Anda di halaman 1dari 6

China ASEAN Free Timotius Disa 3413100068 Trade Area

Komunal 7

ACFTA Bisa Menguntungkan?


JAKARTA, KOMPAS.com Penerapan Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China tak selalu berdampak negatif. Indonesia dan China sama-sama memperoleh keuntungan dari kesepakatan tersebut. Agar keuntungan yang diperoleh maksimal, Indonesia memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi, terutama menyangkut daya saing industri nasional. Hal tersebut mengemuka dalam forum diplomatik bertema "Enhancing Sino-Indonesia Relations and One Year After ACFTA" di Jakarta, Selasa (12/4/2011). Acara tersebut dihadiri Duta Besar China untuk Indonesia, Zhang Qiyue; Direktur Utama Industrial Commercial Banking of China (ICBC) Indonesia Yuan Bin; Dirjen Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Gusmardi Bustami; dan dosen Universitas Indonesia, A Dahana. Menurut Zhang Qiyue, kekhawatiran tentang ACFTA sudah muncul sejak setahun lalu. Namun, setelah satu tahun berjalan, kekhawatiran tersebut tak perlu dilanjutkan. Dampak positif sudah mulai dirasakan Indonesia dan China. "Neraca perdagangan Indonesia terus melonjak, begitu pun dengan negara kami. Saya lihat ACFTA telah berjalan dengan baik," katanya. Meskipun begitu, lanjut Zhang, dalam waktu dekat Perdana Menteri China akan berkunjung ke Indonesia untuk membicarakan hambatan dan keluhan dalam pelaksanaan ACFTA. "Kedatangan beliau ke Indonesia akan membahas banyak hal. Salah satunya soal pelaksanaan ACFTA," katanya. Sejak ACFTA diterapkan, jumlah perusahaan China yang menanamkan investasi di Indonesia juga bertambah. Hingga akhir 2010 terdapat lebih dari seribu perusahaan China yang tercatat di Indonesia, dengan investasi langsung mencapai 2,9 miliar dollar AS atau naik 31,7 persen dari tahun sebelumnya. Gusmardi mengatakan, China merupakan mitra dagang terbesar bagi negara-negara ASEAN. ACFTA meningkatan neraca perdagangan Indonesia ke China, yakni sekitar 15 persen. "Memang impor juga naik, tetapi harus dilihat jenis barang yang diimpor. Sebagian besar berupa mesin-mesin dan bahan baku, yang menjadi investasi positif bagi manufaktur," ujarnya. Menurut Yuan Bin, ICBC telah banyak menyalurkan pembiayaan ke Indonesia. Tidak hanya untuk pemain besar, tetapi juga kalangan usaha kecil dan menengah. Peran tersebut menjadi salah satu implikasi positif penerapan ACFTA. Secara terpisah, Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar mengatakan, ACFTA jangan dilihat dari aspek perdagangan saja, tetapi juga investasi. "Tidak sepenuhnya ACFTA berdampak negatif. Ada sisi positif yang bisa diambil jika Indonesia mampu mengelola dengan baik. Buktinya, ekspor sepatu dan tekstil serta produk tekstil kita naik pesat pada 2010. Angkanya bahkan tertinggi sepanjang sejarah," katanya. Mahendra menambahkan, untuk mengatasi dampak negatif, pihaknya akan segera melakukan pembicaraan dengan pihak China. (ENY)

Pemerintah Negosiasi Ulang ACFTA


JAKARTA, KOMPAS.com - Tekanan perdagangan produk asal China telah mendesak pemerintah untuk menegosiasi ulang Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China atau ACFTA. Pemerintah tetap memegang prinsip tidak ada satu industri pun di Indonesia lumpuh akibat perjanjian itu. (Menteri Perdagangan) Sudah mulai mengevaluasi dan membicarakannya. Kami akan rapat nanti, ungkap Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta, Senin (11/4/2011), seusai memimpin Rapat Koordinasi Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi 2011-2025. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu kemarin menegaskan, pemerintah segera menegosiasi ulang terkait pelaksanaan ACFTA. Negosiasi ulang dilakukan karena indikasi persaingan yang tidak adil berdasarkan hasil survei Kementerian Perindustrian. Negosiasi tersebut merupakan upaya kami agar

