Anda di halaman 1dari 132

Sanksi Pelanggaran Pasal 113

Undang-Undang No. 28 Tahun 2014


Tentang Hak Cipta

1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran


hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin
Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran
hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin
Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran
hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah).
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA
Kajian Pemikiran dan Analisa Hukum
Tentang Omnibuslaw di Indonesia

Himpunan Mahasiswa Islam


Komisariat Hukum Universitas Brawijaya
bekerjasama dengan Penerbit Sambooks
Bunga Rampai
Omnibus Law Indonesia
oleh Bidang Penelitian dan Pengembangan HMI
Komisariat Hukum Universitas Brawijaya
Desain Sampul:
Rahardian Tegar Kusuma
Ketua Umum HMI Komisariat Hukum:
Zhafir Galang Arrisaputra
Sekretaris Umum:
Fazri Kurniansyah Hasibuan
Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan:
M. Rizky Novianto
Peninjau:
Nabila Aulia Rahma
Rizky Novianto
Iqbal Firdaus Kusdinar
Muhammad Fadhali Yusuf
Editor:
Fega Vande Sugita
Edo Adithama
Faris
Penata Letak:
Mega Na
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang
Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit Sambooks Publishing Co.
bekerjasama dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Komisariat Hukum Universitas Brawijaya
Cetakan pertama: Agustus 2021
© Sambooks Publishing Co.
Jl. Ikan Gurami Gg. II, Tunjungsekar,
Lowokwaru, Malang
Telp: 0813.1834.5914 / 0856.5577.0956
Email: sapa@sambooks.press
Laman resmi: www.sambooks.press
xiv + 113 hlm; 13,50 x 20,07 cm
ISBN: 978-3-3938-4090-3
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

KATA PENGANTAR

Muchamad Ali Safa’at

Pembentukan Undang-Undang Nomor


11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi
perhatian masyarakat Indonesia dari berb-
agai sudut pandang. Walaupun pemerintah
dan DPR menjadi satu kesatuan kekuatan
politik yang memproduksi UU Cipta Ker-
ja, namun kritik dan penolakan masyarakat
sangat besar yang secara nyata dimanifesta-
sikan melalui aksi unjuk rasa besar hampir
di seluruh wilayah Indonesia saat UU Cipta
Kerja disahkan di DPR.
Ada beberapa hal yang membuat UU Cip-
ta Kerja perlu dikritisi dan sejak awal memang
mengandung sejumlah persoalan. Pertama,
UU Cipta Kerja merupakan UU pertama yang
dibentuk dengan model Omnibus Law, satu
UU mengubah 82 UU dan mencabut 2 UU.
Hal itu ditempuh dengan dalih untuk menga-
tasi masalah hyper regulasi yang mengham-
bat investasi dan penciptaan lapangan kerja.
Namun tentu saja hal itu akan berpengaruh
terhadap tujuan dari UU lain yang diubah.
Pengaruh perubahan melalui UU Cipta Kerja

v
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

terhadap keutuhan UU lain sebagai kesatuan


sistem norma tidak pernah dipertimbangkan.
Kedua, UU Cipta kerja dibentuk dalam
waktu yang relatif singkat dan cenderung ter-
tutup. Pembahasan dalam waktu sekitar satu
tahun untuk mengubah 82 UU tentu merupa-
kan prestasi jika dibanding waktu yang diper-
lukan untuk membahas UU lain yang tidak
kalah penting, misalnya RUU KUHP yang su-
dah puluhan tahun. Dalam proses pembaha-
san hingga pengesahan UU Cipta Kerja juga
muncul kontroversi, mulai dari jumlah pas-
al hingga teknis penormaan yang sangat el-
ementer. Tidak pernah ada penjelasan yang
memberikan kepastian atas berbagai kontro-
versi tersebut.
Ketiga, pembentukan yang super cepat
dan cenderung tertutup terhadap materi yang
berorientasi pada investasi memunculkan
analisis adanya kekuatan modal di belakang
pembentukan UU Cipta Kerja. Kekuatan
modal yang menguasai atau menggunakan
kekuasaan politik untuk menjaga akumulasi
kekayaan.
Walaupun UU Cipta Kerja telah menjadi
bagian dari hukum positif yang harus diteri-
ma dan dijalankan, namun catatan dan kritik
tetap diperlukan sebagai evaluasi dan pembe-
lajaran dalam pembentukan UU di masa de-
pan, sekaligus guna menjaga pelaksanaan UU
Cipta Kerja agar tidak eksesif.

vi
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Buku ini ditulis oleh para mahasiswa


yang menyuguhkan kritisi atas UU Cipta Ker-
ja. Kritisi ini tentu menjadi bagian dari ar-
gumentasi atas aksi penolakan terhadap UU
Cipta Kerja. Buku ini menjadi salah satu buk-
ti kenaifan argumentasi beberapa kalangan
bahwa penolakan mahasiswa terhadap UU
Cipta Kerja adalah karena belum membaca.
Selamat menikmati.

Malang, 17 Juni 2021

Muchamad Ali Safa’at

vii
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

KATA PENGANTAR

M. Zhafir Galang

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020


tentang Cipta Kerja telah menimbulkan ge-
jolak dalam masyarakat. Pasalnya, sejak
pemerintah menginisiasi penyusunan Ran-
cangan Undang-Undang Cipta Kerja yang ber-
tujuan untuk menyederhanakan undang-un-
dang yang sudah ada guna mempercepat arus
pertumbuhan investasi di negara ini justru
menuai gelombang protes dan aksi demon-
trasi dari kelompok masyarakat sipil yang
terdiri dari buruh, mahasiswa, lembaga swa-
daya masyarakat dan lain sebagainya hampir
di seluruh daerah sebagai bentuk penolakan
terhadap RUU Cipta Kerja.
Ada beberapa hal yang membuat Un-
dang-Undang Cipta Kerja mengalami peno-
lakan. Pertama, Undang-Undang Cipta Ker-
ja peraturan pertama yang dibentuk dengan
model Omnibus Law, dimana banyak klaster
Undang-Undang yang tidak berlaku lagi
setelah Undang-Undang Cipta Kerja ini disah-
kan dengan dalih menciptakan banyak lapa-
ngan kerja sementara pengerjaannya cend-

viii
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

erung terburu-buru dan sedikit partisipasi


publik.
Kedua, satgas Cipta Kerja yang dibentuk
pemerintah justru dipimpin kalangan pengu-
saha dengan anggota terdiri dari pengusaha
yang tergabung dalam kadin, perwakilan pe-
merintah dan akademisi. Meskipun terdapat
akademisi namun kelompok yang akan mera-
sakan langsung atas kebijakan ini sedikit
dilibatkan seperti buruh, organisasi lingkun-
gan, dan lain sebagainya. Bahkan gelombang
protes dari berbagai kelompok masyarakat ti-
dak didengarkan malah mendapat represifitas
dari aparat, maka terlihat secara jelas keber-
pihakan Pemerintah maupun DPR dalam ke-
bijakan tersebut.
Ketiga, berdasarkan survei Word Eco-
nomic Forum korupsi menduduki peringkat
pertama dari 16 faktor penghambat investa-
si di Indonesia. Hal ini seharusnya menjadi
perhatian serius Pemerintah dalam melaku-
kan pemberantasan korupsi daripada mem-
buat Undang-Undang Cipta Kerja dalam wak-
tu yang singkat dan terburu-buru. Komitmen
Pemerintah dalam melakukan Pemberantasan
korupsi justru semakin dipertanyakan keti-
ka adanya Revisi Undang-Undang KPK yang
menuai gelombang protes oleh masyarakat
karena adanya revisi undang-undang terse-
but semakin melemahkan kinerja KPK.

ix
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)


Cabang Malang Komisariat Hukum Brawijaya
secara prinsip menolak Undang-Undang Cipta
Kerja karena dalam proses penyusunan hing-
ga pengesahan yang tertutup, terburu-buru
dan minim partisipasi publik. Banyak juga
pasal-pasal yang bermasalah bagi kepentin-
gan buruh, lingkungan dan lain sebagainya.
HMI Komisariat Hukum Brawijaya yang se-
lalu berpartisipasi aktif dalam pembangunan
nasional memanifestasikannya dalam bentuk
buku ini, semoga bisa menjadi kritik kon-
struktif kedepan serta setia dalam memper-
juangkan kaum mustadh’afin.

Malang, 17 Juni 2021


Ketua Umum HMI
Komisariat Hukum Brawijaya

M. Zhafir Galang

x
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................. v
Kata Pengantar.......................................... viii
Daftar Isi..................................................... xi
Daftar Gambar.......................................... xiii
1. Analisis Yuridis Undang-Undang
“Omnibus Law” Nomor 11 Tahun 2020
Tentang Cipta Kerja................................1
2. Catatan Kritis Perumusan Sanksi Pidana
dan Ketentuan Penutup pada UU Cipta
Kerja.....................................................13
3. Implikasi Penghapusan Konsep Strick
Liability Dalam Undang-Undang Cipta
Kerja di Indonesia.................................25
4. Undang-Undang Cipta Kerja Mendorong
Perkembangan UMKM..........................41
5. Analisis Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
Mengenai Persyaratan Investasi............53

xi
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

6. Analisis Proses Legislasi dalam


Pembentukan Undang-Undang di
Indonesia..............................................71
7. Disharmonisasi Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
Terhadap Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan...........83
Daftar Pustaka......................................... 102

xii
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Realisasi Penanaman Modal Asing


(PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN).......................................................56
Gambar 2. Porsi PMA terhadap PDB...........57

xiii
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

ANALISIS YURIDIS UNDANG-


UNDANG “OMNIBUS LAW” NOMOR
11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA
KERJA

Nabila Aulia Rahma

P
erlindungan dan pengakuan terhadap
Hak Asasi Manusia merupakan salah
satu ciri-ciri negara yang berdasarkan
atas hukum.1 Indonesia merupakan negara
berdasarkan hukum, sesuai dengan Pasal 1
ayat (3) UUD NRI 1945 yang berbunyi :”Nega-
ra Indonesia adalah negara hukum.” Menurut
Soerjono Soekanto, tata hukum terdiri dari
struktur dan proses perangkat kaidah-kaidah
hukum yang berlaku pada suatu waktu dan
tempat tertentu serta berbentuk tertulis.2
Sebagai negara hukum, peraturan perun-
dang-undangan tertulis menjadi hal yang sub-
stansial untuk mengatur semua permasalah-
an-permasalahan yang terjadi di masyarakat.
Sebagai sebuah produk hukum, peraturan
perundang-undangan dibuat dalam proses
1 Sri Rahayu Wilujeng, “Hak Asasi Manusia: Tinjauan dari Aspek
Historis dan Yuridis”, Jurnal Humanika, Vol. 18 No. 2 Edisi Juli-
Desember 2013, Fakultas Ilmu Budaya UNDIP: Semarang, hlm. 162
2 Soerjono Soekanto, Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat, (Jakarta:
Rajawali, 1979), hlm. 43.

1
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

dan teknis penyusunan yang taat asas hu-


kum oleh lembaga-lembaga yang berwenang,
dalam hal ini Presiden dan Dewan Perwakilan
Rakyat. Maka, peraturan perundang-undan-
gan dapat diartikan sebagai peraturan tertulis
yang memuat norma hukum yang mengikat
secara umum dan dibentuk atau ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan.3
Namun, tujuan utama dibentuknya
peraturan perundang-undangan untuk mem-
beri kepastian hukum belum tercapai saat ini.
Hal ini dikarenakan, banyak tumpang tindih
peraturan, baik di tingkat hierarki yang sama
atau dengan peraturan dibawahnya. Saat ini,
terdapat lebih dari 42.000 aturan yang terdiri
atas undang-undang, peraturan pemerintah,
peraturan presiden, peraturan menteri hing-
ga peraturan gubernur, bupati dan walikota
di daerah.4 Banyaknya aturan yang tersebar
di berbagai sektor dan dibuat secara parsial
tersebut membuat pemerintah menjadi lam-
bat dalam mengambil keputusan. Hal inilah
yang menjadi salah satu penyebab minimnya
investasi asing di Indonesia.
Hal ini sesuai dengan laporan Bank Dun-
ia mengenai peringkat kemudahan berusaha
(easy of doing business/EoDB) di seluruh neg-
3 Pasal 1 Ayat 2 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
4 Agustiyanti, Jokowi Sebut 42 Ribu Aturan Hambat RI Ikuti
Perubahan Global, ttps://www.cnnindonesia.com/ekono
mi/20171024125609-92-250596/jokowi-sebut-42-ribuaturan-
hambat-ri-ikuti-perubahan-global, Selasa, 24/10/2017, diakses
pada tanggal 27 Februari 2020

2
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

ara, dimana Indonesia saat ini berada di per-


ingkat 91 dari 106 negara.5 Bank Dunia men-
gukur kemudahan berusaha berdasarkan 10
indikator dengan bobot yang sama, yaitu ter-
kait terkait kemudahan memulai bisnis (start-
ing a business), perizinan konstruksi (dealing
with construction permit), pendaftaran ban-
gunan (registering property), pembayaran pa-
jak (paying taxes), pengurusan kredit (getting
credit), ketaatan pada kontrak (enforcing con-
tract), akses terhadap listrik (getting electrici-
ty), perdagangan lintas batas (trading across
border), penyelesaian kepailitan dan keaman-
an investor minoritas (resolving insolvescy
an protecting minority investors). Diantara 10
indikator tersebut, yang mendapat penilaian
paling buruk adalah indikator kemudahan
memulai bisnis, izin konstruksi, pendaftaran
bangunan, pembayaran pajak, ketaatan pada
kontrak dan perdagangan lintas batas.6 Lapo-
ran Bank Dunia tersebut mengindikasikan
berbagai persoalan regulasi di masing-masing
sektor, yang menjadi faktor penghambat ke-
majuan ekonomi di Indonesia. Adapun penye-
bab terjadinya disharmonisasi dan tumpang
tindih peraturan perundang-undangan di In-
donesia antara lain :
1. Penyusunan peraturan peerundang-un-
dangan bergantung pada rezim pemer-
5 http://katadata.co.id/berita/2017/05/09/jelanglawatan-tim-surv
ei-bank-dunia-kemudahan-berbisnis diakses tanggal 27 Februari
2020
6 Ibid

3
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

intahan yang berkuasa, sehingga sering


berubah dan tidak berkelanjutan
2. Pembentuk peraturan perundang-un-
dangan kurang menguasai permasalah-
an secara utuh, karena setiap instansi
memiliki tujuannya masing-masing, seh-
ingga pembuatan aturan lebih berorien-
tasi kepada tujuan tiap instansi (bersifat
egosentris dan parsial)
3. Masih kurangnya akses masyarakat un-
tuk berpartisipasi dalam penyusunan
Rancangan peraturan perundang-un-
dangan
4. Lemahnya koordinasi antara instansi
terkait.
Maka, akibat dari hal-hal diatas ada-
lah terjadinya ketidak pastian hukum dalam
bidang ekonomi dan investasi, pelaksanaan
peraturan perundang-undangan yang tidak
efektif dan efisien, terjadinya perbedaan in-
terpretasi terhadap suatu peraturan perun-
dang-undangan dan hukum sebagai pedoman
masyarakat dan pemerintah menjadi tidak
berfungsi sebagaimana mestinya.7
Oleh karena itu, untuk mengatasi per-
masalahan tersebut, Pemerintah mengesah-
kan Undang undang Nomor 11 Tahun 2020
7 Pembentukan Regulasi Badan Usaha Dengan Model Omnibus Law
Henry Donald Lbn. Toruan, Fakultas Hukum Universitas Kristen
Indonesia, Jurnal Hukum Tô-Râ, Vol. 3 No. 1, April 2017

4
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

tentang Cipta kerja dengan menggunakan


metode pembentukan Omnibus. Sejatinya,
konsep Omnibus Law hanya dikenal dalam
sistem hukum common law dan tidak dike-
nal dalam sistem hukum civil law. Definisi
omnibus law dimulai dari kata omnibus. Kata
omnibus berasal dari bahas latin dan berarti
untuk semuanya. Di dalam Black Law Dictio-
nary Ninth Edition Bryan A.Garner disebutkan
bahwa “omnibus: relating to or dealing with nu-
merous object or item at once; inculding many
thing or having varius purposes”, dimana art-
inya berkaitan dengan atau berurusan dengan
berbagai objek atau item sekaligus; termasuk
banyak hal atau memiliki berbagai tujuan.
Bila digabung dengan kata Law, dapat didefi-
nisikan Omnibus Law sebagai hukum untuk
semua.8 Maka, secara umum dapat ditarik
kesimpulan bahwa omnibus law merupakan
sebuah undang-undang yang mengatur berb-
agai macam materi muatan, baik yang saling
berkaitan langsung maupun tidak langsung,
demi mencapai suatu tujuan tertentu.9 Untuk
mencapai tujuan tersebut, materi omnibus
law umumnya akan sekaligus memperjelas
kewenangan dan koordinasi antar instansi,
memperbaiki kesalahan atau inkonsistensi
8 file:///C:/Users/User44/Documents/Omnibus%20law/KONSEP
TUALISASI%20OMNIBUS%20LAW.pdf diakses tanggal, 27 Februari
2020
9 htp://www.duhaime.org/LegalDictonary/Category/Parliamentary
Law.aspx, diunduh 9 Januari 2020; Michel Bédard, Omnibus Bills:
Frequently Asked Questons, Background Paper, Publicaton No.
2012-79-E Otawa, Canada, Library of Parliament (2012); Glen S.
Krutz, Tactcal Manuevering on Omnibus Bills in Congress, American
Journal of Politcal Science, Vol 45, No 1 (January 2001)

5
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

peraturan yang sudah ada, atau mengubah


peraturan yang tidak kontroversial dan tidak
kompleks.10 Sementara Pemerintah sendi-
ri mengartikan omnibus law sebagai sebuah
peraturan perundang-undangan yang men-
gandung lebih dari satu muatan pengaturan
yang bertujuan untuk menciptakan sebuah
peraturan mandiri tanpa terikat dengan pera-
turan lain.11 Pengertian yang digunakan pe-
merintah ini mengandung permasalahan,
mengingat omnibus law seharusnya mencer-
minkan integrasi peraturan dan berorientasi
untuk mengefektifan penerapan peraturan.12
Pemerintah menyatakan, Omnibus Law
Cipta Kerja diperuntukkan mendukung in-
vestasi dan pembangunan dengan menye-
derhanakan peraturan. Omnibus Law Cipta
Kerja berisi 11 golongan materi (cluster) yang
akan diatur di dalamnya, yaitu:13 penyederha-
naan perizinan tanah, persyaratan investasi,
ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindun-
gan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan
riset dan investasi, administrasi pemerintah-
an, pengendalian lahan, kemudahan proyek
pemerintah, dan kawasan ekonomi khusus.
Adapun informasi tentang jumlah undang-un-
10 Ibid
11 PPT Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik
Indonesia pada FGD mengenai Penyiapan Omnibus Law Ekosistem
Investasi (kemudahan Investasi), 27 Februari 2020
12 Maria Farida Indrat, “Dapatkah Undang-Undang Omnibus
menyelesaikan Masalah Tumpang Tindihnya Peraturan Perundang-
undangan?”, RDPU Baleg, 27 Februari 2020
13 1 htps://news.detk.com/berita/d-4837745/ini-11-cluster-omni
bus-law-uu-cipta-lapangan-kerja diakses 27 Februari 2020

6
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

dang lain yang dikaji untuk diselaraskan/


digabung/dihapus lewat Omnibus Law Cip-
ta Kerja berbeda-beda. Menteri Hukum dan
HAM mengatakan ada 74, sementara Menteri
Koordinator bidang Perekonomian menga-
takan ada 71.14 Sementara itu, Presiden me-
merintahkan agar naskah akademik dan draft
RUU Omnibus Law Cipta Kerja dirampungkan
dalam kurun waktu 100 hari.15 Dengan ban-
yaknya materi yang akan dimasukkan dalam
Omnibus Law Cipta Kerja sedangkan waktu
yang diberikan pemerintah hanya 100 hari,
besar kemungkinan kelemahan perancangan
omnibus law akan terjadi.
Salah satu kemungkinan kelemahan
tersebut adalah dinegasikannya aspek per-
lindungan lingkungan hidup. Omnibus Law
Cipta Kerja memang mengubah paradigma
perizinan berusaha, dari pendekatan berba-
sis izin menjadi pendekatan berbasis risiko,
serta menghapus izin-izin dan pesyaratan
yang dianggap dapat menghambat investa-
si. Lingkungan hidup dianggap sebagai salah
satu risiko dalam perizinan usaha. Sebagai
konsekuensi, pengaturan terkait perlindun-
gan lingkungan hidup tampaknya menjadi
target utama yang ingin diubah dan diseder-
14 PPT Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik
Indonesia pada FGD mengenai Penyiapan Omnibus Law Ekosistem
Investasi (kemudahan Investasi), 27 Februari 2020
15 Berbagai media. Antara lain: htps://bisnis.tempo.co/read/
1295478/jokowi-targetkan-draf-omnibus-lawselesai-sebelum-100-
hari-kerja; htps://nasional.kontan.co.id/news/uu-omnibus-law-
ditarget-rampung-100- hari-setelah-masuk-ke-dpr.

