N IS
EKONOMI &
TAS
BIS
L
U
Jurnal Ekonomi & Bisnis I Jilid 2 I No.10 I Hal. 1-139 I Desember 2015
ISSN: 2089-1210
Jilid 1 Nomor 11, April 2016
JURNAL
EKONOMI & BISNIS
ISSN: 2089-1210
Diterbitkan oleh:
Pusat Riset Ekonomi dan Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Samawa
PELINDUNG & PENASEHAT
Prof. Dr. Syaifuddin Iskandar, M.Pd
PENGARAH
Syafruddin
PEMIMPIN REDAKSI
Rudi Masniadi
REDAKTUR PELAKSANA
Ika Fitriyani
Rosidah Rahman
Edwin Sandra Juputra
Ilham Fathullah
REDAKTUR AHLI
I Nyoman Sutama
Elly Karmeli
Suprianto
Nining Sudiarti
ALAMAT REDAKSI
FAKULTAS EKONOMI & BISNIS UNIVERSITAS SAMAWA
JLN. BY-PASS SERING, UNTER IWES, SUMBAWA BESAR, NTB
TELP/FAKS: (0371) 625848 HP: 087865184995
Contents
Judul
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Inflasi Di
Indonesia
Analisis Return dan Risk Piutang Pada Koperasi KPN
Korpri Lape Kecamatan Lape Kabupaten Sumbawa
Menuju Kampus Berbasis Enterpreneur Suatu
Pendekatan Pemberdayaan
Analisis Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Di
Kecamatan Moyo Hilir Kabupaten Sumbawa
Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap
Banyaknya Anak Terlantar Di Kabupaten Sumbawa
Efektivitas Pengambilan Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan serta Kontribusinya Terhadap Pajak Daerah Di
Kabupaten Sumbawa
Analisis Suku Bunga Terhadap Volume Kredit Pada
Produk Sistem Usaha Tani (Suta) Bumdes LKM Berare
Kecamatan Moyo Hilir
Halaman Penulis
1
22
38
Wahyu Haryadi
Ika Fitriyani
Kamaruddin
Asmini
48
63
77
Yayu Rohayu
Ishak Rahman
Suprianto
91
Yogi Adminto
I Nyoman Sutama
Elly Karmeli
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis apakah ada
pengaruh faktor jumlah uang beredar dan Nilai Tukar Rupiah (kurs)
terhadap tingkat inflasi di Indonesia tahun 2000-2014. Jenis data dalam
penelitian ini adalah data kuantitatif dan sumber data adalah data
sekunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
metode dokumentasi. Variabel yang digunakan yakni variabel bebas jumlah
uang beredar (X1) dan nilai tukar rupiah (X2). Sedangkan variabel terikat
adalah inflasi (Y). Sebagai alat untuk menyelesaikan masalah dalam
penelitian ini maka dilakukan analisis asosiatif dan uji t dependent sample.
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel jumlah
uang beredar (X1) mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap
inflasi. Variabel nilai tukar rupiah (X2) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap tingkat inflasi. Secara simultan (bersama-sama) variabel jumlah
uang beredar dan nilai tukar rupiah (kurs) mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap tingkat inflasi. Variabel nilai tukar rupiah (X2)
merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat inflasi di
Indonesia tahun 2000-2014
Kata Kunci : Jumlah Uang Beredar, Nilai Tukar Rupiah dan Iinflas.
I.PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kegiatan perekonomian suatu negara tidak pernah terlepas dari
kegiatan pembayaran uang. Lalu lintas pembayaran uang berarti
menyangkut jumlah uang beredar. Perubahan dalam jumlah uang beredar
akan berpengaruh terhadap kegiatan perekonomian di berbagai sektor.
Peningkatan jumlah uang beredar yang berlebihan dapat mendorong
peningkatan harga (inflasi tinggi) melebihi tingkat yang diharapkan
sehingga dalam jangka panjang dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi.
Sebaliknya, apabila peningkatan jumlah uang beredar sangat rendah maka
kelesuan ekonomi akan terjadi. Apabila hal ini berlangsung terus menerus,
kemakmuran masyarakat secara keseluruhan pada gilirannya akan
mengalami penurunan. Dengan demikian pengelolaan jumlah uang beredar
harus selalu dilakukan dengan hati-hati dengan mempertimbangkan
ekonomi melalui penentuan suku bunga Bank Indonesia yang rendah, selain
itu juga bahwa laju inflasi ditentukan oleh laju pertumbuhan jumlah uang
yang beredar oleh psikologi masyarakat tentang kenaikan harga-harga di
masa yang akan datang sehingga menyebakan masyarakat ingin
mendapatkan barang maupun jasa yang mereka inginkan melebihi output
produksi yang tersedia maka terjadilah yang disebut excess demand. Dari
sisi penawaran inflasi timbul karena adanya desakan biaya produksi akibat
dari naiknya harga-harga barang dan jasa maupun faktor - faktor produksi di
luar negeri yang di impor.
Kestabilan harga dalam suatu perekonomian sangat dipengaruhi oleh
variabel-variabel makro dalam perekonomian tersebut. Oleh karena itu,
biasanya laju inflasi ini sering digunakan sebagai indikator kestabilan
ekonomi. Meskipun demikian, laju inflasi bukan harus ditekan serendah
mungkin. Karena, dalam mekanisme ekonomi di masyarakat diperlukan
kenaikan harga-harga yang diproduksi oleh masyarakat. Dengan adanya
kenaikan harga-harga barang dan jasa akan mendorong masyarakat untuk
melakukan kegiatan produksi. Sehingga dengan cara ini perekonomian
dapat dipacu untuk meningkatkan aktifitas produksi nasional. Laju inflasi
yang terlalu tinggi dapat mengganggu usaha pemerintah meningkatkan taraf
hidup masyarakat. Demikian juga jika laju inflasi terlalu rendah, karena
sektor produksi tidak memiliki dorongan untuk memacu produksinya.
Kenyataan ini mendorong pemerintah untuk memperhatikan laju inflasi ini
dalam usaha membangun perekonomiannya.
Peningkatan inflasi juga tidak luput dari besar kecilnya uang beredar
di Indonesia, perkembangan jumlah uang beredar seiring dengan
perkembangan ekonomi. Bila perekonomian bertumbuh dan berkembang
jumlah uang beredar juga bertambah (Boediono, 1998:5). Bila
perekonomian makin maju porsi penggunaan uang kartal (kertas dan logam)
makin sedikit dan digantikan uang giral. Dalam perekonomian Indonesia,
permasalahan jumlah uang beredar merupakan indikator ekonomi makro
yang sangat penting. Indikator ini mempunyai faktor-faktor penyebab dan
mempunyai dampak negative yang parah terhadap perekonomian bila tidak
segera diatasi. Variable jumlah uang beredar ataupun penawaran uang tidak
saja sebagai variabel ekonomi pada umumnya, tetapi juga berperan menjadi
variabel kontrol atau variabel kebijakan ataupun variabel yang ditargetkan
guna mencapai tujuan tertentu dari kebijakan pemerintah. Hal ini karena
uang beredar sering sekali dikaitkan dengan masalah perubahan harga
ataupun laju inflasi.
Seiring dengan semakin terbukanya perekonomian dunia yang
ditandai dengan era globalisasi perdagangan, maka sangat dimungkinkan
faktor luar negeri (eksternal) berpotensi menaikkan inflasi. Contoh adanya
apresiasi atau depresiasi nilai tukar mata uang kuat dunia. Kekuatan
eksternal tersebut biasanya diluar kendali masing-masing Negara
(Hasanah,2004). Jadi seperti di Indonesia yang menganut perekonomian
luar rencana transaksi normal, karena sifat uang yang likuid, yaitu
mudah untuk ditukarkan dengan barang-barang lain.
c. Permintaan Uang untuk Spekulasi
Motif memegang uang untuk tujuan spekulasi terutama bertujuan
untuk memperoleh keuntungan yang bisa diperoleh seandainya si
pemegang uang tersebut meramal apa yang akan terjadi dengan
betul. Uang tunai dianggap tidak mempunyai penghasilan,
sedangkan obligasi dianggap memberikan penghasilan berupa
sejumlah uang tertentu setiap periode selama waktu yang tak
terbatas.
2.2.3. Sistem Nilai Tukar (Kurs)
Sejalan dengan tujuan kebijakan nilai tukar (kurs), maka dikenal
berbagai jenis sistem nilai tukar yang digunakan oleh sutau Negara (Nellis,
2000:217).
1. Sistem Kurs Mengambang (Floating Exchange Rate system)
Dalam system nilai tukar mengambang, nilai tukar mata uang suatu
Negara semata-mata ditentukan dari adanya permintaan dan
penawaran mata uangnya dalam bursa pertukaran mata uang
internasional. System kurs mengambang didefinisikan sebagai hasil
keseimbangan yang terus menerus berubah sesuai dengan
berubahnya permintaan dan penawaran di pasar valuta asing.
2. Sistem Kurs Tetap (Fixed exchange Rate System)
Kurs ini dijaga pada kurs yang tetap, atau hanya berfluktuasi dalam
batas-batas yang sempit. Pemerintah dapat mempertahankan suatu
kebijakan yang menjaga agar nilai mata uangnya tetap pada tingkat
yang stabil dengan mengintervensi di pasar devisa. Pada sistem ini
mata uang suatu Negara ditetapkan secara tetap dengan mata uang
asing tertentu.
3. Sistem Kurs Terkendali (Managed Floating Exchange Rate system)
Kurs dibiarkan bebas sesuai kekuatan pasar dan suatu saat
pemerintah melakukan intervensi untk menjaga agar kurs tetap
sesuai dengan yang diinginkan. Sistem ini berlaku pada situasi
dimana nilai tukar ditentukan berdasarkan permintaan dan
penawaran, tetapi Bank Sentral dari waktu ke waktu ikut campur
tangan guna menstabilkan nilainya.
2.2.4. Teori Inflasi
Definisi mengenai inflasi sejak awal 1970-an para ahli ekonomi
mengartikannya sebagai naiknya tingkat harga umum secara terus menerus.
Menurut Samuelson (1995:307 dalam Theodores ML dkk, 2014)
memberikan definisi bahwa inflasi sebagai suatu keadaan dimana terjadi
kenaikan tingkat harga umum. Dari definisi tersebut mengindikasikan
keadaan melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya
10
nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara. Sedangkan menurut Nopirin
(2009) inflasi adalah proses kenaikkan harga-harga umum barang secara
terus-menerus. Sehingga menurut Gunawan dalam Ikasari (2005:10) di
dalam definisi inflasi tersebut tercakup tiga aspek, yaitu: 1) Adanya
kecenderungan (tendency) harga-harga untuk meningkat, yang berarti
mungkin saja tingkat harga yang terjadi aktual pada waktu tertentu turun
atau naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan
kecenderungan yang meningkat. 2) Peningkatan harga tersebut berlangsung
terus menerus (sustained) yang berarti bukan terjadi pada suatu waktu
saja, yakni akibat adanya kenaikan harga bahan bakar minyak pada awal
tahun saja misalnya.3) Mencakup pengertian tingkat harga umum
(general level of prices), yang berarti tingkat harga yang meningkat bukan
hanya pada satu atau beberapa komoditi saja.
III. KERANGKA KONSEPTUAL
Kerangka konseptual penelitian yang menggambarkan pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen yaitu mengenai pengaruh
tingkat jumlah uang beredar, nilai tukar rupiah, terhadap inflasi adalah
sebagai berikut :
Gambar 3.1
Kerangka Konseptual Penelitian
Jumlah Uang Beredar (X1)
Inflasi (Y)
Nilai Tukar Rupiah (X2)
Sumber : Dikembangkan dalam penelitian ini, 2014
IV.METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian asosiatif. Sugiyono (1999:11)
mengemukakan penelitian asosiatif merupakan penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Dalam
penelitian ini, penulis mengkaji pengaruh jumlah uang beredar dan nilai
tukar rupiah (kurs) terhadap tingkat inflasi di Indonesia tahun 2000 2014.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini dibatasi dengan menganalisis data sekunder kuantitatif
pada rentang waktu antara tahun 2000 2014 dengan pertimbangan
ketersediaan data. Data merupakan segala keterangan atau informasi
11
12
Uji t
Uji ini digunakan untuk menguji apakah secara parsial setiap
variabel bebas mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel terikat.
