Askep Ikterus
Askep Ikterus
PENDAHULUAN
2.1.3 Etiologi
Etiologi Hiperbilirubin (Rusepno, 2005) antara lain :
1. Peningkatan produksi
a. Hemolisis, misalnya pada inkompatibilitas yang trejadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada pengolongan rhesus
dan ABO.
b. Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran. Ikatan bilirubin
terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi
hipoksia atau asidosis.
c. Defisisensi G6PD (Glukosa 6 phospat Dehidrogenase),
d. Breas milk jaundice yang disebabkan oleh kekuranangannya pregnan 3
(alfa), 20 (beta), diol (steroid)
e. Kekurangan enzime glukoronil transferse, sehinga kadar bilirubin
indirek meningkat misalnya pada BBLR.
f. Kelainan konginetal
2. Gangguan transfortasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu misalnya
sulfadiazin. Defisiensi albumin menyebabkan lebih bnyak terdapat
bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat pada sawar
otak.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti
infeksi tokoplasmasiss, syphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra hepatic. Gangguan ini
dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar kelainan dari luar hepar
biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar
biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain
5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.
2.1.4 Patofisiologi Hiperbilirubinnemia
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini
dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin
dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang
atau pada keadaan proten Y dan protein Z terikat oleh amnion lain, misalnya
pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoranil transferase) atau bayi
yang menderita gangguan ekskresi, misalnya menderita hepatitis neonatal
atau sumbatan saluran empedu intra/ekstrahepatik. Pada derajat tertentu,
bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini
terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air
tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah
otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau
ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada susunan
saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek
lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak
ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi
tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah
melalui sawar daerah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas,
berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan
saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi.
(Markum, 1997)
Gambar 2.1 Metabolisme Bilirubin
2.1.5 Maifestasi Klinis
Ikterus dapat terjadi pada saat lahir atau dapat muncul pada setiap saat
lahir atau dapat muncul pada setiap saat selama masa neonatus, bergantung
pada keadaan yang menyebabkannya. Ikterus biasanya mulai pada muka, dan
ketika kadar serum bertambah turun ke abdomen dan kemudian kaki.
Pengamatan ikterus kadang-kadang agak sulit apalagi dalam cahaya buatan.
Paling baik pengamatan dilakukan dalam cahaya matahari dan dengan
menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk menghilangkan warna karena
pengaruh sirkulasi darah. Sebaiknya penilaian ikterus dilakukan secara
laboratoris, apabila fasilitas tidak memungkinkan dapat dilakukan secara
klinis.
Tabel 1 Rumus Kremer (Saifudin, 2000)
Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin (mg
%)
1 Kepala dan leher 5
2 Daerah 1 + Badan bagian atas 9
3 Daerah 1,2 + badan bagian bawah 11
sampai lutut
4 Daerah 1,2,3 + Lengan dan kaki 12
dibawah lutut sampai tungkai
5 Daerah 1,2,3,4 + tangan dan kaki 16
2.1.6 Penatalaksanaan
Prinsip pengelolaan hiperbilirubinemia neonatal yaitu segera
menurunkan kadar bilirubin indirek umtuk mencegah jangan sampai timbul
penyulit kern ikterus (Sukadi et al 2000). Untuk bayi sehat dan cukup bulan,
kadar bilirubin tidak diperiksa secara rutin kecuali jika ikterus timbul dalam 2
hari pertama kehidupan. Umumnya bayi sehat dipulangkan dari rumah sakit
pada usia 24-48 jam, oleh karena itu orang tua harus diberitahukan mengenai
iketrus sebelum dipulangkan.
Follow up rutin dan hanya pemberian makan jika :
- Keadaan klinis baik
- Masa gestasi > 37 minggu
- Bayi tidak mempunyai kecenderungan terjadi inkompatibilitas
ABO
- Pada riwayat keluarga tidak ada yang mengalami anemia hemolitik
dan ikterus yang berat
- Ikterus menghilang pada usia > 2 minggu
Jika secara klinis tampak ikterus yang signifikan, pemeriksaan kadar
bilirubin dan penanganan yang lebih lanjut diperlukan.
