Oleh Kelompok 5:
B. Analisis Ekonomi/Pasar
Dalam melakukan analisis fundamental, penilaian terhadap kondisi ekonomi dan keadaan
berbagai variabel utama seperti laba yang diperoleh oleh perusahaan-perusahaan dan tingkat
bunga. Variabel-variabel tersebut sangat mempengaruhi keputusan-keputusan investasi yang akan
diambil oleh para pemodal. Apabila resesi diperkirakan akan terjadi, atau perekonomian sedang
menuju ke situasi resesi, harga saham-saham akan sangat terpengaruh oleh situasi tersebut. Kasus
gejolak moneter pada semester II tahun 1997 di Indonesia mengilustrasikan situasi tersebut.
1. Memprakirakan Perubahan di dalam Perekonomian/Pasar
Sebagian besar pemodal ingin memprakirakan (to forecast) perubahan di pasar
keuangan. Tidak hanya mereka ingin mengetahui bagaimana kondisi pasar saat ini, tetapi
mereka juga ingin mengetahui bagaimana arah perkembangan pasar di masa yang akan datang.
Meskipun demikian, tidaklah tepat kalau pemodal berharap dapat memperkirakan secara tepat
kondisi pasar di masa yang akan datang. Hal tersebut tidak mungkin dilakukan secara
konsisten. Yang lebih mungkin dilakukan adalah memperkirakan gejala-gejala perekonomian
di masa yang akan datang untuk memperkirakan arah gerakan pasar, dan berapa lama
perubahan tersebut mungkin akan terjadi.
2. Penggunaan indikator moneter untuk memprakirakan kondisi pasar
Karena perannya yang vital di dalam perekonomian, kebijakan moneter dipandang
mempunyai dampak penting baik bagi perekonomian maupun harga saham. Dengan demikian
untuk memahami perubahan harga saham, para pemodal perlu memahami berbagai variabel
moneter. Untuk memprakirakan kondisi perekonomian, para pemodal secara tradisional selalu
memperhatikan kemungkinan perubahan jumlah uang beredar.
Umumnya diharapkan akan terdapat hubungan antara perubahan jumlah uang yang
beredar dengan perubahan harga saham. Beberapa studi awal memang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan tersebut, dan jumlah uang yang beredar akan mempengaruhi harga saham
(Jones, 1994, p.342). Meskipun demikian, beberapa penelitian berikutnya menunjukkan bahwa
hubungan tersebut tidak selalu synchronous, tetapi mungkin menunjukkan bahwa perubahan
pasar dipengaruhi oleh perubahan jumlah uang beredar di masa yang akan datang. Temuan ini
menunjukkan bahwa hipotesa pasar yang efisien mungkin berlaku.
Prakiraan perubahan jumlah uang yang beredar juga diharapkan akan mempengaruhi
kegiatan ekonomi. Berbagai teori ekonomi makro menjelaskan adanya hubungan antara jumlah
uang dengan kegiatan ekonomi di masa yang akan datang, dan hubungan tersebut akan
tergantung pada apakah perubahan dalam jumlah uang yang beredar akan menyebabkan
perubahan dalam money supply ataukah money demand. Sebagai misal, peningkatan money
supply akan cenderung meningkatkan kegiatan ekonomi, sedangkan peningkatan money
demand akan mengurangi kegiatan ekonomi.
Penggunaan perubahan tingkat bunga sebagai cara untuk memperkirakan kondisi pasar
agak juga dihadapkan pada kemungkinan dampaknya yang tidak synchronous, tetapi pasar
bersikap mengantisipasi perubahan tersebut. Ilustrasi berikut ini mungkin dapat memperjelas
persoalan tersebut.
3. Kondisi ekonomi dan kondisi pasar
Karena kondisi pasar merefleksikan kondisi ekonomi, maka perubahan kondisi ekonomi
tentunya akan tercermin pada kondisi pasar. Masalahnya adalah bahwa kondisi pasar saat ini
mencerminkan harapan para pemodal terhadap kondisi ekonomi di masa yang akan datang.