7
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

hanakan. Perubahan tersebut meliput hal-hal


sebagai berikut:16
a. Menggolongkan persyaratan izin usaha/
kegiatan berdasarkan besarnya risiko
terhadap kesehatan, keselamatan ker-
ja, dan lingkungan (K3L) menjadi usaha
yang beresiko rendah, menengah dan
tnggi. Usaha/Kegiatan dengan risiko
rendah hanya perlu pendafaran. Usaha/
Kegiatan dengan risiko menengah perlu
izin usaha dan studi dampak lingkungan
berupa pengisian dokumen Upaya Pen-
gelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-
UPL) yang dibuat standarnya oleh pe-
merintah. Usaha/Kegiatan dengan risiko
tnggi perlu izin usaha dan studi dampak
lingkungan serupa Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan hidup (Amdal) den-
gan Kerangka Acuan yang dibuat stan-
darnya oleh pemerintah.
b. Menghilangkan terminologi Izin Lingkun-
gan dan Izin Lingkungan tdak lagi men-
jadi syarat penerbitan Izin Usaha.
c. Memperkuat pengawasan dengan meng-
utamakan pendekatan pembinaan dalam
merespon pelanggaran.
d. Meniadakan sanksi pidana bagi pelang-
16 Hukum Dan Kebijakan Lingkungan Dalam Poros Percepatan
Investasi: Catatan Terhadap Wacana Omnibus Law Cipta Lapangan
Kerja, Icel Indonesia, 2020

8
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

garan izin. Pelanggaran ini hanya dike-


nakan sanksi administrasi.
e. Membatasi keterlibatan masyarakat.
Maka, dapat dilihat bahwasanya Peren-
canaan Omnibus Law Cipta Kerja ini terbu-
ru-buru dan tertutup. Hal ini dapat dilihat
dari absennya upaya pemerintah untuk mel-
ibatkan publik, terutama dari kalangan or-
ganisasi masyarakat sipil dan serikat buruh.
Sebab, Satgas Omnibus Law Cipta Kerja yang
dibentuk pemerintah dipimpin kalangan pen-
gusaha dengan anggota dari pengusaha, per-
wakilan pemerintah dan akademisi. Kebijakan
yang diterbitkan tanpa melibatkan partisipa-
si publik akan melahirkan kebijakan yang
diskriminatif. Maka, kecil kemungkinan Om-
nibus Law Cipta Kerja ini bakal mengakomo-
dir kepentingan buruh dan keluarganya kare-
na perwakilan mereka tidak dilibatkan dalam
pembahasan. Omnibus Law Cipta Kerja ber-
potensi melanggar hak warga negara terutama
buruh dan keluarganya yang dijamin konsti-
tusi. Pasal 28D ayat (2) UUD Tahun 1945 yang
menyebut setiap orang berhak untuk bekerja
serta mendapat imbalan dan perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja. Sebali-
knya, dalam Omnibus Law Cipta Kerja, sejum-
lah pasal yang berkaitan kesejahteraan buruh
yang selama ini dijamin Undang-Undang No-
mor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
akan dikurangi atau dihapus. Di antaranya,

9
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

upah minimum, fleksibilitas hubungan kerja


dan pesangon. Menyadari kebijakan Omni-
bus Law Cipta Kerja ini muncul lantaran poli-
tik hukum yang diusung Pemerintah saat ini
mengutamakan investasi dan infrastruktur
demi pertumbuhan ekonomi.
Secara teori perundang-undangan di In-
donesia, kedudukan Undang-Undang dari
konsep omnibus law belum diatur. Jika me-
lihat sistem perundang-undangan di Indone-
sia, Undang-Undang hasil konsep omnibus
law bisa mengarah sebagai Undang-Undang
Payung karena mengatur secara menyeluruh
dan kemudian mempunyai kekuatan terha-
dap aturan yang lain. Tetapi, Indonesia jus-
tru tidak menganut konsep Undang-Undang
Payung karena posisi seluruh Undang-Un-
dang adalah sama secara teori peraturan pe-
rundang-undangan, sehingga kedudukan Om-
nibus Law harus diberikan legitimasi dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 ten-
tang Pembentukan Peraturan Perundang-un-
dangan. Namun jika tidak dimungkinkan
melakukan perubahan Undang-Undang No-
mor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, maka hanya
melihat isi ketentuan di dalam omnibus law
tersebut, apakah bersifat umum atau detail
seperti Undang-Undang biasa. Jika bersifat
umum, maka tidak semua ketentuan yang
dicabut melainkan hanya yang bertentangan
saja. Tetapi jika ketentuannya umum, akan

10
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

menjadi soal jika dibenturkan dengan asas


lex spesialis derogat legi generalis (aturan
yang khusus mengesampingkan aturan yang
umum), karena dengan adanya omnibus law,
maka secara otomatis peraturan tingkat daer-
ah juga harus mematuhi aturan baru dari
konsep omnibus law.
Sejatinya bila omnibus law diterapkan,
tentu harus berdampak signifikan bagi per-
tumbuhan ekonomi yang lebih baik. Terdapat
Lima langkah yang harus dipenuhi para pem-
buat UU dalam penyusunan Undang-undang
Omnibus Law. Berikut lima langkah yang ha-
rus dilakukan pemerintah agar memastikan
UU Omnibus Law bisa efektif dan tidak dis-
alahgunakan. Pertama, Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) bersama pemerintah harus mel-
ibatkan publik dalam setiap tahapan peny-
usunannya. Luasnya ruang lingkup Omnibus
Law menuntut pihak pembuat UU menjang-
kau dan melibatkan lebih banyak pemangku
kepetingan yang terkait. Kedua, DPR dan pe-
merintah harus transparan dalam memberi-
kan setiap informasi perkembangan proses
perumusan Omnibus Law ini. Partisipasi dan
transparansi ini yang mutlak diperbaiki ber-
kaca dari proses legislasi yang menimbulkan
kontroversi belakangan seperti perumusan
revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan
Korupsi dan Revisi Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana. Ketiga, penyusun harus me-
metakan regulasi yang berkaitan secara rin-

11
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

ci. Keempat, penyusun harus ketat melaku-


kan harmonisasi baik secara vertikal dengan
peraturan yang lebih tinggi maupun horizon-
tal dengan peraturan yang sederajat. Kelima,
penyusun harus melakukan preview sebelum
disahkan. Preview ini diprioritaskan untuk
menilai dampak yang akan timbul dari UU
yang akan disahkan.

12
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

CATATAN KRITIS PERUMUSAN


SANKSI PIDANA DAN KETENTUAN
PENUTUP PADA UU CIPTA KERJA

Ikhsan Romansyah Gawi

S
ejak terpilih kembali sebagai Presiden
RI, Joko widodo telah memiliki visi un-
tuk membuka pintu seluas-luasnya bagi
para Investor yang ingin melakukan investasi
di Indonesia.17 Hal tersebut ditujukan untuk
mendongkrak perekonomian nasional. Demi
menunjang tujuan tersebut, maka segala
suatu hal yang berpotensi menghambat ma-
suknya Investor pun diperbarui salah satun-
ya yaitu Produk Hukum. Hadirnya UU No. 11
tahun 2020 tentang Cipta Kerja merupakan
buah dari keinginan pemerintah tersebut. Se-
bab, Undang-undang yang dirumuskan meng-
gunakan metode Omnibus itu mengubah se-
bagian ketentuan pada 79 Undang-undang
yang telah berlaku di Indonesia. Penggunaan
metode Omnibus juga dijadikan sebagai mo-
mentum untuk memangkas beberapa norma
yang dianggap tidak sesuai dengan perkem-
1 7 h t t p s : / / w w w . k o m p a s . c o m / t r e n / r e a d
/2019/10/20/151257765/5-visi-jokowi-untuk-indonesia?page=all,
diakses pada 22 Maret 2021 pukul 10.35 WIB

13
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

bangan zaman dan merugikan kepentingan


negara.18 Tak hanya itu, perubahan yang mel-
uas tersebut juga semata-mata ditujukan un-
tuk memuluskan jalannya Investor di Indone-
sia.
Berbagai jenis perubahan terhadap un-
dang-undang yang berlaku di Indonesia
dilakukan di UU Cipta Kerja. Tak terkecuali
pada perumusan sanksi pidana. Perumusan
sanksi pidana merupakan hal yang cukup
krusial mengingat fungisnya sebagai pengatur
kehidupan di masyarakat demi terpeliharanya
ketertiban. 19 Oleh karena itu kajian terhadap
perumusan sanksi Pidana tentu menjadi ba-
hasan yang penting.
Selain itu penulis juga akan menyoro-
ti pada pola perumusan Ketentuan Penutup
pada UU Cipta Kerja. Hal ini dikarenakan
Ketentuan Penutup yang memuat mengenai
Penunjukan Organ pelaksana, Status pera-
turan lama dan waktu mulai berlakunya un-
dang-undang serta merumuskan perintah
untuk menetapkan Jangka Waktu Penetapan
Peraturan Pelaksana. Berdasarkan uraian
diatas maka dapat ditarik beberapa rumu-
san masalah yang menarik untuk dibahas.
18 Dwi Kusumo Wardhani, “Disharmonisasi Antara RUU Cipta Kerja
BAB Pertanahan dengan Prinsip-prinsip UU Nomor 5 Tahun 1960
Tentang Peraturan Dasar-Dasar Pokok Agraria”, Jurnal Komunikasi
Hukum Universitas Pendidikan Ganesha, Vol 6 Nomor 2, Agustus
2020, hlm 440
19 Lavinia Mamoto, “Peranan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi
Penipuan Lewat SMS serta Penegakan Hukumnya”, Lex Crimen, Vol
5 No. 7, September 2016

14
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Pertama, Bagaimana Perumusan Sanksi Pi-


dana Pada UU Cipta Kerja berdasarkan ilmu
Hukum Pidana? Kedua, Bagaimana Perumu-
san Ketentuan Penutup pada UU Cipta Kerja
terhadap Penyesuaian Keberlakuan Hukum
Positif di Indonesia? Berbicara menge-
nai perumusan sanksi pidana pada UU Cip-
ta Kerja maka kita harus memahami bahwa
sejatinya UU Cipta Kerja bukan merupakan
Undang-Undang Pidana. Sehingga apabila UU
Cipta Kerja tersebut memuat suatu ketentuan
pidana maka terdapat persinggungan antara
Ketentuan Administrasi dengan Ketentuan
Pidana. Adanya mixing concept tersebut yang
kerap kita sebut sebagai Administrative Penal
Law atau Verwaltungs Straftrecht. 20
Apabila kita tarik dari sisi historis maka
kita akan mengetahui bahwa perumusan
Sanksi Pidana dalam Undang-undang se-
lain Undang-undang Pidana dilatarbelakan-
gi oleh keinginan negara untuk mewujudkan
masyarakat adil dan makmur (Sosial Wel-
fare Policy) sebagaimana yang diamanatkan
pada Pembukaan Undang-undang Dasar NRI
1945. Demi mencapai tujuan tersebut maka
diperlukan adanya kebijakan perlindungan
terhadap masyarakat (Sosial Defense Policy)
khususnya yang berkaitan dengan persoa-
lan-persoalan yang menyangkut tugas negara
20 Dika Yudanto, “Sinkronisasi Undang-Undang Administrasi
Pemerintahan Dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi
Dalam Penyelesaian Kasus Penyalahgunaan Wewenang Pejabat
Pemerintah di Indonesia”, Jurnal Serambi Hukum Vol 10 Nomor 2 ,
Agustus 2016, hlm 34

15
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

untuk mensejahterakan masyarakat. Demi


efektifnya kebijakan tersebut dikembangkan-
lah suatu kebijakan penegakan hukum den-
gan melakukan fungsionalisasi aspek hukum
pidana pada peraturan-peraturan yang bersi-
fat Administrasi.21
Sehingga dapat kita simpulkan bahwa
adanya konsep Administrative Penal Law dapat
kita katakan sebagai bentuk penegakan suatu
ketentuan pada Undang-undang yang bersifat
administrasi mengingat tujuan pemidanaan
yang menginginkan penjatuhan nestapa ter-
hadap pelaku yang melakukan tindak pidana
sehingga diharapkan adanya ketentuan ini
dapat mendorong Undang-Undang Admin-
istrasi agar lebih ditaati dan dapat berjalan
dengan efektif. Oleh karena perumusan sank-
si pidana dalam UU Cipta Kerja merupakan
bentuk Administrative Penal Law maka pe-
rumusannya harus memenuhi karakteristik
seperti Ultimum Remidium, Perumusan Jenis
Sanksi Pidana Dirumuskan Secara Alternatif
dan Sanksi Pidana Bersifat Substitusi Terha-
dap Penerapan Sanksi Lainnya.22
Berdasarkan pantauan penulis, terdapat
tiga catatan penting yang patut disoroti dari
perumusan sanksi pidana pada UU Cipta Ker-
ja, yang yaitu :
21 Maroni, “Pengantar Hukum Pidana Administrasi”, Lampung:CV
Anugrah Utama Raharja, 2015, hlm 25
22 Kertas Kebijakan Catatan Kritis Terhadap UU NO 11 TAHUN
2020 Tentang Cipta Kerja, Jogyakarta:Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada, 2020, hlm 96

16
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

1. Masih terdapat tumpang tindih antara


Sanksi Pidana dan Sanksi Administrasi
Satu hal yang patut disoroti dalam
perumusan sanksi Pidana pada UU Cip-
ta Kerja yakni masih terdapat Sanksi Pi-
dana dan Sanksi Administrasi yang di-
rumuskan secara tumpang tindih. Hal
ini dapat kita temukan dalam Pasal 50A
Kluster Kehutanan yang berbunyi :
(1) Dalam hal pelanggaran sebagaima-
na dimaksud pada pasal 50 ayat
(2) huruf c, huruf d dan/atau huruf e
dilakukan oleh orang perseorangan
atau kelompok masyarakat yang ber-
tempat tinggal di dalam dan/atau di
sekitar kawasan hutan paling singkat
5 (lima) tahun secara terus menerus
dikenai sanksi administratif.
Kemudian disisi lain Pelanggaran
yang sama seperti yang dirumuskan di-
atas juga diancam Pidana pada Pasal 78
Undang-Undang Kehutanan. Yang men-
jadi pembeda yaitu terletak pada Subjek
yang melakukan. Jika pada Pasal 50A
Subjek yang melakukan tindak pidana
pelanggaran adalah orang yang telah
tinggal disekitar kawasan hutan selama
5 (lima) tahun berturut-turut maka pada
Pasal 78 subjek yang melakukan tindak
Pidana yaitu setiap orang.

17
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Apabila membaca sekilas kedua hal


tersebut tentu bukan menjadi suatu ma-
salah. Namun, bila kita cermati secara
seksama, tidak terdapat penjelasan men-
genai makna “bertempat tinggal disekitar
kawasan hutan”. Padahal untuk mem-
bedakan hal tersebut menjadi penting
mengingat terdapat dua instrumen sank-
si yang dapat timbul tergantung dari
subjek yang melakukan.
2. Sanksi Pidana yang hukumannya tidak
sebanding dengan dampak yang ditim-
bulkan
Menurut Prof. Eddy OS Hiarej da-
lam Policy Brief FH UGM terhadap UU
Cipta Kerja menyatakan bahwa ukuran
nestapa yang dijatuhkan dengan adanya
tindak pidana sangat ditentukan oleh se-
berapa besar dampak yang ditimbulkan
dari Tindak Pidana tersebut.23 Salah satu
catatan kritis yang patut disoroti dari Pe-
rumusan Sanksi Pidana Undang-Undang
Cipta Kerja ini yaitu terdapat sanksi pi-
dana yang berbeda padahal dampak yang
ditimbulkan sama.
Hal ini tercermin dari Rumusan
Pasal 70 ayat (1) Tentang Penataan Ru-
ang yang dirumuskan sebagai berikut
Setiap orang yang memanfaatkan ruang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang
23 Ibid

18
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

dari pejabat yang berwenang sebagaima-


na dimaksud dalam Pasal 6I huruf b yang
mengakibatkan perubahan fungsi ruang
dipidana dengan pidana penjara pal-
ing lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp1.000.000.OO0,0O
(satu miliar rupiah). Penulisan Sanksi
Pidana diatas dirumuskan secara Kumu-
latif. Kemudian pada pasal yang sama
di ayat (3) dirumuskan sebagai berikut :
Jika tindak pidana sebagaimana dimak-
sud pada ayat (1) mengakibatkan kema-
tian orang, pelaku dipidana dengan pi-
dana penjara paling lama 15 (tima
belas) tahun atau denda paling ban-
yak Rp8.000.0O0.000,00 (delapan
miliar rupiah). Penulisan sanksi Pidana
pada ayat (3) diatas dirumuskan secara
alternatif. Perumusan alternatif seper-
ti ini tentu jauh lebih ringan dibanding
perumusan kumulatif Padahal dampak
yang ditimbulkan dari Tindak Pidana
yang dirumuskan dalam ayat (3) lebih
berat yaitu Kematian.
3. Disparitas Pidana
Masalah disparitas pemidanaan
menjadi pertanyaan utama yang ber-
kaitan erat dengan pertanyaan apakah
suatu putusan hakim sudah memenuhi
rasa keadilan. Muladi menyebutnya se-
bagai “disturbing issue” dalam berbagai

19
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Sistem peradilan pidana.24 Disparitas


pemidanaan dapat terjadi karena banyak
faktor. Beccaria, dalam adagium yang di-
rumuskannya sebagai “let punishment fir
the crime”, mengakui bahwa setiap per-
kara pidana memiliki karakteristiknya
sendiri yang disebabkan karena kondisi
pelaku, korban ataupun situasi yang ada
pada saat tindak pidana terjadi. Kare-
nanya hakim yang melihat perkara ini
tentu saja tidak dapat menutup mata da-
lam mempertimbangkan berbagai faktor
tersebut.25
Contoh paling mudah kita temukan
adanya disparitas pidana dalam UU Cipta Ker-
ja yakni pada bagian Pengelolaan Lingkungan
Hidup yang merumuskan ketentuan Pidana
maksimal pada tindak pidana yang menim-
bulkan kematian dihukum maksimal 1 (satu)
tahun penjara. Namun disisi lain pada Bagian
Perikanan, tindak pidana yang menyebabkan
kematian dihukum maksimal Pidana Penjara
selama 6 (enam) tahun. Disparitas semacam
ini pada suatu tindak pidana yang menim-
bulkan akibat yang sama merupakan bentuk
ketidakadilan dan harus segera diperbaiki.26
Tak berhenti sampai disitu permasala-
24 Eva Achjani, Proporsionalitas Penjatuhan Tindak Pidana,
Jurnal Hukum dan Pembangunan Vol. 41 No. 2, April-Juni 2011,
hlm 299
25 Ibid, hlm 300
26 Pemaparan Prof. Eddy OS Hiarej dalam acara Anotasi Hukum UU
Cipta Kerja, Pemaparan Kertas Kebijakan FH UGM atas UU Cipta
Kerja yang diselenggarakan pada 6 November 2020.

20
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

han pada UU Cipta Kerja yang penulis so-


roti, Selain pada perumusan sanksi pidana
nyatanya Undang-undang cipta kerja juga
meninggalkan sejumlah permasalahan Keten-
tutan Penutupnya. Kemudian pada ketentuan
penutup UU Cipta Kerja menjelaskan bahwa
Peraturan Pelaksana pada UU Cipta Kerja ha-
rus ditetapkan paling lambat 3 bulan sejak
berlakunya UU Cipta Kerja. Ketentuan penu-
tup yang dirumuskan seperti ini kerap kita
temukan pada Undang-undang manapun.
Namun, pada tataran penerapannya hal sep-
erti ini jarang dilaksanakan. Hal ini dikare-
nakan tidak ada konsekuensi hukum apabi-
la perintah membuat aturan tersebut tidak
dilaksanakan
Contohnya dapat dengan mudah kita
temukan pada Undang-Undang Nomor 18 Ta-
hun 2017 tentang Perlindungan Buruh Mi-
gran Indonesia. Pada Ketentuan Penutup Un-
dang-Undang tersebut dirumuskan bahwa
segala Peraturan Pelaksana pada UU itu ha-
rus ditetapkan maksimal dua tahun sejak Un-
dang-Undang tersebut berlaku. Namun pada
faktanya PP tentang aturan pelaksananaan
Perlindungan Buruh Migran pun tak kunjung
ditetapkan. Hal tersebut tentu menimbulkan
kekosongan dan ketidakpastian hukum. Pa-
dahal, Mekanisme tentang tata laksana Bu-
ruh Migran merupakan suatu hal yang urgent
mengingat banyaknya kasus kekerasan terh-
adap Buruh Migran Indonesia belakangan ini.