Pemerintah China mengevaluasi ekspor mereka ke Indonesia, terutama lima produk yang volumenya meningkat tajam. Kelima produk tersebut adalah elektronik, pakaian jadi, mainan anak-anak, alas kaki, serta produk makanan dan minuman, kata Mari. Menurut dia, negosiasi perlu dilakukan karena ACFTA, antara Indonesia dan China, berjalan timpang. Produk China begitu membanjiri pasar Indonesia, terutama segmen menengah ke bawah. Dari negosiasi tersebut diharapkan China bisa mengerem ekspor mereka. Jaga tiga kondisi Menurut Hatta, dirinya sudah meminta laporan lengkap terkait perkembangan ACFTA kepada Menteri Perdagangan. Pemerintah ingin menjaga tiga kondisi dalam pelaksanaan ACFTA yang berlangsung sejak 1 Januari 2010 itu. Pertama, ujar Hatta, mempertahankan agar defisit perdagangan antara Indonesia dan China tidak semakin melebar. Untuk itu, Indonesia tetap menagih komitmen China agar neraca perdagangan tetap seimbang. Menurut catatan China, defisit perdagangan di pihak Indonesia sebesar 2,8 miliar dollar AS. Namun, catatan Indonesia, defisit yang dialami 5 miliar-7 miliar dollar AS. Untuk itu, ada komitmen di antara dua menteri perdagangan. Kalau komitmen ini dipegang, kami bahas mana yang mungkin ditekan defisitnya, ujar Hatta. Kedua, ketentuan yang berlaku menyebutkan bahwa jika terjadi pukulan pada industri Indonesia, pemerintah dapat memaksa China untuk membahasnya. Pemerintah telah meminta agar pembahasan itu segera dilakukan agar tidak ada industri domestik yang terkena pukulan hingga lumpuh. Kami tidak ingin itu terjadi. Dan, sebelum itu terjadi, harus kami antisipasi, kata Hatta. Ketiga, Indonesia tetap menghormati ASEAN, tetapi dengan semangat untuk menjaga neraca perdagangan. Sebelumnya, Hatta di Istana Negara menegaskan, persoalan defisit perdagangan produk Indonesia dibandingkan produk China tidak hanya diselesaikan dengan perundingan bilateral dan penerapan perangkat kebijakan yang melindungi produk dalam negeri. Pemerintah juga berupaya untuk mendorong peningkatan daya saing produk dalam negeri. Peningkatan daya saing itu yang paling penting, salah satunya yang kami lakukan adalah membangun infrastruktur yang memadai, kata Hatta. Hatta juga menjelaskan, setiap negara diperbolehkan mengambil kebijakan melindungi produknya, salah satunya melalui kebijakan safeguard. Terakhir, harus ada upaya untuk meningkatkan kapasitas daya saing produk dalam negeri. Satu hal penting yang juga harus dijaga, ternyata tidak semua produk China menggunakan fasilitas free trade. Penyelundupan (produk China) marak sekali dan ini berpengaruh besar di Indonesia, kata Hatta. Kalangan pengusaha tekstil mendesak pemerintah segera menerapkan kebijakan safeguarddan antidumping untuk produk pakaian jadi impor dari China. Kebijakan proteksi tersebut dilakukan karena China menjual barang di Indonesia lebih murah dibandingkan dengan harga di pasar lokal mereka. Tak perlu batal Menurut Mari, dengan negosiasi ulang, pelaksanaan ACFTA tidak perlu dibatalkan. Pasalnya, jika bisa mengelola dengan baik, ACFTA akan mendongkrak ekonomi Indonesia. Syarat utamanya adalah perbaikan daya saing industri nasional. Kalau industri nasional kompetitif, Indonesia bisa memasok barang ke negara anggota ACFTA, ujar Mari. Selain upaya diplomasi, menurut Mari, pemerintah juga memperketat pengawasan barang impor. Semua produk impor harus memenuhi Standar Nasional Indonesia. Tak hanya itu, penggunaan label

dalam bahasa Indonesia juga diwajibkan. Jika syarat-syarat itu tidak dipenuhi, barang impor tidak bisa masuk ke Indonesia. Pengamanan produk impor secara jelas diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 56 Tahun 2008. Menurut ketentuan itu, impor produk makanan dan minuman, alas kaki, pakaian jadi, mainan anak-anak, dan elektronik hanya bisa dilakukan oleh importir terdaftar produk tertentu melalui lima pelabuhan laut tertentu. Kelima pelabuhan tersebut adalah Belawan (Medan), Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Emas (Semarang), Tanjung Perak (Surabaya), dan Soekarno-Hatta (Makassar). Duta Besar China untuk Indonesia Zhang Qiyue di Bandung, Jawa Barat, menepis anggapan bahwa ACFTA bakal melemahkan negara atau menyerang sektor ekonomi kecil di Indonesia. ACFTA justru menjadi pintu bagi munculnya berbagai kesempatan bagi dua negara. Menurut Zhang, ACFTA tidak melulu tentang jual beli barang, tetapi juga pengembangan layanan serta masuknya investasi. Hingga akhir tahun 2010, lanjut Zhang, sudah ada 1.000 lebih perusahaan dari China yang mendaftarkan diri ke Indonesia. Dengan jumlah tersebut, diperkirakan terdapat proyek yang bernilai 9,7 miliar dollar AS dan penanaman modal langsung sebesar 2,9 miliar dollar AS.

