Komunal 7
Pemerintah China mengevaluasi ekspor mereka ke Indonesia, terutama lima produk yang volumenya meningkat tajam. Kelima produk tersebut adalah elektronik, pakaian jadi, mainan anak-anak, alas kaki, serta produk makanan dan minuman, kata Mari. Menurut dia, negosiasi perlu dilakukan karena ACFTA, antara Indonesia dan China, berjalan timpang. Produk China begitu membanjiri pasar Indonesia, terutama segmen menengah ke bawah. Dari negosiasi tersebut diharapkan China bisa mengerem ekspor mereka. Jaga tiga kondisi Menurut Hatta, dirinya sudah meminta laporan lengkap terkait perkembangan ACFTA kepada Menteri Perdagangan. Pemerintah ingin menjaga tiga kondisi dalam pelaksanaan ACFTA yang berlangsung sejak 1 Januari 2010 itu. Pertama, ujar Hatta, mempertahankan agar defisit perdagangan antara Indonesia dan China tidak semakin melebar. Untuk itu, Indonesia tetap menagih komitmen China agar neraca perdagangan tetap seimbang. Menurut catatan China, defisit perdagangan di pihak Indonesia sebesar 2,8 miliar dollar AS. Namun, catatan Indonesia, defisit yang dialami 5 miliar-7 miliar dollar AS. Untuk itu, ada komitmen di antara dua menteri perdagangan. Kalau komitmen ini dipegang, kami bahas mana yang mungkin ditekan defisitnya, ujar Hatta. Kedua, ketentuan yang berlaku menyebutkan bahwa jika terjadi pukulan pada industri Indonesia, pemerintah dapat memaksa China untuk membahasnya. Pemerintah telah meminta agar pembahasan itu segera dilakukan agar tidak ada industri domestik yang terkena pukulan hingga lumpuh. Kami tidak ingin itu terjadi. Dan, sebelum itu terjadi, harus kami antisipasi, kata Hatta. Ketiga, Indonesia tetap menghormati ASEAN, tetapi dengan semangat untuk menjaga neraca perdagangan. Sebelumnya, Hatta di Istana Negara menegaskan, persoalan defisit perdagangan produk Indonesia dibandingkan produk China tidak hanya diselesaikan dengan perundingan bilateral dan penerapan perangkat kebijakan yang melindungi produk dalam negeri. Pemerintah juga berupaya untuk mendorong peningkatan daya saing produk dalam negeri. Peningkatan daya saing itu yang paling penting, salah satunya yang kami lakukan adalah membangun infrastruktur yang memadai, kata Hatta. Hatta juga menjelaskan, setiap negara diperbolehkan mengambil kebijakan melindungi produknya, salah satunya melalui kebijakan safeguard. Terakhir, harus ada upaya untuk meningkatkan kapasitas daya saing produk dalam negeri. Satu hal penting yang juga harus dijaga, ternyata tidak semua produk China menggunakan fasilitas free trade. Penyelundupan (produk China) marak sekali dan ini berpengaruh besar di Indonesia, kata Hatta. Kalangan pengusaha tekstil mendesak pemerintah segera menerapkan kebijakan safeguarddan antidumping untuk produk pakaian jadi impor dari China. Kebijakan proteksi tersebut dilakukan karena China menjual barang di Indonesia lebih murah dibandingkan dengan harga di pasar lokal mereka. Tak perlu batal Menurut Mari, dengan negosiasi ulang, pelaksanaan ACFTA tidak perlu dibatalkan. Pasalnya, jika bisa mengelola dengan baik, ACFTA akan mendongkrak ekonomi Indonesia. Syarat utamanya adalah perbaikan daya saing industri nasional. Kalau industri nasional kompetitif, Indonesia bisa memasok barang ke negara anggota ACFTA, ujar Mari. Selain upaya diplomasi, menurut Mari, pemerintah juga memperketat pengawasan barang impor. Semua produk impor harus memenuhi Standar Nasional Indonesia. Tak hanya itu, penggunaan label
dalam bahasa Indonesia juga diwajibkan. Jika syarat-syarat itu tidak dipenuhi, barang impor tidak bisa masuk ke Indonesia. Pengamanan produk impor secara jelas diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 56 Tahun 2008. Menurut ketentuan itu, impor produk makanan dan minuman, alas kaki, pakaian jadi, mainan anak-anak, dan elektronik hanya bisa dilakukan oleh importir terdaftar produk tertentu melalui lima pelabuhan laut tertentu. Kelima pelabuhan tersebut adalah Belawan (Medan), Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Emas (Semarang), Tanjung Perak (Surabaya), dan Soekarno-Hatta (Makassar). Duta Besar China untuk Indonesia Zhang Qiyue di Bandung, Jawa Barat, menepis anggapan bahwa ACFTA bakal melemahkan negara atau menyerang sektor ekonomi kecil di Indonesia. ACFTA justru menjadi pintu bagi munculnya berbagai kesempatan bagi dua negara. Menurut Zhang, ACFTA tidak melulu tentang jual beli barang, tetapi juga pengembangan layanan serta masuknya investasi. Hingga akhir tahun 2010, lanjut Zhang, sudah ada 1.000 lebih perusahaan dari China yang mendaftarkan diri ke Indonesia. Dengan jumlah tersebut, diperkirakan terdapat proyek yang bernilai 9,7 miliar dollar AS dan penanaman modal langsung sebesar 2,9 miliar dollar AS.