21
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Padahal, kebutuhan untuk segera men-


etapkan Peraturan Pelaksana pada UU Cipta
Kerja sangatlah genting. Hal ini terlihat bil-
amana kita tarik satu contoh pada kluster
Ketenagakerjaan dimana pada pasal 59 ayat
(4) Ketentuan Mengenai Jangka Waktu Per-
janjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Pada
Undang-undang Ketenagakerjaan, Ketentu-
an mengenai jangka waktu PKWT ditetap-
kan pada Undang-undang tersebut sehingga
tidak menimbulkan permasalahan. Sedang-
kan, pada UU Cipta Kerja Ketentuan men-
genai jangka waktu PKWT dirumuskan pada
Peraturan Pelaksananya. Hal ini mengakibat-
kan terjadinya kekosongan hukum mengenai
Jangka Waktu PKWT. Padahal jangka waktu
merupakan hal yang amat krusial dan sangat
penting bagi jenis PKWT. Pendelegasian atur-
an yang penting kedalam PP tersebut penulis
anggap sebagai suatu hal yang tidak tepat.
Berdasarkan beberapa permasalahan
pada Perumusan Sanksi Pidana dan Keten-
tuan Penutup yang telah penulis paparkan
diatas, penulis akan memberikan sedikit re-
komendasi dan saran yang mana ditujukan
kepada para akadmisi, Mahasiswa dan Peneli-
ti untuk dapat menjadikan tulisan ini sebagai
bahan penelitian dan kepada Pemerintah dan
Pemangku Kebijakan untuk dapat menciptak
reformasi hukum pada Undang-undang Cipta
Kerja sehingga dapat menciptakan kemakmu-
ran dan kesejahteraan masyarakat. Terkait

22
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Perumusan Sanksi Pidana yang mengand-


ung berbagai permasalahan salah satunya
menengenai Disparitas Pidana, Penulis mer-
ekomendasikan untuk segera menerbitkan
Perppu untuk mensinkronkan Sanksi Pidana
yang yang tersebar diberbagai sektor terse-
but. Sinkronisasi ini dilakukan untuk menye-
laraskan Sanksi Pidana pada Tindak Pidana
yang berdampak sama seperti Kematian dan
Melakukan perbaikan mengenai perumusan
Kumulatif dan Alternatif pada berbagai atur-
an.
Meskipun rekomendasi untuk menerbit-
kan perppu tersebut terdengar cukup berlebi-
han namun penulis rasa hal itu memenuhi
indikator untuk Presiden menerbitkan Perp-
pu. Sebagaimana bila mengutip pada Putusan
MK Nomor 138/PUU-VII/2009. Pada Putusan
tersebut MK memberikan tiga ukuran untuk
dapat diterbitkannya suatu Perppu yakni
a. Adanya keadaan yaitu kebutuhan
mendesak untuk menyelesaikan mas-
alah hukum secara cepat berdasarkan
Undang-Undang;
b. Undang-Undang yang dibutuhkan terse-
but belum ada sehingga terjadi kekoson-
gan hukum, atau ada Undang-Undang
tetapi tidak memadai;
c. Kekosongan hukum tersebut tidak
dapat diatasi dengan cara membuat

23
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Undang-Undang secara prosedur biasa


karena akan memerlukan waktu yang
cukup lama sedangkan keadaan yang
mendesak tersebut perlu kepastian un-
tuk diselesaikan;
Kemudian, mengenai Ketentuan Penu-
tup yang berisikan mengenai batas waktu
penetapan peraturan pelaksana, penulis ber-
pendapat bahwa batas waktu yang ditetapkan
Pada UU Cipta Kerja sulit untuk diterapkan.
Berkaca pada Undang-undang lain yang se-
cara konsisten melalaikan batas waktu pene-
tapan peraturan pelaksana tersebut. Sehing-
ga, batas waktu tiga bulan yang dirumuskan
dalam Ketentuan Penutup UU Cipta Kerja
hanya akan menambah catatan panjang daft-
ar Undang-undang yang memiliki peraturan
menggantung dan tidak segera menetapkan
peraturan pelaksana. Penulis merekomen-
dasikan kepada Pemerintah untuk segera
mempercepat penetapan peraturan pelak-
sana. Apabila waktu 3 bulan tersebut tidak
memungkinkan maka, pemerintah harus
membuat skala prioritas untuk menentukan
Peraturan Pelaksana mana yang akan terlebih
dahulu ditetapkan. Skala Prioritas tersebut
didasarkan pada mendesak atau tidaknya ke-
butuhan mengenai Ketentuan yang akan dia-
tur sehingga dapat mencegah terjadinya ke-
kosongan hukum yang berkepanjangan.

24
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

IMPLIKASI PENGHAPUSAN
KONSEP STRICK LIABILITY
DALAM UNDANG-UNDANG CIPTA
KERJA DI INDONESIA

Averos Aulia Ananta

Pendahuluan

A
bsennya konsep strict liability mer-
upakan salah satu dari sekian banyak
alasan publik menolak UU Cipta Ker-
ja. Pasalnya pemerintah selalu menekankan
aspek investasi dan pertumbuhan ekonomi
dengan kurang memperhatikan aspek pemba-
hasan tentang perlindungan dan pengelolaan
eksistensi lingkungan hidup. Jika kita meli-
hat proses pembahasannya, pihak yang terli-
bat dalam proses pembahasan kebanyakan
dari kalangan investor atau pihak-pihak yang
memiliki kepentingan terhadap hal tersebut.
Sebagai bukti, menurut hasil penelurusan tim
riset Tirto27, dari 127 anggota Satuan Tugas
Omnibus Law, setidaknya ada 16 pengurusan
Kadin nasional maupun daerah dan sekitar 22
orang berasal dari ketua asosiasi bisnis. Se-
dangkan dari kalangan akademisi hanya ada
27 www.tirto.id

25
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

12 perwakilan dan semua merupakan rektor


dari berbagai universitas di Indonesia, yakni
Universitas Gadjah Mada, Universitas Indone-
sia, Institut Teknologi Bandung, Universitas
Kristen Indonesia, Universitas Paramadina,
Universitas Airlangga, Universitas Dipone-
goro, Universitas Sumatera Utara, Universitas
Hasanuddin, Universitas Mulawarman, Uni-
versitas Udayana, dan Universitas Sam Ratu-
langi.28 Minimnya keterlibatan akademisi, ak-
tivis lingkungan, ataupun Lembaga Swadaya
Masyarakat yang bergelut di bidang konserva-
si lingkungan hidup dapat menjadi bukti ke-
berpihakan tersebut.
Kondisi tersebut akan memperburuk
kondisi lingungan hidup di Indonesia. Secara
normatif bisa menjadi preseden buruk bagi
prinsip hukum lingkungan di Indonesia. Pa-
dahal, hukum nasional seharusnya selaras
dengan fungsi pelestarian lingkungan. Walau-
pun terjadi perubahan peraturan karena dira-
sa sudah tidak relevan dengan perkembangan
zaman, sebuah peraturan harus dibuat sepro-
porsional mungkin—tidak hanya condong ke
arah das sollen, das sein juga harus menjadi
pertimbangan.
Badan Pusat Statistik menyatakan dari
total 128,45 juta penduduk yang bekerja,
terdapat 38,28 juta atau 29,76% penduduk
28 Irwan Syambudi. 12 Rektor dari UGM, UI, hingga ITB Masuk
Anggota Satgas Omnibus Law. https://tirto.id/12-rektor-dari-ugm-
ui-hingga-itb-masuk-anggota-satgas-omnibus-law-f5Mj (4 Maret
2021).

26
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

yang bekerja di sektor pertanian. Apabila ti-


dak ada peraturan yang pro terhadap per-
lindungan atau pemberdayaan lingkungan
hidup, bagaimana nasib 29,76% penduduk
Indonesia yang bergantung hidup di sektor
tersebut. Perlu dipahami juga bahwa dampak
dari kerusakan lingkungan tidak hanya tertu-
ju kepada masyarakat yang bekerja di sektor
tersebut. Akan tetapi, juga menganggu kondi-
si lingkungan hidup di daerah pemukiman
warga yang kemudian berdampak kepada
kesehatan masyarakat. Seperti yang terjadi
di daerah Tanggerang, Bogor, dan Tegal, aki-
bat buruknya pengolahan limbah Bahan Be-
racun dan Berbahaya (B3), logam berat dari
limbah elektronik meracuni anak-anak di
daerah setempat.29 ejadian yang terjadi pada
tahun 2009-2010 tersebut disebabkan oleh
kandungan timbel dalam darah anak-anak
tersebut melebihi ambang batas WHO yaitu
di atas 10 mikrogram perdesiliter, bahkan ra-
ta-rata kandungan timbel tertinggi terdapat
pada Kampung Cinangka yakni sebesar 36,62
mikrogram perdesiliter.30 Fenomena terse-
but biasanya dikenal dengan istilah sengke-
ta lingkungan hidup (enviromental disputes)
yaitu perselihan antara dua pihak atau leb-
ih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi
29 Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Lingkungan Hidup Indonesia
2018. Hal: 24. https://www.bps.go.id/publication/2018/12/07/
d8cbb5465bd1d3138c21fc80/statistik-lingkungan-hidup-
indonesia-2018.html (22 Januari 2021).
30 Sri Wahyono. 2013. Kebijakan Pengelolaan Limbah Elektronik
dalam Lingkup Global dan Lokal. Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 14
No. 1. Hal: 20.

27
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

dan/atau telah berdampak pada lingkungan


hidup.31
Kejadian tersebut tentunya bertentangan
dengan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 yang
menyatakan “Setiap orang orang berhak hid-
up sejahtera lahir dan batin, bertempat ting-
gal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat serta berhak memperoleh pe-
layanan kesehatan.” Pasal tersebut mengin-
dikasikan bahwa pemerintah berkewajiban
memastikan warga negaranya hidup secara
sejahtera lahir dan batin. Pun dalam ihwal
pembangunan perekonomian nasional harus
berwawasan lingkungan.32
Salah satu upaya perlindungan dan pem-
berdayaan lingkungan hidup adalah dengan
menggunakan konsep strict liability. Black’s
Law Dictionary Seventh Edition mendefi-
nisikan strict liability sebagai berikut: strict
liability has does not depend on actual negli-
gence or intent to harm, but that is based on the
breach of an absolute duty to make something
safe.33 Awal mula penerapan konsep strict lia-
bility dan menjadi populer adalah saat kasus
Ryland vs Flatcher yang diputus oleh hakim
Blackburn pada tahun 1868.34 Dalam kasus
31 Pasal 1 angka 25 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
32 Pasal 33 ayat (4) UUD 1945.
33 Sutoyo. 2011. Pengaturan Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability
dalam Hukum Lingkungan. Jurnal Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan Th. 24 No. 1. Hal: 58.
34 M. Yahya Harapa. 1997. Beberapa Tinjauan tentang Permasalahan
Hukum 21. Bandung: Citra Aditya Bakti. Hal: 70.

28
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

tersebut, waduk yang berisi atau sebagian


terisi air milik Rylands yang dibangun oleh
kontraktor tidak terisi dengan sempurna seh-
ingga menerobos poros vertikal. Akibatnya air
tersebut membanjiri tambang milik Fletcher.35
Sebenarnya kasus seperti itu sering ter-
jadi di Indonesia, seperti yang terjadi pada
bulan Mei 2020, PT Kamarga Kurnia Textile
Industri menceri Daerah Aliran Sungai Cita-
rum dan bulan yang sama, pipa pembuangan
limbah PT Rayon Utama Makmur bocor yang
berimbas pada tercemarnya Sungai Benga-
wan Solo. Data yang dihimpun oleh Kemente-
rian Lingkungan Hidup dan Kehutanan men-
gungkap terdapat belasan perusahan minyak
dan gas bumi (migas) dan tambang yang
melakukan pencemaran selama 2017-2018.36
Seringkali limbah dari perusahaan-perusa-
haan industri yang tidak dikelola dengan baik
mencemari lingkungan hidup sekitar.
Bencana tersebut berasal dari praktik
good enviromental governance yang buruk.
Ketidakteraturan pengelolaan sumber daya
alam telah terbukti berkontribusi atas sejum-
lah kerusakan lingkungan yang pada intinya
disebabkan oleh ketiadaan detail tata ruang
yang dapat dijadikan sebagai sumber ruju-
35 United Kingdom House of Lords. 1868. Rylands v Fletcher. https://
www.casemine.com/judgement/uk/5a938b3d60d03e5f6b82b9ef (22
Januari 2021).
36 Anggita Rezki Amelia. 11 Perusahaan Migas dan Tambang Terkena
Sanksi Pencemaran Lingkungan. Katadata. https://katadata.co.id/
arnold/berita/5e9a55526efa2/11-perusahaan-migas-dan-tambang-
terkena-sanksi-pencemaran-lingkungan (26 Maret 2021).

29
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

kan dalam pengembangan dan pengelolaan


lingkungan hidup.37 aktor lain yang menjus-
tifikasi keadaan ini adalah lemahnya penega-
kan hukum, pengadilan yang tidak mandiri,
menjamurnya budaya KKN (korupsi, kolusi,
dan nepotisme) dalam aparatur birokrasi, dan
kurang maksimalnya peran masyarakat.38
Kondisi diperburuk dengan kondisi ketimpa-
ngan kedudukan antara pihak penggugat dan
tergugat. Akan tidak adil ketika penggugat
disuruh membuktikan kesalahan dari ter-
gugat, mengingat pembuktian kerugian akibat
pencemaran merupakan suatu hal yang san-
gat rumit dan mahal. Pembuktian sangat sulit
karena kompleknya sifat-sifat zat kimiawi dan
reaksinya satu sama lain maupun reaksinya
dengan komponen abiotik dan biotik di dalam
suatu ekosistem.39
Pertama kalinya konsep strict liability
dikenal Indonesia dalam ratifikasi atas Civil
Liability Convention for Oil Pollution Damage
(CLC) tahun 1969 oleh Keputusan Presiden
No. 18 Tahun 1978 (belakangan ratifikasi ini
dicabut pada tahun 1998)40. Kemudian kon-
37 Purniawati, Nikmatul Kasana, dan Rodiyah. 2020. Good
Enviromental Governance in Indonesia (Perspective of Enviromental
Protection and Management). The Indonesian Journal of Internasional
Clininal Legal Education 2(1). Hal: 51.
38 Askin Mohammad. 2008. Politik Hukum Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jurnal Hukum No. 3 Vol 18. Hal:
444-464.
39 Emi Puasa Handayani, Zainal Arifin, dan Saivol Virdaus. 2018.
Liability Without Fault dalam Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Hidup di Indonesia. Jurnal Hukum Acara Perdata ADHAPER Vol. 4,
No. 2. Hal: 12.
40 ICEL. 2018. Strict Liability, Jurus Ampuh Hukum Lingkungan

30
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

sep strict liability diintrodusir dalam hukum


nasional melalui UU No. 23 Tahun 1997 ten-
tang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang se-
lanjutnya diubah dengan UU No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UU PPLH).41
Pada UU No. 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja pasal 88 UU PPLH yang mengatur
konsep strict liability dihapuskan. Tidak ada
alasan resmi dari pemerintah terkait peru-
bahan pasal tersebut. Yang jelas, perubahan
pasal tersebut merupakan lampu hijau bagi
perusahaan-perusahaan untuk mengekploi-
tasi sumber daya alam tanpa memperhatikan
prinsip perlindungan lingkuhan hidup. Ber-
dasarkan analisa singkat saya, penghapusan
konsep strict liability ini tidak menjadi bahasan
mainstream di publik, kebanyakan terfokus
dengan bahasan AMDAL dan izin lingkungan.
Padahal keberlakuan konsep strict liability ini
memberikan dampak yang signifikan juga.
Dalam opini ini, penulis akan memaparkan
keuntungan dari penerapan konsep strict lia-
bility dan dampak ketika konsep ini diubah
dalam UU Cipta Kerja.

Menjerat Korporasi Tanpa Buktikan Unsur Kesalahan. https://


icel.or.id/berita/strict-liability-jurus-ampuh-hukum-lingkungan-
menjerat-korporasi-tanpa-buktikan-unsur-kesalahan/ (22 Januari
2021).
41 Diana Kusumasari. 2011. Konsep dan Praktik Strict Liability di
Indonesia. Hukum Online. https://www.hukumonline.com/klinik/
detail/ulasan/lt4d089548aabe8/konsep-dan-praktik-strict-liability-
di-indonesia/ (24 Januari 2021).

31
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Pembahasan
Sebelum diubah dalam UU Cipta Kerja,
bunyi Pasal 88 UU PPLH adalah sebagai beri-
kut:
“Setiap orang yang tindakannya, us-
ahanya dan/atau kegiatannya meng-
gunakan B3, menghasilkan dan/atau
mengelola limbah B3, dan/atau yang
menimbulkan ancaman serius terh-
adap lingkungan hidup bertanggung
jawab mutlak atas kerugian yang ter-
jadi tanpa perlu pembuktian unsur ke-
salahan.”
Setelah diubah dalam UU Cipta Kerja,
bunyi pasal tersebut menjadi:
“Setiap orang yang tindakannya, us-
ahanya dan/atau kegiatannya meng-
gunakan B3, menghasilkan dan/atau
mengelola limbah B3, dan/atau yang
menimbulkan ancaman serius terh-
adap lingkungan hidup bertanggung
jawab mutlak atas kerugian yang terja-
di dari usaha dan/atau kegiatannya.”
Perbedaan dari kedua pasal tersebut
adalah pada UU Cipta Kerja frasa “... tanpa
perlu pembuktian unsur kesalahan.” diha-
puskan. Implikasinya adalah perbuatan kor-
porasi yang berdampak buruk kepada kese-
hatan lingkungan hidup tidak dapat dijerat

32
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

menggunakan konsep strict liability lagi. Kon-


sep strict liability atau tanggung jawab mut-
lak merupakan konsep yang dinilai cukup
ampuh dalam menghukum perusahaan yang
dinilai merusak lingkungan atau merugikan
penggugat. Asumsi tersebut dijustifikasi den-
gan bukti bahwa pada tahun 2017 Pasal 88
UU PPLH pernah diajukan judicial review oleh
Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI)
dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indo-
nesia (GAPKI) kepada Mahkamah Konstitusi.
Refly Harun sebagai kuasa hukum pemohon
menyoal penerapan prinsip pertanggungjawa-
ban mutlak selama ini terkesan lebih banyak
menempatkan pelau usaha sebagai pihak
yang bertanggung jawab setiap terjadinya ke-
bakaran hutan.42
Pemohon juga beranggapan penerapan
konsep strict liability memiliki jangkauan yang
ambigu dan tidak relevan dengan prinsip ke-
pastian hukum dan asas hukum pidana “tia-
da pidana tanpa kesalahan”. Putusan Hoge
Raad 31 Januari 1919 dalam perkara Cohen
v. Lindenbaum yang dikenal sebagai druk-
kers arrest melahirkan penafsiran terhadap
perbuatan melawan hukum yang tidak han-
ya berdasarkan pelanggaran yang melanggar
kaidah-kaidah tertulis tetapi juga tata susi-

42 DAN. 2017. Mencermati Perdebatan Uji Materi UU Perlindungan


dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hukum Online. https://www.
hukumonline.com/berita/baca/lt592e94d38b63b/mencermati-
perdebatan-uji-materi-uu-perlindungan-dan-pengelolaan-
lingkungan-hidup/ (30 Januari 2021).

33
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

la, kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian.43


Oleh karena itu, anggapan pemohon menjadi
tidak tepat karena perbuatan melawan hu-
kum juga harus dipandang dari sudut pan-
dang di luar kaidah hukum. Fakta bahwa
seseorang telah melakukan pelanggaran ter-
hadap suatu kaidah hukum dapat menjadi
faktor pertimbangan untuk menilai apakah
perbuatan yang menimbulkan kerugian tadi
sesuai atau tidak dengan kepatutan yang se-
harusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan
dengan sesama warga masyarakat.44
Dalam proses peradilannya, penggugat
tidak perlu membuktikan unsur kesalahan
(mens rea) tetapi hanya memerlukan kausali-
tas antara kerugian yang ditimbukan dengan
perbuatan yang dilakukan tergugat (kesala-
han yang bersangkutan tetap ada dan harus
ada, hanya saja dianggap telah terbukti adan-
ya, sepanjang tidak dapat dibuktikan sebali-
knya).45 Pengaturan tersebut telah mendapat
justifikasi dari Civil Liability Convention atau
CLC Tahun 1962.46 Konvensi tersebut meng-
gunakan istilah sistem pembuktian terbalik
atau shifting of burdens of proffs. Saat sengke-
43 Eva Novianty. 2011. Analisa Ekonomi dalam Penggunaan Gugatan
Strict Liability Kasus Lumpur Lapindo (tesis). Fakultas Hukum
Universitas Indonesia. Hal: 24-26.
44 Ibid.
45 Chairul Huda. 2017. Beberapa Catatan tentang Konsep Strict
Liability dan Penerapannya dalam Praktek Penegakan Hukum
Lingkungan dan Hukum Kehutanan dan Perkebunan. Indonesian Oil
Palm Research Institute (IOPRI). Hal: 4.
46 Chrisna Bagus Edhita Praja, dkk. 2016. Strict Liability sebagai
Instrumen Penegakan Hukum Lingkungan. Varia Justicia Vol. 12 No.
1. Hal: 54.

34
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

ta lingkungan hidup itu terjadi juga berlaku


asas res ipso loquitur, yakni fakta yang berbic-
ara sendiri (the thing speaks for itself).47 Im-
plikasi dari penafsiran tersebut adalah peru-
sahaan-perusahaan dipandang bertanggung
jawab atas akibat yang timbul, sekalipun hal
itu bukan sebagai bagian mata rantai kegia-
tan usahanya.48
Strict liability masuk ke dalam kategori
tanggung gugat tidak berdasarkan kesalahan
(liability without fault) atau tanggung jawab
mutlak. Di mana dalam pengaturannya ada
klasula yang menjelaskan bahwa dalam tim-
bulnya tanggung jawab seketika pada saat
terjadinya perbuatan, sehingga tidak perlu
dikaitkan dengan unsur kesalahan49 dan apa-
bila telah memenuhi unsur-unsur yang ter-
dapat dalam Pasal 35 UU No. 23 Tahun 1997
dan Pasal 88 UU No. 32 Tahun 2009,50 un-
sur-unsur tersebut adalah:
a. Suatu perbuatan atau kegiatan.
b. Menimbulkan dampak besar dan penting
terhadap lingkungan.
c. Menggunakan atau menghasilkan bah-
an/limbah berbahaya dan beracun.
d. Tanggung jawab timbul secara mutlak.
47 Ibid. Hal: 52.
48 Chairul Huda. Loc. Cit.
49 N. H. T. Siahaan. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi
Pembangunan. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama. Hal: 310.
50 Chrisna Bagus Edhita Praja, dkk.Op. cit. Hal: 44.

35
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

e. Tanggung jawab secara langsung dan se-


ketika pada saat pencemaran/perusakan
lingkungan.51
James Krier mengatakan penerapan kon-
sep strict liability sangat penting bukan karena
pihak yang dirugikan tidak harus menjelas-
kan, dalam hal ini tergugat yang harus mam-
pu menjelaskan kesalahan akibat dari keru-
sakan lingkungan yang dihasilkannya.52 Hal
tersebut tentu menguntungkan pihak yang
selama ini dirugikan (masyarakat yang terma-
suk dalam ekonomi golongan lemah) dan juga
akan menyelamatkan lingkungan hidup dari
bahan-bahan yang beracun dan berbahaya
(B3).
Dalam penerapannya, sistem hukum di
Indonesia menggunakan sistem plafond atau
ceiling (batas maksimalisasi tanggung jawab).
Hal tersebut tertuang dalam penjelasan Pasal
35 ayat (1) dan 88 UU PPLH yang mana be-
sarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan
terhadap pencemar atau perusak lingkungan
hidup dapat ditetapkan sampai batas ter-
tentu.53 Lalu yang dimaksud dengan “sampai
batas waktu tertentu” adalah jika menurut
penetapan peraturan perundang-undangan
ditentukan keharusan asuransi bagi usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan atau
telah tersedia dana lingkungan hidup.54
51 N. H. T. Siahaan. Op. cit. Hal: 271.
52 Ibid. Hal: 182.
53 Ibid.
54 Chrisna Bagus Edhita Praja, dkk. Op. cit. Hal: 51.

