Anda di halaman 1dari 10

Dampak Liberalisasi Perdagangan Terhadap Inflasi di Indonesia Tahun 1970-2020 ……………….…………………….……(Rahmi, dkk.

Dampak Liberalisasi Perdagangan Terhadap Inflasi di Indonesia Tahun


1970-2020
(The Impact of Trade Liberalisation on Inflation in Indonesia in 1970-2020)

Meautia Rahmi1, Amalia Ndaru Nuriyo2, Suifatiha Rangkuti3

Politeknik Statistika STIS, Jakarta


E-mail: 1212011286@stis.ac.id, 2212011823@stis.ac.id 3212011632632@stis.ac.id

ABSTRAK
Globalisasi mendorong liberalisasi perdagangan, yaitu perdagangan barang dan jasa antar negara tanpa adanya hambatan
perdagangan. Liberalisasi perdagangan dapat memengaruhi indikator makroekonomi negara pelaku perdagangan
internasional, salah satunya inflasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh liberalisasi perdagangan
terhadap inflasi di Indonesia. Variabel yang digunakan adalah trade openness dan inflasi. Selain itu, variabel PDB
perkapita, pengeluaran pemerintah, dan pertumbuhan jumlah uang beredar juga digunakan sebagai variabel kontrol.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah error correction mechanism (ECM) dengan periode penelitian tahun
1970 – 2020. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam jangka panjang maupun jangka pendek, trade openness dan
pertumbuhan jumlah uang beredar masing-masing berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi di Indonesia.
Sementara itu, PDB perkapita dan pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi dalam jangka
panjang maupun jangka pendek.
Kata kunci: inflasi, trade openness, error correction mechanism

ABSTRACT
Globalisation encourages trade liberalisation, which is the trade of goods and services between countries without any
trade barriers. Trade liberalisation can affect the macroeconomic indicators of countries that engage in international
trade, one of which is inflation. The purpose of this study is to analyse the effect of trade liberalisation on inflation in
Indonesia. The variables used are trade openness and inflation. In addition, GDP per capita, government spending, and
money supply growth are also used as control variables. The method used is error correction mechanism (ECM) with the
research period 1970-2020. The results show that in the long run and short run, trade openness and money supply growth
each have a positive and significant effect on inflation in Indonesia. Meanwhile, GDP per capita and government
expenditure have no significant effect on inflation in the long run and short run.

Keywords: inflation, trade openness, error correction mechanism

PENDAHULUAN

Globalisasi perdagangan mendorong suatu negara untuk mengembangkan sistem perekonomian ke arah
yang lebih terbuka baik dari aspek ekonomi maupun keuangan. Secara definisi, perekonomian terbuka ( open
economy) merupakan kondisi ketika suatu negara melakukan perdagangan internasional yang melewati batas
negaranya. Perekonomian terbuka telah lama dilaksanakan di Indonesia yang ditandai dari keikutsertaan
Indonesia dalam beberapa organisasi internasional. Organisasi internasional tersebut adalah Association of
Natural Rubber Producing Countries (ANRPC) sejak 1970, World Trade Organization (WTO) sejak 1994,
International Coffee Organization (ICO) sejak 1994, dan organisasi internasional lainnya.
Fenomena liberalisasi perdagangan telah lama menjadi perdebatan bagi para ekonom mengenai dampak
terhadap kondisi perekonomian negara importir, salah satunya inflasi. Menurut Samimi dkk. (2011), inflasi
yang terjadi dikarenakan adanya ekspansi moneter pada perekonomian terbuka yang menjadi alasan terjadinya
depresiasi nilai tukar riil yang kemudian mengakibatkan naiknya harga komoditas impor. Kenaikan harga
komoditas impor berisiko terhadap naiknya harga barang domestik. Semakin banyak jenis komoditas yang
diimpor, maka semakin rentan terjadi peningkatan inflasi. Inflasi yang disebabkan oleh depresiasi nilai tukar
disebut imported inflation. Salah satu penyebab krisis moneter 1997 yang pernah menimpa beberapa negara
Asia termasuk Indonesia adalah mata uang rupiah yang merosot. Menurut data World Bank, inflasi Indonesia
ketika terjadi krisis moneter 1997 mencapai 75,27 persen.
Hubungan inflasi dengan liberalisasi perdagangan telah lama menjadi topik pembahasan bagi para ekonom
dan para pembuat kebijakan. Dampak dari liberalisasi perdagangan terhadap inflasi berbeda-beda di setiap
negara. Penelitian oleh Tahir dkk. (2023) yang menganalisis pengaruh dari liberalisasi perdagangan terhadap

