Anda di halaman 1dari 29

PENGARUH INFLASI DAN NILAI TUKAR TERHADAP EKSPOR

INDONESIA PADA SEKTOR INDUSTRI KOMODITI TEKSTIL (Studi


ASEAN- China Free Trade Agreement (ACFTA) Tahun 2016-2018 )

Ewin Saifulloh
1616.1111.0857
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
JAKARTA INTERNATIONAL COLLEGE

Ewin.saifulloh18@gmail.com
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, hanya dengan limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan penelitian yang berjudul “Pengaruh Inflasi
dan Nilai Tukar terhadap Ekspor Indonesia pada Sektor Industri Komoditi Tekstil ( Studi ASEAN-
China Free Trade Agreement (ACFTA) tahun 2016-2018”. Makalah ini saya susun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Metodologi Riset.

Benar kata pepatah bahwa tiada gading yang tak retak, semakin banyak yang kita tahu, maka semakin
banyak pula yang belum kita tahu, maka penulis menyadari bahwa makalah ini pun masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis tetap berharap kepada segenap pembaca yang budiman telah sudi
memberikan masukan baik berupa kritikan maupun saran yang sifatnya membangun guna kesempurnaan
dan memperbaiki kualitas makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
penulis mengucapkan terimakasih dengan tulus dan sedalam-dalamnya kepada rekan-rekan baik
dari kalangan dosen dan mahasiswa yang telah yang telah banyak membantu sehingga penulisan
ini selesai. Semoga Allah SWT, memberikan berkah dan rahmatnya kepada kita semua. Amin.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah dari sempurna untuk itu segala kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak selalu penulis harapkan.

Jakarta, November 2019


Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Globalisasi merupakan suatu fenomena yang dampaknya sangat besar bagi kehidupan
manusia yang saat ini kita rasakan.Era globalisasi tersebut ditandai dengan semakin
menyatunya negara-negara di dunia dalam bidang budaya, ekonomi, sumber daya, dan
teknologi informasi.Era globalisasi ekonomi menciptakan kesepakatan kerjasama
perdagangan internasional maupun regional.Perkembangan era globalisasi ini menciptakan
pasar yang lebih terintegrasi dan perdagangan internasional yang memberikan dampak kepada
masing-masing negara yang ikut serta di dalamnya. Proses integrasi antar negara yang terjadi
pada skala global mewujudkan adanya globalisasi pasar dan globalisasi produksi. Globalisasi
pasar mengacu pada penggabungan pasar nasional yang terpisah menjadi satu pasar global
yang besar (Hill, 2008:8).Globalisasi pasar dan globalisasi produksi inilah yang menciptakan
adanya perdagangan internasional antar negara.

Setiap negara memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ada negara yang
dikarunia sumber daya alam yang melimpah, di sisi lain ada juga negara yang miskin sumber
daya alam namun dianugerahi sumber daya manusia yang unggul sehingga dapat menciptakan
teknologi yang berdaya guna. Pertukaran sumber daya tersebut, diharapkan kualitas hidup
pada masing-masing negara meningkat.

Setiap negara yang melakukan kerjasama internasional pasti mengharapkan hasil yang
lebih menguntungkan dibandingkan jika hidup sendiri.Perdagangan internasional merupakan
bentuk kerja sama ekonomi antar dua negara atau lebih yang memberikan manfaat secara
langsung. Bentuk kerja sama antar negara ini dapat berupa kegiatan ekspor ataupun impor.
Negara-negara yang melakukan kerja sama ekonomi, secara langsung akan meningkatkan
penggunaan barang dan jasa. Peningkatan penggunaan barang dan jasa akan membentuk
hubungan saling ketergantungan antar negara (Rahardja dan Manurung, 2008:80). Semakin
banyak negara melakukan hubungan ekonomi dengan negara lain semakin besar juga
kemungkinan negara tersebut memperoleh kesejahteraan.
Cina merupakan salah satu kekuatan utama ekonomi dunia, dan bersama dengan dua
negara Asia Timur lainnya yaitu Jepang dan Korea Selatan telah menjadi mitra dagang
terpenting Indonesia dan juga ASEAN dari tahun ke tahun. Negara-negara yang tergabung di
wilayah Asia Tenggara menciptakan Association ofSoutheast Asian Nations (ASEAN)
sebagai kesepakatan kerjasama regional. ASEAN beranggotakan sepuluh negara, yaitu Brunei
Darussalam, Filipina, Indonesia, Kamboja, Malaysia, Laos, Myanmar, Singapura, Thailand,
dan Vietnam. Demi meningkatkan hubungan perdagangan, ASEAN telah menyepakati
kerjasama perdagangan bebas dengan China dalam kerangka ASEAN-China Free Trade
Agreement (ACFTA).

“ Dalam kerangka perjanjian tersebut, negara-negara yang menjadi anggota perjanjian


saling memberikan preferential treatment di tiga sektor: sektor barang, jasa dan investasi
dengan tujuan memacu percepatan aliran barang, jasa dan investasi diantara negara-negara
anggota sehingga dapat terbentuk suatu kawasan perdagangan bebas. Preferential treatment
adalah perlakuan khusus yang lebih menguntungkan dibandingkan perlakuan yang diberikan
kepada negara mitra dagang lain non anggota pada umumnya. Dalam kesepakatan di sektor
barang, komponen utamanya adalah preferential tariff” (Setiawan, 2012).

Proses awal menuju kesepakatan perjanjian ACFTA diawali dengan dilakukannya


pertemuan antar kepala negara ASEAN dan China yang dilakukan di Bandar Seri Begawan,
Brunei Darussalam pada tanggal 6 November 2001 yang kemudian disahkan melalui
penandatanganan “Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh
antara Negara-negara Anggota ASEAN dan Republik Rakyat Cina” di Phnom Penh, Kamboja
pada tanggal 4 November 2002. Perjanjian pada sektor barang merupakan bentuk konkret
kerjasama ekonomi pertama antara ASEAN dan China dengan adanya penandatangan
kesepakatan Trade in Goods Agreement dan Dispute Settlement Mechanism Agreement
padatanggal 29 November 2004 di Vientiane, Laos. “Di Indonesia ACFTA (Asean-China
Free TradeAgreement) melalui Keputusan Presiden Nomor 48Tahun 2004 tanggal 15 Juni
2004.Bahwa perjanjian perdagangan bebas antar negara-negara ASEAN dan China ini mulai
berlaku tanggal 1 Januari 2010” (Efnita, 2012).

