PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
TUTORIAL SKENARIO B
Jika anak batuk, dengan demam yang tidak tinggi dan hidung beringus,
kemungkinannya adalah ia menderita pilek (colds) biasa. Di lain pihak, batuk
yang disertai 39 derajat Celcius atau lebih tinggi dimana anak tampak lesu dan
napasnya cepat, pikirkan kemungkinan pneumonia. Pada kasus ini, hubungi dokter
sesegera mungkin.
Batuk yang berat pada anak seringkali merangsang refleks muntah. Biasanya, hal
ini tidak membahayakan kecuali jika muntah berkelanjutan. Anak yang batuk
dengan pilek (colds)/ flu atau asma, bisa muntah apabila lendir mengalir ke
lambung dan menyebabkan mual. Perlu diingat, keadaan ini dapat merupakan hal
yang biasa dan tidak berbahaya.
Ada pula batuk berdahak yang tidak disebabkan oleh infeksi yaitu makanan yang
merangsang tenggorokan. Ada pula karena kanker. Batuk karena orang sering
merokok sulit diatasi hanya dengan obat batuk simtomatik. Batuk berdahak pada
orang yang sakit disebabkan oleh adanya kalainan dalam tubuh terutama pada saluran
napas atau bronkitis.
C. Bagaimana mekanisme whooping cough?
Bordetella pertusis dibantu oleh Filamentous Hemaglutinin (FHA), lymphositosis
promoting factor (LPF)/pertusis toksin (PT) dan protein 69-Kd → melekat pada silia
→ memperbanyak diri → menyebar keseluruh epitel saluran nafas → menghasilkan
toksin → mengganggu aliran secret → batuk berkali-kali → menarik nafas dalam →
whooping cough
D. Apa interpretasi batuk berkali- kali dan diakhiri dengan menarik nafas dalam sejak
2 bulan lalu?
Batuk berkali- kali dan diakhiri dengan menarik nafas dalam merupakan cirri dari
pertusis. Pertusis dibagi menjadi 3 stadium, yaitu kataral, paroksismal, dan
konvalesen. Pada stadium paroksismal lah terjadi batuk mula- mula pendek iritatif,
kering, intermitten, dan berkembang menjadi paroksismal yang tidak berhenti- henti
yang merupakan tanda khas pertusis.
Perjalanan udara saat inspirasi bermula dari apertura nasalis anterior → cavitas nasi
(concha nasalis superior untuk pembau, concha nasalis medius dan concha nasalis
inferior untuk conditioning) → vestibulum nasi (dalam vestibulum nasi ini terdapat
fibricea atau bulu hidung yang berfungsi sebagai penyaring partikel-partikel kecil
seperti debu yang masuk bersama udara saat inspirasi) → choana → nasopharing →
larynx → trachea (terdapat cartilago dan pars membranacea) → bronchus primer →
bronchus sekunder → bronchus tertius → bronchiolus (disini sudah tidak ada
cartilago) → bronchiolus terminalis (masuk zona respiratorius) → brochiolus
repiratorius → ductus alveolaris → saccus alveolaris → alveolus.
3. A. Mengapa Mai yang sudah dibawa berobat 3 kali ke mantri namun tetap tidak ada
perubahan?
Karena batuk rejan atau whooping cough berlangsung selama 100 hari, jadi selama 2
bulan di bawa ke mantra dan tidak ada perubahan itu wajar, karena batuk ini dapat
sembuh setelah menjalani stadium penyembuhan. Walaupun tidak dapat disembuhkan
tetapi dapat dicegah yaitu dengan menggunakan antibiotika berupa Eritromisin dosis
50 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis. Obat ini dpat menghilangkan Bordetella
pertusis dari nasofaring dalam 2-7 hari ( rata rata 3-4 hari) dengan demikian
memperpendek kemungkinan penyebaran infeksi.
C. Bagaimana cara pemberian dan dosis dari imunisasi BCG, Hepatitis B, Polio dan
Campak?
BCG : Vaksin disuntik intrakutan di daerah insertio m.deltoideus dengan dosis untuk
bayi 1 < tahun sebanyak 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml. Pada bayi perempuan dapat
diberikan suntikan di paha kanan atas.
Hepatitis B : Pada anak, vaksin diberikan intramuskular di daerah pangkal lengan atas
(m.deltoid), sedangkan apda bayi di daerah paha.
