Anda di halaman 1dari 16

Case Report Session

BRONKITIS AKUT

Oleh:

Rofifa Rahadatul Aisy 1940312124


Selmi Winarti 1940312131

Preseptor :

dr. Yessy Susanty Sabri, Sp.P(K), FISR


dr. Dessy Mizarti, Sp.P

BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M. DJAMIL PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah SWT karena dengan
izin-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan Case Report Session (CRS)
yang berjudul “BRONKITIS AKUT” sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan kepaniteraan klinik di Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran
Respirasi Universitas Andalas RSUP DR. M. Djamil Padang.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada pembimbing dr. Yessy Susanty


Sabri, Sp.P(K), FISR dan dr. Dessy Mizarti, Sp.P serta semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, oleh


karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang membaca
demi kesempurnaan makalah ini. Penulis juga berharap makalah ini dapat
memberikan dan meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang
“BRONKITIS AKUT”, terutama bagi penulis sendiri dan bagi rekan-rekan
sejawat lainnya.

Padang, 22 Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Metode Penulisan 2
1.5 Manfaat Penulisan 2
BAB II ILUSTRASI KASUS 3
2.1 Identitas Pasien 3
2.2 Anamnesis 3
2.3 Pemeriksaan Fisik 3
2.4 Pemeriksaan Penunjang 5
2.5 Diagnosis Kerja 6
2.6 Diagnosis Banding 6
2.7 Tatalaksana 6
BAB III DISKUSI 8
BAB IV KESIMPULAN 11
DAFTAR PUSTAKA 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bronkitis merupakan suatu kondisi peradangan yang terjadi di bronkus.


Bronkitis juga merupakan keluhan medis yang sering didapatkan dilayanan
primer. 1 Berdasarkan lama waktu kejadiannya bronchitis terbagi menjadi dua
yakni akut dan kronik, dimana bronchitis kronis berkembang dari kondisi
peradangan akut pada bronkus yang tidak mendapatkan pengobatan yang
baik.2 Bronkitis akut mempengaruhi lebih dari 40 dalam 1000 orang dewasa
per tahun di Inggris. Penyebabnya biasanya dianggap infektif, tetapi hanya
sekitar setengah dari orang yang memiliki patogen yang dapat diidentifikasi.3

Bronkitis akut paling sering disebabkan oleh infeksi virus. Virus yang
paling umum diidentifikasi adalah rhinovirus, enterovirus, influenza A dan B,
parainfluenza, coronavirus, metapneumovirus manusia, dan virus syncytial
pernapasan. Bakteri terdeteksi pada 1% hingga 10% dari kasus bronkitis akut.
Bakteri atipikal, seperti Mycoplasma pneumoniae, Chlamydophila
pneumoniae, dan Bordetella pertussis, adalah penyebab langka bronkitis
akut.4 Selain penyakit infeksi, bronkitis dapat pula disebabkan oleh penyebab
non infeksi seperti bahan fisik atau kimia serta faktor risiko lainnya yang
mempermudah seseorang menderita bronkitis misalnya perubahan cuaca,
alergi, polusi udara dan infeksi saluran nafas atas kronik.2

Manifestasi klinis yang sering dikeluhan oleh penderita, diantaranya


adalah batuk berdahak ataupun tidak berdahak, sesak nafas, dan kadang
mengalami demam. Semua keluhan tersebut dapat mengganggu aktifitas
sehari – hari penderita.5 Pada pemeriksaan fisik umum biasanya tidak spesifik,
tetapi pemeriksaan paru-paru pada beberapa pasien terdapat wheezing.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dikombinasikan dengan
manifestasi klinis dan tidak adanya tanda dan gejala pneumonia.6

