Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP SUKU BUNGA, INFLASI

DAN JUMLAH UANG BEREDAR DI INDONESIA


Dosen pengampuh : Prof. Dr. Basri Bado., S.Pd., M.Si

Oleh :
Nama : Rezky Wulandari K
Nim : 210906501007

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
2023
BAB 1
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kebijakan moneter merupakan keputusan atau keputusan pribadi yang diambil


oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral. Langkah-langkah kebijakan moneter
kondusif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mendorong momentum
perekonomian. Kebijakan moneter, yang diterapkan melalui indikator-indikator
seperti kebijakan suku bunga, digunakan untuk mengendalikan jumlah uang
beredar, yaitu ketika suku bunga naik, jumlah uang beredar dibatasi, sehingga
membatasi permintaan uang karena biaya memperoleh dana menjadi lebih tinggi.
Jika suku bunga diturunkan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan
meningkatkan penawaran agregat, maka inflasi akan terjadi. Namun, inflasi dan
tekanan ekonomi adalah bagian dari fluktuasi siklus. Namun siklus perekonomian
yang normal bergantung pada terjadinya peristiwa dan krisis yang belum pernah
terjadi sebelumnya yang mengguncang arus perekonomian normal sehingga
menyebabkan variabel perekonomian tiba-tiba berhenti (Li, Sun, & Chen, 2021)
Kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah atau otoritas moneter yang
menggunakan perubahan jumlah uang beredar dan suku bunga untuk
mempengaruhi tingkat permintaan agregat dan mengurangi ketidakstabilan
perekonomian (Warjiyo, 2006). Agar pertumbuhan ekonomi stabil, jumlah uang
beredar harus tumbuh pada tingkat yang tetap, tidak diatur dan diubah oleh otoritas
moneter (Sean, 2019). Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan produk domestik
bruto (PDB) atau produk nasional bruto (GNP), terlepas dari apakah peningkatan
tersebut lebih besar atau lebih kecil dari laju pertumbuhan penduduk dan apakah
terjadi perubahan struktur perekonomian atau tidak (Aswani, 2018) ).
Di era globalisasi seperti sekarang ini, perekonomian negara lain dapat
mempengaruhi perekonomian nasional, sehingga kebijakan yang ditetapkan oleh
Pemerintah, baik melalui fiskal maupun kebijakan mata uang, juga akan
dipengaruhi oleh faktor eksternal (Kementerian Keuangan Republik Indonesia.,
2018). Salim (2018) menjelaskan aspek moneter merupakan bagian yang sangat
penting dalam perekonomian, pertumbuhan ekonomi tidak dapat dianalisis tanpa
melibatkan permasalahan moneter.
Keputusan bank sentral terhadap indikator kebijakan moneter terhadap aktivitas
perekonomian dan inflasi diwujudkan melalui mekanisme transmisi moneter. Bank
sentral menggunakan suku bunga jangka pendek sebagai alat kebijakan moneter,
dan keputusan suku bunga sangat mempengaruhi perekonomian nasional. Dampak
ini terjadi melalui saluran seperti ekspektasi suku bunga, harga aset, dan nilai tukar.
Proses ini mempengaruhi permintaan agregat, yang pada gilirannya mempengaruhi
aktivitas ekonomi dan inflasi. Inflasi mengacu pada kenaikan umum tingkat harga
yang disebabkan oleh peningkatan jumlah uang; tingkat pertumbuhan jumlah uang
beredar lebih cepat daripada tingkat pertumbuhan tingkat produktivitas ekonomi.
Jika tingkat inflasi moderat maka akan berdampak positif yaitu dapat
meningkatkan perekonomian karena dengan meningkatnya pendapatan nasional
maka masyarakat mempunyai insentif untuk bekerja, menabung, dan berinvestasi.
Sebaliknya, ketika inflasi tinggi atau tidak terkendali, perekonomian akan
bergejolak, dan kenaikan harga akan membuat masyarakat kurang termotivasi
untuk bekerja, menabung, berinvestasi, dan melakukan aktivitas produktif. Oleh
karena itu, pengendalian inflasi perlu dilakukan karena inflasi yang tidak stabil
akan berdampak negatif terhadap perekonomian masyarakat. Dalam hal ini,
pemerintah harus menerapkan kebijakan secara bijak, terutama memperkuat
konsumsi dalam negeri dan mengendalikan investasi yang bermanfaat. Inflasi
cenderung terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Stabilitas perekonomian bertujuan untuk menciptakan stabilitas harga.
Perekonomian yang stabil menyebabkan harga atau biaya terjangkau, sehingga
tercapai kesejahteraan masyarakat. Apabila stabilitas harga tidak dapat
dikendalikan maka akan terjadi inflasi. Inflasi adalah perkembangan ekonomi di
mana harga dan upah naik, permintaan tenaga kerja melebihi pasokan, dan jumlah
uang beredar meningkat dengan cepat (Amhimmid, Yanto, & Setyadharma, 2021).
Apabila inflasi terjadi pada suatu periode atau periode tertentu, kemungkinan
besar masyarakat tidak akan mengalami kerugian, namun apabila inflasi terus
terjadi tentu akan menimbulkan kesulitan bagi masyarakat. Inflasi memegang
peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Maju atau tidaknya suatu
negara bukan menjadi tolak ukur apakah negara tersebut dapat terhindar dari inflasi,
karena inflasi bisa terjadi pada mata uang apapun dan kapanpun. Inflasi dapat
berdampak negatif atau positif terhadap perekonomian suatu negara tergantung
tingkat inflasinya (Fadilla dan Purnamasari, 2021. Dampaknya tergantung pada
parahnya inflasi itu sendiri.
Guncangan ekonomi dapat menyebabkan perubahan harga di pasar domestik
sehingga menyebabkan kenaikan harga atau inflasi. Salah satu cara untuk
mengendalikan inflasi adalah dengan menaikkan suku bunga Bank Indonesia (SBI).
Suku bunga yang tinggi membuat masyarakat menaruh uangnya di bank. Namun
di sisi lain, ketika suku bunga turun, masyarakat akan menarik dananya dan fokus
pada konsumsi sehingga menyebabkan jumlah uang beredar (JUB) meningkat. Hal
ini menyebabkan harga komoditas naik dan inflasi sulit dikendalikan.
Peran pengendalian suku bunga adalah untuk menjamin kondisi perekonomian
yang seimbang dan sehat. Peningkatan JUB meningkatkan permintaan suatu
komoditas sehingga menyebabkan tekanan ke atas (inflasi) pada harga komoditas.
Peningkatan JUB yang berlebihan dapat menyebabkan hiperinflasi, sehingga
mendistori pembangunan ekonomi dalam waktu jangka panjang dan
memungkinkan menyebabkan terjadi masalah sosial lainnya. Oleh sebab itu,
pengawasan jumlah uang beredar sangat penting, karena dengan adanya
pengendalian jumlah uang beredar di masyarakat dapat memberi pengaruh positif
terhadap variabel ekonomi pada sektor rill seperti tingkat harga, investasi dan
produksi.
Flesibilitas perubahan harga dan dan inflasi disebabkan oleh peningkatan jumlah
uang beredar. Untuk itu, kebijakan moneter harus dilaksanakan secara tepat dan
tegas, dengan seperangkat aturan yang harus diikuti secara konsisten. Misalnya,
apabila bank sentral ingin mengendalikan inflasi sebesar lima persen per tahun,
maka bank sentral juga haru mengendalikan jumlah uang berdedar agar mengalami
pertumbuhan sebesar lima persen per tahun. Peningkatan inflasi akan dibarengi
dengan melemahnya nilai tukar.
Negara dengan nilai tukar yang kuat akan memberikan dampak positif terhadap
perekonomian global, oleh karena itu suku bunga di negara maju seringkali
direaksikan oleh anggota pasar dan investor untuk mendapatkan keuntungan yang
maksimal. . Misalnya, ketidakstabilan global di Amerika Serikat menyebabkan arus
keluar modal asing sehingga menyebabkan nilai tukar mata uang meningkat.
Melemahnya nilai tukar rupee terhadap dolar AS dapat disebabkan oleh beberapa
faktor seperti inflasi dan suku bunga, namun tidak lepas dari pengaruh
perekonomian global. Selain itu, inflasi juga disebabkan oleh melemahnya nilai
tukar rupee dibandingkan dolar AS. Nilai tukar yang turun akan meningkatkan
ekspor. Harga produk dalam negeri yang rendah akan menarik minat asing dan
meningkatkan permintaan terhadap produk sehingga menyebabkan lambatnya
kenaikan harga dan inflasi.
Inflasi merupakan permasalahan makroekonomi yang perlu mendapat perhatian
khusus dari Pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah harus menerapkan kebijakan
moneter seperti suku bunga, nilai tukar, dan jumlah uang beredar. Suku bunga
nominal adalah suku bunga ketika inflasi masih diperhitungkan. Peningkatan
jumlah uang beredar yang terus menerus menyebabkan inflasi. Jika jumlah uang
beredar terus meningkat, harga akan terus naik.
Selama jumlah uang beredar terus meningkat, maka inflasi akan terjadi. Artinya
inflasi disebabkan oleh bertambahnya jumlah uang beredar. Sementara nilai tukar
yang melemah menaikkan harga barang impor karena rupee dibutuhkan untuk
membeli barang impor. Mengontrol jumlah uang beredar akan menyebabkan suku
bunga naik, dan kenaikan suku bunga diperkirakan akan menurunkan inflasi. Inflasi
yang turun ke tingkat yang rendah akan melemahkan perekonomian. Banyak faktor
yang mempengaruhi kebijakan moneter seperti inflasi, jumlah uang beredar dan
suku bunga.
Tabel 1. Suku Bunga Acuan BI Rate