Hipotesis kerja didefinisikan sebagai berikut :
13
o Ho : bi = 0
Suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang
signifikan terhadap variabel dependen.
o Ho : bi 0
Suatu variabel independen merupakan penjelas yang
signifikan terhadap variabel dependen.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Uji Asumsi Klasik
Hasil dari analisis regresi akan tidak bias apabila telah dipenuhi
asumsi asumsi klasik, yakni : data hasil penelitian berdistribusi normal,
tidak ada gejala multikolinear dan tidak terjadi heteroskedastisitas. Masingmasing pengujian untuk setiap asumsi tersebut adalah :
a. Uji Normalitas
Hipotesis nihil (Ho) dari pengujian ini adalah bahwa data
berdistribusi normal (sesuai dengan distribusi teoritis). Pengujian dilakukan
dengan uji Z Kolmogorov Smirnov. Dari pengujian ini diharapkan dapat
diperoleh taraf signifikansi > 0,05, agar Ho dapat diterima. Hasil pengujian
untuk semua variable dapat diikuti pada table berikut ini :
Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Data
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardiz
ed Residual
15
.0000000
2.48167550
Mean
Std.
Deviation
Absolute
Most Extreme
Positive
Differences
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Normal Parametersa,b
.187
.187
-.086
.723
.672
14
b. Uji Multikolinearitas
Ada tidaknya gejala multikolinearitas dapat diketahui dari harga
Variance Infation Factor (VIF). Apabila suatu variable mempunyai VIF <
10, maka variable tersebut terbebas dari gejala multikolinearitas. Hasil
perhitungan VIF untuk seluruh variable bebas dapat diikuti pada table
berikut ini :
Tabel 5.2
Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel
VIF
Keterangan
X1
1.704
Bebas multikol.
X2
1.704
Bebas multikol.
Sumber : Data primer diolah
Dari table di atas dapat disimpulkan bahwa semua variable bebas terbebas
dari gejala multikolinearitas, karena semua mempunyai harga VIF < 10.
c.
Uji Heteroskedastisitas
Gambar 5.1
Uji Heterokedastisitas
15
d. Uji Autokorelasi
Tabel 5.3
Uji Autokorelasi
b
Model Summary
Model
R Square
.743a
Adjusted R
Square
Estimate
.551
.477
Durbin-Watson
2.68052
2.518
Unstandardized Coefficients
B
-11.801
Std. Error
6.476
Jub
-2.911E-006
Kurs
.003
a. Dependent Variable: inflasi
.000
.001
(Constant)
1
Standardized
Coefficients
Beta
-.885
.872
Sig.
-1.822
.093
-3.505
3.455
.004
.005
16
Model Summary
Model
R Square
.743a
.551
Adjusted R
Square
.477
Durbin-Watson
2.518
17
ANOVA
Model
Regression
1
Residual
Sum of Squares
105.942
86.222
192.164
Total
Df
2
12
Mean Square
52.971
7.185
F
7.372
Sig.
.008b
14
Dari tabel 5 diatas, dapat diketahui bahwa nilai Fhitung sebesar 7,372
dengan nilai signifikansi 0,008. Sedangkan nilai Ftabel ditentukan
berdasarkan tabel dengan tingkat signifikansi 5% dan df1= (k-1 ) = 2 serta
df2 = (n-k) =(15-3)=12. Sehingga diperoleh nilai Ftabel sebesar 3,885.
Karena nilai Fhitung > Ftabel (7,372 > 3,885) maka Ho ditolak dan Ha
diterima. Artinya variabel yang terdiri dari jumlah uang beredar dan nilai
tukar rupiah (kurs) secara simultan (bersama-sama) memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap tingkat inflasi.
5.5 Hasil Uji t
Uji t-statistik dilakukan dengan cara membandingkan nilai t-statistik
dengan nilai t-tabel pada derajat kepercayaan tertentu misalnya 5%. Jika
thitung lebih besar (>) dari nilai ttabel maka variabel bebas secara individu
signifikan terhadap variabel terikat, dan sebaliknya.
Variabel
thitung
Tabel 5.7
Ringkasan Hasil Uji t-Statistik
ttabel n-k (0,05)
Signifikansi
Uji Satu Sisi
Jumlah uang
-3,505
beredar (X1)
Nilai tukar rupiah
3,455
(X2)
Sumber : tabel 5, diolah
Keterangan
1.782
0,004
Signifikan
1.782
0,005
Signifikan
18
Pada Tabel 5.7 diatas, dapat diketahui bahwa nilai thitung variabel
bebas jumlah uang beredar (X1) sebesar 3,505 dengan nilai signifikansi
0,004. Sedangkan nilai ttabel pada tingkat derajat kebebasan df= 15-3 = 12
pada 5% adalah 1,782. Apabila nilai thitung sebesar 3,505 dibandingkan
dengan nilai ttabel sebesar 1,782, maka nilai thitung < dari ttabel (3,505 <
1,782) yang berarti Ha ditolak dan Ho diterima. Artinya variabel jumlah
uang beredar tidak mempunyai pengaruh terhadap inflasi. Jika dilihat nilai
perbandingan antara nilai signifikan yang dicapai sebesar 0,004 yang berarti
tingkat kesalahan lebih kecil dari 10%. Dengan demikian dapat ditarik
kesimpulan bahwa secara parsial variabel jumlah uang beredar mempunyai
pengaruh negatif dan signifikan terhadap inflasi.
Daerah
Penerimaan
Ho
Daerah
Penerimaan
Ha
1,78
2
Gambar 5.2 Pengujian Terhadap Koefisien Regresi
Variabel Jumlah uang beredar (X1)
-3,505
19
Daerah
Penerimaan
Ho
Daerah
Penerimaan
Ha
1,78 3,45
5
7
Gambar 5.3 Pengujian Terhadap Koefisien Regresi
Variabel Nilai tukar rupiah (X2)
-3,455
5.6 Pembahasan
a. Anlisis dan Implikasi Pengaruh Perubahan Jumlah Uang Beredar
(JUB) terhadap Perubahan Tingkat Inflasi Di Indonesia
Variabel Jumlah uang beredar merupakan salah satu variabel
independen yang mempengaruhi variabel dependen, yaitu tingkat inflasi di
Indonesia. Jumlah uang beredar adalah merupakan likuiditas perekonomian
yang mempengaruhi aktivitas-aktivitas perekonomian. Hasil temuan
menunjukkan bahwa jumlah uang beredar mempunyai pengaruh negatif dan
signifikan terhadap tingkat inflasi di Indonesia.
Hasil ini tidak sesuai dengan Teori Kuantitas Uang (teori tertua
tentang inflasi). Inti dari teori ini adalah: Pertama, inflasi hanya bisa terjadi
jika terdapat penambahan volume uang yang beredar, tanpa ada kenaikan
jumlah uang beredar hanya akan menaikkan harga-harga untuk sementara
waktu saja. Bila jumlah uang tidak bertambah, inflasi akan berhenti dengan
sendirinya, apapun sebab musababnya dari awal kenaikan harga tersebut.
Kedua, laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar
dan oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di
masa depan (Boediono, 1985).
Meski demikian, hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Wisda (2012), yang melakukan penelitian dengan judul
analisis faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di Indonesia Periode 20002011. Variabel yang digunakan adalah Produk Domestik Bruto (PDB),
Jumlah uang beredar dalam arti luas (M2), Suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), dan Kurs Rupiah terhadap dollar Amerika. Dimana
variabel jumlah uang beredar (M2) berpengaruh secara negatif dan
signifikan terhadap inflasi pada kuartal tahun penelitian
b. Analisis dan Implikasi Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Rupiah
(Kurs) terhadap Perubahan Tingkat Inflasi Di Indonesia
Koefisien variabel nilai tukar rupiah (X2) sebesar 0.003. Ini berarti
bahwa jika nilai tukar rupiah (kurs) naik sebesar 1 Rupiah/USD, maka
tingkat inflasi di Indonesia akan naik sebesar 0.003 persen. Hasil ini
menunjukkan bahwa perubahan nilai tukar rupiah mempunyai hubungan
20
21
DAFTAR PUSTAKA
Algifari (2000), Analisis Regresi. Teori, Kasus, dan Solusi, Edisi 2, BPFE,
Yogyakarta
Budiono, Ekonomi Moneter, Seri Sinopsis, Pengantar ilmu ekonomi No.5
Yogyakarta BPFE
Farchan (1992), Analisis hubungan jumlah uang beredar dan tingkat harga
di Indonesia, Jurnal Universitas kristen Petra Vol 2, No 12
Gujarati DN, (1999), Basic Econometrics, Second edition, McGraw-Hill
Book company, New York
Mankiw,N.G.,Roemer, dan Weil (2007), Teori makroekonomi. Terjemahan,
Jakarta, Erlangga
Rahmawati., (2011). Jurnal aplikasi manajemen Volume 9, nomor 1,
januari 2011 Pengaruh Jumlah uang beredar, pengeluaran
pemerintah, dan Suku bunga terhadap tingkat inflasi di Nanggroe
Aceh Darussalam.
Sukirno, Sadono., (2003). Makroekonomi teori Pengantar. Edisi ketiga.
Rajawali Pers.Jakarta
Theodores M.L, dkk (2014) Jurnal Berkala Ilmiah efisiensi, Vol.14 No.2,
Mei 2014. Analisis pengaruh suku bunga BI, Jumlah uang beredar
dan Tingkat kurs terhadap tingkat inflasi di Indonesia Periode
2005-3 2013.3.
Triyono (2008) Analisis Perubahan Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika.
Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol 9 No.2, Desember 2008: 156167. Universitas Muhammadiyah Surakarta
Yunus, Yuliarni (2013) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di
Indonesia Tahun 1998-2012. Skripsi dipublikasikan, Makasar:
UNHAS
22
Analisis Return dan Risk Piutang Pada Koperasi KPN Korpri Lape
Kecamatan Lape Kabupaten Sumbawa
Oleh :
Ika Fitriyani
Kamaruddin
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
return dan risk piutang yang dihadapi oleh koperasi KPN KORPRI
LAPE Kecamatan Lape Kabupaten Sumbaw. Adapun jenis penelitian yng
digunakan dalam penelitian ini adalah diskriptif dengan Jenis data yang
digunakan adalah data kuantitatif yang berupa data asset, data piutang dan
data sisa hasil usaha sedangkan data kualitatif berupa profil/gambaran
umum koperasi KPN KORPRI LAPE. Adapun sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder sedangkan analisis
data yang digunakan yaitu return realisasi dan return ekspektasi dan risiko
dengan menggunakan standar deviasi. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa rata-rata pertumbuhan piutang dan SHU koperasi berjumlah
sebesar 80%, rasio piutang terhadap total aset sebesar 80%, rasio piutang
terhadap SHU sebesar 7%, sedangkan return koperasi berjumlah sebesar
40,16% dengan kriteria tergolong baik sedangkan risk atau risiko piutang
yang dihadapi koperasi yaitu sebesar 75,65% dengan kriteria tergolong
tidak baik. Salah satu penyebabnya adalah terjadinya penurunan yang
drastis terhadap modal yang dimiliki koperasi, besarnya piutang tidak
terbayar, adanya kredit macet. Oleh karena itu, direkomendasikan pihak
koperasi harus tetap mempertahankan dan terus berupaya untuk
meningkatkan tingkat pengembalian hasil (return) yang dihasilkan dengan
tetap memperhatikan prinsif kehati-hatian guna menghindari resiko tidak
terbayarnya piutang atau kredit macet. Koperasi serba usaha harus
rasional dalam menentukan kebijakan investasinya dan mengevaluasi
investasi piutang yang berisiko menciptakan return yang tinggi dan risk
risiko piutang yang ditimbulkannya lebih rendah dengan tujuan
mempertahankan kelangsungan operasional koperasi dan meningkatkan
kesejahteraan anggotanya.