1
Seminar Nasional Official Statistics 2023

tingkat inflasi di China, yang didekati dengan pengeluaran pemerintah, pertumbuhan ekonomi, nilai tukar, dan
uang beredar menggunakan metode Autoregressive Distributed Lag (ARDL) memberikan hasil bahwa terdapat
dampak yang negatif dan signifikan dari liberalisasi perdagangan terhadap inflasi. Dengan metode yang sama,
Samimi dkk. (2011) juga meneliti pengaruh liberalisasi perdagangan terhadap inflasi di Iran. Hasil penelitian
mengemukakan adanya dampak negatif terhadap inflasi pada jangka pendek namun tidak ada dampak signifikan
pada jangka panjang. Selain beberapa negara yang menunjukkan hubungan negatif antara inflasi dan liberalisasi
perdagangan, tidak sedikit pula negara yang mengalami hubungan sebaliknya. Ketika liberalisasi perdagangan
diperluas, laju inflasi akan meningkat, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Munir dan Kiani (2011)
yang menganalisis pengaruh liberalisasi perdagangan terhadap inflasi di Pakistan tahun 1976 – 2010, disertai
nilai tambah riil pertanian, nilai tukar riil, PDB riil, dan liberalisasi pasar keuangan menggunakan metode
Vector Error Correction Model (VECM). Hasil penelitian menunjukkan adanya dampak positif dari liberalisasi
perdagangan terhadap inflasi pada hubungan jangka panjang. Samimi dkk. (2012) juga melakukan penelitian
mengenai dampak liberalisasi perdagangan terhadap inflasi pada negara berkembang dan negara maju sepanjang
1990-2009. Dengan menerapkan analisis data panel, diperoleh model terbaik adalah fixed effect. Terdapat
dampak positif adanya liberalisasi perdagangan terhadap inflasi dengan pendekatan rasio ekspor ditambah
impor terhadap PDB. Sedangkan, dengan menggunakan pendekatan indeks KOF, terdapat dampak negatif
adanya liberalisasi perdagangan terhadap inflasi. Selain fakta-fakta sebelumnya, hubungan inflasi dan
liberalisasi perdagangan juga dapat berlaku positif maupun negatif bagi negara pada periode tertentu.
Berdasarkan Romer (1993), negara dengan perekonomian yang lebih terbuka dan kecil (small and open
economy) memiliki kecenderungan inflasi yang lebih rendah. Indonesia merupakan negara dengan sistem
perekonomian terbuka dan kecil. Sehingga, penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan dampak liberalisasi
perdagangan terhadap inflasi di Indonesia. Hasil yang akan didapatkan diharapkan dapat menjadi dasar
penentuan kebijakan yang tepat dan skala liberalisasi perdagangan yang sesuai dalam rangka menjaga tingkat
inflasi. Mengingat inflasi merupakan salah satu indikator stabilitas perekonomian yang terpenting. Oleh karena
itu, berdasarkan latar belakang dan penelitian terkait, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak
liberalisasi perdagangan terhadap inflasi di Indonesia pada tahun 1970-2020.

2
Dampak Liberalisasi Perdagangan Terhadap Inflasi di Indonesia Tahun 1970-2020 ……………….…………………….……(Rahmi, dkk.)

METODE

Landasan Teori

Inflasi

Inflasi merupakan fenomena ketika terjadi peningkatan harga barang dan jasa yang terjadi dalam periode
waktu yang cukup lama (Asnawi dan Fitria, 2018). Pengendalian inflasi sangat penting karena inflasi yang
rendah dan stabil merupakan salah satu syarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada
akhirnya akan memengaruhi kesejahteraan masyarakat (Meilaniwati dan Tannia, 2021). Inflasi tahunan
merupakan persentase kenaikan harga barang dan jasa pada tahun tertentu secara umum dibandingkan harga
pada tahun sebelumnya.

Trade Openness

Trade openness merupakan salah satu indikator liberalisasi perdagangan. Liberalisasi perdagangan
merupakan konsep ekonomi yang mengacu pada penjualan barang dan jasa antarnegara tanpa adanya hambatan
perdagangan (Apridar, 2018). Menurut World Bank, trade openness (TO) merupakan persentase dari jumlah
ekspor dan impor terhadap PDB. Trade openness yang tinggi mengindikasikan aksesibilitas yang tinggi
terhadap pasar barang dan jasa internasional (Habibi, 2015). Hal ini dapat memengaruhi harga-harga pada pasar
dalam negeri, khususnya pada barang dan jasa komoditas impor. Selain itu, ekspor juga dapat memengaruhi
inflasi melalui penawaran barang dan jasa yang juga menjadi konsumsi dalam negeri.

