Anda di halaman 1dari 9

Daftar Lengkap Obat 

Batuk Penderita Alergi, Asma dan


Efek Sampingnya
Pemberian obat alergi untuk penderita alergi bukan jalan keluar utama yang terbaik.
Pemberian obat jangka panjang adalah bentuk kegagalan mengidentifikasi dan menghindari
penyebab.

Ekspektoran meningkatkan pembersihan mukus dari saluran bronkus. Satu-satunya


preparat yang paling efektif adalah air, terutama pada pasien dehidrasi. Karena itu
anjurkan pasien asma untuk minum sebanyak mungkin karena hal ini akan mencegah
pengeringan mukus. Pada asma berat, setelah terapi inhalasi dengan bronkodilator dapat
dilanjutkan dengan cairan NaCl 0,9% memakai nebulizer selama 20-30 menit, 3-4 kali
sehari. Manfaat obat ekspektoran dan mukolitik tergantung dari masukan air yang
adekuat. Obat yang terdapat di pasaran pada saat ini misalnya gliseril guaiakolat, iodida,
asetilsistein, bromheksin, dan ambroksol.

 Ekspektoran Ekspektoran adalah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari
saluran pernafasan. Ekspektoran bekerja dengan cara merangsang selaput lendir lambung
dan selanjutnya secara refleks memicu pengeluaran lendir saluran nafas sehingga
menurunkan tingkat kekentalan dan mempermudah pengeluaran dahak. Obat ini juga
merangsang terjadinya batuk supaya terjadi pengeluaran dahak. Yang termasuk ke dalam
golongan obat ini adalah Glyceril Guaiacolate, Ammonium Klorida, Succus liquiritae dan
lain-lain.
 Mukolitik Mukolitik adalah obat batuk berdahak yang bekerja dengan cara membuat
hancur bentuk dahak sehingga dahak tidak lagi memiliki sifat-sifat alaminya. Mukolitik
bekerja dengan cara menghancurkan benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida
dari dahak. Sebagai hasil akhir, dahak tidak lagi bersifat kental dan dengan begitu tidak
dapat bertahan di tenggorokan lagi seperti sebelumnya. Membuat saluran nafas bebas dari
dahak.

Ambroxol
Ambroxol, yang berefek mukokinetik dan sekretolitik, dapat mengeluarkan lendir yang kental
dan lengket dari saluran pernafasan dan mengurangi staknasi cairan sekresi. Pengeluaran lendir
dipermudah sehingga melegakan pernafasan. Sekresi lendir menjadi normal kembali selama
pengobatan dengan Ambril. Baik batuk maupun volume dahak dapat berkurang secara
bermakna. Dengan demikian cairan sekresi yang berupa selaput pada permukaan mukosa saluran
pernafasan dapat melaksanakan fungsi proteksi secara normal kembali. Penggunaan jangka
panjang dimungkinkan karena preparat ini mempunyai toleransi yang baik.

 Indikasi : Gangguan saluran pernafasan sehubungan dengan sekresi bronkial yang
abnormal baik akut maupun kronis, khususnya pada keadaan-
keadaan eksaserbasi dari penyakit-penyakit bronkitis kronis, bronkitis asmatis,
asma bronkial.
 Dosis pemakaian: Bila tidak dianjurkan lain oleh dokter,
anjuran pemakaian untuk anak berdasarkan jumlah dosis perhari yaitu 1,2 – 1,6 mg
Ambroxol HCI per kg berat badan.

Tablet :

Dewasa dan anak-anak diatas 12 tahun tablet 3 kali sehari.


Anak-anak antara 5-12 tahun 1/2 tablet 3 kali sehari.

pada pemakaian jangka panjang dosis pemberian sebaiknya dikurangi menjadi 2
kali sehari.Tablet sebaiknya ditelan sesudah makan bersama sedikit air.

Sirup :

Anak-anaks/d 2 tahun 2,5 ml (V; sendok takaran), 2 kali sehari


Anak-anak2-5 tahun 2,5 ml (V2 sendok takaran), 3 kali sehari.
Anak-anakdi atas 5 tahun 5ml{ 1 sendok takaran), 2- 3 kali sehari.
Dewasa 10 ml (2 sendok takaran), 3 kali sehari.

Takaran pemakaian di atas cocok untuk pengobatan gangguan saluran pernafasan akut dan
untuk pengobatan awal pada keadaan kronis sampai 14 hari. Pada pemakaian lebih lama
takaran pemakaian bisa diturunkan menjadi separuhnya. Sirup
sebaiknya diminum sesudah makan.