Data dari Badan Pusat Statistik tahun 2018 menunjukkan bahwa “Indonesia selaku
negara anggota ASEAN dengan populasi dan pasar terbesar memiliki hubungan perdagangan
yang erat dengan China,terlebih setelah berlakunya kesepakatan perdagangan ACFTA” (BPS,
2018). Menurut Kemenkeu (2014), “China merupakan salah satu kekuatan utama ekonomi
dunia, dan bersama dengan dua negara Asia Timur lainnya yaitu Jepang dan Korea Selatan
telah menjadi mitra dagang terpenting Indonesia dan juga ASEAN dari tahun ke tahun”.
“China juga merupakan negara yang memiliki nilai ekspor Non Migas menurut negara tujuan
pada peringkat 1 bagi Indonesia” (BPS, 2018).

Sumber : Data BPS Desember 2018

Ekspor Indonesia Menurut Negara Tujuan Utama Desember 2017 dan 2018
Sumber : Data BPS Desember 2018

Kawasan perdagangan bebas yang tercipta karena adanya ACFTA, membuka


peluang lebar bagi Indonesia untuk meningkatkan transaksi internasionalnya yaitu dengan
melakukan ekspor. Barang yang diekspor oleh suatu negara meliputi berbagai macam
komoditi, diantaranya adalah: tekstil; elektronika; alas kaki; karet dan olahan karet; kelapa
sawit; hasil hutan; olahan aluminium; dan lain sebagainya. Industri tekstil dan elektronik
memiliki peran yang cukup besar dalam ekspor.Hasil industri tekstil dan minyak sawit
menduduji peringkat pertama dan kedua dalam sepuluh besar hasil industri utama Indonesia
yang diekspor ke China.(Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, 2018).

Pemberlakuan ACFTA tersebut tidaklah cukup untuk mengukur nilai ekspor


Indonesia ke China.Angka-angka yang menunjukkan kontribusi positif terhadap ekspor
tersebut memerlukan tinjauan lebih lanjut terkait dengan indikator makroekonomi yang
mempengaruhinya.Menurut Mahendra dan Kesumajaya (2015) dalam penelitiannya
menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi ekspor Indonesia adalah investasi, inflasi,
inflasi, kurs, dan suku bunga kredit.Rahman dan Serletis (2009) dalam pada penelitiannya
berpendapat bahwa ketidakpastian nilai tukar berpengaruh signifikan secara statistik dan
ekonomi terhadap ekspor.

“Dengan berlakunya ACFTA berbagai pengamat memprediksi bahwa produk-


produk yang ekspornya akan meningkat adalah kelompok produk pertanian, antara lain
kelapa sawit, karet dan kopi. Kemudian produk yang diprediksi akan terkena dampak negatif
adalah produk yang pasarnya di dalam negeri, antara lain garmen, elektronik, sektor
makanan, industri baja/besi, dan produk hortikultura” (Mutakin & Salam dalam Bowo,
2012). Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti mengambil judul penelitian “ Pengaruh
Inflasi dan Nilai Tukar terhadap Ekspor Indonesia Pada Sektor Industri Komodi
Tekstil (Studi ASEAN- China Free Trade Agreement (ACFTA) Tahun 2015-2018” ) .

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apakah ada pengaruh Inflasi terhadap Nilai Ekspor Di Sektor Industri Komoditi
Tekstil Indonesia di tahiun 2016-2018?
2. Apakah ada pengaruh Nilai Tukar terhadap Nilai Ekspor Di Sektor Industri
Komoditi Tekstil Indonesia di tahiun 2016-2018?
3. Apakah Inflasi dan Nilai tukar memiliki pengaruh besar terhadap Nilai Ekspor Di
Sektor Industri Komoditi Tekstil Indonesia di tahun 2016-2018?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui pengaruh Inflasi terhadap Nilai Ekspor di sektor Industri


Komoditi Tekstil Indonesia di tahun 2015-2018.
2. Untuk mengetahui pengaruh Nilai Tukar terhadap Nilai Ekspor di sektor Industri
Komoditi Tekstil Indonesia di tahun 2015-2018.
3. Untuk mengetahui apakah Inflasi dan nilai tukar berpengaruh terhadap Nilai Ekspor
di sektor Industri Komoditi Tekstil Indonesia di tahun 2015-2018.