PDB Perkapita

PDB perkapita merupakan nilai seluruh barang dan jasa yang diproduksi di wilayah suatu negara kemudian
dibagi dengan jumlah penduduknya. PDB perkapita mencerminkan pengeluaran masyarakat. Pengeluaran
masyarakat erat kaitannya dengan permintaan agregat. Kenaikan permintaan agregat dapat menjadi salah satu
penyebab inflasi (Sukirno, 2006).

Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu komponen kebijakan fiskal. Di Indonesia, komponen fiskal
diatur oleh Kementerian Keuangan. Pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi inflasi melalui permintaan
agregat. Keynes menjelaskan bahwa pemerintah sebaiknya mengurangi pengeluaran dan meningkatkan pajak
untuk mengendalikan inflasi (Mankiw, 2000).

Pertumbuhan Jumlah Uang Beredar

Berument dan Pasaogullari (2003) menyatakan bahwa jumlah uang beredar adalah jumlah atau
keseluruhan uang yang ada dalam perekonomian. Teori kuantitas Fisher menjelaskan bahwa jumlah uang
beredar berpengaruh terhadap inflasi. Jumlah uang beredar yang mengalami peningkatan dapat menyebabkan
inflasi dengan asumsi kecepatan uang beredar dan volume produksi perekonomian konstan (M x V = P x T).
Pertumbuhan jumlah uang beredar berarti persentase peningkatan jumlah uang beredar tahun tertentu terhadap
jumlah uang beredar tahun sebelumnya.

Data dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data runtun waktu tahunan Indonesia periode 1970-2020.
Variabel respon yang digunakan adalah laju inflasi tahunan. Rincian variabel yang digunakan dalam penelitian
ini ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rincian Variabel Respon dan Variabel Penjelas dalam Penelitian.
No Nama Variabel Simbol Sumber
1 Inflasi INF World Bank
2 Trade Openness (% PDB) TO World Bank
3 PDB perkapita GDPCap World Bank

3
Seminar Nasional Official Statistics 2023

4 Pengeluaran pemerintah (% PDB) GOV World Bank


5 Pertumbuhan jumlah uang beredar M World Bank

Metode Analisis

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis inferensia. Analisis
deskriptif digunakan untuk menjelaskan gambaran tingkat inflasi dan trade openness Indonesia pada rentang
waktu tahun 1970 – 2020. Selanjutnya, analisis inferensia digunakan untuk mengetahui pengaruh trade
openness, PDB perkapita, pengeluaran pemerintah, dan pertumbuhan uang beredar terhadap laju inflasi tahunan
di Indonesia dalam jangka pendek maupun jangka panjang melalui penerapan model error correction
mechanism (ECM). Penggunaan model ECM ini dapat mengatasi permasalahan regresi lancung akibat
penggunaan data runtun waktu yang tidak stasioner pada level. Berikut tahapan analisis menggunakan model
ECM.
1. Pengujian stasioneritas
Pengujian stasioneritas dilakukan melalui uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) pada seluruh variabel
penelitian. Seluruh variabel harus stasioner pada ordo yang sama (first difference).
2. Pembentukan model jangka panjang
Model jangka panjang yang akan dibentuk adalah sebagai berikut.

¿ F t=β 0 + β 1 T Ot + β 2 GDPCa p t + β 3 GO V t + β 4 M t +ε t (1)

Keterangan :
INF = inflasi (% tahunan)
TO = trade openness
GDPCap = PDB perkapita (USD)
GOV = pengeluaran pemerintah (% PDB)
M = pertumbuhan uang beredar
ε = residual model jangka panjang
t = tahun ke-t

3. Pengujian kointegrasi
Pengujian kointegrasi dilakukan terhadap series residual yang terbentuk dari model persamaan jangka
panjang menggunakan uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Residual yang stasioner pada level menandakan
variabel penelitian saling terkointegrasi sehingga model ECM dapat diterapkan dalam analisis.
4. Pembentukan model jangka pendek
Model jangka pendek yang akan dibentuk adalah sebagai berikut.