Kata Kunci : Tingkat Pengembalian Hasil (Return), Resiko(Risk) Piutang
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Undang- Undang Koperasi Tahun 1967 No. 12 tentang
Pokok Perkoperasian menyatakan sebagai berikut, Koperasi Indonesia
adalah organisasi ekonomi rakyat yang berasaskan gotong royong,
23
24
tahunnya, tercatat adanya tambahan anggota baru yang masuk setiap tahun
menandakan bahwa koperasi ini semakin baik dari segi jumlah anggota.
Adapun yang melatar belakangi penulis mengambil judul penelitian ini
antara lain perkembangan Sisa Hasil Usaha (SHU) dan piutang koperasi
sering terjadi atau mengalami fluktuasi, serta seiring dengan perkembangan
tersebut maka seiring pula dengan jumlah anggota koperasi yang bertambah
setiap tahunnya.
1.2 Tujuan Penelitian
Menurut Soerjano Soekanto (2001 : 22) Penelitian adalah kegiatan
ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi yang dilakukan secara
metodelogis, sistematis dan konsisten. Sedangkan menurut Emzir (2007:3),
Penelitian adalah suatu kegiatan atau proses sistematis untuk memecahkan
masalah yang dilakukan dengan menerapkan metode ilmiah. Adapun
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengembalian hasil
(return) dan resiko (risk) Piutang Pada Koperasi KPN Korpri Lape
Kecamatan Lape Kabupaten Sumbawa.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Sebelumnya
1. Penelitian yang dilakukanoleh Muhammad Lukman Khakim (2004)
tentang judul Analisis Resiko dan dan Pengembalian Hasil Saham
Peruashaan Industri Semen yang terdaftar di BEJ.
2. Selanjutnya Penelitian yang dilakukan oleh Novi Suryaningrum
(2007) dengan judul Pengaruh modal terhadap Sisa Hasil Usaha
(SHU) pada KPRI di Kota Semarang.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Tinjauan Umum Perkoperasian
Menurut Hadi (2005), koperasi adalah suatu perkumpulan atau
organisasi ekonomi yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan,
yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota menurut
peraturan yang ada, dengan bekerjasama secara kekeluargaan menjalankan
suatu usaha, dengan tujuan mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para
anggotanya. Tujuan koperasi adalah menanamkan dan mendidik kesadaran
hidup bergotong-royong dan setia kawan di antara para anggota, Pada
dasarnya koperasi dikelolah dengan tujuan menyejahterakan anggotanya dan
masyarakat pada umumnya, bukan mengejar keuntungan semata. Sekalipun
koperasi tidak mengutamakan keuntungan, akan tetapi usaha-usaha yang
dikelola oleh koperasi harus tetap memperoleh penghasilan yang layak demi
menjaga kelangsungan hidup dan meningkatkan kemampuan usaha, bukan
untuk memupuk kekayaan. Sehingga pada akhir periode usahanya
diharapkan dan ditargetkan menghasilkan Sisa Hasil Usaha. Keuntungan
didalam koperasi biasa disebut dengan istilah Sisa Hasil Usaha.
25
26
kredit, standar kredit (investasi dalam piutang, kerugian piutang dan volume
penjualan).
Munawir (2004) mengemukakan bahwa faktor-faktor penyebabnya
adalah sebagai berikut : 1) turunnya penjualan dan naiknya piutang; 2)
turunnya piutang dan diikuti turunnya penjualan dalam jumlah yang lebih
besar; 3) naiknya penjualan diikuti naiknya piutang dalam jumlah yang lebih
besar, 4) turunnya penjualan dengan piutang yang tetap, dan 5) naiknya
piutang sedangkan penjualan tidak berubah. Selain itu, faktor-faktor yang
mempengaruhi besar kecilnya anggaran piutang adalah : anggaran
penjualan, rencana tentang jenis dan jumlah barang yang keadaan
persaingan pasar, persaingan pasar memaksa perusahaan melakukan
transaksi penjualan secara kredit. Posisi perusahaan dalam persaingan,
posisi perusahaan yang cukup kuat sehingga memperkecil penjualan secara
kredit. syarat pembayaran yang ditawarkan, jika potongan penjualan cukup
menarik maka akan mendorong pembeli untuk melakukan pembelian secara
tunai. Kebijakan Perusahaan dalam penagihan piutang yang lebih aktif akan
mempercepat pemasukan piutang.
2.2.3 Konsep Tentang Return (Tingkat Pengembalian Hasil)
Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return
menurut (Jogiyanto, 2010; 205) dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : (1)
Return Realisasi (realized return)merupakan return yang telah terjadi.
Return dihitung berdasarkan data histories, return realisasi penting karena
digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan. Return
historis ini juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi
(ekspekted return) dan risiko dimasa mendatang. Dalam dunia keuangan
Rate Of Return (ROR) atau Return On Investment (ROI) atau terkadang
disebut dengan return adalah suatu rasio peroleh atau kehilangan uang dari
sebuah investasi berhubungan dengan jumlah uang yang diinvestasikan.
ROI juga dikenal dengan tingkat laba atau hasil di suatu investasi saat ini
atau masa lampau atau hasil yang diperkirakan di suatu investasi di masa
depan. Menurut Abdullah (2002:50) Adapun manfaat Return (Tingkat
Pengembalian Hasil) adalah : untuk membandingkan laba atas
investasiantara investasi-investasi yang sulit dibandingkan dengan
menggunakan nilai moneter, return berguna sebagai alat kontrol atau untuk
keperluan perencanaan, return sebagai alat untuk mengukur profitabilitas
dari masing-masing produk yang dihasilkan perusahaan, selain itu manfaat
return adalah berkaitan dengan efisiensi penggunaan modal, efisiensi produk
dan penjualan dalam rangka memenuhi sistem dan prinsip-prnsip akuntansi
yang ada, selain itu juga untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
mengahsilkan keuntungan dengan menggunakan keseluruhan aktiva yang
dimilikinya.
Perhitungan return realisasi disini menggunakan return total. Return
total merupakan keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode
tertentu. Sedangkan (2) Return Ekspektasi (Expected Return)merupakan
27
Return On Investment=
100%
Keterangan:
E[Ri] =Expected return
Ri
=Jumlah realisasi pada periode N
n
=Jumlah observasi
N
=Periode investasi
2.2.4
28
29
30
31
100%
Keterangan:
E[Ri]
= Expected return
Ri
= Jumlah realisasi pada periode N
n
= Jumlah observasi
N
= Periode investasi
Menghitung Risk (Resiko investasi) :
Menurut (Tandelilin, 2001:199) resiko investasi adalah
penyimpangan terhadap hasil yang diharapkan dimasa yang akan datang.
Semakin besar penyimpangan yang mungkin terjadi, maka akan semakin
besar resiko yang akan diukur dengan standar deviasi yang dilambangkan
dengan [] .untuk menghitung resiko investasi piutang, maka dapat
menggunakan standar deviasi yaitu dengan rumus (jogiyanto, 2003 :131) :
( ()
=1
Di mana:
= viasi standar
E(Ri) = return yang diharapkan
Ri
= return yang diperoleh
n
= jumlah observasi
N
= periode piutang
32
33
RATA37.719.144
(150. 876.574)
(80%)
RATA
Sumber : Hasil Survey Lapangan
Berdasarkan Tabel di atas menunjukkan bahwa selama 5 (lima)
tahun dari 2010-2014 pertumbuhan SHU Koperasi KPN KORPRI LAPE
Kecamatan Lape Kabupaten Sumbawa mengalami fluktuasi sama halnya
dengan berfluktuasinya pertumbuhan piutang. Berfluktuasinya pertumbuhan
SHU ini disebabkan jumlah pendapatan dan pengeluaran yang cenderung
mengalami peningkatan dan penurunan setiap tahunnya. SHU Koperasi ini
berasal dari jumlah keuntungan yang diperoleh setelah pajak. Secara
keseluruhan jumlah Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi ini yaitu sebesar
Rp.188.595.718. Rata-rata pertumbuhan SHU nya sama dengan rata-rata
pertumbuhan piutang yaitu sebesar 80% atau dibawah 100%.
Tabel 4.3
Rasio Piutang Terhadap Total Aset
Koperasi KPN KORPRI LAPE Kecamatan Lape Kabupaten
Sumbawa Tahun 2010-2014
Tahun
Total Aset
Jumlah Piutang Rasio Piutang Pertumbuhan
Rasio Piutang
(Rp)
(Rp)
Terhadap
Terhadap
Total Aset
Total Aset (%)
(%)
2010
1.309.591.867
785.080.808
60%
2011
1.476.687.580
862.610.214
58%
3%
2012
1.381.479.941
667.850.569
48%
17%
2013
1.350.474.334
763.344.412
57%
(17%)
2014
1.482.622.802
921.738.988
62%
(10%)
JUMLAH
7.000.856.524
4.000.624.991
285%
(359%)
RATA1.400.171.305
800.124.998
57%
80%
RATA
Sumber : Data sekunder, diolah
Penjelasan Tabel di atas artinya bahwa selain terjadinya fluktuasi
pada pertumbuahn piutang dan pertumbuhan Sisa HasilUsaha (SHU) hal
yang sama juga terjadi pada total asset Koperasi KPN KORPRI LAPE
Kecamatan Lape Kabupaten Sumbawa Selama Tahun 2010-2014. Tahun
2010 sebesar Rp.1.309.591.867,- dengan jumlah piutang sebesar
Rp.785.080.808,-. Adapun rasio piutang terhadap total asset koperasi ini
yaitu sebesar 60%. Sedangkan Tahun 2011 rasio piutang terhadap total total
asset berada 58%. Hal ini dikarenakan oleh total asset dan jumlah piutang
pada tahun tersebut mengalami peningkatan yaitu sebesar Rp. 1.476.687.580
dan piutang Rp.862.610.214,-. Artinya meskipun pada tahun tersebut
rasionya menurun tetapi berada di atas rata-rata total asset dan jumlah
34
35
36
Tabel 4.6
Perhitungan Risk Investasi Piutang Koperasi KPN KORPRI
LAPE Kecamatan Lape Kabupaten Sumbawa Tahun 2010-2014
Tahun
Return{R}
EXPECTED
{R-E (R)}
{R-E
Piutang (%)
RETURN {E
(%)
(R)}2
(R)}(%)
2010
32,31
40,16
(7,85)
61,60
2011
35,73
40,16
(4,43)
19,66
2012
30,13
40,16
(10,03)
100,63
2013
78,61
40,16
38,4
1,478,01
2014
47,77
40,16
7,61
57,89
40,16
200,81
(160,65)
25,806
JUMLAH
40,16
40,16
75,67
RATARATA
Sumber : Data sekunder diolah
Berdasarkan Tabel di atas tentang Risk investasi piutang Koperasi
KPN KORPRI LAPE Kecamatan Lape Kabupaten Sumbawa Selama Tahun
2010-2014 cenderung mengalami penurunan atau bernilai negative
dibandingkan dengan tahun 2013 dan 2014 terjadi kenaikan posititif yaitu
sebesar 38,4% dan 7,16%. Bila dilihat dari rata-rata resiko investasi piutang
sebesar 5,161 % maka artinya berada di bawah rata-rata tingkat
return/tingkat pengemablian hasil investasi piutang koperasi. Artinya tingkat
resiko investasi piutang koperasi tersebut tergolong baik yaitu investasi
piutang dengan resiko rendah. Sehingga dari perhitungan return dan risk
investasi piutang koperasi tersebut tergolong kurang baik.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat pengembalian
hasil (return) dan risiko piutang pada koperasi KPN KORPRI LAPE di
Lape Kecamatan Lape Kabupaten Sumbawa tergolong baik jika di tinjau
dari perhitungan return dan risk piuang dimana rata-rata return yang
dihasilkan sebesar 40,16% dan tingkat risikonya 75,65%.
5.2
Saran
Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak koperasi KPN KORPRI
LAPE Kecamatan Lape Kabupaten Sumbawa dan pihak investor , dalam
hal return yang diperoleh dan risiko yang dihadapi, penulis memberikan
saran- saran yaitu: pihak koperasi harus memperhatikan prinsip kehatihatian dalam pemberian kredit kepada nasabah, guna menghindari resiko
tidak terbayarnya piutang atau kredit macet. Bagi pihak investor dalam hal
ini koperasi simpan pinjam harus rasional dalam menentukan kebijakan
investasinya sehingga disatu sisi dapat menciptakan return yang tinggi dan
risiko piutang yang ditimbulkannya lebih rendah.