A. Hipotesis

Inflasi
(X1)
Ekspor Indonesia Pada Sektor
```````````` H1 Industri Komoditi Tekstil Studi
ASEAN- China Free Trade
Agreement (ACFTA) Tahun
2015-2018
Nilai H2
Tukar
(X2)
= Pengaruh secara Parsial

= Pengaruh secara Simutan

( Sumber : Diolah Peneliti, 2019 )

Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dibahas sebelumnya, maka hipotesis yaang diajukan
dalam penelitian ini adalah:
H1 : Inflasi (X1) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap ekspor Indonesia pada sektor
industri komoditi tekstil studi ACFTA tahun 2015-2018.

H2 : Nilai tukar (X2) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap ekspor Indonesia pada sektor
Industri komoditi tekstil studi ACFTA tahun 2015-2018.

H3 : Inflasi (X1) dan nilai tukar (X2) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap ekspor
Indonesia pada sektor Industri komoditi tekstil studi ACFTA tahun 2015-2018.

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA)

ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) merupakan kerangka


perjanjian perdagangan bebas antara negara ASEAN dengan China. ASEAN
beranggotakan sepuluh negara, yaitu Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia,
Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Pemberlakuan ACFTA hampir tidak ada hambatan dan pembatas perdagangan antara
negara-negara anggotanya karena adanya pengurangan bahkan penghapusan tarif bea
masuk.

Dalam kerangka perjanjian tersebut, negara-negara yang menjadi anggota


perjanjian saling memberikan preferential treatment di tiga sektor: sektor barang, jasa
dan investasi dengan tujuan memacu percepatan aliran barang, jasa dan investasi
diantara negara-negara anggota sehingga dapat terbentuk suatu kawasan perdagangan
bebas. Preferentialtreatment adalah perlakuan khusus yang lebihmenguntungkan
dibandingkan perlakuan yang diberikan kepada negara mitra dagang lain non anggota
pada umumnya. Dalam kesepakatan di sektor barang, komponen utamanya adalah
preferential tariff (Setiawan, 2012).

Proses menuju kesepakatan perjanjian ACFTA diawali dengan dilakukannya


pertemuan tingkat kepala negara antara negara-negara ASEAN dan China di Bandar
Seri Begawan, Brunei Darussalam pada tanggal 6 November 2001 yang kemudian
disahkan melalui penandatanganan “Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama
Ekonomi Menyeluruh antara Negara-negara Anggota ASEAN dan Republik Rakyat
Cina” di Phnom Penh, Kamboja pada tanggal 4 November 2002. Perjanjian di sektor
barang menjadi bentuk konkret kerjasama ekonomi pertama di pihak ASEAN dan
China, yang ditandai dengan penandatanganan kesepakatan Trade in GoodsAgreement
dan Dispute Settlement Mechanism Agreement pada tanggal 29 November 2004
diVientiane, Laos. “Di Indonesia ACFTA (Asean-China Free Trade Agreement)
melalui Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004 tanggal 15 Juni 2004. “Bahwa
perjanjian perdagangan bebas antar negara-negara ASEAN dan China ini mulai
berlaku tanggal 1 Januari 2010” (Efnita, 2012).

2.2 Inflasi

Inflasi adalah kenaikan harga yang terjadi pada suatu perekonomian negara. Hal ini
sesuai dengan pendapat Dornbusch et al., (2008:39) yang menyatakan bahwa “Inflation is
the rate of changein prices, and the price level is the cumulation of past inflations”. Dikutip
dari laman resmi Bank Indonesia (BI), inflasi secara sederhana diartikan sebagai kenaikan
harga secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Kenaikan harga dari
satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan itu meluas (atau
mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.. Jika harga barang dan jasa di dalam
negeri meningkat, maka inflasi mengalami kenaikan.Naiknya harga barang dan jasa
tersebut menyebabkan turunnya nilai uang. Dengan demikian, inflasi dapat juga diartikan
sebagai penurunan nilai uang terhadap nilai barang dan jasa secara umum.

Tingkat inflasi yang terjadi padasuatu negara diukur berdasarkan indikator


tertentu.Indikator yang paling banyak digunakan adalah Indeks Harga Konsumen (IHK)
atau ConsumerPrice Index (CPI).“CPI merupakan indeks hargadari barang-barang yang
selalu digunakan para konsumen” (Sukirno, 2012:19). Tingkat inflasi ditentukan dengan
cara membandingkan CPI yang terjadi pada tahun tertentu dengan tahun sebelumnya.

Kenaikan harga barang terus menerus atau inflasi terjadi bukan tanpa sebab. Secara
umum, ada beberapa faktor penyebab terjadinya inflasi, antara lain:

1. Meningkatnya jumlah permintaan atau demand pada suatu jenis barang tertentu. Saat
permintaan naik, namun stok atau suplai terbatas, pasti akan terjadi lonjakan harga.
2. Biaya produksi sebuah barang atau jasa mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan
karena terjadi peningkatan harga bahan baku maupun upah pekerja. Dari situlah,
produsen akan mengambil tindakan mengerek harga jual barang atau jasa.
3. Saat jumlah uang yang beredar di masyarakat cukup tinggi. Ketika jumlah uang yang
ada di masyarakat meningkat hingga dua kali lipat, harga barang pun akan mengalami
peningkatan yang setara. Hal ini disebabkan karena kenaikan daya beli masyarakat,
tetapi stok barang tetap statis. Inflasi di suatu negara dapat dihitung berdasarkan Indeks
Harga Konsumen (IHK), Indeks Biaya Hidup, dan Indeks Harga Produsen.

Rumus menghitung inflasi berdasarkan IHK adalah:

IHK = PN : PO × 100 %

Keterangan:

IHK = Indeks Harga Konsumen

Pn = Harga sekarang
Po = Harga tahun dasar

Setelah mendapatkan nilai IHK, baru nilai inflasi dapat diketahui dengan menggunakan
rumus:

Inflasi = (IHK periode 1- IHK periode 2) / IHK periode 2) x 100

Dengan menggunakan rumus tersebut, nilai inflasi dalam suatu negara dapat