36
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Selain itu, bentuk keadilan yang dilahir-


kan dari penerapan strict liability dapat dilihat
dari perkenaannya. Secara teori, Strict liability
hanya dapat diterapkan kepada korporasi saja,
tidak kepada manusia (natuurlijke persoon).
Ihwal tersebut karena pertanggungjawaban
pada manusia selalu harus diartikan pada
adanya kesalahan (liability based on fault),
kecuali terhadap pelanggaran, sesuai dengan
asas geen straf zonder schuld (tiada pertang-
gungjawaban pidana tanpa kesalahan).55 Tin-
dak pidana korporasi tentu tidak sama dengan
tindak pidana oleh manusia, karena korpora-
si hanya bertindak melalui suatu konstruk-
si dan bukan perbuatan langsung dengan
tingkah laku jasmaniahnya.56 Tindak pidana
tersebut dilakukan oleh personel pengendali
korporasi atau diperintahkan dengan senga-
ja olehnya untuk dilakukan oleh orang lain,
sepanjang tindak pidana tersebut dilakukan
dalam batas tugas, kewajiban, dan wewenang
dari jabatan personel pengendali korporasi
yang bersangkutan.57 Terlebih tindak pidana
tersebut dilakukan untuk memperoleh keun-
tungan.
Person pada tahun 1868 menjelaskan
bahwa pengertian strict liability dianggap per-
lu dalam lalu lintas hukum modern untuk
memungkinkan diselenggerakannya berb-
55 Chairul Huda. Op. cit. Hal: 7.
56 Ibid. Hal: 9
57 Sutan Remy Sjahdeini. 2017. Ajaran Pemidanaan: Tindak Pidana
Korporasi dan Seluk-Beluknya. Jawa Barat: KENCANA. Hal: 55.

37
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

agai aktivitas yang membawa tanggung jawab


yang dianggap terlalu besar (extra hazardous
activity/ultrahazardous/abnormally danger-
ous) tetapi dlihat dari segi masyarakat inter-
nasional dapat dinilai sebagai bermanfaat,
sehingga apabila tanpa penerapan strict lia-
bility dianggap kurang memberikan sebuah
perlindungan hukum bagi pelaku (polluter)
maupun korban.58 Strict liability dapat mem-
beri tanggung jawab kepada seseorang yang
menjalankan jenis kegiatan yang digolongkan
seperti di atas maka ia diwajibkan pula me-
mikul segala kerugian yang ditimbulkan yang
pada kenyataan di lapangan ia telah bertindak
sangat hati-hati (utmost care), untuk mence-
gah bahaya atau kerugian tersebut walaupun
dilakukan tanpa kesengajaan.59
Pun penerapan strict liability merupakan
usaha untuk meninggalkan doktrin tradision-
al yang sudah tidak kompatibel dengan era
yang semakin modern ini. Prinsip strict lia-
bility yang telah dihapuskan dalam UU Cipta
kerja tentu sangat disayangkan bagi keber-
langsungan penegakan hukum lingkungan di
Indonesia. Hal ini dikarenakan, konsep strict
liability dapat secara langsung melindungi
lingkungan dari segala ancaman kerusakan,
baik yang dilakukan oleh korporasi maupun
perseorangan. Jangan sampai, konsep yang
58 Chrisna Bagus Edhita Praja, dkk. Op. cit. Hal: 52.
59 Mas Achmad Santosa, dkk. 1998. Penerapan Asas Tanggung
Jawab Mutlak di Bidang Lingkungan Hidup dalam UU No. 23
Tahun 1997 dan Permasalahan, Proyek Pembinaan Teknis Yustisial
Mahkamah Agung Agung RI Jakata. Hal: 125.

38
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

relevan dalam menjaga kelestarian lingkun-


gan justru di nihilkan
Kesimpulan dan Rekomendasi
Penghapusan konsep strict liability da-
lam UU Cipta Kerja merupakan langkah mun-
dur bagi upaya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup di Indonesia. Dampakn-
ya tidak hanya mengarah kepada eksistensi
lingkungan hidup tetapi juga kepada kese-
hatan masyarakat yang hidup berdampingan
dengan lingkungan hidup. Penghapusan
konsep tersebut merupakan langkah ketida-
kadilan karena korporasilah yang seharusnya
bertanggung jawab terhadap dampak yang di-
hasilkan dari usahanya. Penghapusan keber-
lakuan konsep strict liability secara implisit
merupakan afirmasi terhadap judicial review
pada pertengahan tahun 2017 lalu. Menunju-
kan kurangnya kesadaran dari para penegak
hukum dan pemerintah terhadap pentingn-
ya keberlangsungan lingkungan hidup. Yang
mana dapat berdampak pada semakin mu-
dahnya pihak yang ‘berkepentingan’ untuk
mengeksploitasi dan menghegemoni sumber
daya alam secara tak terbatas.
Seharusnya pemerintah tetap mencan-
tumkan konsep strict liability tersebut ke da-
lam UU Cipta Kerja—jika memang berpihak
kepada lingkungan hidup dan masyarakat.
Jika selama ini penerapannya dianggap ber-
masalah, legislator seharusnya membahas

39
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

lebih lanjut undang-undang ini, tidak bu-


ru-buru menghapuskan. Hal ini merupakan
langkah kontraproduktif yang selama ini su-
dah dimiliki dan dihasilkan oleh penerapan
UU PPLH.

40
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA


MENDORONG PERKEMBANGAN
UMKM

Muhammad Irfan Hilmy

P
embangunan niscaya bergerak apabi-
la ekonomi juga turut bergerak. Ketika
ekonomi tidak bekerja dengan optimal
dan sumber daya tidak dapat dikelola dengan
baik maka yang lahir hanyalah hutang un-
tuk membangun semuanya. Tidak berlebihan
apabila ada dorongan secara terus menerus
terhadap pembangunan, memang sudah se-
harusnya negara melaksanakan hal tersebut.
Dengan pembangunan, secara dhohir mudah
sekali menilai kemajuan dan moralitas sebuah
negara. Untuk menopang itu semua maka
yang dibutuhkan secara tepat adalah men-
goptimalisasi sektor ekonomi mikro dengan
gaya ekonomi kerakyatan yang disampaikan
oleh Hatta. Dengan begitu, pembangunan ti-
dak hanya menjadi beban (hutang) tapi dapat
menjadi surplus bagi kemajuan ekonomi se-
cara menyeluruh.
Membangun kesejahteraan bagi seluruh
rakyat Indonesia merupakan konsekuensi lo-

41
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

gis dari konsep welfare state yang dianut oleh


Indonesia. Merangsang ekonomi rakyat bisa
memantik angka-angka statistik untuk ber-
tumbuh. Inilah tanggungjawab negara dalam
perspektif welfare state yang apabila ditelaah
secara lebih luas memberikan tugas kepada
pemerintah melalui kebijakan publik yang
termasuk diantaranya berkaitan dengan kebi-
jakan mempermudah usaha ekonomi.
Secara lebih analitis terdapat pertentan-
gan dalam pandangan ideologis welfare state
yang dianggap sebagai sistem yang menggang-
gu perkembangan modal dan investasi. Meli-
hat keadaan Indonesia saat ini, sepertinya
anggapan tersebut tidak berlaku sepenuhn-
ya. Pada periode Januari-Juni tahun 2020 ki-
nerja realisasi Indonesia mencapai angka Rp
402,6 triliun.60 Anggapan welfare state yang
menganggu modal dan investasi ini diakibat-
kan karena asumsi dengan model welfare
state maka negara akan mengenakan pajak
yang tinggi dan regulasi yang sangat ketat
akibat dianggap membuat disinsentif karena
tingkat laba yang diperoleh menjadi kecil dan
tidak menarik. Selain itu anggapan ini didasa-
ri karena sistem kesejahteraan termasuk hak
sosial ekonomi dan asosiasi serikat pekerja
yang menguat akan mengurangi insentif un-
tuk kerja lebih keras dibandingkan dengan

60 BKPM, Indonesia Tetap Optimis, Investasi Penyokong Ekonomi


Kala Pandemi COVID-19, https://www.bkpm.go.id/, diakses pada
31 Januari 2020,

42
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

bekerja di bawah sistem pasar bebas.61


Konsep welfare state memang dapat di-
cap sebagai konsep yang anti terhadap pas-
ar bebas karena dianggap sangat demokratis,
berpandangan humanitarian, dan pandangan
sosial ekonomi yang berbeda dari pasar be-
bas. Inilah yang menjadi tantangan Indone-
sia untuk mewujudkan negara kesejahteraan
ditengah era pasar bebas. Dengan kekuatan
sumber daya alam dan sumber daya manusia
yang sangat besar menjadi potensi positif bagi
Indonesia untuk mengembangkan kekua-
tan ekonominya. Bahkan secara tegas dalam
Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 tujuan dari
pengelolaan sumber daya alam adalah untuk
kemakmuran rakyat. Maka untuk memulain-
ya Indonesia harus siap dengan membangun
pasar ekonomi yang berbasis kerakyatan.
Memformulasikan pasar untuk mengger-
akkan ekonomi dari bawah akan menciptakan
topangan yang kuat bagi ketahanan ekonomi
negara. Lapangan pekerjaan yang semakin
banyak dan produktifitas masyarakat yang
meningkat akan menghasilkan iklim pasar
dalam negeri yang dominan. Ketika pasar da-
lam negeri menjadi dominan maka tidak per-
lu takut untuk kehilangan marwah ekonomi
di negeri sendiri. Apabila keadaan ini tercapai
maka sesungguhnya negara telah berubah
menjadi rumah yang ramah bagi usaha-usa-
61 Christoper Pierson dan Fracis G. Castels, (2000), The Welfare
State Reader, Polity Press, Cambridge, hlm. 67-68

43
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

ha milik rakyatnya sendiri.


Menggerakkan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) merupakan salah satu
cara untuk mencapai hal tersebut. Namun
bukan berarti apabila ingin menggerakkan
UMKM angka investasi harus dikurangi.
Malah investasi dapat menjadi sarana untuk
mengoptimalkan UMKM apabila tepat sasa-
ran. Menurut data dari Kementerian Koperasi,
Usaha kecil, dan Menengah pada tahun 2018
jumlah pelaku UMKM mencapai 64,2 juta
atau secara persentase mencapai 99,99% dari
total jumlah pelaku usaha yang ada di Indo-
nesia. Dengan angka yang sebanyak itu, daya
serap tenaga kerja pada UMKM pun mencapai
117 juta pekerja atau secara persentase se-
besar 97%. Secara hitungan ekonomi, UMKM
bahkan berkontribusi terhadap perekonomi-
an nasional sebesar 61,1% sedangkan sisan-
ya sebesar 38,9% disumbangkan dari pelaku
usaha makro yang berjumlah 5.550 atau den-
gan persentasi 0,01% dari jumlah pelaku us-
aha secara keseluruhan.
Angka-angka statistik tersebut tentu
menunjukkan kekuatan ekonomi nasion-
al yang sebenarnya sangat kuat. Dapat di-
bayangkan apabila pemerintah mendorong
keras dengan kemudahan berusaha termasuk
memberikan bantuan kepada UMKM untuk
semakin produktif. Dengan ekonomi grassroot
yang kokoh maka negara pun akan memiliki

44
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

ekonomi yang tangguh karena pada dasarnya


perputaran uang semuanya mengalir kepada
negara seutuhnya. Salah satu cara pemerin-
tah untuk mewujudkan hal tersebut adalah
dengan mengesahkan UU Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja.
Apabila melihat bagian pertimbangan
dalam UU Cipta Kerja, secara explisit verbis
dapat ditangkap keinginan pemerintah untuk
meningkatkan kemudahan, perlindungan,
serta pemberdayaan pada UMKM. Bahkan da-
lam 5 poin menimbang, 3 diantaranya adalah
berkaitan dengan UMKM. Hal ini menunjuk-
kan salah satu tujuan utama dibalik pemben-
tukan UU ini adalah untuk mengoptimalisasi
kinerja dari sektor UMKM untuk perekonomi-
an negara. Total ada 11 klaster yang termasuk
dalam UU Cipta Kerja dan diantaranya adalah
terkait dengan perizinan berusaha, dukungan
UMKM, dan kemudahan berusaha.
Ada beberapa hal yang menyokong kemu-
dahan berusaha bagi UMKM. Dalam pasal
87 mengubah beberapa ketentuan yang ter-
dapat dalam UU Nomor 20 Tahun 2008 ten-
tang UMKM. Ketentuan yang diubah melalui
pasal ini adalah ketentuan Pasal 6 UU UMKM
mengenai kriteria UMKM. Pada ketentuan se-
belumnya, kriteria UMKM dituliskan secara
tegas bahkan beserta angka penjualan yang
dicapai. Dengan UU Cipta Kerja ketentuan
tersebut diubah dengan pengaturan lebih lan-

45
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

jut melalui Peraturan Pemerintah. Berkenaan


dengan hal ini tentu dapat memudahkan pe-
merintah untuk mengambil langkah tanggap
dalam membuat kebijakan dengan mengukur
mayoritas pendapatan usaha-usaha dalam
skala nasional. Ketentuan yang fleksibel ten-
tu akan mengintegrasikan kemampuan mas-
yarakat dengan penentuan kebijakan pemer-
intah sehingga kebijakan dapat mengikuti
kebutuhan masyarakat. Hal ini tentu berbe-
da apabila diatur secara rigid dalam UU yang
bersifat statis.
Pada aspek pendataan dan informasi,
dalam UU Cipta Kerja dimasukkan keten-
tuan mengenai basis data tunggal. Hal ini
tentu sekaligus menyikapi perkembangan
zaman yang amat pesat sehingga sebenarnya
memudahkan penyelenggaraan pemerintah
secara efektif, efisien, akuntabel, dan trans-
paran. Dengan basis data tunggal tersebut
sebagaimana pada penjelasan pasal 88 ayat
(3) dijadikan sebagai sarana untuk memper-
timbangkan kebijakan yang akan dikeluarkan
untuk UMKM. Dengan kemudahan menginte-
grasikan ini pula maka kebijakan yang dike-
luarkan oleh pemerintah diharapkan dapat
menjadi kebijakan yang tepat guna dan akurat
dengan waktu yang tepat sehingga pemerintah
melalui kebijakannya dapat bersifat respon-
sif. Sudah fitrah pemerintah untuk bertindak
sebagai pelayan publik yang responsif karena
kewenangannya dalam mengeluarkan political

46
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

policy, executive policy, administrative policy,


dan technical policy.62 Maka diruang yang bor-
derless seperti saat ini sudah saatnya kebi-
jakan-kebijakan lebih responsif melalui inte-
grasi sistem yang terukur, terarah, dan tepat.
Begitu pula apabila menganalisa dampaknya
bagi UMKM yang akan semakin terbantu peri-
hal kebutuhan pada kebijakan yang tepat da-
lam mendorong kinerja UMKM.
Dalam UU Cipta Kerja pula diatur men-
genai perintah kepada Pemerintah Pusat un-
tuk mendorong dalam mengimplementasikan
pengelolaan terpadu pada Usaha Mikro dan
Kecil dengan sinergi antara pemerintah pada
tingkat pusat dan daerah. Dengan pengelo-
laan terpadu maka UMKM dapat dikumpul-
kan berdasarkan pada rantai produk umum,
ketergantungan atas keterampilan tenaga
kerja yang serupa, dan penggunaan teknolo-
gi yang serupa dan saling melengkapi. Dalam
UU Cipta Kerja pula pemerintah pusat mau-
pun daerah harus melaksanakan pendampin-
gan untuk mengembangkan usaha Mikro dan
Kecil dengan memberi dukungan manajemen,
sumber daya manusia, anggaran, serta sara-
na dan prasarana. Pemerintah pusat dan pe-
merintah daerah pun wajib memberikan fasil-
itas yang meliputi lahan lokasi laster, aspek
produksi, infrastruktur, rantai nilai, pendi-
rian badan hukum, sertifikasi dan standard-
isasi, promosi, pemasaran, digitalisasi, serta
62 Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar Administrasi Pembangunan,
LP3ES, Jakarta, 1974, hlm. 15

47
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

penelitian dan pengembangan. Dengan begitu


UMKM dapat dioptimalkan demgan dukun-
gan yang diberikan oleh pemerintah melalui
pengelompokan serta bantuan terhadap fasil-
itas yang diberikan. Dengan usaha yang ber-
sifat koordinatif tersebut tentu memudahkan
selarasnya komando kebijakan ditangan pu-
sat dengan pertimbangan daerah. Sehingga
dengan pengaturan yang sistematis seperti
ini, UMKM akan mudah dalam berkembang.
Usaha-usaha ini dilakukan dalam rang-
ka untuk meningkatkan kompetensi serta lev-
el usaha. Bahkan pemerintah pusat dan pe-
merintah daerah diberikan kewajiban untuk
memberikan stimulasi kepada kegiatan kemi-
traan Usaha Menengah dan Usaha Besar den-
gan Koperasi, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil.
Ikhtiar ini untuk mendorong solidaritas, bantu
membantu, dan bahu membahu dari pemer-
intah pusat maupun daerah kepada UMKM.
Mendorong dunia usaha seperti ini apabila
diikhtiarkan dengan serius dan baik maka ti-
dak perlu takut akan kejatuhan ekonomi neg-
ara. Apabila kompetensi serta level usahanya
banyak yang mapan maka negara akan su-
lit digoyang ekonominya, sebaliknya apabila
kompetensi serta level usahanya banyak yang
belum mapan tentu mudah sekali menggoy-
ang ekonomi negara seperti saat ini. Ibarat-
kan sebuah pohon, UMKM adalah akar dari
perekonomian kalau tidak diberi air maka ba-
gian atasnya akan tampak layu. Begitu pula

48
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

negara, apabila UMKMnya tampak tidak kuat


maka negara pun akan terlihat lemah.
Pada bagian kemudahan dalam perizin-
an berusaha pun UMKM didukung dengan
kebijakan yang sangat memudahkan UMKM
untuk mendaftarkan perizinannya. Ketentu-
an pasal 91 mengisyaratkan kebijakan yang
jauh dari proses birokratis yang berbelit,
lama, dan membingungkan seperti yang ter-
citra hari ini. Pendaftaran hanya dilakukan
dengan melampirkan KTP dan SK berusaha
yang dikeluarkan oleh pemerintah setingkat
RT. Dengan mudahnya perizinan berusaha
seperti ini tentu akan banyak lahir UMKM
yang akan produktif tanpa sibuk mengurusi
hal-hal administratif terkait perizinan. Bagi
yang telah mengajukan perizinan pun dapat
diberi insentif berupa tidak dikenai biaya atau
diberi keringanan biaya oleh pemerintah. Se-
lain itu juga diberikan insentif kepabeanan
bagi Usaha Mikro dan Kecil yang berorientasi
ekspor serta pada bidang Pajak Penghasilan.
Bagi UMK pun melalui UU Cipta Ker-
ja dapat menjadi jaminan kredit program.
Memang sebelumnya UMK kesulitan untuk
mendapatkan kredit dari perbankan kare-
na mengharuskan adanya aset sebagai jami-
nan. Tentu UMK ini tidak semuanya memiliki
aset untuk menjadi jaminan namun dengan
pasal 93, kini para pelaku UMK dapat men-
jadikan usahanya sebagai jaminan kredit.

49
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Hal ini tentu memudahkan para pelaku us-


aha untuk mengembangkan usahanya den-
gan modal tambahan dari kredit tersebut.
UMK pun semakin dibantu dengan proses
pendaftaran yang sederhana serta adanya
pembiayaan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)
. Para pelaku UMK pun diberikan kemudahan
untuk melakukan impor bahan baku dan ba-
han penolong industri apabila tidak terpenuhi
oleh pasar dalam negeri.
Pemerintah daerah dengan instrumen
UU Cipta Kerja pun mendapatkan suntikan
dana alokasi khusus untuk mendukung pen-
danaan bagi Pemda untuk mendukung pen-
danaan UMKM. Alokasi dana bagi pemerintah
pusat dan daerah wajib paling sedikit yakni
sebesar 40%. Tentu dengan angka tersebut
akan membantu pengembangan UMKM di
berbagai daerah. Selain memberikan sokon-
gan dana, pemerintah pusat dan daerah juga
wajib untuk memberikan pelatihan dan pen-
dampingan terhadap UMKM.
Untuk mendukung bagi terciptanya usa-
ha-usaha baru dilakukan pula inkubasi yang
terdapat pada pasal 100 dengan tujuan untuk
menciptakan usaha baru, menguatkan serta
mengembangkan kualitas UMKM, dan men-
goptimalkan SDM. Penyelenggaraan inkuba-
si ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah
pusat maupun daerah, tetapi perguruan ting-
gi, dunia usaha, dan masyarakat. Peningka-

50
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

tan kapasitas atau kualitas usaha dilakukan


oleh pemerintah pusat dan daerah, serta dun-
ia usaha untuk melakukan pendampingan
sehingga UMKM mampu untuk mengakses
pembiayaan alternatif UMKM, pembiayaan
dana kemitraan, bantuan hibah pemerintah,
dana bergulir, serta tanggung jawab sosial pe-
rusahaan.
Boleh dikatakan bahwa kemudahan da-
lam menjalankan UMKM benar-benar difor-
mulasikan dalam UU Cipta Kerja terlepas dari
pasal-pasal kontroversial pada klaster lain-
nya. Hukum memanglah memiliki peranan
penting dalam proses ekonomi negara. Begitu
pula yang disampaikan oleh Rosseau dengan
mengaitkan ekonomi yang berasal dari kata
oikos yang dalam bahasa Indonesia berarti
rumah tangga. Bagi Rosseau “Only the wise
and legitimate government of the house for the
common good of the whole family. The meaning
of the term was then extended to the govern-
ment of that great family, the state”.63
Untuk mendukung kemajuan ekonomi
dan pembangunan memang membutuhkan
instrumen hukum untuk membatasi dan
membolehkan hal-hal dalam usaha memba-
ngun ekonomi. Hukum menjadi atap untuk
melindungi isi rumah dari kepentingan yang
dzalim. Disamping kejanggalan dan materi
muatan yang kontroversial dari UU Cipta
63 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Ekonomi, Kompas, Jakarta, 2016,
hlm.11

51
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Kerja, perlu diinsyafi bahwa UU ini berusa-


ha mendorong dunia usaha terutama UMKM
untuk berkembang. Memang UU ini jauh dari
kata sempurna, sangat banyak celah karena
orientasi pembangunan yang berlebihan. UU
ini juga disamping berpotensi mengembang-
kan pembangunan juga menjadi ancaman
bagi lingkungan dengan masyarakat adat.
Pembangunan yang diikuti dengan keberlan-
jutan yang melindungi segala aspek sosial,
budaya, dan lingkungan akan menampakkan
Indonesia sebagai negara yang beraliran wel-
fare state. Namun apabila UMKM dan usaha
makro terus dikembangkan dengan segala
kemudahan tanpa memperhatikan lingkun-
gan maka pembangunan yang dilakukan
adalah pembangunan yang salah arah. Perlu
pembangunan berkelanjutan untuk menyeim-
bangkan alam dan kegiatan usaha. Keduan-
ya sama-sama penting bagi keberlangsungan
hidup negara.