Polio : Ada 2 jenis vaksin polio, yaitu vaksin salk (diberikan secara suntik) dan vaksin
sabin ( diberikan dalam bentuk pil atau cairan). Di indonesia umumnya diberikan
vaksin sabin. Vaksin ini diteteskan 2 tetes (0,1ml) langsung ke mulut anak atau
dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.
Campak : Vaksin disuntik subkutan di paha sebanyak 0,5 ml.
Campak : Kontraindikasinya infeksi akut disertai demam lebih dari 38C, defisiensi
imunologis, pengobatan dengan imunosupresif, alergi protein telur, hipersensitivitas
terhadap kanamisin dan eritromisin, dan wanita hamil.
Pada imunisasi BCG akan terjadi pembengkakan kecil dan merah pada tempat
suntikan selama 2 minggu. Setelah 2-3 minggu, pembengkakan akan menjadi abses
kecil dan menjadi luka dengan diamater 10 mm. Luka akan sembuh dengan
sendirinya dalam waktu 2-3 bulan dan meninggalkan luka parut. Apabila dosis yang
diberikan terlalu tinggi maka ulkus yang akan timbul akan lebih besar dan apabila
penyuntikkan terlalu dalam maka luka parut yang akan tertarik kedalam (retacred).
Setelah mendapatkan imunisasi polio sebahagian kecil penerima vaksin OPV akan
mengalami gejala pusing-pusing, diare ringan dan sakit otot. Pada umumnya efek
samping paska imunisasi polio sangat jarang ditemukan bahkan hampir tidak
memberikan efek samping sama sekali.
Mai, perempuan, 5
tahun
Imunitas
Usia 5 tahun
menurun
Pertusis
Kerangka Sintesis
Bordetella Pertusis
ditularkan melalui sekresi
udara pernapasan
Bordetella
menginfeksi
Menyebar keseluruh
permukaan epitel
menuju saluran napas
Menghasilkan toksin
Mengganggu aliran
sekret
Mai, anak perempuan, 5 tahun, mengalami pertusis karena tidak lengkap dalam
imunisasi DPT.
2.3.8 Sintesis
Pandangan Islam
Imunisasi hukumnya boleh dan tidak terlarang, karena termasuk penjagaan diri dari
penyakit sebelum terjadi. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa yang memakan tujuh butir kurma ajwah, maka dia akan terhindar
sehari itu dari racun dan sihir” (HR. Bukhari : 5768, Muslim : 4702).
Hadits ini menunjukkan secara jelas tentang disyari’atkannya mengambil sebab untuk
membentengi diri dari penyakit sebelum terjadi. Demikian juga kalau dikhawatirkan
terjadi wabah yang menimpa maka hukumnya boleh sebagaimana halnya boleh
berobat tatkala terkena penyakit.
Demikian juga Nabi membolehkan sutera bagi orang yang terkena penyakit kulit,
Nabi membolehkan emas bagi sahabat arfajah untuk menutupi aibnya, dan bolehnya
orang yang sedang ihrom untuk mencukur rambutnya apabila ada penyakit di
rambutnya.
Kedua : Tidak boleh secara mutlak. Ini adalah madzab Malikiyyah dan Hanabillah.
Diantara dalil mereka adalah sabda Nabi :
Alasan lainnya karena berobat hukumnya tidak wajib menurut jumhur ulama, dan
karena sembuh dengan berobat bukanlah perkara yang yakin. Pendapat yang kuat: Pada
asalnya tidak boleh berobat dengan benda-benda haram kecuali dalam kondisi darurat, yaitu
apabila penyakit dan obatnya memenuhi kriteria sebagai berikut :
IMUNISASI
Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin
jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin timbul. Dengan adanya vaksin maka
banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius, yang sekarang ini sudah jarang ditemukan.
Aspek Imunisasi
Perlu diketahui bahwa istilah imunisasi dan vaksinasi seringkali diartikan sama. Padahal,
tidak lah sama. Imunisasi adalah suatu proses yang bertujuan untuk membuat tubuh kebal
terhadap suatu penyakit. Imunisasi dibagi menjadi 2, yaitu imunisasi aktif dan imunisasi
pasif. Imunisasi aktif adalah suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan paparan
kepada tubuh dari antigen yang berasal dari suatu patogen, dengan harapan tubuh akan
membentuk sistem kekebalan terhadap patogen tersebut. Imunisasi aktif sering disebut
dengan vaksinasi.