1
Dalam penatalaksanaan pada pasien bronkitis ini, perlu diketahui
penyebab yang jelas yang menyebabkan bronkitis pada pasien agar
pengobatan yaang diberikan dapat memberikan hasil yang optimal.5
Penatalaksanaan umum pada bronkitis bertujuan memperbaiki kondisi tubuh
penderita, mencegah perburukan penyakit, menghindari faktor risiko dan
mengenali sifat penyakit secara lebih baik. Termasuk dalam penatalaksanaan
umum ini adalah pendidikan buat penderita untuk mengenal penyakitnya
lebih baik, menghindari polusi, menghentikan kebiasaan merokok,
menghindari infeksi saluran napas, hidup dalam lingkungan yang lebih sehat,
makanan cukup gizi dan mencukupi kebutuhan cairan.7 Pengobatan bronkitis
akut biasanya dibagi menjadi dua kategori: terapi antibiotik dan manajemen
gejala.8 Antihistamin sering digunakan dalam kombinasi dengan dekongestan
dalam pengobatan batuk akut.4

1.2 Batasan Masalah


Laporan kasus ini membahas tentang bronkitis akut.

1.3 Tujuan Penulisan


Laporan kasus ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman tentang bronchitis akut.

1.4 Metode Penulisan


Metode yang dipakai dalam penulisan studi kasus ini berupa hasil
pemeriksaan pasien, rekam medis pasien, tinjauan kepustakaan yang mengacu
pada berbagai literatur, termasuk buku teks dan artikel ilmiah.

2
BAB II

ILUSTRASI KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. X
Usia : 42 tahun
Tempat Tanggal Lahir :-
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Missouri, USA
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Pasien datang dengan sesak yang meningkat, batuk, nyeri bahu kiri
dan perburukan klinis ke bagian gawat darurat sejak 1 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Sebelumnya, pasien datang ke IGD dengan keluhan demam dan sesak
napas. Pasien diberikan terapi azitromisin karena diduga bronkitis dan
dipulangkan. Namun pengobatan dirasa tidak efektif sehingga kondisi pasien
memburuk dan pasien kembali dibawa ke IGD. Pasien membutuhkan
perawatan khusus. Tiga hari setelah rawatan di RS pasien mengalami dispneu
yang memburuk dan progresif. Pasien hipoksemia berat dan butuh tindakan
intubasi. Setelah intubasi, pasien tetap mengalami perburukan dan hipoksemia
semakin memberat walau sudah diberikan ventilasi mekanis yang maksimal
dengan PaO2 49 mmHg. Pasien kemudian dipindahkan ke ruang pusat
manajemen gagal nafas tingkat lanjut.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Asma
Riwayat Pengobatan :
(tidak disebutkan)
Riwayat Penyakit Keluarga :
(tidak disebutkan)
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan:
Pasien merupakan perokok berat.

3
2.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis cooperatif (CMC)
Tekanan Darah : 138/56 mmHg
Nadi : 105x/ menit
Pernafasan : 23x/menit
Suhu : 39,6oC
Saturasi oksigen : 97% (bernapas normal)

Status Generalis
Kepala : normochepal
Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Telinga
Otore (-/-)
Deformitas (-/-)
Nyeri tekan (-/-)

Hidung
Nafas cuping hidung (-/-)
Deformitas (-/-)
Discharge (-/-)

Leher
Simetris, trakea di tengah, tidak ada deviasi, pembesaran KGB tidak ada
JVP: 5-2 cmH2O

Thorax Jantung
 Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : iktus kordis teraba di 1 jari lateral RIC V linea mid
clavicula (LMC) sinistra tidak kuat angkat
 Perkusi

4
Atas : RIC II
Kanan : LSD
Kiri : 1 jari lateral RIC V LMCS
 Auskultasi : S1 S2 reguler, mumur (-), gallop (-)

Paru
 Inspeksi
 Statis : simetris
 Dinamis : Pergerakan dinding dada kanan sama dengan dada kiri
 Palpasi : fremitus dada kiri sama dengan dada kanan
 Perkusi
Kanan : sonor
Kiri : sonor
 Auskultasi
Kanan : Suara napas ekspirasi memanjang, ronkhi (-), wheezing (-)
Kiri : Suara napas ekspirasi memanjang, ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen
Inspeksi : distensi (-), sikatrik (-), caput medusa (-), petekie (-),
purpura (-), ekimosis (-), luka bekas operasi (-), hiperpigmentasi (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal

Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas
Atas : edema -/-, sianosis -/-, clubbing finger -/-
Bawah : edema -/-, sianosis -/-, clubbing finger -/-

5
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Analisis laboratorium menunjukkan :
 jumlah sel darah putih 22.600 sel/ul
 natrium serum 132 mg/dl
 kreatinin serum 0,82 mg/dl.

Foto thoraks

Kesan : (A) menunjukkan bidang paru-paru yang jelas dan tampak normal. (B)
rontgen dada menunjukkan infiltrat bilateral

Kultur darah yang diperoleh Streptococcus pneumoniae resisten azitromisin.

2.5 Diagnosis Kerja


Bronkitis akut dd Community-Acquired Pneumoniae

2.6 Diagnosis Banding


Bronkitis akut, Asma, Diffuse bronchiolitis, TB, Bronkiektasis

2.7 Tatalaksana
 Awal masuk IGD pasien diduga bronkitis akut dan pasien diberi
azitromisin saat pulang
Saat kembali ke RS dengan perburukan. 3 hari pasca evaluasi awal,

6
Pasien dibawa ke pusat manajemen gagal napas tingkat lanjut. Tatalaksana :
 Pasien di intubasi dengan ventilasi mekanik dengan tekanan parsial
oksigen arteri (PaO2) 49 mm Hg. Namun hipoksemia pasien bertambah
berat.
 Dilakukan pemasangan kanulasi dengan inisial venoarterial perifer
extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) karena hemodinamik
dan respirasi pasien menjadi tidak stabil.
 Hari ke 3 : terjadi iskemia dari limb distal ke kanul femoral, sehingga
kanulasi dipindahkan menjadi strategi kanulasi sentral. ECMO pasien
diperumit dengan adanya acute kidney injury yang mengharuskan pasien
mendapat terapi transplantasi ginjal.
 Setelah hari ke 9: pemasangan ECMO berhasil, sehingga dilakukan
trakeostomi untuk pemasangan ventilator. Namun adanya komplikasi
mediastinitis jamur yang membutuhkan debridemen multipel,
sternektomi parsial, dan perbaikan flap otot untuk penutupan dada.
 Pada hari ke 52, trakeostomi dilepaskan dan pasien bisa bernafas spontan
dengan oksigenasi yang adekuat.
 Pada hari ke 69, Pasien dipindahkan ke rawatan akut jangka panjang
untuk dihemodialisis, terapi antijamur, dan rehabilitasi.