37
DAFTAR PUSTAKA
Kasmir, 2006. Analisis Laporan keuangan, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Nasir. Moh, 1999, Metode Penelitian, Edisi 1, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Riyanto,
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
DAFTAR PUSTAKA
Asmini. 2007. Mengubah Paradigma Pendidikan Berorientasi Birokrasi
Menuju Paradigma Pendidikan Entrepreneur. Jurnal Ilmiah Kreatif
LP2M STAIM Bima.
Eddy Soeryanto Soegot. 2009. Entrepreneurship Menjadi Pebisnis Ulung.
Jakarta Kompas Gramedia.
Diposkan oleh Herdi di 04.33 Sumber: Buku Pintar Pelajaran oleh Drs.Joko
Untoro dan Tim Guru Indonesia
Diposkan oleh Fajri Rahmawati di 05.27Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!
Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
EmailBlogThis!Berbagi
Pinterest
ke TwitterBerbagi
ke FacebookBagikan ke
48
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
ABSTRAK
Di samping sumber daya alam dan sumber daya manusia, alternatif
pembiayaan pembangunan dapat dicapai melalui pemberdayaan Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB). PBB adalah salah satu unsur Pendapatan
Daerah Sendiri (PDS). PDS merupakan salah satu sumber penerimaan
dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Pajak Bumi dan
Bangunan pada awalnya merupakan pajak pusat yang alokasi
penerimaannya dialokasikan ke daerah-daerah dengan proporsi tertentu,
namun demikian dalam perkembangannya berdasarkan Undang-Undang
No. 28 Tahun 2009 pajak ini khususnya sektor perkotaan dan pedesaan
menjadi sepenuhnya pajak daerah. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) di
Kecamatan Moyo Hilir Kabupaten Sumbawa tahun 2014. Hasil penelitian
menunjukan bahwa penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di kecamatan
Moyo Hilir Kabupaten Sumbawa tahun 2014 berada dalam kategori kecil.
Hal ini jika dilihat dari perbandingan antara realisasi dengan target yang
telah ditetapkan yaitu sebesar 57,07%.
Kata Kunci : Pajak Bumi dan Bangunan
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di samping sumber daya alam dan sumber daya manusia, alternatif
pembiayaan pembangunan dapat dicapai melalui pemberdayaan Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB). PBB adalah salah satu unsur Pendapatan Daerah
Sendiri (PDS). PDS merupakan salah satu sumber penerimaan dalam
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Pajak Bumi dan Bangunan
pada awalnya merupakan pajak pusat yang alokasi penerimaannya
dialokasikan ke daerah-daerah dengan proporsi tertentu, namun demikian
dalam perkembangannya berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009
pajak ini khususnya sektor perkotaan dan pedesaan menjadi sepenuhnya
pajak daerah.
49
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
50
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
51
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
52
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
53
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
54
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
55
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
Pasal 3 obyek pajak bumi dan bangunan (PBB) yang tidak dikenakan
PBB adalah obyek yang digunakan untuk :
1. Semata-mata untuk melayani kepentingan umum, di bidang ibadah,
sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, serta tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
2. Digunakan untuk kuburan/makam,peninggalan purbakala atau
sejenisnya.
3. Digunakan perwakilan Diplomatik,dengan syarat Negara bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik.
4. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh mentri keuangan.
Undang-undang yang mengatur Pajak Bumi dan Bangunan adalah
Undang-undang No.12 tahun 1985,sebagaimana di ubah dengan Undang
undang No.12 tahun 1994 tentang perubahan sisitem perpajakan. Dalam
undang-undang tersebut bahwa dasar pemungutan PBB berupa nilai sewa
(atau hasil) per tahun, kemudian diubah menjadi nilai jual bumi dan
bangunan.
Menurut undang-undang No. 12 tahun 1994,tentang pajak bumi dan
bangunan adalah yang dikenakan kepada bumi, artinya tanah yang
digunakan wajib pajak dalam melakukan pembangunan dan bangunan yang
di letakkan diatas tanah dengan menggunakan teknik tanam, sehingga
pemerintah wajib memungut pajak dari bangunan tersebut.
Bumi yang dimaksud dalam Undang-undang ini meliputi ;
1. Tanah yang digunakan untuk pembangunan perubahan
2. Lahan pertanian
3. Lahan perkebunan
4. Perhutanan
5. Pertambangan
Sementara pembangunan menurut Undang-undang ini mencakup :
1. Jalan linkungan dalam satu kesatuan dengan koplek bangunan.
2. Jalan tol
3. Kolam renang
4. Pagar mewah
5. Tempat olahraga
6. Galangan kapal
7. Dermaga
8. Tanah mewah
9. Tempat penampungan / kilang minyak,air dan gas
10. Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
Ciri-ciri / karakteristik khusus PBB (Bambang Suhardito dan
Bambang Sudibyo dalam Flaternesi), adalah sebagai berikut :
1. Jumlah Wajib Pajak (WP) PBB besar, terbanyak dibandingkan wajib
pajak lain.
56
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
2.
3.
4.
5.
57
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
58
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
59
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
60
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
61
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
6
7
8
9
10
Berare
40,252,363
22,124,826
1.184
26,195,793
Batu Bangka
43,332,061
16,832,622
748
12,590,801
Ngeru
48,760,236
12,172,742
530
6,451,553
Olat Rawa
50,253,026
18, 444,713
720
13,280,193
Lab. Ijuk
20,940,107
14,203,234
474
6,732,332
Jumlah
453,095,066 242,799,399
10,476
293,540,412
(Sumber : Data diolah)
Dilihat dari berbagai aspek masalah dan informasi-informasi yang
telah di dapat oleh peneliti disini dapat dibahas bahwa jumlah angka yang
terealisasi dari pajak bumi dan bangunan pada kec. Moyo Hilir dapat di
kategorikan cukup besar. Dari tabel di atas dapat diketahui pula bahwa
jumlah wajib pajak pertahunnya sebesar 10,476 orang dengan jumlah tarif
pertahunnya sebasar Rp.242,799,399 serta jumlah realisasi pertahunnya
sebesar Rp.293.540.412.
Tabel 4.3
Realisasi pajak bumi dan bangunan tahun 2014
Realisasi
No.
DESA
NJKP/Desa
Target
%
PBB
1 Moyo
1.040
46.476.536
47,963,232
100 %
2 Moyo
665
21,906,592
11,054,274
50,4 %
Mekar
3 Serading
2.000
86,260,745
96,121,650
100%
4 Kakiang
1.307
66,942,922
36,599,447
54,6 %
5 Poto
1.808
27, 970,478
36,551,137
100 %
6 Berare
1.184
40,252,363
26,195,793
65 %
7 Batu
748
43,332,061
12,590,801
29 %
Bangka
8 Ngeru
530
48,760,236
6,451,553
13,2%
9 Olat
720
50,253,026
13,280,193
26,4 %
Rawa
10 Lab. Ijuk
474
20,940,107
6,732,332
32,1 %
Rata-rata
1047,6
47,331,006.5 29,354,041.2 57,07%
Dari table ini peneliti dapat menarik sebuah pembahasan bahwa ratarata nilai NJKP sebesar 10.476, jumlah rata-rata target sebesar Rp.
47,331,006.5, dan jumlah rata-rata Realisasi Pajak Bumi dan Bangunan
sebesar RP. 29,354,041.2 dan rata-rata target yang sudah di tetapkan PBB
sebesar 57,07%.
62
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
63
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap Banyaknya Anak
Terlantar
Di Kabupaten Sumbawa
Oleh :
Winda Ayu Halidasiyah
I Nyoman Sutama
Suprianto
ABSTRAK
Anak terlantar merupakan salah satu permasalah banyak terjadi, karena
tidak terpenuhnya hak-hak anak serta tidak dapat tumbuh dengan normal.
Pertumbuhan jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi jumlah anak terlantar. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh Pertumbuhan Penduduk terhadap banyaknya Anak
Terlantar di Kabupaten Sumbawa. Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data sekunder berupa data time series selama periode 20042013. Data berasal dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumbawa dan
Dinas Sosial Kabupaten Sumbawa. dengan menggunakan pendekatan
Regresi Linier Sederhana, hasil penelitian ini menunjukan bahwa variabel
pertumbuhan penduduk berpengaruh dan signifikan terhadap banyaknya
anak terlantar di Kabupaten Sumbawa selama periode 2004-2013. Ini
berarti bahwa setiap penambahan jumlah penduduk justru akan
mengurangi jumlah anak terlantar di Kabupaten Sumbawa.
Kata Kunci : Pertumbuhan Penduduk dan Anak Terlantar
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya membuat kepadatan
penduduk di Provinsi NTB semakin padat. Semakin banyaknya jumlah
penduduk menyebabkan kesenjangan sosial diantara masyarakat karena
sempitnya lapangan usaha yang ada. Penduduk yang semakin banyak,
bersaing semakin ketat untuk memiliki pekerjaan. Jika masyarakat tidak
memiliki kemampuan untuk mendapatkan atau membuat usaha sendiri maka
yang terjadi akan menambah banyaknya jumlah pengangguran dan
mengakibatkan kemiskinan. Selain itu berdampak juga pada rendahnya
tingkat kesehatan masyarakat dan kebersihan lingkungan. Begitu juga di
Kabupaten Sumbawa, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) di
Kabupaten Sumbawa tahun 2004-2013, menunjukan pertumbuhan
penduduk yang terus meningkat setiap tahunnya dan hanya mengalami
penurunan jumlah penduduk ditahun 2010.
64
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
Tabel 1.1.
Jumlah Penduduk Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten / Kota
Lainnya
di Provinsi NTB Tahun 2012
Kabupaten / Kota
1. Lombok Barat
2. Lombok Tengah
3. Lombok Timur
4. S u m b a w a
5. D o m p u
6. B i m a
7. Sumbawa Barat
8. Lombok Utara
9. Kota Mataram
10. Kota Bima
Jumlah / Total
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
300.364
414.602
524.126
216.066
113.164
222.883
60.201
100.500
204.676
71.911
312.797
460.629
599.362
206.963
110.514
224.403
58.407
103.064
208.534
74.396
613.161
875.231
1.123.488
423.029
223.678
447.286
118.608
203.564
413.210
146.307
2.228.493
2.359.069
4.587.562
65
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
anak yang berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda. Ada yang
berasal dari keluarga miskin, tidak adanya yang merawat atau mengasuh,
tidak bersekolah minimal 9 tahun, keluarga tidak harmonis, perceraian
orangtua, kesibukan orangtua dalam mengejar karir dan kekerasan terhadap
anak. Setiap anak tentu memiliki hak dan kewajiban yang sama tanpa
memandang latar belakang dari anak tersebut. Seperti yang tertuang dalam
UUD 1945 pasal 28b ayat 2 menyatakan bahwa setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Saat ini banyak anak-anak yang seharusnya melaksanakan hak dan
kewajibannya sebagai seorang pelajar namun tidak bisa menikmati bangku
sekolah karena perekonomian keluarga mereka yang tidak mencukupi. Hal
ini membuat banyak anak-anak terlantar dan menjalani hidupnya dengan
bekerja walaupun belum cukup umur untuk bekerja. Bahkan ada anak yang
semestinya bersekolah tersebut malah mengemis dan mengamen di pinggir
jalan untuk memenuhi kebutuhannya yang seharusnya kebutuhan tersebut
dipenuhi oleh orang tua mereka. Di Kabupaten Sumbawa sendiri tidak
sedikit terlihat anak-anak berjualan pada pagi hari yang semestinya itu
adalah waktu mereka untuk bersekolah. Anak-anak tersebut membantu
orang tuanya untuk mecari nafkah untuk kebutuhan ekonomi keluarga.