Bulan Tahun
2018 2019 2020 2021 2022
Januari 4.25 6.00 5.00 3.75 3.50
Februari 4.25 6.00 4.75 3.50 3.50
Maret 4.25 6.00 4.50 3.50 3.50
April 4.25 6.00 4.50 3.50 3.50
Mei 4.75 6.00 4.50 3.50 3.50
Juni 5.25 6.00 4.25 3.50 3.50
Juli 5.25 5.75 4.00 3.50 3.50
Agustus 5.50 5.50 4.00 3.50 3.75
September 5.75 5.25 4.00 3.50 4.25
Oktober 5.75 5.00 4.00 3.50 4.75
November 6.00 5.00 3.75 3.50 5.25
Desember 6.00 5.00 3.75 3.50 5.50
sumber: Badan Pusat Statistika,2023

Selama tahun 2018 bank indonesia telah menaikkan suku bunga acuan BI rate
hingga mencapai 6% pada akhir tahun 2018.pada awal tahun 2019 suku bunga
acuan BI rate tetap berada pada 6% hingga bulan juni. Selanjutnya pada bulan juli
2019 hingga juli 2022 bank indonesia kembali menekan suku bunga acuan BI
mencapai 3,5%. Kemudian pada bulan agustus tahun 2022 bank indonesia
kembalik menaikkan suku bunga acuan BI rate hingga mencapai 5,75%.