∆ ∈F t =β 0+ β1 ∆ T Ot + β 2 ∆ GDPCa p t + β 3 ∆ GO V t + β 4 ∆ M t +γ ^
ECT t −1+ ut (2)

Keterangan :
INF = inflasi (% tahunan)
TO = trade openness
GDPCap = PDB perkapita (USD)
GOV = pengeluaran pemerintah (% PDB)
M = pertumbuhan uang beredar
u = residual model jangka pendek
t = tahun ke-t
ECT = error correction term
∆ = perubahan nilai variabel

Pada model ECM, nilai γ harus signifikan secara statistik dan bernilai antara -1 hingga 0.
5. Pengujian keberartian model
Pengujian keberartian model dilakukan melalui uji F (simultan) dan uji t (parsial) pada persamaan jangka
panjang maupun jangka pendek.
6. Pengecekan asumsi klasik

4
Dampak Liberalisasi Perdagangan Terhadap Inflasi di Indonesia Tahun 1970-2020 ……………….…………………….……(Rahmi, dkk.)

Pengecekan asumsi klasik dilakukan melalui uji Jarque-Berra (normalitas), uji Breusch-Pagan-Godfrey
(homoskedastisitas), uji Breusch-Godfrey (nonautokorelasi), dan variance inflation factor untuk deteksi
nonmultikolinieritas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Tingkat Inflasi Indonesia

Inflasi merupakan komponen yang sangat vital dalam perekonomian suatu negara. Secara umum, inflasi
Indonesia pada periode 1970 – 2020 bersifat fluktuatif seperti pada Gambar 1.

Sumber: World Bank (diolah)


Gambar 1. Laju Inflasi Indonesia Tahun 1970 – 2020
Pada tahun 1974, laju inflasi Indonesia mencapai 47,86 persen. Hal ini disebabkan oleh krisis minyak pada
tahun 1973 yang menyebabkan harga minyak dunia meningkat. Hal ini berdampak pada laju inlasi Indonesia
yang mengalami peningkatan karena kebutuhan minyak Indonesia masih bergantung pada pasokan impor.
Kemudian, secara perlahan inflasi kembali turun hingga 11,96 persen pada tahun 1978. Namun, pada tahun
1979, laju inflasi Indonesia kembali mengalami peningkatan dengan laju inflasi mencapai 31,41 persen, hampir
tiga kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan laju inflasi ini dapat dikendalikan dengan baik
sehingga dalam kurun waktu dua tahun laju inflasi kembali menurun. Selanjutnya, pada periode 1981 hingga
1997, laju inflasi Indonesia cenderung stabil di angka 2,36 persen hingga 19,15 persen. Dalam kurun waktu ini,
inflasi tertinggi terjadi pada tahun 1983 (18,38 persen), 1987 (15,92 persen), dan 1993 (19,15 persen).
Setelah mengalami kestabilan hampir 17 tahun, laju inflasi kembali meningkat tajam pada tahun 1998 yang
mencapai 75,27 persen. Laju inflasi pada tahun 1998 merupakan laju inflasi tertinggi yang terjadi di Indonesia
sejak 1970. Kondisi ini terjadi karena melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar sehingga harga barang-
barang impor naik. Akibatnya, biaya produksi meningkat sehingga harga eceran bagi konsumen ikut mengalami
peningkatan. Kondisi ini diperburuk oleh pemerintah yang kurang tanggap akibat situasi sosial dan politik yang
memanas di tahun tersebut. Namun situasi ini kembali membaik pada tahun 1999, dimana laju inflasi kembali
turun menjadi 14,16 persen. Sementara itu, pada periode 2000 – 2020, laju inflasi cenderung stabil meskipun
sempat terjadi krisis pada tahun 2008 dan pandemi COVID-19 di tahun 2020. Situasi ini masih dapat
dikendalikan oleh pemerintah Indonesia sehingga tidak menyebabkan peningkatan inflasi yang tajam seperti
tahun 1998.

Gambaran Trade Openness Indonesia

Pada periode 1970 – 2020, laju inflasi Indonesia mengalami beberapa kali syok akibat krisis ekonomi yang
melanda dunia. Situasi ini menjadi indikasi bahwa Indonesia masih rentan terhadap krisis. Salah satu faktor
yang menyebabkan kerentanan ekonomi Indonesia terhadap krisis adalah perekonomian terbuka. Trade
openness merupakan salah satu indikator yang menggambarkan keterbukaan perekonomian. Berdasarkan data
dari World Bank, selama periode 1970 – 1999, trade openness Indonesia cenderung berfluktuasi dengan tren

5
Seminar Nasional Official Statistics 2023

meningkat. Trade openness tertinggi terjadi pada tahun 1998 (98,19 persen), artinya pada tahun tersebut
sebagian besar kegiatan ekonomi Indonesia melibatkan ekspor dan impor barang dan jasa. Kondisi ini dapat
menjadi indikasi bahwa terdapat keterkaitan antara ketebukaan perdagangan dengan tingat inflasi di Indonesia.
Selanjutnya, pada 2000 – 2020, trade openness memiliki tren menurun dengan dengan trade openness terendah
terjadi pada tahun 2020 (32,97 persen). Grafik trade openness Indonesia dari tahun 1970 – 2020 ditampilkan
pada Gambar 2.

