Anda di halaman 1dari 11

Indonesian Society's Response to the Omnibus

Law On Job Creation


Respon Masyarakat Indonesia Terhadap UU
Cipta Kerja
Aziz Naufal Syahputra&Faisal Al Jufri, Teknik Industri, Institut Teknologi Telkom
Surabaya
Alamat: Jl. ketintang no. 156.
E-mail: azizgopal910@gmail.com,aljufrifaisal9@gmail.com

Abstract
This study aims to analyze the public response to the Job Creation Law in Indonesia through an online
questionnaire survey research method. The questionnaires were distributed to respondents consisting
of individuals who have knowledge of the Job Creation Law and see the impacts and implications that
arise after its implementation. The Job Creation Law is a controversial law and a complicated
socio-political context, giving rise to various responses and perceptions from various parties. This
research is a descriptive study with a quantitative approach. Data was collected through a
questionnaire consisting of structured questions covering various aspects of the Job Creation Law,
including employment, investment, worker protection, and employee rights. The results show that the
public response to the Job Creation Law is very diverse.
Keywords: Questionnaire, Job Creation Law, Community Response

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respon masyarakat terhadap UU Cipta
Kerja di Indonesia melalui metode penelitian survey kuesioner online. Penyebaran
kuesioner dilakukan kepada responden yang terdiri dari individu-individu yang memiliki
pengetahuan tentang UU Cipta Kerja serta melihat dampak dan implikasi yang muncul
setelah implementasinya. Undang-Undang Cipta Kerja merupakan undang-undang yang
kontroversial dan konteks sosial politik yang rumit, sehingga menimbulkan berbagai
tanggapan dan persepsi dari berbagai pihak. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
dengan pendekatan kuantitatif. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang terdiri dari
pertanyaan terstruktur yang mencakup berbagai aspek Undang-Undang Cipta Kerja,
termasuk ketenagakerjaan, investasi, perlindungan pekerja, dan hak-hak karyawan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa respon masyarakat terhadap Undang-Undang Cipta Kerja
sangat beragam.
Kata Kunci: Kuesioner, UU Cipta kerja, Respon Masyarakat
PENDAHULUAN
Latar Belakang
UU Cipta Kerja atau lebih dikenal dengan Omnibus Law Cipta Kerja adalah
undang-undang yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR)
pada Oktober 2020. RUU Cipta Kerja resmi ditetapkan tanggal 5 Oktober 2020 pada rapat
paripurna anggota DPR. Walaupun telah disahkan naskah peraturan ini mengalami
beberapa perubahan revisi berkali-kali baik dari sisi jumlah halaman maupun penghapusan
pasal yang terdapat dalam cipta kerja. Proses final rancangan undang-undang ini adalah
pada tanggal 12 Oktober 2020. Dengan jumlah halaman yang bertambah menjadi banyak
dibandingkan dengan naskah yang telah diedarkan sebelumnya berjumlah 905 halaman
bertambah menjadi 1.035 halaman (Fitri, W., & Hidayah, L.2021). UU Ketenagakerjaan
mencakup beberapa bidang seperti ketenagakerjaan, investasi dan lingkungan hidup. dan
bidang lainnya. Beberapa poin utama dari undang-undang ini adalah untuk mempercepat
proses perizinan, meningkatkan daya saing investasi dan memperbaiki iklim usaha di
Indonesia. Undang-undang tersebut juga membawa fleksibilitas pada hubungan kerja
dengan mengubah beberapa peraturan tentang hubungan kerja, pengupahan dan kesehatan
dan keselamatan kerja. Tujuan UU Cipta Kerja adalah untuk menciptakan lapangan kerja
ini, diharapkan Indonesia mampu merubah struktur perekonomiannya yang nantinya akan
memberikan dorongan juga terhadap sektor-sektor lainnya agar mampu mendorong tingkat
perekonomian yang lebih tinggi. Untuk memenuhi pencapaian tersebut, pemerintah
melakukan beberapa hal yaitu:
1. Penciptaan Lapangan Kerja, agar bisa meningkatkan taraf perekonomian
masyarakat, pemerintah membuka lapangan pekerjaan secara besar-besaran supaya
masyarakat yang pengangguran mendapatkan pekerjaan. Selain itu, pemerintah
melakukan pembinaan terhadap masyarakat yang mempunyai tingkat pendidikan
rendah melalui program pelatihan yang nantinya program tersebut akan
menciptakan para tenaga kerja baru yang berkualitas dan siap untuk melakukan