Imron menjelaskan, ketika ACFTA ini belum dijalankan, posisi neraca perdagangan Indonesia-China adalah surplus untuk Indonesia. Namun, nilai transaksinya masih sangat kecil. Pada 2009, impor China dari Indonesia sebesar 17,1 miliar dollar AS, sedangkan impor Indonesia dari China sebesar 13 miliar dollar AS. Jika dilihat dari nilai, setelah ACFTA nilai transaksi justru melambung secara signifikan. Walaupun secara keseluruhan neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit, tetapi di empat provinsi yang menjadi pusat perdagangan, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus. Keempat provinsi itu adalah Guangdong, Fujian, Guangxi, dan Hainan. Konsul Jenderal Republik Indonesia untuk China Edi Yusuf mengatakan, nilai neraca perdagangan Indonesia dengan keempat provinsi China itu pada 2010 mengalami peningkatan yang cukup tajam. Jika pada tahun 2009 nilai ekspor China (empat provinsi) ke Indonesia mencapai 3,36 miliar dollar AS, pada tahun 2010 meningkat menjadi 6,13 miliar dollar AS. Sementara untuk nilai impor China dari Indonesia pada tahun 2009 mencapai 4,3 miliar dollar AS, dan pada tahun 2010 mencapai 6,86 miliar dollar AS. Barang-barang yang diimpor dari China sebagian besar berupa perkakas listrik, mesin, produk besi baja, tekstil, keramik, plastik, makanan olahan, garmen, kerajinan tangan, pupuk, aluminium, produk makanan dan minuman, serta produk laut. Sedangkan produk yang ekspor dari Indonesia ke China adalah minyak bumi, mesin listrik, minyak makan, kertas, kayu, karet, bijih besi, dan tin. Potensi investasi yang bisa dikembangkan oleh Indonesia adalah pembangunan infrastruktur, manufaktur bahan baku industri unggulan, pengolahan sumber daya alam, dan sebagainya, kata Edi. Sedangkan Duta Besar Imron mengatakan, potensi Indonesia masih besar karena banyak produk Indonesia yang masuk ke China lewat negara lain, misalnya manggis. Produk terbesar manggis ada di Indonesia. Tetapi, mengapa China mengimpor manggis dari negara lain. Itu manggis Indonesia, kata Imron. Potensi lain yang menjanjikan adalah kopi. Saat ini kopi baru dikenal di China. Sebelumnya mereka tidak mengenal kopi. Tetapi karena di China banyak orang asing, dan banyak orang China yang pernah tinggal dan sekolah di luar negeri, maka budaya minum kopi makin lama makin dikenal di China. Kebutuhan akan kopi pun mulai meningkat. Apalagi kini mulai banyak ditemui kedai-kedai kopi dengan sasaran remaja dan profesional muda.
Dengan ACFTA, dia menjelaskan, menyebabkan volume impor meningkat. Transaksi ekspor impor juga terus terjadi. "Namun, jangan melihat apakah impor ekspor dari atau ke Amerika maupun China lebih tinggi. Tapi, harus juga dilihat apakah ASEAN mempunyai ketergantungan atau tidak terhadap barang modal," ujar dia. Saat ini, Indonesia mengalami defisit impor dengan China akibat adanya penghapusan tarif dalam ACFTA. Namun, menurut Ichsanuddin, tidak hanya Indonesia yang mengalaminya, negara-negara lain di ASEAN juga mengalami hal yang sama. "Pasti ada, karena pada saat yang sama anda harus melihat hulu-hilir dari barang modal itu. Semua negara yang sudah bergerak dalam negara-negara berkembang tidak akan mengubah industri huluhilirnya," lanjut dia. Sebelumnya, akibat pemberlakuan ACFTA, dari sekitar 9.000 produk, hanya sekitar 200 produk yang mengalami masalah akibat dibukanya keran perdagangan antara ASEAN dan China itu. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan bahwa pemerintah tak akan merenegosiasi perjanjian perdagangan secara bilateral dengan China, meskipun barang-barang asal Negeri Tirai Bambu membanjiri Indonesia. "Renegosiasi memakan waktu lama," kata dia. Pendapat: Perdagangan internasional memang dibutuhkan oleh setiap negara karena dengan melakukan perdagangan internasional yang berbentuk ekspor impor bisa meningkatkan pendapatan suatu negara. ACFTA adalah kesempatan emas untuk indonesia, dengan adanya ACFTA ini Indonesia bisa mengekspor lebih banyak lagi barang-barangnya ke luar negeri. Saran: Pemerintah seharusnya melakukan langkah antisipatif untuk memberikan kesempatan industri lokal berkembang. UKM (usaha kecil menengah) perlu ditingkatkan guna memajukan daya saing produk yang semakin ketat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan keringanan terhadap para wirausahawan dalam memperoleh kredit usaha.