Sumber: World Bank (diolah)


Gambar 2. Trade Openness Indonesia Tahun 1970 – 2020

Penerapan Model Error Correction Mechanism

Sebelum melakukan pembentukan model pada data runtun waktu, pengujian stasioneritas harus dilakukan
untuk setiap variabel penelitian yang digunakan. Pengujian ini bertujuan untuk melihat indikasi regresi lancung,
autokorelasi, dan heteroskedastisitas pada model regresi yang terbentuk. Hasil pengujian stasioneritas ADF
menggunakan tingkat signifikansi 5 persen ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Uji Stasioneritas.
Variabel Level Difference 1
Uji ADF Uji Tren Keterangan Uji ADF Uji Tren Keterangan
INF 0,0001 0,0447 Stasioner lemah 0,0000 0,6311 Stationer kuat
TO 0,1199 0,6298 Tidak stasioner 0,0000 0,1298 Stationer kuat
GDPCap 0,9137 0,0804 Tidak stasioner 0,0011 0,3191 Stationer kuat
GOV 0,4372 0,3901 Tidak stasioner 0,0001 0,9356 Stationer kuat
M 0,0001 0,0003 Stasioner lemah 0,0000 0,8376 Stationer kuat
Sumber: hasil olah data Eviews

Berdasarkan hasil pengujian, variabel trade openness, PDB perkapita, dan pengeluaran pemerintah tidak
stasioner pada level, sedangkan variabel inflasi dan pertumbuhan jumlah uang beredar memiliki tren
deterministik sehingga dianggap belum stasioner (stasioner lemah). Kemudian, variabel-variabel tersebut
kembali dilakukan uji stasioneritas pada ordo first difference. Pada first difference, semua variabel sudah
stasioner dan tidak memiliki tren deterministik yang artinya semua variabel sudah stasioner kuat. Oleh karena
itu, dapat disimpulkan bahwa semua variabel sudah stasioner pada ordo yang sama (first difference) sehingga
model ECM dapat digunakan untuk menganalisis hubungan variabel-variabel tersebut.
Setelah pengujian stasioneritas, dilakukan pembentukan model jangka panjang. Model jangka panjang
dibentuk dengan variabel yang tidak stasioner pada level. Analisis regresi dilakukan dengan metode ordinary
least square untuk menjelaskan hubungan jangka panjang antara variabel dependen dengan variabel
independen. Hasil estimasi koefisien regresi model jangka panjang dengan tingkat signifikansi 5 persen
ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Estimasi Model Jangka Panjang.
Variabel dependen: INF

6
Dampak Liberalisasi Perdagangan Terhadap Inflasi di Indonesia Tahun 1970-2020 ……………….…………………….……(Rahmi, dkk.)

Variabel Koefisien Standar Error t-statistik p-value Keterangan


Intercept -34,0171 13,0523 -2,6062 0,0123 Signifikan
TO 0,5876 0,1129 5,2054 0,0000 Signifikan
GDPCap 0,0016 0,0009 1,5834 0,1202 Tidak signifikan
GOV -0,0547 0,8725 -0,0626 0,9503 Tidak signifikan
M 0,6999 0,0919 7,5023 0,0000 Signifikan
Adj R-square 0,6986
F-Statistik 29,9749
Prob. 0,0000
Sumber: hasil olah data Eviews

Berdasarkan hasil uji F (simultan) pada Tabel 3, diperoleh bahwa pada tingkat signifikansi 5 persen, cukup
bukti untuk menyatakan bahwa variabel independen dalam model jangka panjang secara bersama-sama
(simultan) signifikan memengaruhi laju inflasi Indonesia. Kemudian, berdasarkan hasil uji t (parsial), diperoleh
bahwa trade openness dan pertumbuhan jumlah uang beredar masing-masing berpengaruh signifikan terhadap
laju inflasi di Indonesia. Kemudian, sebesar 69,86 persen variasi laju inflasi Indonesia dapat dijelaskan oleh
variabel-variabel independen dalam model.
Setelah melakukan estimasi model jangka panjang, dilakukan pengujian kointegrasi terhadap series
residual yang terbentuk dari model jangka panjang. Pengujian kointegrasi dilakukan dengan uji stasioneritas
ADF. Hasil pengujian kointegrasi pada tingkat signifikansi 5 persen ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengujian Kointegrasi.
t-statistik p-value Keterangan
Augmented Dickey-Fuller test statistisc -5,2577 0,0004 Stasioner
Sumber: hasil olah data Eviews