pekerjaannya di berbagai perusahaan-perusahaan besar sehingga mereka mampu
bersaing menggunakan tenaga kerja dari luar negeri yang diakibatkan sebab adanya
masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang membuat tenaga kerja dari luar negeri
dapat dengan mudah masuk ke negara kita.
2. Peningkatan Investasi, menggunakan diciptakannya Omnibus Law Cipta Lapangan
Kerja menjadikan investor-investor asing menggunakan mudah nya dapat masuk ke
Indonesia menggunakan kondisi-syarat yg sangat simpel serta berisiko. Tujuan
pemerintah buat memberikan biar masuk investor-investor asing menggunakan
praktis yaitu ketika investor-investor berasal luar negeri menanamkan modalnya di
Indonesia, perusahaan-perusahaan tadi akan membuka lapangan pekerjaan yang
nantinya perusahaan tersebut akan mencari tenaga kerja yang ada di Indonesia
sebagai akibatnya tingkat pengangguran yg ada di Indonesia menjadi berkurang
serta dapat mempertinggi pendapatan per kapita negara. Selain itu, dengan
berkurangnya tingkat pengangguran yang ada di Indonesia, peristiwa-peristiwa
kriminalitas yang terjadi mirip pencurian, perampokan serta pembegalan akan
berkurang juga dikarenakan sudah poly masyarakat yg memiliki pekerjaan tetap
dari perusahaan-perusahaan asing yg menanamkan modal pada Indonesia.
3. Peningkatan Produktivitas, menggunakan adanya pembukaan lapangan kerja secara
besar -besaran, diharapkan masyarakat mampu mempertinggi produk-produk yg
didapatkan. Peningkatan tersebut mencakup dari segi kualitas maupun kuantitas,
sebab semakin tinggi kualitas energi kerja maka semakin cantik pula produk-produk
yg dihasilkan dan produk yg dihasilkan juga semakin banyak agar taraf
perekonomian negara meningkat secara signifikan.(Ramadhani & Fauzi, 2020)
Namun, publik menentang pengesahan UU Cipta Kerja. Buruh protes keras karena merasa
UU Cipta Kerja merugikan mereka. Namun, para pengusaha mendukung UU Cipta Kerja
karena diyakini akan meningkatkan daya saing Indonesia dan mendorong investasi yang
akan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan mendorong
pemulihan ekonomi negara.
UU Cipta Kerja menuai respons yang beragam dari masyarakat Indonesia. Sejak
awal pengumuman dan pembahasan UU ini, muncul perdebatan dan protes yang
melibatkan berbagai kelompok masyarakat, termasuk pekerja, mahasiswa, aktivis, serikat
pekerja, dan elemen-elemen masyarakat sipil. Sebagian masyarakat menanggapi UU Cipta
Kerja dengan dukungan, menganggap bahwa perubahan dalam UU ini akan membuka
peluang investasi baru dan meningkatkan iklim bisnis di Indonesia. Mereka berharap bahwa
UU ini dapat menciptakan lapangan kerja lebih banyak, mendorong pertumbuhan ekonomi,
dan memperbaiki daya saing Indonesia di tingkat global. Namun, sejumlah besar
masyarakat juga menentang UU Cipta Kerja. Mereka menganggap UU ini dapat mereduksi
hak-hak buruh, memperlemah perlindungan tenaga kerja, dan meningkatkan
ketidakpastian kerja. Protes dan demonstrasi massal dilakukan di berbagai daerah dengan
tuntutan agar UU ini dicabut atau direvisi. Kelompok masyarakat ini menyoroti potensi
penurunan kualitas hidup pekerja, hilangnya jaminan sosial, dan ketidakadilan dalam
hubungan kerja.
Selain itu, terdapat juga keprihatinan terkait dampak UU Cipta Kerja terhadap
lingkungan hidup. Beberapa kelompok masyarakat dan aktivis lingkungan khawatir bahwa
UU ini dapat melemahkan regulasi lingkungan, mengakibatkan kerusakan lingkungan yang
lebih besar, dan merugikan masyarakat serta ekosistem. Secara keseluruhan, respon
masyarakat Indonesia terhadap UU Cipta Kerja mencerminkan adanya perbedaan
pandangan dan kekhawatiran terkait dampaknya terhadap hak-hak buruh, perlindungan
tenaga kerja, ketidakpastian kerja, serta lingkungan hidup.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap peran investor asing dalam berbagai
sektor dan dampaknya terhadap ekonomi, lapangan kerja, dan teknologi?
2. Apakah UU Cipta Kerja efektif dalam meningkatkan produktivitas kerja di
Indonesia?
3. Bagaimana tantangan dan hambatan bagi investasi asing di Indonesia serta
dampaknya terhadap pembukaan lapangan kerja?
4. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap aksi demonstrasi dan penolakan
terhadap UU Cipta Kerja?

