Anda di halaman 1dari 4

UAS EMPERICAL

Pada Oktober 2016, Presiden Joko Widodo meneken sebuah beleid guna memberantas aksi
pungutan liar (pungli) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 tahun 2016 tentang

Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar. Yustinus Andri DP - Bisnis.com 21 Oktober 2019

Pada Oktober 2016, Presiden Joko Widodo meneken sebuah beleid guna memberantas aksi
pungutan liar (pungli) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 tahun 2016 tentang Satuan
Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar. Kala itu, sang kepala negara begitu gerah dengan aksi pungli
yang meresahkan masyarakat dan dunia usaha. Melalui aturan itu, Menteri Koordinator Bidang
Politik, Hukum dan HAM Wiranto ditunjuk sebagai komando satuan tugas itu yang berada
langsung di bawah pengawasan Presiden. Tentu hal tersebut menjadi angin segar bagi dunia
usaha yang selama ini menjadi salah satu sasaran pungli tersebut. Namun, tiga tahun berselang
Perpres terebut diterbitkan, aksi pungli tampaknya masih menghantui para perusahaan terutama
korporasi asing yang selama ini begitu diidamkan pemerintah untuk masuk ke Indonesia. Hal itu
tampak dari surat yang dikirimkan oleh sebuah perusahaan tekstil dan produk tekstil (TPT) yakni
PT Joans Textile kepada Kementerian Perindustrian, yang salinannya diterima oleh Bisnis, baru-