Tabel 2. Jumlah Uang Beredar M2

Tahun Jumlah Uang Beredar (Miliar Rupiah )


2018 5760046
2019 6136777
2020 6905939
2021 7867090
2022 852802231
Sumber;bank indonesia

Berdasarkan tabel di atas, menjelaskan bahwa jumlah uang beredar di Indonesia


dari tahun 2018-2022 mengalami peningkatan. Adanya peningkatan yang terus naik
dalam tahun ke tahun dimulai jumlah uang beredar pada tahun 2018 yaitu 5760046
miliar rupiah Meningkat menjadi sebesar 6136777 miliar rupiah pada tahun pada
tahun 2020 lebih meningkat sebesar 6905939 miliar rupiah.
Tabel 3.Tingkat Inflasi ( Indeks Harga Komsumsi )

Bulan Tahun
2018 2019 2020 2021 2022
Januari 3.25 % 2.82 % 2.68 % 1.55 % 2.18 %
Februari 3.18 % 2.57 % 2.98 % 1.38 % 2.06 %
Maret 3.4 % 2.48 % 2.96 % 1.37 % 2.64 %
April 3.41 % 2.83 % 2.67 % 1.42 % 3.47 %
Mei 3.23 % 3.32 % 2.19 % 1.68 % 3.55 %
Juni 3.12 % 3.28 % 1.96 % 1.33 % 4.35 %
Juli 3.18 % 3.32 % 1.54 % 1.52 % 4.94 %
Agustus 3.2 % 3.49 % 1.32 % 1.59 % 4.69 %
September 2.88 % 3.39 % 1.42 % 1.6 % 5.95 %
Oktober 3.16 % 3.13 % 1.44 % 1.66 % 5.71 %
November 3.23 % 3% 1.59 % 1.75 % 5.42 %
Desember 3.13 % 2.72 % 1.68 % 1.87 % 5.51 %
Sumber: Bank Indonesia ,2023

Perkembangan inflasi bulan desmber tahun 2018 tingkat inflasi indonesia


sebesar 3.13%. namun pada tahun berikutnya yakni tahun 2019 tingkat inflasi
indonesia mengalami penurunan sebanyak 7 kali hingga mencapai 2,75 pada akhir
bulan desember tahun 2019. Namun pada tahun 2020 tingkat inflasi terterndah
berada pada bulan agustus sebesar 1.32, pada tahun selanjutnya inflasi mengalami
naik turun hingga mencapai inflasi terendah di bulan september yakni sebesar 1,6%
dan meningkat pada bulan oktober sebesar 1,66% hingga mencapai 1,87% di akhir
tahun 2021. Ditahun berikutnya pada tahun 2022 bulan januari inflasi kembalik
turun ke 2,18% dan meningkat pada bulan maret hingga desember tahun 2022 yakni
sebesar 5,51%.
B. PERMASALAHAN

Berdasarkan dari latarbelakang yang telah dirincikan diatas,maka dirumuskan


masalah pokok dalam penelitian ini yakni mengenai “analisis dampak kebijakan
moneter terhadap suku bunga,inflasi dan jumlah uang beredar diindonesia"
C. TUJUAN

Untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini dirumuskan tujuan


penelitian yaitu:
1. Mengetahui pengaruh kebijakan moneter terhadap suku bunga diindonesia
2. Mengetahui pengaruh kebijakan moneter terhdap inflasi diindonesia
3. Mengetahui pengaruh kebijakan moneter terhadap jumlah uang beredar
diindonesia)
D. MANFAAT

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, antara lain:
1. Manfaat Teoritis: Saya berharap penelitian ini dapat menambah kekayaan
penelitian teoritis terhadap perkembangan ilmu ekonomi.
2. Manfaat praktis:
(a) Bagi mahasiswa, penelitian ini dapat dijadikan sebagai dokumen
pelengkap untuk memahami dampak kebijakan moneter diindonesia
(b) Bagi instansi terkait
Kajian ini memberikan informasi mengenai kebijakan moneter
diindonesia sebagai referensi.
(c) untuk penulis
Penelitian ini memberikan pengalaman dan pengetahuan untuk
menerapkan pengetahuan ini di universitas dan studi mandiri.
BAB 2
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PENELITIAN SEBELUMNYA

