Menurut Rini, adanya keberatan penghapusan kuota ekspor tekstil tidak hanya datang dari
Indonesia. Beberapa negara yang tergolong dalam less developed country juga menginginkan
agar pencabutan itu dibatalkan, atau paling tidak ditunda.
"Kita tetap mencoba dengan beberapa negara seperti Bangladesh. Mereka sangat berat
menghadapi perdagangan dunia yang terbuka untuk tekstil," katanya di Hotel Borobudur,
Rabu (25/8).
Oleh karena itu ketika sistem kuota hilang, kata Rini, Indonesia harus siap menghadapinya.
"Kita harus siap, karena ini sudah persetujuan bersama dengan negara-negara maju maupun
berkembang," ujarnya.
Untuk itu, kata Rini, perlu dilakukan persiapan seperti langkah efisiensi, inovasi dengan
melihat pada potensi-potensi nilai tambah yang akan dicapai. Rini mencontohkan seperti
harus dilakukannya kerja sama antara pembuatan kancing, aksesoris, dari pabrik-pabrik
tekstil dan garmen serta desainernya.
Selain itu, langkah lainnya adalah memperpendek proses produksi dari hulu sampai akhir.
Dari Cina, kata Rini, proses perputaran produksi sudah bisa dicapai dalam waktu 60 hari,
sedangkan di Indonesia masih membutuhkan waktu 90 hari. "Kita harus ke sana, karena
eksesiensinya ada di situ," kata Rini.
Pentingnya efisiensi akan memangkas ekonomi biaya tinggi yang signifikan. Selama ini,
beberapa kalangan selalu menekankan kepada tenaga kerja. Padahal, menurut Rini,
penekanan terhadap tenaga kerja tidaklah memberi dampak yang tinggi terhadap
pengurangan ongkos produksi. "Itu bagian yang kecil," ujarnya.
Proses perpendekan tadi, lanjut dia, juga harus dilakukan pada saat barang masuk ke
pelabuhan, seperti pengurusan dokumen administrasi dan administrasi lainnya. Lantaran
dengan banyaknya hari yang dibutuhkan dalam pengurusan tadi, secara otomatis akan
menambah beban pembiayaan.
Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Benny Sutrisno
mengatakan, industri tekstil Indonesia harus direvitalisasi. Pasalnya, sekitar 60% mesin yang
dipakai di sektor industri TPT memerlukan peremajaan. Dana yang diperlukan tergantung
target ekspor TPT. Kalau ingin meningkatkan pangsa pasar Indonesia di dunia dari 2%
menjadi 4%, maka dibutuhkan dana sebesar US$3,2 miliar.
Saat ini produk TPT masih menjadi penyumbang utama ekspor nonmigas Indonesia. Total
ekspor nonmigas pada 2003 mencapai US$47 miliar, sekitar 15% atau US$7 miliar
disumbang oleh sektor TPT. Sekitar 50% ekspor TPT tersebut dominan ke negara-negara
kuota seperti AS dan Eropa.
Pertanyaan:
1. Dengan bahasamu sendiri, ceritakanlah kembali permasalahan apa yang dihadapi oleh
industri tekstil Indonesia sehubungan dengan berakhirnya kuota tekstil Amerika
Serikat?
2. Siapa yang dirugikan dan diuntungkan dengan penghapusan kuota impor tekstil
Amerika? Jelaskan bagaimana pihak tersebut?
Pihak yang Dirugikan Alasan
3. Cara apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk menyelamatkan industri tekstil
Indonesia agar dapat bersaing dengan produsen dari negara lain?
4. a. Kerja sama ekonomi internasional apa yang dilakukan pemerintah daerah?
b. Apa alasan yang melatarbelakangi kerja sama ekonomi tersebut?
c. Landasan hukum apa yang digunakan?
d. Manfaat apa yang diterima dengan kerja sama ekonomi internasional tersebut?
5. Carilah sebuah berita di koran, majalah atau sumber dari internet yang membahas
tentang kerja sama ekonomi internasional yang dilakukan Indonesia!
6. Identifikasikan manfaat apa yang diperoleh Indonesia dengan kerja sama internasional
tersebut!
Perhatikan wacana berikut! (soal 7-9)