Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN NILAI TUKAR

RUPIAH TERHADAP INFLASI DI INDONESIA TAHUN 2014-2020


Disusun untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Ekonometrika

Dosen Pengampu : Dr. Harya Kuncara Wiralaga, S.E., M.Si.

Dikerjakan oleh:

NIRETNO PRATIWI 1701619099

Pendidikan Ekonomi Koperasi A 2019

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2020
PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN NILAI TUKAR
RUPIAH TERHADAP INFLASI DI INDONESIA TAHUN 2014-2020
Niretno Pratiwi

NIM : 1701619099

Email : niretno13@gmail.com

ABSTRAK

Inflasi merupakan salah satu indikator stabilitas perekonomian dan isu perekonomian yang selalu
menjadi perhatian penting bagi negara berkembang, khususnya Indonesia. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh jumlah uang beredar dan kurs terhadap inflasi di Indonesia. Sampel
penelitian ini adalah seluruh jumlah uang beredar dan kurs dengan jangka waktu 20014-2016. Variabel
bebas adalah jumlah uang beredar dan kurs, sedangkan variabel terikat adalah inflasi. Analisis data yang
digunakan terdiri dari analisis korelasi, analisis determinasi, uji t, uji F, dan analisis regresi linier
berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah uang beredar memiliki pengaruh negatif
yang signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Kurs memiliki pengaruh posotif yang signifikan terhadap
inflasi di Indonesia. Hasil analisis uji F menunjukkan bahwa variabel bebas jumlah uang beredar dan
kurs secara bersama-sama berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia.

Kata Kunci: Inflasi, JUB, Kurs.