52
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

ANALISIS UNDANG-UNDANG
NOMOR 11 TAHUN 2020
TENTANG CIPTA KERJA
MENGENAI PERSYARATAN
INVESTASI

Fega Vande Sugita

Latar Belakang dan Permasalahan


Omnibus Law merupakan suatu bentuk undang-
undang yang mencakup lebih dari satu bidang yang
digabung menjadi satu undang-undang. Mudahnya, Om-
nibus Law adalah suatu Undang-Undang (UU)
yang dibuat untuk menyasar satu isu besar
yang mungkin dapat mencabut atau mengu-
bah beberapa UU sekaligus sehingga menjadi
lebih sederhana. Omnibus Law dengan kata
lain bertujuan untuk menyederhanakan reg-
ulasi yang berbelit di suatu negara. Omnibus
Law telah diterapkan di berbagai negara yang
biasanya adalah negara-negara Common Law,
seperti Kanada, Australia dan Amerika.64 Pada
tahun 2020 ini, Indonesia sebagai salah satu
64 Arasy Pradan, Mengenal Omnibus Law dan Manfaatnya
dalam Hukum Indonesia, https://www.hukumonline.com/klinik/
detail/ulasan/lt5dc8ee10284ae/mengenal-iomnibus-law-i-dan-
manfaatnya-dalam-hukum-indonesia/, diakses pada tanggal 1
Februari 2021

53
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

negara Civil Law mencoba menerapkan konsep


Omnibus Law dalam pembentukan peraturan
perundang-undangannya dengan tujuan un-
tuk meningkatkan perekonomian negara In-
donesia yang dinamakan UU Omnibus Law
Cipta Kerja, yang saat ini telah mendapatkan
nomor UU nya yakni UU Omnibus Law No 11
Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
Pembahasan mengenai rancangan UU
Omnibus Law Cipta Kerja telah diumum-
kan sejak tahun 2019. Lalu pada tgl 5 Ok-
tober 2020, Dewan Perwakilan Rakyat telah
menyetujui UU Omnibus Law Cipta Kerja di
Indonesia. Kehadiran undang-undang baru ini
diharapkan dapat menciptakan iklim investa-
si yang lebih bersahabat sehingga meningkat-
kan perekonomian Indonesia. Omnibus Law
ini mencakup 11 klaster, yaitu:65
1. Penyederhanaan Perizinan Tanah;
2. Persyaratan Investasi;
3. Ketenagakerjaan;
4. Kemudahan dan Perlindungan Usaha
Mikro Kecil Menengah (UMKM);
5. Kemudahan Berusaha;
6. Dukungan Riset dan Inovasi;
7. Administrasi Pemerintahan;

65 UU No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

54
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

8. Pengenaan Sanksi;
9. Pengendalian Lahan;
10. Kemudahan Proyek Pemerintah;
11. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Selain penyerapan tenaga kerja dan
kemudahan dalam mendirikan badan usaha
maupun perusahaan, RUU Cipta Kerja juga
memiliki tujuan positif lainnya untuk mem-
permudah peningkatan investasi di Indonesia.
Dalam hal ini, target investasinya bukan ha-
nya dari Penanaman Modal Asing (PMA) saja,
tetapi juga Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN).66 Pertumbuhan investasi di sektor
riil yang merupakan salah satu fokus pemer-
intah untuk menggerakan ekonomi melalui
Omnibus Law ini.67 Sebelum adanya Omnibus
Law, memang terlihat bahwa realisasi Pena-
naman Modal Asing (PMA) dan Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) cenderung terus
bertumbuh setiap tahunnya. Akan tetapi, jika
dibandingkan terhadap Produk Domestik Bru-
to (PDB), kontribusi PMA sebagai persentase
dari PDB masih telihat kecil. Terakhir pada
2019, PMA hanya sebesar 2.2% dari PDB, dan
sejak 1975 belum mampu menembus 3%.
Angka ini bagi Indonesia, jika dibandingkan
66 Audrey O’Brien, GIMANA SIH DAMPAK OMNIBUS LAW
TERHADAP IKLIM INVESTASI DI INDONESIA?, https://
www.poems.co.id/htm/Freeducation/LPNewsletter/v90/vol90_
omnibuslawterhadapinvestasi.html, diakses pada tanggal 1 Februari
2021.
67 Ibid.

55
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

dengan negara tetangga, Vietnam, masih ter-


tinggal jauh.68 Maka dari itu, dengan adanya
kemudahan investasi di Indonesia, pemerin-
tah berharap terjadi peningkatan porsi PMA
terhadap PDB Indonesia sehingga dapat mem-
percepat pertumbuhan ekonomi Indonesia.69
Adapun indikator suatu negara yang di-
anggap aman dan mudah untuk berinvestasi
sebagaimana diatas adalah, lingkungan bisnis
dinamis, kestabilan ekonomi, untung yang
didapat investor, dan penyedia tenaga ker-
ja terampil yang juga ahli dalam teknologi.70

Gambar 1. Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan


Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

68 BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), Data Penanaman


Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri yang kaitannya
dengan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia, https://nswi.
bkpm.go.id/data statistik, diakses pada tanggal 1 Februari 2021
69 Lona Olivia, Ditunggu-tunggu Investor, BKPM
Berharap Omnibus Law Segera Selesai, https://www.beritasatu.
com/ekonomi/676609/ditunggutunggu-investor-bkpm-berharap-
omnibus-law-segera-selesai, diakses pada tanggal 1 Februari 2020
70 Indikator Penilaian Negara Host Country, https://www.usnews.
com/, diakses pada tanggal 1 Maret 2021

56
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Gambar 2. Porsi PMA terhadap PDB


Bila penanaman modal di Indonesia ber-
tambah, akan terbuka kesempatan untuk
membentuk lapangan kerja baru bagi mas-
yarakat. Banyaknya pembangunan pabrik
manufaktur akibat adanya investasi yang ma-
suk ke Indonesia diharapkan dapat merefor-
masi industri di Indonesia juga. Jika Indonesia
memproduksi lebih banyak produk dan ban-
yak melakukan ekspor barang selain komodi-
tas mentah, tentunya juga akan memperkuat
nilai ekspor Indonesia untuk jangka panjang
dan pada akhirnya membantu memperkuat
nilai rupiah. Lalu apakah dengan diberlaku-
kannya UU No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta
Kerja ini akan dapat memajukan perekonomi-
an Indonesia secara makro?

57
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Landasan Teori
Teori ekonomi mengartikan atau mendefi-
nisikan investasi sebagai pengeluaran-penge-
luaran untuk membeli barang-barang modal
dan peralatan-peralatan produksi dengan tu-
juan untuk mengganti dan terutama menam-
bah barang-barang modal dalam perekonomi-
an yang akan digunakan untuk memproduksi
barang dan jasa di masa yang akan datang.
Dengan perkataan lain, investasi berarti ke-
giatan perbelanjaan untuk meningkatkan
kapasitas produksi sesuatu perekonomi-
an.71 Menurut Samuelson,72 investasi meli-
puti penambahan stok modal atau barang
disuatu negara, seperti bangunan peralatan
produksi, dan barang-barang inventaris da-
lam waktu satu tahun. Investasi merupakan
langkah mengorbankan konsumsi di waktu
mendatang.73
Berdasarkan jenisnya investasi dibagi
menjadi dua jenis, yaitu: Pertama investasi
pemerintah, adalah investasi yang dilakukan
oleh pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah. Pada umumnya investasi yang dilaku-
kan oleh pemerintah tidak dimaksudkan un-
tuk memperoleh keuntungan; Kedua investa-
si swasta, adalah investasi yang dilakukan
71 Sukirno, Sadono. Mikro Ekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga.
Jakarta. Rajawali Pers, 2009, hlm. 34
72 Samuelson, Paul A. dan Nordhaus, William D. Ilmu Makroekonomi.
Jakarta: PT. Media Global Edukasi, 2004, hlm. 56
73 Fahmi Irham, Manajemen Investasi: Teori dan Soal Jawab,
Salemba Empat: Jakarta, 2012. Hlm 4

58
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

oleh sektor swasta nasional yaitu Penanaman


Modal Dalam Negeri (PMDN) ataupun investa-
si yang dilakukan oleh swasta asing atau dise-
but Penanaman Modal Asing (PMA). Investasi
yang dilakukan swasta bertujuan untuk men-
cari keuntungan dan memperoleh pendapa-
tan serta didorong oleh adanya pertambahan
pendapatan. Jika pendapatan bertambah kon-
sumsipun bertambah dan bertambah pula ef-
fective demand. Investasi timbul diakibatkan
oleh bertambahnya permintaan yang sumber-
nya terletak pada penambahan pendapatan
disebut induced investment.74
Menurut Undang-Undang Nomor 25 ta-
hun 2007 tentang Penanaman Modal, Investasi
atau Penanaman Modal adalah segala bentuk
kegiatan menanam modal, baik oleh penana-
man modal dalam negeri maupun penana-
man modal asing untuk melakukan usaha di
wilayah negara Republik Indonesia.75 Penana-
man Modal terbagi menjadi dua bagian, yaitu
penanaman modal dalam negeri dan penana-
man modal asing. Penanaman modal dalam
negeri adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik
Indonesia yang dilakukan oleh penanam mod-
al dalam negeri dengan menggunakan modal
dalam negeri, Sedangkan Penanaman Modal
Asing adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik
Indonesia yang dilakukan oleh penanam mod-
74 Ibid. hlm 5
75 UU No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

59
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

al asing, baik yang menggunakan modal asing


sepenuhnya maupun yang berpatungan den-
gan penanaman modal dalam negeri.76
Dana investasi swasta menurut asalnya
terdiri dari dua 2 macam, yaitu: PMA (Penana-
man Modal Asing), jenis investasi yang sum-
ber modalnya berasal dari luar negeri, sedang-
kan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri)
ialah jenis investasi yang sumber modalnya
berasal dari dalam negeri.77 Penanaman Mod-
al Asing (PMA) adalah salah satu upaya un-
tuk meningkatkan jumlah modal untuk pem-
bangunan ekonomi yang bersumber dari luar
negeri. Salvatore,78 menjelaskan bahwa PMA
terdiri atas:79
1. Investasi portofolio (portfolio investment)
Investasi yang melibatkan han-
ya aset-aset finansial saja, seperti obli-
gasi dan saham, yang didenominasikan
atau ternilai dalam mata uang nasional.
Kegiatan-kegiatan investasi portofolio
atau finansial ini biasanya berlangsung
melalui lembaga-lembaga keuangan sep-
erti bank, perusahaan dana investasi,
yayasan pensiun, dan sebagainya.80
76 Sentosa Sembiring, Hukum Pasar Modal, Nuansa Aulia: Bandung,
2019. Hlm 14
77 Ibid. Hlm 15
78 Salvatore, D. Ekonomi Internasional. Jakarta : Salemba Empat,
2014, hlm. 56
79 Fuady Munir, Pasar Modal Modern: Tinjauan Hukum, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2001. Hlm 19
80 Ibid. hlm 20

60
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

2. Investasi asing langsung (Foreign Direct


Investment)
Merupakan PMA yang meliputi in-
vestasi ke dalam asset-aset secara nya-
ta berupa pembangunan pabrik-pabrik,
pengadaan berbagai macam barang
modal, pembelian tanah untuk keperlu-
an produksi, dan sebagainya. Wirana-
ta,81 berpendapat bahwa investasi asing
secara langsung dapat dianggap sebagai
salah satu sumber modal pembangunan
ekonomi yang penting. Semua negara
yang menganut sistem ekonomi terbuka,
pada umumnya memerlukan investasi
asing, terutama perusahaan yang meng-
hasilkan barang dan jasa untuk kepent-
ingan ekspor. Di negara maju seperti
Amerika Serikat, modal asing, khusus-
nya dari Jepang dan Eropa Barat, tetap
dibutuhkan guna memacu pertumbuhan
ekonomi domestik, menghindari kelesu-
an pasar dan penciptaan kesempatan
kerja. Apalagi di negara berkembang sep-
erti Indonesia, modal asing sangat diper-
lukan terutama sebagai akibat dari mod-
al dalam negeri yang tidak mencukupi.
Untuk itu berbagai kebijakan di bidang
penanaman modal perlu diciptakan da-
lam upaya menarik pihak luar negeri un-
tuk menanamkan modalnya di Indone-
81 Wiranata, S. Pengembangan Investasi di Era Globalisasi dan
Otonomi Daerah. Jurnal Ekonomi Pembangunan, XII (1) 2004,
hlm. 23

61
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

sia.82
Menurut Harjono,83 Penanaman modal
dalam negeri adalah penggunaan modal oleh
negara maupun swasta nasional atau swasta
asing yang berdomisili di Indonesia yang di-
gunakan untuk menjalankan kegiatan usaha
bagi usaha-usaha yang mendorong pemban-
gunan ekonomi pada umumnya.84
Pembahasan
Undang-Undang Omnibus Law Cipta
Kerja ini mengatur ulang kebijakan-kebija-
kan yang sebelumnya dinilai menghambat
masuknya investasi ke Indonesia. Hal ini
dilakukan sebagai upaya untuk mewujud-
kan perekonomian Indonesia yang semakin
kuat sehingga dapat menjadi salah satu dari
empat kekuatan ekonomi dunia pada 2030-
2035. Deregulasi peraturan dan kebijakan
terdahulu diharapkan dapat menciptakan
iklim penanaman modal yang lebih mudah
dan ramah. Perwujudan dari peraturan da-
lam Undang-Undang Omnibus Law Cipta Ker-
ja terkait investasi di Indonesia salah satun-
ya adalah penyederhanaan proses perizinan
investasi menjadi lebih sederhana dan cepat.
Hal ini menjadi salah satu fokus utama, kare-
82 Ibid. Hlm 20
83 Harjono, Dhaniswara K. Hukum Penanaman Modal : Tinjauan
Terhadap Pemberlakuan Undang-Undang No.25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal.Pusat Pengembangan Hukum dan
Bisnis Indonesia, Jakarta, 2012, hlm. 45
84 Balfas Hamud, Hukum Pasar Modal, Tata Nusa: Jakarta, 2006.
Hlm 27

62
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

na permasalahan suap disetiap meja saat


mengurus perizinan usaha sudah menjadi ra-
hasia umum. Oleh karena itu, untuk memini-
malisir hal tersebut dibuatlah UU Cipta Kerja
agar seluruh proses terkait perizinan investa-
si dapat memberikan kepastian peraturan
dan standar, sehingga implementasi kegiatan
penanaman modal tidak lagi memakan waktu
yang panjang dan bertele-tele.
Berdasarkan Undang-Undang Omnibus
Law Cipta Kerja, didapatkan poin-poin yang
diharapkan dapat meningkatkan daya saing
dan kemudahan berbisnis di Indonesia. Poin-
poin tersebut, antara lain:85
1. Usaha pemerintah dalam memangkas
adanya tumpang tindih aturan melalui
Omnibus Law ini diharapkan dapat
mempercepat perizinan. Selain itu, peng-
hapusan sektor dalam daftar investasi
negatif juga diharapkan dapat memicu
bertambahnya investasi dari negara as-
ing ke Indonesia.
2. Pembebasan pajak dividen jika dana
tersebut diinvestasikan kembali di In-
donesia diharapkan dapat menguntung-
kan investor pasar modal. Selain itu, ter-
dapat juga potongan pajak badan bagi
perusahaan terbuka (go public) sebesar
3%, dari 22% menjadi 19%. Sementara
untuk perusahaan yang go public pada
85 UU No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

63
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

2023, pajak badan akan turun dari 20%


menjadi 17%.
3. Hadirnya Sovereign Wealth Fund (SWF)
yang merupakan dana kelolaan
pemerintah negara yang digunakan
untuk berbagai kepentingan negara.
Sumber dananya bermacam-macam,
tergantung karakteristik negara yang
bersangkutan.
Jika kita melihat dari prespektif lain Un-
dang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja khu-
susnya dalam hal persyaratan investasi maka
juga akan ditemukan beberapa sentimen
negatif. Sentimen negatif ini tercermin da-
lam perjalanannya, dimana Undang-Undang
Omnibus Law Cipta Kerja sebelum disahkan
kemarin menjadi polemik panjang. Para bu-
ruh menilai pasal-pasal yang diatur dalam UU
tersebut cenderung berat sebelah ke pengu-
saha dan tidak menguntungkan para pekerja.
Di sisi lain, pengusaha membantahnya dan
mengatakan UU Cipta Kerja justru punya se-
jumlah kelebihan yang menguntungkan bu-
ruh juga.
Terlepas dari perdebatan tentang siapa
yang lebih diuntungkan dari Undang-Undang
Omnibus Law Cipta Kerja ini, penulis mempu-
nyai kritik sendiri terhadap undang-undang
ini. Menurut penulis Undang-Undang Omni-
bus Law Cipta Kerja ini justru bisa menim-
bulkan dampak negatif terhadap iklim usa-

64
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

ha. Masalah pertama, yakni Undang-Undang


Omnibus Law Cipta Kerja tersebut mengubah
ratusan pasal dari pelbagai Undang-undang
sehingga butuh ratusan atau bahkan ribuan
aturan teknis baik level Peraturan Pemerin-
tah (PP), Peraturan Presiden (Perpres) hing-
ga Peraturan Menteri dan Peraturan Instansi
atau Lembaga lainnya. Tentunya selain mem-
butuhkan waktu guna pembentukannya, hal
ini akan juga menciptakan kebingungan ser-
ta ketidakpastian hukum di tengah-tengah
masyarakat yang harus beradaptasi kembali
dengan konsep omnibus law itu sendiri dan
pasal-pasal didalamnya. Selain membuat
ketidakpastian secara hukum karena banyak-
nya aturan yang berubah, ditambah lagi den-
gan adanya situasi Pandemi Covid-19 yang
menyebabkan resesi ekonomi. Padahal inves-
tor sejatinya membutuhkan suatu kepastian
hukum, karena bagaimanapun dunia hukum
dan dunia usaha adalah dua bidang yang ber-
jalan beriringan.
Di sisi lain, kehadiran Undang-Undang
Omnibus Law Cipta Kerja juga tidak bisa
langsung menjamin investasi masuk ke Indo-
nesia. Banyak variabel lain yang jadi pertim-
bangan investor, seperti keseriusan pemerin-
tah dalam pemberantasan korupsi, efektivitas
insentif fiskal dan non fiskal, ketersediaan
bahan baku dan biaya logistik bahkan terkait
hal ketenagakerjaan sekalipun akan dapat
menjadi salah satu variabel untuk menarik

65
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

para investor. Oleh karena itu, dengan dicab-


utnya hak-hak pekerja dalam omnibus law,
tidak menutup kemungkinan persepsi inves-
tor khususnya negara maju jadi negatif terha-
dap Indonesia. Investor di negara maju sangat
menjunjung fair labour practice dan decent
work di mana hak-hak buruh sangat dihargai
bukan sebaliknya menurunkan hak buruh
berarti bertentangan dengan prinsip negara
maju.
Sehingga UU Cipta Kerja ini berpotensi
akan menjadi balik merugikan ekonomi Indo-
nesia alih-alih memajukan perekonomian In-
donesia. Hal ini dikarenakan Undang-Undang
Omnibus Law Cipta Kerja ini juga membuat
para buruh atau tenaga kerja kehilangan be-
berapa hak-haknya yang akan berakibat pada
investor-investor dari negara-negara maju
yang juga selalu memperhatikan hak-hak dari
para pekerjanya tidak berinvestasi di Indone-
sia. Salah satu variabel yang menurut hemat
penulis sangat penting adanya adalah dengan
melakukan pemberantasan korupsi secara
serius. Pemberantasan korupsi ini menjadi
poin utama penulis guna melancarkan arus
investasi di Indonesia dikarenakan berdasar-
kan survei Word Economic Forum korupsi
menduduki pringkat pertama dari 16 faktor
penghambat investasi di Indonesia.86 Memang
86 Dwi Hadya Jayani, Korupsi Penghambat Utama Investasi di
Indonesia, https://katadata.co.id/ariayudhistira/infografik/5e9a4e
6183df7/korupsi-penghambat-utama-investasi-di-indonesia?I,
diakses pada tanggal 1 Maret 2021

66
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

secara langsung atau tidak langsung, korup-


si selain dapat merugikan keuangan negara
dengan menurunkannya pendapatan negara
dari sektor pajak dan meningkatkan utang
luar negri Indonesia, juga dapat membuat
perekonomian disuatu negara menjadi rusak
sebagaimana dalam Penjelasan I UU No 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Korupsi mempersulit pembangunan
ekonomi dengan membuat distorsi dan keti-
dakefisienan yang tinggi. Dalam sektor privat
korupsi meningkatkan ongkos niaga karena
kerugian dari pembayaran ilegal. Ongkos me-
nejemen dalam negosiasi dengan pejabat ko-
rup. Dan resiko pembatalan perjanjian atau
karena penyelidikan, sehingga hal ini menye-
babkan lesunya pertumbuhan ekonomi dan
investasi.87 Selain itu, lesunya pertumbuhan
ekonomi dan tidak atau menurunnya arus in-
vestasi di Indonesia juga membuat produkti-
vitas menurun. Hal ini menghambat perkem-
bangan sektor industri untuk lebih baik.88
Kompleksitas korupsi yang dilakukan oknum
dan seolah telah menjadi suatu sistem dalam
suatu birokrasi ini, harus ditanggapi lebih se-
rius oleh pemerintah jika ingin juga mening-
katkan arus investasi di Indonesia dan mema-
jukan perekonomian negara Indonesia.
87 Komisi Pemberantasan Korupsi, Dampak Masif Korupsi
Terhadap Ekonomi, https://aclc.kpk.go.id/materi/bahaya-dan-
dampak-korupsi/infografis/dampak-korupsi-terhadap-ekonomi,
diakses pada tanggal 1 Maret 2021
88 Ibid.

