Anda di halaman 1dari 5

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

REPUBLIK INDONESIA

Nomor : B- 86cc /01-14/10/2016 ,27 Oktober 2016


Lampiran : 1 Berkas (TOR dan Susunan Acara)
Perihal : Permohonan rruvenyad'o Pembicara pada
IrvernattiOnal Business Integrity Conference (I .- IC) 2016

Yth. Prof. N6ia G=arrid ff-®eoeCz, Sp. (C`a)


e`SentePi Gzesehiasan RepubliCs Indonesia
di Jakarta

Dalam rangka menyambut Had Antikorupsi International tahun 2016, Komisi


Pemberantasan Korupsi bekerja sama dengan kementerian, lembaga bilateral dan multilateral
akan menyelenggarakan International Business Integrity Conference (IBIC) 2016 sebagai
upaya konsisten membangun integritas dan budaya'antikorupsi pada tata kelola pelayanan
publik terkait sektor bisnis serta pelaku usaha. Kegiatan tersebut akan diselenggarakan pada:

Hari : Rabu — Kamis


Tanggal : 16-17 November 2016
Tempat : Hotel Grand Sahid Jaya
JI. Jend. Sudirman No. 86, Jakarta 10220

Sehubungan dengan hal tersebut, KPK mengundang ibu untuk menjadi pembicara
pada konferensi tersebut, pada pokok bahasan, "Psiembangun Integritas dan Pencegahan
Korupsi d'o SeCoL®rr Kesehatan" yang diagendakan pada Kamis, 17 November 2016, PuEtul
13:15-15:30 '!/9IlS. Bersama surat ini kami lampirkan kerangka acuan dan agenda konferensi
tersebut.

Demikian surat permohonan ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerja samanya
kami ucapkan terima kasih.

Tembusan:
Yth. Deputi Bidang Pengawasan Internal & Pengaduan Masyarakat KPK

JI. H.R. Rasuna Said Kay. C-1 Kuningan, Jakarta Selatan 12920
Telepon (62-21) 2557 8300, Faks. (62-21) 5289 2456, http://www.kpk.go.id
Konfirmasi dan Informasi:

1. Bpk. Sujanarko
Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK
Telepon : 021-25578300 ext 8364
HP : 081315148404
Email : sujanarko@kpk.go.id

2. Sdri. Roro Wide Sulistyowati


Fungsional Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK
HP : 081320799505
Email : roro.sulistyowati@kpk.go.id

3. Sdri. Pauline Arifin


Fungsional Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK
HP : 081290930926
Email : pauline.arifin@kpk.go.id
Lampiran 1. Terms of Reference

Terms of Reference
International Business Integrity Conference (IBIC) 2016

1. Latarbelakang

Dalam kurun waktu dua dekade, hampir 13 lembaga antikorupsi telah didirikan di seluruh
dunia untuk menangani korupsi. Indonesia mendirikan lembaga antikorupsi, yaitu Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2003 dimana hampir 13 tahun yang lalu. Sejak
berdiri, KPK Republik Indonesia telah menuntut lebih dari 120 kasus dengan hampir
sempurna untuk pemutusan hukuman bersalah (hampir 100 %), termasuk anggota
Parlemen, Menteri, Pimpinan penegak hukum, dan juga pimpinan dari perusahaan di sektor
swasta. Meskipun undang-undang no 31 tahun 1999', tentang Tindak Pidana Korupsi ayat 20
menyatakan bahwa Dalam hal tindak pidana korupsii oleh atau atas nama suatu korporasi,
maka tuntutan dan penhatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau
pengurusnya, masih perlu perbaikan dalam hal memperkuat implementasi penuntutan
terhadap perusahaan itu sendiri. Sanksi atau hukuman untuk kasus korpusi yang melibatkan
sektor bisnis masih berdampak hanya pada individu, tidak kepada perusahaan sebagai
subjek hukum.

United Nation Convention against Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi Indonesia
melalui UU No.7 tahun 2006, pada Pasal 12 membahas tentang pencegahan korupsi di
sektor swasta, pada Pasal 16 telah mengatur larangan penyuapan kepada Pejabat Publik
termasuk kepada Pejabat Publik Asing (Foreign Public Official) dan Pejabat dari organisasi
internasional (Official of Public International Organization), dan pada Pasal 21 melarang
penyuapan di lingkungan swasta.