Berdasarkan pengujian kointegrasi pada Tabel 4, diperoleh bahwa pada tingkat signifikansi 5 persen, cukup
bukti untuk menyatakan bahwa series residual yang terbentuk dari model jangka panjang stasioner pada level
sehingga variabel-variabel dalam model terkointegrasi dalam jangka panjang.
Setelah melakukan pengujian kointegrasi, dilakukan pembentukan model jangka pendek. Model jangka
pendek dibentuk dengan variabel-variabel pada ordo first difference yang sudah stasioner dan menambahkan
series residual model jangka panjang tahun sebelumnya (ECTt-1). Analisis regresi dilakukan dengan metode
ordinary least square untuk menjelaskan hubungan jangka pendek antara variabel dependen dengan variabel
independen. Hasil estimasi koefisien regresi model jangka pendek dengan tingkat signifikansi 5 persen
ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Estimasi Model Jangka Pendek.


Variabel Dependent: INF
Variabel Koefisien Standar Error t-statistik p-value Keterangan
Intercept -0,1765 0,9949 -0,1774 0,8600 Tidak signifikan
D(TO) 0,7937 0,1691 4,6944 0,0000 Signifikan
D(GDPCap) 0.0018 0,0052 0,3558 0,7237 Tidak signifikan
D(GOV) -1,6696 1,2646 -1,3203 0,1936 Tidak signifikan
D(M) 0,5479 0,1109 4,9392 0,0000 Signifikan
ECTt-1 -0,6803 0,1421 -4,7875 0,0000 Signifikan
Adj R-square 0,8297
F-Statistik 48,7301
Prob. 0,0000
Sumber: hasil olah data Eviews

Berdasarkan hasil uji F (simultan) pada Tabel 5, diperoleh bahwa pada tingkat signifikansi 5 persen, cukup
bukti untuk menyatakan bahwa variabel independen dalam model jangka pendek secara bersama-sama
(simultan) signifikan memengaruhi perubahan laju inflasi di Indonesia. Sementara itu, berdasarkan hasil uji t
(parsial), diperoleh bahwa perubahan trade openness dan perubahan pertumbuhan jumlah uang beredar masing-
masing berpengaruh signifikan terhadap perubahan laju inflasi di Indonesia. Kemudian, residual model jangka
panjang tahun sebelumnya (ECTt-1) juga signifikan memengaruhi perubahan laju inflasi. Koefisien residual
model jangka panjang sebesar -0,6803 berada di antara -1 hingga 0 sehingga model ECM yang terbentuk dapat
digunakan. Selanjutnya, adjusted R-squared sebesar 0,8297 mengandung arti bahwa 82,97 persen variasi
perubahan laju inflasi dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen dalam model.

7
Seminar Nasional Official Statistics 2023

Setelah estimasi koefisien regresi model jangka pendek, dilakukan pengecekan asumsi klasik pada model
jangka pendek yang terbentuk. Asumsi klasik yang dicek adalah normalitas residual, homoskedastisitas,
nonautokorelasi, dan nonmultikolinieritas. Hasil pengecekan asumsi klasik pada tingkat signifikansi 5 persen
ditampilkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengecekan Asumsi Klasik.
Pengujian Asumsi Klasik
Metode Statistic p-value Keterangan
Jarque-Berra 0,0862 0,9578 Normal
Breusch-Pagan-Godfrey 1,0254 0,4145 Homoskedastis
Breusch-Godfrey 3,0783 0,0566 Nonautokorelasi
Pengecekan Multikolinearitas
Variabel VIF Keterangan
TO 1,6461 Nonmultikolinier
GDPCap 1,7384 Nonmultikolinier
GOV 1,5745 Nonmultikolinier
M 1,6064 Nonmultikolinier
Sumber: hasil olah data Eviews

Berdasarkan hasil pengecekan asumsi pada Tabel 6, diperoleh bahwa residual dari model jangka pendek
mengikuti distribusi normal, bersifat homoskedastis, dan tidak terdapat autokorelasi. Kemudian, hasil
pengecekan multikolinearitas juga menunjukkan nilai VIF dari seluruh variabel yang kurang dari 10, artinya
tidak ada korelasi kuat antar variabel independen. Oleh karena itu, keempat asumsi klasik telah terpenuhi
sehingga estimasi model regresi sudah merupakan BLUE (best linear unbiased estimator).
Model regresi telah memenuhi syarat penerapan model ECM sehingga model yang terbentuk dapat
digunakan. Berdasarkan estimasi koefisien regresi yang telah dilakukan pada model jangka panjang maupun
jangka pendek, persamaan yang terbentuk adalah sebagai berikut.