METODE
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif dimana metode ini melibatkan penyebaran kuesioner kepada responden, baik
dalam bentuk cetak maupun elektronik. Kuesioner berisi serangkaian pertanyaan yang
dapat dijawab oleh responden secara tertulis, termasuk pilihan ganda, isian, atau tanggapan
dalam bentuk teks. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu teknik studi
pustaka dengan mencari sumber-sumber yang berkaitan dengan penelitian seperti artikel,
jurnal, buku, dan sumber-sumber online lainnya yang berkaitan dengan respon masyarakat
terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja.

PEMBAHASAN
Omnibus Law
Menilai Respon Masayarakat Terhadap UU Cipta Kerja menggunakan data
kuesioner berupa Google Form kepada responden untuk menjawab permasalahan
penelitian. Pada poin pertama kita mendapatkan 87,1% jawaban ya atau responden
mengetahui apa itu UU Cipta kerja atau Omnibus Law. Sedangkan jawaban tidak atau tidak
mengetahui hanya 12,9% dari 32 responden.

Tahu atau tidak adanya uu cipta kerja

Diagram: Pengetahuan responden mengenai UU Cipta kerja

Omnibus Law berasal dari kata Omnibus dan Law. Omnibus berasal dari kata Omnis
yang berarti "semua" atau "banyak". Walaupun law berarti “undang-undang”, dapat
disimpulkan bahwa omnibus law adalah undang-undang yang mengatur segala sesuatu
dalam satu bidang. Menurut Menteri Pertanian dan Perencanaan Daerah Sofyan Djalil,
omnibus law merupakan langkah menuju pengesahan undang-undang yang dapat
memperbaiki banyak undang-undang yang dianggap tumpang tindih untuk membatasi
kemudahan berusaha. Karena ada satu undang-undang yang memberlakukan banyak
undang-undang, diharapkan ini adalah cara untuk memecahkan masalah ekonomi. RUU
omnibus sering disebut sebagai tagihan lotere alam semesta, yang dapat menyederhanakan
atau meningkatkan banyak undang-undang.(REFERENSI PANCASILA SEM 2 4, n.d.)
Istilah ini digunakan oleh negara-negara yang menggunakan sistem hukum common
law Anglo-Saxon. Beberapa negara seperti Amerika, Kanada, Irlandia dan Suriname telah
mengadopsi pendekatan omnibus bill atau RUU omnibus dalam legislasinya. Di Asia
Tenggara, negara pertama yang mengikuti omnibus law adalah Vietnam, yang kemudian
menerima hasil aksesinya ke WTO pada 2006. Untuk melaksanakannya, perdana menteri
memerintahkan Kementerian Kehakiman setempat untuk melakukan penyelidikan. Tentang
kemungkinan pendekatan omnibus di Vietnam.(Osgar & Matompo, n.d.)
Pada era globaisasi ini perusahaan menuntut pekerja untuk saling berlomba
mempersiapkan dirinya supaya mendapat pekerjaan yang terbaik bagi dirinya. Tuntutan
untuk lebih meningkatkan daya saing dirasakan oleh pengusaha dalam melakukan
perdagangan inter-nasional. Investor asing yang akan menanamkan sahamnya ke Indonesia
lebih menyukai sistem kontrak kerja yang tidak banyak menimbulkan masalah daripada
menerapkan pekerja tetap. Tentang pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam
hal waktu dan volume pekerjaan serta upah yang diterima didasarkan pada kehadiran,
dapat dilakukan melalui perjanjian kerja harian lepas. Perjanjian kerja harian lepas
dilakukan ketika pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan. Perjanjian ini
tidak terikat oleh ketentuan waktu kerja tetap seperti perjanjian kerja waktu tertentu pada
umumnya. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh harian lepas wajib membuat
perjanjian kerja harian lepas secara tertulis yang mencantumkan informasi seperti
nama/alamat pengusaha atau pemberi kerja, nama/alamat pekerja/buruh, jenis pekerjaan
yang dilakukan, dan besaran upah serta imbalan lainnya. Namun, jika pekerja/buruh
bekerja selama 21 hari atau lebih selama 3 bulan berturut-turut atau lebih, maka perjanjian
kerja harian lepas akan berubah menjadi perjanjian kerja waktu tertentu atau pekerja
tetap.(Shalihah, 2017)