1. Fototerapi
Ikterus klinis dan hiperbilirubinemia indirek berkurang dengan
pajanan cahaya berintensitas tinggi pada spektrum yang dapat dilihat.
Bilirubin menyerap cahaya secara maksimal pada kisaran biru (dari 420-470
nm). Meskipun demikian, cahaya putih berspektrum luas dan biru, biru
(super) berspektrum sempit khusus, dan hijau efektif menurunkan kadar
bilirubin. Walaupun cahaya biru memberikan panjang gelombang yang cocok
yang tepat untuk fotoaktivasi bilirubin bebas, cahaya hijau dapat
mempengaruhi fotoreaksi bilirubin yang terikat albumin. Bilirubin dalam kulit
menyerap energi cahaya, yang dengan fotoisomerisasi mengubah bilirubin
-4Z, -15Z tak terkonjugasi alamiah yang bersifat toksik menjadi isomer
konfigurasi terkonjugasi yaitu bilirubin -4Z, -15E. Yang terakhir ini adalah
produk reaksi reversibel dan diekskresi ke dalam empedu tanpa perlu
konjugasi. Fototerapi juga mengubah bilirubin alamiah, melalui suatu reaksi
yang irreversibel pada isomer lumirubin struktural, yang diekskresi oleh ginjal
pada keadaan tak terkonjugasi.
Bayi normal yang mendapat fototerapi selama 1-3 hari mempunyai
kadar puncak bilirubin serum sekitar setengah dari bayi yang tidak diobati.
Bayi prematur yang tanpa hemolisis berarti biasanya bilirubin serumnya turun
1-3 mg/dL sesudah 12-24 jam menjalani fototerapi konvensional, dan kadar
puncak yang dapat diturunkan 3-6 mg/dL. Pengaruh teurapetik tergantung
pada energi cahaya yang dipancarkan pada kisaran panjang gelombang yang
efektif, jarak antara cahaya dan bayi, dan jumlah kulit yang terpajan.
Fototerapi intensif maksimum harus digunakan jika kadar bilirubin
indirek semakin meninggi (>15 mg/dL). Terapi ini menggunakan tabung
fluorosens ”biru spesial” dengan jarak lampu 15-20 cm dari bayi, dan
menggunakan selimut fototerapi serabut optik yang ditempatkan dibawah
punggung bayi, dengan demikian memperluan daerah yang terpajan cahaya.
Fototerapi konvensional dapat dipakai secara terus menerus, dan bayi
sering dibolak balik untuk mendapatkan pemajanan kulit yang optimal kurang
lebih 3 kali dalam 24 jam. Jarak lampu 45-50 cm dari bayi. Suhu tubuh bayi
diukur setiap 2 jam (pertahankan suhu tuhuh bayi 36,5-37,5 0C). Segera
setelah kadar bilirubun indirek turun pada kadar yang dianggap aman
berdasarkan umur dan keadaan bayi, pemajanan harus dihentikan. Kadar
bilirubin serum dan hematokrit harus dipantau setiap 4-8 jam pada bayi
dengan penyakit hemolitik atau pada bayi yang kadar bilirubinna mendekati
kisaran yang dianggap toksik untuk setiap bayi. Untuk bayi yang lebih tua,
dapat dipantau pada interval 12-24 jam. Pemantauan harus dilanjutkan
sekurang-kurangnya sampai 24 jam setelah penghentian fototerapi pada
penderita dengan penyakit hemolitik karena kadang terjadi kenaikan bilirubin
serum yang tidak diharapkan dan memerlukan pengobatan lebih lanjut. Warna
kulit tidak dapat dipercaya fototerapi, karena kulit bayi yang terpajan cahaya
dapat terlihat hampir tanpa ikterus walaupun ada hiperbilirubinemia berat.
Mata bayi harus ditutup untuk mencegah pemajanan terhadap cahaya
(tekanan yang berlebihan pada mata dapat menimbulkan jejas pada mata yang
tertutup, atau kornea dapat tergores jika bayi dapat membuka matanya di
bawah balutan). Suhu tubuh harus dipantau , dan bayi harus dilindungi dari
pecahan bola lampu. Bayi harus minum sekurang-kurangnya setiap 3 jam.