A. PENDAHULUAN
Perekonomian suatu negara dapat dikatakan sehat jika pertumbuhan ekonominya stabil
serta menunjukkan arah yang positif. Hal tersebut tercermin dari kegiatan ekonomi makro.
Salah satu indikator ekonomi makro untuk melihat stabilitas perekonomian suatu negara
adalah inflasi. Dalam perspektif ekonomi, inflasi merupakan fenomena moneter dalam
suatu negara dimana naik turunnya inflasi cenderung mengakibatkan terjadinya gejolak
ekonomi karena inflasi berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, neraca perdagangan
internasional, nilai utang piutang antar negara, tingkat bunga, tabungan domestik,
pengangguran, dan kesejahteraan masyarakat.
Inflasi merupakan salah satu indicator stabilitas perekonomian. Jika tingkat inflasi
rendah dan stabil akan menjadi stimulator pertumbuhan ekonomi. Setiap kali ada gejolak
sosial, politik dan ekonomi di dalam maupun di luar negeri masyarakat selalu mengaitkan
dengan masalah inflasi (Mankiw, 2006).
Pemikiran Monetaris (Boediono, 1985) secara ekstrim berpendapat bahwa “inflasi
dimana saja dan kapan saja merupakan fenomena moneter yang timbul akibat kelebihan
uang beredar”. Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara
terus menerus dalam suatu periode tertentu. Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja
(meskipun dengan persentase yang cukup besar) bukanlah merupakan inflasi
(Nopirin,2000). Sejumlah teori telah dikembangkan untuk menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi inflasi. Menurut pandangan monetaris penyebab utama inflasi adalah
kelebihan penawaran uang dibandingkan yang diminta oleh masyarakat. Menurut Bank
Indonesia (2015), uang beredar dapat didefinisikan dalam arti sempit (M1) dan dalam arti
luas (M2). M1 meliputi uang kartal yang dipegang masyarakat dan uang giral (giro
berdenominasi Rupiah), sedangkan M2 meliputi M1, uang kuasi (mencakup tabungan,
simpanan berjangka dalam rupiah dan valas, serta giro dalam valuta asing), dan surat
berharga yang diterbitkan oleh sistem moneter yang dimiliki sektor swasta domestik
dengan sisa jangka waktu sampai dengan satu tahun.
Golongan non monetaris, yaitu keynesian tidak menyangkal pendapat pandangan
monetaris tetapi menambahkan bahwa tanpa ekspansi uang beredar, kelebihan permintaan
agregat dapat saja terjadi jika terjadi kenaikan pengeluaran konsumsi, investasi,
pengeluaran pemerintah atau ekspor bersih. Dengan demikian, inflasi dapat disebabkan
oleh faktor moneter dan non moneter.
Salah satu yang menjadi dasar penyebab inflasi adalah dikarenakan adanya kesenjangan
antara kelebihan permintaan agregat uang dalam perekonomian yang tidak mampu
diimbangi penawaran agregat uang. Bagi Indonesia, inflasi yang tinggi harus dihindari agar
momentum pembangunan yang sehat dan semangat dalam dunia usaha dapat tetap
terpelihara (Perlambang, 2010). Hal yang harus dilakukan yaitu pembenahan pada sector
riil. Penyebab inflasi dari sisi permintaan antara lain uang beredar. Penawaran uang yang
ditawarkan kepada masyarakat harus sesuai kebutuhan atau permintaan masyarakat.
Apabila penawaran uang berlebihan dari kebutuhan atau permintaan masyarakat akan
menyebabkan inflasi. Suku bunga sebagai variabel tolak ukur kegiatan perekonomian suatu
negara, dapat berpengaruh terhadap perputaran arus keuangan perbankan, inflasi, investasi
serta pergerakan currency pada suatu negara. Menaikkan dan menurunkan suku bunga
harus berpihak dan memprioritaskan pada kesejahteraan rakyat dalam negeri (Kurnia
Sari,2011).
Inflasi di Indonesia juga dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditi impor (imported
inflation) dan membengkaknya hutang luar negeri akibat dari terdepresiasinya nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika dan mata uang asing lainnya. Akibatnya, untuk
mengendalikan tekanan inflasi, maka terlebih dahulu harus dilakukan penstabilan nilai
tukar rupiah terhadap valuta asing, khususnya dolar Amerika (Atmadja,1999).
Ketidakstabilan nilai tukar ini akan mempengaruhi arus modal atau investasi dan
pedagangan internasional. Indonesia sebagai negara yang banyak mengimpor bahan baku
industri mengalami dampak dan ketidakstabilan kurs ini, yang dapat dilihat dari
rnelonjaknya biaya produksi sehingga menyebabkan harga barangbarang milik Indonesia
mengalami peningkatan. Dengan melemahnya rupiah menyebabkan perekonomian
Indonesia menjadi goyah dan dilanda krisis ekonomi dan kepercayaan terhadap mata uang
dalam negeri. Dengan adanya lonjakan-lonjakan drastis pada tingkat kurs tersebut ini akan
membuat para produsen kesulitan untuk mendapatkan bahan baku, barang modal dan
barang modal yang mempunyai kangdungan impor yang tinggi sehingga kemudian akan
berdampak pada naiknya biaya untuk mengimpor barang untuk keperluan proses produksi
sehingga akan mempengaruhi tingkat harga domestik yang merupakan cerminan dari
tingkat inflasi. Oleh karena itu, nilai tukar (kurs) juga merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi inflasi di Indonesia (Saputra, 2013).
Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan di atas, maka Penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk :
1. Menganalisis pengaruh jumlah uang beredar (M2) terhadap inflasi di Indonesia.
2. Menganalisis pengaruh tingkat kurs rupiah/US$ terhadap inflasi di Indonesia.