 Interaksi Obat Penggunaan Ambroxol dapat meningkatkan kerja atau efektivitas dari anti
biotik karena dapat dikatakan jika mukus semakin cepat dan
mudah untuk dikeluarkan,maka bakteri atau virus penyebab penyakit yang
terjerat pada mukus juga akandikeluarkan
 Pada studi preklinis tidak menunjukkan adanya efek yang mengkhawatirkan,
akan tetapi keamanan pemakaian pada wanita hamil/menyusui belum diketahui dengan p
asti. Meskipun demikian, seperti halnya dengan penggunaan obat-obat lain,
pemakaian pada kehamilan trimester I harus hati-hati.

Efek samping :

 Ambrixol umumnya mempunyai toleransi yang baik.
Efek samping ringan pada saluran pencernaan pernah dilaporkan walaupun jarang.
Reaksi alergi jarang terjadi, beberapa pasien yang
alergi tersebut juga menunjukkan reaksi alergi terhadap preparat lain.
 Kontraindikasi : Tidak diketahui adanya kontraindikasi.

BROMHEKSIN

 Sediaan : Tablet, sirup.


 Manfaat obat Mukolitik dan ekspektoran.
 Mekanisme kerja Pengurangan viskositas dahak. Stimulasi pada sekresi, gerakan siliar,
pembentuk surfaktan. Perbaikan penangkal imunologis setempat.
 Indikasi Sekretolitik pada infeksi jalan pernapasan yang akut dan
kronis serta pada penyakit paru dengan pembentukan mucus berlebih.
 Kontraindikasi Hipersensitivitas, wanita hamil, menyusui,
 Efek samping Reaksi alergi, gangguaan gastrointestinal ringan.
 Interaksi obat Hati-hati penggunaan dengan obat lain.
 Dosis Dewasa: 3x 8mg/hari.

Erdosteine (Edotin®)

 Sifat mukolitik lebih baik daripada bromheksin


 Efek samping ringan, biasanya hanya di saluran cerna.

Asetilsistein (Fluimucil®)

 Digunakan sebagai mukolitik, dan mencegah keracunan parasetamol


 Efek samping: bronkospasme, gangguan saluran cerna
 Asetilsistein memecah ikatan disulfida pada dahak.

Bromheksin (Bisolvon®)

 Digunakan sebagai mukolitik


 Efek samping: diare, mual, muntah.
 Juga memiliki efek antioksidan

OBAT BATUK EKSPEKTORAN


Guaifenesin/gliseril guaiakolat/GG

 Digunakan sebagai ekspektoran pd batuk berdahak, mekanisme kerjanya dg cara


meningkatkan volume dan menurunkan viskositas dahak di trakea dan bronki, kemudian
merangsang pengeluaran dahak menuju faring.Efek samping: mual, muntah, batu ginjal.

Agonis β2

Salbutamol (Ventolin®, Asmacare®)

 Digunakan sebagai pilihan pertama obat asma.


 Efek samping: tremor, sakit kepala, kram otot, mulut kering, serta aritmia.
 Biasanya diberikan dalam bentuk MDI (metered dose inhaler), atau nebulizer supaya
efeknya lebih cepat. Dapat pula diberikan per oral dan juga intra vena.

Fenoterol (Berotec®)
 Efek samping meliputi tremor ringan pada otot rangka, palpitasi, takikardi, sakit kepala,
batuk, berkeringat.
 Diberikan dalam bentuk MDI atau juga cairan untuk inhalasi (dihirup lewat nebulizer).

Terbutaline (Bricasma®)

 Efek samping hampir sama dg efek samping fenoterol.


 Dapat diberikan dalam bentuk tablet, infus, respule, atau juga turbuhaler.

Orciprenaline/metaproterenol (Alupent®)

 Efek samping: palpitasi, tremor di jari.


 Dapat diberikan dalam bentuk tablet, dan MDI.

Salmeterol (Seretide®, kombinasi salmeterol dg fluticasone)

 Tergolong LABA (long acting beta adrenoceptor agonist)


 Waktu kerja lebih lama (12 jam) daripada salbutamol (4-6 jam)
 Hanya digunakan utk kasus severe persistent asthma yg sebelumnya pernah diterapi dg
salbutamol.
 Biasanya salmeterol dikombinasikan dg kortikosteroid.