Investor Asing
Penelitian ini memberikan data yang berharga mengenai pendapat responden terkait
investor asing, khususnya pada nomor 17, dengan tujuan untuk memahami persepsi mereka
terhadap peran investor asing dalam berbagai sektor dan dampaknya terhadap ekonomi,
lapangan kerja, dan teknologi. Data yang dikumpulkan dari responden ini memberikan
bentuk pemahaman yang lebih tentang pandangan pro dan kontra pada investor asing.

Diagram: Pandangan responden mengenai masuknya investor asing

71% Responden memilih bahwa dengan menariknya investor asing tidak menjamin
bahwa masyarakat akan mendapat keuntungan dari adanya investor tersebut. Jika kita
mengamati ketentuan-ketentuan dalam UU Cipta Kerja secara per pasal, ternyata UU ini
tidak banyak membahas upaya peningkatan produktivitas kerja di Indonesia. Bagian
Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja, yang merupakan bab khusus, tidak mengatur
secara mendalam tentang upaya meningkatkan keterampilan kerja yang dapat berdampak
pada peningkatan produktivitas. UU ini tidak terlalu berbeda dengan UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Sekitar 39 halaman dari UU Cipta Kerja didedikasikan untuk
mengatur masalah ketenagakerjaan. Dalam 39 halaman tersebut, salah satu ketentuan yang
dapat dianggap sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja
adalah adanya aturan tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, termasuk program Jaminan
Kehilangan Pekerjaan yang disisipkan antara Pasal 46 dan Pasal 47.(Surya & Satu, 2021)
Berdasarkan fakta-fakta yang ada, investasi asing terhambat masuk ke Indonesia
karena proses birokrasi perizinan yang sulit dan panjang. Indonesia memiliki 11 prosedur
perizinan, lebih banyak daripada rata-rata negara-negara Asia Tenggara lainnya yang hanya
memiliki 8,6 prosedur. Selain itu, rendahnya ketrampilan tenaga kerja mengakibatkan
tingkat produktivitas di Indonesia masih di bawah negara-negara seperti Vietnam dan
Singapura. Tingkat korupsi yang tinggi juga menyebabkan biaya investasi menjadi mahal di
Indonesia. Investor harus membayar uang pelicin kepada pejabat tertentu untuk
melancarkan usahanya atau menghindari gangguan dari oknum pemerintahan. Data dari
KPK menunjukkan bahwa 64% perkara korupsi antara 2004-2018 melibatkan penyuapan,
yang sangat mengganggu iklim investasi.
Selain masalah tersebut, UU Cipta Kerja harus menciptakan iklim investasi yang
kondusif, terutama untuk investasi di bidang infrastruktur padat karya. Ini akan menarik
investasi asing dan menciptakan lapangan kerja yang dibutuhkan oleh masyarakat. Penting
bagi pemerintah untuk memperhatikan dan mengakomodasi isu-isu ini dalam UU Cipta
Kerja. Jika tidak, upaya pemerintah untuk meningkatkan investasi asing di Indonesia tidak
akan berhasil. UU Cipta Kerja sendiri memuat perubahan yang mencakup 11 klaster, yaitu:
1) Penyederhanaan Perizinan, 2) Persyaratan Investasi, 3) Ketenagakerjaan, 4) Kemudahan,
Pemberdayaan, dan Perlindungan UMKM, 5) Kemudahan Berusaha, 6) Dukungan Riset dan
Inovasi, 7) Administrasi Pemerintahan, 8) Pengenaan Sanksi, 9) Pengadaan Lahan, 10)
Investasi dan Proyek Pemerintah, dan 11).(Surya & Satu, 2021)