Dengan kata lain, pasar mem-present value-kan kondisi di masa yang akan datang. Ilustrasi di
atas menunjukkan bahwa pasar mungkin mengantisipasi perkembangan tingkat bunga,
sehingga analisis seri data secara synchronous menunjukkan hasil yang tidak sesuai harapan.
Tentu saja sifat antisipatif pasar tersebut dapat terbukti tidak benar, sehingga menunjukkan
sinyal yang salah tentang kondisi ekonomi, tetapi secara umum pasar nampaknya selalu
bersifat antisipatif terhadap kondisi perekonomian.
4. Penggunaan model-model valuasi untuk memprakirakan kondisi pasar
Berdasarkan atas model-model valuasi yang telah dijelaskan di atas, salah satu
pendekatan berikut ini dapat dipergunakan.
1. Menggunakan rumus constant growth model, yaitu P0 = D1/(r-g)
2. Menggunakan model PER, yaitu PER=(1-b)/(r-g)
Dengan demikian, apabila kita ingin memprakirakan kondisi pasar, kita perlu melakukan
judge ment terhadap kemungkinan perubahan variabel-variabel tersebut. Karena prakiraan akan
dilakukan terhadap kondisi pasar, penggunaan model PER akan lebih mudah diterapkan dan
diinterpretasikan.
Misalkan kita memperoleh data dari sejumlah perusahaan yang bekerja pada sektor
manufaktur pada bulan Oktober 1997 sebagai berikut. Rata-rata PER untuk tahun 1997 adalah
sebesar 7,lx, rata-rata pembayaran dividen adalah 40%, dan pertumbuhan laba sebesar 15%.
Dengan demikian maka kita dapat menaksir r sebagai berikut.
PER 1997 = (1-b)/(r-g)
7,1 = (1-0,60)/r-0,15
r = 0,207 atau 20,7%
Untuk tahun 1998 misalkan kita memperkirakan bahwa proporsi laba yang dibagikan
sebagai dividen akan berkurang menjadi hanya 0,30 sebagai akibat diperlukannya pendanaan
internal yang makin besar. Apabila kita perkirakan bahwar tidak berubah, sedangkan g sedikit
mengalami penurunan menjadi 14,5% sebagai refleksi kondisi perekonomian yang memburuk,
maka PER tahun 1998 ditaksir akan sebagai berikut.
PER 1998 = (1-0,7)/(0,207-0,145)
= 4,8x
Diperkirakan PER pada tahun 1998 akan menurun cukup signifikan sebagai akibat
memburuknya kondisi perekonomian, sehingga kemampuan perusahaan-perusahaan dalam
industri tersebut untuk memperoleh laba juga berkurang.
Di Indonesia, informasi untuk memprakirakan kondisi pasar dengan menggunakan
model-model valuasi mungkin harus dikumpulkan sendiri atau paling tidak diolah lagi dari
informasi yang dipublikasikan oleh media bisnis, karena beberapa perusahaan sekuritas yang
menerbitkan informasi tentang kondisi pasar umumnya tidak mencakup data yang diperlukan
untuk menerapkan model-model valuasi tersebut. Sebagai misal, taksiran tentang pertumbuhan
laba untuk suatu sektor ekonomi umumnya tidak disajikan. Beberapa perusahaan sekuritas,
seperti Bahana Securities, BNI Securities, Exim Securities, termasuk juga PEFINDO,
menerbitkan informasi tentang perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEJ, tetapi mungkin
informasi tentang pasar secara keseluruhan, atau suatu industri tertentu, tidak dipublikasikan
secara luas. Di Amerika Serikat, lembaga seperti Value Line menerbitkan publikasi, seperti The
Value Line Investment Survey, yang dapat dipergunakan oleh para pemodal dan analis untuk
melakukan analisis yang diperlukan.
C. Analisis Industri
Industri dianalisis lewat penelaahan berbagai data yang menyangkut tentang penjualan,
laba, dividen, struktur modal, jenis produk yang dihasilkan, regulasi, inovasi dan sebagainya.