diketahui dengan tepat. Jadi, saat nilai inflasi berada pada tingkat yang melebihi target,
pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dapat mengambil langkah tepat agar inflasi tidak
semakin memburuk.

Indeks Harga Konsumen dan Inflasi Bulanan Indonesia,


2015 2016 2017 2018 2019
Bulan
IHK Inflasi IHK Inflasi IHK Inflasi IHK Inflasi IHK Inflasi
Januari 118,71 -0,24 123,62 0,51 127,94 0,97 132,10 0,62 135,83 0,32
Februari 118,28 -0,36 123,51 -0,09 128,24 0,23 132,32 0,17 135,72 -0,08
Maret 118,48 0,17 123,75 0,19 128,22 -0,02 132,58 0,20 135,87 0,11
April 118,91 0,36 123,19 -0,45 128,33 0,09 132,71 0,10 136,47 0,44
Mei 119,50 0,50 123,48 0,24 128,83 0,39 132,99 0,21 137,40 0,68
Juni 120,14 0,54 124,29 0,66 129,72 0,69 133,77 0,59 138,16 0,55
Juli 121,26 0,93 125,15 0,69 130,00 0,22 134,14 0,28 138,59 0,31
Agustus 121,73 0,39 125,13 -0,02 129,91 -0,07 134,07 -0,05 138,75 0,12
September 121,67 -0,05 125,41 0,22 130,08 0,13 133,83 -0,18
Oktober 121,57 -0,08 125,59 0,14 130,09 0,01 134,2 0,28
November 121,82 0,21 126,18 0,47 130,35 0,2 134,56 0,27
Desember 122,99 0,96 126,71 0,42 131,28 0,71 135,39 0,62
Tingkat
3,35 3,02 3,61 3,13 2,48
Inflasi
2.3 Nilai Tukar (exchange rate)

Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya
atau nilai dari suatu mata uang terhadap nilai mata uang lainnya (Salvatore
1997:9). Kenaikan nilai tukar mata uang dalam negeri disebut apresiasi atas
mata uang asing. Penurunan nilai tukar uang dalam negeri disebut depresiasi
atas mata uang asing. Nilai Tukar Mata Uang yang lainnya disebut Kurs,
Menurut Paul R Krugman dan Maurice (1994 : 73) adalah Harga sebuah Mata
Uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lainnya.
Menurut Nopirin (1996 : 163) Kurs adalah Pertukaran antara dua Mata Uang
yang berbeda, maka akan mendapat perbandingan nilai/harga antara kedua
Mata Uang tersebut. Dapat disimpulkan nilai tukar rupiah adalah suatu
perbandingan antara nilai mata uang suatu negara dengan negara lain.

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Nilai Tukar :

Ada beberapa faktor utama yang mempengaruhi tinggi rendahnya nilai


tukar mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing. Faktor-faktor tersebut
adalah : (Paul R Krugman:1994:08)

a) Laju inflasi relatif

Dalam pasar valuta asing, perdagangan internasional baik dalam bentuk


barang atau jasa menjadi dasar yang utama dalam pasar valuta asing, sehingga
perubahan harga dalam negeri yang relatif terhadap harga luar negeri dipandang
sebagai faktor yang mempengaruhi pergerakan kurs valuta asing. Misalnya,
jika Amerika sebagai mitra dagang Indonesia mengalami tingkat inflasi yang
cukup tinggi maka harga barang Amerika juga menjadi lebih tinggi, sehingga
otomatis permintaan terhadap barang dagangan relatif mengalami penurunan.

b) Tingkat pendapatan relatif


Faktor lain yang mempengaruhi permintaan dan penawaran dalam pasar
mata uang asing adalah laju pertumbuhan riil terhadap harga-harga luar negeri.
Laju pertumbuhan riil dalam negeri diperkirakan akan melemahkan kurs mata
uang asing. Sedangkan pendapatan riil dalam negeri akan meningkatkan
permintaan valuta asing relatif di bandingkan dengan supply yang tersedia.

c) Suku bunga relatif

Kenaikan suku bunga mengakibatkan aktifitas dalam negeri menjadi


lebih menarik bagi para penanam modal dalam negeri maupun luar negeri.
Terjadinya penanaman modal cenderung mengakibatkan naiknya nilai mata
uang yang semuanya tergantung pada besarnya perbedaan tingkat suku bunga
di dalam dan di luar negeri, maka perlu dilihat mana yang lebih murah, di dalam
atau di luar negeri. Dengan demikian sumber dari perbedaan itu akan
menyebabkan terjadinya kenaikan kurs mata uang asing terhadap mata uang
dalam negeri.

d) Ekspektasi

Faktor berikutnya yang mempengaruhi nilai tukar valuta asing adalah


ekspektasi atau nilai tukar di masa depan. Sama seperti pasar keuangan yang
lain, pasar valas bereaksi cepat terhadap setiap berita yang memiliki dampak ke
depan. Dan sebagai contoh, berita mengenai bakal melonjaknya inflasi di AS
mungkin bisa menyebabkan pedagang valas menjual Dollar, karena
memperkirakan nilai Dollar akan menurun di masa depan. Reaksi langsung
akan menekan nilai tukar Dollar dalam pasar.

e) Jumlah Uang Beredar

Uang beredar adalah keseluruhan jumlah uang yang dikeluarkan secara


resmi baik oleh bank sentral berupa uang kartal, maupun uang giral dan uang
kuasi (tabungan, valas, deposito). Kemudian menurut Madura (2003:111-123),
untuk menentukan perubahan nilai tukar antar mata uang suatu negara
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terjadi di negara yang bersangkutan
yaitu selisih tingkat inflasi, selisih tingkat suku bunga, selisih tingkat
pertumbuhan GDP, intervensi pemerintah di pasar valuta asing dan
expectations (perkiraan pasar atas nilai mata uang yang akan datang).

f) Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran adalah catatan dari semua transaksi ekonomi


internasional yang meliputi perdagangan, keuangan dan moneter antara
penduduk dalam negeri dengan penduduk luar negeri selama periode waktu
tertentu, biasanya satu tahun atau dikatakan sebagai laporan arus pembayaran
(keluar dan masuk) untuk suatu negara. Neraca pembayaran secara esensial
merupakan sistem akuntansi yang mengukur kinerja suatu negara. Pencatatan
transaksi dilakukan dengan pembukuan berpasangan, yaitu; tiap transaksi
dicatat satu sebagai kredit dan satu lagi sebagai debit.

2.4 Ekspor

“Ekspor merupakan barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri dan
dijual secara bebas di luar negeri” (Mankiw, 2012:230). Negara yang telah
menerapkan sistem perekonomian terbuka akan berinteraksi secara bebas dengan