UNCAC pasal 12 menyatakan bahwa setiap negara peserta ratifikasi UNCAC wajib
mengambil tindakan-tindakan, sesuai dengan prinsip-prinsip dasar sistem hukum
nasionalnya, untuk mencegah korupsi yang melibatkan sektor swasta, meningkatkan
standar akuntansi dan audit, dan dimana diperlukan, memberikan sanksi perdata,
administratif dan pidana yang efektif sebanding untuk kelalaian yang memenuhi tindakan
tersebut

Indonesia telah menjadi anggota G20, maka menindaklanjuti Anti-Corruption Action Plan
G20 tahun 2015-2016 yang dihasilkan dari Anti-Corruption Working Group (ACWG), negara-
negara anggota G20 berkomitmen untuk mempromosikan transparansi yang lebih
tinggi, penguatan integritas dan bagaimana mendorong kolaborasi ataupun
kerjasama dengan masyarakat untuk memitigasi resiko terjadinya korupsi di sektor
bisnis. Negara-negara G20 menyadari bahwa praktik suap meyuap dan tindak pidana
korupsi lainnya memberikan dampak buruk bagi persaingan bisnis, stabilitas ekonomi;
perdagangan dan investasi. ACWG memberikan rekomendasi agar negara G20 mendorong
upaya-upaya pendidikan dan pelatihan antikorupsi khusus di sektor bisnis, dengan fokus
utama pada small-medium enterprises (SMEs). Serta mendorong terimplementasinya
Program Kepatuhan dan pelaporan indikasi kasus tindak pidana korupsi. ACWG juga
mengidentifikasi ada beberapa sektor yang prone to corruption, yakni; industry extractive,
perikanan, kehutanan, bea dan cukai, dan sektor konstruksi .
Regulasi terkait masalah korupsi di sektor swasta adalah suatu hal yang mendesak dan
penting diatur demi kesinambungan perekonomian dan iklim investasi di Indonesia.
Sejumlah 128 pelaku tindak pidana korupsi dari sektor swasta telah ditangani oleh KPK per
tahun 2015 . Berdasarkan Tren Korupsi di Indonesia (2014) , terdapat 228 pelaku tindak
pidana korupsi dari sektor swasta dengan posisi sebagai; Direktur, Komisaris, Konsultan dan
profesi lainnya. Faktanya, suap-menyuap dan jenis tindak pidana korupsi lain yang terjadi di
Indonesia terjadi karena adanya transaksi illegal antara Penyelenggara Negara dengan
pihak swasta

Usaha KPK menjerat tersangka pelaku tindak pidana korupsi yang berhubungan ataupun
berasal dari pihak swasta sejauh ini menggunakan pasal-pasal UU No. 31/1999
sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi; pasal 2 ayat 1, pasal 3, pasal 5, pasal 12, 12 B dan pasal 13 jo Pasal 55 ayat 1
kesatu KUHP yang sifat hukumannya masih jatuh kepada individu. Idealnya, Indonesia
seharusnya bergerak semakin maju dan tegas dalam pemberantasan korupsi di
sektor swasta dengan terus mewujudkan kemapanan aspek legal yang dapat
mengatasi praktik korupsi di sektor swasta, baik sanksi/hukuman kepada korporasi
dan praktik korupsi antara swasta dengan swasta.

Dalam hal perusahaan multi-nasional (MNC), MNC banyak melekat pada US Foreign
Corruption Practice Act, 1977 (FCPA), UK Bribery Act, 2010 (UKBA), OECD Anti Bribery
Convention, dan perangkat hukum lainnya yang berlaku secara ekstrateritorial Dalam hal ini,
telah banyak best practices dan lesson-learned tentang bagaimana perusahaan mengelola
dan membangun sistem integritas, upaya pencegahan fraud termasuk komitmen untuk tidak
melakukan penyuapan kepada pihak pejabat publik diluar negeri (foreign public official)

Sesuai hasil survey oleh World Bank Groups perihal Ease of Doing Business (EODB) pada
tahun 2015, prestasi Indonesia naik 11 poin menempati ranking nomor 109 dari 189 negara.
Tiga indikator positif kemajuan yang dilakukan Indonesia adalah; (1) membuka, memulai
bisnis, (2) memperoleh kredit, dan (3) pembayaran pajak.