B. KAJIAN TEORITIS
Inflasi
Para ekonom mendefinisikan inflasi secara berbeda-beda namun mempunyai inti yang
sama yaitu kenaikan harga-harga yang cenderung naik secara terus menerus (Mankiw,
2006). Inflasi merupakan kecenderungan meningkatnya tingkat harga secara umum dan
terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut sebagai
inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (mengakibatkan kenaikan) sebagian
besar dari harga barang- barang lain (Boediono, 1985). Kenaikan harga-harga disebabkan
oleh faktor-faktor musiman (misalnya menjelang peringatan hari-hari besar), atau yang
terjadi sekali saja (dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan) tidak disebut inflasi.
Secara umum, inflasi dipahami sebagai kondisi kenaikan harga barang -barang yang
terjadi secara terus menerus pada sebagian besar kelompok komoditi barang. Menurut
definisi ini kenaikan harga yang sporadis bukan dikatakan sebagai inflasi. Sehingga
menurut Nopirin (2000), definisi inflasi mencakup aspek sebagai berikut:
1. Adanya “kecenderungan” (tendency) harga-harga untuk meningkat, yang berarti
mungkin saja tingkat harga yang terjadi aktual pada waktu tertentu turun atau naik
dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan kecenderungan yang
meningkat.
2. Peningkatan harga tersebut berlangsung “terus menerus” (sustained) yang berarti
bukan terjadi pada suatu waktu saja, yakni akibat adanya kenaikan harga bahan
bakar minyak pada awal tahun saja.
3. Mencakup pengertian “tingkat harga umum” (general level of prices), yang berarti
tingkat harga yang meningkat bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja.
Nopirin juga menjelaskan bahwa jenis inflasi menurut sifatnya dibagi menjadi 3, yaitu
Inflasi merayap (creeping inflation), Inflasi menengah (galloping inflation) dan Inflasi
tinggi (hyper inflation). Sedangkan, jenis inflasi menurut sebab terjadinya dibagi menjadi
2, yaitu Demand Pull InflationdanCost Push Inflation.
Pengaruh Jumlah Uang Beredar terhadap Inflasi
Teori yang menyoroti hubungan antara inflasi dan jumlah uang beredar adalah Teori
Kuantitas Uang. Pertama, inflasi hanya bisa terjadi jika terdapat penambahan volume uang
yang beredar, tanpa ada kenaikan jumlah uang beredar hanya akan menaikkan harga-harga
untuk sementara waktu saja. Bila jumlah uang tidak bertambah, inflasi akan berhenti
dengan sendirinya, apapun sebab-musabnya dari awal kenaikan harga tersebut. Kedua, laju
inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan oleh psikologi (harapan)
masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa depan. (Kalalo et al., 2016)
Idealnya, permintaan aggregat itu harus sama dengan penawaran aggregat. Apabila
permintaan aggregat tidak sama dengan penawaran aggregat, diperlukan penyesuaian
kegiatan ekonomi agar terjadi keseimbangan, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan
perubahan harga barang dan jasa. Dalam hal ini, peningkatan permintaan aggregat yang
melebihi penawaran aggregat akan mendorong kenaikan harga barang dan jasa.
Dengan demikian, mengingat perubahan jumlah uang beredar dapat mempengaruhi
perkembangan permintaan aggregat, dapat disimpulkan bahwa perubahan jumlah uang
beredar dapat mempengaruhi perkembangan harga.
Salah satu implikasi teori Kuantitas Klasik adalah dalam jangka pendek tingkat harga
umum (inflasi) berubah secara proporsional dengan perubahan uang yang diedarkan oleh
pemerintah. Dengan kata lain kecenderungan kenaikan harga umum secara terus-menerus
(inflasi) dapat terjadi apabila penambahan jumlah uang beredar melebihi kebutuhan yang
sebenarnya. Jadi, jika “jumlah uang beredar bertambah, harga barang-barang naik”
(Rivai,dkk, 2007:13). Inflasi dikenal sebagai fenomena moneter.
Jadi dengan kata lain apabila jumlah uang beredar melebihi dari yang diinginkan
masyarakat, masyarakat cenderung akan membelanjakan uangnya dengan meningkatkan
konsumsi barang dan jasa. Sepanjang kapasitas produksi masih tersedia, kenaikan
konsumsi tersebut tersebut akan meningkatkan produksi dan memperluas kesempatan
kerja. Akan tetapi, apabila kapasitas produksi telah jenuh maka kenaikan permintaan
barang dan jasa tersebut pada gilirannya akan meningkatkan harga-harga pada umumnya
(inflasi) (Pohan, 2008:35)
Pengaruh KURS terhadap Inflasi
Nilai Tukar Rupiah adalah perbandingan nilai atau harga mata uang Rupiah dengan
mata uang lain. Perdagangan antar negara di mana masing-masing negara mempunyai alat
tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan
mata uang lainnya, yang disebut nilai tukar valuta asing atau nilai tukar (Dominick, 2008).
Nilai tukar yang melonjak-lonjak secara drastis tak terkendali akan menyebabkan kesulitan
pada dunia usaha dalam merencanakan usahanya terutama bagi mereka yang
mendatangkan bahan baku dari luar negeri atau menjual barangnya ke pasar ekspor oleh
karena itu pengelolaan nilai mata uang yang relatif stabil menjadi salah satu faktor moneter
yang mendukung perekonomian secara makro (Pohan, 2008).
Pengaruh nilai tukar terhadap inflasi dapat terjadi baik secara langsung (direct exchange
rate pass through) maupun tidak langsung (indirect exchange rate pass through). Pengaruh
secara langsung terjadi karena perkembangan nilai tukar mempengaruhi pola pembentukan
harga oleh perusahaan dan ekspektasi inflasi masyarakat, khususnya terhadap barang
impor. Pengaruh secara tidak langsung terjadi karena perubahan nilai tukar mempengaruhi
komponen ekspor dan impor dalam permintaan aggregat. Perkembangan ini akan
berdampak pada besarnya output riil yang pada akhirnya menentukan tekanan inflasi dari
sisi kesenjangan output.
Misalkan semakin melemah nilai suatu mata uang suatu negara (misalnya Rupiah
terhadap Dollar Amerika), maka kurs rupiah yang melemah dapat menyebabkan impor
menjadi berkurang karena dibutuhkan lebih banyak mata uang asing untuk mendapatkan
barang yang sama. Apalagi mengingat Indonesia yang juga adalah termasuk negara
pengimpor besar, dengan melemahnya rupiah akan menyebabkan harga bahan baku yang
diimpor menjadi relatif lebih mahal serta akan mempengaruhi pola pembentukan harga
produk oleh perusahaan dan akhirnya dapat mendorong inflasi dari segi cost push. Jadi
dengan semakin melemahnya Rupiah (baik dengan depresiasi oleh mekanisme pasar
maupun devaluasi oleh kebijakan pemerintah), ceteris paribus, maka akan menyebabkan
tingkat inflasi untuk tinggi pula. Jadi antara tingginya inflasi diharapkan berhubungan
positif dengan kurs Rp/US$.
Berdasarkan landasan teori dan uraian penelitian sebelumnya, maka disusun suatu
kerangka penelitian studi mengenai penelitian yang akan dilakukan. Kerangka penelitian
studi tersebut adalah sebagai berikut:

Hipotesis merupakan pernyataan yang kebenarannya belum teruji, oleh karena itu perlu
didukung data dan uji inferensi dari data yang tersedia guna menerima ataukah menolak
hipotesis yang diajukan. Berdasarkan landasan teori, penelitian terdahulu, serta kerangka
pemikiran yang telah dipaparkan sebelumnya, maka hipotesis yang coba diajukan dalam
penelitian ini adalah :
1. Variabel JUB diduga berpengaruh positif dan signifikan terhadap Inflasi di
Indonesia.
2. Variabel kurs diduga berpengaruh positif dan signifikan terhadap Inflasi di
Indonesia

C. METODOLOGI PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah data bulanan dari inflasi, jumbah uang beredar
(M2) dan nilai tukar rupiah terhadap USD periode Januari 2014 sampai dengan Desember
2020. Menggunakan data sekunder dengan metode pengumpulan data melalui dokumentasi
dari situs www.bi.go.id dan www.bps.go.id
Definisi operasional variable dan pengukuran variable yang digunakan pada penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel Dependen
a. Inflasi (Y)
Inflasi merupakan kenaikan hargaharga secara umum yang berlaku dalam
perekonomian suatu negara dari suatu periode ke periode lainnya. Data tingkat
inflasi yang digunakan dalam penelitian ini dinyatakan dalam bentuk persen
pada periode Januari 2014 sampai dengan Desember 2020. Data diperoleh dari
Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) yang dapat diakses melalui
website resmi Bank Indonesia yaitu (www.bi.go.id).
2. Variable Independen
a. Jumlah Uang Beredar
jumlah uang beredar dalam arti luas atau M2 dapat didefinisikan sebagai
keseluruhan uang yang beredar di dalam perekonomian, termasuk uang yang
berada di tangan masyarakat (uang transaksi/kartal dan uang giral) ditambah
dengan uang kuasi (tabungan, deposito berjangka, rekening valas, dsb) yang
dimiliki masyarakat di bank. Data M2 yang digunakan dalam penelitian ini
dinyatakan dalam miliar rupiah pada periode Januari 2014 sampai dengan
Desember 2020. Data diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia
(SEKI) yang dapat diakses melalui website resmi Bank Indonesia yaitu
(www.bi.go.id).
b. Nilai Tukar
Kurs yang digunakan adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang
menunjukkan nilai dari mata uang dollar AS yang ditranslasikan dengan mata
uang rupiah. Pengukuran nilai tukar rupiah menggunakan kurs tengah rupiah.
Data kurs dinyatakan dalam satuan rupiah pada periode Januari 2014 sampai
dengan Desember 2020.