perekonomian lain di seluruh dunia. Salah satu kegiatan interaksi perekonomian
secara internasional adalah dengan melakukan ekspor barang dan jasa. Ekspor pada
suatu negara dapat dipengaruhi oleh beragam faktor, baik itu merupakan faktor dari
dalam negeri maupun luar negeri. Sukirno (2012:205) dan Mankiw (2012:377)
menjelaskan bahwa ekspor dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
kemampuan suatu negara dalam memproduksi barang diekspor, dalam hal ini
adalah mutu dan harga barang diekspor, cita rasa penduduk luar negeri, nilai tukar,
pendapatan masyarakat, biaya transportasi barang, dan kebijakan pemerintah
terkait dengan perdagangan internasional.
2.5 Kerangka Penelitian

Inflasi
(X1)
Ekspor Indonesia Pada Sektor
H1
Industri Komoditi Tekstil Studi
ASEAN- China Free Trade
Agreement (ACFTA) Tahun
H2 H2 2015-2018
Nilai
Tukar
(X2)

= Pengaruh secara Parsial

= Pengaruh secara Simutan

( Sumber : Diolah Peneliti, 2019 )

2.6 Hipotesis

Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dibahas sebelumnya, maka hipotesis


yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H1: Inflasi (X1) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap ekspor Indonesia
pada sektor industri komoditi tekstil studi ACFTA tahun 2015-2018.

H2: Nilai tukar (X2) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap ekspor
Indonesia pada sektor Industri komoditi tekstil studi ACFTA tahun 2015-
2018.

H3: Inflasi (X1) dan nilai tukar (X2) berpengaruh signifikan secara simultan
terhadap ekspor Indonesia pada sektor Industri komoditi tekstil studi
ACFTA tahun 2015-2018.
2.7 Hubungan Antara Variabel

1. Hubungan antara Inflasi dengan Nilai Ekspor

Inflasi dapat memberikan pengaruh yang negatif ataupun positif terhadap


ekspor. Pengaruh negatif dari inflasi yaitu ketika terjadi inflasi, maka harga komoditi
akan meningkat. Peningkatan harga komoditi disebabkan produksi untuk
menghasilkan komoditi menghabiskan banyak biaya. Harga komoditi yang mahal akan
membuat komoditi tersebut tidak bersaing di pasar global. Ball (2005:281) menyatakan
bahwa ketika tingkat inflasi tinggi akan mengakibatkan harga barang dan jasa yang
dihasilkan atau ditawarkan oleh suatu negara akan meningkat sehingga barang dan jasa
tersebut menjadi kurang kompetitif dan ekspor akan turun.

Selain memiliki pengaruh negatif, inflasi juga dapat berpengaruh positif


terhadap ekspor.Pengaruh positif dari inflasi yaitu ekspor suatu negara dapat
meningkat karena modal dari hutang atau pinjaman untuk menghasilkan barang dan
jasa meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Ball (2005:280-281), yaitu ketika
inflasi tinggi maka akan mendorong dilakukannya pinjaman, pinjaman tersebut akan
dibayarkan kembali dengan uang yang lebih rendah nilainya.

H 1 :Diperkirakan terdapat pengaruh positif antara Inflasi terhadap Nilai Ekspor


Sektor Industri Komoditi Tekstil Pasar Komoditi Tekstil Indonesia.

2. Hubungan antara Nilai Tukar dan Ekspor

Nilai tukar dapat berpengaruh positif dan negatif terhadap ekspor.Pengaruh


positif terjadi ketika penguatan nilai tukar dapat mempengaruhi ekspor sehingga ekspor
dapat bertambah. Nilai tukar dapat mempengaruhi harga suatu barang yang diekspor,
sehingga ketika nilai tukar rupiah terhadap dollar menguat, maka harga barang ekspor
akan naik. Mankiw (2012:67) menjelaskan bahwa ketika harga suatu barang naik maka
jumlah barang yang diminta akan turun dan ketika harga turun, maka jumlah barang
yang diminta akan naik. Pengaruh negatif dari nilai tukar terjadi ketika nilai tukar
mengalami pelemahan, maka ekspor naik atau bertambah. Sukirno (2012:408)
menjelaskan bahwa ketika nilai rupiah turun atau terjadi devaluasi mata uang, maka
ekspor akan bertambah, karena di pasaran luar negeri, ekspor negara menjadi lebih
murah.

H 2 : Diperkirakan terdapat pengaruh positif antara Inflasi terhadap Nilai Ekspor


Sektor Industri Komoditi Tekstil Pasar Komoditi Tekstil Indonesia.

3. Hubungan antara Inflasi dan Nilai tukar terhadap Ekspor

Salah satu faktor yang memengaruhi ekspor yakni nilai kurs atau nilai tukar, dalam
melihat pengaruh perubahan nilai tukar riil terhadap net ekspor Indonesia dengan
menggunakan pendekatan sisi permintaan dalam pemenuhan kondisi MarshallLerner.
Kondisi Marshall-Lerner (Marshall-Lerner Condition) menjelaskan bagaimana
elastisitas permintaan impor dan ekspor akan mempengaruhi neraca pembayaran
melalui transaksi berjalan (dengan asumsi neraca modal tetap). Kondisi MarshallLerner
tersebut mensyaratkan bahwa penjumlahan mutlak elastisitas ekspor dan impor harus
lebih besar dari angka 1 (satu) agar tercapai perbaikan transaksi berjalan (terjadi
surplus). Jika syarat tersebut tidak terpenuhi, depresiasi tidak akan memperbaiki atau
bahkan malah memperburuk transaksi berjalan (Anindhita,2013).

H 3 :Diperkirakan terdapat pengaruh positif antara Inflasi dan Nilai Tukar terhadap
Nilai Ekspor Sektor Industri Komoditi Tekstil Indonesia.
BAB III

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan (explanatory research) dengan pendekatan


kuantitatif. Singarimbun (2006:5) menjelaskan bahwa “Explanatory research merupakan
penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian
hipotesis”.

Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua variabel bebas (independent variable) dan satu variabel terikat
(dependent variable). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah inflasi (X1) dan nilai tukar (X2).
Variabel terikat pada penelitian ini adalah ekspor Indonesia pada sektor industri komoditi tekstil.

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI) dengan
