Anda di halaman 1dari 32

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
TUTORIAL SKENARIO B

Tutor : dr. Rizal Imran Ambiar, Sp.THT


Moderator : Febbi Iral Pratama
Sekretaris meja : N. Novi Kemala Sari
Sekretaris papan : Amelia Kartika Apriani
Hari, Tanggal : Selasa dan Kamis, 5 dan 7 Juli 2011
Rule tutorial : 1. Alat komunikasi dinonaktifkan
2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat
3. Dilarang makan dan minum

2.2 Skenario Kasus


Mai, anak perempuan, usia 5 tahun, dibawa ibunya ke dokter dengan keluhan batuk
yang terjadi berkali- kali dan diakhiri dengan menarik nafas dalam ( whooping cough ),
sejak 2 bulan yang lalu. Batuk biasanya disertai muntah dan mengeluarkan dahak.
Sejak sakit Mai telah 3 kali dibawa berobat kemantri, namun tidak ada perubahan.
Dokter mendiagnosis Mai menderita pertusis. Menurut ibunya, Mai sudah diimunisasi
DPT pada usia 3 bulan. Tetapi pada saat akan diimunisasi DPT yang kedua Mai
mengalami demam, sehingga tidak datang karena ibunya khawatir imunisasi dapat
memperparah demam. Mai juga tidak mendapat imunisasi DPT selanjutnya karena
diberitahu tetangga bahwa tidak perlu mendapat imunisasi DPT yang ke-3. Riwayat
imunisasi yang lainnya, BCG 1 kali skar (+), Hepatitis B 1 kali, polio 1 kali, campak 1
kali.
2.3 Paparan
2.3.1 Klarifikasi Istilah
1. Batuk : Penyakit dalam pernafasan
2. Muntah : Keluar kembali apa yang sudah didalam perut
3. Dahak : Lendir yang keluar dari kerongkongan atau dari jalan
pernafasan
4. Pertusis : Penyakit infeksi yang ditandai dengan peradangan selaput
lendir saluran nafas dan batuk yang khas seperti kokok ayam
5. Imunisasi : Proses membuat subjek imun atau menjadikannya imun
6. Mantri : Tenaga / petugas kesehatan
7. DPT : Imunisasi untuk mencegah penyakit Difteri Pertusis Tetanus
8. BCG : Imunisasi untuk mencegah penyakit Tuberculosis
9. Hepatitis B : Imunisasi untuk mencegah penyakit akibat virus hepatitis B
10. Polio : Imunisasi untuk mencegah penyakit poliomyelitis
11. Campak : Imunisasi untuk mencegah penyakit akibat infeksi virus
campak
12. Skar : Jaringan parut akibat imunisasi

2.3.2 Identifikasi Masalah


1. Mai, anak perempuan usia 5 tahun, dengan keluhan batuk berkali- kali dan diakhiri
dengan menarik nafas dalam (whooping cough) sejak 2 bulan lalu.
2. Mai batuk disertai muntah dengan mengeluarkan dahak.
3. Mai telah 3 kali dibawa berobat kemantri namun tidak ada perubahan, dokter
mendiagnosis Mai menderita pertusis.
4. Mai sudah diimunisasi DPT pada usia 3 bulan, tetapi pada saat akan diimunisasi DPT
ke dua Mai mengalami demam, sehingga tidak datang karena ibunya khawatir
imunisasi dapat memperparah demam. Mai juga tidak mendapat imunisasi ke- 3.
5. Riwayat imunisasi lainnya :
BCG 1 kali Skar (+)
Hepatitis B 1 kali
Polio 1 kali
Campak 1 kali
2.3.3 Analisis Masalah
1. A. Apa saja jenis- jenis batuk?
1. batuk “menggonggong”
Batuk seperti ini biasanya disebabkan oleh croup, yaitu suatu peradangan pada
larings dan trakea yang dicetuskan oleh alergi, perubahan suhu di malam hari, atau
yang paling sering adalah infeksi pernapasan atas akibat virus.
2. batuk rejan “whooping cough”
Bunyi “whoop” adalah bunyi yang terjadi setelah batuk, yaitu pada saat anak
tersebut berusaha menarik napas dalam setelah batuk terus-menerus selama
berberapa kali. Jika anak mengeluarkan bunyi “whoop” (yang terdengar seperti
“hoop”) setelah batuk terus-menerus sebanyak beberapa kali, kemungkinan besar
ada gejala pertusis (batuk rejan) -terutama jika anak anda belum menerima
vaksinasi difteri/tetanus/pertusis (DTP/DTaP).
3. batuk dengan mengi
Batuk yang disertai bunyi mengi saat anak mengeluarkan udara napas, ini
mungkin menandakan adanya suatu “sumbatan” di jalan napas bawah. Sumbatan
ini dapat disebabkan oleh pembengkakan akibat infeksi pernapasan (seperti
bronkiolitis atau pneumonia), asma, atau akibat adanya suatu yang tersangkut di
jalan napas.
4. batuk stridor
Berbeda dengan mengi, stridor merupakan suara napas yang berisik dan kasar
yang terdengar pada saat anak menghirup napas. Disebabkan oleh pembengkakan
di jalan napas atas, biasanya akibat croup karena virus. Namun, kadang-kadang
dapat juga timbul akibat adanya benda asing yang menyumbat jalan napas atau
akibat infeksi yang lebih berat yaitu epiglotitis.
5. batuk mendadak
Disebabkan karena tersedak makanan atau minuman masuk “jalur yang salah”
yaitu ke saluran napas atau ada sesuatu (misalnya potongan makanan, muntahan,
atau mungkin mainan atau uang logam) yang tersangkut di tenggorokannya atau
jalan napasnya. Batuk membantu membersihkan dan membebaskan jalan napas
dari sumbatan tersebut.
6. Batuk disertai pilek (colds)
Kebanyakan pilek (colds) disertai dengan batuk. Oleh karena itu, dapat dimengerti
jika saat anak anda pilek, ia juga mengalami batuk (kering atau berdahak). Batuk
ini biasanya berlangsung selama 1 minggu ketika gejala pilek (colds) lainnya telah
mereda.

7. Batuk dengan Demam

Jika anak batuk, dengan demam yang tidak tinggi dan hidung beringus,
kemungkinannya adalah ia menderita pilek (colds) biasa. Di lain pihak, batuk
yang disertai 39 derajat Celcius atau lebih tinggi dimana anak tampak lesu dan
napasnya cepat, pikirkan kemungkinan pneumonia. Pada kasus ini, hubungi dokter
sesegera mungkin.

8. Batuk dengan Muntah

Batuk yang berat pada anak seringkali merangsang refleks muntah. Biasanya, hal
ini tidak membahayakan kecuali jika muntah berkelanjutan. Anak yang batuk
dengan pilek (colds)/ flu atau asma, bisa muntah apabila lendir mengalir ke
lambung dan menyebabkan mual. Perlu diingat, keadaan ini dapat merupakan hal
yang biasa dan tidak berbahaya.