baru ini. Dalam surat bertanggal 2 September 2019 yang ditandatangani oleh Presiden Direktur
Joans Textile Park Chul Soo dan ditujukan kepada Direktur Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki
Kemenperin, disebutkan bahwa praktik pungli masih mengadang perusahaan berstatus
penanaman modal asing (PMA) tersebut. Park mengatakan perusahaannya yang berlokasi di
Kecamatan Katapang Kopo, Soreang, Kabupaten Bandung mengalami kesulitan ketika
memasukkan dan mengeluarkan kontainer yang digunakan untuk melakukan impor dan ekspor.
Perusahaan penerima manfaat kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) mengalami kendala
dalam melakukan aktivitas tersebut pada pukul 23.00-04.00 WIB. Di dalam surat tersebut, Park
menceritakan bahwa truk kontainernya sempat dilarang melalui jalan Desa Katapang yang
menjadi akses utama menuju pabriknya, pascakebakaran yang melanda pabriknya pada 2012.
Pelarangan itu terjadi ketika Joans Textile melakukan pengangkutan mesin-mesin baru. Kendala
itu terurai ketika penduduk desa tersebut mengizinkan kembali truk kontainer melalui jalur itu.
Namun, persoalan baru muncul ketika perwakilan penduduk meminta kepada perusahaan agar
membayar Rp500.000-Rp800.000 per kontainer yang melintasi jalan tersebut pada malam hari.
Dia mengatakan, dengan jumlah kontainer perusahaan yang melintas hingga 100 unit per tahun,
maka perusahaannya harus mengalokasikan dana hingga Rp70 juta/tahun untuk dibayarkan
kepada penduduk. Kendala lain pun muncul ketika perusahaan melakukan bongkar muat pada
siang hari guna mengindari pungli tersebut. Korporasi asal Korea Selatan itu harus menggunakan
kendaraan untuk mengangkut barang dari kawasan KITE menuju ke pabrik. Langkah itu
membuat proses bongkar muat tidak lagi efisien dan mengandung risiko yang besar. Pasalnya,
barang yang menjadi objek bongkar muat rawan terkena hujan sehingga menurunkan kualitas
barang tersebut. Persoalan lain pun muncul ketika barang impor milik korporasi itu tiba melebihi
pukul 02.00 WIB. Pasalnya, perusahaan mengalami kesulitan untuk melakukan bongkar muat
pada jam-jam tersebut. Akhirnya korporasi itu harus membayar biaya menginap kontainer yang
mencapai Rp4 juta-Rp5,2 juta per hari. Di dalam surat tersebut, Park pun meminta bantuan agar
dibebaskan dari pungli dan dapat mengakses jalan menuju pabriknya 24 jam secara penuh. Dia
mengaku tidak tahu lagi harus mengadu kepada siapa, terlebih posisinya sebagai perusahaan
PMA. Berdasarkan informasi yang diterima oleh Bisnis, perusahaan tersebut sudah seringkali
melaporkan praktik tersebut kepada pemerintah. Namun, keluhan tersebut acap kali tidak
direspon dengan baik oleh pemerintah. “Di negara lain yang saya tahu, tidak ada penghambatan
kontainer seperti ini. Kami [padahal] ingin mendorong tujuan pemerintah dalam memperbanyak
ekspor,” tulis Park seperti dikutip dari suratnya. Sekretaris Jenderal Gabungan Importir Nasional
Seluruh Indonesia (GINSI) Erwin Taufan mengatakan praktik pungli masih terus merajalela di
Indonesia. Hal itu membuat ongkos produksi perusahaan menjadi membengkak. Untuk itu, dia
mendesak pemerintah turun tangan dan lebih aktif menjaring praktik pungli. Dia khawatir,
persoalan pungli tersebut akan menurunkan daya tarik RI sebagai lokasi investasi bagi
perusahaan asing. Alhasil, ambisi Indonesia untuk menarik investasi asing akan makin sulit
terwujud. “Kita ini susah payah menarik investasi di dalam negeri lho. Kalau pungli seperti ini
dibiarkan, bisa kapok perusahaan asing yang saat ini ada di dalam negeri,” katanya. Dia pun
meminta Pemerintah Daerah Jawa Barat, Kepolisian RI dan kementerian terkait seperti
Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan Kemenko Perekonomian
menuntaskan hal itu. Terlebih, lanjut Erwin, perusahaan tersebut bergerak di sektor tekstil yang
saat ini sedang menjadi sorotan publik lantaran adanya kebocoran impor di berbagai jalur. Dia
khawatir, iklim industri TPT yang diklaim sejumlah pihak menarik bagi asing, justru
menampilkan kondisi yang sebaliknya. “Perusahaan yang melakukan impor tersebut [Joans
Textile] mengimpor melalui jalur resmi dan merupakan pengguna fasilitas KITE, justru malah
mengalami kesulitan. Sementara pemain nakal lain malah bisa leluasa impor. Ironis menurut
saya,” katanya. Menanggapi hal tersebut Direktur Industri Tekstil, Kulit & Alas Kaki,
Kementerian Perindustrian Muhdori mengaku tengah berkoordinasi dengan pemerintah daerah
setempat. Dia menjajikan pemerintah akan memberantas praktik pungutan yang tidak resmi
untuk menjaga agar iklim investasi di sektor TPT dapat terus bergeliat. “Kami sedang lakukan
kerja sama dengan pemerintah daerah setempat untuk menghindari adanya pungli kepada pabrik
tekstil yang ada di sejumlah wilayah,” katanya. Kendati demikian dia tidak menjelaskan secara
lebih detail bentuk kerja sama dan upaya konkrit memberantas pungli tersebut. Sementara itu,
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Veri
Anggrijono mengatakan bakal mendalami kasus tersebut. Dia mengaku, kendati urusan tersebut
sejatinya bukan tugas pokok dan fungsi direktoratnya, namun dia akan tetap berusaha mengurai
persoalan tersebut. “Informasi ini akan kami dalami meskipun bukan tupoksi kami. Namun
karena praktik pungli ini menyangkut kenyamanan investor, terutama yang berbasis ekspor,
maka akan tetap menjadi atensi kami,” ujarnya. Menarik ditunggu, seperti apa langkah nyata
pemerintah dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Mengingat selama ini pemerintah lebih
banyak berkutat pada urusan permukaan seperti deregulasi yang diklaim dapat mengurangi
beban investor dan pengusaha. Padahal, di akar rumput, persoalan seperti pungli juga merupakan
persoalan yang krusial untuk diselesaikan.
JAWABAN