1.2. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah Untuk Mengetahui
Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap Banyaknya Anak Terlantar Di
Kabupaten Sumbawa Tahun 2004-2013.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Sebelumnya
Fitriyah (2011) dengan penelitiannya berjudul Peran Pekerja Sosial
Terhadap Pendidikan Anak-Anak Terlantar (Studi Kasus Di Panti Sosial
Asuhan Anak Putra Utama 03 Tebet Jakarta Selatan). Pengumpulan data
dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Hasil
penelitian tersebut adalah: (1). Peran Pekerja Sosial/pengasuh di Panti
Sosial Asuhan Anak Putra Utama 03 Tebet Jakarta Selatan, yg lebih
dominan dimainkan yaitu sebagai pendidik dan perantara. Sebagai pendidik,
pekerja sosial/pengasuh berperan dalam membina, mengawasi, serta
memberiakan perlindungan untuk warga binaan sosial. Dan sebagai peran
perantara dalam menghubungkan/memfasilitasi warga binaan sosial dengan
dunia pendidikan. (2). Pelayanan pendidikan yang diperoleh warga binaan
sosial adalah pendidikan formal berupa sekolah diluar panti dan pendidikan
non formal yaitu berupa kegiatan pengisi waktu luang seperti kegiatan
keterampilan komputer dan menjahit.
Sementara Zahratul Husnaini (2011) dengan judul penelitian
Pekerja Anak Di Bawah Umur Studi kasus: Enkulturasi Keluarga Pekerja
66
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
Anak di Kota Padang. Teknik pengumpulan data di lakukan dengan
observasi (pengamatan), wawancara bebas mendalam dan di dukung oleh
studi kepustakaan. Hasil penelitian tersebut adalah proses ikut sertanya
anak-anak dalam kegiatan ekonomi pada dasarnya dipengaruhi oleh
beberapa faktor, faktor ekonomi, faktor lingkungan dan faktor teman
sebaya. Dari berbagai faktor tersebut, dapat disimpulkan bahwa ternyata
pengaruh yang datangnya dari lingkungan lebih mendominasi dalam
memotivasi anak-anak bekerja ketimbang dari keluarganya sendiri. Hal itu
tentunya tidak terlepas dari sosialisasi dimana anak-anak itu tumbuh dan
dibesarkan. Anak yang hidup di lingkungan teman-teman yang bekerja
maka akan cendrung menyukai dan menyenangi bekerja daripada sekolah,
meskipun orang tua mereka masih mampu untuk membiayai sekolah
mereka. Karena pada kondisi ini mereka mempunyai banyak kesamaan
seperti, usia, selera dan penalaran terhadap sesuatu.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Konsep Anak Terlantar
Seiring dengan perkembangan globalisasi, banyak muncul
permasalahan sosial yang terjadi di sebagian besar daerah perkotaan. Salah
satu diantaranya adalah masalah anak terlantar dan dalam hal ini menjadi
pekerjaan rumah yang harus diatasi oleh Dinas Sosial. Menurut UU No.23
tahun 2002 tentang perlindungan anak, anak terlantar ialah dalam hal karena
suatu sebab orangtuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau
anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau
diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Howard Dubowitz, anak terlantar adalah suatu bentuk
pengabaian terhadap perawatan anak sehingga menimbulkan resiko bagi
anak. Orang tua sebagai pemberi perawatan (caregiver parents) melalaikan
tanggungjawabnya untuk memnuhi kebutuhan anak. Pengabaian terhadap
anak tersebut tidak semata-mata disebabkan karena kemiskinan orang tua,
tetapi faktor-faktor lain seperti perceraian orangtua, atau karna kesibukan
orangtua dalam mengejar karir. Sedangkan menurut Walter A Friedlander,
anak terlantar adalah anak yang tidak mendapat asuhan secara minimal dari
orang tuanya sebab kondisi keluarganya baik ekonomi, sosial, kesehatan
jasmani maupun psikisnya tidak layak sehingga anak-anak tersebut
membutuhkan bantuan pelayanan dari sumber-sumber yang ada
dimasyarakat sebagai pengganti orang tuanya.
Anak terlantar adalah anak-anak yang termasuk kategori anak rawan
atau anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus (childer in need of
special protection). Karena suatu sebab mereka tidak dapat terpenuhi
kebutuhan dasarnya dengan wajar, baik secara rohani maupun secara
jasmani. Seorang anak dikatakan terlantar, bukan sekedar karena ia sudah
tidak lagi memiliki salah satu atau kedua orang tua, tetapi terlantar disini
juga dalam pengertian ketika hak-hak anak untuk tumbuh kembang secara
67
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
wajar, hak anak untuk memperoleh pendidikan yang layak, dan hak untuk
memperoleh layanan kesehatan yang memadai tidak terpenuhi karena
kelalaian, ketidak mengertian orang tua ataupun karena kesengajaan.
Menurut Departemen Sosial RI (2006:1), ketelantaran pada anak
secara garis besar disebabkan oleh dua faktor yakni:
(1) Faktor ketidak sengajaan atau dengan kata lain karena kondisi yang
tidak memungkinkan dari orang tua atau keluarga untuk memenuhi
kebutuhan anaknya,
(2) Faktor kesengajaan untuk menelantarkan anaknya karena rendahnya
tanggung jawab sebagai orang tua atau keluarga terhadap anaknya.
Seperti yang tercantum dalam Pedoman Pelayanan Sosial Anak
Terlantar (Departemen Sosial RI, 2008:1), permasalahan anak terlantar
dapat kita lihat dari berbagai perspektif, diantaranya:
1) Anak terlantar yang mengalami masalah dalam sistem pengasuhan
seperti yang dialami anak yatim piatu, anak yatim, anak piatu, anak dari
orang tua tunggal, anak dengan ayah/ibu tiri, anak dari keluarga yang
kawin muda, dan anak yang tidak diketahui asal-usulnya (anak yang
dibuang orang tuanya);
2) Anak yang mengalami masalah dalam cara pengasuhan seperti anak
yang mengalami tindak kekerasan baik secara fisik, sosial maupun
psikologis, anak yang mengalami eksploitasi ekonomi dan seksual serta
anak yang diperdagangkan;
3) Anak yang kebutuhan dasarnya tidak terpenuhi seperti anak yang kurang
gizi dan anak yang tidak bersekolah atau putus sekolah. Hal inilah yang
terjadi pada anak jalanan.
Dalam tingkat yang mendasar, penyebab berbagai persoalan seperti
kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran anak saling
berkaitan. Untuk mengetahui akar masalah dan mengidentifikasi berbagai
tindakan yang harus dilakukan untuk melindungi anak diperlukan
pendekatan berbasis sistem, bukan pendekatan berbasis isu yang sempit dan
dan hanya berfokus pada kelompok anak tertentu. Sistem perlindungan anak
yang efektif mensyaratkan adanya komponen-komponen yang saling terkait.
Komponen-komponen ini meliputi kesejahteraan sosial bagi anakanak dan keluarga, sistem peradilan yang sesuai dengan standar
internasional, dan mekanisme untuk mendorong perilaku yang tepat dalam
masyarakat. Selain itu, juga diperlukan kerangka hukum dan kebijakan yang
mendukung serta sistem data dan informasi untuk perlindungan anak.
Ditingkat masyarakat, berbagai komponen tersebut harus disatukan dalam
rangkaian kesatuan pelayanan perlindungan anak yang mendorong
kesejahteraan dan perlindungan anak serta meningkatkan kapasitas keluarga
untuk memenuhi tanggung jawab mereka (UNICEF, 2012).
2.2.2. Bunga Jumlah Penduduk Sebagai Penyebab Anak Terlantar
68
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
Study kependudukan (population study) lebih luas dari kajian
demografi murni, karena di dalam memahami struktur dan proses
kependudukan di suatu daerah, faktor-faktor non demografis ikut dilibatkan
misalnya, dalam memahami trend fertilitas disuatu daerah tidak hanya
cukup diketahui trend pasangan usia subur, tetapi juga faktor sosial budaya
yang ada di daerah tersebut. Pada masyarakat patrinial dimana tiap keluarga
mendambakan anak laki-laki, maka besarnya jumlah anak yang diinginkan
tergantung pada sudah ada tidaknya anak laki-laki pada keluarga tersebut.
Jadi untuk mengetahui perkembangan penduduk di suatu daerah perlu
diketahui faktor-faktor determinan yang tidak hanya berasal dari faktor
demografi saja tetapi juga berasal dari faktor non demografi (Mantra, 2000:
4).
Tiap-tiap negara ingin mengetahui jumlah penduduk di negara
masing-masing, terutama mengenai struktur dan proses. Untuk mendapatkan
data tersebut dibuatlah suatu sistem pengumpulan data penduduk. Pada
umumnya ada tiga sistem pengumpulan data penduduk, untuk data struktur
penduduk dikumpulkan dengan melakukan cacah jiwa atau Sensus
Penduduk yang dilaksanakan pada waktu tertentu (umumnya tiap sepuluh
tahun sekali pada tahun yang berakhir angka kosong). Untuk data penduduk
yang dinamis (proses penduduk) dikumpulkan lewat registrasi penduduk
dan dilaksanakan pada setiap saat. Data khusus mengenai karakteristik
penduduk misalnya mengenai mobilitas tenaga kerja yang menuju keluar
negri diperoleh dengan melaksanakan Survei Penduduk oleh instansi
tertentu. Sistem pengumpulan data ini mula-mula di kembangkan di negara
Barat kemudian berkembang di negara lain (Mantra, 2000: 7).
Masalah-masalah kependudukan dipelajari dalam ilmu demografi.
Berbagai aspek perilaku manusia dipelajari dalam sosiologi, ekonomi dan
geografi. Demografi banyak digunakan dalam pemasaran yang berhubungan
erat dengan unit-unit ekonomi, seperti pengecer hingga pelanggan potensial.
Laju pertumbuhan penduduk lebih tinggi di negara berkembang dibanding
dengan negara maju (Wahyu, 2007: 267).
Karena penduduknya padat, pemilikan tanah kecil, dan kesempatan
kerja kurang sehingga menyebabkan banyaknya pengangguran dan
pendapatan perkapita rendah. Akibatnya, tingkat pendidikan rendah,
keterampilan kurang, dan prasarana sosial ekonomi tidak layak (Nurjana,
2002: 68). Tingginya laju pertumbuhan penduduk dibeberapa bagian dunia
ini menyebabkan jumlah penduduk meningkat dengan cepat. Di beberapa
bagian di dunia ini telah terjadi kemiskinan dan kekurangan pangan.
Fenomena ini menggelisahkan beberapa ahli, dan masing-masing dari
mereka berusaha mencari faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan
tersebut. Kalau faktor-faktor penyebab tersebut telah diketemukan maka
masalah kemiskinan dapat diatasi (Mantra, 2000: 49).
Rasio Gini atau koefisien Gini merupakan instrumen statistika yang
dirumuskan ahli statistika sekaligus ahli sosiologi Italia, Corrado Gini, pada
69
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
1912, pada tulisan ilmiahnya, Variabilitas dan Mutabilitas. (Djumena,
2014). Kondisi ini menjadi tantangan BI dalam membantu mengurangi
tingkat kemiskinan dan tingkat kesenjangan penduduk Indonesia. Untuk itu,
BI akan aktif dalam pengembangan klaster di daerah antara lain melalui
dukungan penguatan kelembagaan, peningkatan kompetensi petani atau
peternak, dan hubungan pada pembiayaan perbankan (Setiawan, 2014).
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian asosiatif yang mana digunakan
untuk mencari pengaruh antar variabel. Menurut Sugiyono (2003: 11),
Penelitian asosiatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruh ataupun juga hubungan antara dua variabel atau lebih. Penelitian
ini mempunyai tingkatan tertinggi dibandingkan dengan diskriptif dan
komparatif karena dengan penelitian ini dapat dibangun suatu teori yang
dapat berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu
gejala. Jadi penelitian dilakukan untuk mencari apakah terdapat pengaruh
antara jumlah penduduk terhadap banyaknya anak terlantar.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
kuantitatif, merupakan data yang berupa data angka, tabel, grafik. Data
kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah data jumlah
penduduk dan data jumlah anak terlantar di Kabupaten Sumbawa tahun
2004-2013. Sementara itu dilihat dari sumber data maka data dalam
penelitian ini adalah data sekunder. Data yang digunakan dikumpulkan
secara runtut waktu (time series) dari tahun 2004-2013. Data-data sekunder
tersebut adalah:
1. Data jumlah penduduk di Kabupaten Sumbawa tahun 2004-2013. Data
diperoleh dari Badan Pusat Statistik Sumbawa.