B. Apa saja factor- factor penyebab batuk?


Batuk disebabkan oleh adanya peradangan pada lapisan lendir saluran pernapasan.
Ada batuk berdahak akut karena infeksi disebabkan oleh bakteri atau virus, misalnya
tubercolosa, influenza, dan campak. Sedangkan batuk berdahak yang tidak disebabkan
oleh infeksi, antara lain alergi, asma, atau pun debu. Sekadar diketahui, penyakit asma
juga disertai batuk. Jika penderita asma terkena udara dingin, asma yang dideritanya
akan kambuh. Dan itu biasanya disertai dengan batuk.

Ada pula batuk berdahak yang tidak disebabkan oleh infeksi yaitu makanan yang
merangsang tenggorokan. Ada pula karena kanker. Batuk karena orang sering
merokok sulit diatasi hanya dengan obat batuk simtomatik. Batuk berdahak pada
orang yang sakit disebabkan oleh adanya kalainan dalam tubuh terutama pada saluran
napas atau bronkitis.
C. Bagaimana mekanisme whooping cough?
Bordetella pertusis dibantu oleh Filamentous Hemaglutinin (FHA), lymphositosis
promoting factor (LPF)/pertusis toksin (PT) dan protein 69-Kd → melekat pada silia
→ memperbanyak diri → menyebar keseluruh epitel saluran nafas → menghasilkan
toksin → mengganggu aliran secret → batuk berkali-kali → menarik nafas dalam →
whooping cough

D. Apa interpretasi batuk berkali- kali dan diakhiri dengan menarik nafas dalam sejak
2 bulan lalu?
Batuk berkali- kali dan diakhiri dengan menarik nafas dalam merupakan cirri dari
pertusis. Pertusis dibagi menjadi 3 stadium, yaitu kataral, paroksismal, dan
konvalesen. Pada stadium paroksismal lah terjadi batuk mula- mula pendek iritatif,
kering, intermitten, dan berkembang menjadi paroksismal yang tidak berhenti- henti
yang merupakan tanda khas pertusis.

E. Bagaimana anatomi dan fisiologi system pernafasan?


Batuk rejan merupakan penyakit yang mengganggu sistem pernapasan, yaitu hidung,
tenggorokan, trakhea, dan paru.

Perjalanan udara saat inspirasi bermula dari apertura nasalis anterior → cavitas nasi
(concha nasalis superior untuk pembau, concha nasalis medius dan concha nasalis
inferior untuk conditioning) → vestibulum nasi (dalam vestibulum nasi ini terdapat
fibricea atau bulu hidung yang berfungsi sebagai penyaring partikel-partikel kecil
seperti debu yang masuk bersama udara saat inspirasi) → choana → nasopharing →
larynx → trachea (terdapat cartilago dan pars membranacea) → bronchus primer →
bronchus sekunder → bronchus tertius → bronchiolus (disini sudah tidak ada
cartilago) → bronchiolus terminalis (masuk zona respiratorius) → brochiolus
repiratorius → ductus alveolaris → saccus alveolaris → alveolus.

2. A. Apa penyebab batuk disertai muntah?


Batuk adalah upaya tubuh untuk menbersihkan saluran pernafasan dari benda asing
ataupun kuman . sedangkan muntah adalah usaha mengeluarkan racun (toksin) dari
tubuh dan bisa mengurangi tekanan akibat adanya sumbatan atau pembesaran organ
yang menyebabkan penekanan pada saluran pencernaan. Pada kasusu ini, Mai muntah
karena Mucus sudah terlalu kental dan lengket sehingga meransang untuk terjadinya
muntah.

B. Apa penyebab batuk disertai dengan mengeluarkan dahak?


Pengrusakan local terjadi karena toksin menyebabkan peradangan ringan disertai
hyperplasia jaringan limpoid peribronkial sehingga meningkatkan jumlah mucus pada
permukaaan silia . bila mucus berlebihan maka funsgsinya untuk membersihkan
saluran pernafasan tidak efektif lagi, mucus pun tertimbun ini yang meransang
mukosa sehingga batuk mengeluarkan sputum ( Dahak ).

C. Apa interpretasi batuk disertai muntah dengan mengeluarkan dahak?


Batuk disertai muntah dengan mengeluarkan dahak kemungkinan pertusis. Penyakit
dapat berlangsung 6 minggu. Terbagi dalam 3 stadium, kataralis, spasmodic, dan
konvalesensi. Gambaran klinis yang harus menunjukan adanya pertusis adalah batuk
yang lama selama 2 minggu atau lebih dan cara batuk yang khas bermula gejala dan
tiba- tiba paroksismal. Pada kasus yang berat, serangan batuk panjang, tidak ada
inspirium di antaranya dan diakhiri dengan whoop (tarikan nafas panjang dan
berbunyi melengking). Sering disertai muntah dan banyak sputum yang kental.

3. A. Mengapa Mai yang sudah dibawa berobat 3 kali ke mantri namun tetap tidak ada
perubahan?
Karena batuk rejan atau whooping cough berlangsung selama 100 hari, jadi selama 2
bulan di bawa ke mantra dan tidak ada perubahan itu wajar, karena batuk ini dapat
sembuh setelah menjalani stadium penyembuhan. Walaupun tidak dapat disembuhkan
tetapi dapat dicegah yaitu dengan menggunakan antibiotika berupa Eritromisin dosis
50 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis. Obat ini dpat menghilangkan Bordetella
pertusis dari nasofaring dalam 2-7 hari ( rata rata 3-4 hari) dengan demikian
memperpendek kemungkinan penyebaran infeksi.

B. Apa saja gejala dari pertusis?


• Pertusis biasanya mulai seperti pilek saja, dengan hidung beringus, rasa lelah dan
adakalanya demam parah.
• Kemudian batuk terjadi, biasanya sebagai serangan batuk, diikuti dengan tarikan
napas besar (atau “whoop”). Adakalanya penderita muntah setelah batuk.
• Pertusis mungkin serius sekali di kalangan anak kecil. Mereka mungkin menjadi biru
atau berhenti bernapas ketika serangan batuk dan mungkin perlu ke rumah sakit.
• Anak yang lebih besar dan orang dewasa mungkin menderita penyakit yang kurang
serius, dengan serangan batuk yang berlanjut selama berminggu-minggu tanpa
memperhatikan perawatan.

C. Apa factor penyebab pertusis?


Pertusis di sebabkan oleh infeksi kuman bordetella pertussis . Kuman mengeluarkan
toksin yg menyebabkan ambang rangsang batuk menjadi rendah , sehingga dengan
rangsangan sedikit saja akan terjadi batuk yg hebat dan lama.

D. Bagaimana pathogenesis dari pertusis?


Bordetella pertusis diitularkan melalui sekresi udara pernapasan yang kemudian
melekat pada siliaepitel saluran pernapasan. Basil biasanya bersarang pada silia epitel
thorak mukosa, menimbulkan eksudasi yang muko purulen, lesi berupa nekrosis
bagian basal dan tengah epitel torak, disertai infiltrate netrofil dan makrofag. Lendir
yang terbentuk dapat menyumbat bronkus kecil hingga dapat menimbulkan emfisema
(berkumpulnya udara secara patologis dalam jaringan atau organ) dan atelektasis
(pengembangan paru yang tidak lengkap saat lahir). Eksudasi dapat pula sampai ke
alveolus dan menimbulkan infeksi sekunder. Kelainan-kelainan paru itu dapat
menimbulkan bronkiektasis (dilatasi kronis dari satu atau lebih bronki).