1. a. Kaitan artikel tersebut dengan teori kriminologi rational choice theory

Kaitan artikel dengan teori kriminologi adalah tindakan rasional individu untuk melakukan suatu
tindakan berdasarkan tujuan tertentu dan tujuan itu ditentukan oleh nilai atau pilihan (prefensi).
Dimana para pemerintah harus melakukan pencegahan atau bahkan solusi agar tidak terjadi
Kembali pungli terhadap perusahaan-perusahaan karena sangat menjadi beban dan kendala,
disamping itu juga para pengusaha sudah membayar pajak dengan benar, maka sangat tidak
diharuskan terjadinya pungli. Pemerintah harus melakukan itu bertujuan untuk menghapus
pungli yang kerap banyak terjadi.

b. Kaitan artikel tersebut dengan teori kriminologi deviant place theory adalah dimana
viktimisasi paling sering terjadi ketika lingkungan sosial tidak tertata sehingga masyarakat
menjadi korban dari lingkungan mereka tinggal. Kaitannya adalah dimana para penduduk yang
tinggal di daerah dekat perusahaan-perusahaan dan selama tidak terlihat mereka akan
memanfaatkan keadaan tersebut untuk dijadikan pemasukan seperti pungli tersebut. Terlebih
lagi, modal dari orang asing yang dimana pada awalnya mereka tidak mengetahui peraturan di
Indonesia sehingga mereka akan dengan mudahnya percaya akan apa yang diminta para
penduduk demi mudahnya dan berlangsungnya aktvitas perusahaan.

c. Yang akan saya teliti adalah bagaimana peraturan-peraturan baru yang akan diadakan dan apa
akibat dari adanya peraturan-peraturanm tersebut, apakah akan menjadikan negara lebih baik
atau tidak. Dan juga akan melakukan metode sosiologi hukum karena banyak kali dilakukan
dalam ilmu-ilmu sosial, yang berasal dari fakta empiris. Jadi, akan merupakan realitas sosial
hukum, maka dari apa yang sudah diteliti akan berupa realita bagaimana terjadinya dan
perkembangan apa yang akan didapat setelah dijalankannya peraturan tersebut. Dengan peristiwa
tersebut, maka akan dilakukan wawancara terhadap perusahaan-perusahaan yang berada di
Kawasan rumah penduduk, untuk mendalami kasus yang dimana masih terjadinya pungli atau
tidak setelah dijalankan pearaturan yang baru dikeluarkan.

2. a. Penelitian terhadap good governance dari perspektif normatif adalah proses untuk
menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna
menjawab isu hukum yang dihadapi. Maka, yang diteliti adalah bagaimana cara pemerintah
melakukan aturan-aturan dan cara-cara yang juga sama-sama menguntungkan dengan masyrakat
bersikap transparasi dengan masyrakat sehingga masyarakat pun mengetahui bagaimana dan
untuk apa anggaran negara dikeluarkan dan dipergunakan sehingga menjadi awalan dari tata
pemerintahan yang baik.
b. Penelitian terhadap good governance dari perspektif empiris adalah penelitian yang berfokus
untuk meneliti fenomena atau keadaan objek penelitian secara rinci. Jadi, untuk good governance
Belanda ini dikumpulkan fakta dan bukti permasalahan yang ada terhadap negara yang
merugikan, lalu dengan adanya good governance ini akan dikembangkan agar bisa menjadi
solusi bagi negara dan bisa meyakina=kan para masyarakat untuk keberlangsungan pemasukan
dan pengeluaran negara.

Anda mungkin juga menyukai