Penelitian yang dilakukan oleh Velia Velia, M Ec Daryono


Soebagyo,Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2022.” Analisis Pengaruh
Kebijakan Moneter Terhadap Inflasi Di Indonesia Melalui Pendekatan Model
Mundell-Fleming” .Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi arah dan
besarnya pengaruh kebijakan moneter terhadap inflasi di indonesia melalui
pendekatan teori Mundell-Fleming (IS-LM). Variabel independen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar rupiah, jumlah uang beredar,
dan suku bunga. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder berjenis time series dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2020 yang
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI). Metode
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Squares
(OLS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai tukar berpengaruh positif
terhadap inflasi di Indonesia, jumlah uang beredar berpengaruh negatif terhadap
inflasi di Indonesia, dan suku bunga tidak berpengaruh terhadap inflasi di
indonesia. Untuk menjaga stabilisasi ekonomi pemerintah harus maksimal
dalam mengatur tingkat produksi serta barang dan jasa supaya inflasi
terkendali.
Peneliian yang dilakukan oleh Achmad Fauzi, Prisila Damayanty, Citra
Swantika Pane, Eka Amelia Chiesa Julianti, Galuh Putri Elok, Ibnu Rivai,Jurnal
Ekonomi dan Manajemen 2 (2), 50-58, 2023.berjudul “ANALISIS DAMPAK
KEBIJAKAN MONETER DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI”.Tujuan penelitian dengan menggunakan
metode kualitatif untuk mengetahui apakah variabel Y dengan variabel X saling
signifikan dan menurut hasil penelitian ini diketahui bahwa Kebijakan Moneter
(X1) memiliki dampak terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y) melalui jalur nilai
tukar dan jumlah uang beredar dan Suku Bunga (X2) berpengaruh positif tapi
tidak signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y). Sementara jika
bersamaan Kebijakan Moneter dan Suku Bunga terhadap Pertumbuhan
Ekonomi berpengaruh positif dan signifikan. Kebijakan Moneter dapat
meningkatkan suku bunga BI. Karna kebijakan moneter akan mendorong
masyarakat agar menukarkan uang yg dimiliki. Jika penawaran uang menurun
maka permintaan agregat juga menurun akibatnya perekonomian melemah.
maka dari itu suka bunga dan kebijakan moneter saling berkaitan agar
perekonomian tidak melemah karna kurangnya penukaran uang dalam suatu
negara.
Penelitian yang dilakukan oleh Fauzi Rahmadani, Hasdi Aimon,Jurnal Kajian
Ekonomi dan Pembangunan 4 (4), 21-28, 2022.yang berjudul “Analisis
Dampak Instrumen Kebijakan Moneter Terhadap Stabilitas Perekonomian di
Indonesia “ Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh
Instrumen kebijakan moneter terhadap stabilitas prekonomian di Indonesia.
Instrumen kebijakan moneter sebagai variabel eksogen yaitu kebijakan dalam
jumlah uang beredar M2 (X1) dan suku bunga Bank Indonesia (X2) sementara
indikator dari stabilitas perekonomian sebagai variabel endogen dapat dilihat
dari stabilitas harga (Y1) dan stabilitas nilai tukar (Y2). Penelitian ini adalah
penelitian yang bersifat deskriptif dan asosiatif. Penelitian ini menggunakan
data sekunder bulanan Januari 2001 sampai Desember 2020 yang diperoleh dari
instansi terkait. Analisis dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan
analisis induktif. Uji yang dilakukan pada analisis induktif adalah (1) Uji
Stasioneritas;(2) Uji Kointegrasi;(3) Uji Regresi Linear Berganda dan Error
Correction Model (ECM);(4) Uji Asumsi Klasik;(5) Uji T dan Uji F.
Berdasarkan penelitian disimpulkan yaitu:(1) jumlah uang beredar M2
berpengaruh negatif terhadap stabilitas harga di Indonesia baik dalam jangka
panjang maupun jangka pendek;(2) Suku bunga Bank Indonesia memiliki
pengaruh positif terhadap stabilitas harga di Indonesia baik dalam jangka
panjang dan jangka pendek;(3) Jumlah uang beredar M2 memiliki pengaruh
positif terhadap stabilitas nilai tukar di Indonesia baik dalam jangka panjang
dan jangka pendek;(4) Suku bunga Bank Indonesia memiliki pengaruh positif
terhadap stabilitas nilai tukar di Indonesia baik dalam jangka panjang dan
jangka pendek.

B. LANDASAN TEORI

KEBIJAKAN MONETER
Friedman (dalam Al Arif dan Tohari (2006)) menyatakan bahwa kebijakan moneter
masih diperlukan untuk merespon siklus dunia usaha, namun harus disesuaikan
dengan kondisi perekonomian dalam siklus usaha. Kebijakan moneter pada
perekonomian yang mengalami masa booming berbeda dengan kebijakan moneter
yang diterapkan pada perekonomian yang mengalami resesi. Bank Sentral dapat
memperpendek masa periode resesi dengan melakukan kebijakan moneter
ekspansif, sehingga perekonomian dapat pulih kembali (recovery). Sebaliknya,
Bank Sentral dapat mengatasi perekonomian yang sedang mengalami pemanasan
dengan cara menerapkan kebijakan moneter kontraktif. Artinya, kebijakan moneter
sangat diperlukan dan harus disesuaikan dengan skilus dunia usaha (Natsir, 2014 :
118).
Kebijakan moneter terbagi menjadi dua, yaitu kebijakan moneter kontraktif dan
ekspansif. Kebijakan moneter kontraktif bertujuan untuk menekan laju
perekonomian, kebijakan ini dilakukan jika JUB dianggap lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah uang yang ditetapkan atau dapat dikatakan saat itu
perekonomian mengalami tekanan inflasi. Sedangkan kebijakan moneter ekspansif
bertujuan untuk memberikan stimulus bagi perekonomian (Natsir, 2014 : 116-117).
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Bank
Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang dilakukan
antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar (JUB) dan suku bunga (BI
Rate/Repo Rate). (UU No.3 tahun 2004) (Indonesia, 2004). Kebijakan moneter
adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter (biasanya bank sentral)
untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan kredit yang pada gilirannya akan
mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat (Nopirin, 1992). Bank sentral adalah
lembaga yang berwenang mengambil langkah kebijakan moneter untuk
mempengaruhi jumlah uang beredar. Kebijakan moneter merupakan salah satu
bagian integral dari kebijakan ekonomi makro.
Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran ekonomi
makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan
pembangunan, dan keseimbangan neraca pembayaran (Kuncoro, 2004) dalam
jurnal ( (Nangarumba, 2016) Kebijakan moneter adalah semua upaya atau tindakan
bank sentral untuk mempengaruhi perkembangan moneter (uang beredar, suku
bunga, kredit dan nilai tukar) untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu (Litteboy
and Taylor, 2006: 198) dan Mishkin (2004: 457).
Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dilaksanakan oleh Bank Sentral
atau Otoritas Moneter dalam bentuk pengendalian besaran moneter dan atau suku
bunga untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan
(Warjiyo dan Solihin, 2003). Kebijakan moneter merupakan bagian dari kebijakan
ekonomi makro dan memiliki hubungan yang sangat terkait. Kebijakan moneter
diarahkan untuk mencapai stabilitas inflasi dan terciptanya sistem keuangan yang
dapat melaksanakan fungsi intermediasi secara seimbang. Kebijakan moneter
berpengaruh terhadap sektor riil dan keuangan melalui mekanisme berbagai jalur
transmisi kebijakan moneter yaitu jalur uang, kredit, suku bunga, nilai tukar yang
berlangsung melalui sistem perbankan (Warjiyo, 2004).