4. A. Berapa kali dilakukan imunisasi DPT?


Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT
I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang dari 4
minggu.Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia
prasekolah (5-6 tahun). Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis,
maka sebaiknya diberikan DT, bukan DPT.

B. Apakah saat demam masih boleh dilakukan imunisasi?


Tidak boleh, vaksin dapat terkontaminasi oleh protein atau toksin yang tidak
diinginkan atau bahkan oleh virus hidup . Sistem imun dapat terganggu (
immunocompromised ) sehingga vaksin hidup merupakan kontra indikasi (tidak
dianjurkan untuk diberikan imunisasi)

C. Bagaimana jadwal untuk imunisasi DPT?


DPT dilakukan 3 kali pada usia 2, 3, dan 4 bulan. Adapun booster dilakukan 3 kali
usia 1 tahun, 5 tahun dan 12 tahun.

D. Apa manfaat imunisasi DPT?


Untuk mencegah penyakit difteri, pertusis, tetanus.
Selain itu pada saat tubuh terpapar oleh penyakit tersebut,tubuh sudah mengenal
agen2 yang menyerang sehingga tubuh bisa mengatasi ( memfagositosis ) kuman
dengan mudah / sudah di kenal.

E. Apa efek samping imunisasi DPT?


Setelah bayi mendapatkan imunisasi DPT anak menjadi gelisah dan menangis
terusmenerus selama beberapa jam paskasuntikkan. Biasanya bayi akan demam pada
sore hari setelah mendapat imunisasi DPT, demam akan turun dan hilang dalam
waktu 2 hari. Sebagian besar anak akan merasa nyeri, sakit, merah dan bengkak
ditempat suntikkan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan
pengobatan khusus karena akan sembuh dengan sendirinya. Bila gejala tersebut tidak
timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak bekerja dengan baik.

F. Mengapa imunisasi harus terjadwal?


Pemberian vaksin imunisasi harus terjadwal karena untuk mendapatkan respon
antibody yang adekuat. Memperpanjang pemberian dapat meningkatkan respon
antibody, tetapi lebih penting untuk segera menyelesaikan imunisasi dasar agar anak
segera terlindung dari penyakit, tetapi pemberian yang lebih panjang tidak akan
mengurangi kadar antibody akhir. Jadi, bila anak terlambat untuk imunisasi
selanjutnya, segera berikan imunisasi tersebut pada kesempatan pertama kontak
dengan petugas kesehatan kemudian lanjutkan imunisasi berikutnya, dan tidak perlu
dosis tambahan.

G. Apakah vaksinasi bisa bertahan seumur hidup?


Tidak bisa, karena tidak menututp kemungkinan terjangkit penyakit yang sudah
pernah di imunisasikan . Tetapi, bila anak yang sudah diimunisasi terjangkit penyakit
yang telah di imunisasi, sakit / simtom yang timbul tidak separah anak yang tidak di
imunisasi.

H. Bagaimana prosedur serta dosis imunisasi DPT?


Vaksin disuntikkan intramuskular di bagian anterolateral paha sebanyak 0,5 ml.

5. A. Bagaimana jadwal untuk imunisasi BCG, Hepatitis B, Polio, dan Campak?


BCG : 1x > sejak lahir sampai 6 bulan
Hepatitis B : 3x >sejak lahir, 2bulan, 3-6 bulan
Polio : 4x >sejak lahir, 2,3,dan 4 bulan
Campak : 1x > 9 bulan dan booster 1x > 6 tahun

B. Apa manfaat imunisasi BCG, Hepatitis B, Polio, dan Campak?


BCG : menurunkan kejadian tuberculosis berat pada anak (meningitis, TB milier),
dan mencegah kematian akibat TB
Hepatitis B : mencegah penyakit akibat virus hepatitis B
Polio : mencegah penyakit poliomyelitis
Campak : mencegah penyakit akibat virus campak

C. Bagaimana cara pemberian dan dosis dari imunisasi BCG, Hepatitis B, Polio dan
Campak?
BCG : Vaksin disuntik intrakutan di daerah insertio m.deltoideus dengan dosis untuk
bayi 1 < tahun sebanyak 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml. Pada bayi perempuan dapat
diberikan suntikan di paha kanan atas.

Hepatitis B : Pada anak, vaksin diberikan intramuskular di daerah pangkal lengan atas
(m.deltoid), sedangkan apda bayi di daerah paha.

Polio : Ada 2 jenis vaksin polio, yaitu vaksin salk (diberikan secara suntik) dan vaksin
sabin ( diberikan dalam bentuk pil atau cairan). Di indonesia umumnya diberikan
vaksin sabin. Vaksin ini diteteskan 2 tetes (0,1ml) langsung ke mulut anak atau
dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.
Campak : Vaksin disuntik subkutan di paha sebanyak 0,5 ml.

D. Bagaimana kontra indikasi imunisasi?


DPT : Kontraindikasinya usia diatas 7 tahun, demam (>38C) , sakit berat (terutama
kelainan neurologis), riwayat reaksi berat terhadap pemberian DPT sebelumnya
berupa syok, kejang, penurunan kesadaran, atau gejala neurologis lainnya.

BCG : Kontraindikasinya pasien dengan imunokompromis (leukimia, pengobatan


steroid jangka panjang, dan infeksi HIV)

Polio : Kontraindikasinya diare berat, defisiensi imun ( karena obat imunosupresan


kemoterapi, kortikosteroid), dan kehamilan.

Campak : Kontraindikasinya infeksi akut disertai demam lebih dari 38C, defisiensi
imunologis, pengobatan dengan imunosupresif, alergi protein telur, hipersensitivitas
terhadap kanamisin dan eritromisin, dan wanita hamil.

Hepatitis B : Kontraindikasinya anak yang sakit berat.

E. Bagaimana efek samping dari imunisasi?


Efek samping imunisasi DPT terjadi pembengkakan kecil dan merah pada tempat
suntikan selama 2 minggu. Setelah 2-3 minggu, pembengkakan akan menjadi abses
kecil dan menjadi luka dengan diamater 10 mm. Luka akan sembuh dengan
sendirinya dalam waktu 2-3 bulan dan meninggalkan luka parut. Apabila dosis yang
diberikan terlalu tinggi maka ulkus yang akan timbul akan lebih besar dan apabila
penyuntikkan terlalu dalam maka luka parut yang akan tertarik kedalam (retacred).