Metode Analisis Data


Metode analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda yang terlebih dahulu
melakukan uji asumsi klasik.
1. Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh JUB dan
nilai tukar rupiah, terhadap pergerakan inflasi indonesia. Dengan persamaan
sebagai berikut :
𝑌 = 𝑎 + 𝑏1𝑋1 + 𝑏1𝑋2 + 𝑒
2. Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik dalam penelitian ini adalah uji normalitas, uji
mulikolinieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.
3. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah uji t (t-tes), uji F (F-tes), dan uji
koefisien determinasi.
D. HASIL DAN PEMBHAHASAN
Hasil Uji Regresi Ganda

Dependent Variable: LOG(INF)


Method: Least Squares
Date: 06/28/21 Time: 22:44
Sample: 2014M01 2020M12
Included observations: 84

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 27.76375 3.208951 8.651971 0.0000


LOG(JUB) -2.742632 0.242758 -11.29778 0.0000
LOG(KURS) 1.670377 0.595120 2.806791 0.0063

R-squared 0.778457 Mean dependent var 1.311296


Adjusted R-squared 0.772987 S.D. dependent var 0.427225
S.E. of regression 0.203555 Akaike info criterion -0.310701
Sum squared resid 3.356204 Schwarz criterion -0.223886
Log likelihood 16.04942 Hannan-Quinn criter. -0.275802
F-statistic 142.3091 Durbin-Watson stat 0.344978
Prob(F-statistic) 0.000000

(sumber: hasil penelitian, data diolah, 2021)


Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda maka didapat persmaan sebagai berikut :
LOG(INF) = 27.7637509682 - 2.74263247033*LOG(JUB) +
1.67037742378*LOG(KURS)
Persamaan regresi diatas menunjukan nilai konstanta sebesar 27.76375. Koefisien regresi
untuk jumbal uang beredar sebesar -2.742632 dan nilai tukar rupiah sebesar 1.670377.

1. Uji Asumsi Klasik


a. Uji Normalitas
Berdasarkan grafik histogram diatas Nilai Prob. JB hitung sebesar 3,323807 > 0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa residual terdistribusi normal yang artinya
asumsi klasik tentang kenormalan telah dipenuhi.
b. Uji Multikolinieritas
Variance Inflation Factors
Date: 06/30/21 Time: 14:08
Sample: 2014M01 2020M12
Included observations: 84

Coefficient Uncentered Centered


Variable Variance VIF VIF

C 10.29737 20875.75 NA
LOG(JUB) 0.058932 28482.99 3.470601
LOG(KURS) 0.354168 64998.48 3.470601

Hasil uji multikolinieritas, dapat dilihat pada tabel kolom Centered VIF. Nilai VIF
untuk variabel HRG dan KURS sama-sama 3,470601. Karena nilai VIF dari kedua
variabel tidak ada yang lebih besar dari 10 atau 5 (banyak buku yang menyaratkan
tidak lebih dari 10, tapi ada juga yang menyaratkan tidak lebih dari 5) maka dapat
dikatakan tidak terjadi multikolinieritas pada kedua variabel bebas tersebut.
c. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 0.274527 Prob. F(2,81) 0.7606


Obs*R-squared 0.565555 Prob. Chi-Square(2) 0.7537
Scaled explained SS 0.358297 Prob. Chi-Square(2) 0.8360