Komplikasi fototerapi pada bayi meliputi tinja lembek, ruam makular
eritematosa, kepanasan, dehidrasi, diare, menggigil karena pemajanan dan
sindrom bayi perunggu (perubahan warna kulit yang coklat keabu-abuan dan
gelap).
2. Transfusi ganti/tukar
Munculnya tanda-tanda kern ikterus merupakan indikasi dilakukannya
transfusi ganti pada kadar bilirubin serum berapapun. Transfusi dilakukan
melalui vena umbilikasis atau vena safegna magna. Darah yang digunakan
harus darah segar (<24 jam). Pemilihan donor darah disesuaikan dengan
penyebab ikterus. Darah yang digunakan mengandung darah citrat atau heparin.
Transfusi ganti biasanya diberikan 2 x volume darah bayi (80 ml/kg BB) yaitu
160 ml/kg BB (diharapkan dapat menggantikan darah bayi 87%).
Transfusi ganti harus dihentikan jika terjadi emboli, trombosis,
hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia, gangguan
pembekuan karena pemakaian heparin, perforasi pembuluh darah.
Komplikasi dari transfusi ganti berupa gangguan vaskuler seperti
emboli, kelainan jantung seperti aritmia, overload, henti jantung, gangguan
elektrolit seperti hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis, gangguan
koagulasi seperti trombositopenia, heparinisasi berlebih.
b. Dx Perawatan :
Risiko/hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
hipertermi dengan kriteria suhu aksilla stabil antara 36,5-37 0 C.
Intervensi dan rasionalisasi :
1) Observasi suhu tubuh ( aksilla ) setiap 4 - 6 jam (R : suhu terpantau secara rutin )
2) Matikan lampu sementara bila terjadi kenaikan suhu, dan berikan kompres dingin
serta ekstra minum ( R : mengurangi pajanan sinar sementara )
3) Kolaborasi dengan dokter bila suhu tetap tinggi ( R : Memberi terapi lebih dini
atau mencari penyebab lain dari hipertermi ).
c. Diagnosa Keperawatan :
Risiko /Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek
fototerapi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
gangguan integritas kulit dengan kriteria :
1) tidak terjadi decubitus
2) Kulit bersih dan lembab
Intervensi :
1) Kaji warna kulit tiap 8 jam (R : mengetahui adanya perubahan warna kulit )
2) Ubah posisi setiap 2 jam (R : mencegah penekanan kulit pada daerah tertentu
dalam waktu lama ).
3) Masase daerah yang menonjol (R : melancarkan peredaran darah sehingga
mencegah luka tekan di daerah tersebut ).
4) Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan baby oil atau lotion pelembab ( R :
mencegah lecet )
5) Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar bilirubin, bila kadar bilirubin turun menjadi
7,5 mg% fototerafi dihentikan (R: untuk mencegah pemajanan sinar yang terlalu
lama)
d. Diagnosa Keperawatan :
Gangguan parenting ( perubahan peran orangtua) berhubungan dengan perpisahan
dan penghalangan untuk gabung.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan orang tua dan bayi
menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang tua dapat mengekspresikan ketidak
mengertian proses Bounding.
Intervensi :
1) Bawa bayi ke ibu untuk disusui ( R : mempererat kontak sosial ibu dan bayi )
2) Buka tutup mata saat disusui (R: untuk stimulasi sosial dengan ibu )
3) Anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya (R: mempererat kontak dan
stimulasi sosial ).
4) Libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan ( R: meningkatkan peran
orangtua untuk merawat bayi ).
5) Dorong orang tua mengekspresikan perasaannya (R: mengurangi beban psikis
orangtua)
e. Diagnosa Keperawatan :
Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi.
Tujuan :
Setelah diberikan penjelasan selama 2x15 menit diharapkan orang tua menyatakan
mengerti tentang perawatan bayi hiperbilirubin dan kooperatif dalam perawatan.
Intervensi :
1) Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit pasien ( R : mengetahui tingkat
pemahaman keluarga tentang penyakit )
2) Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan perawatannya (
R : Meningkatkan pemahaman tentang keadaan penyakit )
3) Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah (R :
meningkatkan tanggung jawab dan peran orang tua dalam erawat bayi)
f.Diagnosa Keperawatan :
Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi injury
akibat fototerapi ( misal ; konjungtivitis, kerusakan jaringan kornea )
Intervensi :
1) Tempatkan neonatus pada jarak 40-45 cm dari sumber cahaya ( R : mencegah
iritasi yang berlebihan).
