ANALISIS REAL I
E. Herawati
Departemen Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
E. Herawati
Departemen Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Medan
E-mail: herawaty.elv@gmail.com
DAFTAR ISI
4 BARISAN 57
4.1 Barisan Bilangan Real . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 57
4.1.1 Konvergensi Barisan . . . . . . . . . . . . . . . . . 58
Latihan Subbab 4.1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 63
4.2 Sifat-sifat Limit Barisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 65
4.2.1 Sifat Monoton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 65
4.2.2 Sifat Linear . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 67
4.2.3 Barisan Monoton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 70
Latihan Subbab 4.2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 75
4.3 Barisan Bagian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 78
4.3.1 Eksistensi Barisan Bagian Monoton . . . . . 82
Latihan Subbab 4.3 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 83
4.4 Limit Superior dan Inferior Barisan . . . . . . . . . . . . 85
Latihan Subbab 4.4 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 90
4.5 Kriteria Cauchy . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 92
4.5.1 Barisan Kontraktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 97
Latihan Subbab 4.5 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 101
4.6 Deret Tak Hingga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 102
4.6.1 Uji Banding . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 105
Latihan Subbab 4.6 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 108
7 DIFFERENSIAL 162
7.1 Turunan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 162
7.1.1 Sifat Aljabar Turunan . . . . . . . . . . . . . . . 164
7.1.2 Aturan Rantai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 168
Latihan Subbab 7.1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 171
7.2 Teorema Nilai Rata-Rata . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 173
Latihan Subbab 7.2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 179
7.3 Dalil L’Hospital . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 190
Latihan Subbab 7.3 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 196
7.4 Turunan Tingkat Tinggi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 197
Latihan Subbab 7.4 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 202
INDEKS 204
DAFTAR PUSTAKA 206
BAB 1
HIMPUNAN, FUNGSI DAN LOGIKA
Pada bab ini, akan diberikan konsep himpunan, fungsi dan logika
serta beberapa sifatnya.
B = {b1 , b2 , b3 , ...}
n
1
√ o
Sebagai contoh, H = 2 , 1, 2, e, π .
Z = {. . . , −2, −1, 0, 1, 2, . . .}
Q = {m/n : m, n ∈ Z, n 6= 0}
{0, 1, 2, . . .}.
A\B = {x | x ∈ A, x ∈
/ B}
S = x | terdapat S ∈ T sehingga x ∈ S
[
S∈T
S = x | untuk setiap S ∈ T , x ∈ S .
\
S∈T
1.2 Fungsi
Pada subbab ini akan dibahas tentang konsep dasar dari fungsi. Pe-
metaan atau fungsi dari himpunan A ke himpunan B adalah suatu
aturan yang menghubungkan setiap anggota di A ke satu dan hanya
satu anggota di B, dan ditulis dengan notasi f : A → B. Dengan ka-
ta lain, f memetakan setiap anggota x di A, ditulis dengan notasi
f (x) di B. Himpunan A yang dikenakan oleh f disebut domain dari
f , dan himpunan B yang f mengambil nilainya disebut kodomain
dari f . Fungsi f yang memetakan x ke f (x) ditulis x 7→ f (x). Jika B
merupakan himpunan bilangan real, maka f disebut fungsi bernilai
real yang didefinisikan pada himpunan A. Selanjutnya, jika S ⊂ A,
himpunan
f (S) = { f (x) | x ∈ S}
Jika T ⊂ B, himpunan
f −1 (T ) = {x : f (x) ∈ T }
Gambar 1.4 f −1 (T )
f f −1 (H) = y ∈ R : 0 ≤ y ≤ 1 6= H.
f −1 (G ∩ H) ⊆ f −1 (G) ∩ f −1 (H).
x ∈ f −1 (G) ∩ f −1 (H).
f −1 (G ∩ H) ⊆ f −1 (G) ∩ f −1 (H).
(i) Fungsi f dikatakan satu-satu atau injektif jika dan hanya jika
f (a1 ) = f (a2 )
berlaku a1 = a2 .
2x1 2x2
= ,
(x1 − 1) (x2 − 1)
a = f −1 (b) ⇐⇒ b = f (a).
f (x) = 2x + 3,
1
f −1 (y) = (y − 3), D( f −1 ) = R
2
dengan D( f ◦ g) = R.
√
(b) Pada contoh bagian (a), fungsi invers dari f (x) = 1 + x adalah
f −1 (y) = y2 − 1
(a) {1, 2, 3, 4}
(b) {1, 3, 5, 7}
(c) N
P Q P≡Q
B B B
B S S
S B S
S S B
Dalam hal ini bernilai benar apabila P bernilai salah dan bernilai
salah apabila P benar.
Selain kalimat negasi, ada juga kalimat konjungsi dan disjung-
si. Jika P dan Q adalah pernyataan, maka konjungsinya dinotasikan
dengan P ∧ Q. Konjungsi P ∧ Q bernilai benar jika P dan Q kedu-
anya bernilai benar dan selain itu bernilai salah. Disjungsi dari P
dan Q ditulis dengan notasi P ∨ Q, dalam hal ini bernilai benar jika
salah satu dari P dan Q bernilai benar atau salah jika keduanya ber-
nilai salah. Tabel kebenaran dari konjungsi dan disjungsi diberikan
sebagai berikut:
P Q P∧Q P∨Q
B B B B
B S S B
S B S B
S S S S
P⇒Q
P Q P⇒Q
B B B
B S S
S B B
S S B
(P ⇒ Q) dan (Q ⇒ P).
P Q P ⇒ Q Q ⇒ P (P ⇒ Q) ∧ (Q ⇒ P) P ⇔ Q
B B B B B B
B S S B S S
S B B S S S
S S B B B B
(∀x)(∃y)(x + y = 0)
tor konjungsi yaitu "P dan Q " benar, adalah harus membuktikan P
benar dan Q benar.
Sementara, untuk membuktikan disjungsi "P atau Q benar", da-
pat dilakukan dengan menganggap P salah kemudian menunjukkan
Q benar. Karena dalam hal ini, jika P benar, berlaku disjungsi "P
atau Q benar", sehingga tidak ada yang harus dilakukan. Untuk per-
nyataan yang berbentuk implikasi "jika P maka Q" proses pembuk-
tian dapat dilakukan dengan dua cara yaitu metode langsung dan
metode tidak langsung. Pada metode langsung, jika P salah maka
"P ⇒ Q" otomatis benar, sehingga tidak ada yang harus dilakukan.
Oleh karena itu yang dilakukan dengan menganggap P benar dan
kemudian menunjukkan Q juga benar. Cara lain pernyataan impli-
kasi dengan metode pembuktian tidak langsung. Ada dua tipe bukti
tidak langsung :
(1) Metode bukti dengan Kontrapositif
(2) Metode bukti dengan Kontradiksi
Kedua tipe metode tak langsung ini dilakukan dengan asumsi Q
bernilai salah, dengan kata lain pernyataan Q tidak benar.
(1) Metode bukti Kontrapositif untuk implikasi P ⇒ Q dilakukan
dengan cara kontrapositif ∼ Q ⇒∼ P.
Contoh 1.5.1 Jika n bilangan bulat dan n2 genap, maka n genap.
Pernyataan ini dapat dibuktikan dengan kontrapositif pada implika-
si P ⇒ Q. Dalam hal ini, P : n2 genap dan Q : n bilangan genap.
Negasi dari Q : n bilangan ganjil dengan hipotesa P : n2 genap. Ak-
an dibuktikan dengan metode kontrapositif, jadi diambil negasi dari
Q : n bilangan ganjil, akan ditunjukkan P : n2 ganjil yaitu implikasi
∼ Q ⇒∼ P. Karena n ganjil, maka n = k + 1, untuk bilangan bulat
k. Akibatnya,
n2 = (k + 1)2 = k2 + 2k + 1
= k(k + 2) + 1
(P dan (∼ Q))
N = {1, 2, 3, ...}.
r − rn+1
r + r2 + . . . + rn = untuk r 6= 1.
1+r
Prinsip Induksi Matematika merupakan alat yang sangat berguna
dalam menetapkan bahwa identitas tersebut berlaku untuk setiap
bilangan bulat positif.
a+0 = 0+a = a
a + (−a) = (−a) + a = 0
5. a · b = b · a untuk setiap a, b ∈ Z,
6. (a · b) · c = a · (b · c) untuk setiap a, b, c ∈ Z,
7. Terdapat bilangan 1 ∈ Z dengan 1 6= 0 sehingga untuk setiap
a ∈ Z berlaku
a·1 = 1·a = a
22
n ∈ N.
3. Buktikan bahwa 3 + 11 + . . . + (8n − 5) = 4n2 − n untuk setiap
n ∈ N.
4. Buktikan bahwa 12 + 32 + . . . + (2n − 1)2 = (4n3 − n)/3 untuk
setiap n ∈ N.
5. Buktikan bahwa
n(n + 1)
12 − 22 + 32 + · · · + (−1)n+1 n2 = (−1)n+1
2
untuk setiap n ∈ N.
6. Buktikan bahwa n3 + 5n habis dibagi oleh 6 untuk setiap n ∈ N.
7. Buktikan bahwa 52n − 1 habis dibagi oleh 8 untuk setiap n ∈ N.
8. Buktikan bahwa 5n − 4n − 1 habis dibagi oleh 16 untuk setiap
n ∈ N.
9. Buktikan bahwa n3 +(n+1)3 +(n+2)3 habis dibagi oleh 9 untuk
setiap n ∈ N.
10. Tentukan rumus umum dari penjumlahan
1 1 1
+ +···+
1·3 3·5 2n − 1 · 2n + 1
23
a · s = s · a = 1. (2.1)
1
r = (r1 + r2 ).
2
Bilangan-bilangan rasional yang padat terurut seolah menunjukk-
an bahwa himpunan bilangan rasional sudah memuat semua bilang-
an yang diperlukan. Faktanya tidak demikian, banyak celah yang
diisi oleh bilangan tak rasional, yang disebut bilangan irrasional.
Fakta ini diperlihatkan pada teorema berikut.
p2 = 2q2 .
a + b = b + a dan a · b = b · a
(a + b) + c = a + (b + c) dan (a · b) · c = a · (b · c)
a + (−a) = 0
27
a·b = 1
a · (b + c) = a · b + a · c.
0 = a + (−a) = (z + a) + (−a)
= z + (a + (−a)) = z + 0 = z.
b = b + 0 = b + (a + (−a)) = (b + a) + (−a)
= (a + b) + (−a) = −a.
(d) (x − 1)(x + 2) = 0.
6. Jika a ∈ R dengan a.a = a, buktikan bahwa a = 0 atau a = 1.
7. Jika a 6= 0 dan b 6= 0, buktikan bahwa 1/(ab) = (1/a)(1/b).
8. Jika a ∈ R, buktikan bahwa a2 + b2 = 0 jika dan hanya jika a = 0
dan b = 0.
a ∈ P, a = 0, −a ∈ P.