pertimbangan yaitu BPS dan BI menyediakan data bulanan yang lengkap dan akurat atas data
ekspor Indonesia Sektor Industri komoditi, inflasi, dan nilai tukar.

Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah keseluruhan data time series bulanan pada tahun 2016-2018
dari variabel inflasi, nilai tukar, dan ekspor Indonesia Sektor Industri komoditi Tekstil. Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh populasi penelitian dengan jumlah sampel
36 ( 12 x 3 tahun ).
Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode dokumentasi. Data
pada penelitian ini adalah data time series bulanan. Data diperoleh dari sumber sekunder yang
berupa pengumpulan data dari dokumen. Dokumen bersumber dari data yang dikeluarkan dan
dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia.

Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini dengan melakukan pengujian model regresi data time
series dengan menggunakan alat analisis data software EViews10+.

Model Regresi Time Series


Penelitian ini menggunakan metode pendekatan model regresi data time series.
Time Series merupakan jenis data yang dikumpulkan menurut urutan waktu dalam suatu
rentang waktu tertentu. Analisis time series dilakukan untuk memperoleh pola data time
series dengan menggunakan data masa lalu yang akan digunakan untuk meramalkan suatu
nilai pada masa yang akan datang. Metode time series adalah metode peramalan dengan
menggunakan analisa plot hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan
variabel waktu.

Analisis Statistik Deskriptif


Analisis statistik deskriptif merupakan analisis yang berdasarkan pada data yang
telah dikumpulkan, kemudian data tersebut dianalisis dengan menghitung jumah rata-rata,
median, nilai minimum dan nilai maksimum. Hasil dari analisis digunakan untuk
memberikan deskripsi atas variabel-variabel penelitian.

Uji Asumsi Klasik


Data dalam penelitian ini akan diuji terlebih dahulu untuk memenuhi uji asumsi
klasik sebelum dilakukannya pengujian hipotesis. Uji asumsi klasik dilakukan untuk
menjadikan model regresi dapat digunakan untuk keperluan estimasi serta mengurangi bias
data. Uji asumsi klasik yang dilakukan meliputi uji multikolinearitas, uji autokorelasi, uji
normalitas dan uji heteroskedastisitas.

Uji Hipotesis
Uji hipotesis terdiri dari tiga bagian yaitu uji analisi regresi linear berganda, uji
statistik F, uji statistik t, dan uji koefisien determinasi (R2).

1) Analisis Regresi Linier Berganda


Persamaan regresi linier berganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
CD = β0 + β1 INF + β2 NT + e
Keterangan:
Y: Ekspor Sektor Industri
INF: Inflasi
NT: Nilai Tukar
β0: Konstanta
e: Disturbance error (kesalahan baku)

2) Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t)

Uji statistik t digunakan untuk menunjukkan pengaruh variabel independen


secara individual terhadap variabel dependen. Uji statistik t dapat dilakukan dengan
melihat probability value. Apabila probability value < 0,05, maka Ho ditolak atau Ha
diterima (terdapat pengaruh secara parsial) dan apabila probability value > 0,05, maka
Ho diterima atau Ha ditolak (tidak terdapat pengaruh secara parsial),
Jika sig > 0,05, maka Ha ditolak.
Jika sig < 0,05, maka Ha diterima.

3) Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik f)


Uji F dilakukan untuk melihat apakah model memiliki keberkaitan untuk
digunakan sebagai alat analisis. Dapat dilihat dari tabel anova, jika nilai sig lebih kecil
dari nilai alpha 0,05 maka Ha diterima (sig. < 0,05), yang berarti variabel bebas
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Demikian sebaliknya, jika nilai sig
lebih besar dari nilai alpha 0,05 maka keputusan yang diambil adalah menolak Ha.
Jika sig > 0,05, maka Ha ditolak.
Jika sig < 0,05, maka Ha diterima.

4) Uji Koefisien Determinasi (R2)


Nilai R-Square dapat menjelaskan seberapa mampu variabel–variabel
independent mempengaruhi variabel dependen. Semakin tinggi R-Square, maka
variabel–variabel independent yang digunakan dalam model semakin baik dalam
menjelaskan variabel depeden.
BAB IV
Hasil dan Pembahasan

Analisis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya merupakan data
sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) selama 3 tahun pada periode 2016-
2018. Data yang digunakan bersumber dari berbagai situs dan refferensi lain seperti
Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik dan Kementerian Perdagangan. Penelitian ini
bertujuan utuk mengetahui apakah variabel-variabel independen berpengaruh terhadap
variabel dependen. Penelitian ini menggunakan tiga variabel independen dan satu
variabel depanden, diantaranya:

1. Y adalah Ekspor Sektor Industri

2. X1 adalah Inflasi

3. X2 adalah Niilai Tukar


Pemilihan Model Regresi
Penelitian ini akan menganalisis hasil estimasi dari permintaantingkat inflasi dan
nilai tukar, sehingga kita dapat mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikat dalam penelitian, regresi dalam pengolahan data akan menggunakan regresi
berganda dan menggunkan metode Ordinary Least Square (OLS).

Uji MWD Model Linier

Penelitian ini menggunakan model uji Mc Kinnon, White dan Davidson atau yang
sering dikenal dengan uji MWD. Model uji MWD bertujuan untuk membandingkan antara
model regresi dan model regresi log linier sehingga mendapatkan hasil regresi linier
terbaik.

4.1 ASUMSI KLASIK

A. Uji Autokolerasi

Autokorelasi merupakan korelasi antara satu variabel gangguan dengan variabel gangguan
lainnya. Sedangkan salah satu asumsi paling penting metode OLS berkaitan dengan variabel
gangguan adalah tidak adanya hubungan antara variabel gangguan satu dengan variabel gangguan
lainnya.