Pada imunisasi BCG akan terjadi pembengkakan kecil dan merah pada tempat
suntikan selama 2 minggu. Setelah 2-3 minggu, pembengkakan akan menjadi abses
kecil dan menjadi luka dengan diamater 10 mm. Luka akan sembuh dengan
sendirinya dalam waktu 2-3 bulan dan meninggalkan luka parut. Apabila dosis yang
diberikan terlalu tinggi maka ulkus yang akan timbul akan lebih besar dan apabila
penyuntikkan terlalu dalam maka luka parut yang akan tertarik kedalam (retacred).
Setelah mendapatkan imunisasi polio sebahagian kecil penerima vaksin OPV akan
mengalami gejala pusing-pusing, diare ringan dan sakit otot. Pada umumnya efek
samping paska imunisasi polio sangat jarang ditemukan bahkan hampir tidak
memberikan efek samping sama sekali.

F. Bagaimana pandangan islam tentang imunisasi?


Imunisasi hukumnya boleh dan tidak terlarang, karena termasuk penjagaan diri dari
penyakit sebelum terjadi. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda : “
Barangsiapa yang memakan tujuh butir kurma ajwah, maka dia akan terhindar sehari
itu dari racun dan sihir”
(HR. Bukhari : 5768, Muslim : 4702).
Hadits ini menunjukkan secara jelas tentang disyari’atkannya mengambil sebab untuk
membentengi diri dari penyakit sebelum terjadi. Demikian juga kalau dikhawatirkan
terjadi wabah yang menimpa maka hukumnya boleh sebagaimana halnya boleh
berobat tatkala terkena penyakit.
2.3.4 Kerangka Konsep

Mai, perempuan, 5
tahun

DPT (1X), BCG (1X), Hepatitis B (1X),


Polio (!X) dan Campak (1X)

Imunitas
Usia 5 tahun
menurun

Whooping Cough Batuk disertai muntah dan


dahak

Pertusis
Kerangka Sintesis
Bordetella Pertusis
ditularkan melalui sekresi
udara pernapasan

Silia epitel saluran


pernapasan

Bordetella
menginfeksi

Perlekatan pada silia

Filamentous Lymphosithosis protein 69-Kd


Hemaglutinin (FHA) Promoting Factor
(LPF)/ Pertusis Toxin
(PT)

Menyebar keseluruh
permukaan epitel
menuju saluran napas

Menghasilkan toksin

Mengganggu aliran
sekret

Batuk berkali kali dan Whooping cough


menarik napas dalam
2.3.5 Hipotesis

Mai, anak perempuan, 5 tahun, mengalami pertusis karena tidak lengkap dalam
imunisasi DPT.

2.3.6 Keterbatasan Ilmu dan Learning Issue

No Pokok Bahasan What I What I don’t What I have How I will


Know Know to prove Learn
1. Pertusis Pengertian,
gejala,
penyebab,
stadiumnya,
pencegahannya Internet, Al-
2. Imunisasi DPT, BCG,
Quran, Juornal
Hepatitis B,
dan textbook
Polio, Campak
3. Batuk Pengertian,
jenis- jenis,
factor penyebab
4. Anatomi dan Apa yang
Fisiologi Sistem terlibat dalam
Respirasi system respirasi
5. Mekanisme Perjalanan
whooping cough penyakit
sehingga bisa
terpapar
6. Patogenesis Perjalanan
Pertusis penyakit
sehingga bisa
terpapar
7. Pandangan Islam Hadist tentang
imunisasi

2.3.7 Learning Issue


1. Pertusis
2. Imunisasi ( DPT, BCG, Hepatitis B, Campak, Polio)
3. Batuk
4. Anatomi dan Fisiologi system pernafasan
5. Mekanisme whooping cough
6. Pathogenesis pertusis
7. Pandangan islam imunisasi

2.3.8 Sintesis

Pandangan Islam

Hukum Asal Imunisasi

Imunisasi hukumnya boleh dan tidak terlarang, karena termasuk penjagaan diri dari
penyakit sebelum terjadi. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda :

“Barangsiapa yang memakan tujuh butir kurma ajwah, maka dia akan terhindar
sehari itu dari racun dan sihir” (HR. Bukhari : 5768, Muslim : 4702).

Hadits ini menunjukkan secara jelas tentang disyari’atkannya mengambil sebab untuk
membentengi diri dari penyakit sebelum terjadi. Demikian juga kalau dikhawatirkan
terjadi wabah yang menimpa maka hukumnya boleh sebagaimana halnya boleh
berobat tatkala terkena penyakit.

Hukum Berobat dengan sesuatu yang Haram


Masalah ini terbagi menjadi dua bagian :
a. Berobat dengan khomr adalah haram sebagaimana pendapat mayoritas ulama,
berdasarkan dalil :

“Sesungguhnya khomr itu bukanlah obat melainkan penyakit.” (HR. Muslim:1984)


Hadist ini merupakan dalil yang jelas tentang haramnya khomr dijadikan sebagai obat.

b. Berobat dengan benda haram selain khomr.

Masalah ini diperselisihkan ulama menjadi dua pendapat :


Pertama : Boleh dalam kondisi darurat. Ini pendapat Hanafiyyah, Syafi’iyyah, dan
Ibnu Hazm. Di antara dalil mereka adalah keumuman firman Allah :... Sesungguhnya
Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa
yang terpaksa kamu memakannya.... (QS. Al- An’am [6]:119).

Demikian juga Nabi membolehkan sutera bagi orang yang terkena penyakit kulit,
Nabi membolehkan emas bagi sahabat arfajah untuk menutupi aibnya, dan bolehnya
orang yang sedang ihrom untuk mencukur rambutnya apabila ada penyakit di
rambutnya.

Kedua : Tidak boleh secara mutlak. Ini adalah madzab Malikiyyah dan Hanabillah.
Diantara dalil mereka adalah sabda Nabi :

“Sesungguhnya allah menciptakan penyakit dan obatnya, maka berobatlah dan


jangan berobat dengan benda haram” (ash-Shohihah:4/174).

Alasan lainnya karena berobat hukumnya tidak wajib menurut jumhur ulama, dan
karena sembuh dengan berobat bukanlah perkara yang yakin. Pendapat yang kuat: Pada
asalnya tidak boleh berobat dengan benda-benda haram kecuali dalam kondisi darurat, yaitu
apabila penyakit dan obatnya memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Penyakit tersebut penyakit yang harus diobati


2. Benar- benar yakin bahwa obat ini sangat bermanfaat pada penyakit tersebut.
3. Tidak ada pengganti lainnya yang mubah.

IMUNISASI

Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu.


Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah suatu penyakit. Vaksin
membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap
penyakit. Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu
membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak.

Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin
jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin timbul. Dengan adanya vaksin maka
banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius, yang sekarang ini sudah jarang ditemukan.
Aspek Imunisasi

Perlu diketahui bahwa istilah imunisasi dan vaksinasi seringkali diartikan sama. Padahal,
tidak lah sama. Imunisasi adalah suatu proses yang bertujuan untuk membuat tubuh kebal
terhadap suatu penyakit. Imunisasi dibagi menjadi 2, yaitu imunisasi aktif dan imunisasi
pasif. Imunisasi aktif adalah suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan paparan
kepada tubuh dari antigen yang berasal dari suatu patogen, dengan harapan tubuh akan
membentuk sistem kekebalan terhadap patogen tersebut. Imunisasi aktif sering disebut
dengan vaksinasi.