7
BAB III
PEMBAHASAN

Penalaran Klinis
Membedakan pneumonia dari bronkitis akut tetap merupakan tantangan
klinis yang kompleks. Baik infeksi saluran atas dan bawah memiliki gejala yang
sama seperti batuk, dispnea, dan demam, meskipun derajat demam biasanya lebih
rendah pada pasien dengan bronkitis. Biasanya, pneumonia merupakan
komplikasi infeksi pada saluran pernapasan bawah, dibuktikan dengan adanya
infiltrat radiografi. Namun, perbedaan ini tidak terlalu sensitif, dan infeksi saluran
bawah mungkin ada tapi tidak terlihat secara radiografi.
Banyak pedoman putusan klinis yang tersedia untuk menerangkan klinis
utama pasien yang diduga menderita pneumonia9. Pada pasien dalam kasus ini,
peningkatan suhu tubuh, leukositosis yang tinggi, dan onset gejala yang cepat
menunjukkan bahwa lebih mungkin dikarenakan adanya pneumonia yang
melibatkan saluran pernapasan bagian bawah daripada bronkitis akut tanpa
komplikasi yang hanya melibatkan saluran pernafasan atas. Namun, usia pasien
yang masih muda, tekanan darah dan tanda-tanda vital lainnya, dan kimia darah
normal, pasien hanya disarankan untuk manajemen rawat jalan.
Pedoman terbaru untuk pengobatan community-acquired pneumonia
(CAP) merekomendasikan terapi antibiotik dengan fluoroquinolone, seperti
moksifloksasin atau levofloksasin, atau kombinasi beta laktam dan makrolid 10.
Faktor risiko terhadap infeksi streptokokus resistan obat adalah penyakit jantung
kronis, penyakit paru kronis, sirosis hepatis, gagal ginjal stadium akhir, diabetes
mellitus, alkoholisme, imunosupresi atau penggunaan obat antimikroba di dalam 3
bulan sebelumnya. Monoterapi makrolid dapat dipertimbangkan jika tidak adanya
faktor-faktor risiko ini. Diberikan pada pasien dengan riwayat asma, penggunaan
monoterapi makrolid tidak konsisten dengan rekomendasi yang diterbitkan.

Diskusi
Azitromisin, yang dikembangkan pada 1980-an, telah lama menjadi terapi
andalan bagi infeksi saluran pernapasan. Azitromisin sering diresepkan untuk

8
pasien rawat jalan gejala batuk dan dispnea. Tahun 2011, diperkirakan 262,5 juta
resep ditulis untuk antibiotik di Amerika Serikat dan azitromisin dosis tunggal
yang paling sering diresepkan, yaitu hamper 54,1 juta resep11. Menurut CDC, dari
1995 hingga 1999, penggunaan makrolid meningkat sebesar 320% pada anak-
12
anak . Seperti disebutkan sebelumnya, mewakili monoterapi azitromisin sesuai
guideline terapi hanya pada individu dengan risiko rendah yang diduga
pneumonia10.
Masalah resisten pada makrolid bukanlah hal yang baru. Ada dua
mekanisme utama resisten pneumokokus. Salah satu pola resisten tersebut adalah
fenotip M. Fenotip M ini melibatkan adanya pompa efluks, yang menghasilkan
ekstrusi antibiotik dari sel. Pola resisten kedua adalah MLS fenotip. Fenotip MLS
menyebabkan metilasi residu adenin dalam RNA ribosomal 23S pada
pneumococcus peptidyl transferase center, menghasilkan penghambatan
12
pengikatan makrolid .
Angka pneumokokus resisten makrolid menunjukkan variasi geografis
yang substansial. Di antara 2.184 isolat pneumokokus invasif yang dikumpulkan
oleh Asian Network for Surveillance of Resistant Pathogens, prevalensi resisten
makrolid pada isolat nonmeningeal adalah 72,7%13. Prevalensi resisten makrolid
di Amerika Serikat berkisar antara 18 hingga 35%14.
Akibat peningkatan prevalensi resisten makrolid pada isolat pneumokokus,
banyak laporan tentang kegagalan pengobatan dikaitkan dengan penggunaan
azitromisin monoterapi untuk penyakit pneumokokus invasif. Pasien dengan
pneumokokus yang resistan terhadap makrolid monoterapi makrolide lebih
banyak mengalami bakteremia daripada pasien dengan strain yang sensitif
terhadap makrolid15. Temuan ini telah dibuktikan dalam berbagai studi kohort.
Resistensi makrolid secara in vitro telah diamati pada beberapa isolat
pneumokokus ternyata berperan penting dalam menentukan respon klinis terhadap
terapi pasien16.
Pemberian monoterapi azitromisin kepada pasien yang dijelaskan di atas
ternyata suboptimal dalam pengaturan strain pneumokokus resisten makrolid.
Pasien menderita bakteremia dan penyakit semakin memburuk. Penggunaan
antibiotik yang tepat sasaran mencegah perkembangan penyakit pasien,