Sifat (i) dan (ii) disebut sifat urutan di R. Dalam hal ini, sifat (ii)
disebut sifat Trikotomi. Oleh karena itu, jika sebarang lapangan tak
kosong F memenuhi sifat urutan di atas, maka F disebut lapangan
terurut. Dari sifat urutan ke (ii), dapat dibentuk himpunan bagian
yang lain dari R, yaitu
N = −a ∈ R : a ∈ P .
N ∪ {0} ∪ P.
30
Bukti. (i) Jika diberikan a > b dan b > c, maka a−b ∈ P dan b−c ∈
P. Dari definisi, diperoleh
a − c = (a − b) + (b − c) ∈ P.
(a + c) − (b + c) = a − b ∈ P
(ii) 1 > 0.
(iii) Jika n ∈ N, maka n > 0.
(a + c) − (b + d) = (a − b) + (c − d) ∈ P.
Jadi, a + c > b + d.
(iii) Jika a − b ∈ P dan c ∈ P, maka ca − cb = c(a − b) ∈ P. Ja-
di, ca > cb. Jika −c ∈ P, maka −ca + cb = −c(a − b) ∈ P. Jadi,
cb > ca.
32
(iv) Jika a > 0, maka a 6= 0. Jadi, ada elemen 1/a. Andai 1/a = 0,
maka 1 = a · 1/a = 0 suatu kontradiksi. Jadi, seharusnya 1/a 6=
0. Jika 1/a < 0, maka dari bagian (c) untuk c = 1/a dan a > 0
diperoleh
1 = 1/a · a < 1/a · 0 = 0
Hal ini merupakan kontradiksi. Oleh karena itu, haruslah 1/a > 0.
Selanjutnya jika a < 0, maka dengan cara yang sama dapat diperli-
hatkan bahwa 1/a < 0.
Telah diperlihatkan pada Teorema 3.2.3 (iii) untuk setiap n ∈ N
berlaku n ∈ P. Oleh karena itu, 1/n ∈ P. Akibatnya, bentuk bilang-
an rasional m/n = m(1/n) dengan m, n ∈ N, merupakan bilangan
elemen-elemen positif. Akibat sifat urutan dan aksioma penjumlah-
an dan perkalian di R, diperoleh hasil berikut.
Bukti. Diketahui a < b, maka 2a = a+a < a+b < b+b = 2b. Oleh
karena itu,
2a < a + b < 2b.
1
Karena 2 > 0, maka 2 > 0. Jadi, dengan menggunakan Teorema
3.2.4 (iii) diperoleh
1 1 1
a = (2a) < (a + b) < (2b) = b.
2 2 2
Dua pernyataan berikut sering digunakan pada proses pembukti-
an suatu teorema, yaitu untuk memperlihatkan kapan suatu bilang-
an a ≥ 0 adalah sama dengan nol. Hal ini cukup ditunjukkan bahwa
bilangan a lebih kecil dari sebarang bilangan positif.
1 1
a − ε0 = a − (a − b) = (a + b) > b.
2 2
Hal ini kontradiksi dengan yang diberikan. Berarti, pengandaian
salah. Harusnya, a ≤ b.
Sebagaimana telah disampaikan pada Teorema 3.2.1 (i), bahwa
perkalian dua bilangan real positif juga positif. Akan tetapi, kepo-
sitifan dari perkalian dua bilangan real tidak berakibat salah satu
faktor positif. Kesimpulan yang benar adalah faktor-faktornya ha-
rus mempunyai tanda yang sama (keduanya positif atau keduanya
negatif). Hal ini diperlihatkan pada teorema berikut.
Teorema 3.2.8 Jika ab > 0, maka salah satu dari kemungkinan ber-
ikut yang berlaku:
(i) a > 0 dan b > 0, atau
(ii) a < 0 dan b < 0.
(ii) Dengan cara yang sama, dapat diperlihatkan bahwa jika a < 0,
34
1
maka a < 0 dan diperoleh b = (1/a)(ab) < 0.
Akibat 3.2.9 Jika ab < 0, maka salah satu dari kemungkinan beri-
kut yang berlaku:
(i) a < 0 dan b > 0, atau
(ii) a > 0 dan b < 0.
maka (i) a < 0 dan b > 0, atau (ii) a > 0 dan b < 0.
3.2.1 Pertidaksamaan
Pada bagian ini, akan diperlihatkan bahwa sifat terurut dapat digu-
nakan untuk menyelesaikan pertidaksamaan tertentu.
Contoh 3.2.10 (a) Jika c ∈ R dengan c > 1, maka untuk setiap n ∈
N berlaku cn ≥ c. Hal ini diperlihatkan dengan cara sebagai berikut.
Karena c > 1, maka c = 1 + a untuk suatu bilangan a > 0. Oleh
karena itu, cn = (1 + a)n ≥ 1 + na ≥ 1 + a = c untuk setiap n ∈ N.
(b) Mencari himpunan A dari bilangan real x dengan x2 > 3x + 4
dapat dilakukan melalui bentuk pertidaksamaan berikut.
maka
(i) x > 4 dan x > −1
(ii) x < 4 dan x < −1
Pada kasus (i) diperoleh x > 4 dan pada kasus (ii) diperoleh x < −1.
Jadi, A = {x ∈ R : x < −1} ∪ {x ∈ R : x > 4}.
Pada contoh ini yang dibahas hanya untuk kasus (i). Jika a > 0 dan
b > 0, maka a + b > 0. Perhatikan bahwa
√ 1
Sebaliknya, jika ab = (a + b), maka
2
1
ab = (a + b)2 ⇐⇒ 4ab = a2 + 2ab + b2
4
⇐⇒ a2 − 2ab + b2 = 0
⇐⇒ (a − b)2 = 0
⇐⇒ a = b.
√ √ 1
a − 2 ab + b > 0 atau ab < (a + b).
2
Kemudian, jika diberikan bilangan real non-negatif a1 , a2 , . . . , an
untuk n ∈ N, diperoleh generalisasi dari pertidaksamaan 3.1, yaitu
a1 + a2 + . . . + an
(a1 a2 . . . an )1/n ≤
n
dengan bentuk persamaan berlaku jika dan hanya jika a1 = . . . = an .
(c) Pertidaksamaan Cauchy
(i) Jika n ∈ N dan a1 , a2 , · · · , an serta b1 , b2 , · · · , bn merupakan
bilangan-bilangan real, maka
!2 ! !
n n n
∑ aibi ≤ ∑ a2i ∑ b2i .
i=1 i=1 i=1
= B(BA −C2 ) ≥ 0.
batas bawah oleh setiap bilangan real m ≤ 0 dan terbatas atas oleh
setiap bilangan M ≥ 1.
A = x ∈ Q : x2 < 2 ,
(i) I = x ∈ R : x2 < 4
−A = {−x : x ∈ A}
sup(s + A) = s + sup A.
sup(s + A) ≤ s + u (3.2)
s + u ≤ sup(s + A) (3.3)
44
sup(s + A) = s + sup A.
(b) Jika f (x) ≤ g(x) untuk setiap x ∈ D, maka sup f (D) dan inf g(D)
tidak memenuhi relasi di atas. Sebagai contoh, jika diambil
D = {x ∈ R : 0 ≤ x ≤ 1}
dengan
f (x) = x2 dan g(x) = x untuk x ∈ D
maka diperoleh f (x) ≤ g(x) untuk setiap x ∈ D, tetapi dalam hal
ini sup f (D) = 1 dan inf g(D) = 0.
(c) Jika f (x) ≤ g(y) untuk setiap x, y ∈ D, maka sup f (D) ≤ inf g(D).
Hal ini berlaku karena g(y) merupakan batas atas dari f (x) untuk
setiap x ∈ D. Jadi, sup f (D) ≤ g(y) untuk setiap y ∈ D. Oleh karena
itu, sup f (D) ≤ inf g(D).
A + B dan A · B.
45
(b) Jika A dan B tak kosong dan terbatas atas, buktikan bahwa
(c) Jika A dan B adalah himpunan bagian tak kosong dari him-
punan bilangan real positif yang terbatas atas, perlihatkan
bahwa
sup(A · B) = (sup A)(sup B).
(d) Berikan sebuah contoh dari dua buah himpunan tak kosong
yang terbatas A dan B dengan sup(A · B) 6= (sup A)(sup B).
f (x, y) = 3x + 2y
1 2
2u 1 1
u+ = u2 + + 2 ≤ u2 + (2u + 1).
n n n n
1
(2u + 1) < 2 − u2 ,
n
2
dan akan diperoleh u + 1n < u2 + (2 − u2 ) = 2. Dari asumsi dike-
tahui 2−u2 > 0, karena u > 1 maka (2−u2 )/(2u+1) > 0. Menurut
sifat Archimedean ada n ∈ N sehingga
1 2 − u2
< .
n 2u + 1
Hal ini berarti u + 1/n ∈ A dan kontradiksi dengan fakta bahwa
u = sup A. Oleh karena itu, pengandaian untuk u2 < 2 tidak berlaku.
Selanjutnya, diasumsikan u2 > 2. Akan ditunjukkan ada m ∈ N
sehingga u − 1/m merupakan batas atas dari A, yang berarti hasil
ini kontradiksi dengan fakta bahwa u = sup A. Untuk itu, perhatikan
48
1 2
2u 1 2u
u− = u2 − + 2 > u2 − .
m m m m
2u 2u
<m atau < u2 − 2.
u2 − 2 m
Teorema 3.6.1 (i) |x| ≥ 0 dan |x| = 0 jika dan hanya jika x = 0.
(v) Anggap |x| ≤ |y|. Jika x ≥ 0, maka x ≤ y. Dalam hal ini, jelas
0 ≤ y. Oleh karena itu, −y ≤ 0 ≤ x. Jadi, berlaku −y ≤ x ≤ y. Jika
x < 0, maka −x ≤ y. Akibatnya, x ≥ −y dan y ≥ 0. Oleh karena itu,
y ≥ 0 > x. Jadi, berlaku −y ≤ x ≤ y. Sebaliknya, anggap berlaku
−y ≤ x ≤ y. Jika x ≥ 0, maka x ≤ y ekivalen dengan |x| ≤ |y|. Jika
x < 0, maka −y ≤ x berakibat (−x) ≤ y. Hal ini ekivalen dengan
|x| ≤ |y|.
|2x2 + 3x + 1|
| f (x)| = .
|2x − 1|
Nε (a) = (a − ε, a + ε).
|x + 1| + |x − 2| = 7.
(b) 3|x| ≤ 2 − x.
10. Tentukan semua nilai x ∈ R yang memenuhi pertidaksamaan ber-
ikut.
