''Ada indikasi kesana, apakah itu karena biaya yang tidak efisien
atau karena mereka menetapkan harga yang tinggi.''ungkap Didik.
Dewan juga menilai pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk impor
terigu dari Turki justru membuat harga domestik tetap tinggi.
Pejabat sementara (Pjs) Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin)
Indonesia Adi Putra Darmawan Tahir menyatakan KPPU harus mengambil
sikap resmi tentang tudingan penguasaan gandum dan terigu oleh Bogasari.
Nanti di Komisi VI akan kami pertanyakan soal itu,” kata Adi. Menurut
anggota Komisi VI, Hendrawan Supratikno, data Asosiasi Pengusaha Tepung
Terigu Indonesia (Aptindo) menyebutkan Bogasari menguasai 60 persen
pasar tepung terigu.
“Kalau pasar itu berbentuk per saingan maka harga akan cenderung murah
dan menguntungkan konsumen. Kalau monopoli, hanya mengalihkan surplus
konsumen menjadi surplus produsen.
Kami melihat harga terigu dari Turki lebih murah, kenapa tidak,” ungkap
dia. Hendrawan menambahkan pada saat yang sama ada impor tepung terigu
dari Australia, Sri Lanka, dan Selandia Baru tetapi me ngapa Turki yang
dikenakan tuduhan dumping.
“Kita semakin hari semakin bergantung kepada tepung terigu. Kalau harga
tepung terigu lebih rendah seharusnya mas yarakat diuntungkan,” jelasnya.
Hal senada diungkapkan anggota Komisi VI dari Fraksi PAN, Nasril Bahar. Ia
mengungkapkan indikasi lain dalam penyelesaian masalah terigu dari Turki.
Nasril menjelaskan terjadi disparitas harga yang cukup tinggi antara tepung
terigu dari Turki dan importir dominan. “Konsumen membeli lebih mahal
dari Bogasari. Untuk itu perlu komitmen agar konsumen mendapat harga
yang layak,” jelas Nasril.
Produksi susu lokal dari Vietnam dan China ternyata tidak dikenai Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) sehingga harganya bisa bersaing dengan susu petani
Indonesia yang dikenai pajak. Ini sangat mengkhawatirkan karena ACFTA
bakal mendorong impor susu dari kedua negara itu.
Senin, 11/06/2012 09:53 WIB
Jejak Kemesraan Om Liem dan Pak Harto
Jakarta Soedono Salim atau Liem Sioe Liong alias Om Liem dan Soeharto
dikenal mempunyai kedekatan yang spesial. Keakraban yang bermula saat
keduanya masih berada di Semarang, Jawa Tengah, pada era 1950-an ini
berhasil dibina hingga berakhirnya era Orde Baru sekitar 1998.
Salah satu bukti kedekatan antara Om Liem dan Soeharto adalah berdirinya
sebuah perusahaan pengolahan tepung terigu, PT Bogasari. Om Liem
membangun perusahaan terigu terbesar di Indonesia bersama Sudwikatmono
(sepupu Pak Harto), Ibrahim Risjad, dan Djuhar Sutanto.
Hal ini dijabarkan dalam buku 'How Chinese are Entrepreneurial Strategies of
Ethnic Chinese Business Groups in Southeast Asia? A Multifaceted Analysis
of the Salim Group of Indonesia' karya Marleen Dieleman tahun 2007.
"Sempat disebut-sebut izin dan fasilitas kredit yang diberikan ini semata-mata
karena kedekatan Liem Sioe Liong dengan Soeharto. Monopoli bisnis ini
membuat perusahaan Liem membukukan pendapatan mencapai US$340.000
antara tahun 1968-1970," tulisnya.
"Dia mempunyai insting yang baik dalam memilih rekan bisnis. Seperti
memilih Sudwikatmono, ia seorang pribumi, sepupunya Soeharto, ini tentu
sangat berpengaruh terhadap bisnisnya," ungkap Dieleman.