali tak
pernah merasakan kedamaian. Sebetulnya tidak seharipun keadaan stabil selama
pemerintahan Ali. Tak ubahnya beliau sebagai seorang yg menambal kain usang,
jangankan menjadi baik malah bertambah sobek. Tidak dapat diduga bahwa kegiatan
pendidikan pun saat itu mengalami hambatan karena perang saudara, meskipun tidak
terhenti sama sekali. Stabilitas pendidikan dan keamanan sosial merupakan syarat mutlak
terjadinya perkembangan itu sendiri baik ekonomi ,sosial ,politik ,budaya maupun
pengenbangan intelektual dan agama. Ali sendiri tidak sempat memikirkan masalah
pendidikan karena seluruh perhatiannya ditumpahkan pada masalah yang lebuh penting
dan sangat mendesak. Demikian kehidupan pada masa Ali. Pendidikan yang masih
berjalan seperti apa yang telah berlaku sebelumnya, selain adanya motivasi dan falsafah
pendidikan yang dibina pada masa Rasulullah juga ada tumbuh motivasi dan falsafah
pendidikan yang dibina oleh kaum Syi’ah dan Khawarij yang mengakibatkan banyaknya
pandangan dan paham yang menjadi landasan dasar serta berpikir yang memberi
kesempatan untuk mencerai beraikan umat Islam mendatang.
Khalifah Ali bin Abi Thalib sejak masa mudanya amat terkenal dengan sikap dan sifat
keberaniannya, baik dalam keadaan damai ataupun dalam situasi serius. Beliau amat tahu
medan dan tipu daya musuh. Dalam perang ini, Khalifah Ali bin Abi Thalib mengetahui
benar bahwa siasat yang dibuat oleh Muawiyah bin Abi Sufyan hanya untuk memperdaya
Khalifah Ali bin Abi Thalib. Mislanya, ketika Muawiyah menempatkan al-Qur’an diujung
tombak sebagia isyarat perdamaiyan. Khalifah Ali bin ABi Thalib menolak ajakan damai,
karena dia sangat mengetahui bahwa Muawiyah adalah orang sangat licik. Pada masa
pemerintahan Ali bin Abi Thalib, wilayah kekuasaan Islam telah melampaui sungai Eufrat,
Tigris dan Amu Dariyah, bahkan sampai Indus, akibat luasnya wilayah kekuasaan Islam
dan banyaknya masyarakat yang bukan berasal dari kalangan masyarakat Arab memluk
Islam, banyak ditemukan kesalahan dalam membaca teks al-Qur’an atau hadis sebagai
sumber hokum Islam, Khalifah Ali bin Abi Thalib menganggap bahwa kesalahan ini sangat
fatal, terutama bagi orang-orang yang akan mempelajari ajaran Islam dari sumber aslinya
yang berbahasa Arab. Oleh karena itu, Khalifah memerintahkan Abu Al-Aswadal-Duali
mengarang pokok-pokok ilmu Nahwu Qawaid Nabahab). Dengan adanya ilmu nahwu
yang dijadikan sebagai pedoman dasar dalam mempelajari bahasa al-Qur’an, maka orang-
orang yang bukan berasal dari masyarkat Arab akan mendapatkan kemudahan dalam
membaca dan memahami sumber ajaran Islam.

Anda mungkin juga menyukai