SUKU BUNGA
Menurut Keynes, tingkat bunga merupakan suatu fenomena moneter. Artinya
tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan uang (pasar uang).
Uang akan mempengaruhi kegiatan ekonomi (GNP), sepanjang uang tersebut
mempengaruhi tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga selanjutnya akan
mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi dengan demikian akan
mempengaruhi GNP.
Menurut Kasmir (2012 : 114) bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa oleh
bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau
menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar
kepada nasabah (yang memiliki simpanan) yang harus di bayar nasabah kepada
bank (nasabah yang memperoleh pinjaman) Suku bunga merupakan sejumlah
rupiah yang dibayar akibat telah mempergunakan dana sebagai balas jasa.
Perubahan suku bunga merupakan perubahan dalam permintaan uang
(kredit).(81234-ID-Kebijakan-Moneter-Pertumbuhan-Ekonomi-Da, n.d.)
Kenaikan suku bunga mengakibatkan penurunan permintaan agregat/pengeluaran
investasi. Sebaliknya, peningkatan suku bunga akan mengakibatkan peningkatan
permintaan agregat (Aryaningsih, 2008). Tingkat suku bunga digunakan
pemerintah untuk mengendalikan tingkat harga, ketika tingkat harga tinggi dan
jumlah uang yang beredar dalam masyarakat banyak sehingga konsumsi
masyarakat tinggi akan diantisipasi oleh pemerintah dengan menetapkan tingkat
suku bunga yang tinggi. Dengan demikian suku bunga yang tinggi diharapkan
berkurangnya jumlah uang yang beredar sehingga permintaan agregatpun akan
berkurang dan kenaikan harga dapat diatasi (Aldrin Wibowo dan Susi Suhendra,
(2009
Kern dan Guttman (1992) menganggap suku bunga merupakan sebuah harga dan
sebagaimana harga lainnya, maka tingkat suku bunga ditentukan oleh kekuatan
permintaan dan penawaran. Menurut Karl dan Fair (2001), suku bunga adalah
pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari
pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan
jumlah pinjaman. Pengertian suku bunga menurut Sunariyah (2004) adalah harga
dari pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit
waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh
debitur yang harus dibayarkan kepada kreditur.
Menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997) suku bunga adalah harga yang
dibayarkan untuk satuan mata uang yang dipinjam pada periode waktu tertentu.
Menurut Mishkin (2007), suku bunga adalah biaya pinjaman atau harga yang
dibayar atas penyewaan dana2 . Mishkin memandang suku bunga dari sisi
peminjam (borrower). Menurut Pindyck (2005), suku bunga adalah harga yang
dibayar oleh peminjam kepada pemberi pinjaman. Seperti harga pasar, penentuan
tingkat suku bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran dari loanable
funds.Sedangkan menurut Samuelson (2001), ”suku bunga adalah harga yang harus
dibayar karena meminjam uang untuk jangka waktu tertentu”.
INFLASI
"Teori Keynes menyatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat hidup diluar
batas kemampuan ekonominya dengan memfokuskan bagaimana perbuatan rezeki
antar golongan masyarakat bisa menimbulkan permintaan (I) lebih besar dari
jumlah barang yang tersedia (S)" (Putong, 2015). Inflasi didefinisikan dengan
banyak ragam yang berbeda, tetapi semua definisi itu mencakup pokok-pokok yang
sama.
Menurut Samuelson (1995) mendefinisikan bahwa inflasi sebagai suatu keadaan
dimana terjadinya kenaikan tingkat harga umum. Maksud dari definisi tersebut
mengindikasikan keadaan melemahnya daya beli masyarakat yang diikuti dengan
semakin menurunnya nilai rill (intrinsic) mata uang suatu negara. Menurut Ackley
(1993) inflasi adalah suatu kenaikan harga yang terus menerus dari barang- barang
dan jasa secara umum. Menurut Marcus (2001) inflasi merupakan suatu nilai
dimana tingkat harga barang dan jasa secara umum mengalami kenaikan,
maksudnya adalah inflasi merupakan salah satu peristiwa moneter yang
menunjukkan suatu kecendrungan akan naiknya harga barang secara umum yang
berarti terjadinya penrunan terhadap nilai mata uang.
Menurut Boediono (1999) inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk
menaik secara menyeluruh dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua
barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau
mengakibatkan kenaikan pada sebagian besar harga barang-barang lain yaitu harga
makanan, harga makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau, harga sandang,
harga kesehatan, harga pendidikan, rekreasi, dan olahraga, harga transportasi,
komunikasi, dan jasa keuangan.
Menurut Irving Fisher dalam buku Sadono Sukirno (2002:25), kenaikkan harga-
harga umum atau inflasi (P) disebabkan oleh tiga faktor yaitu jumlah uang beredar
(M), kecepatan peredaran uang (V), dan jumlah barang yang diperdagangkan (T).
Menurutnya inflasi adalah proses kenaikkan harga barang umum yang berlaku
dalam perekonomian. Veneris dan Sebol dalam Muana Nanga (2001:241)
mendefinisikan inflasi sebagai suatu kecenderungan meningkatnya tingkat harga
umum secara terus-menerus sepanjang waktu. Berdasarkan definisi tersebut,
kenaikkan tingkat harga umum (general price level) yang terjadi sekali waktu saja,
tidaklah dapat dikatakan sebagai inflasi.
Secara umum inflasi dapat didefinisikan sebagai kenaikan hargaharga barang dan
jasa secara terus-menerus pada waktu tertentu. Adapun beberapa definisi menurut
para ahli mengenai inflasi, Menurut Case dan Fair inflasi adalah kenaikan tingkat
harga keseluruhan. itu terjadi ketika harga naik secara serempak. Inflasi dapat
diukur dengan melihat sejumlah besar barang dan jasa dan menghitung kenaikan
harga rata-rata selama beberapa periode tertentu. Menurut Karim secara umum
inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara umum dari barang/komodits dan jasa
selama suatu periode waktu tertentu.Inflasi merupakan masalah yang selalu
dihadapi oleh perekonomian.