Analisis tersebut memerlukan pengalaman yang cukup banyak dan biasanya dilakukan oleh analis
industri yang bekerja di perusahaan-perusahaan sekuritas dan pemodal-pemodal institusional
Untuk melakukan analisis industri, langkah pertama yang dapat dilakukan adalah dengan
mengidentifikasikan tahap kehidupan produknya. Tahap ini bermaksud untuk mengenali apakah
industri tempat perusahaan beroperasi merupakan industri yang masih akan berkembang cepat,
sudah stabil, ataukah sudah menurun. Langkah berikutnya adalah menganalisis industri dalam
kaitannya dengan kondisi perekonomian. Langkah ketiga adalah analisis kualitatif terhadap
industri tersebut, yang dimaksudkan untuk membantu pemodal menilai prospek industri di masa
yang akan datang.
1. Mengidentifikasikan Tahap Kehidupan Produknya
Banyak pengamat yang percaya bahwa industri menempuh siklus kehidupan, yaitu tahap
perkenalan, pertumbuhan, kedewasaan, dan penurunan. Siklus kehidupan tersebut ditunjukkan
pada Gambar 14.2. Karena umumnya perusahaan baru go public setelah melewati masa
perkenalan, dalam analisis industri umumnya dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu (1)
tahap pertumbuhan, (2) tahap kedewasaan, dan (3) tahap penurunan.
2. Manganalisis Industri Dalam Kaitannya Dengan Kondisi Perekonomian
Cara kedua untuk melakukan analisis industri adalah dengan menganalisis hubungan
antara kemampuan operasi dengan kondisi perekonomian makro. Beberapa industri mampu
beroperasi cukup baik pada waktu resesi, sedangkan yang lain sangat jelek kinerjanya.
Beberapa industri terkait erat dengan siklus bisnis. Pada saat kondisi ekonomi membaik,
industri-industri tersebut menunjukkan kinerja yang jauh lebih baik daripada kondisi
perekonomian, sebaliknya pada saat kondisi ekonomi memburuk, industri-industri tersebut
juga menunjukkan kinerja yang sangat buruk, jauh lebih buruk daripada kondisi perekonomian.
Karena itu para analis industri mengelompokkan industri menjadi growth industry,
defensive industry dan cyclical industry. Growth industry menunjukkan industri yang
mempunyai pertumbuhan laba jauh lebih tinggi dari rata-rata industri. Industri telekomunikasi
nampaknya merupakan industri yang termasuk growth industry. Defensive industry
menunjukkan industri yang tidak banyak terpengaruh oleh kondisi ekonomi. Industri makanan
dan minuman biasanya merupakan contoh defensive industry. Sedangkan cyclical industry
menunjukkan industri yang sangat peka terhadap perubahan kondisi perekonomian. Contohnya
seperti industri otomotif, dan barang konsumsi elektronika tahan lama. Ada juga yang
menambahkan interest rate sensitive indus try, seperti industri perbankan dan properti.
3. Analisis Kuantitatif Terhadap Industri Tersebut
Beberapa aspek kualitatif akan membantu analis dalam melakukan analisis industri.
Aspek-aspek tersebut seperti kinerja historis, persaingan, kebijakan pemerintah, dan perubahan
struktural, perlu mendapat perhatian dalam analisis. Meskipun kinerja di masa yang akan
datang tidak selalu konsisten dengan kinerja di waktu yang lalu, beberapa jenis industri
menunjukkan kinerja yang terus menerus baik di waktu yang lalu. Kinerja seperti ini tentu saja
tidak dapat diabaikan dalam analisis. Indikator yang dapat dilihat adalah pertumbuhan
penjualan dan laba, dan perkembangan harga.
Menilai prospek industri di masa yang akan datang, akhirnya semua analisis yang
dilakukan akan mengarah pada pertanyaan "bagaimana prospek suatu industri di masa yang
akan datang?". Idealnya, analis hendaknya dapat melakukan estimasi sebagaimana yang
dilakukan dalam analisis pasar, yaitu menaksir berapa laba yang diharapkan dalam suatu
industri, dan berapa PER untuk industri tersebut, sehingga dapat memperkirakan nilai industri
tersebut. Karena cara ini sering sulit dilakukan, maka beberapa cara lain mungkin ditempuh,
yaitu dengan mencoba menjawab serangkaian pertanyaan sebagai berikut.
(1) Berdasarkan atas kondisi dan situasi perekonomian saat ini dan di masa yang akan datang,
industri apa yang diharapkan akan menunjukkan peningkatan laba?
