Anda di halaman 1dari 1

Pukulan Sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dan

Implikasinya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Kasus Focus Group Discussion (FGD)


PPSMB SIMFONI 2020

Pandemi Covid-19 telah memukul banyak sektor ekonomi, contohnya industri tekstil dan
produk tekstil (TPT). Menurut Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Jemmy Kartiwa
Sastraatmadja, nilai ekspor pada Maret 2020 anjlok 60 persen dibandingkan dengan bulan
sebelumnya, sehingga menyebabkan 2,1 juta tenaga kerja dirumahkan. Hal ini disebabkan oleh
semakin melemahnya daya beli masyarakat. Jemmy menjelaskan bahwa pelonggaran pembatasan
sosial berskala besar (PSBB) tidak serta merta membuat industri tekstil kembali hidup. "Sebab
banyak pengusaha yang kehabisan modal untuk membayar upah selama masa PSBB dan
pembayaran cicilan dan bunga pada bank," kata dia.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri
Hartati mengatakan bahwa industri tekstil memiliki persoalan fundamental di industri TPT, yakni
regulasi-regulasi yang dinilai berpotensi membunuh industri. Lebih rinci ia menjelaskan, Bea
masuk bahan baku impor tinggi, sedangkan pakaian jadi (garmen) tarifnya free. “Kalaupun kita
bisa mengekspor, pasti daya saingnya rendah karena harga bahan baku yang diimpor tidak
kompetitif. Bahkan, di dalam negeri pun kalah bersaing dengan produk garmen impor. Lama-lama
industri TPT bukan cuma merosot, malahan bisa habis,” tutur Enny. “Rata-rata pertumbuhan
ekspor tekstil selama 10 tahun terakhir hanya 3 persen, sedangkan impor tumbuh 10,4 persen,”.
Menurutnya, Kalau tidak ada keseriusan dari pemerintah dalam pengembangan industri TPT yang
konkrit dari hulu dan hilir, maka semua kebijakan hanya retorika," Selasa (18/8/2020)

Menanggapi isu seputar TPT, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) memperkirakan bahwa
industri TPT dapat kembali pulih pada akhir tahun 2021 atau 2022. API mencatat pertumbuhan
industri TPT pada triwulan-I 2020 terkontraksi hingga minus 1,24%. Sekretaris Jenderal API,
Rizal Rakhman, pemulihan daya beli memerlukan waktu yang panjang. Selain itu, aktivasi pabrik
juga masih terkendala. Ia juga menambahkan, “Sebagian besar pengusaha masih tutup. Mereka
menunggu apakah worth it kalau buka lagi? pasar belum jelas karena Covid-19," katanya. Kendala
lain yang dihadapi pengusaha yaitu beban operasional yang memberatkan di tengah arus kas
perusahaan yang belum pulih. Beban operasional yang dimaksud yaitu rekening listrik minimum
40 jam nyala, tarif waktu beban idle (tak terpakai), hingga cicilan perbankan.

Anda mungkin juga menyukai