Solusi Mengatasi Pengangguran di Indonesia

Diagram: Pendapat responden mengenai berkurangnya jumlah pengangguran


Dari tabel diatas kita dapat menyimpulkan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta
Kerja) dianggap oleh pemerintah sebagai salah satu solusi untuk mengatasi pengangguran
di Indonesia. Tetapi 48,5 % dari 33 responden menjawab tidak, UU ini dirancang dengan
tujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja baru.
Beberapa argumen yang mendukung pandangan ini adalah sebagai berikut:
1. Mendorong Investasi: UU Cipta Kerja mengusahakan deregulasi dan
menyederhanakan perizinan yang bertujuan buat menaikkan daya tarik
investasi baik asal pada juga luar negeri. dengan investasi yang meningkat,
dibutuhkan akan terjadi pertumbuhan sektor ekonomi yang berimbas di
pembukaan lapangan kerja baru
2. Kemudahan Berusaha: UU Cipta Kerja berupaya buat mempermudah proses
berusaha dan menjalankan bisnis di Indonesia. Dengan perubahan peraturan
yang mengurangi birokrasi serta mempercepat proses perizinan, diperlukan
akan mendorong pelaku usaha untuk memperluas bisnis mereka dan
membangun lapangan kerja baru.
3. Fleksibilitas Ketenagakerjaan: UU ini mengatur fleksibilitas dalam
ketenagakerjaan, seperti memperbolehkan perpanjangan kontrak kerja,
mengatur hubungan kerja, serta menyampaikan insentif bagi perusahaan
buat memakai tenaga kerja kontrak. diharapkan dengan fleksibilitas ini,
perusahaan akan lebih mudah menyesuaikan kebutuhan tenaga kerja mereka
sesuai dengan kondisi pasar dan ekonomi.
Namun, perlu dicatat bahwa pandangan ini tidaklah tanpa kontroversi. banyak kritik yang
menyatakan bahwa UU Cipta Kerja tidak sepenuhnya mengklaim perlindungan energi kerja
serta bisa mengurangi hak-hak pekerja. Sejumlah pihak juga meragukan bahwa UU ini akan
secara signifikan mengatasi masalah pengangguran di Indonesia, mengingat masih banyak
faktor lain yang perlu diperhatikan, seperti pendidikan, keterampilan, infrastruktur, dan
lainnya.

Aksi Demo Penolakan UU Cipta Kerja


Dari data yang ditunjukan pada gambar dibawah 67,7% responden mendukung
bahwa terjadinya demo yang terjadi untuk penolakan UU Cipta Kerja. Sedangkan senilai
32,3% responden menilai bahwa demo tidak harus dilakukan.