Sedangkan imunisasi pasif adalah memberikan imunoglobulin (kekebalan yang sudah jadi)
kepada tubuh seseorang sehingga dapat memberikan perlindungan dengan segera dan cepat
yang seringkali dapat terhindar dari kematian. Hanya saja perlindungan tersebut tidaklah
permanen melainkan berlangsung beberapa minggu saja. Demikian pula cara tersebut adalah
mahal dan memungkinkan anak justru menjadi sakit karena secara kebetulan atau karena
suatu kecelakaan serum yang diberikan tidak bersih dan masih mengandung kuman yang
aktif.
Imunisasi BCG
1. Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul
kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah
menjadi pustula (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka
(ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan
meninggalkan jaringan parut.
2. Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher, tanpa disertai
nyeri tekan maupun demam, yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan.
Komplikasi yang mungkin timbul adalah:
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis
dan tetanus. DIFTERI adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat
menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. PERTUSIS (BATUK REJAN) adalah inteksi
bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi
pernafasan yang melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat
menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum.
Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan
otak. TETANUS adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta
kejang
Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur
kurang dari 7 tahun. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan
pada otot lengan atau paha. Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak
berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang
dari 4 minggu.Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia
prasekolah (5-6 tahun). Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka
sebaiknya diberikan DT, bukan DPT.
DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri
di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya
komponen pertusis di dalam vaksin.
Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau perkembangannya abnormal,
penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik atau kejangnya bisa
dikendalikan.
1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan,
nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan
menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen (atau ibuprofen). Untuk mengurangi nyeri
di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak-
gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan.
Imunisasi DT
Cara pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama dengan imunisasi DPT. Vaksin
disuntikkan pada otot lengan atau paha sebanyak 0,5 mL. Vaksin ini tidak boleh diberikan
kepada anak yang sedang sakit berat atau menderita demam tinggi. Efek samping yang
mungkin terjadi adalah demam ringan dan pembengkakan lokal di tempat penyuntikan, yang
biasanya berlangsung selama 1-2 hari.
Imunisasi TT
Kepada ibu hamil, imunisasi TT diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada saat kehamilan
berumur 7 bulan dan 8 bulan. Vaksin ini disuntikkan pada otot paha atau lengan sebanyak 0,5
mL. Efek samping dari tetanus toksoid adalah reaksi lokal pada tempat penyuntikan, yaitu
berupa kemerahan, pembengkakan dan rasa nyeri.
Imunisasi Polio
IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah
dimatikan dan diberikan melalui suntikan
OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah
dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen (TOPV)
efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1
jenis polio.
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV) dengan interval tidak kurang
dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV,
kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun).
Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes
(0,1 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.
Diare berat
Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan,
kemoterapi,kortikosteroid)
Kehamilan.
Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-kejang. Dosis
pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis
ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibobi sampai pada tingkat
yang tertingiu.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada orang dewasa tidak perlu
dilakukan pemberian booster secara rutin, kecuali jika dia hendak bepergian ke daerah
dimana polio masih banyak ditemukan. Kepada orang dewasa yang belum pernah
mendapatkan imunisasi polio dan perlu menjalani imunisasi, sebaiknya hanya diberikan IPV.
Kepada orang yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah
pemberian IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh diberikan IPV.
Sebaiknya diberikan OPV.
Kepada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita AIDS, infeksi HIV,
leukemia, kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan kepada
orang yang sedang menjalani terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid atau obat
imunosupresan lainnya.
Jika anak sedang menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi
ditunda sampai mereka benar-benar pulih.
IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan, yang biasanya
berlangsung hanya selama beberapa hari.
Imunisasi Campak
Kondisi Dimana Imunisasi Tidak Dapat Diberikan atau Imunisasi Boleh Ditunda:
* Sakit berat dan akut; Demam tinggi;
* Reaksi alergi yang berat atau reaksi anafilaktik;
* Bila anak menderita gangguan sistem imun berat (sedang menjalani terapi steroid jangka
lama, HIV) tidak boleh diberi vaksin hidup (Polio Oral, MMR, BCG, Cacar Air).