(a) |x − 1| > |x + |.
(b) |x| + |x + 1| < 2.
BAB 4
BARISAN
Nε (a) = {x ∈ R : |x − a| < ε}
Hal menarik dari suatu barisan (xn ) adalah perilaku suku ke-n,
yaitu xn , untuk n besar.
Dalam hal ini, x0 disebut limit dari barisan (xn ). Barisan yang tidak
konvergen disebut barisan divergen.
3n + 2
(b) → 3, untuk n → ∞. Untuk memperlihatkan hal ini, di-
n+1
ambil sebarang bilangan ε > 0. Karena
3n + 2 3n + 2 − 3n − 3 −1
n + 1 − 3 =
=
n+1 n + 1
1 1
= <
n+1 n
dan 1/ε > 0, maka dengan menggunakan sifat Archimedean, ter-
dapat N ∈ N dengan 1/ε < N. Oleh karena itu, untuk setiap n ≥ N
berlaku
3n + 2 1
− 3 < ≤ 1 < ε.
n+1 n N
3n + 2
Karena ε > 0 sebarang, hal ini berarti → 3, untuk n → ∞.
n+1
Contoh 4.1.4 Akan ditunjukkan bahwa barisan 1 − (−1)n diver-
Teorema 4.1.5 Jika suatu barisan (xn ) konvergen, maka limit ba-
risan (xn ) tunggal.
Bukti. Anggap barisan (xn ) konvergen ke x00 dan x000 , yaitu xn → x00
dan xn → x000 untuk n → ∞. Hal ini berarti untuk sebarang ε > 0,
terdapat N 0 , N 00 ∈ N sehingga
Contoh 4.1.7 Ekor ke-2 dari barisan x = (1, 1/2, 1/3, 1/4, 1/5, ...)
adalah barisan x[2] = (1/3, 1/4, ...).
|xk − x0 | < ε.
|xk − x0 | < ε.
|xn − x0 | < ε.
Bukti. Diketahui
|xn − x0 | ≤ c an < ε.
62
(b) Jika 0 < b < 1, akan ditunjukkan bn → 0. Karena 0 < b < 1, ma-
ka 1/b > 1, akibatnya a = 1/b − 1 > 0 atau b = 1/(1 + a). Menurut
pertidaksamaan Bernoulli berlaku (1 + a)n ≥ 1 + na. Oleh karena
itu,
1 1 1
0 < bn = ≤ < .
(1 + a)n 1 + na na
Jika diambil c = 1/a dan (an ) = (1/n), maka c > 0 dan an → 0.
Hal ini berakibat bn → 0.
Selanjutnya, dianggap
M = max |x1 |, |x2 |, · · · , |xN−1 |, 1 + |x| .
Hal ini berarti (xn ) terbatas. Tetapi dari Contoh 4.1.4 barisan (xn )
tidak konvergen.
(−1)n n
(e) , p = 0.
n2 + 1
r !
1 1
(f) n 1+ −1 ,p= .
n 2
2. Buktikan bahwa masing-masing barisan berikut divergen di R.
(a) n(1 + (−1)n )) .
n 1
(b) (−1) + .
n
nπ
(c) sin .
2
nπ
(d) n sin
2
(−1)n n
(e) .
n+1
3. Diberikan b > 0. Buktikan bahwa lim 1/(1 + nb) = 0.
4. (a) Jika b > 1, buktikan bahwa lim (1/bn ) = 0.
(b) Jika 0 ≤ b < 1, tunjukkan lim (bn ) = 0.
5. Diberikan barisan bilangan real (an ) dengan lim (an ) = a. Buk-
tikan bahwa lim (a2n ) = a2 .
6. Diberikan barisan bilangan real (an ) dengan lim (an ) = a. Buk-
tikan bahwa lim (a3n ) = a3 .
7. Diberikan barisan bilangan real (an ) dengan an ≥ 0untuk setiap
√ √
n ∈ N dan lim (an ) = a. Buktikan bahwa lim an = a.
8. Buktikan bahwa jika barisan (an ) konvergen ke a, maka barisan
(|an |) konvergen ke |a|. Apakah kebalikannya berlaku?
9. Diberikan barisan bilangan real (an ) dengan lim (an ) = a. Jika
a > 0, buktikan bahwa terdapat N ∈ N sehingga an > 0 untuk
setiap n ≥ N.
10. Diberikan barisan bilangan real (an ) dengan |an − an+1 | ≥ c, un-
tuk suatu c > 0 dan untuk setiap n ∈ N. Buktikan bahwa barisan
(an ) divergen.
65
Teorema 4.2.1 Jika (xn ) dan (yn ) merupakan barisan bilangan real
yang konvergen dengan xn ≤ yn untuk setiap n ∈ N, maka
x0 = xn + x0 − xn < yn + ε/2
= yn − y0 + y0 + ε/2 < y0 + ε.
xn ≤ zn ≤ yn , untuk setiap n ∈ N.
−ε < xn − L ≤ zn − L ≤ yn − L < ε.
Contoh 4.2.6 Jika (xn ) = (−1), (yn ) = (1), dan (zn ) = (−1)n+1 ,
Teorema 4.2.8 Diberikan barisan bilangan real (xn ) dan (yn ) kon-
vergen dan c ∈ R. Diperoleh barisan (cxn ), (xn + yn ), dan (xn yn )
konvergen, dan
1
|y0 | ≤ |y0 − yn | + |yn | < |y0 | + |yn |
2
maka untuk setiap n ≥ N berlaku
1
|yn | ≥ |y0 |.
2
Oleh karena itu,
− = |y0 − yn | < 2 |yn − y0 |.
1 1
yn y0 |yn ||y0 | |y0 |2
|y0 |2
|yn − y0 | < ε .
2
Oleh karena itu, untuk setiap n ≥ N0 berlaku
1 1
− < ε.
yn y0
(iii) monoton, jika (xn ) merupakan barisan monoton naik atau ba-
risan monoton turun.
(b) Barisan
1 1 1 1 1 1 1 1
1, , , · · · , , , · · · , 1, , 2 , · · · , n , n+1 , · · ·
2 3 n n+1 2 2 2 2
run.
(c) Barisan
(i) Jika (xn ) merupakan barisan monoton naik dan terbatas, maka
xn −→ sup{xn : n ∈ N},
(ii) Jika (xn ) merupakan barisan monoton turun dan terbatas, ma-
ka
xn −→ inf{xn : n ∈ N}.
Jadi,
|xn − x∗ | < ε untuk setiap n ≥ n0 .
Karena ε > 0 sebarang, maka dapat disimpulkan
xn → x∗ = sup{xn : n ∈ N}.
1
x1 = 2 dan xn+1 = 2 + untuk setiap n ∈ N.
xn
1
x1 = 1 dan xn+1 = (2xn + 3) untuk n ≥ 1.
4
Akan ditunjukkan lim(xn ) = 1/4. Perhatikan bahwa x1 < x2 < 2
dan akan diperlihatkan xn < 2 untuk setiap n ∈ N. Untuk itu, asum-
sikan xk < 2 untuk suatu k ∈ N, maka
1 1 7
xk+1 = (2xk + 3) < (4 + 3) = < 2.
4 4 4
73
Oleh karena itu, diperoleh xn < 2 untuk setiap n ∈ N. Hal ini berarti
barisan (xn ) terbatas atas oleh 2. Selanjutnya, akan diperlihatkan
bahwa xn < xn+1 untuk setiap n ∈ N. Untuk n = 1, jelas bahwa
x1 < x2 . Diasumsikan bernilai benar bahwa xk < xk+1 untuk suatu
k ∈ N, maka
1 1
xk+1 = (2xk + 3) < (2xk+1 + 3).
4 4
Akibatnya, jika xk < xk+1 , maka diperoleh xk+1 < xk+2 . Hal ini ber-
arti xn < xn+1 untuk setiap n ∈ N, yaitu (xn ) merupakan barisan
naik dan terbatas atas oleh 2. Berdasarkan Teorema 4.2.11, maka
ada x0 = lim(xn ) dengan x0 = sup{xn : n ∈ N}. Tetapi, mencari sup-
remum himpunan ini juga tidak mudah. Oleh karena itu, digunakan
prinsip kekonvergenan dari ekor barisan, yaitu
1 1
x0 = lim(xn+1 ) = 2 lim(xn ) + 3 = (2x0 + 3)
4 4
3
dan diperoleh x0 = .
2
(b) Diberikan barisan √bilangan real (xn ) dengan x1 = 1 dan untuk
n ∈ N berlaku xn+1 = 2xn . √Akan ditunjukkan lim(xn ) = 2. Untuk
itu, karena x1 = 1 dan x2 = 2, maka diperoleh 1 ≤ x1 < x2 < 2.
Selanjutnya, diasumsikan barisan (xn ) naik dan terbatas atas oleh
2. Berdasarkan Prinsip Induksi Matematika, diperoleh bahwa per-
tidaksamaan 1 ≤ xn < xn+1 < 2 benar untuk n = 1. Kemudian, di-
anggap benar untuk n = k, yaitu
1 n
en = 1+
n
n 1 n(n − 1) 1 n(n − 1)(n − 2) 1
= 1+ · + · 2+ · 3
1 n 2! n 3! n
n(n − 1) · · · 2 · 1 1
+···+ n
n! n
1 1 1 1 2
= 1+1+ 1− + 1− 1− +···
2! n 3! n n
1 1 2 n−1
+ 1− 1− ··· 1− .
n! n n n
75
Karena 1/(n + 1) < 1/n, maka diperoleh 1 − 1/n < 1 − 1/(n + 1).
Hal ini berakibat 2 < en < en+1 , atau barisan (en ) monoton naik dan
terbatas bawah oleh 2. Selanjutnya, untuk p = 1, 2, . . . , n, perhati-
kan bahwa (1 − p/n) < 1 dan 2 p−1 ≤ p!, maka 1/p! ≤ 1/2 p−1 .
Oleh karena itu,
1 1 1
2 < en < 1 + 1 + + 2 + · · · + n−1 .
2 2 2
Karena
1 1 1 1
+ 2 + · · · + n−1 = 1 − n−1 < 1,
2 2 2 2
maka 2 < en < 3 untuk setiap n ∈ N. Menurut Teorema Monoton
Konvergen, barisan (en ) konvergen ke e0 dengan 2 < e0 < 3.
(e) q 1 − 1.
1
1+ n
p
(f) ( n2 + n − n).
√ √ √
(g) n( n + a − n) , a > 0.
(2n + 2n )1/n .
(h)
1 + (−1)n
(a) 1+ .
n
1 nπ
(b) sin .
n 2
2 !
1 n2 + 1
(c) .
n2 2n + 3
3n
(d)
2n + n2
√3
!
