Anda di halaman 1dari 8

TUGAS KELOMPOK LATSAR

GELOMBANG 59 / KLP 4

DWI NOVIA SISWATI, S.E.


FEBBI ALIFFIANTI, S.Pd.
AZHARI ARDY, S.T. (KETUA)

“ANALISIS SIKAP ASN TERHADAP NILAI-NILAI


ANEKA PADA KASUS TEMBOK BETON YANG
MENUTUPI RUMAH-RUMAH DI KAWASAN
CILEDUG”

PELATIHAN DASAR CPNS


KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN
TAHUN 2021
Kasus 1 : Sengketa Lahan Berujung Jalan di Ciledug Ditembok Beton
Link berita : (https://www.liputan6.com/news/read/4507643/6-fakta-terkait-
sengketa-lahan-berujung-jalan-di-ciledug-ditembok-beton)

Outline Kasus :
 Seseorang yang mengaku ahli waris lahan (Bapak Ruli), melakukan
aksi sepihak dengan menembok beton kawat duri tinggi 2 m dan
panjang 80m, ke rumah dan tempat usaha di kawasan Ciledug.

 Kasus ini telah terjadi selama 2 tahun sejak 2019. Selama itu pula
para penghuni rumah harus menaiki pagar beton untuk akses keluar
masuk.

 Camat Ciledug Syarifuddin mengaku sudah menindaklanjuti laporan


dan me-mediasi kedua belah pihak, sebulan setelah tembok
dibangun.

 Pihak pengklaim lahan, Pak Ruli, tidak pernah memenuhi


pemanggilan mediasi. Bahkan hingga peringatan yang ke-tiga.
 Warga terdampak mengaku sempat mendapat ancaman dari
pengklaim lahan.

 kasus bermula dari pelelangan rumah oleh bank yang dibeli oleh hak
waris Bapak Ruli. Ternyata sebagian lahan yang dibeli ada tanah
yang memang dihibahkan karena overlap dengan jalanan umum.

 Keputusan pembongkaran tembok akhirnya dilakukan dalam selang


waktu dua tahun setelah beberapa kali dilakukan mediasi, pihak yang
mengaku pemilik lahan tidak hadir dan tidak bisa menunjukkan bukti
kepemilikan lahan.

 Pemda setempat turun tangan dengan memerintahkan satpol PP


membongkar tembok beton tersebut.

 Jajaran Pemkot Tangerang bersama BPN memvalidasi bahwa


bidang tanah yang menjadi polemik tersebut telah tercatat sebagai
jalanan umum.

 Berdasar wawancara salah satu warga terdampak, pemerintah


setempat kurang responsif menangani kasus ini terbukti dalam
selang waktu dua tahun tembok tersebut baru dibongkar.
Nilai-Nilai Aneka pada Kasus tersebut :

 Terjadinya konflik kepentingan yang tidak menghargai dan


menghormati kepentingan orang lain, tentunya mengesampingkan
nilai etika publik.

 Pengklaim lahan kurang memiliki rasa nasionalisme dengan


memaksakan kehendaknya sendiri sehingga membatasi ruang
lingkup gerak warga.

 Warga yang menjadi korban mencintai tanah airnya dengan tidak


meninggalkan rumahnya dan rela memanjat tembok demi akses
keluar masuk. Nilai nasionalisme yang cukup besar tentunya.

 Pengklaim lahan mengalami degradasi nilai etika publik dengan


mengancam warga terdampak.

 Indikator peduli pada nilai antikorupsi diabaikan oleh pengklaim


lahan dengan tidak mempedulikan akses jalan dan kepentingan
ekonomi bagi rumah warga yang terdampak.

 Nilai tanggung jawab pada akuntabilitas tidak dipenuhi oleh


pengklaim lahan karena tidak pernah hadir dalam mediasi dan
ternyata ia tidak bisa menunjukkan bukti kepemilikan lahan yang
melanggar nilai anti korupsi kejujuran.
 aparatur kecamatan cukup responsif pada tahun 2019 dengan turut
andil menggelar mediasi sebulan setelah tembok dibangun, telah
menerapkan nilai nasionalisme musyawarah dan komitmen mutu.