Sedangkan imunisasi pasif adalah memberikan imunoglobulin (kekebalan yang sudah jadi)
kepada tubuh seseorang sehingga dapat memberikan perlindungan dengan segera dan cepat
yang seringkali dapat terhindar dari kematian. Hanya saja perlindungan tersebut tidaklah
permanen melainkan berlangsung beberapa minggu saja. Demikian pula cara tersebut adalah
mahal dan memungkinkan anak justru menjadi sakit karena secara kebetulan atau karena
suatu kecelakaan serum yang diberikan tidak bersih dan masih mengandung kuman yang
aktif.

Imunisasi BCG

Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC).


BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan. BCG ulangan tidak dianjurkan karena
keberhasilannya diragukan. Vaksin disuntikkan secara intrakutan pada lengan atas, untuk
bayi berumur kurang dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,05 mL dan untuk anak berumur lebih
dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,1 mL. Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette-
Guerrin hidup yang dilemahkan, sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis.

Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita gangguan sistem kekebalan


(misalnya penderita leukemia, penderita yang menjalani pengobatan steroid jangka panjang,
penderita infeksi HIV).

Reaksi yang mungkin terjadi:

1. Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul
kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah
menjadi pustula (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka
(ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan
meninggalkan jaringan parut.
2. Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher, tanpa disertai
nyeri tekan maupun demam, yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan.
Komplikasi yang mungkin timbul adalah:

1. Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena


penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan. Untuk
mempercepat penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi
(pengisapan abses dengan menggunakan jarum) dan bukan disayat.
2. Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau
dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6 bulan.
Imunisasi DPT

Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis
dan tetanus. DIFTERI adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat
menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. PERTUSIS (BATUK REJAN) adalah inteksi
bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi
pernafasan yang melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat
menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum.
Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan
otak. TETANUS adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta
kejang

Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur
kurang dari 7 tahun. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan
pada otot lengan atau paha. Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak
berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang
dari 4 minggu.Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia
prasekolah (5-6 tahun). Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka
sebaiknya diberikan DT, bukan DPT.

Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster vaksin


Td pada usia 14-16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena vaksin hanya memberikan
perlindungan selama 10 tahun, setelah 10 tahun perlu diberikan booster).
Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3 kali suntikan yang mengandung vaksin
difteri, akan memperoleh perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun.

DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri
di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya
komponen pertusis di dalam vaksin.

Pada kurang dari 1% penyuntikan, DPT menyebabkan komplikasi berikut:

1. demam tinggi (lebih dari 40,5° Celsius)


2. kejang - kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah
mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya)
3. syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon).
Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa
ditunda sampai anak sehat.

Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau perkembangannya abnormal,
penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik atau kejangnya bisa
dikendalikan.

1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan,
nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan
menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen (atau ibuprofen). Untuk mengurangi nyeri
di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak-
gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan.

Imunisasi DT

Imunisasi DT memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan oleh


kuman penyebab difteri dan tetanus. Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya
pada anak yang tidak boleh atau tidak perlu menerima imunisasi pertusis, tetapi masih perlu
menerima imunisasi difteri dan tetanus.

Cara pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama dengan imunisasi DPT. Vaksin
disuntikkan pada otot lengan atau paha sebanyak 0,5 mL. Vaksin ini tidak boleh diberikan
kepada anak yang sedang sakit berat atau menderita demam tinggi. Efek samping yang
mungkin terjadi adalah demam ringan dan pembengkakan lokal di tempat penyuntikan, yang
biasanya berlangsung selama 1-2 hari.
Imunisasi TT

Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan kekebalan aktif terhadap


penyakit tetanus. ATS (Anti Tetanus Serum) juga dapat digunakan untuk pencegahan
(imunisasi pasif) maupun pengobatan penyakit tetanus.

Kepada ibu hamil, imunisasi TT diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada saat kehamilan
berumur 7 bulan dan 8 bulan. Vaksin ini disuntikkan pada otot paha atau lengan sebanyak 0,5
mL. Efek samping dari tetanus toksoid adalah reaksi lokal pada tempat penyuntikan, yaitu
berupa kemerahan, pembengkakan dan rasa nyeri.

Imunisasi Polio

Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis. Polio


bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan/tungkai.
Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan.
Polio bisa menyebabkan kematian.

Terdapat 2 macam vaksin polio:

 IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah
dimatikan dan diberikan melalui suntikan
 OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah
dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen (TOPV)
efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1
jenis polio.
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV) dengan interval tidak kurang
dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV,
kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun).

Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes
(0,1 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.

Kontra indikasi pemberian vaksin polio:

 Diare berat
 Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan,
kemoterapi,kortikosteroid)
 Kehamilan.
Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-kejang. Dosis
pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis
ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibobi sampai pada tingkat
yang tertingiu.

Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada orang dewasa tidak perlu
dilakukan pemberian booster secara rutin, kecuali jika dia hendak bepergian ke daerah
dimana polio masih banyak ditemukan. Kepada orang dewasa yang belum pernah
mendapatkan imunisasi polio dan perlu menjalani imunisasi, sebaiknya hanya diberikan IPV.

Kepada orang yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah
pemberian IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh diberikan IPV.
Sebaiknya diberikan OPV.

Kepada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita AIDS, infeksi HIV,
leukemia, kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan kepada
orang yang sedang menjalani terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid atau obat
imunosupresan lainnya.

IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare.

Jika anak sedang menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi
ditunda sampai mereka benar-benar pulih.

IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan, yang biasanya
berlangsung hanya selama beberapa hari.

Imunisasi Campak

Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (tampek).


Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih.
Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada umur 6 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian.
Vaksin disuntikkan secara subkutan dalam sebanyak 0,5 mL.

Kontra indikasi pemberian vaksin campak:

 infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38°Celsius


 gangguan sistem kekebalan
 pemakaian obat imunosupresan
 alergi terhadap protein telur
 hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin
 wanita hamil.
Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis dan
gejala kataral serta ensefalitis (jarang).