* Alergi terhadap telur, hindari imunisasi influenza
PERTUSIS
Definisi
Pertusis (Batuk Rejan, Whooping Cough) adalah infeksi bakteri pada saluran pernafasan yang
sangat menular dan menyebabkan batuk yang biasanya diakhiri dengan suara pernafasan
dalam bernada tinggi (melengking).
Pertusis bisa terjadi pada usia berapapun, tetapi 50% kasus ditemukan pada anak berumur
dibawah 4 tahun. Serangan pertusis yang pertama tidak selalu memberikan kekebalan penuh.
Jika terjadi serangan pertusis kedua, biasanya bersifat ringan dan tidak selalu dikenali sebagai
pertusis.
Etiologi
Bordetella pertussis itu adalah bakteri penyebab penyakit menular akut yang
menyerang pernafasan alias batuk rejan atau batuk seratus hari yang mengandung beberapa
komponen yaitu Peitusis Toxin (PT), Filamentous Hemagglutinin (FHA), Aglutinogen,
endotoksin, dan protein lainnya. Ciri organisme ini : pendek, gram negative, Cocco basil
kecil, non motile, non spora, manusia merupakan reservoir tunggal bagi B.pertussis dan
B.parapertussis, menyebar melalui droplet dan dengan pewarnaan toluidin biru dapat terlihat
granula bipolar metakromatik. Bakteri ini aerob murni dan membentuk asam tapi tidak
membentuk gas dari glukosa dan laktosa. Untuk biakan isolasi primer B pertussis dapat
digunakan Bordet Gengou 9agar kentang-darah-gliserol) yang mengandung Penisilin 0,5
µg/mL.
Terdapat dua mekanisme bagi B pertussis untuk berganti menjadi bentuk yang non
hemolitik, dan bentuk tidak virulen yang tidak menghasilkan toksin. Modulasi fenotipik yang
reversible terjadi bila B pertussis tumbuh dalam kondisi lingkungan tertentu. (misalnya suhu
280 C melawan suhu 370 C, adanya MgSO4, dll.)
Batuk rejan merupakan penyakit yang disebabkan oleh B pertussis. Penyakit ini
biasanya berlangsung selama 6 miggu atau lebih, oleh karena itu biasa disebut batuk seratus
hari. Batuk pertussis ditandai dengan batuk hebat yang khas dan biasanya diakhiri dengan
suara pernafasan yang melengking.
Penyakit ini menular melalui udara, yaitu melalui percikan ludah dari pasien yang
terkena penyakit lalu dihirup orang yang sehat dan kekebalan tubuhnya rendah. Gejala timbul
dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi. Bakteri menginfeksi lapisan tenggorokan, trakea
dan saluran udara sehingga pembentukan lendir semakin banyak. Pada awalnya lendir encer,
tetapi kemudian menjadi kental dan lengket.
Epidemiologi
Tersebar diseluruh dunia . ditempat tempat yang padat penduduknya dan dapat berupa
endemic pada anak. Merupakan penyakit paling menular dengan attack rate 80-100 % pada
penduduk yang rentan. Bersifat endemic dengan siklus 3-4 tahun antara juli sampai oktober
sesudah akumulasi kelompok rentan, Menyerang semua golongan umur yang terbanyak anak
umur , 1tahun, perempuan lebih sering dari laki laki, makin muda yang terkena pertusis
makin berbahaya. Insiden puncak antara 1-5 tahun, dengan persentase kurang dari satu tahun
: 44%, 1-4 tahun : 21%, 5-9 tahun : 11%, 12 tahun lebih: 24% ( Amerika tahun 1993).
Perlawanan karena sel target da limfosist menjadi lemah dan mati oleh karena ADP
(toxin mediated adenosine disphosphate) sehingga meningkatkan pengeluaran histamine dan
serotonin, blokir beta adrenergic, dan meningkatkan aktivitas isulin.
Sedang pengerusakan lokal terjadi karena toksin menyebabkan peradangan ringan
disertai hyperplasia jaringan limfoid peribronkial sehingga meningkatkan jumlah mucus pada
permukaan silia yang berakibat fungsi silia sebagai pembersih akan terganggu akibatnya akan
mudah terjadi infeksi sekunder oleh sterptococos pneumonia, H influenzae, staphylococos
aureus.