Diagram: Pro ataupun kontra mengenai adanya demo


Protes terhadap Omnibus Law, juga dikenal sebagai UU Cipta Kerja, merupakan
hasil dari perbedaan kepentingan antara pemerintah dan masyarakat umum. Tuntutan
buruh agar Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perppu) untuk mencabut undang-undang tersebut memicu aksi demonstrasi oleh buruh di
berbagai wilayah, termasuk Surabaya dan sekitarnya. Aksi protes melibatkan berbagai
kelompok, seperti Aliansi Buruh Se-Surabaya. Baik pemerintah maupun pengusaha
memiliki kewenangan dan kekuasaan untuk menetapkan regulasi guna menjaga ketertiban
dalam masyarakat. Namun, dalam kasus ini, keempat pihak tersebut memaksakan
persetujuan segera terhadap UU Cipta Kerja.
Pihak-pihak ini memiliki kepentingan yang berbeda dengan masyarakat sipil, yang
menyebabkan konflik yang berujung pada aksi protes. Menurut Teori Konflik oleh Ralf
Dahrendorf, Lembaga Eksekutif, Satuan Tugas, Lembaga Legislatif, dan Pengusaha
merupakan kelompok kepentingan. Lembaga Eksekutif, sebagai kelompok dominan,
merekrut Satuan Tugas, Lembaga Legislatif, dan Pengusaha, yang mewakili kepentingan
masing-masing. Akibatnya, terjadi konflik antara masyarakat sipil atau buruh. Omnibus
Law berpotensi melanggar hak asasi manusia, terutama dalam hal hak kerja dan hak di
tempat kerja, menurut Amnesty International.(Gultom & Fauzi, 2021)
Buruh dengan tegas menolak Omnibus Law karena sangat merugikan mereka. Selain
itu, penyusunan undang-undang tersebut tidak melibatkan kontribusi dari para pekerja.
Beberapa pasal dalam undang-undang tersebut dapat menyebabkan pelanggaran hak asasi
manusia, memberikan kesempatan kepada perusahaan dan korporasi untuk
mengeksploitasi buruh. Di antara banyak pasal yang bermasalah, terdapat tujuh pasal yang
sangat mengancam. Pertama, penghapusan UMK bersyarat dan UMSK. Kedua,
pengurangan pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan, dengan 19 bulan dibayar oleh
perusahaan dan 6 bulan dibayar oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS
Ketenagakerjaan). Ketiga, pekerjaan seumur hidup tanpa batasan. Keempat, tidak ada
batasan kontrak kerja atau kontrak seumur hidup. Kelima, jam kerja yang dapat
dieksploitasi. Keenam, hak cuti dan upah cuti hilang. Ketujuh, jaminan pensiun dan
kesehatan hilang bagi pekerja kontrak dan pekerja outsourcing seumur hidup.
Masyarakat, terutama buruh, sangat menentang UU Cipta Kerja ini karena akan
berdampak langsung pada kehidupan mereka. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan
sosial dalam masyarakat. Hak-hak mereka terancam dan sulit untuk dipenuhi. Menurut
Teori Konflik Talcott Parsons, hal ini terjadi karena adanya sistem-sistem yang tidak
berfungsi dengan baik dalam masyarakat, terutama dalam hal status dan hak-hak yang
tidak terjamin. Oleh karena itu, buruh merasa hak-hak mereka terancam, yang akhirnya
memicu konflik antara kepentingan pemerintah dan masyarakat. Selain itu, aksi protes ini
juga dipengaruhi oleh tekanan dari masa lalu atau masalah yang belum terselesaikan.
Sebelumnya, pada tanggal 8-10 Oktober, telah terjadi aksi demonstrasi yang menuntut
Presiden Jokowi menerbitkan Perppu untuk mencabut UU Cipta Kerja di depan Gedung
DPRD Jatim.(Gultom & Fauzi, 2021)
Aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja juga direncanakan akan dilakukan di
Gedung Grahadi Surabaya pada tanggal 20 Oktober 2020. Aksi protes ini disebabkan oleh
kekecewaan massa terhadap pemerintah pusat yang tidak memenuhi tuntutan buruh untuk
menerbitkan Perppu. Meskipun sebelumnya perwakilan buruh telah bertemu dengan
Menkopolhukam Mahfud MD dan Gubernur Jatim Khofifah untuk meminta agar UU Cipta
Kerja dicabut melalui Mahkamah Konstitusi (MK), tuntutan ini tidak diakomodir oleh
pemerintah. Para buruh yang akan melakukan aksi protes ini merasa kecewa terhadap
pemerintah, karena sebelumnya tuntutan mereka telah didengar namun tidak diakomodir.
Konflik ini muncul dari benturan antara kebutuhan pemerintah untuk menerapkan UU
Cipta Kerja dan penolakan dari kalangan buruh dan mahasiswa.(Gultom & Fauzi, 2021)

Perlindungan Bagi Buruh Pada UU Cipta Kerja


RUU Cipta Kerja dianggap buruh sebagai Undang-Undang yang hanya
mementingkan kepentingan investor dibandingkan pekerja-pekerja dalam negeri. Secara
substantsi, RUU Cipta Kerja mempunyai dampak yang paling besar pada masyarakat luas
terutama kaum buruh serta pekerja dibandingkan RUU lainnya. Maka dari itu serikat
buruh dan pekerja dengan didukung oleh seluruh mahasiswa Indonesia melakukan
penolakan besar -besaran terhadap diputuskannya RUU Cipta Kerja. menurut masyarakat,
Pemerintah dan dpr dianggap kejar tayang dalam menyelesaikan Omnibuslaw RUU Cipta
Kerja ini. RUU ini diharapkan mampu menarik investor-investor asing supaya dapat
menanamkan modal di Indonesia sehingga dapat meningkatkan taraf perekonomian
masyarakat.