8n3 + 5
(e) √
9n2 − 4
n cos nπ
(f)
2n + 3
4. Buktikan bahwa
1 π
lim cos n = 0.
n 2
lim(an+1 /an ) = L.
Sebagai contoh,
(x2 , x3 , x4 , · · · )
dan
(x2 , x4 , x8 , x16 , · · · )
merupakan barisan bagian dari (xn ). Pada barisan pertama, bentuk
nk = k + 1 dan pada barisan kedua, bentuk nk = 2k .
Contoh 4.3.2 Barisan bagian dari barisan (1/n) adalah barisan
1 1 1 1
= 1, , , , · · ·
k2 4 9 16
bukan barisan bagian dari (1/n), karena (nk ) bukan merupakan ba-
risan naik untuk k ∈ N.
79
n = 2k untuk k ∈ N, maka
1
xn = x2k = 1 +
2k
dan diperoleh barisan (xn ) konvergen ke 1. Selanjutnya jika n ganjil,
yaitu n = 2k + 1, maka
1
xn = x2n+1 = −1 +
2k + 1
dan barisan xn konvergen ke −1. Hal ini menunjukkan bahwa −1
dan 1 merupakan limit dari barisan bagian. Dalam hal ini, jika un-
tuk setiap sejumlah tapi hingga dari nk merupakan bilangan genap,
maka barisan (ank ) konvergen ke 1. Dengan cara yang sama jika
untuk setiap sejumlah tetapi hingga nk merupakan bilangan ganjil,
maka barisan (ank ) konvergen ke −1. Jadi, 1 dan −1 adalah limit
hanya untuk barisan bagian dari barisan (an ).
yang artinya (xn ) barisan turun, dan dalam hal ini jelas 0 < xn < 1.
Oleh karena itu, menurut Teorema Monoton Konvergen, terdapat
x = lim(xn ). Selanjutnya, karena (x2n ) merupakan barisan bagian
dari (xn ), maka berdasarkan Teorema 4.3.5 x = lim(x2n ) dengan
x2n = b2n = (bn )2 = xn2 . Jadi,
2
x = lim(x2n ) = lim(xn ) = x2 .
1
1 1 1
2
x2n = c 2n = cn = (xn ) 2 .
Jadi,
1 1
x0 = lim(x2n ) = lim(xn ) 2 = (x0 ) 2 .
Oleh karena itu, x02 = x0 . Akibatnya, x0 = 0 atau x0 = 1. Karena
xn > 1 untuk setiap n ∈ N. Jadi, haruslah x0 = 1.
Contoh 4.3.8 (a) Barisan (−1)n tidak konvergen, karena ada ba-
risan bagian
(−1)2n = 1, 1, 1, · · ·
Hal ini berarti (xmk ) merupakan barisan bagian turun dari (xn ).
Kasus 2: Jika pada barisan (xn ) diambil suku-sukunya berhingga.
Anggap xm1 , xm2 , · · · , xmr dengan m1 < m2 < · · · < mr . Kemudian
dibentuk s1 = mr + 1 sebagai indeks terakhir dari pengambilan ter-
akhir. Karena xs1 tidak diambil, maka ada s2 > s1 dengan xs1 < xs2 .
Karena xs2 tidak diambil, maka ada s3 > s2 dengan xs2 < xs3 . Lakuk-
an terus langkah ini, sehingga akan diperoleh barisan bagian naik
(xsk ) dari (xn ).
Pada teorema selanjutnya, dibahas sebuah hasil yang penting
tentang suatu barisan terbatas.
Karena (xn ) terbatas, maka (xnk ) juga terbatas, yaitu |xnk | ≤ M un-
tuk setiap k ∈ N. Selanjutnya
dari Teorema 4.3.10, maka terdapat
barisan bagian xnk j dari (xnk ) yang monoton dan terbatas. Oleh
karena itu, xnk j → x untuk j → ∞. Hal ini berarti xnk j ∈ Nε0 (x) untuk
setiap j ∈ N. Kontradiksi dengan fakta (4.1) yaitu xnk ∈ / Nε0 (x).
(−1)n
(e) 1 −
n
(f) (1.5 + (−1)n )n
ak = inf{xn : n ≥ k}
bk = sup{xn : n ≥ k}.
xn ≤ bk untuk n ≥ k + 1.
Jadi bk+1 = sup Ek+1 ≤ bk , yaitu barisan (bk ) monoton turun. De-
ngan cara yang similar dapat diperlihatkan bahwa barisan (ak ) me-
rupakan barisan naik monoton.
Karena barisan ak ↑ dan barisan bk ↓, sehingga jika barisan (ak )
dan (bk ) terbatas, maka nilai limitnya selalu ada.
Definisi 4.4.1 Diberikan barisan bilangan real (xn ). Limit superior
dari (xn ) ditulis dengan notasi lim (xn ) dan didefinisikan sebagai
berikut
lim (xn ) = lim (bk )= inf sup{xn : n ≥ k}.
k∈N
Limit inferior dari barisan (xn ) ditulis dengan notasi lim (xn ) dan
didefinisikan sebagai berikut
lim (xn ) = lim (ak ) = sup inf{xn : n ≥ k}.
k∈N
Jadi,
1
bk = sup Ek = 1 + dan ak = inf Ek = −1.
k
Dengan cara yang serupa, untuk k ganjil diperoleh
1
bk = sup Ek = 1 + dan ak = inf Ek = −1.
k+1
88
xk > β − ε.
bk = sup{xn : n ≥ k}.
xk > bn − ε ≥ β − ε.
bn0 = sup{xn : n ≥ n0 } ≤ β + ε.
Akibat 4.4.5 lim (xn ) = lim (xn ) jika dan hanya jika terdapat bi-
langan β sehingga
β = lim(xn ).
Bukti. (⇐=) Diberikan lim (xn ) = β , berarti untuk setiap ε > 0 ada
n0 ∈ N, sehingga β − ε < xn < β + ε untuk setiap n ≥ n0 . Karena
90
Akibatnya, lim (ak ) = lim (bk ) = β . Jadi, lim (xn ) = lim (xn ) = β .
Dengan demikian xn → β .
|xm − xn | < ε
untuk setiap m, n ≥ N.
|xm − xn | ≥ ε0 .
|xm − xn | = |xn+1 − xn | = 2 = ε0 .
Pada Definisi 4.5.1, pernyataan |xm −xn | < ε untuk setiap bilang-
an asli m, n ≥ N ekuivalen dengan untuk setiap n ≥ N dan untuk
setiap k ∈ N berlaku
|xn+k − xn | < ε.
Jadi, jika lim |xn+k − xn | = 0 untuk setiap k ∈ N, maka (xn ) me-
rupakan barisan Cauchy. Tetapi, sebaliknya belum tentu berlaku,
yaitu jika barisan (xn ) di R yang memenuhi lim |xn+k − xn | = 0
untuk setiap k ∈ N tidak selalu berakibat (xn ) merupakan barisan
Cauchy. Hal ini diberikan pada contoh berikut.
1 1
xn = 1 + + · · · +
2 n
untuk setiap n ∈ N. Untuk setiap k ∈ N diperoleh
1 1 1 1
xn+k = 1 + + · · · + + +···+ .
2 n n+1 n+k
Oleh karena itu, untuk setiap k
∞ ∞
1
|xn+k − xn | = ∑ xn+k = ∑ n + k
k=1 k=1
maka ∞
1
lim |xn+k − xn | = ∑ lim =0
k=1 n+k
untuk setiap bilangan asli k. Akan ditunjukkan bahwa (xn ) bukan
barisan Cauchy. Jika m > n, maka
1 1 1
xm − xn = + +···+ .
n+1 n+2 m
94
1
|xm − xn | > .
2
Hal ini menunjukkan bahwa barisan (xn ) bukan barisan konvergen.
maka M > 0 dan |xn | ≤ M untuk setiap n ∈ N. Hal ini berarti barisan
(xn ) terbatas.
Teorema 4.5.5 Barisan bilangan real (xn ) konvergen jika dan ha-
nya jika (xn ) merupakan barisan Cauchy.
Akan ditunjukkan bahwa (xn ) konvergen dan akan dicari limit ba-
risannya. Dengan menggunakan induksi dapat ditunjukkan bahwa
1 ≤ xn ≤ 2 untuk semua n ∈ N. Karena untuk n = 3 diperoleh
x3 = 3/2, maka dapat disimpulkan bahwa (xn ) tidak monoton, dan
96
1
|xn − xn+1 | = untuk n ∈ N.
2n−1
Oleh karena itu, untuk m, n ∈ N dengan m > n, diperoleh
Selanjutnya diambil sebarang ε > 0, maka ε/4 > 0 dan dari sifat
Archimedean ada n0 ∈ N sehingga 1/2n0 < ε/4. Oleh karena itu,
untuk setiap m, n ≥ n0 berlaku
1 ε
|xn − xm | < n
< < ε.
20 4
Hal ini berarti (xn ) merupakan barisan Cauchy. Akibatnya, menurut
Teorema 4.5.5 terdapat x∗ ∈ R sehingga xn → x∗ untuk n → ∞. Un-
tuk mencari x∗ , dapat digunakan persamaan xn = (xn−2 + xn−1 )/2,
1 1 1
x2n+1 = 1 + + 3 + · · · + 2n−1
2 2 2
2 1
= 1+ 1− n .
3 4
97
Diperoleh,
2
lim(x2n+1 ) = 1 + .
3
Jadi, x∗ = 5/3.
m−n
n−1 1 −C n−1 1
=C |x2 − x1 | ≤ C |x2 − x1 |.
1 −C 1 −C
Karena 0 < C < 1, maka lim(Cn ) = 0. Oleh karena itu, setiap baris-
an kontraktif merupakan barisan Cauchy.
98
fn+1 fn+1 1 1
xn+1 = = = f
= .
fn+2 fn+1 + fn 1 + n 1 + xn
fn+1
1
xn+1 = .
1 + xn
Selanjutnya, dapat diperlihatkan dengan Prinsip Induksi Matemati-
ka bahwa untuk setiap n ∈ N berlaku 1/2 ≤ xn ≤ 1. Oleh karena
itu,
1 1 2
≤ ≤ .
2 1 + xn 3
Akibatnya,
|xn − xn−1 |
|xn+1 − xn | =
(1 + xn )(1 + xn−1 )
2 2 4
≤ |xn − xn−1 | = |xn − xn−1 |.
3 3 9
n−1
(i) |x∗ − xn | ≤ C1−C |x2 − x1 |
(ii) |x∗ − xn | ≤ C
1−C |xn − xn−1 |
C
= C Cm−2 + · · · +C + 1 |xn − xn−1 | ≤
|xn − xn−1 |.
1 −C
Jika xm → x∗ untuk m → ∞, maka
C
|x∗ − xn | ≤ |xn − xn−1 |.