Formoterol (Symbicort®, suatu kombinasi budesonide (golongan kortikosteroid) dg


formoterol)

 Tergolong LABA (long acting beta adrenoceptor agonist)


 Lebih cepat mula kerjanya dan lebih manjur dibanding salmeterol

Antikolinergik

Ipatropium bromida (Atrovent®)

 Mekanisme kerja: menghambat mAChR (reseptor asetilkolin muskarinik), shg terjadi


bronkodilasi.
 Efek samping: mengantuk, mulut kering.
 Biasanya diberikan dalam bentuk MDI, atau juga larutan inhalasi (hirup) utk nebulizer.

Tiotropium bromida (Spiriva®)

 Digunakan untuk terapi pemeliharaan (maintenance) pasien dg penyakit paru obstruktif


kronik.
 Mekanisme kerja sama dg ipatropium bromida, juga memiliki efek samping yang sama.

Glukokortikoid
Budesonide (Pulmicort®)

 Tidak digunakan pada pasien dg TBC


 Efek samping: candidiasis (tumbuhnya jamur candida) di mulut/tenggorokan, perubahan
sensasi indra pembau dan pengecap.
 Tidak seperti steroid lainnya, budesonide memiliki efek sedikit pada poros hipotalamik-
pituitari-adrenal, hal ini menyebabkan budesonide tidak begitu memerlukan tapering off 
(dikurangi perlahan) dosisnya sebelum dihentikan.

Deksametason

 Kontraindikasi: infeksi parah, ulkus gastrointestinal, osteoporosis, sistemik TBC.


 Efek samping: gastritis, osteoporosis
 Tersedia dalam bentuk tablet dan injeksi

Metilprednisolon

Prednison

Antagonis Leukotriene

 Nama lain Leukast


 Mekanisme kerja: menghambat leukotriene, yg merupakan senyawa yg diproduksi sistem
kekebalan tubuh. Leukotriene menyebabkan inflamasi pada asma dan bronkitis, serta
mengecilkan jalan pernafasan.
 Antagonis leukotriene kurang efektif dibandingkan kortikosteroid dlm menangani asma,
shg kurang disukai.

Zafirlukast (Accolate®

 Tersedia dalam bentuk tablet Zileuton


 Montelukast

ANTIHISTAMIN

 Antihistamin adalah obat dengan efek antagonis terhadap histamin. Di pasaran banyak
dijumpai berbagai jenis antihistamin dengan berbagai macam indikasinya. Antihistamin
terutama dipergunakan untuk terapi simtomatik terhadap reaksi alergi atau keadaan lain
yang disertai pelepasan histamin berlebih. Penggunaan antihistamin secara rasional perlu
dipelajari untuk lebih menjelaskan perannya dalam terapi karena pada saat ini banyak
antihistamin generasi baru yang diajukan sebagai obat yang banyak menjanjikan
keuntungan.
 Pada garis besarnya antihistamin dibagi dalam 2 golongan besar, yang menghambat
reseptor H1 dan yang menghambat reseptor H2. Yang lazim disebut antihistamin adalah
antagonis reseptor histamin H1 (AH1). Semua kelas antihistamin H1 struktur kimianya
menyerupai histamin. Antihistamin H1 dikelompokkan dalam AH1 tradisional atau
konvensional (generasi I), dan AH1 non-sedatif (generasi I). Mereka dibagi dalam
beberapa subkelas. 

 EtilendiaminAntazolin, tripelanamin, pirilamin.


 EtanolaminKarbinoksamin, difenhidramin, doksilamin.
 AlkilaminKlorfeniramin, deksklorfeniramin, dimetinden, feniramin.
 PiperazinSetirizin, homoklorsiklizin, hidroksizin, oksatomid.
 PiperidinSiproheptadin.
 FenotiasinPrometasin.
 Lain-LainAkrivastin, astemizol, azatadin, klemastin, levokobastin, loratadin,
mebhidrolin, terfenadin, ketotifen.
 Yang termasuk golongan antihistamin generasi baru adalah setirizin, akrivastin,
astemizol, levokobastin, loratadin, dan terfenadin.