Diagram: Perlindungan pada buruh


Pemerintah serta Badan legislatif dewan perwakilan rakyat RI juga sempat menunda
pembahasan RUU Cipta Kerja setelah mendapat perintah dari presiden jokowi dikarenakan
menjawab respon dari tuntutan buruh yang keberatan dengan beberapa pasal pada RUU
Cipta Kerja. Beberapa pasal yang tertera pada Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini dianggap
serikat buruh akan merugikan posisi mereka saat ini, salah satu yang menjadi sorotan yaitu
penghapusan Upah Minimum Kerja yang akan diganti oleh UMP yang dimana UMP ini
mampu menyebabkan gaji para pekerja menjadi lebih rendah daripada sebelumnya. Selain
itu, para buruh juga mempermasalahkan pasal 79 pada RUU Cipta Kerja yang dimana
dalam pasal tersebut menyatakan bahwa istirahat hanya 1 kali seminggu. Hal ini berarti
pemerintah memberikan kewajiban kepada pengusaha untuk memberikan waktu istirahat
kepada buruh hanya sekali saja sehingga menyebabkan waktu istirahat buruh berkurang.
Beberapa ketentuan-ketentuan lainnya juga dianggap kontroversial seperti masalah pekerja
kontrak, upah, pesangon, prosedur PHK serta jaminan sosial.(Kartikasari & Fauzi, 2021)
PENUTUP
Kesimpulan
Tingkat pengetahuan masyarakat tentang UU Cipta Kerja: 87,1% dari 32 responden
menyatakan bahwa mereka mengetahui apa itu UU Cipta Kerja atau Omnibus Law,
sedangkan 12,9% menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui atau tidak tahu. Respon
terhadap investor asing: 71% responden menyatakan bahwa menariknya investor asing
tidak menjamin bahwa masyarakat akan mendapatkan keuntungan dari adanya investor
tersebut. Mereka menyatakan skeptis terhadap peran investor asing dalam berbagai sektor
dan dampaknya terhadap ekonomi, lapangan kerja, dan teknologi. Pendapat terkait UU
Cipta Kerja sebagai solusi pengangguran: 48,5% responden menyatakan bahwa UU Cipta
Kerja tidak dianggap sebagai solusi untuk mengatasi pengangguran di Indonesia. Mereka
berpendapat bahwa UU ini tidak banyak membahas upaya peningkatan produktivitas kerja
dan tidak memberikan perlindungan yang memadai bagi pekerja. Pendapat terhadap aksi
demo penolakan UU Cipta Kerja: 67,7% responden mendukung adanya demo sebagai
bentuk penolakan terhadap UU Cipta Kerja, sementara 32,3% responden menyatakan bahwa
demo tidak perlu dilakukan. Kontroversi terkait UU Cipta Kerja: Terdapat kritik terhadap
UU Cipta Kerja yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut tidak sepenuhnya
melindungi hak-hak pekerja dan dapat mengurangi hak-hak mereka. Beberapa pihak juga
meragukan bahwa UU ini akan secara signifikan mengatasi masalah pengangguran di
Indonesia.
Dengan demikian, data dari kuesioner menunjukkan bahwa terdapat beragam
pandangan dan respon dari masyarakat terkait UU Cipta Kerja atau Omnibus Law. Ada
yang mendukung, ada yang skeptis, dan ada pula yang menolak undang-undang tersebut.