2. Data jumlah anak terlantar di Kabupaten Sumbawa tahun 2004-2013.
Data tahun 2004-2009 dan tahun 2011-2013 diperoleh dari Badan Pusat
Statistik Sumbawa dan data tahun 2010 diperoleh dari Dinas Sosial
Sumbawa.
3.3. Tekhnik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah
teknik dokumentasi. Dokumentasi adalah mencari dan mengumpulkan data
mengenai hal-hal yang berupa catatan , transkip, buku, surat kabar, majalah,
notulen, rapot, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2006:158). Data dalam
penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik jumlah penduduk dari
tahun 2004 sampai tahun 2013 dan jumlah anak terlantar dari tahun 2004
sampai tahun 2009 dan tahun 2011 sampai tahun 2013 di Kabupaten
Sumbawa di peroleh dari kantor BPS Sumbawa dan data jumlah anak
70
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
terlantar pada tahun 2010 di Kabupaten Sumbawa diperoleh dari Dinas
Sosial Sumbawa.
3.4. Variabel Penelitian
Klasifikasi Variabel dalam Peneitian ini adalah sebagai berikut :
1. Variabel Terikat (Y) yaitu yaitu jumlah anak terantar. Anak terlantar
adalah jumlah anak terlantar di Kabupaten Sumbawa tahun 2004-2013
(dalam satuan jiwa).
2. Variabel Bebas (X) yaitu jumlah penduduk. Jumlah penduduk adalah
jumlah penduduk Kabupaten Sumbawa tahun 2004-2013 (dalam satuan
jiwa).
3.5. Teknik Analisis Data
Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah regresi linier sederhana. Adapun formulasi dari regresi linier
sederhana adalah:
Y = a + bX
Dimana: Y = Jumlah anak terlantar,
X = Pertumbuhan penduduk,
a = Konstanta,
b = Koefisien regresi
Dalam analisis regresi ini dilakukan beberapa pengujian yaitu:
1. Uji t-statistik
Uji t-statistik merupakan suatu pengujian secara parsial yang
bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi
signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap
variabel lainnya konstan. Dalam uji ini, digunakan hipotesis sebagai berikut:
Ho : b1 = b(tidak ada pengaruh)
Ha : b 1 b.(ada pengaruh)
Dalam b1 adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter
hipotesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel X
terhadap Y. Bila nilai t-statistik > t-tabel maka pada tingkat kepercayaan
tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji
berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen.
Kriteria pengambilan keputusan Ho : = 0 Ho diterima (t-statistik <
t-tabel) artinya variabel independen secara parsial tidak berpengaruh nyata
terhadap variabel dependen. Ha : 0 Ha diterima (t-statistik > t-tabel)
artinya variabel independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap
variabel dependen.
2. Koefisien Determinasi (R-Square)
Koefisien determinasi (R-Square) dilakukan untuk melihat seberapa
besar kemampuan variabel independen memberi penjelasan terhadap
71
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
variabel dependen. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1 (0 < R2 < 1). Secara
umum koefisien determinasi yang sudah disesuaikan ditulis dengan rumus:
N1
R2 = 1 1 R2
NK
Dimana : R2 = Koefisien determinasi
K = Banyaknya variabel bebas yang digunakan
N = Jumlah sampel atau observasi.
IV. HASIL ANALISIS
4.1. Deskripsi Data
Dalam penanganan anak terlantar, anak-anak yang terdata sebagai
anak terlantar akan dikirim ke Panti Sosial untuk pembinaan lebih lanjut.
Anak-anak terlantar tersebut akan diberikan pelatihan sesuai skill masingmasing sebagai bekal untuk hidup ditengah masyarakat. Pelatihan yang
diberikan kepada anak-anak terlantar, Loka Bina Karya memfasilitasi
dengan alat perbengkelan dan bekerja sama dengan sejumlah sepeda motor
yang ada di Kota Sumbawa. berikut ini adalah tabel jumlah dan persentase
anak terlantar di Kabupaten Sumbawa.
Jumlah anak terlantar di Kabupaten Sumbawa pada tahun 2004-2013
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1.
Jumlah Anak Terlantar di Kabupaten Sumbawa
Tahun 2004-2013
Tahun
Jumlah anak terlantar (jiwa)
2004
12.202
2005
12.435
2006
12.438
2007
11.260
2008
5.974
2009
3.631
2010
9.002
2011
9.068
2012
9.068
2013
9.001
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumbawa tahun 2013
Sementara itu, Jumlah penduduk Kabupaten Sumbawa tahun 20042013 mengalami peningkatan di setiap tahunnya terkecuali pada tahun 2010
jumlah penduduk mengalami penurunan dari 420.750 jiwa pada tahun 2009
menjadi 415.789 jiwa pada tahun 2010 dan meningkat kembali pada tahun
2011 menjadi 419.989 jiwa. Jumlah penduduk terendah di Kabupaten
72
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
Sumawa pada tahun 2004 sebesar 378.350 jiwa dan jumlah penduduk
tertinggi pada tahun 2013 sebesar 426.128 jiwa.
Perkembangan penduduk di Kabupaten Sumbawa dari tahun 20042013 dapat dilihat pada gambar berikut berikut ini:
Gambar 4.1.
Jumlah Penduduk Kabupaten Sumbawa Tahun 2004-2013
Jumlah Penduduk
403.500 406.888
413.869
420.750
415.789
426.128
419.989 423.029
390.172
378.350
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Standardized Coefficients
Std. Error
60352.360
20369.274
-.124
.050
Beta
-.663
2.963
.018
-2.503
.037
Sig.
73
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
Berdasarkan hasil analisis diatas, variabel jumlah penduduk
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah anak terlantar di
Kabupaten Sumbawa dengan konstanta sebesar 60352,36 dan koefisien
regresi sebesar -0,124. Konstanta sebesar 60352,36, artinya jika pertumbuh
penduduk (X) tidak mengalami perubahan, maka banyaknya anak terlantar
berjumlah 60352,36 jiwa. Koefisien regresi variabel pertumbuhan penduduk
(X) sebesar -0,124, artinya setiap kenaikan jumlah penduduk sebesar 1 jiwa
mengakibatkan penurunan jumlah anak terlantar di Kabupaten Sumbawa
sebesar 0,124 jiwa. Pertumbuhan penduduk memiliki pengaruh negatif dan
signifikan terhadap jumlah anak terlantar. Dimana setiap kenaikan jumlah
penduduk sebanyak 10 jiwa akan menurunkan jumlah anak terlantar
sebanyak 1,24 jiwa di Kabupaten Sumbawa.
Selanjutnya dari persamaan regresi tersebut, akan dilakukan uji
signifikansi koefisien regresi dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan hipotesis:
- H0 : tidak ada pengaruh yang signifikan antara jumlah penduduk
terhadap banyaknya anak terlantar.
- H1 : ada pengaruh yang signifikan antara jumlah penduduk terhadap
banyaknya anak terlantar.
2. Kriteria pengujian:
- Jika t-hitung t-tabel, maka H0 diterima.
- Jika t-hitung > t-tabel, maka H0 ditolak.
3. Berdasarkan signifikansi:
- Jika signifikansi > 0,05 maka H0 diterima.
- Jika signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak.
Nilai t hitung variabel jumlah penduduk adalah -2,503, sedangkan
nilai t-tabel sebesar 2,262 dengan menggunakan taraf keyakinan 95% ( =
0,05) pada degree of freedom (df) df = n 1 = 9. Dengan demikian maka
dapat diketahui t hitung > t tabel (2,503 > 2,306). Hal ini berarti H0 ditolak,
yang menunjukan jumlah penduduk berpengaruh terhadap banyaknya anak
terlantar di Kabupaten Sumbawa. Selain itu dengan membandingkan nilai
signifikansi 0,037 dengan level of significant (0,05) maka dapat diketahui
0,037 < 0,05 maka H0 ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh secara signifikan antara jumlah penduduk terhadap banyaknya
anak terlantar di Kabupaten Sumbawa.
Selanjutnya berdasarkan hasil analisis juga dapat diketahui nilai
koefisien determinasi sebagaimana pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.3.
Koefisien Determinasi (R Square)
Std. Error of the
Model
1
R Square
.663a
.439
Adjusted R Square
.369
Estimate
2297.796
74
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
Tabel 4.3.
Koefisien Determinasi (R Square)
Std. Error of the
Model
1
R Square
.663a
.439
Adjusted R Square
Estimate
.369
2297.796
4.2.2. Pembahasan
Berdasarkan analisis regresi linier sederhana diatas dapat diketahui
bahwa terdapat pengaruh negatif dan signifikan pertumbuhan penduduk
terhadap jumlah anak terlantar di Kabupaten Sumbawa. Hal ini dibuktikan
dengan uji t yang menunjukan bahwa nilai yang signifikan pada level 5%.
Sedangkan besarnya pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap jumlah
anak terlantar sebasar -0,124. Hal ini berarti bertambahnya jumlah
penduduk mengakibatkan jumlah anak terlantar semakin berkurang. Secara
empiris, memang hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan
dimana kenaikan jumlah penduduk diharapkankan berpengaruh positif
terhadap meningkatnya jumlah anak terlantar. Namun hal ini dapat
disinyalir disebabkan data analisis yang terbatas sehingga sebaiknya perlu
dilakukan pengkajian yang melibatkan lebih banyak data maupun variabel.
Penurunan jumlah anak terlantar terjadi karena adanya penanganan
dari pemerintah dalam upaya memenuhi hak-haknya sebagai anak seperti
yang tertulis dalam UUD 1945 pasal 34 ayat 1 yang berbunyi fakir miskin
dan anak-anak yang terlatar dipelihara oleh negara. Penanganan yang
dilakukan di Kabupaten Sumbawa dengan cara anak-anak yang terdata
sebagai anak-anak yang bukan berasal dari Kabupaten Sumbawa akan
dipulangkan ke daerah asalnya sedangkan yang terdatada sebagai anak
terlantar akan dikirim ke panti sosial di Aik Mel Lombok Timur untuk
pembinaan lebih lanjut. Mereka juga diberikan pelatihan sesuai skill
masing-masing sebagai bekal untuk hidup ditengah masyarakat. Menyorot
fungsi Loka Bina Karya (LBK), pihak dinas sosial melakukan rehabilitasi
yang dilengkapi dengan alat perbengkelan dan bekerja sama dengan
sejumlah dealer sepeda motor yang ada di kota Sumbawa Besar untuk
memberikan pelatihan bagi anak-anak terlantar. Dalam proses rehab dalam
75
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
pengadaan alat perbengkelan fasilitas LBK, menggunakan dana APBN pada
tahun 2012 sebesar Rp. 266.500.000.
Sementara itu, untuk Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) akan
diberdayakan melalui program keluarga harapan. Bagi anak yang tergolong
dari keluarga RTSM, jika masih dalam usia sekolah maka akan
disekolahkan. Selain itu, keluarga yang tergolong RTSM juga dibantu
menggunakan BLT bersyarat dengan dengan besarah Rp.600.000 sampai
Rp.2.200.000 yang proses pencairannya dilakukan sebanyak 3 kali.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dapat diketahui bahwa
jumlah penduduk memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah
anak terlantar di Kabupaten Sumbawa. Ini berarti bahwa setiap penambahan
jumlah penduduk justru akan mengurangi jumlah anak terlantar di
Kabupaten Sumbawa.
5.2. Saran
a. Perlu dilakukan studi empiris lebih lanjut dengan menambah
jumlah data maupun variabel yang diteliti.
b. Sebaiknya anak-anak terlantar di Kabupaten Sumbawa dibina di
panti sosial yang ada di Kabupaten Sumbawa sehingga tidak perlu
mengirim anak-anak yang tergolong terlantar ke panti sosial di
Aik Mel Lombok Timur, oleh karena itu, pemerintah perlu
mendorong percepatan pembangunan fasilitas penunjang.
c. Dalam melakukan rehabilitasi yang dilakukan, anak-anak terlantar
perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan seperti perdagangan
dan menjahit, perbengkelan dan lain-lain.
d. Disarankan agar orang tua memiliki kesadaran untuk mengasuh,
memenuhi hak-hak dan tidak menelantarkan anak-anaknya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin Menurut
Kabupaten / Kota. http://ntb.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/2.