Pengujian terhadap gejala Autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Breusch-Godfrey atau
yang lebih umum dikenal dengan uji Lagrange Multiplier (LM). Langkah-langkah yang harus
dilakukan yaitu dengan mengestimasi persamaan OLS dan didapatkan residualnya, kemudian
melakukan regresi residualnya dengan semua variabel independennya dan lag dari residualnya.
Hipotesisnya adalah:
H0 : Tidak ada masalah Autokorelasi
Ha : Ada masalah Autokorelasi

Hasil dari uji Autokorelasi dengan uji LM dapat dilihat pada tabel berikut:

Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 11/11/19 Time: 01:42
Sample: 2016M01 2018M12
Included observations: 36

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

X2 0.811193 0.308472 2.629715 0.0129


X1 -1006.778 568.8368 -1.769889 0.0860
C -657.3027 4231.342 -0.155341 0.8775

R-squared 0.244962 Mean dependent var 10158.14


Adjusted R-squared 0.199202 S.D. dependent var 1118.543
S.E. of regression 1000.954 Akaike info criterion 16.73495
Sum squared resid 33063010 Schwarz criterion 16.86691
Log likelihood -298.2291 Hannan-Quinn criter. 16.78101
F-statistic 5.353207 Durbin-Watson stat 1.596854
Prob(F-statistic) 0.009694
Sumber : Data diolah dengan Eviews 10+

Pada uji autokorelasi didapatkan nilai Durbin-Watson stat sebesar 1.596584 sedangkan
dalam Dw tabel k=2 dan n=36 diperoleh batas luar (dL) 1.3537 sedangkan batas dalam (dU)
1,5872 maka perhitungannya :

= ( 4 – 1.596584 )

= 2.403416

Dapat disimpulkan hasil perhitungan tersebut lebih besar dari nilai (dU) sehingga tidak terjadi
masalah autikorelasi.

B. Uji Multikolerasi

Uji multikorelasi bertujuan untuk menguji apakah model regresi terdapat korelasi antar
variabel atau tidak. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel.
Uji multikorelasi dinyatakan lolos apabila hasil nilai Variance Inflation Factor (VIF) Centered
kurang atau dibawah 10.

Variance Inflation Factors


Date: 11/11/19 Time: 01:43
Sample: 2016M01 2018M12
Included observations: 36

Uncentere
Coefficient d Centered
Variable Variance VIF VIF

X2 0.095155 639.4607 1.004344


X1 323575.3 1.838022 1.004344
C 17904251 643.3247 NA
Sumber : Data diolah dengan Eviews 10+

Berdasarkan hasil Uji Multikolinearitas, hasil Centered VIF dari semua variabel ≥ 10 maka dapat
dikatakan tidak terjadi multikolinieritas pada semua variabel bebas tersebut. Berdasarkan syarat
asumsi klasik regresi linier dengan OLS, maka model regresi linier tidak baik karena adanya
multikolinieritas.

C. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah model regresi

penelitian nilai residualnya berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas dapat

dilakukan dengan berbagai prosedur dan dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan

dengan uji Jarque-Bera melalui server Eviews 9. Dasar pengambilan keputusan dalam

deteksi normalitas yaitu apabila nilai probabilitynya > 0,05 maka data berdistribusi normal,

sebaliknya jika nilai probabilitynya < 0,05 maka data berdistribusi tidak normal.
6
Series: Residuals
Sample 2016M01 2018M12
5
Observations 36

4 Mean -1.80e-13
Median 197.2627
3 Maximum 1366.699
Minimum -2150.516
Std. Dev. 971.9349
2
Skewness -0.641906
Kurtosis 2.569031
1
Jarque-Bera 2.750862
0 Probability 0.252731
-2000 -1500 -1000 -500 0 500 1000 1500

Sumber : Data diolah dengan Eviews 10+

Dari tabel diatas dapat dilihat nilai probabilitas sebesar 0,252731, sehingga
dapat dikatakan bahwa nilai probabilitas lebih besar dari taraf signifikan (α = 5%) yang
berarti tidak signifikan, maka menerima H0 atau menolak Ha yang berarti bahwa
residualnya berdistribusi normal.

D. Uji Regresi

Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 11/11/19 Time: 01:42
Sample: 2016M01 2018M12
Included observations: 36

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

Nilai Tukar 0.811193 0.308472 2.629715 0.0129


Inflasi -1006.778 568.8368 -1.769889 0.0860
C -657.3027 4231.342 -0.155341 0.8775

R-squared 0.244962 Mean dependent var 10158.14


Adjusted R-squared 0.199202 S.D. dependent var 1118.543
S.E. of regression 1000.954 Akaike info criterion 16.73495
Sum squared resid 33063010 Schwarz criterion 16.86691
Log likelihood -298.2291 Hannan-Quinn criter. 16.78101
F-statistic 5.353207 Durbin-Watson stat 1.596854
Prob(F-statistic) 0.009694

Sumber : Data diolah dengan Eviews 10+

Uji Regresi :
Nilai Ekspor = c + x1+ x2
Nilai Ekspor = -657.3027 -1006,778 inf + 0.811193kurs
Nilai Ekspor = -1663.26951
Koefisien regresi inflasi bernilai negatif yang berarti pada saat nilai inflasi mengalami
kenaikan maka nilai ekspor hasil industri tekstil akan mengalami penurunan. Begitu pula
sebaliknya ketika nilai inflasi mengalami penurunan maka hasil ekspor industri tekstil mengalami
kenaikan. Kenaikan inflasi sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan terhadap nilai ekspor
sebesar 100,67 persen dan sebaliknya jika nilai inflasi mengalami penurunan maka nilai ekspor
akan mengalami kenaikan sebesar 100,67 persen.

Koefisien regresi Nilai Tukar bernilai posiytif yang berarti pada saat nilai tukar mengalami
kenaikan maka nilai ekspor hasil industri tekstil akan mengalami kenaikan juga. Begitu pula
sebaliknya ketika nilai inflasi mengalami penurunan maka hasil ekspor industri tekstil mengalami
penurunan. Kenaikan nilai tukar sebesar 1 persen akan menyebabkan kenaikan terhadap nilai
ekspor sebesar 81,11 persen dan sebaliknya jika nilai inflasi mengalami penurunan maka nilai
ekspor akan mengalami penurunan sebesar 81,11 persen.

E. Uji Statistik T
Uji t merupakan pengujian masing-masing variabel independent yang dilakukan untuk
mengetahui apakah secara individu variabel independent berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen. Pengujian ini dapat dilakukan dengan membandingkan hasil dari t hitung