Penumpukan mucus akan menyebabkan plug yang kemudian menjadi obstruksi dan
kolaps pada paru, sedang hipoksemia dan sianosis dapat terjadi oleh karena gangguan
pertukaran oksigen saat ventilasi dan menimbulkan apneu saat batuk. Lendir yang terbentuk
dapat menyumbat bronkus kecil sehingga dapat menimbulkan emfisema dan atelektasis.
Eksudasi dapat pula sampai ke alveolus dan menimbulkan infeksi sekunder, kelaina paru itu
dapat menimbulkan bronkiektasis.
Pada pemeriksaan fisik tergantung dari stadium saat pasien diperiksa. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis( 20.000-50000/ul) pada akhir stadium
kataralis dan permulaan stadium spasmodic. Pada pemeriksaan secret nasofaring didapatkan
Bordetella pertusis. Dan pemeriksaan lain adalah foto thorak apakah terdapat infiltrate
perihiler, atelektasis atau emfisema.
Diagnosis dapat dibuat dengan memperhatikan batuk yang khas bila penderita datang
pada stadium spasmodic, sedang pada stadium kataralis sukar dibuat diagnosis karena
menyerupai common cold.
Gejala klinis
Infeksi berlangsung selama 6 minggu, dan berkembang melalui 3 tahapan:
1. Tahap kataral ( mulai terjadi secara bertahap dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi)
Gejalanya menyerupai flu ringan :
a. bersin-bersin
b. mata berair
c. nafsu makan berkurang
d. lesu
e. batuk (pada awalnya hanya timbul di malam hari kemudian terjadi sepanjang
hari)
2. Tahap paroksismal (mulai timbul dalam waktu 10-14 hari setelah timbulnya gejala
awal) 5-15 kali batuk diikuti dengan menghirup nafas dalam dengan nada tinggi.
Batuk bisa disertai pengeluaran sejumlah besar lendir yang biasanya ditelan oleh bayi/
anak-anak atau tampak sebagai gelembung udara di hidungnya. Batuk atau lendir
yang kental sering merangsang terjadinya muntah. Serangan batuk bisa diakhiri oleh
penurunan kesadaran yang bersifat sementara.
3. Tahap Konvalesen (mulai terjadi dalam waktu 4-6 minggu setelah gejala awal)
Batuk semakin berkurang, muntah juga berkurang, anak tampak merasa lenih baik.
Kadang batuk terjadi selama berbulan-bulan, biasanya akibat iritasi saluran
pernafasan.
Diagnosis Banding
1. Bordetella Parapertusis
Penyakitnya lebih ringan, kira- kira 5% dari penderita pertusis. Dapat diidentifikasi
secara khusus dengan tes aglutinasi.
2. Bordetella Bronchoseptica
Gejala penyakitnya sama dengan parapertusis, namun lebih sering didapatkan pada
binatang, dan mungkin ditemukan dalam saluran pernapasan pada orang yang kontak
dengan binatang tersebut.
3. Infeksi oleh Klamidia
Penyebabnya biasanya klamidia trakomatis. Pada bayi menyebabkan pneumonia, oleh
karena terkena infeksi dari ibu. Infeksi saluran pernapasan terjadi 2 – 12 minggu
setelah lahir dengan gejala – gejala pernapasan cepat, batuk paroksimal, tanpa demam
,eosinofilia. Pada thorak foto terlihat konsolidasi paru dan hiperinflasi. Diagnosis
dengan isolasi yaitu ditemukannya klamidia dari cairan saluran pernapasan. Penyakit
ini disebut juga Eosinophilic Pertusoid Pneumonitis
Komplikasi
a) Pada saluran pernapasan
1. Bronkopneumonia merupakan komplikasi berat yang paling sering terjadi dan
menyebabkan kematian pada anak di bawah 3 tahun terutama bayi yang lebih kecil
dari 1 tahun. Gejala ditandai dengan batuk,sesak napas, panas. Pada foto thoraks
terlihat bercak-bercak infiltrate tersebar.
2. Otitis media
Karena batuk – batuk hebat, kuman masuk ke tuba eustachi kemudian masuk ke
telinga tengah sehingga menyebabkan otitis media.