67
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Tetapi pada faktannya disekitaran akhir


tahun 2019 Pemerintah malah melakukan hal
sebaliknya yang dinilai dapat melemahkan
kinerja KPK. Selain pemberantasan korupsi,
pemerintah juga harus dapat meraih keper-
cayaan dari masyarakat, karena melihat ke-
jadian-kejadian akhir-akhir ini seperti didu-
ga terdapat pelanggaran HAM (penembakan
KM 50), tertangkapnya Menteri Kelautan dan
Perikanan oleh KPK, tertangkapnya Menteri
Sosial oleh KPK yang membuat kepercayaan
dari masyarakat terhadap pemerintah menja-
di turun. Oleh karena itu, pemerintah harus
dapat membuktikan dengan Undang-Undang
Omnibus Law Cipta Kerja ini dapat direal-
isasikan sebagaimana mestinya dan dapat
memajukan perkonomian Indonesia yang
semata-mata mewujudkan cita-cita bangsa
Indonesia yakni memajukan kesejahteraan
umum sesuai UUD NRI 1945. Semoga.
Penutup
Ulasan di atas ini merupakan ringkasan
informasi terkait komentar-komentar penulis
terhadap Undang-Undang Omnibus Law Cip-
ta Kerja bagi investor dan hal-hal yang ber-
kaitan dengan investasi. Memang cukup ban-
yak kontra dari masyarakat khususnya dari
kalangan buruh yang akan secara langsung
merasakan dampak-dampak bagi mereka ter-
kait Undang-Undang Omnibus Law Cipta Ker-
ja ini yang terlihat dari banyaknya aksi pen-

68
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

yampaian pendapat ke pemerintah. Namun,


diharapkan semua ini segera berlalu dan
ditemukan win-win solution bagi semua pihak
agar Indonesia bisa tumbuh lebih maju tanpa
ada pihak yang terbebani.

69
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

ANALISIS PROSES LEGISLASI


DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-
UNDANG DI INDONESIA

Fajar Nur Ramadhan

C
iri khas yang melekat pada Indonesia se-
lain kondisi alam dan sosialnya adalah
struktur institusi kenegaraanya yang
selalu di dasarkan pada Norma Hukum, ba-
rangkali sudah tidak asing. Soerjono Soekanto
dalam bukunya yang berjudul “Perihal Kaidah
Hukum”89 menjelaskan norma adalah suatu
kaidah yang harus di patuhi seseorang dalam
hubunganya dengan sesama pada lingkung-
anya. Dalam proses perkembanganya, kaidah
tersebut berkembang menjadi “Ordeel” atau
pandangan yang harus dipatuhi dan menja-
di cita-cita dari adanya norma tersebut, yaitu
sikap kepatuhan yang melahirkan rasa tertib
dan aman.90 Seiring dengan berkembangan-
ya peradaban masyarakat, maka norma tel-
ah bergerak sesuai dengan tujuan dan cita
secara umum, sehingga di Indonesia hari ini
mengenal ada 4 macam norma, yaitu norma
89 Soerjono Soekanto dan Purwadi Purbacaraka, Perihal Kaidah
Hukum, Bandung: PT.Citra Aditya Abadi, 1989, hal.6
90 Hans Kelsen, General Theory of Law and State, New York,
Russel and Russel, 1945, hal 35

71
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

agama, norma kesusilaan, norma kesopanan


dan yang paling modern dari 21 abad lebih
peradaban manusia adalah Norma Hukum.
Sebagaimana kondisi sosial diciptakan-
nya norma hukum atau ketentuan hukum
adalah untuk menciptakan keteraturan mas-
yarakat dan memiliki sanksi bermuatan ten-
tang kebolehan dan larangan yang dapat
membantu masyarakat mencapai cita-ci-
ta bersama, dalam hal ini kalimat “Cita-cita
bersama” adalah bentuk hegemoni pimpinan
masyarakat untuk memakmurkan kesatuan
masayarakat yang disebut sebagai bangsa.91
Norma yang seperti ini kerap dituangkan da-
lam sebuah naskah yang bernama “Grund-
norm” atau norma dasar. lalu di tuangkan
dalam norma-norma terapan (sesuai bidang
yang menjadi objek pearturan) yang memili-
ki sifat lebih konkret dan tegas, namun se-
suai dengan kebutuhan dan perkembangan
masyarakat, Sehingga menurut Hans Kelsen
disebut sebagai nomodynamics.92 Dalam pan-
dangan Satjipto Rahardjo fenomena adanya
norma dasar (pokok) yang diturnkan menjadi
norma terapan dipengaruhi oleh proses yang
dinamis sesuai dengan kondisi ekonomi (adap-
tif), proses pencapaian tujuan (politis), proses
mempertahannkan kultur (budaya), efisiensi,
legitimasi dan keadilan yang disebutnya Hu-

91 Schemerhorn, Richard A., Society and Power, New York : Random


House, 1965
92 Ibid, hlm. 112-113

72
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

kum sebagai mekanisme pengintegrasi.93


Sehingga dalam proses integrasi dibu-
tuhkan institusi sosial yang berhubungan
dengan kekuasaan. Tentu sebab dibentuknya
hukum dengan model yang sedemikian rupa
tidak lepas dari fungsi hukum sebagai “Alat
Pengontrol Masyarakat”. Menurut pandan-
gan hukum progresif Satjipto Rahardjo, men-
yatakan akan timbul kesan bahwa Manusia
adalah objek atau sasaran dari manipulasi
kekuasaan dengan mekanisme hukum yang
sedemikian rupa dinamis mengingat tujuann-
ya adalah sebagai intrumen pengontrol mas-
yarakat, dari pendapat tersebut hal itu ten-
tu bisa saja terjadi apabila suatu kekuasaan
yang merupakan “main actor” dalam pembua-
tan norma hukum adalah kekuasaan yang
monopolis negatif.94
Konteks pemahaman hukum di Indone-
sia boleh dikatakan masih kabur apabila kita
melihat bagaimana nomodynamics berlaku
di negara ini, hal ini akibat adanya ciri atau
kekhasan tersendiri dalam dunia hukum In-
donesia yang tidak rigid menganut suatu aja-
ran tertentu, melainkan dari adanya Grund-
norm atau norma dasar yaitu UUD NRI 1945
yang bersumber dari Philosopisce Grondslag,95
atau landasan filosofis bangsa yaitu Pancasi-
93 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung:PT Citra Aditya Bakti,
2012, hlm. 144
94 Ibid, hlm. 155
95 Teguh Prasetyo, Hukum dan Sistem Hukum Berdasarkan
Pancasila, Yogyakarta: Media Perkasa, 2013, hlm. 69

73
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

la, dan baik pada keduanya tidak dijelaskan


bagaimana mekanisme pembentukan norma
dan keberlakuanya terhadap objek hukum
apakah mengedepankan Kepastian Hukum
sesuai asas konkordansi yaitu Civil law, atau
mengedepankan Kemanfaatan Hukum yaitu
Common Law atau bisa saja mengakomodasi
semua sepanjang dianggap benar oleh mas-
yarakat dan dapat diberlakukan asalkan ses-
uai dengan Pancasila. Kondisi ini melahirkan
konsep pemikiran yang bebas asal sesuai den-
gan objek yang dipandang sebagai kebutuhan
masyarakat dan menjadi prioritas negara. Se-
hingga dapat dengan mudah terjadi manipu-
lasi kepentingan dengan hegemoni kata Nega-
ra sebagai dasarnya.
Hal yang demikian adalah umum dan ter-
jadi di seluruh negara di dunia. Hukum adalah
sarana penegak keadilan namun juga hukum
adalah alat kontrol masyarakat, sebagaimana
dalam suatu negara yang menjadikan Hukum
sebagai dasar dilaksanakanya segala bentuk
kegiatan pemerintah. Indonesia sebagai se-
buah negara memiliki konstitusi UUD NRI
1945 yang mana pasal 1 ayat (3) menyatakan
bahwasanya “Indonesia adalah Negara Hu-
kum”,96 hal yang demikian menjadikan sega-
la bentuk struktural organisasi ketatanega-
raan dan segala tindakan administrasi yang
mengatasnakaman negara, berada di ruang
lingkup negara, sepanjang masih dilakukan
96 Pasal 1 ayat 3 UUD NRI 1945

74
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

di teritorial negara maka wajib tindakan-tin-


dakan tersebut didasarkan pada Hukum. Hal
ini sejalan dengan pendapat Wodroow Wilson
yang menyatakan bahwasanya negara ada-
lah suatu entitas dimana orang-orang diatur
menurut teriotiral tertentu berdasarkan hu-
kum.97
Ciri utama dari negara hukum adalah
adanya Peraturan Perundang-undangan.
Peraturan perundang-undangan adalah se-
buah sistem yang utama dalam rangka pem-
buatan hukum, pembaharuan hukum dan
memiliki cara kerja yang fleksibel sesuai den-
gan kebutuhan serta terjamin kepastiannya
sebagaimana model nomodynamics yang telah
dijelaskan sebelumnya. Namun sebagai neg-
ara Hukum atau rechstaat,98 model pemerin-
tahan negara Indonesia sedikit banyak juga
terpengaruh barat sebagaimana umumnya
republik didirikan hampir diseluruh dunia
yaitu menempatkan konsep keterwakilan se-
bagaimana diimplementasikan dengan adan-
ya lembaga perwakilan rakyat yang memben-
tuk Undang-Undang, yang nantinya akan
digunakan sebagai acuan jalannya pemerin-
tahan.
Konsep pelaksana sebagai “penguasa”,
97 C.F. Strong, Modern Political Constitutions Konstitusi-
Konstitusi Politik Modern Studi Perbandingan tentang Sejarah
dan Bentuk, Nusa Media, Bandung, 2010, hlm. 6
98 Mia Kusuma Fitriana, Peranan Politik Hukum Dalam Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia Sebagai Sarana
Mewujudkan Tujuan Negara (Laws And Regulations In Indonesia As
The Means Of Realizing The Country’s Goal), 2015

75
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

menghendaki agar “penguasa” bertindak se-


suai dengan keinginan rakyat yang telah di
representasikan oleh perwakilan rakyat. Na-
mun apabila melihat realitas bangsa Indone-
sia, setiap keputusan ataupun kebijakan yang
merupakan produk dari lembaga perwakilan
rakyat tentu akan memuat kepentingan poli-
tis, yang dimasukkan kedalam suatu pera-
turan perundang-undangan sebagai norma
hukum positif yang berlaku untuk mencapai
suatu tujuan, karena norma hukum juga mer-
upakan instrumen pengontrol masyarakat.
Terlalu banyaknya kepentingan politis yang
disalurkan dalam bentuk Undang-Undang
maka dikhawatirkan akan mengkaburkan
tujuan dari dibentuknya undang-undang itu
sendiri yaitu “Keadilan”, “Kepastian”, dan “Ke-
bermanfaatan”.99
Sehingga dibentuklah suatu pedoman
yang berlatar belakang kebutuhan mas-
yarakat dan kepentingan umum sebagai to-
lak ukur utama dalam pembentukan Pera-
turan perundang-undangan dalam rangka
mendukung adanya suatu produk-produk
hukum yang benar-benar mewakili harapan
masyarakat melalui berbagai mekanisme dan
tahapan riset melalui Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2019 Perubahan atas Undang-Un-
dang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentu-
kan Peraturan Perundang-undangan. Dalam
undang-undang tersebut, nomenklatur (isti-
99 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung:PT Citra Aditya Bakti,
2012, hlm. 23

76
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

lah) “perundang-undangan” diartikan dengan


segala sesuatu yang bertalian dengan un-
dang-undang, atau seluk beluk undang-un-
dang. Misalnya ceramah mengenai perun-
dang-undangan pers nasioal, falsafah negara
itu kita lihat pula dari sistem perundang-un-
dangannya.100 Menurut Bagir Manan,101 pera-
turan perundang-undangan adalah setiap
putusan tertulis yang dibuat, ditetapkan dan
dikeluarkan oleh lembaga dan atau peja-
bat negara yang mempunyai (menjalankan)
fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang
berlaku. Sedangkan pengertian Pembentu-
kan Peraturan Perundang-undangan adalah
pembuatan Peraturan Perundang-undangan
yang mencakup semua tahapan mulai dari
: perencanaan, penyusunan, pembahasan,
pengesahan atau penetapan dan pengun-
dangan.102 Undang-Undang adalah peratur-
an perundang-undangan yang dibentuk oleh
Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetu-
juan bersama Presiden.103 Dari pengertian di
atas dapat disimpulkan bahwa pembentukan
undang-undang merupakan salah satu ba-
100 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,
diolah kembali oleh Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Balai Pustaka,
1982, hlm. 990
101 Bagir Manan, Peranan Peraturan Perundang-undangan Dalam
Pembinaan Hukum Nasional, Bandung, Armico, 1987, hlm. 13.
102 Menurut UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan PerundangUndangan, dan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan
103 Pasal 1 ayat 3 UU No. 1 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan PerundangUndangan

77
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

gian dari pembentukan peraturan perundan-


gan-undangan yang secara hierarkis ada 7
tingkatan dalam peraturan perundang- un-
dangan yaitu UUD NRI 1945 sebagai Grund-
norm, dilanjutkan oleh TAP MPR RI, kemudi-
an Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
Pearturan Presiden, Pearturan Daerah Ting-
kat 1 dan Pearturan Daearh Tingkat 2,104 yang
mana dalam seluruh peraturan tersebut pros-
es pembuatanya mencakup tahapan peren-
canan, penyusunan, pembahasan, pengesah-
an atau penetapan, dan pengundangan.
Adapun dasar hukum proses pemben-
tukan UU adalah : a. Pasal 5 ayat (1), Pasal
20, Pasal 21, Pasal 22 D ayat (1), dan Pas-
al 22 D ayat (2) Undang-Undang Dasar Neg-
ara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Un-
dang-Undang Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundangundangan; c. Undang-Undang Re-
publik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 ten-
tang Majelis Permusyawaratan Rakyat, De-
wan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daer-
ah; d. Peraturan Presiden Republik Indone-
sia Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Ta-
hun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan; e. Peraturan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor
1/DPR RI/TAHUN 2009 tentang Tata Tertib; f.
104 UU no 12 tahun 2011 Tentang Pembentuka Peraturan Perundang
– Undangan.

78
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik


Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang Tata
Cara Penyusunan Program Legislasi Nasional;
eraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Tata
Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Un-
dang; h. Putusan Mahkamah Konstitusi No-
mor 92/PUU-X/2012 tentang Pengujian Un-
dangUndang Nomor 27 Tahun 2009 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Per-
wakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 ten-
tang Pembentukan Peraturan Perundang-un-
dangan.105
Dalam pembentukan Peraturan perun-
dang-undangan sebagai norma hukum yang
berlaku di teritorial Negara Republik Indone-
sia, Konstitusi UUD NRI 1945 pasal 20 ayat
(1),106 mengamanatkan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) sebagai pemegang utama pem-
bentukan Undang-Undang dan memiliki
Kewenangan tunggal untuk hal tersebut.
Namun dalam rangka adanya check and bal-
ances antar lembaga negara terutama dan
juga agar undang-undang yang dibentuk juga
sepengetahuan pelaksana Undang-Undang
yaitu Eksekutif, maka rancangan undang-un-
105 Menurut UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan PerundangUndangan, dan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan
106 UUD NRI 1945

79
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

dang (RUU) harus dibahas bersama untuk


mendapatkan persetujuan dengan presiden,
dalam hal RUU tidak mendapatkan persetu-
juan presiden maka RUU tersebut boleh diu-
sulkan kembali namun pada periode kepen-
gurusan DPR yang selanjutnya, bukan pada
kepengurusan di masa itu. Setelah RUU
mendapatkan Persetujuan maka RUU akan
di sahkan oleh Presiden sehingga menjadi
Undang-Undang (UU). Dalam hal presiden ti-
dak mengesahkan RUU menjadi UU selama
30 hari maka RUU tersebut secara otomatis
akan menjadi UU dan wajib diundangkan.
Meskipun dalam UUD NRI 1945, DPR adalah
lembaga utama dalam pembentukan UU. Se-
bagai kepala negara dan pemerintahan serta
pimpinan tertinggi lembaga eksekutif, Presi-
den juga dapat mengajukan RUU yang telah
disetujui bersama dengan DPR untuk menjadi
Undang-Undang.107
Dalam pandangan umum tentunya yang
berada di dalam gedung Parlemen bukan ha-
nya DPR saja melainkan juga DPD. Peranan
DPD dalam pembentukan UU akan ada apa-
bila RUU yang dibahas bersubstansi perihal
kepentingan daerah seperti : a. Otonomi daer-
ah; b. Hubungan pusat dan daerah; c. Pem-
bentukan dan pemekaran serta penggabun-
gan daerah; d. Pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lainnya; e. Perim-
bangan keuangan pusat dan daerah.
107 UU No. 12 Tahun 2011 Pasal 22 ayat 2

80
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Dalam pengajuan RUU dikenal pula is-


tilah Program Legislasi Nasional atau (Proleg-
nas) yang secara sigkat Prolegnas adalah ran-
cangan undang – undang yang diutamakan
pembahasanya, Prolegnas terbagi menjadi
dua yaitu Prolegnas jangka 5 tahunan dan
Prolegnas tahunan.
Pengajuan RUU terbagi menjadi beberapa
jalur, yaitu yang berasal dari usul DPR/DPD,
Usul Inisiatif Anggita DPR, Usul Presiden.108
Dalam pembuatan RUU memperhatikan pula
ketentuan penulisan naskah RUU yang terdi-
ri dari: a. JUDUL; b. Pembukaan harus men-
cantumkan (1. Frasa dengan Rahmat Tuhan
Yang Maha Esa 2. Jabatan Pembentuk Per-
turan PerundanmgUndangan 3. Konsiderans
4. Dasar Hukum 5. Diktum C. Batang Tubuh
1. Ketentuan Umum 2. Materi Pokok yang
diatur 3. Ketentuan Pidana (Jika diperlukan)
4. Ketentuan Peralihan (Jika diperlukan) 5.
Ketentuan Penutup); d. Penutup e. Penjelas-
an (apabila diperlukan) f. Lampiran (apabila
diperlukan).109
Dalam internal parlemen pembahasan
mengenai substansi RUU antara DPR bersa-
ma Presiden dan DPD (pada topik tertentu
yang membahas urgensi daerah) diselengga-
rakan melalui 2 tingkatan rapat. Tingkat per-
tama adalah rapat komisi, rapat gabungan
108 Putusan Mahkamah Konstitusi No. 92/2012
109 UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan

81
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

komisi, rapat badan legislasi, rapat badan


anggaran atau rapat panitia khusus. Tingkat
kedua adalah rapat paripurna. Pada peratur-
an sebelumnya DPD hanya “diizinkan” untuk
ikut serta dalam pembahasan. Berdasarkan
UU Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 72 Penyam-
paian RUU kepada sekretariat negara, dilaku-
kan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak adan-
ya persetujuan. Setelah menerima RUU yang
telah disetujui DPR dan Presiden tersebut,
Sekretariat Negara akan menuangkan ber-
kas RUU kedalam kertas kepresidenan un-
tuk dikirimkan kepada Presiden agar disah-
kan menjadi UU. Pengesahan RUU yang telah
disetujui bersama tersebut dilakukan dengan
membubuhkan tanda tangan dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
RUU tersebut disetujui oleh DPR dan Presi-
den. Dalam hiearki peraturan perundang-un-
dangan, yang paling pokok adalah keberadaan
UU atau undang-undang sebagai norma hu-
kum konkret dan tegas mengatur sanksi dan
cerminan langsung dibawah UUD, sehingga
dalam penyelenggaran negara UU memegang
peranan penting dan menjadi norma utama
untuk menjadi payung hukum bagi seluruh
persoalan pada aspek yang diatur didalamn-
ya.