JUMLAH UANG BEREDAR


Menurut Boediono (2014: 86), “pengertian pertama mengenai uang yang beredar
adalah seluruh uang kartal dan uang giral yang tersedia untuk digunakan
masyarakat”. Uang kartal adalah uang tunai (yang dikeluarkan oleh pemerintah atau
bank sentral) yang langsung di bawah kekuasaan masyarakat (umum) untuk
menggunakannya. Sedangkan uang giral adalah seluruh nilai saldo rekening koran
(giro) yang dimiliki masyarakat pada bank-bank umum. Saldo ini merupakan
bagian dari uang yang beredar karena sewaktu-waktu dapat digunakan pemiliknya
untuk kebutuhan. Dalam kepustakaan ekonomi moneter, pengertian tersebut
disebut uang beredar dalam arti sempit atau narrow money.
Menurut Samuelson dan Nordhaus dalam Konsep-Konsep Dasar Makroekonomi
(2004: 197), jumlah uang beredar dapat diartikan menjadi : “Konsep moneter yang
utama adalah uang transaksi (transaction money) atau dalam arti sempit M1, yang
merupakan penjumlahan mata uang logam dan kertas dalam sirkulasi di luar bank,
ditambah rekening giro. Namun mengacu pada uang beredar dalam arti luar (broad
money) atau M2, mencangkup aktiva-aktiva seperti rekening tabungan disamping
mata uang logam dan kertas, dan deposito berjangka”.
Menurut Sukirno (2010,h.281) menyebutkan bahwa uang yang ada dalam
perekonomian, adalah untuk membedakan uang dalam peredaran dan uang beredar.
Mata uang dalam peredaran merupakan seluruh jumlah mata uang yang telah
dikeluarkan dan diedarkan oleh bank sentral. Mata uang tersebut terdiri dari dua
jenis, yaitu uang logam dan uang kertas. Dengan demikian mata uang dalam
peredaran adalah sama dengan uang kartal. Sementara uang beredar adalah semua
jenis uang yang berada di dalam perekonomian, yaitu jumlah dari mata uang dalam
peredaran ditambah dengan uang giral dalam bank – bank umum.
Menurut Rosyidi (2009,h.281) penawara nuang atau jumlah uang beredar (JUB).
Di dalam literatur berbahasa Inggris, penawaran ini disebut dengan money supply
(Ms atau M). Para ahli ekonomi telah berusaha mendefinisikan penawaran uang ini
dan memeriksa komponen atau unsur yang membentuknya. Pada umumnya,
mereka melihat jumlah uang yang beredar itu secara bertahap. Mula – mula mereka
melihat unsur – unsur yang paling mudah dipakai sebagai alat pembayaran, sesudah
itu lalu melangkah ke yang lebih sulit lagi.
Jumlah uang beredar menurut Nopirin (2007, h.157) adalah perubahan jumlah uang
beredar ditentukan oleh hasil interaksi antara masyarakat, lembaga keuangan serta
bank sentral. Proses bagaimana interaksi ini berjalan, dibawah ini akan dijelaskan
mulai dari proses sederhana hingga yang lebih kompleks (lebih realistis).
Menurut Rahardja dan Manurung (2008: 324), jumlah uang beredar mengacu pada
total nilai uang yang beredar di tangan masyarakat, namun definisi ini terus
berkembang seiring dengan perkembangan perekonomian nasional.Friedman
percaya bahwa jumlah uang beredar ditentukan oleh faktor-faktor berikut: tingkat
harga, tingkat bunga obligasi, tingkat bunga "saham", modal berwujud dan
kekayaan (Sukirno, 2000, hal 418). Mengenai peran harga dalam menentukan
jumlah uang beredar, Friedman percaya bahwa menyimpan uang adalah salah satu
cara untuk menyimpan kekayaan.