3. Bronchitis
Batuk mula – mula kering, setelah beberapa hari timbul lendir jernih kemudian
menjadi purulen. Pada auskultasi terdengar suara pernapasan kasar atau ronki kasar
atau ronki kering.
4. Atelektasis
Timbul karena lendir kental yang dapat menyumbat bronkioli.
5. Emfisema pulmonum
Terjadi oleah karena batuk – batuk yang hebat sehingga alveoli pecah.
6. Bromkiektasi
Terjadi karena pelebaran bronkus akibat tersumbat oleh lendir yang kental dan dapat
disertai dengan infeksi sekunder.
7. Kolaps alveoli paru akibat batuk paroksimal yang lama pada anak – anak sehingga
dapat
menyebabkan hipoksia berat pada bayi dapat menyebabkan kematian yang tiba – tiba
Penatalaksanaan
Pemberian Eritromisin pada stadium kataral akan membantu pencegahan dan
pembasmian mikroorganisme. Sedangkan pengobatan pada stadium paroksismal jarang
mengubah gejala klinik. B pertusis peka terhadap obat antimikroba in vitro. Jika penyakitnya
berat, penderita biasanya dirawat di Rumah Sakit dan ditempatkan di kamar yang tenang dan
tidak terlalu terang. Keributan juga bisa merangsang serangan batuk.
Eritromisin memiliki struktur umum dgn cincin makrolid serta gula desosamin dan
kladinosa dengan berat molekul 734. Sukar larut dalam air, larut dalam pelarut organik. Agak
stabil pd 4ºC, hilang aktivitasnya pd 20ºC dan pd pH asam. Efektif thd organisme gram (+)
yang bersifat bakteriositik dan bakteriosid
Eritromisin basa dirusak oleh as.lambung, absorbsi diperlambat oleh adanya makanan
dlm lambung. T ½ : 1,6 jam. Berdifusi baik ke berbagai organ jaringan tubuh,kecuali ke otak
dan cairan serebrospinal. Dapat menembus plasenta dan mencapai janin.
Efek gastrointestinal : anoreksia, mual, muntah dan diare kdg2 menyertai pd pemberian
oral. Toksisitas hati : eritromisin, terutama estolat dapat menimbulkan hepatitis kolestatik
akut (demam, ikhterus, gangguan fungsi hati)àreaksi hipersensitif.
• Kasus bayi & balita berat perlu MRS untuk perawatan pernafasan dengan suksion, oksigen,
IV (bahaya minum)
• Eritromicin (40mg/kg/hari, max: 2 gm, QID X 14 hari) dapat menolong meringankan
perkembangan batuknya asal dimulai pada stadium kataral. Pada stadium Paroksismal
antibiotika hanya menolong menghentikan infektiviti.
• Trimethoprim-sulfamethoxazole pada pasien yang tidak tahan eritromicin tetapi manfaatnya
belum dibuktikan
• Steroid dan Beta2 Agonis mungkin dapat menolong.
Dapat pula dilakukan pengisapan lendir dari tenggorokan. Pada kasus yang berat,
oksigen diberikan langsung ke paru-paru melalui selang yang dimasukkan ke trakea.
Diberikan cairan melalui infuse untuk menggantikan cairan yang hilang karena muntah pada
bayi dan karena biasanya tidak dapat makan akibat batuk.
Gizi yang baik sangat penting, dan sebaiknya makanan diberikan dalam porsi kecil
tapi sering.
Pencegahan
Pemberian 3 suntikan vaksin pertussis ( biakan tidak murni) dalam konsentrasi tepat
pada bayi sangat perlu. Biasanya diberikan dengan kombinasi dengan toksoid difteria dan
tetanus (DPT). Eritromisin profilaktik dapat diberikan pada bayi yang belum divaksin atau
orang dewasa yang kontak dengan penyakit ini.
Prognosis
Bergantung kepada ada tidaknya komplikasi, terutama komplikasi paru dan susunan
saraf pusat yang sangat berbahaya khususnya pada bayi dan anak kecil. Dimana frekuensi
komplikasi terbanyak dilaporkan pada bayi kurang dari 6 bulan mempunyai mortalitas
morbiditas yang tinggi.