Kondisi Dimana Imunisasi Tidak Dapat Diberikan atau Imunisasi Boleh Ditunda:
* Sakit berat dan akut; Demam tinggi;
* Reaksi alergi yang berat atau reaksi anafilaktik;
* Bila anak menderita gangguan sistem imun berat (sedang menjalani terapi steroid jangka
lama, HIV) tidak boleh diberi vaksin hidup (Polio Oral, MMR, BCG, Cacar Air).
* Alergi terhadap telur, hindari imunisasi influenza

Kontra Indikasi Imunisasi


Imunisasi terkadang dapat menimbulkan efek samping, tetapi hal ini menandakan bahwa
vaksin bekerja secara tepat. Efek samping yang dapat terjadi antara lain :
a) Setelah bayi diberikan imunisasi BCG akan terjadi pembengkakan kecil dan merah pada
tempat suntikan selama 2 minggu. Setelah 2-3 minggu, pembengkakan akan menjadi abses
kecil dan menjadi luka dengan diamater 10 mm. Luka akan sembuh dengan sendirinya dalam
waktu 2-3 bulan dan meninggalkan luka parut. Apabila dosis yang diberikan terlalu tinggi
maka ulkus yang akan timbul akan lebih besar dan apabila penyuntikkan terlalu dalam maka
luka parut yang akan tertarik kedalam (retacred).
b) Setelah bayi mendapatkan imunisasi DPT anak menjadi gelisah dan menangis
terusmenerus
selama beberapa jam paskasuntikkan. Biasanya bayi akan demam pada sore hari setelah
mendapat imunisasi DPT, demam akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar
anak akan merasa nyeri, sakit, merah dan bengkak ditempat suntikkan. Keadaan ini tidak
berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus karena akan sembuh dengan
sendirinya. Bila gejala tersebut tidak timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut
tidak bekerja dengan baik.
c) Setelah mendapatkan imunisasi polio sebahagian kecil penerima vaksin OPV akan
mengalami gejala pusing-pusing, diare ringan dan sakit otot. Pada umumnya efek samping
paska imunisasi polio sangat jarang ditemukan bahkan hampir tidak memberikan efek
samping sama sekali

PERTUSIS

Definisi

Pertusis (Batuk Rejan, Whooping Cough) adalah infeksi bakteri pada saluran pernafasan yang
sangat menular dan menyebabkan batuk yang biasanya diakhiri dengan suara pernafasan
dalam bernada tinggi (melengking).

Pertusis bisa terjadi pada usia berapapun, tetapi 50% kasus ditemukan pada anak berumur
dibawah 4 tahun. Serangan pertusis yang pertama tidak selalu memberikan kekebalan penuh.
Jika terjadi serangan pertusis kedua, biasanya bersifat ringan dan tidak selalu dikenali sebagai
pertusis.

Etiologi

Bordetella pertussis itu adalah bakteri penyebab penyakit menular akut yang
menyerang pernafasan alias batuk rejan atau batuk seratus hari yang mengandung beberapa
komponen yaitu Peitusis Toxin (PT), Filamentous Hemagglutinin (FHA), Aglutinogen,
endotoksin, dan protein lainnya. Ciri organisme ini : pendek, gram negative, Cocco basil
kecil, non motile, non spora, manusia merupakan reservoir tunggal bagi B.pertussis dan
B.parapertussis, menyebar melalui droplet dan dengan pewarnaan toluidin biru dapat terlihat
granula bipolar metakromatik. Bakteri ini aerob murni dan membentuk asam tapi tidak
membentuk gas dari glukosa dan laktosa. Untuk biakan isolasi primer B pertussis dapat
digunakan Bordet Gengou 9agar kentang-darah-gliserol) yang mengandung Penisilin 0,5
µg/mL.
Terdapat dua mekanisme bagi B pertussis untuk berganti menjadi bentuk yang non
hemolitik, dan bentuk tidak virulen yang tidak menghasilkan toksin. Modulasi fenotipik yang
reversible terjadi bila B pertussis tumbuh dalam kondisi lingkungan tertentu. (misalnya suhu
280 C melawan suhu 370 C, adanya MgSO4, dll.)
Batuk rejan merupakan penyakit yang disebabkan oleh B pertussis. Penyakit ini
biasanya berlangsung selama 6 miggu atau lebih, oleh karena itu biasa disebut batuk seratus
hari. Batuk pertussis ditandai dengan batuk hebat yang khas dan biasanya diakhiri dengan
suara pernafasan yang melengking.
Penyakit ini menular melalui udara, yaitu melalui percikan ludah dari pasien yang
terkena penyakit lalu dihirup orang yang sehat dan kekebalan tubuhnya rendah. Gejala timbul
dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi. Bakteri menginfeksi lapisan tenggorokan, trakea
dan saluran udara sehingga pembentukan lendir semakin banyak. Pada awalnya lendir encer,
tetapi kemudian menjadi kental dan lengket.

Epidemiologi
Tersebar diseluruh dunia . ditempat tempat yang padat penduduknya dan dapat berupa
endemic pada anak. Merupakan penyakit paling menular dengan attack rate 80-100 % pada
penduduk yang rentan. Bersifat endemic dengan siklus 3-4 tahun antara juli sampai oktober
sesudah akumulasi kelompok rentan, Menyerang semua golongan umur yang terbanyak anak
umur , 1tahun, perempuan lebih sering dari laki laki, makin muda yang terkena pertusis
makin berbahaya. Insiden puncak antara 1-5 tahun, dengan persentase kurang dari satu tahun
: 44%, 1-4 tahun : 21%, 5-9 tahun : 11%, 12 tahun lebih: 24% ( Amerika tahun 1993).

Patogenesis dari Bordetella Pertusis

Bordetella pertusis diitularkan melalui sekresi udara pernapasan yang kemudian


melekat pada silia epitel saluran pernapasan. Basil biasanya bersarang pada silia epitel thorak
mukosa, menimbulkan eksudasi yang muko purulen, lesi berupa nekrosis bagian basal dan
tengah epitel torak, disertai infiltrate netrofil dan makrofag.

Mekanisme patogenesis infeksi Bordetella pertusis yaitu perlengketan, perlawanan,


pengerusakan local dan diakhiri dengan penyakit sistemik.

Perlengketan dipengaruhi oleh FHA ( filamentous Hemoglutinin), LPF (lymphositosis


promoting factor), proten 69 kd yang berperan dalam perlengketan Bordetella pertusis pada
silia yang menyebabkan Bordetella pertusis dapat bermultipikasi dan menghasilkan toksin
dan menimbulkan whooping cough. Dimana LFD menghambat migrasi limfosit dan
magrofag didaerah infeksi.

Perlawanan karena sel target da limfosist menjadi lemah dan mati oleh karena ADP
(toxin mediated adenosine disphosphate) sehingga meningkatkan pengeluaran histamine dan
serotonin, blokir beta adrenergic, dan meningkatkan aktivitas isulin.
Sedang pengerusakan lokal terjadi karena toksin menyebabkan peradangan ringan
disertai hyperplasia jaringan limfoid peribronkial sehingga meningkatkan jumlah mucus pada
permukaan silia yang berakibat fungsi silia sebagai pembersih akan terganggu akibatnya akan
mudah terjadi infeksi sekunder oleh sterptococos pneumonia, H influenzae, staphylococos
aureus.

Penumpukan mucus akan menyebabkan plug yang kemudian menjadi obstruksi dan
kolaps pada paru, sedang hipoksemia dan sianosis dapat terjadi oleh karena gangguan
pertukaran oksigen saat ventilasi dan menimbulkan apneu saat batuk. Lendir yang terbentuk
dapat menyumbat bronkus kecil sehingga dapat menimbulkan emfisema dan atelektasis.
Eksudasi dapat pula sampai ke alveolus dan menimbulkan infeksi sekunder, kelaina paru itu
dapat menimbulkan bronkiektasis.