Perdagangan Indonesia China


KOMPAS.com - Sejak disepakatinya perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) dimulai tanggal 1 Januari 2010, produk jadi dari China membanjiri pasar domestik. Kawasan perdagangan baru mulai bermunculan dan kawasan perdagangan lama juga ikut ramai. Organisasi Perdagangan Dunia mengatakan, setidaknya sekitar 400 kawasan perdagangan beroperasi pada tahun 2010. Hal ini menjadikan langkah awal menuju perdagangan global liberalisasi yang luas. Selain itu, China yang memiliki penduduk sekitar 1,4 miliar jiwa dan daerah yang sangat luas menjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan industri dan perdagangan. China seolah menjadi harapan besar untuk mendongkrak omzet perdagangan industri. Setelah satu tahun disepakatinya perdagangan bebas ACFTA ini, neraca perdagangan IndonesiaChina menunjukkan nilai surplus bagi China. Namun begitu, Indonesia masih mempunyai peluang untuk surplus asalkan ada upaya-upaya nyata dari pemerintah untuk mendongkrak ekspor barang jadi ke China. Duta Besar Republik Indonesia untuk China Imron Cotan mengatakan, walaupun Indonesia mengalami defisit, tapi peluang untuk surplus masih ada, mengingat pasar di China sangat besar. Selama ini ekspor yang kita lakukan ke China masih berupa energi dan minyak serta bahan baku. Belum banyak produk yang kita bisa ekspor ke China, terutama hasil perkebunan dan buah-buahan, karena mereka miskin akan sumber daya alam, kata Imron di Beijing, Kamis (13/1/2011). Hingga akhir 2010, tercatat neraca perdagangan Indonesia-China berada dalam posisi 49,2 miliar dollar AS dan 52 miliar dollar AS. Artinya, barang Indonesia yang diekspor ke China nilainya 49,2 miliar dollar AS, sedangkan barang China yang diekspor ke Indonesia nilainya 52 miliar dollar AS. Neraca perdagangan Indonesia defisit sekitar 2,8 miliar dollar AS. Namun, Imron menambahkan, neraca ini berdasarkan catatan China. Sedangkan menurut catatan Indonesia, defisit yang dialami Indonesia sebenarnya sekitar 5 miliar-7 miliar dollar AS. Perhitungan di Indonesia hanya mencatat FOB, harga barang saja. Sedangkan China juga menghitung ongkos kirim dan asuransi. Tidak ada yang salah dengan perhitungan ini karena kita hanya menjual barang tanpa mau mengurus ongkos kirim hingga barang selamat sampai di tempat. China mendapatkan keuntungan lebih dari ongkos kirim ini, papar Imron.