(2) Industri apa yang kemungkinan akan menunjukkan peningkatan PER; atau bagaimana arah
perkembangan tingkat bunga dan industri apa yang kemungkinan besar paling terpengaruh
oleh perubahan tersebut? Perubahan dalam suku bunga akan mengaki-batkan perubahan
dalam discount rate (dan karenanya, perubahan dalam PER).
(3) Industri apa yang kemungkinan besar akan terpengaruh oleh kejadian-kejadian politik,
seperti pergantian pemerintahan, meningkatnya inflasi, perkembangan teknologi baru, dan
faktor faktor lain yang dipandang relevan?
D. Analisis Perusahaan
Untuk melakukan analisis yang bersifat fundamental, analis perlu memahami variabel-
variabel yang mempengaruhi nilai intrinsik saham. Untuk menaksir nilai intrinsik saham, dua
metode yang kita bicarakan adalah dengan menggunakan (1) dividend discount model, dan (2)
multiplier laba (yaitu PER). Apabila diasumsikan bahwa pertumbuhan laba (dan juga dividen)
bersifat konstan, maka dividend discount model dapat dinyatakan sebagai berikut.
Nilai intrinsik P0 = D1/(r-g)
Dalam hal ini,
P0 = Taksiran harga saham saat ini 0
D1 = Dividen yang diharapkan akan diterima pada tahun 1
r = Discount rate yang dipandang relevan
g = Pertumbuhan dividen di masa yang akan datang
Penggunaan multiplier laba (yaitu PER) dilakukan dengan cara sebagai berikut.
Nilai intrinsik = Taksiran EPS x PER yang ditaksir
Apabila harga di bursa lebih rendah dari nilai intrinsik yang kita taksir, maka saham
tersebut merupakan saham yang sebaiknya dibeli, dan sebaliknya. Untuk keperluan pembahasan,
kita akan berkonsentrasi pada laba dan PER.
1. Memahami laba yang diperoleh perusahaan
Pemodal seringkali memusatkan perhatian pada Laba Per Lembar Saham (Earnings Per
Share, EPS) dalam melakukan analisis. Karena itu kita perlu memahami bagaimana EPS
diperoleh dan menunjukkan apa angka tersebut. Angka EPS biasanya disajikan paling bawah
dalam laporan laba rugi, dan karenanya sering disebut sebagai bottom line.
Angka EPS diperoleh dari laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan
berdasarkan atas prinsip-prinsip akuntansi yang umum diterima (generally accepted
accounting principles). Karena itu langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memahami
laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Ada dua laporan keuangan yang utama,
yaitu Neraca dan Laporan Laba Rugi. Neraca menunjukkan posisi kekayaan, kewajiban
finansial, dan modal sendiri pada waktu tertentu (biasanya pada akhir Desember). Sedangkan
Laporan Laba Rugi menunjukkan berapa penjualan yang diperoleh, berapa biaya yang
ditanggung, dan berapa laba yang diperoleh perusahaan pada periode waktu tertentu (biasanya
selama satu tahun). Selanjutnaya Faktor-faktor yang mempengaruhi laba, pada level
perusahaan, EPS mencerminkan kombinasi dari berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Analisis faktor-faktor tersebut dapat dilakukan dengan analisis rasio keuangan.
2. Penggunaan PER
Teknik analisis lainnya adalah dengan menggunakan model kelipatan laba (atau PER).
Teknik ini mungkin dipilih apabila perusahaan tidak mengadopsi kebijakan payout ratio yang
konstan dan/ atau analis mengalami kesulitan untuk menggunakan model berdasar atas cash
flow, terutama model dengan pertumbuhan konstan. Sama seperti analisis dengan menggu-
nakan EPS, analis perlu memahami terlebih dulu faktor-faktor yang mempengaruhi PER.
Selanjutnya faktor-faktor yang mempengaruhi PER, apabila dipergunakan model pertumbuhan
konstan, PER yang didefinisikan sebagai P0/ E1 dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut.