Diagnosis dan Manifestasi Klinis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut:


- Pembiakan lendir hidung dan mulut
- Pembiakan apus tenggorokan
- Pemeriksaan darah lengkap (terjadi peningkatan jumlah sel darah putih yang ditandai
dengan sejumlah besar limfosit)
- Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertussis
- ELISA
Diagnosis ditegakan berdasarkan atas anamnesa , pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboraturium. Pada anamnesis penting ditanyakan adakah serangan yang khas yaitu batuk
mula mula timbul pada malam hari tidak mereda malahan meningkat menjadi siang dan
malam dan terdapat kontak dengan penderita pertusis, batuk bersifat paroksimal dengan
bunyi whoop yang jelas, bagaimanakah riwayat imunisasinya.

Pada pemeriksaan fisik tergantung dari stadium saat pasien diperiksa. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis( 20.000-50000/ul) pada akhir stadium
kataralis dan permulaan stadium spasmodic. Pada pemeriksaan secret nasofaring didapatkan
Bordetella pertusis. Dan pemeriksaan lain adalah foto thorak apakah terdapat infiltrate
perihiler, atelektasis atau emfisema.
Diagnosis dapat dibuat dengan memperhatikan batuk yang khas bila penderita datang
pada stadium spasmodic, sedang pada stadium kataralis sukar dibuat diagnosis karena
menyerupai common cold.

Gejala klinis
Infeksi berlangsung selama 6 minggu, dan berkembang melalui 3 tahapan:
1. Tahap kataral ( mulai terjadi secara bertahap dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi)
Gejalanya menyerupai flu ringan :
a. bersin-bersin
b. mata berair
c. nafsu makan berkurang
d. lesu
e. batuk (pada awalnya hanya timbul di malam hari kemudian terjadi sepanjang
hari)
2. Tahap paroksismal (mulai timbul dalam waktu 10-14 hari setelah timbulnya gejala
awal) 5-15 kali batuk diikuti dengan menghirup nafas dalam dengan nada tinggi.
Batuk bisa disertai pengeluaran sejumlah besar lendir yang biasanya ditelan oleh bayi/
anak-anak atau tampak sebagai gelembung udara di hidungnya. Batuk atau lendir
yang kental sering merangsang terjadinya muntah. Serangan batuk bisa diakhiri oleh
penurunan kesadaran yang bersifat sementara.
3. Tahap Konvalesen (mulai terjadi dalam waktu 4-6 minggu setelah gejala awal)
Batuk semakin berkurang, muntah juga berkurang, anak tampak merasa lenih baik.
Kadang batuk terjadi selama berbulan-bulan, biasanya akibat iritasi saluran
pernafasan.

Diagnosis Banding

1. Bordetella Parapertusis
Penyakitnya lebih ringan, kira- kira 5% dari penderita pertusis. Dapat diidentifikasi
secara khusus dengan tes aglutinasi.
2. Bordetella Bronchoseptica
Gejala penyakitnya sama dengan parapertusis, namun lebih sering didapatkan pada
binatang, dan mungkin ditemukan dalam saluran pernapasan pada orang yang kontak
dengan binatang tersebut.
3. Infeksi oleh Klamidia
Penyebabnya biasanya klamidia trakomatis. Pada bayi menyebabkan pneumonia, oleh
karena terkena infeksi dari ibu. Infeksi saluran pernapasan terjadi 2 – 12 minggu
setelah lahir dengan gejala – gejala pernapasan cepat, batuk paroksimal, tanpa demam
,eosinofilia. Pada thorak foto terlihat konsolidasi paru dan hiperinflasi. Diagnosis
dengan isolasi yaitu ditemukannya klamidia dari cairan saluran pernapasan. Penyakit
ini disebut juga Eosinophilic Pertusoid Pneumonitis

Komplikasi
a) Pada saluran pernapasan
1. Bronkopneumonia merupakan komplikasi berat yang paling sering terjadi dan
menyebabkan kematian pada anak di bawah 3 tahun terutama bayi yang lebih kecil
dari 1 tahun. Gejala ditandai dengan batuk,sesak napas, panas. Pada foto thoraks
terlihat bercak-bercak infiltrate tersebar.
2. Otitis media
Karena batuk – batuk hebat, kuman masuk ke tuba eustachi kemudian masuk ke
telinga tengah sehingga menyebabkan otitis media.
3. Bronchitis
Batuk mula – mula kering, setelah beberapa hari timbul lendir jernih kemudian
menjadi purulen. Pada auskultasi terdengar suara pernapasan kasar atau ronki kasar
atau ronki kering.
4. Atelektasis
Timbul karena lendir kental yang dapat menyumbat bronkioli.
5. Emfisema pulmonum
Terjadi oleah karena batuk – batuk yang hebat sehingga alveoli pecah.
6. Bromkiektasi
Terjadi karena pelebaran bronkus akibat tersumbat oleh lendir yang kental dan dapat
disertai dengan infeksi sekunder.
7. Kolaps alveoli paru akibat batuk paroksimal yang lama pada anak – anak sehingga
dapat
menyebabkan hipoksia berat pada bayi dapat menyebabkan kematian yang tiba – tiba

b) Pada Sistem Saraf Pusat


Terjadi kejang karena :
Hipoksi dan anoksia akibat apnue yang lama, perdarahan subarachnoid yang massif,
enselopati akibat atrofi kortikal yang difus, gangguan elektrolit karena muntah.

c) Komplikasi – komplikasi yang lain


Hemoptisis akibat batuk yang hebat sehingga menyebabakan tekanan venous
meningkat dan kapiler pecah, epitaksis, hernia, prolaps rekti, malnutirsi karena
anoreksia dan infeksi sekunder.

Penatalaksanaan
Pemberian Eritromisin pada stadium kataral akan membantu pencegahan dan
pembasmian mikroorganisme. Sedangkan pengobatan pada stadium paroksismal jarang
mengubah gejala klinik. B pertusis peka terhadap obat antimikroba in vitro. Jika penyakitnya
berat, penderita biasanya dirawat di Rumah Sakit dan ditempatkan di kamar yang tenang dan
tidak terlalu terang. Keributan juga bisa merangsang serangan batuk.
Eritromisin memiliki struktur umum dgn cincin makrolid serta gula desosamin dan
kladinosa dengan berat molekul 734. Sukar larut dalam air, larut dalam pelarut organik. Agak
stabil pd 4ºC, hilang aktivitasnya pd 20ºC dan pd pH asam. Efektif thd organisme gram (+)
yang bersifat bakteriositik dan bakteriosid
Eritromisin basa dirusak oleh as.lambung, absorbsi diperlambat oleh adanya makanan
dlm lambung. T ½ : 1,6 jam. Berdifusi baik ke berbagai organ jaringan tubuh,kecuali ke otak
dan cairan serebrospinal. Dapat menembus plasenta dan mencapai janin.
Efek gastrointestinal : anoreksia, mual, muntah dan diare kdg2 menyertai pd pemberian
oral. Toksisitas hati : eritromisin, terutama estolat dapat menimbulkan hepatitis kolestatik
akut (demam, ikhterus, gangguan fungsi hati)àreaksi hipersensitif.
• Kasus bayi & balita berat perlu MRS untuk perawatan pernafasan dengan suksion, oksigen,
IV (bahaya minum)
• Eritromicin (40mg/kg/hari, max: 2 gm, QID X 14 hari) dapat menolong meringankan
perkembangan batuknya asal dimulai pada stadium kataral. Pada stadium Paroksismal
antibiotika hanya menolong menghentikan infektiviti.
• Trimethoprim-sulfamethoxazole pada pasien yang tidak tahan eritromicin tetapi manfaatnya
belum dibuktikan
• Steroid dan Beta2 Agonis mungkin dapat menolong.
Dapat pula dilakukan pengisapan lendir dari tenggorokan. Pada kasus yang berat,
oksigen diberikan langsung ke paru-paru melalui selang yang dimasukkan ke trakea.
Diberikan cairan melalui infuse untuk menggantikan cairan yang hilang karena muntah pada
bayi dan karena biasanya tidak dapat makan akibat batuk.
Gizi yang baik sangat penting, dan sebaiknya makanan diberikan dalam porsi kecil
tapi sering.