Tantangan dalam konteks Asia dalam penerapan compliance system dan antikorupsi antara
lain adalah; (1) bagaimana penerapan undang-undang asing dalam praktik bisnis lokal, (2)
adanya aspek hubungan, bantuan dan komunitas sebagai pengawasan partisipatif publik,
(3) Tradisi pemberian hadiah, entertain, keramah-tamahan, (4) Whistle-Blowing System
yang belum optimal, (4) Makelar lokal yang memiliki kepentingan kelompok.memanfaatkan
lemahnya integritas stakeholder bisnis, dan aspek lainnya seperti politik, sosial, budaya,
kemapanan dan ketersediaan Informasi — Teknologi — Komunikasi (ICT).

Selaras dengan Roadmap KPK (2011-2023), Rencana Strategis Komisi Pemberantasan


Korupsi Tahun 2015-2019 yang telah diselaraskan dengan kepentingan nasional, tahun
2016. Kedeputian Pencegahan KPK tetap menjadikan sektor swasta menjadi salah satu
fokus area kerja. Dengan demikian, Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat
(DIKYANMAS) berperan untuk mendorong; (1) terbangunnya agen perubahan di sektor
swasta, (2) terbentuk dan terimplementasinya kebijakan, regulasi yang dapat memperkuat
upaya pemberantasan korupsi di sektor swasta, (3) terwujudnya aksi kolaborasi
(Collaborative Actions) pemberantasan korupsi di sektor swasta.
Tiga sektor bisnis yang pada tahun 2016 ini akan menjadi fokus utama adalah (1)
kesehatan, (2) Minyak dan Gas, (3) Kehutanan. Sektor Iainnya yang merupakan isu
kepentingan nasional dan menyangkut hajat hidup orang banyak juga menjadi
perhatian bagi intervensi ini. Dengan demikian, diharapkan dapat lebih memajukan,
mensejahterakan Indonesia, berkurangnya masalah suap (irregular payments and bribes)
dimana Indonesia masih berada pada ranking 86 dari 140 negara dengan skor 3,7 dari nilai
maksimal 7 . Dengan upaya yang konsisten, berkesinambungan dalam pemberantasan
korupsi di sektor swasta, diharapkan Corruption Perception Index (CPI) Indonesia pada
mendatang semakin merangkak naik dari ranking 88 di 2015 (melampaui hingga 19 negara
dari 2014) dengan skor 36 dari 34 di tahun 2014.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, KPK akan menyelenggarakan Forum


Dialog Antikorupsi Internasional untuk pencegahan korupsi di sektor swasta yang pertama:
Tren, Tantangan, dan Aksi kolaboratif. Berbagai strategi dan pemegang kepentingan level
pimpinan akan berpartisipasi secara aktif dalam konferensi ini yang berasal dari dalam dan
luar negeri, serta daerah-daerah di nusantara. Lima segment utama akan berkolaborasi dan
berdialog secara konstruktif untuk mencari solusi inovatif dalam pencegahan korupsi di
sektor swasta, seperti legislatif, eksekutif, lembaga penegak hukum, sektor swasta dan
lembaga swadaya masyarakat yang berkepentingan terhadap sektor strategis nasional;
infrastruktur, kesehatan, sumber daya, migas, kehutanan, kelautan.

Kegiatan ini akan diselenggarakan selama dua hari pada tanggal 16-17 November 2016 di
Jakarta.

2. Tujuan/sasaran
Konferensi ini bertujuan untuk mencapai tujuan/sasaran sebagai berikut:

• Menginisiasi pencegahan korupsi yang terkait dengan sektor bisnis.


• Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dari tata kelola praktik bisnis
• Penguatan penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi terkait sektor bisnis
• Mempromosikan integritas dan budaya antikorupsi dalam melakukan praktik bisnis
• Pertukaran pengetahuan, pengalaman diantara regulator, pelaku usaha, dan
komunitas/lembaga swadaya masyarakat dalam mencegah korupsi

3. Output
Output yang diharapkan dari konferensi ini adalah;
• Satu set rekomendasi kepada regulator/pemerintah tentang apa yang menjadi ruang
lingkup dan masih perlu menjadi prioritas untuk ditata khususnya terkait sektor bisnis
• Perluasan networking berbagai pihak; regulator, pelaku usaha, aparat penegak
hukum, akademisi, perwakilan dari masyarakat umum
• Kumpulan praktik baik program kepatuhan perusahaan dan progress terkini
penataan pelayanan publik terkait sektor bisnis

Anda mungkin juga menyukai