Persamaan model jangka panjang: ¿∗¿ M ¿


t

¿^
¿∗¿T Ot + 0,002GDPCa pt−0,055GO V t + 0,699 ¿

F t=−34,017 ¿∗¿+ 0,588 ¿


(3)

Variabel trade openness dan pertumbuhan jumlah uang beredar masing-masing signifikan memengaruhi
laju inflasi di Indonesia. Secara rata-rata, jika trade openneess meningkat sebesar 1 satuan maka laju inflasi
akan meningkat sebesar 0,588 persen poin. Kemudian, secara rata-rata, jika pertumbuhan jumlah uang beredar
meningkat sebesar 1 persen poin, maka laju inflasi akan meningkat sebesar 0,699 persen poin.

Persamaan model jangka pendek: ¿∗¿ ^


ECT ¿
t−1

^
¿∗¿ ∆M t−0,698 ¿
¿∗¿∆ T O + 0,002∆ GDPCa p −1,669 ∆ GO V +0,548 ¿
Δ ∈F t =−0,176+ 0,794 t t t

(4)
Variabel perubahan trade openness, perubahan pertumbuhan jumlah uang beredar, dan residual model
jangka panjang tahun sebelumnya masing-masing signifikan memengaruhi perubahan laju inflasi di Indonesia.
Secara rata-rata, jika perubahan trade openneess meningkat sebesar 1 satuan maka perubahan laju inflasi akan
meningkat sebesar 0,794 persen poin. Kemudian, secara rata-rata, jika perubahan pertumbuhan jumlah uang
beredar meningkat sebesar 1 persen poin, maka perubahan laju inflasi akan meningkat sebesar 0,548 persen
poin. Koefisien ECTt-1 atau bisa disebut speed of adjustment sebesar 0,698 menunjukkan kecepatan variabel
inflasi, trade openness, PDB perkapita, pengeluaran pemerintah, dan pertumbuhan jumlah uang beredar menuju
suatu nilai keseimbangan (terkointegrasi).
Pada model jangka panjang maupun jangka pendek, variabel trade openness memberikan pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap laju inflasi. Hasil ini sejalan dengan penelitian Munir dan Kiani (2011) yang
menemukan hubungan positif antara trade openness dan inflasi pada jangka panjang. Samimi dkk. (2012) juga
menemukan bahwa trade openness memberikan pengaruh yang positif terhadap laju inflasi. Kondisi ini tidak
sejalan dengan Romer’s Hypothesis yang menjelaskan bahwa trade openness sebagai faktor disinflasi dapat
menurunkan laju inflasi. Pengaruh positif dari trade openness terhadap inflasi sudah banyak ditemukan oleh
beberapa penelitian di negara berkembang (Afari dkk., 2021; Elhassan, 2020; Hamidi dkk., 2022; Munir &
Kiani, 2011). Hal ini terjadi karena negara berkembang rentan terhadap guncangan eksternal. Selain itu,
ketergantungan negara berkembang terhadap impor barang input juga dapat memengaruhi harga produk dalam
negeri. Kenaikan harga barang impor yang digunakan untuk input produksi menyebabkan biaya produksi barang

8
Dampak Liberalisasi Perdagangan Terhadap Inflasi di Indonesia Tahun 1970-2020 ……………….…………………….……(Rahmi, dkk.)

ikut meningkat sehingga mengakibatkan inflasi. Oleh karena itu, trade openness kurang efektif dalam
menurunkan tingkat inflasi di negara berkembang.
Variabel yang juga memengaruhi laju inflasi pada jangka panjang dan jangka pendek adalah pertumbuhan
jumlah uang beredar. Pengaruh yang diberikan pertumbuhan jumlah uang beredar terhadap inflasi adalah positif.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Xie (2004) dan Zhang dkk. (2012) yang menyatakan pertumbuhan jumlah
uang beredar berdampak positif terhadap inflasi dalam jangka pendek serta penelitian Zhang (2008, 2012) yang
menyatakan hubungan yang sama pada jangka panjang. Teori kuantitas Fisher juga menjelaskan bahwa ketika
jumlah uang beredar meningkat dengan asumsi kecepatan uang beredar dan volume produksi perekonomian
konstan, maka harga barang dan jasa akan mengalami kenaikan sehingga dalam jangka panjang dapat
menyebabkan terjadinya inflasi.