1 −C
Dengan demikian (ii) terpenuhi.
1
x∗ = (x∗2 + 1) atau p(x∗ ) = x∗2 − 3x∗ + 1.
3
Jadi, x∗ adalah solusi dari persamaan. Dalam hal ini pendekatan
x∗ dapat dilakukan dengan memilih x1 dan menghitung x2 , x3 , . . .
Sebagai contoh, jika diambil x1 = 0.5, maka akan dicari n sehingga
|xn − x∗ | < 10−3 . Dengan cara menghitung langsung, diperoleh
1 5
x2 = (x12 + 1) = .
3 12
Dari Akibat 4.5.10 (i), cukup dicari n sehingga
Cn−1
|C2 −C1 | < 10−3 .
1 −C
Karena C = 2/3, maka
n−1
1 2 n−1
2 5 1
3 − = < 10−3 .
3 12 2 4 3
3 ln 10 − ln 4
Jadi, (n−1) > = 13.62 (untuk 2 desimal). Jika n = 15,
ln 3 − ln 2
dijamin bahwa
5
∗ 2
|x − x6 | < 3 |x2 − x1 | = 0.032922.
3
Pada bab ini, akan diperkenalkan mengenai deret tak hingga dari
bilangan real. Suatu deret tak hingga ditulis dengan notasi
∞
∑ xi = x1 + x2 + · · · + xn + · · ·
i=1
s1 = x1
s2 = s1 + x2 = x1 + x2
s3 = s2 + x3 = x1 + x2 + x3
..
.
sk = sk−1 + xk = x1 + x2 + x3 + · · · + xk .
Akan ditunjukkan bahwa untuk |r| < 1, maka deret ini konvergen ke
1
. Hal ini dijelaskan sebagai berikut: Jika sn = 1 + r + · · · + rn
1−r
103
1 rn+1
sn − =− .
1−r 1−r
Akibatnya
sn (1 − r) ≤ rn+1
1 − r
n+1
Karena |r → 0 untuk |r < 1, maka deret geometri
∞
1
∑ rn → 1 − r
untuk |r < 1.
n=0
Teorema 4.6.3 (Tes Uji Suku Ke-n) Jika deret ∑ xn konvergen, ma-
ka xn → 0.
s1 ≤ s2 ≤ · · · ≤ sk ≤ · · · .
Jumlah parsial
1 1 1 1 1 1
s2n = − + − −···− −
1 2 3 5 2n − 1 2n
Karena 0 < s2n < s2n + 1/(2n + 1) = s2n+1 ≤ 1, maka dua baris-
an bagian ini terbatas bawah oleh 0 dan terbatas atas oleh 1. Oleh
kerana itu, keduanya konvergen ke limit yang sama. Jadi, barisan
jumlah parsial (sn ) konvergen. Oleh karena itu, deret harmonik al-
ternating di atas konvergen.
0 ≤ xn ≤ yn untuk n ≥ K.
∞ ∞
(i) Jika ∑ yn konvergen, maka ∑ xn konvergen.
n=1 n=1
106
∞ ∞
(ii) Jika ∑ xn divergen, maka ∑ yn divergen.
n=1 n=1
∞
Bukti. (i) Anggap ∑ yn konvergen, maka untuk sebarang bilangan
n=1
ε > 0 ada M(ε) ∈ N sehingga jika m > n ≥ M(ε), berlaku
yn+1 + · · · + ym < ε.
Jika m > sup K, M(ε) , maka
∞ ∞
(ii) Jika r = 0 dan ∑ xn konvergen, maka ∑ yn konvergen.
n=1 n=1
Bukti. (i) Karena r > 0, maka untuk ε =r ada bilangan asli K
1
sehingga untuk setiap n ≥ K berlaku 0 ≤ r yn ≤ xn ≤ (2r)yn .
2
Oleh karena itu dengan menggunakan uji banding, (i) terbukti.
107
∞ 1
(c) Deret ∑ √ divergen.
n=1 n + 1
∞ 1 √
Karena deret ∑ √ divergen, maka jika diambil xn = 1/ n + 1
n=1 n
1
dan yn = √ , diperoleh
n
√
xn n 1
=√ =p → 1.
yn n+1 1 + 1/n
1 1
Jika diambil xn = dan yn = 2 , maka untuk n ≥ 4 berlaku
n! n
xn n2 n 1
0≤ = = < →0
yn n! 1 · 2 · · · (n − 1) n − 2
∞
1
7. Diberikan deret ∑ k p , p ∈ R.
k=1
Pada bab ini dibahas tentang perilaku suatu fungsi f pada titik-
titik yang dekat dengan titik c tetapi tidak sama dengan titik c. Per-
ilaku ini disebut sebagai limit fungsi f di titik c. Sebagai ilustrasi
diberikan contoh fungsi
1
f (x) = x sin untuk x 6= 0.
x
Fungsi ini tidak terdefinisi di x 6= 0. Berarti akan diselidiki perilaku
fungsi f di titik 0. Dalam hal ini diperlukan nilai fungsi f (x) untuk
x yang mendekati 0. Kalimat "mendekati" dituangkan pada bentuk
definisi di bawah ini dengan menggunakan konsep ε − δ .
yang sama juga berlaku untuk titik 2. Jadi himpunan A tidak mem-
punyai titik limit.
Oleh karena itu, |L1 − L2 | ≤ |L1 − f (x)| + |L2 − f (x)| < ε. Karena
ε > 0 sebarang, maka diperoleh L1 = L2 .
Nδ (c) = (c − δ , c + δ ) = {x ∈ R : |x − c| < δ }.
(b) lim x = c.
x→c
Anggap f (x) = x untuk setiap x ∈ R. Jika diambil ε > 0 sebarang,
maka dapat dipilih δ (ε) = ε. Sehingga jika 0 < |x − c| < δ (ε), ber-
laku | f (x) − c| = |x − c| < ε. Karena ε > 0 sebarang, maka dari
definisi dapat disimpulkan bahwa lim f (x) = c.
x→c
(c) lim x2 = c2 .
x→c
Anggap g(x) = x2 untuk setiap x ∈ R. Jika diambil sebarang ε > 0,
maka akan ditunjukkan |g(x) = x2 | = |x2 − c2 | < ε untuk x yang
cukup dekat dengan c. Untuk itu, perhatikan terlebih dahulu bahwa
x2 − c2 = (x + c)(x − c)
Pertidaksamaan ini harus lebih kecil dari ε, untuk itu dapat diambil
ε
|x − c| < . Oleh karena itu, jika dipilih
2|c| + 1
n ε o
δ (ε) = inf 1, ,
2|c| + 1
Karena untuk sebarang ε > 0 dapat dipilih δ (ε) sehingga 5.2 ber-
laku dan dapat disimpulkan bahwa lim x2 = c2 .
x→c
114
x3 − 4 4
(d) lim = .
x→2 x2 + 1 5
x3 − 4
Anggap ϕ(x) = untuk setiap x ∈ R. Karena
x2 + 1
3 2
2
ϕ(x) − 4 = 5x − 4x − 24 = |5x + 6x + 12| |x − 2|,
5 5(x2 + 1) 5(x2 + 1)
x3 − 4 4
Karena ε > 0 sebarang, maka diperoleh lim = .
x→2 x2 + 1 5
Catatan:
(i) Pada pendefinisian limit, pilihan δ bergantung pada ε dan c.
1 1
Contoh 5.1.7 lim = jika c > 0.
x→c x c
Anggap h(x) = 1/x untuk setiap x > 0 dan c > 0. Karena
h(x) − 1 = 1 (c − x) = 1 |c − x| untuk x > 0,
(5.3)
c cx cx
1 1 3
maka untuk pengambilan |x − c| < c, berlaku c < x < c, dan
2 2 2
115
diperoleh
1 2 1
0< < 2 untuk |x − c| < c.
cx c 2
Oleh karena itu,
h(x) − ≤ 1 |c − x|.
1
c c2
1
Selanjutnya untuk ε > 0, diambil |c − x| < c2 ε, dan dipilih
2
1 1 2
δ (ε) = inf c, c ε
2 2
1
maka untuk 0 < |x − c| < δ (ε) berlaku |x − c| < c. Hal ini berarti
2
1
berlaku pertidaksamaan (5.3). Selanjutnya, karena |x − c| < c2 ε,
2
maka diperoleh
1 1 1
h(x) − = − < ε. (5.4)
c x c
Jika ε = |L|, maka dari sifat kerapatan bilangan irrasional, untuk se-
barang δ > 0 dan c < c + δ terdapat bilangan irrasional x sehingga
0 < |x − c| < δ . Diperoleh
f (x) − L = |L| ≥ ε.
1
0 < |xn − c| <
n
tetapi
| f (xn ) − L| ≥ ε0 untuk setiap n ∈ N.
Hal ini berarti barisan (xn ) konvergen ke c, tetapi barisan f (xn )
tidak konvergen ke L. Hal ini kontradiksi terhadap hipotesa yang
diberikan.
118
Kriteria Divergen
Teorema 5.1.10 sering digunakan untuk memperlihatkan limit suatu
fungsi f : A → R tidak kontinu, yaitu lim f (x) tidak ada. Hal ini
x→c
dapat dilakukan dengan salah satu cara berikut.
(ii) Jika dapat dicari dua buah barisan (xn ) dan (yn ) di A dengan
xn → c juga yn → c, tetapi
lim f (xn ) 6= lim f (yn ) ,
Anggap f (x) = 1/x untuk x > 0. Dalam hal ini, c = 0. Jika diambil
1/n → 0 dan xn 6= 0 untuk setiap n ∈ N.
barisan (xn ) = 1/n, maka
Tetapi barisan f (xn ) = (n) tidak konvergen di R karena barisan
(n) tidak terbatas.
0 , jika t = nπ untuk n ∈ Z,
(
sint = 1
1 , jika t = π + 2nπ untuk n ∈ Z.
2
1
Selanjutnya, diambil xn = untuk n ∈ N, maka xn → 0 dan
nπ
g(xn ) = sin nπ = 0 untuk n ∈ N.
−1
1
Jadi, lim g(xn ) = 0. Pada sisi lain, jika diambil yn = π + 2nπ
2
untuk n ∈ N, maka yn → 0 dan
1
g(yn ) = sin π + 2nπ = 1 untuk setiap n ∈ N.