 Farmakokinetik Absorbsi AH1 berjalan sangat cepat setelah pemberian secara oral
menyebabkan efek sistemik dalam waktu kurang dari 30 menit. Hepar merupakan tempat
metabolisme utama (70-90%), dengan sedikit obat yang diekskresi dalam urin dalam
bentuk yang tidak berubah.
 Mekanisme kerja Antihistamin bekerja dengan cara kompetisi dengan histamin untuk
suatu reseptor yang spesifik pada permukaan sel. Hampir semua AH1 mempunyai
kemampuan yang sama dalam memblok histamin. Pemilihan antihistamin terutama
adalah berkenaan dengan efek sampingnya. Antihistamin juga lebih baik sebagai
pengobatan profilaksis daripada untuk mengatasi serangan. Mula kerja AH1 nonsedatif
relatif lebih lambat; afinitas terhadap reseptor AH1 lebih kuat dan masa kerjanya lebih
lama. Astemizol, loratadin dan setirizin merupakan preparat dengan masa kerja lama
sehingga cukup diberi 1 kali sehari. Beberapa jenis AH1 golongan baru dan ketotifen
dapat menstabilkan sel mast sehingga dapat mencegah pelepasan histamin dan mediator
kimia lainnya; juga ada yang menunjukkan penghambatan terhadap ekspresi molekul
adhesi (ICAM-1) dan penghambatan adhesi antara eosinofil dan neutrofil pada sel
endotel. Oleh karena dapat mencegah pelepasan mediator kimia dari sel mast, maka
ketotifen dan beberapa jenis AH1 generasi baru dapat digunakan sebagai terapi
profilaksis yang lebih kuat untuk reaksi alergi yang bersifat kronik.
 Penggunaan klinis Antihistamin adalah obat yang paling banyak dipakai sebagai
terapi simtomatik untuk reaksi alergi yang terjadi. Semua jenis antihistamin sangat mirip
aktivitas farmakologinya. Pemilihan antihistamin terutama terhadap efek sampingnya dan
bersifat individual. Pada seorang pasien yang memberikan hasil kurang memuaskan
dengan satu jenis antihistamin dapat ditukar dengan jenis lain, terutama dari subkelas
yang berbeda

Efek yang tidak diinginkan

 Mengantuk Antihistamin termasuk dalam golongan obat yang sangat aman


pemakaiannya. Efek samping yang sering terjadi adalah rasa mengantuk dan gangguan
kesadaran yang ringan (somnolen).
 Efek antikolinergik Pada pasien yang sensitif atau kalau diberikan dalam dosis besar.
Eksitasi, kegelisahan, mulut kering, palpitasi dan retensi urin dapat terjadi. Pada pasien
dengan gangguan saraf pusat dapat terjadi kejang.
 Diskrasia Meskipun efek samping ini jarang, tetapi kadang-kadang dapat menimbulkan
diskrasia darah, panas dan neuropati.
 Sensitisasi Pada pemakaian topikal sensitisasi dapat terjadi dan menimbulkan urtikaria,
eksim dan petekie.

OBAT ADRENERGIK

Obat ini disebut juga golongan simpatomimetik amin. Efeknya paling sedikit melalui 2 sistem
yang berbeda. Reseptor adrenergik α berperan dalam konstriksi otot polos arteri, vena, bronkus,
sfingter kandung kencing serta relaksasi otot usus halus. Reseptor adrenergik β berperan
sebaliknya dalam relasaksi otot polos bronkus, uterus, dan pembuluh darah. Konsep adrenergik β
telah membedakan agonis β1 yang menimbulkan lipolisis dan stimulasi jantung serta agonis β2
yang berperan pada bronkodilatasi, vasodilatasi, inhibisi pelepasan histamin, tremor otot rangka.

 Agonis Adrenergik α Obat ini terutama dipakai sebagai dekongestan hidung karena
efek vasokonstriksinya pada arteriol mukosa hidung yang melebar sehinga memperbaiki
ventilasi nasal dan jalan sinus. Dekongestan hidung hanya memperbaiki gejala sementara
pada rinitis alergik, vasomotor atau infeksi. Efeknya dapat membantu kerja antibiotik
pada otitis media. Indikasi lain adalah pada otitis media serosa untuk menghilangkan
obstruksi pada ostia tuba Eustachii. Pada waktu akut diberikan dalam bentuk
dekongestan topikal (uap, semprotan, atau tetes); lebih efektif darpada preparat oral.
Diberikan tidak lebih dari lima hari. Pada keadaan yang kronis diberikan preparat oral,
karena pemberian topikal lebih dari lima hari sel menimbulkan efek kebalikan.