KESIMPULAN

Selama periode 1970 – 2020, inflasi di Indonesia berfluktuasi dan puncaknya terjadi pada tahun 1998 saat
terjadi krisis ekonomi. Kemudian, trade openness sebagai proksi dari liberalisasi perdagangan juga mengalami
fluktuasi dan puncaknya juga terjadi pada tahun 1998. Hal ini terjadi akibat adanya keterkaitan antara
liberalisasi perdagangan dan inflasi. Dampak liberalisasi perdagangan terhadap inflasi berbeda-beda di setiap
negara. Meskipun liberalisasi perdagangan bertujuan untuk memberikan manfaat bagi perekonomian negara
pelakunya, akan tetapi dampak yang diberikan sangat bergantung pada kondisi perekonomian di negara tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia pada
periode 1970 – 2020 dengan hubungan yang positif atau searah baik pada jangka panjang maupun jangka
pendek. Untuk itu, pemerintah perlu menyiapkan strategi agar dampak liberalisasi perdagangan terhadap inflasi
dapat diminimalisasi atau dikendalikan. Selain itu, pertumbuhan jumlah uang beredar juga berpengaruh positif
terhadap inflasi, sedangkan PDB perkapita dan pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh terhadap inflasi di
Indonesia periode 1970 – 2020.

DAFTAR PUSTAKA

Afari, F. O., Son, J. C., & Haligah, H. Y. (2021). Empirical analysis of the relationship between openness and
inflation: a case study of sub-Saharan Africa. SN Business & Economics, 1(6), 1–23.
https://doi.org/10.1007/s43546-021-00081-6
Apridar. (2009). Ekonomi Internasional: Sejarah, Teori, Konsep, dan Permasalahan Dalam Aplikasinya. Graha
Ilmu.
Asnawi, A., & Fitria, H. (2018). Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Tingkat Suku Bunga dan Inflasi Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Ekonomika Indonesia, 7(01), 24-32.
Berument, H., & Pasaogullari, M. (2003). Effects of the Real Exchange Rate on Output and Inflation: Evidence
from Turkey. The developing economies, 41(4), 401-435.
Elhassan, T. G. E. (2020). The Asymmetric Impact of Trade Openness on Inflation in Sudan. Asian Economic
and Financial Review, 10(12), 1396–1409. https://doi.org/10.18488/journal.aefr.2020.1012.1396.1409
Habibi, F. (2015). Does Trade Openness Influence Economic Growth?. International Journal of Economics and
Business Administration, 1(2), 120-127.
Hamidi, A., Prasetyo, A. S., & Madura, U. T. (2022). Romer ’ s Hypothesis Validation and Threshold of Trade
Openness in ASEAN. 3(1), 30–41.
Mankiw, N. G. (2000). Teori Ekonomi Makro. Erlangga.
Meilaniwati, H., & Tannia, T. (2021). Analisis Pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN), Trade Openness (TO) dan Inflasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di ASEAN-5
Tahun 2009-2018. Business Management Journal, 17(1), 89-100.
Munir, S., & Kiani, A. K. (2011). Relationship between Trade Openness and Inflation: Empirical Evidences
from Pakistan (1976-2010). Pakistan Institute of Development Economics, Islamabad Stable, 46(4).
https://doi.org/http://www.jstor.org/stable/23617738
Romer, D. (1993). Openness and inflation: theory and evidence. Quarterly Journal of Economics, 108(4), 869–
903.
Samimi, A. J., Ghaderi, S., Hosseinzadeh, R., & Nademi, Y. (2012). Openness and inflation: New empirical
panel data evidence. Economics Letters, 573-577. doi:10.1016/j.econlet.2012.07.028
Samimi, A. J., Ghaderi, S., Sanginabadi, B. (2011). Openness and inflation in Iran. International Journal of
Economics and Management Engineering, 1(1), 42–49.
Sukirno, S. (2006). Makroekonomi : Teori Pengantar, Edisi Ketiga. Raja Grafindo Persada.

9
Seminar Nasional Official Statistics 2023

Tahir, M., Ali, N. O., Naseem, I., & Burki, U. (2023). Trade Openness and Inflation Rate in China: Empirical
Evidence from Time Series Data. Economies, 11(10). https://doi.org/10.3390/economies11100240

World Bank. (2023). World Development Index.


Xie, P. (2004). An analysis of China’s monetary policy: 1998-2002. Journal of Financial Research, 8, 1-20
Zhang, C. S. (2008). The nature of inflation inertia in China and its implications on monetary policy. Economic
Research Journal, 2, 33-43
Zhang, Y. P., Zhang, Y. & Wang, Z. Q. (2012). Monetary policy and inflation in China: based onthe data of
1993-2012. Public Finance Research, 12, 45-48

10

Anda mungkin juga menyukai