2
Jadi, lim g(xn ) 6=lim g(yn ) . Oleh karena itu, dapat disimpulkan
1
bahwa lim sin tidak ada.
x→0 x
120
1
Gambar 5.1 Fungsi sin , x 6= 0
x
(a) lim c = c
x→p
(b) lim x = p
x→p
(c) lim x3 = p3
x→p
(d) lim xn = pn , n ∈ N
x→p
√ √
(e) lim x = p, p > 0
x→p
√ √
x+ p− p 1
(f) lim = √ ,p>0
x→0 x 2 p
3. Tentukan apakah setiap fungsi berikut mempunyai limit di R.
x
(a) lim
x→0 |x|
x2 − 1
(b) lim
x→1 x + 1
1
(c) lim cos
x→0 x
p 1
(d) lim |x| cos
x→0 x
x
(e) lim
x→1 |x − 1|
(x + 1)2 − 1
(f) lim
x→0 x
4. Didefinisikan fungsi f : (−1, 1) −→ R dengan aturan
x2 − x − 2
f (x) = .
x+1
Tentukan limit L dari f pada −1 dan perlihatkan hal tersebut
menggunakan ε dan δ .
5x2 + 3x − 2
(a) lim
x→−1 x−1
x3 − x2 + 2
(b) lim
x→−1 x+1
r
3x + 1
(c) lim
x→1 2x + 5
|x + 2|3/2
(d) lim
x→−2 x + 2
√
x−2
(e) lim
x→4 x − 4
1 1 1
(f) lim √ −√
x→0 x x+ p p
sin 2x
(g) lim
x→0 x
|x − 2| − |x + 2|
(h) lim
x→0 x
123
0 < |x − p| < δ .
( f + g)(x) → L + M
( f − g)(x) → L − M
( f g)(x) → LM
(b f )(x) → bL
125
( f + g)(x) → L + M, ( f − g)(x) → L − M
( f g)(x) → LM, (b f )(x) → bL
1 1
lim =
x→c h(x) H
maka |h(x)| ≥ |H| − |h(x) − H| > |H| − |H|/2 = |H|/2 untuk setiap
x ∈ A dengan 0 < |x − c| < δ1 . Selanjutnya, diambil sebarang baris-
an (xn ) di A dengan xn 6= c untuk setiap n ∈ N. Untuk δ1 > 0 di atas,
berarti terdapat n0 ∈ N sehingga untuk setiap n ≥ n0 berlaku
x2 − 4 4
(c) lim = .
x→2 3x − 6 3
127
x2 − 4 (x − 2)(x + 2) 1
= = (x + 2).
3x − 6 3(x − 2) 3
x2 − 4
1 1 4
lim = lim (x + 2) = lim x + 2 = .
x→2 3x − 6 x→2 3 3 x→2 3
1
(d) lim tidak ada di R.
x→0 x
Hal ini juga tidak bisa menggunakan Teorema 5.2.4 (ii). Akan te-
1
tapi jika dianggap f (x) = , maka f (x) tidak terbatas pada suatu
x
lingkungan dari titik 0. Oleh karena itu, f (x) tidak mempunyai li-
mit di 0 ∈ R.
Pada bab ini akan dibahas kelas fungsi penting dalam analisis
real, yaitu fungsi kontinu. Istilah kontinu untuk menggambarkan
suatu fungsi yang tidak terputus dan digunakan dari zaman New-
ton. Pada abad ke-17, ketika mereka menghitung kecepatan sesaat
dan gradien garis singgung, yang kelak didefinisikan sebagai turun-
an. Namun definisi limit yang akan dibicarakan saat ini merupak-
an perumusan dari Bernard Bolzano dan A. L. Cauchy pada tahun
1821.
Apa yang dimaksud dengan mengatakan fungsi f (x) kontinu di
setiap titik pada domainnya? Yaitu grafik fungsi f tidak terputus.
Perhatikan fungsi berikut.
x , x≤1
f (x) =
x+1 , x ≥ 1
|x + 2| ≤ |x − 2| + 4 ≤ δ + 4 ≤ 1 + 4 = 5
131
dan
(ii) Pada sisi lain, kita tidak perlu selalu menentukan nilai δ . Fak-
tanya, terkadang lebih mudah untuk menggunakan teorema umum
dari pada membuktikan kekontinuan menggunakan definisi. Seba-
gai contoh, fungsi f (x) = x2 + x dapat dibuktikan menggunakan
operasi aljabar fungsi kontinu. Hal ini akan dibahas pada operasi
aljabar fungsi kontinu.
Definisi 6.1.1 dapat dinyatakan juga dalam konsep lingkungan
atau persekitaran.
Definisi 6.1.4 Fungsi f : E → R, dengan E ⊆ R dikatakan kontinu
di titik c ∈ E jika untuk setiap persekitaran Nε ( f (c)) dari f (c),
ada persekitaran Nδ (c) dari c sehingga untuk setiap x ∈ E ∩ Nδ (c)
berlaku f (x) ∈ Nε ( f (c)), yaitu f E ∩ Nδ (c) ⊂ Nε ( f (c)).
132
Catatan:
Perhatikan letak suatu titik pada himpunan bagian sistem bilangan
real. Diberikan E ⊂ R dengan E 6= ∅.
(i) Titik c ∈ E disebut titik terisolasi jika terdapat bilangan real
δ > 0 sehingga Nδ (c) ∩ E = {c}.
(ii) Titik c ∈ R disebut titik limit titik cluster dari E jika untuk
setiap bilangan δ > 0, terdapat x ∈ E dengan x 6= c sehingga
Nδ (c) ∩ E = 0.
/
Jika c ∈ E ⊂ R merupakan titik terisolasi maka kekontinuan f di
titik c berlaku. Hal ini karena untuk δ > 0 cukup kecil, titik x ∈ E
dengan |x − c| < δ hanya x = c. Akibatnya 0 = | f (x) − f (c)| < ε.
Oleh karena itu, suatu fungsi f selalu kontinu di setiap titik-titik
terisolasi pada domainnya. Jika c ∈ E merupakan titik limit dari E,
maka fungsi f kontinu di titik c jika dan hanya jika
maka di titik c berlaku lim g(x) = g(c). Jadi, fungsi g kontinu di ti-
x→c
tik c. Karena c ∈ R sebarang, maka fungsi g kontinu pada R.
Bukti. (i) Jika c bukan merupakan titik cluster pada E, maka ke-
simpulannya adalah otomatis berlaku. Oleh karena itu diasumsikan
bahwa c adalah titik cluster di c. Karena f dan g kontinu di titik c,
maka
f (c) = lim f (x) dan g(c) = lim g(x).
x→c x→c
135
f lim f (x)
f (c) x→c
f
(c) = = = lim
g g(c) lim g(x) x→c g
x→c
P(x) = a0 + a1 x + a2 x2 + ... + an xn
x + 3x3 + 5x5
f (x) =
1 + x2 + x4
136
sin 1x , jika x 6= 0
f (x) =
0 , jika x = 0
Dengan kata lain, suatu fungsi terbatas pada suatu himpunan ji-
ka range dari fungsi tersebut terbatas di R. Untuk mengatakan suatu
fungsi tidak terbatas pada suatu himpunan A, adalah dengan
cara
untuk setiap M > 0 dapat dicari xM ∈ A sehingga f (xM ) > M.
1
Contoh 6.2.2 Fungsi f : (0, ∞) → R dengan aturan f (x) = tidak
x
terbatas pada (0, ∞), karena untuk sebarang M > 0 dapat diambil
1
xM = . Dalam hal ini, xM ∈ (0, ∞) dan f (xM ) = M + 1 > M.
M+1
Dari contoh 6.2.2 di atas dapat diperlihatkan bahwa f kontinu pada
(0, ∞). Oleh karena itu, suatu fungsi kontinu tidak perlu terbatas ini
juga memperlihatkan bahwa suatu fungsi kontinu tidak perlu terba-
tas. Namun, teorema berikut memperlihatkan bahwa fungsi kontinu
pada interval tertentu harus terbatas.
1
s∗ − < f (xn ) ≤ s∗ untuk setiap n ∈ N. (6.2)
n
Karena I terbatas, maka barisan (xn ) ⊂ I terbatas dan
menurut Te-
orema Bolzano-Weiertrass ada barisan bagian xnk ⊂ (xn ) dengan
∗
xnk → x . Karena xnk ⊂ I, makax∗ ∈ I. Selanjutnya, karena f kon-
1
s∗ − < f (xnk ) ≤ s∗ untuk setiap k ∈ N.
nk
Akibatnya, untuk k → ∞ berlaku
1 1
f (x) < f (c) + ε = f (c) + k − f (c)
2 2
1
= f (c) + k < k.
2
Akibatnya x ∈ A dan x > c. Hal ini kontradiksi dengan fakta bah-
wa c = sup A. Oleh karena itu pengandaian salah dan seharusnya
f (c) = k.
Teorema 6.2.7 dapat diilustrasikan pada gambar berikut.
144
1
Gambar 6.3 Fungsi g(x) = , x ∈ [0, 1)
1 + (x − 1)2
maka f (−1) = 2 dan f (0) = −1. Karena f kontinu pada [−1, 0] dan
f (0) < 0 < f (−1), maka menurut Teorema Nilai Tengah, terdapat
c ∈ (−1, 0) sehingga f (c) = 0. Bilangan c ini merupakan akar dari
persamaan di atas.
(b) lim f (x) ≥ L jika dan hanya jika untuk sebarang ε > 0
x→p
dan δ > 0, terdapat x ∈ E dengan 0 < |x − p| < δ sehing-
ga f (x) > L − ε.
(c) Jika lim f (x) = L, maka untuk sebarang barisan (xn ) di E de-
x→p
ngan xn 6= p untuk setiap n ∈ N dan lim xn = P, lim f (xn ) ≤
n→∞ n→∞
L
1 1
maka jika |x − c| < δ (ε, c), diperoleh |x − c| < c, sehingga c <
2 2
3 1 2
x < c. Hal ini menunjukkan bahwa < . Oleh karena itu, jika
2 x c
1
|x − c| < c, maka persamaan 6.3 menjadi
2
2
|g(x) − g(u)| < |x − u|. (6.4)
u2
Akibatnya, jika |x − u| < δ (ε, u), maka dari persamaan 6.3 dan 6.4
diperoleh
2 1 2
|g(x) − g(u)| < u ε = ε.
u2 2
Oleh karena itu untuk sebarang ε > 0, dapat dipilih δ = ε/2M se-
hingga untuk setiap x, y ∈ A dengan |x − y| < δ berlaku
x, y ∈ R, maka
Fungsi Lipschitz
Untuk menentukan suatu fungsi kontinu seragam terkadang sulit,
tetapi contoh 6.3.4 (a) dan (b) merupakan keadaan yang sering
muncul yaitu perkalian konstanta positif dengan |x − y| dan cukup
menjamin bahwa fungsi tersebut kontinu seragam. Bentuk umum
keadaan ini dituangkan pada konsep berikut.