BATUK
Batuk adalah sebuah refleks fisiologi untuk melindungi tubuh dari benda-benda asing
yang masuk ke tenggorokan. Dalam jalan udara di tenggorokan ada banyak rambut getar
yang terus bergerak dan berfungsi untuk menyapu bersih benda-benda asing yang masuk ke
tenggorokan, tubuh akan berusaha mengeluarkannya dengan cara batuk. Tapi batuk juga bisa
menjadi gejala dari sesuatu penyakit.
Batuk disebabkan oleh adanya peradangan pada lapisan lendir saluran pernapasan.
Ada batuk berdahak akut karena infeksi disebabkan oleh bakteri atau virus, misalnya
tubercolosa, influenza, dan campak. Sedangkan batuk berdahak yang tidak disebabkan oleh
infeksi, antara lain alergi, asma, atau pun debu. Sekadar diketahui, penyakit asma juga
disertai batuk. Jika penderita asma terkena udara dingin, asma yang dideritanya akan
kambuh. Dan itu biasanya disertai dengan batuk.
Selain itu, ada pula batuk berdahak yang tidak disebabkan oleh infeksi yaitu makanan
yang merangsang tenggorokan. Ada pula karena kanker. Batuk karena orang sering merokok
sulit diatasi hanya dengan obat batuk simtomatik. Batuk berdahak pada orang yang sakit
disebabkan oleh adanya kalainan dalam tubuh terutama pada saluran napas atau bronkitis.
Batuk berdahak pada umumnya disebabkan oleh influenza. Gejalanya yaitu demam
yang tinggi disertai otot tubuh yang kaku, bersin-bersin, hidung tersumbat, dan sakit
tenggorokan. Namun batuk berdahak juga timbul akibat peradangan pada paru-paru.
Jika tidak segera diobati, bisa terjadi batuk berdahak akut. Bila sudah akut
kemungkinan besar sulit diobati. Batuk berdahak yang berlebihan akan menimbulkan infeksi.
Batuk berdahak yang terlalu sering akan membuat tenggorokan menjadi luka dan
mengakibatkan tersumbatnya saluran pernapasan.
Batuk disertai muntah dan mengeluarkan dahak disebabkan karena Bakteri telah
menginfeksi lapisan tenggorokan, trakea dan saluran udara sehingga pembentukan lendir
semakin banyak. Pada awalnya lendir encer, tetapi kemudian menjadi kental dan lengket.
Batuk atau lendir yang kental sering merangsang terjadinya muntah, hal ini disebabkan rasa
mual yg diderita, dan pada anak kecil dimana reflek fisiologis yg belum terbentuk secara
sempurna maka akan menimbulkan muntah.
Perjalanan udara saat inspirasi bermula dari apertura nasalis anterior → cavitas nasi
(concha nasalis superior untuk pembau, concha nasalis medius dan concha nasalis inferior
untuk conditioning) → vestibulum nasi (dalam vestibulum nasi ini terdapat fibricea atau bulu
hidung yang berfungsi sebagai penyaring partikel-partikel kecil seperti debu yang masuk
bersama udara saat inspirasi) → choana → nasopharing → larynx → trachea (terdapat
cartilago dan pars membranacea) → bronchus primer → bronchus sekunder → bronchus
tertius → bronchiolus (disini sudah tidak ada cartilago) → bronchiolus terminalis (masuk
zona respiratorius) → brochiolus repiratorius → ductus alveolaris → saccus alveolaris →
alveolus.
Sistem respirasi secara fungsional terdiri atas bagian konduksi dan bagian respirasi.
Batas antara kedua bagian itu adalah bagian transisi tepatnya pada segmen bronkiolus
respiratorius. Bagian konduksi meliputi rongga hidung, sinus paranasal, nasofaring, laring,
trakhea, dan cabang-cabang bronkus sampai dengan bronkiolus terminalis. Selanjutnya
adalah bagian respirasi yaitu mulai ductus alveolaris hingga alveolus.
Jadi dari penjabaran diatas, bahwa Mai, anak perempuan usia 5 tahun, mengalami
pertusis dengan gejala batuk berkali- kali dengan diakhiri menarik napas yang dalam
(whooping cough) sejak 2 bulan yang lalu yang disebabkan karena tidak lengkap imunisasi
DPT.
Daftar Pustaka
Mansjoer, Arief, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.Jakarta :
Fakultas Kedokteran UI
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Editor : Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi,
dkk. 2009. Interna Publishing : Jakarta Pusat