82
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

DISHARMONISASI UNDANG-
UNDANG NOMOR 11 TAHUN
2020 TENTANG CIPTA KERJA
TERHADAP UNDANG-UNDANG
NOMOR 12 TAHUN 2011
TENTANG PEMBENTUKAN
PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN

Berliana Dewi Fortuna

P
emerintah telah mengesahkan Omnibus
Law UU Cipta Kerja pada 2 November
2020 dengan tujuan untuk meningkat-
kan lapangan kerja, meningkatkan indeks reg-
ulasi dan meningkatkan investasi asing dan
dalam negeri dengan mengurangi persyaratan
peraturan dalam izin usaha. Mengingat pera-
turan perundang-undangan sebagai produk
legislasi tentu tidak terlepas dari pengaruh
secara kelembagaan pembuat, yakni DPR dan
Presiden yang masing-masing memiliki fung-
si legislasi, ataupun kelembagaan lain yang
dapat mengeluarkan regulasi. Dengan ban-
yaknya kewenangan mengeluarkan produk
legislasi menyebabkan tingginya egosektoral

83
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

masing-masing lembaga untuk mengatur


suatu sektor tertentu. Kewenangan menge-
luarkan produk legislasi disertai egosektoral
tersebut yang kemudian menghasilkan obe-
sitas peraturan perundang-undangan dan
menyebabkan disharmoni antar peraturan
perundang-undangan sehingga menghambat
jalannya kinerja pemerintahan.
Berdasarkan data yang diberikan Direk-
torat Jenderal Peraturan Perundang-undan-
gan Kementrian Hukum dan HAM, jumlah
regulasi Negara Indonesia mencapai angka
43.933, mulai dari Undang-Undang sampai
Peraturan Daerah.110 Sedangkan produk hu-
kum tingkat pusat dan produk hukum ting-
kat daerah jika dijumlah mencapai angka
191.607.111 Over-regulated berpotensi men-
gurangi kualitas suatu regulasi yang men-
garah pada ketidakharmonisan regulasi.112
Rendahnya kualitas regulasi memberikan
dampak negatif pada praktik terhadap Un-
dang-Undang, terutama oleh subjek hukum
yang terkait. Misalnya satu sektor dapat
bermasalah karena kecacatan regulasi yang
mengatur praktik atau pelaksanaannya sa-
ling berkaitan. Dalam siklus investasi, jika
ingin berinvestasi namun harus berhadapan
dengan banyaknya regulasi, proses adminis-
110 Sumber: www.peraturan.go.id per tanggal 16 Januari 2020.
111 Sumber: www.jdihn.go.id per tanggal 21 Januari 2020.
112 Wicipto Setiadi, “Proses Pengharmonisasian Sebagai Upaya
Untuk Memperbaiki Kualitas Peraturan Perundang-undangan”,:
Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 4 No. 2, Juni, 2007, hlm. 46. 4
Naskah Akademis RUU Cipta Kerja, hlm. 210 (versi 1981 halaman).

84
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

trasi yang rumit, dan berbagai instansi akan


menghambat aktivitas sektor tersebut. Hal
inilah yang dihindari pemerintah, yaitu meng-
hambat implementasi program pembangunan
dan memburuknya iklim investasi di Indone-
sia.
Pembentukan UU Cipta Kerja memper-
timbangkan aspek filosofis untuk mewujudkan
pembangunan nasional dan pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.4 Di tengah
resesi, kebijakan ini berorientasi pada kese-
jahteraan masyarakat. Untuk itu, tendensi
pemerintah fokus kepada pembentukan regu-
lasi di bidang ekonomi. Konsep regulasi ini bu-
kanlah hal asing, sebab sudah banyak negara
yang menerapkannya. Salah satunya Negara
Filipina yang dapat dikatakan satu keluarga
hukum dengan Indonesia karena sama-sa-
ma menganut sistem hukum civil law. Filipi-
na juga menerapkan Undang-Undang sejenis
konsep Omnibus Law bernama The Omnibus
Investment Code untuk memberikan insentif
komprehensif secara fiskal dan non-fiskal da-
lam menopang pembangunan nasional pada
sektor investasi.
Jika ditinjau dari perspektif perbandin-
gan hukum di negara lain, Omnibus Law UU
Cipta Kerja sesungguhnya bukan hal yang
baru dan dilarang, namun yang perlu diper-

85
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

hatikan ialah aspek aspek proses pembua-


tan hingga substansi dari yang diatur dalam
omnibus law cipta kerja, apakah sudah ses-
uai dengan UU No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentuakn peraturan perundang-undan-
gan Namun, pengesahan UU Cipta Kerja pada
tanggal 5 oktober 2020 justru menuai kon-
troversi. Berbagai golongan masyarakat, mu-
lai dari buruh, akademisi, hingga ormas ikut
serta menolak UU Cipta Kerja karena dinilai
tidak sesuai dengan ketentuan UU No. 12 Ta-
hun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
Berdasarkan pemaparan sebelumnya,
dapat dikemukakan permasalahan yang seka-
ligus digunakan sebagai pijakan dalam meng-
kaji dan mengelaborasi tulisan ini. Penulis
akan memaparkan dan menganalisis bebera-
pa poin yang tidak sesuai antara UU Cipta
Kerja dengan UU No. 12 Tahun 2011, dian-
taranya ialah proses legislasi hingga struktur
kepenulisan.
Sesuai teori perundang-undangan di In-
donesia, konsep Omnibus Law belum diatur
dalam mekanisme pembuatan Undang-Un-
dang.113 UU Cipta Kerja dari konsep Omni-
bus Law lebih banyak dipraktikkan di negara
yang menganut sistem hukum common law.
Oleh karena itu, pembentukan UU Cipta Kerja
113 Sodikin, “Paradigma Undang-Undang dengan Konsep Omnibus
Law Berkaitan dengan Norma Hukum yang Berlaku di Indonesia”,:
Jurnal Rechtvinding, Vol. 9, No. 1, April, 2020, hlm. 148.

86
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

harus berpedoman pada asas pembentukan


peraturan perundang-undangan (Pasal 5 UU
No. 12 Tahun 2011).
Pada penerapannya, UU Cipta Kerja
mencabut beberapa pasal (lex posteriori) yang
dikhawatirkan dapat melahirkan masalah
baru. Ketidaksinkronan praktik terhadap
Undang-Undang menjadi salah satu dampa-
knya. Novianto Murti Hantoro menyebutkan
ada tiga tantangan untuk menerapkan kon-
sep Omnibus Law di Indonesia, yakni persoa-
lan teknik kepenulisan perundang-undangan,
penerapan asas peraturan perundangundan-
gan, dan potensi terjadinya resentralisasi ke-
wenangan.
Hakikat pembuatan Undang-Undang
merupakan penjelmaan dari kehendak rakyat.
Menurut Rousseau undang-undang diben-
tuk oleh kehendak umum (volonte generale),
yang mana dalam hal ini seluruh rakyat se-
cara langsung mengambil bagian dalam pem-
bentukan aturan masyarakat tanpa peran-
tara wakil-wakil.114 Kata “kehendak umum”
mencerminkan kehendak yang diperoleh
melalui perjanjian masyarakat.115 Artinya,
suatu Undang-Undang dibuat haruslah ber-
dasarkan perjanjian masyarakat yang disepa-
kati bersama. Sebab Undang-Undang yang
dibuat bersinggungan dengan kepentingan
114 Sozhino, 1980, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, hlm. 156.
115 Theo Huijbers, 1982, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah,
PT Kanisius, Yogyakarta, hlm. 91.

87
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

dari berbagai unsur masyarakat, maka harus


memperhatikan kemaslahatan juga bagi mas-
yarakat.
Secara procedural due process of law, UU
Cipta Kerja dapat dinilai cacat formil. Ber-
dasarkan data yang diperoleh Indonesian Par-
lementary Center tentang Program Legislasi
Nasional DPR tahun 2014-2019, secara kual-
itas produk hukum DPR tidak mencerminkan
aspirasi rakyat yang mana dibuktikan den-
gan seringnya protes dari masyarakat dan
sebanyak 14 UU dan 116 permohonan untuk
melakukan pengujian UU ke Mahkamah Kon-
stitusi. Salah satu fungsi hukum yaitu sebagai
instrumen politik. Undang-undang sebagai
bentuk manifestasi hukum memiliki fungsi
konstitusi dan peraturan perundang-undan-
gan yang dapat memberikan ruang untuk
memenuhi keinginan publik, sehingga tidak
sekadar memenuhi kaidah politik saja. Da-
lam pembahasan ini, UU Cipta Kerja minim
partisipasi masyarakat karena tidak mener-
apkan asas keterbukaan (Pasal 5 UU No. 12
Tahun 2011). Draf RUU Cipta Kerja yang sim-
pang siur (812 halaman, 905 halaman, 1.028
halaman, 1.035 halaman, dan finalnya 1.187
halaman) merupakan bukti buruknya imple-
mentasi hukum terhadap Pasal 96 UU No. 12
Tahun 2011 jo Pasal 28 UUD 1945.
Sesuai Keputusan Menteri Koordina-
tor Bidang Perekonomian Nomor 378 Tahun

88
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

2019 tentang Satuan Tugas Bersama Pemer-


intah dan Kadin untuk Konsultasi Publik Om-
nibus Law yang mengatur komposisi satgas
didominasi dari kaum pengusaha, sehingga
dinilai tidak sesuai dengan asas kejelasan tu-
juan dan asas kelembagaan (Pasal 5 UU No.
12 Tahun 2011). Hal ini dapat dibuktikan
dari komposisi satgas yang diketuai oleh Ket-
ua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin)
Indonesia beserta 8 wakil ketua dan 127 ang-
gota (69 orang wakil dari pemerintah pusat, 3
orang perwakilan dari pemerintahan daerah,
21 pengusaha yang mewakili Kadin, 25 pen-
gusaha yang mewakili berbagai Asosiasi Pen-
gusaha di Indonesia, 12 rektor dari kelompok
akademisi, dan sisanya adalah representasi
birokrasi). Tidak heran apabila tahap peren-
canaan dan penyusunan perundang-undan-
gan termarginalkan. Padahal tahap perenca-
naan dan penyusunan sangat esensial karena
secara teknik akan mengarahkan pada tujuan
politik hukum sebuah UU.
UU Cipta Kerja mengamanatkan hasil
revisi peraturan pelaksanaannya yang dise-
suaikan paling lama tiga bulan setelah Un-
dang-Undang ini disahkan. Dalam penyusu-
nannya, terdapat 1.244 pasal yang terdampak
pada 79 UU. Pelaksanaan seperti ini tidak lo-
gis, mengingat tidak mudahnya menyesuaikan
peraturan pelaksana dari 79 UU sekaligus ha-
nya dengan 64 kali pertemuan, terutama rapat
dilakukan secara tertutup (internal perumus).

89
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Menurut pernyataan Asfinawati, pembahasan


tingkat II yang membahas pembuatan nas-
kah final RUU belum jelas dan tidak disebar-
kan ke anggota DPR lainnya. Ditambah lagi
sulitnya akses RUU maupun UU Cipta Kerja,
kemudian jelas melanggar Pasal 88 UU No. 12
Tahun 2011. Kenyataannya, ada dua lembaga
negara (Ombudsman RI dan Komnas HAM RI)
yang mengaku sulit mendapatkan draf RUU
Cipta Kerja sampai pada tanggal 31 Januari.
Ombudsman yang mengajukan permintaan
draf RUU Cipta Kerja ditolak oleh Kemenko
Perekonomian dengan alasan draf tersebut
belum disetujui Presiden dan belum ada ara-
han dari Menteri untuk mempublikasikan ke-
pada masyarakat umum.
Menurut William J. Keefe dan Mor-
ris S. Ogul, Badan legislatif berfungsi men-
yampaikan informasi yang cukup dan aku-
rat kepada publik serta mempertimbangkan
pendapat publik dalam pembuatan Undan-
gUndang.8Fungsi ini termasuk dalam aspek
pendidikan publik. DPR merupakan salah
satu badan legislatif di Indonesia. DPR ditun-
tut untuk membangun mekanisme transpar-
ansi dan partisipasi publik yang mumpuni
sehingga masyarakat dapat mengakses seti-
ap peraturan baru DPR dengan mudah (Pas-
al 20A ayat (1) UUD NRI 1945). DPR dalam
konsep parlemen modern diwajibkan untuk
memastikan penyebaran informasi oleh parle-
men terlaksana dengan baik, yang kemudian

90
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

situasi ini berbanding terbalik dengan pelak-


sanaan prosedur pembuatan UU Cipta Kerja
(Pasal 88 dan Pasal 89 ayat (2) UU No. 12 Ta-
hun 2011).
Informasi akurat dan partisipasi mas-
yarakat menjadi aspek penting dalam pem-
bentukan Undang-Undang. Kedua aspek
tersebut mencerminkan kedaulatan rakyat
yang terbentuk dari “general will” sehingga
dapat menjamin kualitas regulasi. Singkatn-
ya, prosedur akan menentukan kualitas sub-
stansi peraturan perundang-undangan. Asas
keterbukaan (Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011),
partisipasi masyarakat (Pasal 96 UU No. 12
Tahun 2011), dan penyebarluasan informasi
terkait perkembangan RUU dan Naskah Pera-
turan Perundang-undangan (Pasal 88 dan
Pasal 95 UU No. 12 Tahun 2011) berkaitan
dengan prinsip demokrasi. Karena itu, tanpa
diimplementasikan sama saja menegasikan
prinsip demokrasi.
Persoalan UU Cipta Kerja tidak berhenti
sampai pelanggaran prosedur saja. Persoalan
struktur kepenulisan UU Cipta Kerja juga ha-
rus dikaji lebih dalam. Prosedur, teknik penu-
lisan, hingga strukturnya dianggap menyim-
pang dari UU No. 12 Tahun 2011.
Dimulai dari Naskah Akademik RUU
Cipta Kerja. Sebelum melakukan penyusu-
nan Rancangan Undang-Undang, pihak yang
mengusulkan RUU, dalam hal ini DPR atau

91
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Presiden terlebih dahulu menyusun Naskah


Akademik mengenai materi yang akan diatur
dalam Rancangan UndangUndang, yang mer-
umuskan antara lain tentang dasar filosofis,
sosiologis, yuridis, pokok, dan lingkup materi
yang diatur. Penyusunan Naskah Akademik
tersebut dapat dilakukan oleh pihak yang
mengusulkan RUU. Pelaksanaannya dapat
diserahkan kepada perguruan tinggi atau pi-
hak ketiga lainnya yang mempunyai keahlian
untuk itu. Pedoman penyusunan Naskah Ak-
ademik tersebut akan diatur dalam Peratur-
an Menteri (Pasal 5 Peraturan Presiden No. 68
Tahun 2005).116
Naskah Akademik menjadi acuan men-
getahui arah penyusunan suatu rancangan
peraturan perundang-undangan. Kajian poli-
tis pada prinsipnya mengedepankan kepent-
ingan pihak tertentu. Oleh karena itu, Naskah
Akademik berperan sebagai sarana memadu-
kan kekuatan para pihak, sehingga dihara-
pkan menjadi sebuah kebijaksanaan politik
yang kelak menjadi dasar selanjutnya bagi
kebijakan-kebijakan dan pengarahan ketata-
laksanaan pemerintahan.10
Naskah Akademik di UU Cipta Kerja ti-
dak sesuai dengan pedoman pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (UU No. 12
116 Maria Farida Indrati S, 2007, Ilmu Perundang-undangan 2, PT
Kanisius, Sleman, hlm. 18. 10 Abdul Basyir, “Pentingnya Naskah
Akademik Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
untuk Mewujudkan Hukum Aspiratif dan Responsif”,: IUS 285 Kajian
Hukum dan Keadilan, Vol. 2, No. 5, Agustus, 2014, hlm. 291.

92
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Tahun 2011 jo UU No. 15 Tahun 2019). Pada


halaman pertama, struktur Naskah Akade-
mik seharusnya dimulai dari penulisan judul
penuh di satu halaman. Namun tidak dengan
Naskah Akademik UU Cipta Kerja yang dimu-
lai dari penulisan “Daftar Isi” (UU No. 12 Ta-
hun 2011). Selain itu, penulisan keterangan
berupa judul “NASKAH AKADEMIS RUU CIP-
TA KERJA” seharusnya tidak disingkat.
Pada halaman selanjutnya tidak ada
kata pengantar, yang dilanjutkan langsung ke
pendahuluan, dan seterusnya. Kecuali dalam
ketentuan penulisan kata pengantar ditam-
bahkan keterangan “jika diperlukan”. Seper-
ti halnya Bab I UU No. 12 Tahun 2011 yang
menjelaskan bahwa kerangka Peraturan Pe-
rundang-Undangan bagian penjelasan dan
lampiran dapat ditambahkan ketika diperlu-
kan saja. Maka tidak menjadi masalah jika
bagian struktur ‘kata pengantar’ dihilangkan
karena bersifat opsional. Ditambah versi Nas-
kah Akademik yang beredar di publik berag-
am. Contohnya versi Naskah Akademik den-
gan 1981 halaman dan 2276 halaman yang
kemudian dapat mereduksi peran masyarakat
untuk ikut serta memberi masukan (Pasal 96
UU No. 12 Tahun 2011 jo Pasal 41 Peraturan
Presiden No. 68 Tahun 2005).
Maria Farida Indrati memaknai Omni-
bus Law sebagai satu UU (baru) yang men-
gandung atau mengatur berbagai macam

93
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

substansi dan berbagai macam subjek untuk


langkah penyederhanaan dari berbagai UU
yang masih berlaku.117 Jika UU Cipta Ker-
ja merupakan Undang-Undang baru, secara
struktur kepenulisan membahas mengenai
Undang-Undang baru juga. Namun pemba-
hasan pasal per pasalnya cenderung seper-
ti Undang-Undang perubahan. Dapat dilihat
pada ketentuan Bab III tentang Peningkatan
Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha
antara lain:
a. Bab III, Bagian Ketiga, Paragraf 2 ten-
tang Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang: Pasal 17 “Beberapa ketentuan
dalam Undang-Undang Nomor 26 Ta-
hun 2007….. diubah sebagai berikut…”;
Pasal 18 “Beberapa ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil… diubah sebagai
berikut…”. Selanjutnya Pasal 1 angka
14, angka 40, dan angka 4l diubah, di
antara angka 14 dan angka 15 disisip-
kan satu angka yakni angka 14A, ser-
ta angka 17, angka 18, dan angka 18A
dihapus; Pasal 19 “Beberapa ketentuan
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2014 tentang Kelautan… diubah sebagai
berikut…”,
117 Bayu Dwi Anggono, “Omnibus Law Sebagai Teknik Pembentukan
Undang-Undang: Peluang Adopsi dan Tantangannya dalam Sistem
Perundang-undangan Indonesia”,: Jurnal Rechtsvinding, Vol. 9, No.
1, April, 2020, hlm. 22.

94
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

b. Bab III, Bagian Ketiga, Paragraf 3 ten-


tang Persetujuan Lingkungan: Pasal 22
“Beberapa ketentuan dalam Undang-Un-
dang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Per-
lindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup… diubah sebagai berikut…”,
c. Bab III, Bagian Ketiga, Paragraf 4 ten-
tang Persetujuan Bangunan Gedung dan
Sertifikat Laik Fungsi: Pasal 24 “Bebera-
pa ketentuan dalam Undang-Undang No-
mor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung… diubah sebagai berikut…”.
Judul dari UU Cipta Kerja yakni “UN-
DANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2O2O TENTANG CIP-
TA KERJA”. Pada nama Peraturan Perun-
dang-undangan perubahan ditambahkan fra-
sa perubahan atas di depan judul Peraturan
Perundang-undangan yang diubah (UU No. 12
Tahun 2011). Yang selanjutnya sesuai keten-
tuan penulisan judul UndangUndang peru-
bahan diubah menjadi “UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN
2O2O TENTANG PERUBAHAN ATAS …”.
Judul suatu Undang-Undang yang salah
merupakan hal yang fatal. Pasalnya dari se-
buah judul inilah akan mencerminkan uraian
singkat isi sekaligus jenis peraturan perun-
dang-undangan. Dengan demikian, dapat
dikatakan terjadi ambiguitas tentang jenis UU
Cipta Kerja ini merupakan UndangUndang

95
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

baru atau lama (perubahan).


Permasalahan struktur kepenulisan se-
lanjutnya ada di Bab Ketentuan Umum yang
tidak hanya ada di Pasal 1 pada bab awal saja,
tetapi di berbagai macam Pasal. Hal ini dapat
dibuktikan sebagai berikut:
a. Bab III, Bagian Kedua, Paragraf 2 ten-
tang Perizinan Berusaha Kegiatan Usa-
ha Berisiko Rendah: Pasal 8 ayat (2), ter-
dapat penjelasan umum tentang nomor
induk berusaha,
b. Bab III, Bagian Ketiga, Paragraf 2 ten-
tang Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang: Pasal 17 yang selanjutnya men-
gubah dan memaparkan pengertian dari
ruang, tata ruang, struktur ruang, pola
ruang, penataan ruang, penyelengga-
raan penataan ruang, Pemerintah Pusat,
dan sebagainya (Pasal 1); Pasal 18 selan-
jutnya mengubah dan memaparkan pen-
gertian dari wilayah pesisir, pulau kecil,
ekosistem, bioekoregion, dan sebagainya
(Pasal 1); Pasal 19 selanjutnya mengu-
bah dan memaparkan pengertian dari
laut, kelautan, pulau, kepulauan, dan
sebagainya (Pasal 1),
c. Bab III, Bagian Ketiga, Paragraf 3 ten-
tang Persetujuan Lingkungan: Pasal 22
selanjutnya mengubah dan memapar-
kan pengertian dari lingkungan hidup,

96
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

pembangunan berkelanjutan, ekosistem,


daya dukung lingkungan hidup, dan se-
bagainya (Pasal 1). Penempatan Pasal
1 di berbagai bagian bab tidak mencer-
minkan letak ketentuan umum, yaitu
pada bab satu bilamana dalam Peratur-
an Perundang-undangan dilakukan pen-
gelompokan bab. Namun jika tidak ada
pengelompokan bab, ketentuan umum
diletakkan dalam bab atau beberapa
pasal awal (Huruf C.1, Angka 96 UU No.
12 Tahun 2011).
Tinjauan cacat formil ini perlu mem-
bedah UU secara keseluruhan. Khususnya
terkait poin-poin penting, seperti poin per-
timbangan (konsiderans). Pokok pikirannya
memuat unsur filosofis, yuridis, dan sosiol-
ogis yang menjadi latar belakang pembuata-
nnya.118 Lain halnya pada poin konsiderans
di UU Cipta Kerja yang singkat dan tidak
mewakili latar belakang dibuatkannya suatu
Undang-Undang, sedangkan setiap pemben-
tukan satu jenis Undang-Undang pasti diiku-
ti poin pertimbangan dan asbabunnuzulnya
yang berbeda. UU Cipta Kerja yang merang-
kum 11 kluster poin pertimbangan, dapat
dengan mudah mengaburkan landasan fi-
losofi dari suatu Undang-Undang. Akhirn-
ya mudah saja diselundupi praktik-praktik
menyimpang.
118 Maria Farida Indrati S, 2007, Ilmu Perundang-undangan 2, PT
Kanisius, Sleman, hlm. 108.