Anonim. 2005. Kabupaten Sumbawa Dalam Angka 2004. BPS Sumbawa,
Sumbawa Besar.
Anonim. 2006. Kabupaten Sumbawa Dalam Angka 2005. BPS Sumbawa,
Sumbawa Besar.
Anonim. 2007. Kabupaten Sumbawa Dalam Angka 2006. BPS Sumbawa,
Sumbawa Besar.
76
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
Anonim. 2008. Kabupaten Sumbawa Dalam Angka 2007. BPS Sumbawa,
Sumbawa Besar.
Anonim. 2009. Kabupaten Sumbawa Dalam Angka 2008. BPS Sumbawa,
Sumbawa Besar.
Anonim. 2010. Kabupaten Sumbawa Dalam Angka 2009. BPS Sumbawa,
Sumbawa Besar.
Anonim. 2011. Kabupaten Sumbawa Dalam Angka 2010. BPS Sumbawa,
Sumbawa Besar.
Anonim. 2012. Kabupaten Sumbawa Dalam Angka 2011. BPS Sumbawa,
Sumbawa Besar.
Anonim. 2013. Kabupaten Sumbawa Dalam Angka 2012. BPS Sumbawa,
Sumbawa Besar.
Anonim. 2015. Kabupaten Sumbawa Dalam Angka 2013. BPS Sumbawa,
Sumbawa Besar.
Anonim. 2007. Anak Kami, Perlindungan Anak: Bukan Basa Basi. Majalah:
Resource Centre SFFCCB CPSW-IPSPI, vol. 1, No. II, Maret, 2007.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta.
Arikunto, Suharsimi.
Yogyakarta.
2006.
Metodelogi
Penelitian.
Bina
Aksara,
77
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
78
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
79
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
80
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
81
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
4. feldspar;
5. garam batu (halite);
6. grafit;
7. gips;
8. kalsit;
9. kaolin;
10. magnesit;
11. mika;
12. marmer;
13. nitrat;
14. opsidien;
15. oker;
16. pasir kuarsa;
17. perlit;
18. phospat;
19. talk;
20. tawas (alum);
21. yarosif;
22. zeolit;
23. Mineral Bukan Logam lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Objek pajak yang termasuk batuan meliputi:
batu tulis; batu setengah permata; batu kapur; batu apung; batu
permata; granit/andesit; leusit; pasir dan kerikil; tanah serap (fullers
earth); tanah diatome; tanah liat; tras; basal; trakkit; dan Batuan
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Yang dikecualikan dari Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan
1. kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan yang
nyata-nyata tidak dimanfaatkan secara komersial, seperti
kegiatan pengambilan tanah untuk keperluan rumah tangga,
pemancangan
tiang
listrik/telepon,
penanaman
kabel
listrik/telepon, penanaman pipa air/gas; dan
2. kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan yang
merupakan ikutan dari kegiatan pertambangan lainnya, yang
tidak dimanfaatkan secara komersial.
Sementara itu Subjek dan Objek Pajak mineral bukan logam dan
batuan yaitu: Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang
mengeksploitasi atau mengambil bahan galian golongan C. Untuk objek
pajak adalah kegiatan eksploitasi bahan galian golongan C, yang terdiri atas
esbes, tall, mike, grafit, magnesit, batu tulis, marmer, Batu kapur, Dolomit,
kalsit, Bentonit, Foldspar, Batu gamping, Pasir, Pasir kwarsa, tanah liat,
trakkit, basal, andesit, Phospate, nitrat, garam batu, batu apung, teras,
absidian, perlit dan tanah diatome.
82
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
83
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
Undang-undang Nomor 28
Tahun 2009
Penerimaan
daerah
Belanja Daerah
Pajak daerah
Efektifitas pengambilan
pajak mineral bukan
logam da batuan
Kontribusi
84
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
85
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
Menurut Ardhito (2003), target sangat berbeda dengan potensi.
Beberapa aparat yang berwenang dalam menyusun target pajak daerah pada
suatu tahun anggaran tertentu akan menentukan target yang lebih rendah
dari potensi yang sesungguhnya. Penggunaan variabel target untuk
menggantikan variabel potensi untuk mengukur efektivitas dengan demikian
tidak dapat dibenarkan dan menyesatkan. Akan tetapi, juga sudah ada
peneliti yang menggunakan perbandingan antara realisasi dan potensi untuk
mengukur efektivitas dari penerimaan suatu pajak.
Menurut Kepmendagri No. 690.900.327 tahun 1996, apabila
perhitungan efektivitas pajak hotel menghasilkan persentase mendekati atau
melebihi 100%, maka penerimaan pajak bukan logam dan batuan semakin
efektif. Berikut kriteria efektivitas :
Tabel 1 .
Kriteria Efektivitas
Kriteria Efektivitas Prosentase
Kriteria
Tanda / Kode
> 100 %
Sangat Efektif
SE
> 90 % - 100 %
Efektif
E
> 80 % - 90 %
Cukup Efektif
CE
> 60 % - 80 %
Kurang Efektif
KE
< 60 %
Tidak Efektif
TE
86
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
Sangat Kurang
Kurang
Sedang
Cukup Baik
Baik
Sangat Baik
V. HASIL ANALISIS
5.1. Analisis Efektivitas Pajak
Analisis Efektivitas pemungutan pajak pengambilan pajak mineral
bukan logam dan batuan merupakan indikator untuk mengukur tingkat
pemanfaatan sumber penerimaan pajak mineral bukan logam dan batuan
berdasarkan target yang ada. Oleh karena itu, mengukur tingkat efektivitas
pajak berarti membandingkan antara realisasi pajak dengan target pajak /
potensi pajak.
Berikut hasil perhitungan tingkat efektivitas pemungutan,
pengambilan dan pengolahan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan di
Kabupaten Sumbawa:
Tabel 3.
Efektivitas Pajak Minerall Bukan Logam dan Batuan Di Kabupaten Sumbawa
Target
Realisasi
Efektivitas
Kriteria
No.
Tahun
(Rp)
(Rp)
(%)
Efektivitas (%)
1.
2012
2.000.000.000,00
2.298.438.300,00
114,92
Sangat efektif
2.
2013
2.000.000.000,00
2.324.264.974,00
116,21
Sangat efektif
3.
2014
3.000.000.000,00
1.935.501.118,00
64,51
Kurang efektif
98,54
(Efektif)
Rata-rata
87
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
x 100% = 114,92%
2.000.000.000,00
2.324.264.974,00
Efektivitas 2013 =
x 100% = 116,21%
2.000.000.000,00
1.935.501.118,00
Efektivitas 2014 =
x 100% = 64,51%
3,000,000,000,00
Dari hasil perhitungan efektivitas pemungutan, pengambilan dan
pengolahan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan di Kabupaten
Sumbawa pada tabel 3 diatas, diketahui bahwa efektivitas pemungutan,
pengambilan dan pengolahan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan di
Kabupaten Sumbawa tertinggi pada tahun 2013 yaitu sebesar 116,21%. Dan
terendah pada tahun 2014 yaitu hanya sebesar 64,51% terlalu rendahnya
efektivitas karena nilai realisasi terlalu rendah dan telah terbayar pada tahun
2013. Dan dilihat dari realisasi penerimaan pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan, realisasi penerimaan tertinggi dicapai pada tahun 2013 hal ini
disebabkan adanya pelebaran jalan Negara sehingga terjadi peningkatan
permintaan pasir dan batu untuk materialnya. Lebih lanjut dapat pula
dikemukakan bahwa efektivitas pemungutan, pengambilan dan pengolahan
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan di Kabupaten Sumbawa dari tahun
2012 sampai dengan tahun 2014 secara ratarata adalah sebesar 98,54% tiap
tahun. Dengan mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor:
690.900.327 tahun 1996, tentang kriteria penilaian dan kinerja keuangan,
maka efektivitas pemungutan pajak pengambilan dan pengolahan Pajak
Mineral Bukan Logam dan Batuan di Kabupaten Sumbawa dari tahun 2012
sampai dengan tahun 2014, termasuk dalam kategori efektif.
Apabila dilihat dari pertumbuhan efektivitas, terlihat bahwa
pertumbuhan efektivitas tertinggi pada tahun 2013 yaitu sebesar 1,12%
dibandingkan dengan tahun 2014 yang jauh menurun yaitu sebesar -51,7%.
Dikatakan kurang efektif karna nilai realisasi tidak sesuai dengan target
yang telah ditentukan.
5.2. Analisis Kontribusi
Analisis kontribusi yaitu perbandingan antara hasil realisasi
penerimaan tahun berjalan atas pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
dengan jumlah Total Penerimaan Pajak Daerah. Analisis kontribusi
merupakan analisis untuk mengetahui seberapa besar kontribusi Pajak
Mineral Bukan Logam dan Batuan sebagai sumber Pendapatan Daerah.
88
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
Semakin tinggi kontribusi Pajak Daerah dalam hal ini Pajak Mineral bukan
Logam dan Batuan, maka semakin tinggi pula kemampuan daerah untuk
membiayai pemerintahannya sendiri. Kemampuan pembiayaan itu
menunjukkan adanya kinerja keuangan yang positif yaitu kemandirian
dalam membiayai kebutuhan daerah.
Tabel. 4.
Kontribusi Penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan
Terhadap Pajak Daerah Kabupaten Sumbawa
Tahun
Total penerimaan
pajak (Rp)
Realisasi pajak
(Rp)
Kontribusi
%
Kriteria
kontribusi
2012
10.872.866.644,86
2.298.438.300,00
21,14
Sedang
2013
12.522.961.000
2.324.264.974,00
18,6
Kurang
2014
19.383.250.000
1.935.501.118,00
9,85
Sangat
Kurang
Rata-rata
16,53
2.298.438.300,00
Kontribusi 2012=
x 100% = 21,14 %
10.872.866.644,86
2.324.264.974,00
Kontribusi 2013=
x 100% = 18,6 %
12.522.961.000
1.935.501.118,00
Kontribusi 2014=
x 100% = 9,85 %
19.383.250.000
89
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan maka disarankan kepada pemerintah
sebaiknya terus melaksanakan penyuluhan yang lebih intensif dan persuasif
kepada Wajib Pajak khususnya dan masyarakat pada umumnya. Selain itu,
perlu memberikan sanksi tegas kepada Wajib Pajak yang tidak memenuhi
kewajiban perpajakan sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
_________, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
1980 Tentang Penggolongan Bahan Galian.
_________, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun
2001 Tentang Pajak Daerah.
_________, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009
Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
90
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
(PendekatanKuantitatif,
91
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
ABSTRAK
Keberadaan kredit Sistem Usaha Tani (SUTA) diharapkan mampu
membawa perbaikan dan peningkatan produktifitas di sektor pertanian.
Kendala permodalan yang selama ini menjadi persoalan petani akan dapat
diatasi dengan adanya kredit Sistem Usaha Tani (SUTA). Kredit ini
memiliki karakteristik seperti tingkat suku bunga 2% per bulan dengan
pengenaan bunga Flat Rate, tidak memiliki angsuran pokok bulanan akan
tetapi pelunasan pokok pada saat jatuh tempo. Bahasan mengenai kredit
tidak lepas dari suku bunga. Maka dari itu referensi yang baik mengenai
suku bunga perlu dicermati dalam meningkatkan volume kredit. Tujuan
penelitian ini adalah menganalisis dan mengetahui pengaruh Suku Bunga
terhadap Volume Kredit pada Produk Sistem Usaha Tani (SUTA) di
BUMDes LKM Berare Tahun 2014. Teknik Analisis menggunakan Analisis
Regresi Linier Sederhana. Hasil analisis menunjukkan tidak terdapat
pengaruh suku bunga terhadap volume kredit.