PER=(1-b)/(r-g)
Dalam hal ini b adalah proporsi laba yang ditahan. Dengan demikian (1-b) tidak lain
merupakan dividend payout ratio. Sedangkan dan g berturut-turut adalah discount rate yang
dipandang relevan dan pertumbuhan dividen.
Sesuai dengan model tersebut maka dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang
mempengaruhi PER, yaitu:
1. Dividend payout ratio. Apabila faktor-faktor lain dipegang konstan, maka meningkatnya
payout ratio akan meningkatkan PER.
2. Tingkat keuntungan yang dipandang layak (discount rate). Apabila faktor-faktor lain
dipegang konstan, maka meningkatnya discount rate akan menurunkan PER.
3. Pertumbuhan dividen. Apabila faktor-faktor lain dipegang konstan, maka meningkatnya
pertumbuhan dividen akan meningkatkan PER.
Analisis dengan menggunakan faktor-faktor yang dipandang relevan, analis mungkin
saja melakukan analisis langsung terhadap faktor-faktor yang dipandang akan mempengaruhi
harga saham. Cara semacam ini pada dasarnya merupakan penerapan teknik analisis
fundamental. Berikut ini diberikan suatu contoh model peramalan harga saham yang
sederhana, dengan mengandalkan atas variabel-variabel:
(1) Pertumbuhan penjualan
(2) Nilai penjualan
(3) Penghasilan di luar operasi (kalau ada)
(4) Net profit margin (yaitu rasio antara laba bersih setelah pajak dengan total penghasilan)
(5) Price Earnings Ratio (PER)
Model diterapkan untuk peramalan harga saham per triwulan (di BEJ-pun perusahaan
yang terdaftar di bursa diharuskan memberikan laporan keuangan per triwulan).
Misalkan laba bersih per lembar saham (EPS) pada triwulan terakhir ( Q 0) = Rp310.
Sedangkan pada triwulan sebelumnya (Q−1) = Rp290, dan pada Q−2 dan Q−1 berturut-turut
adalah Rp280 dan Rp260. Dengan demikian maka EPS selama empat triwulan terakhir (atau
EPS dalam tahun terakhir) adalah Rp1.140. Dengan harga saham saat ini sebesar Rp13.625,
maka PER berkisar 12,00x.
Untuk mengestimasi harga saham pada triwulan-triwulan yang akan datang,
dikumpulkan informasi sebagai berikut.
(1) Pertumbuhan penjualan per triwulan diperkirakan sebesar 5%
(2) Penjualan bersih pada triwulan terakhir (saat ini) sebesar Rp100 miliar.
(3) Penghasilan di luar operasi (other income) pada triwulan terakhir sebesar Rp2 miliar.
Jumlah ini diperkirakan konstan untuk triwulan-triwulan yang akan datang.
(4) Net profit margin sebesar 9%, dan diperkirakan tidak akan berubah.
(5) Jumlah lembar saham yang beredar sebesar 30 juta lembar.
(6) Dividend payout ratio (yaitu proporsi laba yang dibagikan sebagai dividen) sebesar 40%.
F. Indokator-Indikator Teknis
Beberapa indikator teknis yang sering dipergunakan adalah moving average, new highs and
lows, volume perdagangan, dan short-interest ratio. Penjelasan satu demi satu indikator-indikator
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Moving Average
Teknik ini cukup banyak dipergunakan baik untuk saham-saham individual maupun
untuk kondisi pasar secara keseluruhan. Moving average dihitung berdasarkan atas sejumlah
hari tertentu. Di AS jumlah hari yang sering dipergunakan untuk menghitung moving average
adalah 200 hari moving average. Seri moving average tersebut kemudian digambarkan dalam
grafik yang sama dengan gambar perkembangan harga saham aslinya. Moving average
dihitung dengan cara sebagai berikut:
Moving average
Hari ke Harga saham
(basis 5 pengamatan)
1 4,000
2 4,200
3 4,100 4,080
4 3,900 4,180
5 4,200 4,200
6 4,500 4,260
7 4,300 4,280
8 4,400 4,280
9 4,000
10 4,200
Misalkan kita mengamati gerakan saham harian sebagaimana dicantumkan pada Tabel
15.1, dan ingin menghitung moving average dengan basis 5 pengamatan. Moving average pada
hari ke 3 diperoleh angka Rp4.080 yang berasal dari (4.000 + 4.200 + 4.100 + 3.900 + 4.200)/5
= 4.080. Demikian seterusnya. Apabila perkembangan harga "asli" dan harga yang dihitung
moving average-nya (perhitungan moving average tidak harus menggunakan basis yang
berbeda), digambarkan dalam satu grafik yang sumbu tegaknya adalah harga dan sumbu
datarnya waktu (hari), maka kita mungkin memperoleh gambar sebagai berikut:
4. Short-Interest Rasio
Short interest untuk suatu saham menunjukkan jumlah saham yang dilakukan short
selling tetapi belum dilakukan pembelian kembali. Short interest ratio didefinisikan sebagai,
Jumlah saham yang di −short selling
Sort Interest Ratio =
Rata−rata volume perdagangan harian
Rasio ini menunjukkan berapa hari perdagangan yang diperlukan agar short selling
tersebut dapat diselesaikan. Apabila rasio tersebut sama dengan 2,0 hal tersebut berarti
diperlukan dua hari kerja untuk "menyelesaikan" jumlah short selling tersebut.