2) Biarkan neonatus dalam keadaan telanjang, kecuali pada mata dan daerah genetal
serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan cahaya usahakan agar
penutup mata tidak menutupi hidung dan bibir (R : mencegah paparan sinar pada
daerah yang sensitif 0
3) Matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8
jam (R: pemantauan dini terhadap kerusakan daerah mata )
4) Buka penutup mata setiap akan disusukan. ( R : memberi kesempatan pada bayi
untuk kontak mata dengan ibu ).
5) Ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan ( R : memberi rasa
aman pada bayi ).
g.Diagnosa Keperawatan :
Risiko tinggi terhadap komplikasi berhubungan dengan tranfusi tukar
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1x24 jam diharapkan tranfusi tukar
dapat dilakukan tanpa komplikasi
Intervensi :
1) Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan (R : menjamin
keadekuatan akses vaskuler )
2) Basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan ( R :
mencegah trauma pada vena umbilical ).
3) Puasakan neonatus 4 jam sebelum tindakan (R: mencegah aspirasi )
4) Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan setelah prosedur ( R : mencegah
hipotermi
5) Catat jenis darah ibu dan Rhesus memastikan darah yang akan ditranfusikan adalah
darah segar ( R : mencegah tertukarnya darah dan reaksi tranfusi yang berlebihan 0
6) Pantau tanda-tanda vital, adanya perdarahan, gangguan cairan dan elektrolit,
kejang
selama dan sesudah tranfusi (R : Meningkatkan kewaspadaan terhadap komplikasi
dan dapat melakukan tindakan lebih dini )
7) Jamin ketersediaan alat-alat resusitatif (R : dapat melakukan tindakan segera bila
terjadi kegawatan )
h. Dx perawatan :
PK Kern Ikterus
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tanda-tanda awal
kern ikterus bisa dipantau
Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda awal Kern Ikterus ( mata berputar, letargi , epistotonus, dll )
2) Kolaborasi dengan dokter bila ada tanda-tanda kern ikterus.
SUBYEKTIF
Identitas
Nama Bayi : By. Ny. W
Lahir : 5 April 2010 Jam 05.30
Jenis kelamin : laki-laki
BB/PJ lahir : 3000 gr / 49 cm
No. Registrasi : 12186382
Anamnesa Khusus
Keluhan Utama : tidakada
Riwayat Antenatal
Ibu mengatakan ini anak pertama
Ibu mengatakan selam a hamil periksa ke bidan atau dokter 9 kali
Ibu mengatakan selama hamil mendapatkan suntikan TT 1 x pada usia
kehamilan 4 bulan
Keluhan selama hamil :
TM I : ibu mengatakan pada hamil muda sering sedikit pusing, bila
dipakai istirahat sembuh
TM II : tidak ada
TM III : tidak ada
Riwayat Intranatal
Umur Kehamilan : 9 bulan
Kehamilan Tunggal / kembar : tunggal
Lama Persalinan Kala I : tidak terkaji
Lama Persalinan Kala II : tidak terkaji
Air Ketuban : jernih
Cara Persalinan : SC
Indikasi Persalinan : ketuban pecah
Riwayat Neonatal :
APGAR score : tidak terkaji
BB/ PB Lahir : 2950gr/49cm
Menetek pertama kali : 24 jam setelah SC
Obat – obatan yang diberikan : tidak terkaji
Riwayat Kesehatan keluarga
Orang tua klien mengatakan bahwa dalam keluarganya tidak ada yang memiliki
penyakit yang sama dengan klien.
Pola Fungsi Kesehatan
Nutrisi : ASI dan Susu formula kurang lebih 8-12 x per hari kira2 30cc
Eliminasi: BAB : 6-8x sehari.Warna kuning.
BAK : > 12 x per hari. Warna kuning.
Istirahat : Bayi banyak tidur. Bangun hanya jika minta minum, BAB dan
BAK.