9
mengurangi komplikasi dan pemulihan yang lama. Namun, walaupun telah
disesuaikan dengan usia, komorbiditas, dan pemilihan waktu untuk dosis awal
antibiotik, merokok tetap menjadi faktor risiko independen kematian pasien
dengan pneumonia akibat pneumokokus17.
Penemuan antibiotik telah diperlambat oleh keterbatasan teknologi dan
ekonomi menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas terkait dengan
bakteri resisten. Setiap tahun, sekitar 2 juta warga Amerika menderita penyakit
berkaitan dengan organisme resisten antibiotic dengan 23.000 kematian 18. Ada
sejumlah obat antimikroba baru dengan aktivitas terhadap Streptococcus yang
resisten terhadap makrolid. Namun, banyak memerlukan tatalaksana dengan
parenteral. Sebaliknya omadacycline, antibiotik 9-aminomethylcycline dengan
aktivitas melawan Streptococcus, memiliki bioavailabilitas oral dan merupakan
opsi yang berpotensi menjanjikan untuk pasien rawat jalan pasien community-
acquired pneumonia (CAP)19. Dibutuhkan lebih banyak penelitian untuk
mengidentifikasi dan mengembangkan antibiotik baru untuk mengurangi dampak
penyakit yang disebabkan oleh organisme resisten.
Azitromisin terus diresepkan secara umum untuk pasien dengan gejala
infeksi saluran pernapasan atas. Mengingat meningkatnya insiden resisten
makrolid dan meningkatnya resisten seiring dengan meningkatnya pemberian
resep, kemungkinan akan terjadi peningkatan terus menerus insiden tahan
pneumokokus resisten makrolid. Hasilnya, pasien rawatan dengan gejala sugestif
harus memperhatikan risiko dan harus mempertimbangkan alternatif terapi dengan
hati-hati ketika pengobatan antibiotik diperlukan.

10
BAB IV
KESIMPULAN

Membedakan pneumonia dari bronkitis akut tetap merupakan tantangan


klinis yang kompleks. Baik infeksi saluran atas dan bawah dapat dikaitkan dengan
batuk, dispnea, dan demam, meskipun derajat demam biasanya lebih rendah pada
pasien dengan bronchitis. Biasanya, komplikasi infeksi pada saluran pernapasan
bawah biasanya merupakan pneumonia ketika adanya infiltrat radiografi. Namun,
perbedaan ini tidak terlalu sensitif, dan infeksi saluran bawah mungkin terjadi
awalnya tidak terlihat secara radiografi20.
Azitromisin terus diresepkan secara umum untuk pasien dengan gejala
infeksi saluran pernapasan atas. Mengingat meningkatnya insiden resisten
makrolid dan meningkatnya resisten seiring dengan meningkatnya pemberian
resep, kemungkinan akan terjadi peningkatan terus menerus insiden tahan
pneumokokus resisten makrolid. Hasilnya, pasien rawatan dengan gejala sugestif
harus memperhatikan risiko dan harus mempertimbangkan alternatif terapi dengan
hati-hati ketika pengobatan antibiotik diperlukan20.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Mukherjee TK. Bronchitis: Causes and Treatment. 2009.