Imron menjelaskan, ketika ACFTA ini belum dijalankan, posisi neraca perdagangan Indonesia-China adalah surplus untuk Indonesia. Namun, nilai transaksinya masih sangat kecil. Pada 2009, impor China dari Indonesia sebesar 17,1 miliar dollar AS, sedangkan impor Indonesia dari China sebesar 13 miliar dollar AS. Jika dilihat dari nilai, setelah ACFTA nilai transaksi justru melambung secara signifikan. Walaupun secara keseluruhan neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit, tetapi di empat provinsi yang menjadi pusat perdagangan, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus. Keempat provinsi itu adalah Guangdong, Fujian, Guangxi, dan Hainan. Konsul Jenderal Republik Indonesia untuk China Edi Yusuf mengatakan, nilai neraca perdagangan Indonesia dengan keempat provinsi China itu pada 2010 mengalami peningkatan yang cukup tajam. Jika pada tahun 2009 nilai ekspor China (empat provinsi) ke Indonesia mencapai 3,36 miliar dollar AS, pada tahun 2010 meningkat menjadi 6,13 miliar dollar AS. Sementara untuk nilai impor China dari Indonesia pada tahun 2009 mencapai 4,3 miliar dollar AS, dan pada tahun 2010 mencapai 6,86 miliar dollar AS. Barang-barang yang diimpor dari China sebagian besar berupa perkakas listrik, mesin, produk besi baja, tekstil, keramik, plastik, makanan olahan, garmen, kerajinan tangan, pupuk, aluminium, produk makanan dan minuman, serta produk laut. Sedangkan produk yang ekspor dari Indonesia ke China adalah minyak bumi, mesin listrik, minyak makan, kertas, kayu, karet, bijih besi, dan tin. Potensi investasi yang bisa dikembangkan oleh Indonesia adalah pembangunan infrastruktur, manufaktur bahan baku industri unggulan, pengolahan sumber daya alam, dan sebagainya, kata Edi. Sedangkan Duta Besar Imron mengatakan, potensi Indonesia masih besar karena banyak produk Indonesia yang masuk ke China lewat negara lain, misalnya manggis. Produk terbesar manggis ada di Indonesia. Tetapi, mengapa China mengimpor manggis dari negara lain. Itu manggis Indonesia, kata Imron. Potensi lain yang menjanjikan adalah kopi. Saat ini kopi baru dikenal di China. Sebelumnya mereka tidak mengenal kopi. Tetapi karena di China banyak orang asing, dan banyak orang China yang pernah tinggal dan sekolah di luar negeri, maka budaya minum kopi makin lama makin dikenal di China. Kebutuhan akan kopi pun mulai meningkat. Apalagi kini mulai banyak ditemui kedai-kedai kopi dengan sasaran remaja dan profesional muda.

ACFTA Buat Sektor Pertanian Keteteran


VIVAnews - Sejak mulai berlaku 1 Januari 2010, perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) di antaranya telah memicu sektor pertanian keteteran serbuan produk China yang lebih murah. Perbedaan harga yang tinggi telah menyebabkan jutaan petani kehilangan pasar lokal, ketika produk nasional berhadapan dengan produk China. Pengamat kebijakan publik, Ichsanuddin Noorsy mengatakan, Indonesia dan ASEAN hanya akan dijadikan pasar yang menjanjikan bagi China. "Buat Jepang, Amerika, China, dan Uni Eropa, yang terpenting adalah pasar Indonesia, negara-negara ASEAN lainnya, tinggalkan saja," kata Ichsanuddin dalam diskusi Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) di kawasan Tebet, Jakarta, 4 April 2011.

Dengan ACFTA, dia menjelaskan, menyebabkan volume impor meningkat. Transaksi ekspor impor juga terus terjadi. "Namun, jangan melihat apakah impor ekspor dari atau ke Amerika maupun China lebih tinggi. Tapi, harus juga dilihat apakah ASEAN mempunyai ketergantungan atau tidak terhadap barang modal," ujar dia. Saat ini, Indonesia mengalami defisit impor dengan China akibat adanya penghapusan tarif dalam ACFTA. Namun, menurut Ichsanuddin, tidak hanya Indonesia yang mengalaminya, negara-negara lain di ASEAN juga mengalami hal yang sama. "Pasti ada, karena pada saat yang sama anda harus melihat hulu-hilir dari barang modal itu. Semua negara yang sudah bergerak dalam negara-negara berkembang tidak akan mengubah industri huluhilirnya," lanjut dia. Sebelumnya, akibat pemberlakuan ACFTA, dari sekitar 9.000 produk, hanya sekitar 200 produk yang mengalami masalah akibat dibukanya keran perdagangan antara ASEAN dan China itu. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan bahwa pemerintah tak akan merenegosiasi perjanjian perdagangan secara bilateral dengan China, meskipun barang-barang asal Negeri Tirai Bambu membanjiri Indonesia. "Renegosiasi memakan waktu lama," kata dia. Pendapat: Perdagangan internasional memang dibutuhkan oleh setiap negara karena dengan melakukan perdagangan internasional yang berbentuk ekspor impor bisa meningkatkan pendapatan suatu negara. ACFTA adalah kesempatan emas untuk indonesia, dengan adanya ACFTA ini Indonesia bisa mengekspor lebih banyak lagi barang-barangnya ke luar negeri. Saran: Pemerintah seharusnya melakukan langkah antisipatif untuk memberikan kesempatan industri lokal berkembang. UKM (usaha kecil menengah) perlu ditingkatkan guna memajukan daya saing produk yang semakin ketat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan keringanan terhadap para wirausahawan dalam memperoleh kredit usaha.

Anda mungkin juga menyukai