Definisi 6.3.6 Diberikan A ⊆ R. Fungsi f : A → R dikatakan meme-
nuhi kondisi Lipschitz pada A (atau fungsi Lipschitz) jika terdapat
konstanta M > 0 sehingga untuk setiap x, y ∈ A berlaku
Akibatnya,
1
| f (x1 ) − f (x2 )| < √ |x1 − x2 |.
c
√ −1
Jika dipilih M = ( c) , maka M > 0 dan tergantung pada interval
(x1 , x2 ) dengan
Pada bagian ini pertama-tama akan dibahas tentang limit dua si-
si yang disebut limit kiri dan limit kanan dan jenis kontinuitasnya.
Selain itu, juga dibahas sifat kontinu fungsi monoton pada suatu
interval. Pada bagian ini akan dibahas fungsi monoton yang didefi-
nisikan pada suatu interval I ⊆ R.
152
| f (x) − L| < ε
Fungsi Monoton
Definisi 6.3.14 Diberikan A ⊂ R dan fungsi f : A → R.
(i) Fungsi f dikatakan naik jika untuk setiap x1 , x2 ∈ A dengan
x1 ≤ x2 berlaku f (x1 ) ≤ f (x2 ).
(ii) Fungsi f dikatakan naik kuat jika untuk setiap x1 , x2 ∈ A de-
ngan x1 < x2 berlaku f (x1 ) < f (x2 ).
154
Bukti. (i) Jika x ∈ I dengan x > c, maka f (x) ≥ f (c). Bentuk him-
punan { f (x) : x ∈ I, x > c}. Karena c bukan titik ujung dari I, maka
himpunan tersebut tidak kosong dan terbatas bawah oleh f (c). Oleh
karena itu terdapat
Gambar 6.5
dan
f (1+ ) = lim f (x) = lim (3 − x2 ) = 2.
x→1+ x→1+
Bukti. Jika c bukan titik ujung dari I dan f fungsi naik pada I, maka
menurut Akibat 6.3.16,
Fungsi Invers
Pada bagian ini dibahas tentang keberadaan invers dari suatu fungsi
kontinu pada suatu interval I ⊆ R. Sebagaimana dikatakan bahwa
f : I → R mempunyai invers jika dan hanya jika f injektif; yaitu
jika x, y ∈ I dengan x 6= y berlaku f (x) 6= f (y). Fungsi yang konti-
nu monoton (naik atau turun) kuat pada I juga mempunyai invers.
Pernyataan berikut memperlihatkan jika suatu fungsi f monoton
kontinu pada I, maka invers fungsi f yaitu f −1 monoton kuat dan
kontinu pada f (I).
Jika dipilih x 6= g(c) dengan lim g < x < lim g, maka x memiliki
x→c− x→c+
sifat x 6= g(y) untuk setiap x ∈ J (Lihat Gambar 6.6).
f (0) = 0 ≤ y ≤ k ≤ k2 = f (k)
√
kontinu dan monoton naik pada [0, ∞), maka fungsi f −1 (y) = y
yang merupakan invers dari f , kontinu dan monoton naik pada
√
J = [0, ∞). Biasanya ditulis f −1 (x) = x.
7.1 Turunan
Pada subbab ini akan dibicarakan beberapa sifat turunan. Pertama-
tama dimulai dengan memberikan definisi turunan dari suatu fung-
si.
Definisi 7.1.1 Diberikan interval I ⊆ R dan c ∈ R. Fungsi f : I → R
dikatakan mempunyai turunan di c jika ada L ∈ R sehingga untuk
setiap bilangan ε > 0 dapat dicari δ (ε) > 0 sehingga untuk setiap
x ∈ I dengan 0 < |x − c| < δ (ε) berlaku
f (x) − f (c)
x−c − L < ε.
f (x) − f (c)
L = lim .
x→c x−c
Dalam hal ini keberadaan L ditulis dengan notasi f 0 (c) atau D f (c).
163
f (x + h) − f (c)
f 0 (c) = lim .
h→0 h
f (x) − f (c) x2 − c2
lim = lim = lim x + c = 2c.
x→c x−c x→c x − c x→c
|x| x
lim f 0 (x) = lim = lim = 1
x→0+ x→0+ x x→0+ x
dan
|x| −x
lim f 0 (x) = lim = lim = −1.
x→0− x→0− x x→0 x
−
Karena lim f 0 (x) 6= lim f 0 (x), maka f 0 (0) tidak ada atau f tidak
x→0+ x→0−
mempunyai turunan di titik 0.
(α f )0 (c) = α f 0 (c).
α f (c + h) − α f (c) f (c + h) − f (c)
lim = α lim = α f 0 (c)
h→0 h h→0 h
maka α f terdifferensial di c dan (α f )0 (c) = α f 0 (c).
Hasil Teorema 7.1.5 di atas dapat digeneralisasi dan dibuktikan
dengan menggunakan Prinsip Induksi Matematika.
dengan
0 0
( f n ) (c) = n( f (c))n−1 · f (c).
f (x) − f (c)
ϕ(x)(x − c) = f 0 (c)(x − c) = lim · (x − c)
x→c x−c
= lim f (x) − f (c) = 0.
x→c
dan
f (x) − f (c) = 0.
Jadi, untuk x = c diperoleh
f (x) − f (c)
ϕ(c) = lim ϕ(x) = lim .
x→c x→c x−c
Hal ini berarti fungsi f terdifferensial pada c dan f 0 (c) = ϕ(c).
Jika dipilih kasus f (x) = 1/x2 untuk x ∈ (0,∞), maka f 0 (x)= −2/x3
untuk x ∈ (0, ∞). Jadi, (g ◦ f )(x) = g f (x) = sin −2/x3 dan
1 2
(g ◦ f ) (x) = g f (x) f 0 (x) = cos
0 0
− 3 .
x2 x
Hal ini terjadi karena lim f (x) = g(c). Jadi, lim f (x) = f (c), maka
x→c x→c
0 0 f g(x) − f g(c)
h (c) = ( f ◦ g) (c) = lim
x→c g(x) − g(c)
dengan
g(x) − g(c) 0
lim = g (c).
x→c x−c
Namun jika f merupakan fungsi konstan, yaitu f (x) = f (c) untuk
setiap x ∈ I, maka argumen di atas tidak berlaku.
(a) f (x) = x3 , x ∈ R.
√
(b) f (x) = x + 2, x > −2.
1
(c) f (x) = , x 6= 0.
x
1
(d) f (x) = √ , x > −2.
x+2
x
(e) f (x) = , x 6= −1.
x+1
x
(f) f (x) = 2 , x ∈ R.
x +1
172
d n
x = nxn−1
dx
dengan x 6= 0 jika n ≤ 0.
3. (a) Perlihatkan bahwa
d
(cos x) = − sin x.
dx
f (x) ≤ f (c).
f (c) ≤ f (x).
Gambar 7.1
0 0
atau f (c) > 0. Jika f (c) < 0, maka untuk x ∈ (c − δ , c + δ ) ∩ I
dengan x 6= c berlaku
f (x) − f (c)
< 0.
x−c
Khususnya jika diambil x ∈ (c, c + δ ) ∩ I maka x − c > 0, akibatnya
Contoh 7.2.5 Jika f (x) = |x| untuk setiap x ∈ I = [−1, 1], maka f
mempunyai interior dari 0 dan f mempunyai minimum lokal di 0,
tetapi turunan f di 0 tidak ada.
1 2
f (x) = x − untuk 0 ≤ x ≤ 2
2
f (h) − f (0)
f+0 (0) = lim
h→0+ h
1 2
h − 2 − 14
= lim
h→0+ h
= lim (h − 1) = −1
h→0+
f (h + 2) − f (2)
f−0 (2) = lim
h→0− h
= lim (h + 3) = 3
h→0−
f h + 12 − f 1
0 1 2
f = lim
2 h→0 h
= lim h = 0
h→0
2
Gambar 7.2 Fungsi f (x) = x − 12
Titik Stasioner
Definisi 7.2.7 Diberikan I ⊂ R dan fungsi f : I → R. Titik c dengan
f 0 (c) = 0 disebut titik stasioner fungsi f .
177
Namun demikian, tidak ada jaminan bahwa titik kritis suatu fungsi
f merupakan titik ekstrim dari fungsi tersebut.
Teorema Rolle
Teorema berikut diperkenalkan oleh Michel Rolle sebagai alat un-
tuk membuktikan teorema rata-rata.
178
Catatan:
(i) Pada Teorema Rolle, fungsi f kontinu pada [a, b] merupakan sya-
rat perlu, sebab jika dipenuhi hanya syarat terdifferensial di (a, b),
tidak selalu dapat diperoleh nilai turunan fungsi f bernilai nol di
suatu titik c ∈ (a, b).
2
x ≤ sin x ≤ x
π
181
Karena f kontinu pada [a, b], maka ϕ(x) juga kontinu pada [a, b].
Kemudian karena f mempunyai turunan pada (a, b), maka ϕ juga
mempunyai turunan pada (a, b) dengan
f (b) − f (a)
ϕ 0 (x) = f 0 (x) − .
b−a
Karena ϕ(a) = ϕ(b) = 0, maka ϕ memenuhi syarat Teorema Rolle,
jadi ada c ∈ (a, b) dengan ϕ 0 (c) = 0. Dengan demikian teorema
terbukti.
1
Diperoleh f 0 (x) = untuk x ∈ (−1, ∞) dan f (0) = 0. Jika x > 0,
1+x
maka menurut Teorema Nilai Rata-rata, terdapat c ∈ (0, x) sehingga
Karena f 0 (c) = (1 + c)−1 dan (1 + x)−1 < (1 + c)−1 < 1 untuk seti-
ap c ∈ (0, x), maka
x
< f 0 (c) x < x.
1+x
Akibatnya,
x
≤ ln(1 + x) ≤ x untuk setiap x ≥ 0 (7.2)
1+x
Selanjutnya jika −1 < x < 0, maka berdasarkan Teorema Nilai Rata-
183
Karena c > 0 dan α − 1 > 0, maka (1 + c)α−1 > 1. Oleh karena itu,
(1 + x)α = 1 + αx.
0 f (c) − f (x)
f (d) = .
c−x
185
0
Karena f (d) = 0, maka f (x) = f (c) untuk setiap x ∈ (a, b). Hal ini
berarti fungsi f konstan.
f (x) = g(x) + c.
Bukti. Karena f 0 (x) = g0 (x), maka ( f − g)0 (x) = 0 untuk setiap
x ∈ (a, b). Selanjutnya, dengan menggunakan Teorema 7.2.18, per-
nyataan akibat terbukti.
f (x + h) − f (x)
≥ 0.
h
Oleh karena itu
f (x + h) − f (x)
f 0 (x) = lim ≥ 0.
h→0 h
186
f (x2 ) − f (x1 )
= f 0 (c) ≥ 0.
x2 − x1
Apabila f 0 (c) > 0 di suatu titik, maka tidak selalu berlaku fungsi
f naik. Yaitu apabila nilai turunan fungsinya positif di satu titik,
maka tidak berakibat fungsi tersebut naik.