Saran
RUU Cipta Kerja yang diciptakan oleh pemerintah sebenarnya mempunyai dampak
positif yang banyak daripada dampak negatifnya. Tetapi masyarakat masih kurang terbuka
dalam menerima kebijakan tersebut. Pemerintah sebagai lembaga yang memimpin jalannya
pemerintah juga seharusnya memberikan arahan serta penjelasan kepada masyarakat
mengenai RUU Cipta Kerja tersebut agar masyarakat juga bisa memahami bagaimana
maksud dan tujuan pemerintah dalam menciptakan Undang-Undang tersebut serta apa
manfaat yang didapatkan setelah melaksanakan apa yang tertera pada Undang-Undang
tersebut. Sebagai masyarakat yang baik, kita harus selalu bisa menerima bentuk perubahan
yang sedang terjadi di kehidupan kita, karena pemerintah juga tidak mungkin melakukan
perubahan untuk masyarakat ke arah yang lebih buruk daripada sebelumnya, kita sebagai
masyarakat juga harus bisa open minded dalam menerima suatu perubahan yang ada di
dalam kehidupan kita.
DAFTAR PUSTAKA

Adhi Putra Satria. (2020). Sibernetika Talcott Parsons: Suatu Analisis Terhadap Pelaksanaan
Omnibus Law dalam Pembentukan UndangUndang Cipta Lapangan Kerja di Indonesia.
State Law Review (Vol. 2 No. 2) hlm. 111-117
Ali Dahwir. (2020). UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA DALAM PERSPEKTIF PEMIKIRAN
PHILIPPE NONET AND PHILIP SELZNICKMENGENAI HUKUM KONSERVATIF. Sol
Justicia (Vol. 3 No. 2) hlm 165-188
Bambang Arianto. (2021). Media Sosial sebagai Saluran Aspirasi Kewargaan: Studi Pembahasan
RUU Cipta Kerja. Jurnal PIKMA:Publikasi Media dan Cinema (Vol. 3 No. 2) hlm. 107-127
Fajar Kurniawan. (2020). Problematika Pembentukan RUU Cipta Kerja dengan Konsep Omnibus
Law pada Klaster Ketenagakerjaan Pasal 89 Angka 45 Tentang Pemberian Pesangon kepada
Pekerja yang di PHK. Jurnal Panorama Hukum (Vol. 5 No. 1).
Fitri, W., & Hidayah, L. (2021). Problematika terkait Undang-Undang Cipta Kerja di Indonesia:
Suatu Kajian Perspektif Pembentukan Perundang-Undangan. Jurnal Komunitas Yustisia, 4(2),
725-735.
Gultom, F., & Fauzi, A. M. (2021). Demo Penolakan RUU Cipta Kerja dalam Kacamata Teori
Konflik Sosiologi. DOKTRINA: JOURNAL OF LAW, 4(1), 53–67.
https://doi.org/10.31289/doktrina.v4i1.4868
I Gede Agus Kurniawan. (2022). Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Undang-Undang Cipta
Kerja Dalam Perspektif Filsafat Utilitarianisme. Jurnal USM Law Review (Vol. 5 No. 1)
Kartikasari, H., & Fauzi, A. M. (2021). Penolakan Masyarakat Terhadap Pengesahan Omnibus
Law Cipta Kerja dalam Perspektif Sosiologi Hukum. DOKTRINA: JOURNAL OF LAW, 4(1),
39–52. https://doi.org/10.31289/doktrina.v4i1.4482
Lilies Anisah. (2021). Dampak Sosial Omnibus Law Cipta Kerja Perspektif Sosiologi Hukum.
Jurnal Kepastian Hukum Dan Keadilan (Vol. 3 No. 1).
Osgar, O., & Matompo, S. (n.d.). KONSEP OMNIBUS LAW DAN PERMASALAHAN RUU CIPTA
KERJA.
Ramadhani, T. A., & Fauzi, A. M. (2020). Respon Masyarakat Surabaya terhadap Diputuskannya
RUU Cipta Kerja Oleh Pemerintah. Legalitas: Jurnal Hukum, 12(2), 221.
https://doi.org/10.33087/legalitas.v12i2.209
REFERENSI PANCASILA SEM 2 4. (n.d.).
Shalihah, F. (2017). PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) DALAM HUBUNGAN
KERJA MENURUT HUKUM KETENAGAKERJAAN INDONESIA DALAM PERSPEKTIF
HAM. In UIR Law Review (Vol. 01).
Surya, J., & Satu, K. (2021). Menimbang Efektivitas Undang-Undang Cipta Kerja Terhadap
Peningkatan Investasi Asing Article Abstract. In Jalan Surya Kencana (Vol. 12, Issue 1).

Anda mungkin juga menyukai