97
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Prof. Maria Sumardjono mengatakan ti-


dak jelas landasan filosofi Omnibus Law UU
Cipta Kerja, karena sebanyak 79 UU diubah
dan dijadikan satu. Padahal setiap UU punya
filosofi dan kekhasannya masing-masing.119
Dengan adanya UU Cipta Kerja, poin konsid-
erans dengan mudah disisipkan kepentingan
oligarki. Misalnya, dapat dilihat pada Pasal
89 yang telah dihapuskan dalam ketentuan
UU Cipta Kerja. Sebagai gantinya, Pasal 88D
disisipkan: “(1) Upah minimum dihitung den-
gan menggunakan formula perhitungan upah
minimum. (2) Formula perhitungan upah
minimum memuat variabel pertumbuhan
ekonomi atau inflasi.” Padahal janji peng-
hidupan yang layak ini dalam UU Ketenaga-
kerjaan diejawantahkan dalam Pasal 89 ten-
tang upah minimum yang dalam ayat (2)
menyebutkan bahwa: “Upah minimum diar-
ahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup
layak.”
Menjadi catatan bahwa ketentuan ter-
kait dengan penghitungan upah minimum
di UU Cipta Kerja tidak lagi menggunakan
“kebutuhan hidup layak” sebagai bahan per-
timbangan. Perhitungan semata dilandaskan
pada variabel pertumbuhan ekonomi atau
inflasi yang belum tentu merepresentasikan
119 Syamsul Ashar, “Omnibus Law UU Cipta Kerja Ciptakan
Masalah Baru Bidang Pertahanan Bernama Bank Tanah” https://
nasional.kontan.co.id/news/omnibus-law-uu-cipta-kerja-ciptakan-
masalahbaru-bidang-pertanahan-bernama-bank-tanah, diakses
pada tanggal 30 Januari 2020.

98
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

kebutuhan hidup layak bagi pekerja. Ironisn-


ya ketentuan ini justru terkesan menjauh-
kan kebijakan pengupahan dengan tujuan
awalnya, yaitu memberikan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan. Tentunya hal
ini sama saja mencederai poin konsiderans
huruf a. Pokok pikiran konsiderans sangat
penting agar seluruh masyarakat mengetahui
urgensi dibentuknya suatu UU. Maka musta-
hil mencapai tujuan pembentukan suatu Un-
dang-Undang jika dicampur adukkan dengan
ego sektoral.
Menurut Prof. Jimly Asshiddiqie, pen-
gujian fomil bukan hanya melihat peraturan
perundang-undangan secara tekstual saja,
melainkan juga dilihat sebagai ide. Meru-
juk pada putusan judicial review Mahkamah
Agung Amerika, yang diuji bukanlah pasal
per pasal yang saling bertentangan dengan
UUD atau peraturan perundang-undangan
lainnya, tetapi dilihatnya dari kekuasaan.
Mahkamah Konstitusi menguji apakah suatu
UU bertentangan dengan UUD karena kon-
gres tidak berwenang. Dalam hal ini, cacat
formil terletak pada kewenangan Presiden
yang tidak dipergunakan sebaik mungkin un-
tuk membuat regulasi yang relevan dengan
keadaan darurat Indonesia, yaitu Covid-19.
Sedangkan DPR dapat mensinergikannya
dengan ketiga fungsinya, yaitu fungsi legisla-
si, pengawasan, dan anggaran.

99
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Presiden diberikan kewenangan ber-


dasarkan Pasal 12 UUD NRI 1945 untuk
memberlakukan Perppu keadaan daru-
rat atau bahaya, namun pemerintah hanya
menggunakan logika normal, yaitu berdasar-
kan kegentingan memaksa. Sehingga salus
populi suprema lex esto tidak dapat diterap-
kan sesuai amanah konstitusi Pasal 12. Hal
ini bisa saja dilakukan pengujian formil den-
gan melihat logika tersebut yang menyangkut
keberwenangan dan ketidakberwenangan pe-
jabat negara. Kemudian, Mahkamah Konsti-
tusi dapat mengabulkan permohonan pengu-
jian UU Cipta Kerja berdasarkan pelanggaran
pengujian formil sesuai prosedur yang diatur
dalam konstitusi (Pasal 24C UUD 1945).
Konsep Omnibus Law memang dituju-
kan untuk mengurangi produk regulasi dan
menghindari overlapping regulation. Namun
efektivitas tersebut seharusnya tidak hanya
terfokus pada satu tujuan sektor saja (in-
vestasi). Sebab kecenderungan negara civil
law seperti Indonesia yang mengatur setiap
sektor pada berbagai peraturan yang tersebar,
sehingga ini yang kemudian memicu terjad-
inya overlapping regulation. Layaknya negara
Kanada yang berhasil menerapkan konsep
Omnibus Law, negara Indonesia dapat me-
modifikasikan produk terapan mereka, yaitu
memasukkan produk hukum dari berbagai
sektor yang masih berhubungan dan meng-

100
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

gunakan metode cognate bills untuk melaku-


kan harmonisasi regulasi. Selain itu, demi
mencapai kepastian hukum alangkah lebih
baik untuk diatur terlebih dahulu dalam UU
No. 12 Tahun 2011 sebelum konsep Omnibus
Law diterapkan di Indonesia.

101
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Asshiddiqie Jimly. 2016. Konstitusi Ekonomi.
Jakarta: Kompas.
Bagir Manan. 1987. Peranan Peraturan Perun-
dang-undangan Dalam Pembinaan Hu-
kum Nasional. Bandung: Armico.
Balfas Hamud. 2006. Hukum Pasar Modal.
Tata Nusa: Jakarta.
C.F. Strong. 2010. Modern Political Constitu-
tions Konstitusi-Konstitusi Politik Modern
Studi Perbandingan tentang Sejarah dan
Bentuk. Bandung: Nusa Media.
Fahmi Irham. 2012. Manajemen Investasi:
Teori dan Soal Jawab. Jakarta: Salemba
Empat.
Fuady Munir. 2001. Pasar Modal Modern:
Tinjauan Hukum. Bandung: Citra Aditya
Bakti.
Hans Kelsen. 1945. General Theory of Law
and State. New York: Russel and Russel.
M. Yahya Harapa. 1997. Beberapa Tinjauan
tentang Permasalahan Hukum 21. Band-
ung: Citra Aditya Bakti.

102
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Maria Farida Indrati S. 2007. Ilmu Perun-


dang-undangan 1. Sleman: PT Kanisius.
Maria Farida Indrati S. 2007. Ilmu Perun-
dang-undangan 2. Sleman: PT Kanisius
Maroni. 2015. Pengantar Hukum Pidana Ad-
ministrasi. Lampung: CV Anugrah Utama
Raharja.
N. H. T. Siahaan. 2004. Hukum Lingkungan
dan Ekologi Pembangunan. Jakarta: PT
Gelora Aksara Pratama.
Pierson C., & Castels FG. 2000. The Welfare
State Reader. Cambridge: Polity Press.
Satjipto Rahardjo. 2012. Ilmu Hukum. Band-
ung: PT Citra Aditya Bakti.
Schemerhorn, Richard A. 1965. Society and
Power. New York : Random House.
Sentosa Sembiring. 2019. Hukum Pasar Mod-
al. Bandung: Nuansa Aulia.
Soerjono Soekanto. 1979. Sosiologi Hukum
Dalam Masyarakat. Jakarta: Rajawali.
Soerjono Soekanto dan Purwadi Purbacaraka.
1989. Perihal Kaidah Hukum. Bandung:
PT.Citra Aditya Abadi.
Sozhino. 1980. Ilmu Negara. Yogyakarta: Lib-
erty.
Sutan Remy Sjahdeini. 2017. Ajaran Pemi-
danaan: Tindak Pidana Korporasi dan
Seluk-Beluknya. Jawa Barat: Kencana.

103
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Teguh Prasetyo. 2013. Hukum dan Sistem Hu-


kum Berdasarkan Pancasila. Yogyakarta:
Media Perkasa.
Theo Huijbers. 1982. Filsafat Hukum dalam
Lintasan Sejarah. Yogyakarta: PT Kanis-
ius.
Tjokroamidjojo B. 1974. Pengantar Adminis-
trasi Pembangunan. Jakarta: LP3ES.
W.J.S. Poerwadarminta. 1982. Kamus Umum
Bahasa Indonesia, diolah kembali oleh
Pusat Pembinaan Dan Pengembangan
Bahasa Departemen Pendidikan dan Ke-
budayaan. Jakarta: Balai Pustaka.

JURNAL
Abdul Basyir. 2014. Pentingnya Naskah Ak-
ademik Dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan untuk Mewujudkan
Hukum Aspiratif dan Responsif. IUS 285
Kajian Hukum dan Keadilan, Vol. 2, No.
5.
Achjani, Eva. 2011. Proporsionalitas Penjatu-
han Tindak Pidana. Jurnal Hukum dan
Pembangunan Vol. 41 No. 2.
Askin Mohammad. 2008. Politik Hukum Per-
lindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Jurnal Hukum No. 3 Vol 18.
Bayu Dwi Anggono. 2020. Omnibus Law Se-

104
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

bagai Teknik Pembentukan Undang- Un-


dang: Peluang Adopsi dan Tantangann-
ya dalam Sistem Perundang- undangan
Indonesia. Jurnal Rechtsvinding, Vol. 9,
No. 1.
Chrisna Bagus Edhita Praja, dkk. 2016. Strict
Liability sebagai Instrumen Penegakan
Hukum Lingkungan. Varia Justicia Vol.
12 No. 1.
Emi Puasa Handayani, Zainal Arifin, dan Saivol
Virdaus. 2018. Liability Without Fault da-
lam Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Hidup di Indonesia. Jurnal Hukum Acara
Perdata ADHAPER Vol. 4, No. 2.
Henry Donald Lbn Toruan. 2017. Pembentu-
kan Regulasi Badan Usaha Dengan Mod-
el Omnibus Law. Jurnal Hukum Tô-Râ
Fakultas Hukum Universitas Kristen In-
donesia, Vol. 3 No. 1, April 2017.
Lavinia, Mamoto. 2016. Peranan Hukum Pi-
dana Dalam Menanggulangi Penipuan
Lewat SMS serta Penegakan Hukumnya.
Lex Crimen, Vol 5 No. 7.
Publicaton No. 2012-79-E Otawa, Canada, Li-
brary of Parliament (2012); Glen S. Krutz,.
2001. Tactcal Manuevering on Omnibus
Bills in Congress. American Journal of
Politcal Science, Vol 45, No 1.
Sigit Riyanto, Maria S.W Sumardjono, dkk.
2020. Catatan Kritis Terhadap UU No. 11

105
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Kertas


Kebijakan, Vol. 2, No. 5.
Sodikin. 2020. Paradigma Undang-Undang
dengan Konsep Omnibus Law Berkaitan
dengan Norma Hukum yang Berlaku di
Indonesia. Jurnal Rechtvinding, Vol. 9,
No. 1.
Sri Wahyono. 2013. Kebijakan Pengelolaan
Limbah Elektronik dalam Lingkup Glob-
al dan Lokal. Jurnal Teknik Lingkungan
Vol. 14 No. 1.
Sri Rahayu Wilujeng. 2013. Hak Asasi Ma-
nusia: Tinjauan dari Aspek Historis dan
Yuridis. Jurnal Humanika, Vol. 18 No. 2
Edisi Juli-Desember 2013, Fakultas Ilmu
Budaya UNDIP: Semarang.
Sutoyo. 2011. Pengaturan Tanggung Jawab
Mutlak (Strict Liability dalam Hukum
Lingkungan. Jurnal Pendidikan Pancas-
ila dan Kewarganegaraan Th. 24 No. 1.
Wardhani, Dwi Kusumo. Disharmonisasi An-
tara RUU Cipta Kerja BAB Pertanahan
dengan Prinsip-prinsip UU Nomor 5 Tahun
1960 Tentang Peraturan Dasar-Dasar
Pokok Agraria. Jurnal Komunikasi Hu-
kum Universitas Pendidikan Ganesha,
Vol 6 Nomor 2.
Wicipto Setiadi. 2007. Proses Pengharmonisa-
sian Sebagai Upaya Untuk Memperbaiki
Kualitas Peraturan Perundang-undangan.

106
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 4 No. 2.


Yudanto, Dika. 2016. Sinkronisasi Undang-Un-
dang Administrasi Pemerintahan Dengan
Undang- Undang Tindak Pidana Korupsi
Dalam Penyelesaian Kasus Penyalahgu-
naan Wewenang Pejabat Pemerintah di
Indonesia. Jurnal Serambi Hukum Vol
10 Nomor 2.

SKRIPSI/TESIS/DISERTASI
Eva Novianty. 2011. Analisa Ekonomi dalam
Penggunaan Gugatan Strict Liability Ka-
sus Lumpur Lapindo. Tesis. Fakultas Hu-
kum, Universitas Indonesia.

MAKALAH
Chairul Huda. 2017. Beberapa Catatan ten-
tang Konsep Strict Liability dan Penera-
pannya dalam Praktek Penegakan Hu-
kum Lingkungan dan Hukum Kehutanan
dan Perkebunan. Indonesian Oil Palm
Research Institute (IOPRI).
ICEL. 2018. Strict Liability: Jurus Ampuh Hu-
kum Lingkungan Menjerat Korporasi Tan-
pa Buktikan Unsur Kesalahan.
Mas Achmad Santosa, dkk. 1998. Penerapan
Asas Tanggung Jawab Mutlak di Bidang
Lingkungan Hidup dalam UU No. 23 Ta-

107
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

hun 1997 dan Permasalahan, Proyek


Pembinaan Teknis Yustisial Mahkamah
Agung Agung RI Jakarta.

PUSTAKA MAYA
Abdul Basith. 2020. UU Omnibus Law Ditar-
get Rampung 100 Hari Setelah Masuk
ke DPR. https://nasional.kontan.co.id/
news/uu-omnibus-law-ditarget-ram-
pung-100- hari-setelah-masuk-ke-dpr,
diakses pada 27 Februari 2021.
Anggita Rezki Amelia. 2019. 11 Perusa-
haan Migas dan Tambang Terke-
na Sanksi Pencemaran Lingkungan.
https://katadata.co.id/arnold/beri-
ta/5e9a5552efa2/11-perusahaan-mi-
gas-dan-tambang-terkena-sanksi-pence-
maran-lingkungan, diakses pada 27
Februari 2021.
Arasy Pradana. 2019. Mengenal Omnibus Law
dan Manfaatnya dalam Hukum Indone-
sia. https://www.hukumonline.com/
klinik/detail/ulasan/lt5dc8ee10284ae/
mengenal-iomnibus-law-i-dan-manfaat-
nya-dalam-hukum-indonesia/, diakses
pada 27 Februari 2021.
Agustiyanti. 2017. Jokowi Sebut 42 Ribu Atur-
an Hambat RI Ikuti Perubahan Global.
https://www.cnnindonesia.com/ekono
mi/20171024125609-92-250596/joko-

108
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

wi-sebut-42-ribuaturan-hambat-ri-iku-
ti-perubahan-global, diakses pada 27
Februari 2021.
Audrey O’Brien. 2020. Gimana Sih Dampak
Omnibus Law Terhadap Iklim Investasi Di
Indonesia?. https://www.poems.co.id/
htm/Freeducation/LPNewsletter/v90/
vol90_omnibuslawterhadapinvestasi.
html, diakses pada 27 Februari 2021.
BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal).
Indonesia Tetap Optimis. Investasi Penyo-
kong Ekonomi Kala Pandemi COVID-19.
https://www.bkpm.go.id/, diakses pada
31 Januari 2021.
BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal).
Data Penanaman Modal Asing dan Pena-
naman Modal Dalam Negeri yang kaitan-
nya dengan Produk Domestik Bruto (PDB)
di Indonesia. https://nswi.bkpm.go.id/
data statistik, diakses pada 31 Januari
2021.
DAN. 2017. Mencermati Perdebatan Uji Materi
UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkun-
gan Hidup. https://hukumonline.com/
berita/baca/lt592e94d38b63b/mencer-
mati-perdebatan-uji-materi-uu-perlind-
ungan-dan-pengelolaan-lingkungan-hid-
up/, diakses pada 30 Januari 2021.
Diana Kusumasari. 2011. Konsep dan Prak-
tik Strict Liability di Indonesia. https://

109
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

www.hukumonline.com/klinik/de-
tail/ulasan/lt4d089548aabe8/kon-
sep-dan-praktik-strict-liability-di-indo-
nesia, diakses pada 31 Januari 2021.
Desi Setyowati. 2017. Jelang Lawatan Tim
Survei Bank Dunia, Kemudahan Berbisnis
Digenjot. http://katadata.co.id/mar-
thathertina/finansial/5e9a5657c61d0/
jelang-lawatan-tim-survei-bank-dun-
ia-kemudahan-berbisnis-digenjot, diak-
ses pada 27 Februari 2021.
Dwi Hadya Jayani. 2019. Korupsi Penghambat
Utama Investasi di Indonesia. https://
katadata.co.id/ariayudhistira/in-
fografik/5e9a4e6183df7/korupsi-peng-
hambat-utama-investasi-di-indonesia,
diakses pada 27 Februari 2021.
Egi Adyatama. 2020. Jokowi Targetkan
Draf Omnibus Law Selesai Sebelum
100 Hari Kerja. https://bisnis.tem-
po.co/read/1295478/jokowi-target-
kan-draf-omnibus-lawselesai-sebe-
lum-100-hari-kerja, diakses pada 27
Februari 2021.
Faiq Hidayat. 2019. Ini 11 Cluster Omnibus
Law UU Cipta Lapangan Kerja. https://
news.detik.com/berita/d-4837745/ini-
11-cluster-omnibus-law-uu-cipta-lapan-
gan-kerja diakses 27 Februari 2021.
http://www.duhaime.org/LegalDictonary/

110
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Category/ParliamentaryLaw.aspx, diun-
duh 9 Januari 2020; Michel Bédard, Om-
nibus Bills: Frequently Asked Questons,
Background Paper.
Irfan Kamil. 2020. Sebut RUU Cipta Ker-
ja Bermasalah, Komnas HAM: In-
donesia Tak Kenal Undang-undang
Payung. https://nasional.kompas.
com/read/2020/08/13/15312501/se-
but-ruu-cipta-kerja-bermasalah-kom-
nas-ham-indonesia-tak-kenal-undang,
diakses pada 30 Januari 2021.
Irwan Syambudi. 2020. 12 Rektor dari UGM,
UI, hingga ITB Masuk Anggota Satgas
Omnibus Law. https://tirto.id/12-rek-
tor-dari-ugm-ui-hingga-itb-masuk-ang-
gota-satgas-omnibus-law-f5Mj, diakses
pada 30 Januari 2021.
Komisi Pemberantasan Korupsi. Dampak
Masif Korupsi Terhadap Ekonomi.
https://aclc.kpk.go.id/materi/baha-
ya-dan-dampak-korupsi/infografis/
dampak-korupsi-terhadap-ekonomi,
diakses pada 30 Januari 2021.
Lona Olivia. 2020. Ditunggu-tunggu Inves-
tor, BKPM Berharap Omnibus Law
Segera Selesai. https://www.berita-
satu.com/ekonomi/ 676609/ditunggu-
tunggu-investor-bkpm-berharap-omni-
bus-law-segera-selesai, diakses pada 30
Januari 2021.

111
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

Maria Farida Indrati. 2020. Omnibus Law, UU


Sapu Jagat?. https://www-beta.kompas.
id/baca/opini/2020/01/04/omnibus-
lawuu-sapu-jagat/, diakses pada tanggal
30 Januari 2021.
Mohammad Januar Fikri. 2020. 44 Aturan
Turunan UU Cipta Kerja Disiapkan, Ini
Daftarnya!. https://hukumonline.com/
berita/baca/lt5fae43b294199/44-atur-
an-turunan-uu-cipta-kerja-disiapkan-
ini-daftarnya/, diakses pada 30 Januari
2021.
Syamsul Ashar. 2020. Omnibus Law UU Cipta
Kerja Ciptakan Masalah Baru Bidang Per-
tahanan Bernama Bank Tanah, https://
nasional.kontan.co.id/news/omni -
bus-law-uu-cipta-kerja-ciptakan-ma-
salah-baru-bidang-pertanahan-berna-
ma-bank-tanah, diakses pada tanggal 30
Januari 2021.

LAIN LAIN
. 2020. Kertas Kebijakan Catatan Kritis Terha-
dap UU NO 11 TAHUN 2020 Tentang Cip-
ta Kerja. Jogyakarta: Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada, 2020.
. 2020. PPT Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian Republik Indonesia pada
FGD mengenai Penyiapan Omnibus Law
Ekosistem Investasi (kemudahan Investa-

112
BUNGA RAMPAI
OMNIBUS LAW INDONESIA

si).
Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Lingkun-
gan Hidup Indonesia 2018.
file:///C:/Users/User44/Documents/Om-
nibus%20law/KONSEPTUALISASI%20
OMNIBUS%20LAW.pdf
Icel Indonesia. 2020. Hukum Dan Kebijakan
Lingkungan Dalam Poros Percepatan In-
vestasi: Catatan Terhadap Wacana Omni-
bus Law Cipta Lapangan Kerja.
Maria Farida Indrat. 2020. Dapatkah Un-
dang-Undang Omnibus menyelesaikan
Masalah Tumpang Tindihnya Peraturan
Perundang-undangan?. RDPU Baleg.
Mia Kusuma Fitriana. 2015. Peranan Politik
Hukum Dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan Di Indonesia Se-
bagai Sarana Mewujudkan Tujuan Neg-
ara (Laws And Regulations In Indonesia
As The Means Of Realizing The Country’s
Goal).

113

Anda mungkin juga menyukai