Kata Kunci : Suku Bunga, Volume Kredit, Suta
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu persoalan yang sering dihadapi pengusaha mikro dalam
hal ini petani adalah masalah permodalan contohnya ketika datang musim
tanam tiba. Ketika petani ingin mencoba alternatif peminjaman sebagai
sumber permodalan, masyarakat dihadapkan pada pilihan berat ketika
melalui lembaga perbankan yang kita tahu bahwa meminjam di bank
bukanlah perkara mudah ditambah prosedur yang rumit dan berbagai biaya
yang harus ditanggung oleh debitur seperti biaya bunga, administrasi,
transportasi dan yang terpenting adalah berapa lama kredit itu bisa
direalisasikan.
Menanggapi hal tersebut tercapailah satu kebijakan pemerintah
dengan pembentukan Badan Usaha Milik Desa Lembaga Keuangan Mikro.
BUMDes LKM sebagai lembaga keuangan mikro akan sangat membantu
masyarakat dalam memperoleh pinjaman dengan beban bunga yang relatif
92
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
93
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
analisis juga menunjukan tidak ada pengaruh signifikan antara suku bunga
kredit dengan jumlah realisasi kredit usaha mikro pada PD BPR BKK
Talang 2011.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Kredit
Kredit berasal dari bahasa latin yaitu credere atau credo yang artinya
percaya. Yang dimaksudkan percaya adalah pemberi kredit percaya kepada
penerima kredit bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan di kembalikan
sesuai dengan perjanjian. Rolin G. Thomas dalam Racmat Firdaus dan
Maya Ariyanti (2011 : 2) bahwa dalam pengertian umum kredit didasarkan
pada kepercayaan atas kemampuan peminjam untuk membayar sejumlah
uang pada masa yang akan datang.
Menurut Maryanto Supriyono (2011: 79) menggolongkan jenis-jenis
kredit dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Kredit Modal Kerja
Yaitu kredit yang digunakan untuk membiayai modal kerja suatu
perusahaan. Modal kerja tersebut dapat meliputi :
a. Stock barang
b. Mengurangi hutang dagang atau pembelian tunai kepada supplier
2. Pembayaran barang di depan terlebih dahulu sebelum barang itu datang
3. Kredit Investasi
Kredit investasi yaitu kredit yang digunakan untuk membiayai pembelian
mesin, membangun kantor, pabrik, kendaraan perusahaan, relokasi,
diversifikasi produk, ekspansi modernisasi dan lain-lain.
4. Kredit Konsumer
Kredit yang dibutuhkan untuk konsumsi misalnya pembelian rumah
tinggal, kendaraan pribadi dan lain-lain.
5. Bank Garansi
Bank Garansi adalah fasilitas yang diberikan oleh bank atas permintaan
debitur untuk menjamin pihak lain apabila debitur cedera janji.
Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 pasal 21 ayat 11
memberikan pengertian bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga.
2.2.2. Bunga Bank
Bank Indonesia mendefinisikan bunga sebagai imbalan yang
dibayarkan oleh peminjam atas dana yang diterima, bunga dinyatakan dalam
persen (interest). Penjabaran tentang bunga secara umum Kasmir (2011 :
133) menerangkan bahwa Bunga dapat diartikan sebagai balas jasa yang
diberikan berdasarkan prinsip konvensional oleh bank (maupun lembaga
94
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
95
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
6. Kualitas Jaminan
Semakin lukuid jaminan yang diberikan semakin rendah bunga yang
diberikan hal ini berkaitan dengan kemudahan bank untuk mencairkan
jaminan apabila terjadi kredit bermsalah.
7. Reputasi Perusahaan/ Peminjam
Semakin baik reputasi maka kemungkinan bunga bisa lebih rendah
dibandingkan dengan reputasi buruk.
8. Produk yang Kompetitif
Respon pasar terhadap produk yang dibiayai dari kredit tersebut
apabila produk itu sangat kompetitif maka kemungkinan bunga bisa
lebih rendah dan sebaliknya.
9. Hubungan Baik
Jika nasabah yang memiliki keaktifan dan loyalitas terhadap bank
maka bisa digolongkan ke dalam nasabah utama sehingga bisa
berbeda tingkat bunga yang diberikan dari pada nasabah biasa.
10. Jaminan Pihak Ketiga
Jika pihak ketiga yang memberikan jaminan dapat dipercaya dan
memiliki kesanggupan untuk menjamin maka dapat dikenakan bunga
yang lebih rendah.
b. Flat Rate
Telah diterangkan sebelumnya bahwa metode pengenaan bunga kredit di
BUMDes LKM Berare menggunakan metode Flat Rate atau suku bunga
rata / tetap. Menurut Racmat Firdaus & Maya Ariyanti (2011 : 77 )
menjelaskan bahwa Flat Rate sesuai namanya (flat = rata), maka bunga
yang dikenakan kepada debitur setiap bulan (atau periode) jumlahnya
tetap, walaupun jumlah pokok kredit telah menurun karena telah diangsur
setiap bulan.
c. Sistem Bunga di Muka
Menurut The Consultative Group to Assist The Poor / CGAP (2002 : 6)
menjelaskan bahwa Sistem Bunga di Muka pada Kredit Keuangan Mikro
adalah salah satunya Sistem Bunga Tetap di Muka yakni sistem
penerapan bunga setiap periode dihitung atas nilai total kredit dan nilai
total bunga di bayar di muka pada awal pemberian kredit. Untuk
menghitung jumlah bunga perbulan harus dibayarkan di muka maka
dapat digunakan rumus sederhana yaitu : Total bunga = p x I x n
Keterangan : p = pokok kredit; I = bunga per bulan (%); n = jangka waktu
kredit (jumlah bulan).
2.2.3. Pengaruh Suku Bunga Terhadap Volume Kredit
Ketika kondisi tingkat suku bunga yang semakin tinggi, secara
teoretis berdampak langsung dalam bentuk menurunnya volume kredit.
Sebaliknya, di saat menurunnya suku bunga, maka volume kredit akan
meningkat. Tingkat suku bunga yang rendah dapat menjadi acuan yang
96
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
97
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
98
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
99
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
100
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
Model
1
(Constant)
Suku Bunga
Tabel 4.3.
a
Coefficients
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
Beta
55330.183
95308.620
-3.299
27.327
-.038
T
.581
-.121
Sig.
.574
.906
101
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
kredit skala besar oleh korporasi maka suku bunga menjadi pertimbangan
utama bagi perusahaan mengingat nilai beban perusahaan harus disesuaikan
dengan target laba yang diinginkan.
Lembaga keuangan mikro dalam bentuk Badan Usaha Bilik Desa
yang merupakan lembaga yang berasal dari program pemerintah secara
teoritis maupun prakteknya di lapangan akan berbeda dengan perbankan.
BUMDes LKM yang di peruntukkan untuk mengakomodasi kepentingan
ekonomi mikro maka masalah prosedur memang sudah semestinya di
sesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat setempat. Oleh karena
itu yang harus dijadikan catatan adalah suku bunga di BUMDes LKM
Berare bukanlah faktor utama dalam meningkatkan volume kredit karena
masih banyak faktor lain yang juga harus dipikirkan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Berdasarkan
hasil analisis maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh suku
bunga terhadap volume kredit pada produk Sistem Usaha Tani (SUTA) di
BUMDes LKM Berare Kecamatan Moyo Hilir tahun 2014.
5.2. Saran
a. Pemerintah perlu mendorong percepatan pembangunan fasilitas
penunjang seperti gedung kantor yang memadai bagi BUMDes
LKM Berare demi memperlancar aktivitas pelayanan, keamanan
dan kenyamanan nasabah atau masyarakat ketika bertransaksi.
b. Pemerintah harus mampu mengoptimalkan peran dari keberadaan
BUMDes LKM dengan tidak meluncurkan program lain yang
sejenis dengan kegiatan usaha BUMDes LKM. Di samping itu
pemerintah juga harus memberikan dukungan dan perhatian yang
sama antara lembaga perbankan dan juga BUMDes LKM,
c. Pemerintah perlu memberikan reward bagi BUMDes LKM yang
memiliki kinerja keuangan yang sehat dan mampu mencapai
pertumbuhan yang positif misalnya dengan memberikan suntikan
modal dalam rangka ekspansi usaha. Di sisi lain juga terus
memberikan pembinaan bagi BUMDes LKM yang memiliki
kinerja kurang maksimal.
d. BUMDes LKM Berare perlu membuka kesempatan yang luas bagi
masyarakat untuk menanamkan modalnya atau ikut terlibat dalam
kepemilikan saham BUMDes LKM karena ini dapat menjadi
peluang BUMDes LKM Berare untuk penguatan modal dan juga
keuntungan bagi masyarakat pemegang saham sehingga
menciptakan pola bisnis yang saling menguntungkan antara
BUMDes LKM Berare dengan masyarakat.
102
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. Suku Bunga Kredit Mikro. Makalah Terbitan Berkala No. 1,
November 2002. The Consultative Group to Assist the Poor.
Washington DC.
Ating Somantri & Sambas Ali Muhidin. 2006. Aplikasi Ststistika dalam
Penelitian. Bandung : CV PUSTAKA SETIA
Hasibuan, Malayu S.P. 2006. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta : PT BUMI
AKSARA.
Ikmaludin, Arif. 2012. Pengaruh Suku Bunga Kredit terhadap Jumlah
Realisasi Kredit Usaha Mikro Pada PD BPR BKK Talang.
http://perpus.upstegal.ac.id/v4/?mod=opaq.koleksi.form&page=2266
&barcode=MNJ0312018 (diakses pada 2 Agustus 2015)
James L. Pappas & Mark Hirschey.1995. Ekonomi Manajerial. Jakarta:
Binarupa Aksara.
Kasmir. 2011. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: Rajawali Pers.
Kaunang, Glently. 2013. Tingkar Suku Bunga Pinjaman dan Kredit Macet
Pengaruhnya Terhadap Permintaan Kredit UMKM di Indonesia.
Jurnal EMBA Vol. 1 No. 3, September, 920-930. Fakultas Ekonomi &
Bisnis. Universitas Sam Ratulangi Manado.
Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri
Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Gubernur Bank
Indonesia No. 351.1/KMK.010/2009, No. 900-639A Tahun 2009, No.
01/SKBM/M.KUKM/IX/2009, No 11/43A/KEP.GBI/2009 Tentang
Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro.
Kristanti, Etik. 2013. Pengaruh Suku Bunga Kredit Terhadap Permintaan
Kredit : Studi Kasus di Koperasi Citra Mandiri Pasuruan. Artikel
Economica. Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan
Guru Republik Indonesia Jombang.
Peraturan Bupati Sumbawa No. 60/2008 Tentang Pedoman Pembentukan
dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa Lembaga Keuangan Mikro
(BUMDes LKM).
Peraturan Bupati Sumbawa No. 22a/2009 Tentang Perubahan Peraturan
Bupati Sumbawa No. 60/2008 Tentang Pedoman Pembentukan dan
Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa Lembaga Keuangan Mikro
(BUMDes LKM).
Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa No. 24/2010 Tentang Pedoman
Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 39/2010 Tentang Badan Usaha Milik
Desa.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 72/2005 Tentang Desa.
Racmat Firdaus & Maya Ariyanti. 2011. Manajemen Perkreditan Bank
Umum ( Teori Masalah, Kebijakan dan Aplikasinya Lengkap dengan
Analisis Kredit). Bandung : ALFABETA.
103
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Jilid 1 Nomor 11, April 2016
Contents
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Inflasi Di
Indonesia
Analisis Return dan Risk Piutang Pada Koperasi KPN
Korpri Lape Kecamatan Lape Kabupaten Sumbawa
Menuju Kampus Berbasis Enterpreneur Suatu
Pendekatan Pemberdayaan
Analisis Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Di
Kecamatan Moyo Hilir Kabupaten Sumbawa
Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap
Banyaknya Anak Terlantar Di Kabupaten Sumbawa
Efektivitas Pengambilan Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan serta Kontribusinya Terhadap Pajak Daerah Di
Kabupaten Sumbawa
Analisis Suku Bunga Terhadap Volume Kredit Pada
Produk Sistem Usaha Tani (Suta) Bumdes LKM Berare
Kecamatan Moyo Hilir
Halaman Penulis
1
22
38
Wahyu Haryadi
Ika Fitriyani
Kamaruddin
Asmini
48
63
77
Yayu Rohayu
Ishak Rahman
Suprianto
91
Yogi Adminto
I Nyoman Sutama
Elly Karmeli
Judul