2. Alifariki LO. Faktor Risiko Kejadian Bronkitis di Puskesmas Mekar Kota
Kendari. Jurnal Ilmu Kesehatan. 2019;8(1):1-9
3. Wark P, Bronchitis (acute). Clinical Evidence.2015;7:1508
4. Kinkade S, Long NA. Acute Bronchitis.American Family Physician.
2016;94(7):560-5
5. Saust LT, Bjerrum L, Siersma V, Arpi M, Hansen MP. Quality assessment in
general practice: diagnosis and antibiotic treatment of acute respiratory tract
infections. Scand J Prim Health Care. 2018 Dec;36(4):372-379.
6. Llor C,Bjerrum L.Antibiotic prescribing for acute bronchitis. Expert Review
of Anti-Infective Theraphy.2016;14(7):633–642.
7. Rab, Tabran. 2008. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Hipokrates.
8. Albert RH, Diagnosis and Treatment of Acute Bronchitis. American Family
Physician.2010;82(11):1345-1350.
9. Singanayagam A, Chalmers JD, Hill AT. Severity assessment in community-
acquired pneumonia: a review. QJM 2009;102:379–388.
10. Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, Bartlett JG, Campbell GD, Dean
NC, Dowell SF, File TM Jr, Musher DM, Niederman MS, et al.; Infectious
Diseases Society of America; American Thoracic Society. Infectious Diseases
Society of America/American Thoracic Society consensus guidelines on the
management of community-acquired pneumonia in adults. Clin Infect Dis
2007;44: S27–S72
11. Hicks LA, Chien YW, Taylor TH Jr, Haber M, Klugman KP; Active
Bacterial Core Surveillance (ABCs) Team. Outpatient antibiotic prescribing
and nonsusceptible Streptococcus pneumoniae in the United States, 1996-
2003. Clin Infect Dis 2011;53:631–639.
12. Hyde TB, Gay K, Stephens DS, Vugia DJ, Pass M, Johnson S, Barrett NL,
Schaffner W, Cieslak PR, Maupin PS, et al.; Active Bacterial Core
Surveillance/Emerging Infections Program Network. Macrolide resistance
among invasive Streptococcus pneumoniae isolates. JAMA 2001;286:1857–
1862.
13. Kim SH, Song JH, Chung DR, Thamlikitkul V, Yang Y, Wang H, Lu M, So
TM, Hsueh PR, Yasin RM, et al.; ANSORP Study Group. Changing trends in
antimicrobial resistance and serotypes of Streptococcus pneumoniae isolates
in Asian countries: an Asian Network for Surveillance of Resistant Pathogens
(ANSORP) study. Antimicrob Agents Chemother 2012;56:1418–1426.
14. Cilloniz C, Albert RK, Liapikou A, Gabarrus A, Rangel E, Bello S, Marco F,
Mensa J, Torres A. The effect of macrolide resistance on the presentation and
outcome of patients hospitalized for Streptococcus pneumoniae pneumonia.
Am J Respir Crit Care Med 2015;191: 1265–1272.
15. Lonks JR, Garau J, Gomez L, Xercavins M, Ochoa de Echag ¨uen A, Gareen
IF, Reiss PT, Medeiros AA. Failure of macrolide antibiotic treatment in
patients with bacteremia due to erythromycin-resistant Streptococcus
pneumoniae. Clin Infect Dis 2002;35:556–564.

12
16. Van Kerkhoven D, Peetermans WE, Verbist L, Verhaegen J. Breakthrough
pneumococcal bacteraemia in patients treated with clarithromycin or oral
beta-lactams. J Antimicrob Chemother 2003; 51:691–696.
17. Bello S, Men ´endez R, Torres A, Reyes S, Zalacain R, Capelastegui A, Aspa
J, Borderias L, Martin-Villasclaras JJ, Alfageme I, et al. Tobacco smoking
increases the risk for death from pneumococcal pneumonia. Chest
2014;146:1029–1037.
18. Arias CA, Murray BE. A new antibiotic and the evolution of resistance. N
Engl J Med 2015;372:1168–1170.
19. Macone AB, Caruso BK, Leahy RG, Donatelli J, Weir S, Draper MP, Tanaka
SK, Levy SB. In vitro and in vivo antibacterial activities of omadacycline, a
novel aminomethylcycline. Antimicrob Agents Chemother 2014;58:1127–
1135.
20. Aguilar P, Balsara K, Itoh A, Kollef M. A Noteworthy Case of Acute
Bronchitis. Ann Am Thorac Soc 2016;13(2):285-287

13

Anda mungkin juga menyukai