Untuk x 6= 0, diperoleh
0 − cos(1/x)
2
f (x) = 1 + 4x sin (1/x) + 2x
x2
= 1 + 4x sin (1/x) − 2 cos(1/x).
(i) Jika f 0 (c) > 0, maka ada bilangan δ > 0 sehingga f (x) > f (c)
untuk setiap x ∈ (c, c + δ ).
187
(ii) Jika f 0 (c) < 0, maka ada bilangan δ > 0 sehingga f (x) < f (c)
untuk setiap x ∈ (c − δ , c).
f (x) − f (c)
lim = f 0 (c) > 0
x→c x−c
untuk c ∈ I, berarti terdapat bilangan δ > 0 sehingga untuk setiap
x ∈ I dengan 0 < |x − c| < δ berlaku
f (x) − f (c)
f (x) − f (c) = (x − c) > 0.
x−c
Berarti untuk setiap x ∈ I dengan c < x < c+δ berlaku f (x) > f (c).
(ii) Dapat dibuktikan dengan cara yang sama.
f (x + h) − f (x)
≥0
h
untuk setiap x ∈ (a, b) dan h > 0. Oleh karena itu
f (x + h) − f (x)
f 0 (x) = lim ≥ 0.
h→0 h
(⇐=) Diberikan f 0 (x) ≥ 0. Diambil sebarang x1 , x2 ∈ (a, b) dengan
188
g(x) = kx − f (x).
Gambar 7.5
Fungsi f (x) = x3 − 3x
f (x) A
lim = (7.4)
x→c g(x) B
Karena fungsi f dan g kontinu pada [a, b], maka h juga kontinu
pada [a, b] dan terdifferensial pada (a, b) dengan
0 0 0
h (x) = f (x)[g(b) − g(a)] − [ f (b) − f (a)]g (x).
Jika
f 0 (x) f (x)
lim = L, maka lim = L.
x→a+ g0 (x) x→a+ g(x)
f (x) f 0 (c)
lim = lim 0 = L.
x→a+ g(x) x→a+ g (c)
Jika
f 0 (x) f (x)
lim = ±∞, maka lim = ±∞.
x→a+ g0 (x) x→a+ g(x)
193
f 0 (x)
Bukti. Jika lim = ∞, maka untuk sebarang M > 0 terdapat
x→a+ g0 (x)
x0 ∈ (a, b) sehingga untuk c ∈ (a, x0 ) berlaku
f 0 (c)
> M.
g0 (c)
f (x) − f (t)
> M.
g(x) − g(t)
Karena lim f (t) = lim g(t) = 0, maka dengan cara yang similar
t→a+ t→a+
dengan bukti Teorema 7.3.3, untuk setiap x ∈ (a, x0 ), diperoleh
f (x)
> M.
g(x)
f (x)
Karena M > 0 sebarang, maka lim = ∞.
x→a+ g(x)
f 0 (x)
Selanjutnya, jika lim = −∞, maka dapat diperlihatkan
x→a+ g0 (x)
dengan cara yang similar dengan bentuk sebelumnya.
ln x
Contoh 7.3.5 (a) Akan ditentukan lim . Anggap f (x) = ln x
x→1+ x − 1
dan g(x) = x − 1 untuk setiap x ∈ (1, ∞). Karena
f (x) 0 f 0 (x) 1
lim = dan lim 0 = lim ,
x→1+ g(x) 0 x→1 g (x)
+ x→1 x
+
f (x)
maka lim = 1.
x→1+ g(x)
1 − cos x
(b) Akan ditentukan lim .
x→0 x2
1 − cos x sin x cos x 1
lim 2
= lim = lim = .
x→0 x x→0 2x x→0 2 2
194
f 0 (x)
Dalam hal ini, lim tidak terdefinisi, tetapi
x→0 g0 (x)
f (x) 1 − x sin(1/x) 1
lim = lim = = 1.
x→0 g(x) x→0 (sin x)/x 1
Jika
f 0 (x) f (x)
lim 0
= L, maka lim = L.
x→a+ g (x) x→a+ g(x)
f 0 (x)
Bukti. Jika lim 0 = L ∈ R, maka untuk setiap ε > 0, terdapat
x→a+ g (x)
x0 ∈ (a, b) sehingga untuk x, x0 ∈ (a, x0 ], berlaku
f (x) − f (x0 ) ε
g(x) − g(x0 ) − L < 2 + |L| .
1 − g(x0 )/g(x)
u(x) = untuk x ∈ (a, x1 ),
1 − f (x0 )/ f (x)
dan diperoleh
f (x) f (x)
g(x) − L ≤ g(x) − L u(x) + |L u(x) − L|
Jika
f 0 (x) f (x)
lim = ±∞, maka lim = L.
x→a+ g0 (x) x→a+ g(x)
f 0 (x)
Bukti. Jika lim = ∞, maka untuk sebarang M > 1 terdapat
x→a+ g0 (x)
x1 ∈ (a, b) sehingga f 0 (c)/g0 (c) > M untuk c ∈ (a, x1 ). Oleh karena
itu,
f (x) − f (t)
> M untuk a < t < x ≤ x1 .
g(x) − g(t)
196
f (x) 1
> M untuk x ∈ (a, x1 )
g(x) 2
f (x)
Karena M > 1 sebarang, maka lim = ∞.
g(x)x→a+
f 0 (x) f (x)
Jika lim 0 = −∞, maka lim = −∞ dapat diperli-
x→a+ g (x) x→a+ g(x)
hatkan dengan cara yang sama.
f (x) f 0 (x)
lim = 0 .
x→x0 g(x) g (x)
bahwa
f (x)
lim = 0.
x→a+ g(x)
f 0 (x) − f 0 (c)
f 00 (x) = lim
x→c x−c
asalkan limit ini ada.
Dapat diperlihatkan bahwa apabila f mempunyai turunan kedua,
maka
h2
f (c + h) − f (c) − h f 0 (c) − f 00 (c) = ε(h)
2
εch
dengan 2 → 0 untuk h → 0.
h
Dengan mengetahui f 00 , maka dapat diketahui perubahan dari f 0 .
Secara geometris, turunan kedua dari f berhubungan dengan kece-
kungan grafik fungsi. Jika f 00 bernilai positif pada suatu interval,
maka f 0 membesar, sehingga grafik fungsi f cekung ke atas pada
interval tersebut. Tetapi, jika f 00 bernilai negatif pada suatu interval,
maka f 0 mengecil, sehingga grafik fungsi f cekung ke bawah pada
interval tersebut.
Mencari turunan kedua, ketiga, dan seterusnya dilakukan de-
ngan cara yang serupa dengan mencari perhitungan pada turunan
pertama. Secara umum, f n (x) menyatakan turunan ke-n dari f un-
tuk n ∈ N.
Jika f mempunyai turunan ke-n di suatu interval yang memu-
at titik c, maka f dapat dihampiri oleh suatu polinomial berderajat
n − 1 dan kesalahannya dapat ditaksir dengan turunan ke-n.
Polinomial Taylor
Jika f terdifferensial di c, maka persamaan garis singgung terhadap
kurva y = f (x) di titik c, f (c) adalah
0 0
P1 (c) = f (c). Untuk x dekat ke c, nilai f (c) + P1 (c)(x − c) merupa-
kan suatu hampiran yang "baik" dari fungsi f . Masalahnya sebera-
pa besar kesalahan dalam penghampiran ini.
Selanjutnya, apabila f mempunyai n turunan di c dan Pn meru-
pakan polinomial berderajat ≤ n sehingga
Pn (x) = a0 + a1 (x − c) + · · · + an (x − c)n
f r (c)
ar = .
r!
Oleh karena itu
0
f (c) f n (c)
Pn (x) = f (c) + (x − c) + · · · + (x − c)n
1! n!
n
f r (c)
=∑ (x − c)r .
r=0 r!
(x − ξ )n−1
g0 (ξ ) + n g(c) = 0.
(x − c)n
1 n (x − ξ )n−1
f (ξ )ξ (x − ξ )n = n g(c).
n! (x − c)n
(x − c)n n
g(c) = f (ξ )
n!
dan teorema terbukti.
1 1
cos x = 1 − x2 + (cos ξ )x4 .
2 4!
Selanjutnya untuk x 6= 0, berlaku
1 − cos x 1 1
= − (cos ξ )x2 .
x2 2 4!
Karena | cos ξ | ≤ 1, maka
1 − cos x 1 2
x2 ≤ 4 x .
Akibatnya,
1 − cos x 1
lim − = 0.
x→0 x2 2
202
2. Diberikan g(x) := |x3 | untuk setiap x ∈ R. Cari g0 (x) dan g00 (x)
untuk setiap x ∈ R dan g000 (x) untuk x 6= 0. Akan diperlihatkan
bahwa g000 (0) tidak ada.
1 1 √ 1
1 + x − x2 ≤ 1 + x ≤ 1 + x.
2 8 2
√ √
5. Gunakan pertanyaan sebelumnya untuk mendekati 1.2 dan 2.
Tentukan nilai pendekatan terbaik dari pertidaksamaan tersebut.
Gunakan
√ pertidaksamaan
√ ini untuk mencari nilai pendekatan dari
3 3
1.2 dan 2.
9. Jika g(x) := sin x, perlihatkan bahwa suku sisa pada Teorema Ta-
ylor konvergen ke nol untuk n −→ ∞, untuk setiap x0 dan x ter-
tentu.
203
2
10. Diberikan h(x) := e−1/x untuk x 6= 0 dan h(0) := 0. Perlihatkan
bahwa h(n) (0) = 0 untuk setiap n ∈ N. Perlihatkan bahwa suku
sisa pada Teorema Taylor untuk x0 = 0 dan x 6= 0 tidak konvergen
ke nol untuk n −→ ∞.
11. Tes Turunan Ke Dua: Diberikan f : [a, b] → R mempunyai tu-
runan pada (a, b) dan c ∈ (a, b) sehingga f 0 (c) = 0 dan f 00 (c)
ada.
(a) Jika f 00 (c) > 0, buktikan bahwa f mempunyai nilai mini-
mum lokal di titik c.
(b) Jika f 00 (c) < 0, buktikan bahwa f mempunyai nilai maksi-
mum lokal di titik c.
(c) Tunjukkan menggunakan contoh bahwa tidak ada kesimpul-
an yang dapat dibuat jika f 00 (c) = 0.
INDEKS
Cauchy, 38
Segitiga, 53
Range, 9
Ring Komutatif, 24
Saling Asing, 6
Sifat Archimedean, 46
Sifat Lapangan Bilangan Real, 28
Sifat Urutan di R, 31
Sistem Bilangan Real
Sifat Kelengkapan, 40
Sifat Urutan, 31
Sistem Himpunan Bilangan, 21
Supremum, 41