C. Kerangka berpikir

Negara Indonesia

Pemerintah
Suku Bunga

Kebijakan
Inflasi
Moneter

Jumlah Uang Beredar


BAB 3
III. METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
yang menggunakan data sekunder. Data yang meliputi time series yang diperoleh
dari lembaga atau instansi terkait. Penelitian kuantitaf merupakan sebuah penelitian
ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta kausalitas
hubungannya.Dimana digunakan untuk penelitian pada populasi yang
luas,teramati,terukur dan permasalahannya sudah jelas. Sumber data yang
digunakan berasal dari badan pusan statistik (BPS) dan bank Indonesia.
B. Populasi dan sampel

Populasi dapat diartikan sebagai keutuhan dari semua objek yang nantinya akan
diteliti.menurut Sugiyono (2005), populasi merupakan wilayah generelisasi yang
terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Populasi pada penelitian ini adalah suku bunga,inflasi dan jumlah
uang beredar.
Menurut Sugiyono (2016), sampel sebagai bagian dari jumlah dari kaakteristik
yang dimiliki oleh suatu populasi. Pengukuran sampel dilakukan melalui statistik
atau berdasarkan pada estimasi penelitian guna menentukan besarnya sampel yang
diambil dalam melaksanankan penelitian suatu objek. Sampel pada penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan teknik nonprobability sampling, yaitu purposive
sampling. Sampel diambil dengan memperhatikan beberapa kriteria yang sesuai
dengan keperluan penelitian yaitu ketersedian data suku bunga,inflasi dan jumlah
uang beredar diindonesia yang diperoleh dari badan pusat statistik.
C. Definisi operasional dan pengukuran variabel

1. Variabel bebas (X)


(a) Suku bunga (X1)
suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman,
dalam bentuk persentase dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah
bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman.
(b) Inflasi (X2)
inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara
menyeluruh dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua
barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut
meluas atau mengakibatkan kenaikan pada sebagian besar harga
barang-barang lain yaitu harga makanan, harga makanan jadi,
minuman, rokok, dan tembakau, harga sandang, harga kesehatan,
harga pendidikan, rekreasi, dan olahraga, harga transportasi,
komunikasi, dan jasa keuangan.
(c) Jumlah uang beredar (X3)
Jumlah uang beredar adalah perubahan jumlah uang beredar
ditentukan oleh hasil interaksi antara masyarakat, lembaga
keuangan serta bank sentral. Proses bagaimana interaksi ini berjalan,
dibawah ini akan dijelaskan mulai dari proses sederhana hingga
yang lebih kompleks (lebih realistis).
2. Variabel terikat (Y)
Variabel terikat merupakan variabel yang dipegaruhi sebab adanya variabel
bebas yaitu variabel respon atau output, kebijakan moneter (Y), Kebijakan
moneter adalah kebijakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Bank
Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang
dilakukan antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar (JUB) dan
suku bunga (BI Rate/Repo Rate). (UU No.3 tahun 2004) (Indonesia, 2004).

D. Teknik analisis data

1. Regresi linier berganda


Teknik analisi data menggunakan metode ekonometrika yaitu regresi linear
berganda :
Y= a + b1X1 + b2X2 + b3 X3 + e
Dimana :
Y = Kebijakan moneter
X1 = suku bunga
X2 = inflasi
X3 = jumlah uang beredar
a = Konstanta/ Bilangan Tetap
b1 b2 b3 = Koefisien Regresi Variabel Independan
e = Error
2. Uji asumsi klasik
Pengujian hipotesis klasik merupakan teknik pengujian statistik yang digunakan
untuk menguji asumsi-asumsi yang mendasari analisis regresi linier berbasis
Ordinary Least Squares (OLS). Tujuan pengujian hipotesis klasik adalah untuk
memastikan bahwa data yang dianalisis memenuhi asumsi yang disyaratkan oleh
teknik inferensi tertentu. Asumsi tersebut meliputi normalitas, keseragaman, dan
independensi data. Sederhananya, pengujian hipotesis klasik merupakan teknik
pengujian hipotesis yang dilakukan sebelum melakukan pengujian inferensi
terhadap data.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah pengujian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi
sebaran data pada suatu kelompok data atau suatu variabel, apakah sebaran data
tersebut berdistribusi normal atau tidak. Metode klasik untuk memeriksa
normalitas data tidak begitu rumit.
b. Uji autokorelasi
Autokorelasi adalah hubungan antara sisa-sisa suatu pengamatan dengan residu lain
(Winarno, 2009), autokorelasi lebih mudah terjadi dalam data deret waktu, karena
didasarkan pada Intinya, data saat ini dipengaruhi oleh data masa lalu dan masih
mungkin ditemukan autokorelasi pada data penampang (cross-sectional). Uji
autokorelasi solusi sederhananya adalah dengan menggunakan tes Durbin Watson
(DW). Autokorelasi dapat dideteksi dengan membandingkan Statistik DW dengan
tabel DW.
Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut :
1. Bila nilai DW statistik terletak antara 0 < d < dl, H0 yang menyatakan tidak
ada autokorelasi positif ditolak
2. Bila nilai DW statistik terletak antara 4 – dl < d < 4 , H0 yang menyatakan
tidak ada autokorelasi negatif ditolak.
3. Bila nilai DW statistik terletak antara du < d < 4 – du, H0 yang menyatakan
tidak ada autokorelasi negatif diterima
4. Ragu – ragu tidak ada autokorelasi positif bila nilai DW statistik terletak
antara dl = d = du
5. Ragu-ragu tidak ada autokorelasi negatif bila nilai DW statistik terletak
antara du = d = 4 – dl
c. Uji multikolinieritas
Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui adanya korelasi antara variable
bebas dalam model regresi. Model regresi dapat dikatakan baik jika tidak memiliki
multikolineritas. Untuk menguji ada atau tidaknya multikolineritas dalam model
regresi pada penelitian ini, maka dapat dilakukan dengan menganalisis nilai
variance infaltion factor (VIF). Menurut Ghozali (2016) variabel yang memiliki
masalah dalam multikolineritas, jika tolerance ≤ dari 0,10 atau sama dengan nilai
VIF ≥ 10.
d. Uji Heteroskedestitas
Uji Heteroskedastisitas adalah uji yang menilai apakah ada ketidaksamaan varian
dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi linear. Uji ini merupakan
salah satu dari uji asumsi klasik yang harus dilakukan pada regresi linear. Apabila
asumsi heteroskedastisitas tidak terpenuhi, maka model regresi dinyatakan tidak
valid sebagai alat peramalan.