Pemodal melakukan short selling dengan harapan bahwa harga saham akan turun di
masa yang akan datang. Dengan demikian, nampaknya rasio short interest yang besar
menunjukkan pengharapan yang cukup besar bahwa harga akan turun. Meskipun demikian
para analis teknikal justru menafsirkan hal ini secara berlawanan. Rasio short interest yang
tinggi justru ditafsirkan kondisi akan bullish karena berarti akan banyak pemodal yang terpaksa
melakukan pembelian untuk men short selling-nya. Karena itu, semakin besar rasio short
interest akan ditafsirkan makin besar potential demand.
G. Penggunaan Chart
Selain indikator-indikator teknis, grafik atau chart merupakan alat analisis lain. Karena itu
para penganut analis ini sering juga disebut sebagai chartist. Chart yang dipergunakan mungkin
berbentuk bar chart ataupun line chart. Dengan bar chart diperlukan informasi tentang harga
tertinggi, harga terendah, dan harga penutupan untuk digambarkan dalam chart tersebut.
Sedangkan line chart hanya memerlukan harga penutupan untuk digambarkan dalam chart tersebut.
Pola-pola chart
Penggunaan chart dimaksudkan untuk mengenali pola-pola (patterns) dari gerakan harga
saham (atau indeks pasar) yang diamati. Para analis teknikal umumnya berpendapat bahwa
beberapa pola tertentu mungkin dapat diidentifikasi. Pola-pola tersebut diantaranya adalah key
reversals, head and shoulders, triple tops, ascending and descending triangles.
1. Key reversals
Gambar (a) menunjukkan pola key reversal top, sedangkan bagian (b) menunjukkan key
reversal bottom. Key reversals terjadi pada suatu periode (biasanya harian) kegiatan
perdagangan. Key reversal top menunjukkan gerakan harga yang secara cepat naik, tapi pada
akhir periode kembali lagi ke posisi awal periode. Hal yang sebaliknya terjadi untuk key
reversal bottom. Apabila pola semacam ini diidentifikasi, maka aksi yang harus dilakukan
adalah segera menjual saham sewaktu mencapai puncak, dan membeli saham sewaktu
mencapai dasar.
Penggambaran key reversal top dan bottom dengan bar charts
2. Head and shoulders
Pola "kepala dan bahu" (head and shoulders) ditunjukkan pada Gambar. Seorang analis
yang percaya bahwa suatu saham berada pada titik A, akan memutuskan untuk membeli saham
tersebut, menahannya untuk jangka pendek untuk memperoleh capital gains. Sebaliknya, kalau
seorang analis percaya bahwa suatu saham telah berada pada titik b, ia akan menjualnya (atau
melakukan short selling) karena diperkirakan harga akan turun.
mempunyai slope meningkat. Pola ini terjadi apabila terjadi permintaan yang meningkat tetapi
masih dapat dipenuhi. Apabila permintaan tersebut mulai tidak dapat terpenuhi, harga akan
meningkat terus, "keluar" dari pola tersebut.