 Agonis Adrenergik β Banyak dipakai pada pengobatan asma karena kemampuannya


menimbulkan bronkodilatasi melalui reseptor beta adrenergik di paru.Mengaktifkan
kompleks reseptor β-adenil siklase yang mengkatalisasi produksi adenosine monofosfat
(AMP) dari adenosine trifosfat (ATP), hingga mengakibatkan peningkatan kadar cAMP
dalam sel yang menyebabkan relaksasi otot polos bronkus. Efek ini menyebabkan
stabilisasi sel mast sehingga dapat mencegah pelepasan mediator kimia. Katekolamin
seperti epinefrin, selproterenol dan isoetarin tidak efektif diberikan peroral oleh karena
perusakan yang sangat cepat di saluran cerna. Nonkatekolamin sebaliknya dari
katekolamin, jenis ini efektif bila diberikan peroral dan dapat bekerja lebih lama oleh
karena lebih tahan terhadap enzim yang ada di saluran cerna. Contohnya metaproterenol,
terbutalin, fenoterol.
 Efek yang tidak diinginkan Obat agonis β sel menimbulkan takikardia, palpitasi,
gelisah, tremor, nausea. dan muntah; kadang pusing, lemas, keringat dingin, dan sakit
prekordial. Jangan dipakai berlebihan terutama dalam bentuk inhalasi. Hindari pemakaian
adrenergik β nonselektif pada pasien dengan hipertensi, tirotoksikosis, dan penyakit
jantung. Dalam hal tersebut pakailah agonis selektif β2 dan lebih baik lagi secara
inhalasi. Agonis adrenergik β2 secara inhalasi dapat menimbulkan efek samping yang
kurang dibandingkan dengan pemakaian sistemik yang sering menimbulkan tremor dan
palpitasi. Untuk mengatasi serangan asma akut dan mencegah exercise induced asthma.
METILXANTIN

 Teofilin merupakan salah satu obat utama untuk pengobatan asma akut maupun kronik.
Bekerja dengan menghalangi kerja enzim fosfodiesterase sehingga menghindari
perusakan cAMP dalam sel, antagonis adenosin, stimulasi pelepasan katekolamin dari
medula adrenal, mengurang; konsentrasi Ca bebas di otot polos, menghalangi
pembentukan prostaglandin, dan memperbaiki kontraktilitas diafragma.  Preparat cair
diserap kurang lebih l/2 sampai 1 jam, tablet yang tak berlapis 2 jam, dan preparat lepas
lambat 4 sampai 6 jam.Teofilin dieliminasi dalam hati dan disekresi dalam urin. Terdapat
variasi individual dalam eliminasi teofilin. Harus diperhatikan umur dan gemuknya
seseorang.
 Dosis oral. Oleh karena terdapat variasi antara setiap individu maka dosis harus
disesuaikan dengan melihat perbaikan klinis, efek samping, dan kadar pemeliharaan
dalam darah antara 10-20 μg/ml. Dosis permulaan yang umum antara 10-16
mg/kgBB/hari, bilamana dosis akan ditingkatkan maka perlu monitorkadar teofilin dalam
plasma. Untuk preparat lepas lambat dosis seharinya lebih rendah dari preparat biasa Bila
tampak tanda intoksikasi maka dosis harus segera diturunkan.
 Dosis intravena. Tujuan utama pemberian teofilin intravena adalah untuk secara cepat
mendapatkan kadar dalam plasma antara 10-20 sel/ml. Bila pasien belum mendapat
teofilin sebelumnya, diberikan loading dose 6 mg/kgBB selama 20-30 menit melaui
infus, selanjutnya diteruskan dengan dosis pemeliharaan.
 Terdapat beberapa jenis preparat teofilin, yaitu dalam bentuk sirop yang bekerja cepat,
tablet, kapsul, tablet lepas lambat, dan kombinasi teofilin dengan obat lainnya. Dalam
memilih preparat yang akan dipakai, pertimbangkan hal seperti berikut. Adanya alkohol
dalam sirop dapat mengakibatkan efek samping bila dipakai terus-menerus, jadi preparat
ini sebaiknya hanya dipakai sebagai terapi permulaan untuk mengatasi keadaan akut.
Hindari kombinasi teofilin dengan obat lain dalam satu preparat karena preparat jenis ini
sering terjadi efek samping. Preparat lepas lambat sangat berguna untuk pengobatan asma
kronik sebab dapat diberikan dosis dua kali sehari sehingga meningkatkan kepatuhan
pasien.
 Reaksi yang merugikan mulai timbul bila dosis teofilin dalam darah telah melebihi 15
μg/ml. Efek samping yang sering terjadi adalah muntah dan gangguan saraf pusat.