3. Uji Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap suatu permasalahan, berupa dugaan
ilmiah (yang tidak sewenang-wenang), dan kebenarannya masih belum terbukti
terlebih dahulu baru kemudian melalui studi atau penelitian. Pengujian hipotesis
adalah proses menilai kekuatan bukti dari suatu sampel dan memberikan dasar
untuk mengambil keputusan mengenai populasi. Tujuan pengujian hipotesis adalah
untuk memutuskan apakah hipotesis yang diuji ditolak atau diterima.
a. Uji koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui sejauh mana variabel endogen
mampu menjelaskan variabel eksogen secara simultan. Semakin tinggi nilai R2
maka semakin baik model prediksi model pencarian yang diusulkan. Uji koefisien
determinasi (R2) dilakukan untuk mengetahui dan memperkirakan besarnya atau
pentingnya kontribusi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
Nilai koefisien determinasi berkisar antara 0 sampai 1. Jika nilainya mendekati 1
berarti variabel independen memberikan hampir seluruh informasi yang diperlukan
untuk memprediksi variabel dependen. Namun jika nilai R2 menurun maka daya
penjelas variabel independen terhadap variabel dependen menjadi cukup terbatas
(Ghozali, 2016).
b. Uji Simultan (F)
Uji F bertujuan untuk mengetahui apakah variabel independen mempunyai
pengaruh secara simultan (simultan) terhadap variabel dependen. Uji F dilakukan
untuk melihat pengaruh seluruh variabel independen terhadap variabel dependen.
Pemakaiannya adalah 0,5 atau 5% jika nilai signifikan F <; 0,05 artinya variabel
independen berpengaruh terhadap variabel dependen secara simultan atau
sebaliknya (Ghozali, 2016). Uji konkurensi F (Concurrent test) digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh yang bersamaan atau bersamaan antara variabel
independen terhadap variabel dependen.
c. Uji Parsial ( T)
Menurut Ghozali (2016:97) menyatakan bahwa “uji-t pada hakikatnya
menunjukkan seberapa besar pengaruh suatu variabel penjelas atau independen
secara individual menjelaskan perubahan variabel dependen”. Uji t ini digunakan
untuk menguji secara parsial koefisien regresi variabel independen terhadap
variabel dependen, khususnya untuk melihat pengaruh variabel profitabilitas
perusahaan dan umur perusahaan terhadap profitabilitas perusahaan,
mengungkapkan modal intelektual masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Rasyidin, M., Saleh, M., Muttaqim, H., Nova, N., & Khairani, C. (2022). Pengaruh
Kebijakan Moneter Terhadap Inflasi di Indonesia. Journal of Business and
Economics Research (JBE), 3(2), 225-231.
Winarto, H., Poernomo, A., & Prabawa, A. (2021). Analisis Dampak Kebijakan Moneter
terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. J-MAS (Jurnal Manajemen dan
Sains), 6(1), 34-42.
Assa, R. H., Rotinsulu, T. O., & Mandeij, D. (2020). Analisis Kebijakan Moneter Terhadap
Inflasi di Indonesia Periode: 2006.1–2019-2. Jurnal Berkala Ilmiah
Efisiensi, 20(01).
Rompas, W. F. (2018). Analisis pengaruh tingkat suku bunga dan nilai tukar terhadap
permintaan kredit pada perbankan di Kota Manado. Jurnal Berkala Ilmiah
Efisiensi, 18(2).
Maesaroh, I., & Triani, L. F. (2013). Determinant of the Amount of Money Circulating in
Indonesia (Review Money Supply (M2) 2006-2011). Sustainable Competitive
Advantage (SCA), 2(1).
Anggraini, D., & Rahayu, D. (2022). Jumlah Uang Beredar di Indonesia (Periode 2011Q1–
2019Q4). JIEP: Jurnal Ilmu Ekonomi dan Pembangunan, 5(1), 246-261.
Telaumbanua, R. (2021). “Faktor–faktor yang mempengaruhi Jumlah uang beredar di
Indoneisa. Kumpulan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas Sosial Sains, 2(02).
Velia, V., & Daryono Soebagyo, M. E. (2022). Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter
Terhadap Inflasi Di Indonesia Melalui Pendekatan Model Mundell-Fleming
(Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Rahmadani, F., & Aimon, H. (2022). Analisis Dampak Instrumen Kebijakan Moneter
Terhadap Stabilitas Perekonomian di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi dan
Pembangunan, 4(4), 21-28.
Fauzi, A., Damayanty, P., Pane, C. S., Julianti, E. A. C., Elok, G. P., & Rivai, I. (2023).
ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN MONETER DAN TINGKAT SUKU
BUNGA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI. Jurnal Ekonomi dan
Manajemen, 2(2), 50-58.

Anda mungkin juga menyukai