dengan t tabel atau dapat juga dilakukan dengan membandingkan probabilitasnya pada derajat
keyakinan tertentu.

Bila dengan membandingkan probabilitasnya pada derajat keyakinan 10% maka bila
probabilitas < 0.10, berarti variabel independent berpengaruh terhadap variabel dependen secara
signifikan.. Sebaliknya, bila probabilitas > 0.10, berarti independent tidak mempengaruhi
variabel dependen secara signifikan. Hipotesis yang digunakan:
H0 : β = 0 tidak berpengaruh signifikan
Ha : β ≠ 0 berpengaruh signifikan

F. Uji Statistik F

Uji Statistik F ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independent secara
bersama-sama terhadap variabel dependen. Bila dengan membandingkan probabilitasnya pada
derajat keyakinan 5% maka bila probabilitas < 0.05, berarti variabel independent secara bersama-
sama berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan. Sebaliknya, bila probabilitas >
0.05, berarti variabel independent secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel terhadap
variabel dependen secara signifikan.

Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 11/11/19 Time: 01:42
Sample: 2016M01 2018M12
Included observations: 36

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

X2 0.811193 0.308472 2.629715 0.0129


X1 -1006.778 568.8368 -1.769889 0.0860
C -657.3027 4231.342 -0.155341 0.8775

R-squared 0.244962 Mean dependent var 10158.14


Adjusted R-squared 0.199202 S.D. dependent var 1118.543
S.E. of regression 1000.954 Akaike info criterion 16.73495
Sum squared resid 33063010 Schwarz criterion 16.86691
Log likelihood -298.2291 Hannan-Quinn criter. 16.78101
F-statistic 5.353207 Durbin-Watson stat 1.596854
Prob(F-statistic) 0.009694

Dari tabel F, dapat dilihat Nilai F tabel α = 5% pada dengan df numerator (k-1) = 2, dan
df denominator (n-k) = 33, maka dapat diperoleh nilai F tabel sebesar 3.28 untuk nilai F hitung
diperoleh sebesar 5.353207. Dapat disimpulkan bahwa F hitung lebih besar dari F tabel sehingga
menolak H0 dan menerima Hα. Artinya secara bersama-sama variabel independen mampu
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Dari tabel T, dapat dilihat Nilai Ttabel sebesar 1,69236. Nilai inflasi terhadap Ekspor
Industri komoditi tekstil -1,769889 > -1,69236 yang berarti nilai inflasi berpengaruh terhadap nilai
ekspor Industri komoditi Tekstil. Nilai Tukar terhadap Ekspor Industri komoditi tekstil 2,629715
> 1,69236 yang berarti nilai tukar berpengaruh signifikan terhadap nilai ekspor Industri komoditi
Tekstil.

Interpretasi Hasil Penelitian

1. Inflasi (X1) dan nilai tukar (X2) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap ekspor
hasil industri komoditi tekstil Indonesia tahun 2016-2018 setelah adanya pemberlakuan
perjanjian ACFTA. Berdasarkan penghitungan statistik, diketahui bahwa variabel bebas, yaitu
inflasi (X1) dan nilai tukar (X2) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap ekspor hasil
industri komoditi tekstil Indonesia setelah pemberlakuan ACFTA. Pengaruh signifikan ini
disebabkan terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi ekspor hasil industri komoditi
tekstil setelah permberlakuan ACFTA tahun 2010. Faktorfaktor lain yang mempengaruhi
ekspor komoditi tekstil tersebut menurut Yoganandan et al (2013) adalah: GDP, FDI, FTA,
ketenagakerjaan, biaya dan mutu bahan baku, teknologi, serta tarif dan hambatan tarif. Hasil
penelitian ini juga didukung oleh A.A. Istri Sita Larasati dan Made Kembar Sri Budhi pada
tahun 2018 yang berjudul “Pengaruh Inflasi dan kurs dollar AS terhadap Nilai Ekspor Alas
Kaki Indonesia Ke China” Jadi perjanjian ACFTA membuat adanya pengaruh dari inflasi dan
nilai tukar dalam tingkatan ekspor barang barang Industri komoditi baik ke China maupun ke
luar negara lainnya.

2. Inflasi (X1) dan nilai tukar (X2) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap ekspor sektor
industri komoditi tekstil Indonesia tahun 2016-2018 setelah pemberlakuan ACFTA tahun 2010.
Berdasarkan penghitungan statistik, diketahui bahwa inflasi (X1) secara parsial memiliki pengaruh
positif dan tidak signifikan terhadap ekspor hasil industri komoditi tekstil Indonesia setelah
pemberlakuan ACFTA tahun 2010. Pengaruh tidak signifikan ini disebabkan terdapat faktor lain
yang mempengaruhi ekspor Indonesia hasil industri komoditi tekstil. Hal ini sesuai dengan teori
yang diungkapkan oleh Sukirno (2012) dan Mankiw (2012) bahwa ekspor dapat dipengaruhi oleh
faktor selain keadaan makroekonomi suatu negara, diantaranya karena perubahan cita rasa
penduduk luar negeri. Berdasarkan penghitungan statistik, diketahui bahwa nilai tukar (X2) secara
parsial memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor Indonesia hasil industri komoditi
tekstil tahun 2016-2018. Penguatan rupiah menyebabkan harga barang ekspor turun, maka
permintaan ekspor akan meningkat. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Mankiw (2012) yang
menjelaskan bahwa ketika harga suatu barang naik maka jumlah barang yang diminta akan turun
dan ketika harga turun, maka jumlah barang yang diminta akan naik. Selain itu pemberlakuan
skema pembebasan tarif pada tahun 2012-2014 sudah mulai diterapkan sehingga pemberlakuan
ACFTA tahun 2010 berdampak besar pada ekspor Indonesia. Hasil penelitian ini juga didukung
oleh Ray Fani Arning Putri, Suhadak, dan Sri Sulasmiyati pada tahun 2016 yang berjudul Pengaruh
Inflasi Dan Nilai Tukar Terhadap Ekspor Indonesia Komoditi Tekstil Dan Elektronika Ke Korea
Selatan (Studi Sebelum dan Setelah ASEAN Korea Free Trade Agreement Tahun 2011).

Anda mungkin juga menyukai