NATRIUM KROMOLAT

 Obat ini mampu menghambat pelepasan mediator dari sel mast dan basofil sehingga
alergen yang masuk ke dalam badan tidak lagi menimbulkan reaksi alergi. Diperlukan
waktu 2-3 bulan untuk evaluasi efek natrium kromolat. Telah dilaporkan bahwa pada
waktu penghirupan obat ini dapat terjadi bronkokonstriksi, oleh karena itu dianjurkan
untuk memakai inhalasi β2 terlebih dahulu sebelum penggunaan obat ini.
 Indikasi adalah untuk asma, rinitis alergik, konjungtivitis alergik, alergi makanan,
ulserasi mukosa (protokolitis, sariawan). Untuk rinitis alergik diberikan dalam bentuk
tetes hidung, untuk konyungtivitis alergik dalam bentuk tetes mata, dan untuk alergi
makanan diberikan peroral 30 menit sebelum makan.
OBAT ANTIKOLINERGIK

 Asetilkolin berperan dalam bronkospasme. Atropin sulfat, beladona, dan skopolamin


efektif untuk mencegah bronkospame oleh metakolin, tetapi tidak untuk bronkospasme
oleh histamin.
 Pada mulanya pemakaian aerosol atropin sangat terbatas oleh karena efek samping
seperti peninggian viskositas dan menurunnya jumlah sputum, orofaring jadi kering,
denyut jantung meningkat, sedasi, dan gangguan visus. Tetapi dengan preparat baru
(ipratropium bromide) yang dapat mengurangi efek samping tersebut maka obat ini mulai
banyak lagi dipakai, terutama untuk orang dewasa yang menderita asma intrinsik atau
asma bronkitis yang bronkospasmenya dipengaruhi oleh asetilkolin.

KORTIKOSTEROID

 Kortikosteroid dikenal mempunyai efek yang kuat sebagai anti-inflamasi pada penyakit
artritis reumatoid, asma berat, asma kronik, penyakit inflamasi kronik dan berbagai
kelainan imunologik. Oleh karena efek anti inflamasi dan sebagai immunoregulator,
kortikosteroid memegang peranan penting pada pengobatan medikamentosa penyakit
alergi baik yang akut maupun kronik. Tetapi di samping manfaatnya, karena efek
sampingnya yang banyak juga menyebabkan penggunaan kortikosteroid ini harus tepat
guna dan tepat cara.
 Kortikosteroid alamiah dan buatan secara garis besar terbagi dalam mineralokortikoid
dan glukokortikoid. Walaupun pada saat ini pada preparat yang baru semakin diusahakan
untuk hanya mempunyai efek glukokortikoid, tetap masih mempunyai efek
minerelokortikoid walaupun sedikit.
 Walaupun tampaknya ada bermacam efek pada fungsi fisiologik, kortikosteroid
tampaknya mempengaruhi produksi protein tertentu dari sel. Molekul steroid memasuki
sel dan berikatan dengan protein spesifik dalam sitoplasma. Kompleks yang terjadi
dibawa ke dalam nukleus, lalu menimbulkan terbentuknya mRNA yang kemudian
dikembalikan ke dalam sitoplasma untuk membantu pembentukan protein baru, terutama
enzim, sehingga melalui jalan ini kortikosteroid dapat mempengaruhi berbagai proses.
Kortikosteroid juga mempunyai efek terhadap eosinofil, mengurangi jumlah dan
menghalangi terhadap stimulus. Pada pemakaian topikal juga dapat mengurangi jumlah
sel mast di mukosa. Kortikosteroid juga bekerja sinergistik dengan agonis β2 dalam
menaikkan kadar cAMP dalam sel.
 Indikasi utama adalah untuk reaksi alergi akut berat yang dapat membahayakan
kehidupan, seperti status asmatikus, anafilaksis, dan dermalitis exfoliativa. Selain itu,
juga untuk reaksi alergi berat yang tidak membahayakan kehidupan tetapi sangat
mengganggu, misalnya dermatitis kontak berat, serum sickness, dan asma akut yang
berat. Indikasi lain adalah untuk penyakit alergi kronik berat sambil menunggu hasil
pengobatan konvensional, atau untuk mengatasi keadaan eksaserbasi akut pada pasien
yang memakai kortikosteroid dosis rendah jangka panjang, harus dinaikkan dosisnya bila
terjadi eksaserbasi.

Anda mungkin juga menyukai