Pencegahan
Pemberian 3 suntikan vaksin pertussis ( biakan tidak murni) dalam konsentrasi tepat
pada bayi sangat perlu. Biasanya diberikan dengan kombinasi dengan toksoid difteria dan
tetanus (DPT). Eritromisin profilaktik dapat diberikan pada bayi yang belum divaksin atau
orang dewasa yang kontak dengan penyakit ini.

Prognosis
Bergantung kepada ada tidaknya komplikasi, terutama komplikasi paru dan susunan
saraf pusat yang sangat berbahaya khususnya pada bayi dan anak kecil. Dimana frekuensi
komplikasi terbanyak dilaporkan pada bayi kurang dari 6 bulan mempunyai mortalitas
morbiditas yang tinggi.

BATUK
Batuk adalah sebuah refleks fisiologi untuk melindungi tubuh dari benda-benda asing
yang masuk ke tenggorokan. Dalam jalan udara di tenggorokan ada banyak rambut getar
yang terus bergerak dan berfungsi untuk menyapu bersih benda-benda asing yang masuk ke
tenggorokan, tubuh akan berusaha mengeluarkannya dengan cara batuk. Tapi batuk juga bisa
menjadi gejala dari sesuatu penyakit.

Batuk disebabkan oleh adanya peradangan pada lapisan lendir saluran pernapasan.
Ada batuk berdahak akut karena infeksi disebabkan oleh bakteri atau virus, misalnya
tubercolosa, influenza, dan campak. Sedangkan batuk berdahak yang tidak disebabkan oleh
infeksi, antara lain alergi, asma, atau pun debu. Sekadar diketahui, penyakit asma juga
disertai batuk. Jika penderita asma terkena udara dingin, asma yang dideritanya akan
kambuh. Dan itu biasanya disertai dengan batuk.

Selain itu, ada pula batuk berdahak yang tidak disebabkan oleh infeksi yaitu makanan
yang merangsang tenggorokan. Ada pula karena kanker. Batuk karena orang sering merokok
sulit diatasi hanya dengan obat batuk simtomatik. Batuk berdahak pada orang yang sakit
disebabkan oleh adanya kalainan dalam tubuh terutama pada saluran napas atau bronkitis.

Batuk berdahak pada umumnya disebabkan oleh influenza. Gejalanya yaitu demam
yang tinggi disertai otot tubuh yang kaku, bersin-bersin, hidung tersumbat, dan sakit
tenggorokan. Namun batuk berdahak juga timbul akibat peradangan pada paru-paru.

Jika tidak segera diobati, bisa terjadi batuk berdahak akut. Bila sudah akut
kemungkinan besar sulit diobati. Batuk berdahak yang berlebihan akan menimbulkan infeksi.
Batuk berdahak yang terlalu sering akan membuat tenggorokan menjadi luka dan
mengakibatkan tersumbatnya saluran pernapasan.

Batuk disertai muntah dan mengeluarkan dahak disebabkan karena Bakteri telah
menginfeksi lapisan tenggorokan, trakea dan saluran udara sehingga pembentukan lendir
semakin banyak. Pada awalnya lendir encer, tetapi kemudian menjadi kental dan lengket.
Batuk atau lendir yang kental sering merangsang terjadinya muntah, hal ini disebabkan rasa
mual yg diderita, dan pada anak kecil dimana reflek fisiologis yg belum terbentuk secara
sempurna maka akan menimbulkan muntah.

Anatomi dan Fisiologi

Batuk Rejan (whooping cough) merupakan penyakit yang mengganggu system


pernafasan yaitu hidung, tenggorokan, trachea, dan paru.

Perjalanan udara saat inspirasi bermula dari apertura nasalis anterior → cavitas nasi
(concha nasalis superior untuk pembau, concha nasalis medius dan concha nasalis inferior
untuk conditioning) → vestibulum nasi (dalam vestibulum nasi ini terdapat fibricea atau bulu
hidung yang berfungsi sebagai penyaring partikel-partikel kecil seperti debu yang masuk
bersama udara saat inspirasi) → choana → nasopharing → larynx → trachea (terdapat
cartilago dan pars membranacea) → bronchus primer → bronchus sekunder → bronchus
tertius → bronchiolus (disini sudah tidak ada cartilago) → bronchiolus terminalis (masuk
zona respiratorius) → brochiolus repiratorius → ductus alveolaris → saccus alveolaris →
alveolus.

Proses respirasi dapat dibagi menjadi empat golongan utama :


 Ventilasi paru-paru, yaitu pemasukkan dan pengeluaran udara di antara atmosfir dan
alveolus paru-paru
 Difusi oksigen dan karbondioksida di antara alveolus dan darah
 Transport oksigen dan karbondioksida di dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel

Sistem respirasi secara fungsional terdiri atas bagian konduksi dan bagian respirasi.
Batas antara kedua bagian itu adalah bagian transisi tepatnya pada segmen bronkiolus
respiratorius. Bagian konduksi meliputi rongga hidung, sinus paranasal, nasofaring, laring,
trakhea, dan cabang-cabang bronkus sampai dengan bronkiolus terminalis. Selanjutnya
adalah bagian respirasi yaitu mulai ductus alveolaris hingga alveolus.

Jadi dari penjabaran diatas, bahwa Mai, anak perempuan usia 5 tahun, mengalami
pertusis dengan gejala batuk berkali- kali dengan diakhiri menarik napas yang dalam
(whooping cough) sejak 2 bulan yang lalu yang disebabkan karena tidak lengkap imunisasi
DPT.
Daftar Pustaka

Al-Qur’anul Karim dan Al- hadist


Ali, Muhammad. 2000. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta; Pustaka Amani
Behrman, Rober M. Kliegman dan Ann M. Aruin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson.
Jakarta: EGC
Isselbacher, kurt J. 2000. Harrison Prinsip- Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
Kumala, Poppy. 1998. Kamus Kedokteran Dorlan, Jakarta; EGC

Mansjoer, Arief, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.Jakarta :

Fakultas Kedokteran UI

Price, Sylvia dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Editor : Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi,
dkk. 2009. Interna Publishing : Jakarta Pusat

Anda mungkin juga menyukai