 Aparatur kecamatan telah memberi beberapakali surat peringatan ke


pengklaim lahan. Penerapan nilai akuntabilitas transparansi.

 Namun sepanjang tahun 2020 kasus tersebut mengambang


menyebabkan warga menilai kurangnya komitmen mutu pemerintah
setempat menanggapi keluhan mereka.

 Aparat keamanan telah menjalankan nilai-nilai komitmen mutu


sesuai tugasnya melakukan pembongkaran tembok dengan menjaga
agar situasi tetap kondusif.

 Dari sisi komitmen mutu (perbaikan berkelanjutan), setelah tembok


dibongkar, pemerintah setempat bersama aparat keamanan terus
berupaya menjaga wilayah tersebut tetap kondusif dan aman.

 BPN (Badan Pertanahan Negara) telah menerapkan nilai etika


publik dengan memberikan informasi secara benar dan tidak
menyesatkan kepada pihak yang membutuhkan informasi, yaitu
memastikan bahwa lahan tersebut adalah jalanan umum.

 Warga terdampak yang taat hukum menempuh upaya-upaya legal


tanpa bertindak anarkis selama dua tahun termasuk penerapan nilai
nasionalisme persatuan dan etika publik
Pendapat dan Sikap Kami atas Kasus tersebut:

 Sudut pandang pengklaim lahan

 Pengklaim lahan harusnya bermusyawarah dengan warga


sekitar, mengumpulkan data-data valid terkait status lahan
tersebut sebelum melakukan penembokan.

 Seharusnya bertanggungjawab dengan tidak mangkir atas


panggilan mediasi dan memberikan bukti-bukti yang sah atas
kepemilikan lahan.

 Jalanan umum adalah hak setiap orang untuk mengaksesnya,


apalagi telah ada bukti dari BPN, kasus ini menandakan pihak
pengklaim lahan kurang memiliki empati atas kepentingan
orang banyak.

 Jika tidak puas dengan keputusan pembongkaran, pengklaim


lahan dapat membawa perkaranya ke pengadilan, tidak
dengan memberi ancaman kepada warga.

 Sudut pandang pemerintah setempat

 Pada awalnya pemerintah setempat melalui kecamatan telah


menjalankan fungsinya dengan baik, merespon keluhan warga
dan segera melakukan mediasi. Jika pengklaim lahan mangkir,
kasus bisa diteruskan ke level pemda yang memang memiliki
kewenangan.

 Pemerintah di setiap level harus cepat tanggap atas kasus ini.


Tidak membiarkan keluhan warga berlarut-larut. Bahkan tidak
menunggu momentum kasus ini menjadi viral baru mengambil
tindakan.

 Koordinasi di setiap instansi pemerintah harus digencarkan.


Kementrian agraria dan tata ruang melalui badan pertanahan
negara turut ikut andil.

 Pemerintah setempat melalui petugas keamanan sebagai


garda terdepan telah menjalankan tugasnya dengan baik.

 Sudut pandang warga

 Warga telah menempuh jalur yang legal secara hukum, tidak


main hakim sendiri. Walaupun berlarut-larut hingga dua tahun.

 Seluruh warga sekitar baik yang terdampak maupun tidak


harus vokal bersatu menyuarakan protes, jika perlu meminta
bantuan ke lembaga-lembaga LSM masyarakat.
Lesson Learnt :

 Sikap nasionalisme baik individu maupun kolektif harus dibangun


sejak dini, salah satunya melalui institusi pendidikan dan keluarga.

 ASN sebagai pelayanan publik dengan nilai ANEKA sebagai


pondasinya, harus benar-benar dibuktikan di lapangan.

 Mekanisme penyelesaian masalah oleh instansi pemerintah yang


berbelit-belit jika bisa disederhanakan, harusnya bisa
disederhanakan.

 Musyawarah mufakat adalah budaya bangsa yang mulai pudar

 .....

Anda mungkin juga menyukai