OBYEKTIF
Pemeriksaan Fisik Head to Toe
Penampilan umum : muka bayi tampak kuning
a. Penampilan umum
muka agak kuning
b. Tanda-tanda vital
Suhu : 370C
Nadi : 110x/menit
RR : 50 x/menit
c. Antopometri
BB : 2800 gram
PB : 49 cm
LK :35 cm
LD :32 cm
LLA : 11 cm
d. Kulit
Warna kuning, pada kepala, badan, hingga tungkai
e. Kepala
Bentuk simetris, teraba sutura-sutura, fontanel lunak dan padat.
f. Mata
Bentuk simteris,konjungtiva merah muda, sklera ikterik, iris bulat kuning, pupil
berespon cepat terhadap cahaya.
g. Telinga
Bentuk simetris, puncak vina sejajar garis horizontal kantus mata, ada meatus
akustikus berwarna seperti daging.
h. Hidung
Hidung simetris, paten, nares utuh, tidak ada cairan dan tidak berbau, mukosa
hidung merah muda, reflek bersin ada.
i. Mulut dan tenggorokan
Warna merah muda dan kuat, bibir utuh membran mulut lembab, gusi tidak
bengkok, uvula digaris tengah, palatum tidak ada celah.
j. Leher
Bentuk pendek gemuk, dan di kelilingi lipatan-lipatan, tidak ada pembesaran
tyroid dan tidak ada lesi
k. Dada dan paru
Bentuk simetris, diameter posterior-anterior sama, thoraks simetris, jenis
pernapasan abdomen.
l. Jantung
Tidak cianosis, nadi apikal dapat dipalpalsi
m. Abdomen
Bentuk rata sedikit cembung, warna kulit sedikit kuning, umbilikus hampir
kering, BU 12 X/menit, bunyi dullnes di hepar
n. Genetalia
Ada lubang uretra di puncak glens penis, testis dapat diraba dan skrotum
tertutup dan tidak ada lesi
o. Punggung dan rektum
Bentuk simetris, spina utuh tidak ada lubang, wink anal (+), lubang anal paten.
p. Ekstremitas
Bentuk simetris, jari kaki dan jari tangan lengkap, rentang gerak penuh,
q. Sistem neuromuskular
Ekstremitas fleksi ekstensi masih lemah, mampu menahan kepala dan mampu
memutar kepala.
Reflek
Reflek morro : ada
Reflek rotting : bayi langsung dapat mencari puting susu
Reflek sucking : bayi dapat menghisap kuat
Psiko-sosio-spiritual :Bayi akrab dengan ibu (bayi tenang dan nyaman saat
ibu dekat bayi dan saat bayi menyusu pada ibu). Ibu mengatakan anaknya
banyak tidur. Bila minum harus dibangunkan tapi minum kuat. Ibu tampak
cemas bila harus anak harus terapi.
ANALISA DATA (Tanggal 7-1-2013)
1.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian asuhan keperawatan pada bayi
dengan Ikterus Neonatorum adalah sebagai berikut:
1) Dari hasil pengkajian subyektif dan obyektif, mahasiswa mampu membuat
diagnosa sesuai teori.
2) Rencana disusun sesuai kebutuhan serta berdasarkan pada ilmu pengetahuan
(teori) tetapi terkadang disesuaikan dengan kondisi klien saat itu.
3) Tindakan yang dilakukan sesuai rencana, dan dilaksanakan secara plan of action
diikuti dengan evaluasi terhadap asuhan yang diberikan.
1.2 Saran
1.2.1 Bagi pelayanan kebidanan
Dapat meningkatkan fasilitas dan kualitas pelayanan kesehatan sehingga dapat
memberikan pelayanan prima kepada masyarakat pada umumnya, serta memberikan
asuhan sayang bayi pada khususnya.
1.2.2 Bagi institusi Pendidikan
Dapat menambah sumber pustaka sebagai referensi bagi mahasiswa dalam
pembuatan asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson volume
I edisi 15. Jakarta : EGC.
Saifudin, Abdulbari. 2000. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Matenal dan
Neonatal. Jakarta : YBP-SP
Wong, D.L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, volume 2. Jakarta: EGC, hal.
1007-1009.