Untuk descending triangles (segitiga yang menurun), gerakan harga saham mengikuti
pola yang berkebalikan dengan ascending triangles. Pola ini terjadi pada saat terjadi
penambahan supply saham, tetapi dapat diimbangi dengan permintaan. Hanya saja sampai pada
titik tertentu penambahan supply tersebut tidak dapat lagi terserap, sehingga harga akan jatuh,
"keluar" dari pola tersebut.
Pola ini memberikan sinyal yang bagus untuk melakukan transaksi. Pola ascending
triangles menunjukkan kemungkinan pasar akan bullish (kesempatan beli), sedangkan
descending triangles menunjukkan kemungkinan pasar akan bearish (kesempatan menjual).
5. Relative Strength
Relative strength suatu saham menunjukkan rasio harga saham tersebut dengan indeks
pasar, atau indeks industri. Contoh perhitungan relative strength untuk saham Indosat selama
40 hari setelah mulai diperdagangkan di BEJ disajikan pada Tabel berikut ini. Hari ke-1
menunjukkan hari pertama saham tersebut mulai diperdagangkan di bursa. Pada hari ke-1
tersebut harga saham dan indeks pasar (yang diwakili oleh IHSG) dipergunakan sebagai basis
(= 100), sehingga relative strength-nya = 100,00. Hari ke-2, relative strength-nya sebesar
105,64 menunjukkan bahwa harga saham Indosat meningkat lebih besar dari peningkatan
IHSG. Relative strength di atas 100 menunjukkan bahwa saham tersebut outperform
(mengalahkan) indeks pasar. Berikut ini disajikan perhitungan relative strength saham Indobat:
Tabel perhitungan relative strength saham Indobat
Hari ke INDOBAT IHSG Relative Strenght
1 8.475 518.971 100,00
2 8.950 518.761 105,64
3 8.650 514.972 102,85
4 8.350 512.478 99,77
5 8.300 514.533 98,77
6 8.450 516.322 100,21
7 8.625 517.851 101,99
8 8.525 516.407 101,08
9 8.650 523.494 101,18
10 8.550 524.651 99,79
11 8.500 524.095 99,31
12 8.375 522.839 98,08
13 8.350 520.595 98,21
14 8.325 517.789 98,45
15 8.325 515.803 98,83
16 8.375 515.123 99,55
17 8.375 513.911 99,79
18 8.400 513.379 100,19
19 8.500 514.138 101,23
20 8.400 512.457 100,37
21 8.350 509.836 100,29
22 8.325 506.657 100,61
23 8.150 498.662 100,08
24 7.825 482.007 99,41
25 8.100 488.496 101,53
26 8.050 487.573 101,10
27 8.075 486.844 101,56
28 8.175 485.419 103,12
29 8.200 482.632 104,04
30 8.350 482.129 106,05
31 8.200 471.050 106,59
32 8.200 570.585 106,70
33 8.125 466.393 106,67
34 8.000 462.333 105,95
35 7.950 461.201 105,55
36 7.600 454.084 102,48
37 7.225 447.759 98,80
38 7.425 447.040 101,70
39 7.675 453.370 103,66
40 7.950 458.933 106,07
Angka relative strength apabila digambarkan, bersama dengan perkembangan harga Indosat,
nampak sebagai berikut:
Gambar tersebut menunjukkan tidak terlalu jelas trend dari relative strength saham
Indobat sehingga sulit dipergunakan untuk peramalan kapan sebaiknya beli dan kapan jual.
Relative strength untuk periode yang cukup lama mungkin dipergunakan untuk maksud-
maksud peramalan. Karena dalam analisis teknikal, trends (kecenderungan) diharapkan akan
terjadi untuk beberapa waktu, maka peningkatan rasio antara harga suatu saham dengan indeks
pasar ditafsirkan sebagai relative stength. Hal tersebut mengindikasikan bahwa saham tersebut
out-perform (mengalahkan) pasar, dan diharapkan situasi akan berlangsung untuk beberapa
lama. Hal yang sebaliknya apabila peningkatan harga saham lebih rendah dari peningkatan
indeks. Dalam situasi ini dikatakan bahwa saham tersebut underperform pasar.
DAFTAR PUSTAKA