Nilai Prob. F hitung sebesar 0.7606 lebih besar dari tingkat alpha 0,05 (5%)
sehingga berdasarkan uji hipotesis H0 diterima yang artinya tidak terjadi
heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 105.7051 Prob. F(2,79) 0.0000


Obs*R-squared 61.14956 Prob. Chi-Square(2) 0.0000

nilai Prob. F hitung sebesar 0.0000 lebih kecil dari 0,05 maka dapat disimpulkan
terjadi autokorelasi.
2. Uji Hipotesis
a. Uji t (t-tes)
Berdasarkan hasil uji regresi ganda dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Nilai t statistik pada variabel JUB sebesar -11.29778 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05.
Maka dapat disimpulkan bahwa variabel JUB berpengaruh negatif
signifikan terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Dengan demikian hipotesis
pada penelitian ini terbukti, karena H1 diterima dan H0 ditolak.
Nilai Tukar berpengaruh signifikan terhadap inflasi, hal ini dibuktikan
dengan tingkat signifikan sebesar 0,0000<0,05 berarti bahwa H1 diterima
dan H0 ditolak. Koefisien regresi Nilai Tukar bernilai positif sebesar
2.806791> t-tabel (1.66320), Nilai t positif menunjukkan bahwa Nilai Tukar
mempunyai hubungan yang searah dengan Inflasi. Jadi dapat disimpulkan
Nilai Tukar memiliki pengaruh signifikan terhadap Inflasi.
b. Uji-f (Kelayakan Model)
Hasil uji F dapat dilihat pada tabel hasil uji regresi linier ganda. Nilai prob. F
(Statistic) sebesar 0,000000 lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa model regresi yang diestimasi layak digunakan untuk
menjelaskan pengaruh JUB dan nilai tukar rupiah terhadap inflasi.
c. Uji Koefisien Determinasi
Nilai R-Square pada tabel hasil regresi linier ganda besarnya 0.778457
menunjukkan bahwa proporsi pengaruh variabel log(JUB) dan log(nilai tukar
rupiah) terhadap variabel log(Inflasi) sebesar 77,84%. Artinya, tingkat JUB dan
nilai tukar rupiah memiliki proporsi pengaruh terhadap inflasi sebesar 77,84%
sedangkan sisanya 22,16% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak ada didalam
model regresi.

E. KESIMPULAN
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka
dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut; Variabel Jumlah Uang Beredar secara
nyata tidak berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia. Ketika Jumlah Uang Beredar
meningkat ternyata tidak serta merta diikuti oleh kenaikan harga-harga barang dan jasa
sehingga tidak terlalu mempengaruhi daya beli masyarakat. Hal ini membuat
kecerendungan masyarakat lebih suka memegang uang daripada membelanjakannya. Nilai
tukar rupiah terhadap dolar amerika berpengaruh positif dan signifikan terhadap pergerakan
inflasi.

F. DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia. (2021). Retrieved from www.bi.go.id.
Badan Pusat Statistik. (2021). Retrieved from www.bps.go.id.
Mankiw, G. N. (2006.) Principles of Ecoomics: Pengantar Ekonomi Makro(Ed. 3). Jakarta:
Salemba Empat.
Boediono, 1985, Ekonomi Moneter seri sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi Moneter No. 5,
Edisi Ketiga,Yogyakarta: Penerbit BPFE Yogyakarta.
Nopirin. 2000. Ekonomi Moneter, Buku I dan II. Yogyakarta : BPFE UGM
Atmadja. (1999). Inflasi di Indonesia: Sumber-sumber Penyebab dan Pengendaliannya.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Universitas Kristen Petra, 1(1), 54 – 67.
Saputra, K. (2013). Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Inflasi Di Indonesia Tahun
2007-2012. Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang.
Kalalo, H. Y. T., Rotinsulu, T. O., & Maramis, M. T. B. (2016). Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Inflasi. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 16(01), 706–717.
Pohan, Aulia. 2008. Potret Kebijakan Moneter Indonesia. Cetakan Pertama. PT. Raja
Grafindo. Jakarta
Salvatore, Dominick. 2008. Theory and Problem of Micro Economic Theory. 3rd Edition.
Alih Bahasa oleh Rudi Sitompul. Penebit Erlangga. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai