Anda di halaman 1dari 6

Sejarah Pramuka di Indonesia

  Sebulan sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, beberapa tokoh

kepramukaan berkumpul di Yogyakarta dan bersepakat untuk membentuk

Panitia Kesatuan Kepanduan Indonesia sebagai suatu panitia kerja,

menunjukkan pembentukan satu wadah organisasi kepramukaan untuk seluruh

bangsa Indonesia dan segera mengadakan Konggres Kesatuan Kepanduan

Indonesia.

 Kongres yang dimaksud, dilaksanakan pada tanggal 27-29 Desember 1945 di

Surakarta dengan hasil terbentuknya Pandu Rakyat Indonesia. Perkumpulan ini

didukung oleh segenap pimpinan dan tokoh serta dikuatkan dengan “Janji Ikatan

Sakti”, lalu pemerintah RI mengakui sebagai satu-satunya organisasi

kepramukaan yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Pendidikan,

Pengajaran dan Kebudayaan No.93/Bag. A, tertanggal 1 Februari 1947.

 Tahun-tahun sulit dihadapi oleh Pandu Rakyat Indonesia karena serbuan

Belanda. Bahkan pada peringatan kemerdekaan 17 Agustus 1948 waktu diadakan

api unggun di halaman gedung Pegangsaan Timur 56, Jakarta, senjata Belanda

mengancam dan memaksa Soeprapto menghadap Tuhan, gugur sebagai Pandu,

sebagai patriot yang membuktikan cintanya pada negara, tanah air dan

bangsanya. Di daerah yang diduduki Belanda, Pandu Rakyat dilarang berdiri,.

Keadaan ini mendorong berdirinya perkumpulan lain seperti Kepanduan Putera


Indonesia (KPI), Pandu Puteri Indonesia (PPI), Kepanduan Indonesia Muda

(KIM).

 Ipindo merupakan federasi bagi organisasi kepramukaan putera, Pada 1953

Ipindo berhasil menjadi anggota kepramukaan sedunia sedangkan bagi

organisasi puteri terdapat dua federasi yaitu PKPI (Persatuan Kepanduan Puteri

Indonesia) dan POPPINDO (Persatuan Organisasi Pandu Puteri Indonesia).

Kedua federasi ini pernah bersama-sama menyambut singgahnya Lady Baden-

Powell ke Indonesia, dalam perjalanan ke Australia.Dalam peringatan Hari

Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-10 Ipindo menyelenggarakan Jambore

Nasional, bertempat di Ragunan, Pasar Minggu pada tanggal 10-20 Agustus

1955, Jakarta.

 Ipindo sebagai wadah pelaksana kegiatan kepramukaan merasa perlu

menyelenggarakan seminar agar dapat gambaran upaya untuk menjamin

kemurnian dan kelestarian hidup kepramukaan. Seminar ini diadakan di Tugu,

Bogor pada bulan Januari 1957.Seminar Tugu ini meng-hasilkan suatu rumusan

yang diharapkan dapat dijadikan acuan bagi setiap gerakan kepramukaan di

Indonesia. Dengan demikian diharapkan ke-pramukaan yang ada dapat

dipersatukan. Setahun kemudian pada bulan Novem-ber 1958, Pemerintah RI,

dalam hal ini Departemen PP dan K mengadakan seminar di Ciloto, Bogor, Jawa

Barat, dengan topik “Penasionalan Kepanduan”.


 Sri Sultan Hamengku Buwono IX adalah salah satu tokoh lahirnya Pramuka

Indonesia. Dia pernah menjabat Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) pertama

sejak Pramuka berdiri pada tanggal 14 Agustus 1961.Empat periode berturut-

turut, Sri Sultan Hamengku Huwono IX menjabat yakni pada masa bakti 1961-

1963, 1963-1967, 1967-1970 dan 1970-1974. Dalam sejarah kepanduan Indonesia,

Sri Sultan HB IX merupakan salah satu tokoh yang berhasil menyatukan

berbagai organisasi kepanduan di Indonesia menjadi satu wadah yakni Pramuka

sehingga dinobatkan sebagai Bapak Pramuka.

 Dalam buku berjudul ‘Hamengku Buwono IX, Inspiring Prophetic Leader,

Memimpin dengan Kecerdasan Intelektual dan Spiritual’, editor Parni Hadi dan

Nasyith Majid terdapat beberapa tulisan kenangan dari pengurus Kwarnas

Gerakan Pramuka.Salah satunya adalah Prijo Judiono yang saat itu bekerja di

kantor Kwartir Nasional Gerakan Pramuka pada tahun 1972. Saat itu Sri Sultan

HB IX menjabat ketua Kwarnas keempat periode 1970-1974 sekaligus menjabat

sebagai Menteri Negara Ekuin.

 Di Kwartir Nasional, dia dipanggil dengan sebutan ‘Kak Sultan HB IX’. Prijo

merekam berbagai hal atau pengalaman selama bekerja di Kwarnas. Beberapa di

antaranya mengenai perjalanan ke Sumatera Utara untuk menuju pertemuan

Kwarda di perkemahan Sibolangit, dekat Brastagi.Dia menceritakan saat

perjalanan melewati Gunung Sibayak dengan jalan menanjak dan sempit,

pengawalan dari voorrijder CPM mendadak berhenti di tengah jalan. Mobil yang

dinaiki Sri Sultan HB IX bersenggolan dengan mobil dari arah berlawanan.


 Voorrijder CPM berhenti, langsung turun dan melayangkan bogem mentahnya.

Melihat insiden tersebut, Sultan turun melerai: “Sudah, sudah…!” Kontan drama

kekerasan itu berhenti, semua tenang kembali ke posisi masing-masing, semua

naik mobil kembali, starter menuju Bumi Perkemahan Sibolangit. Tak ada apa-

apa lagi. Semua acara berjalan lancar hingga selesai.Kenangan kedua adalah soal

pengendalian diri yang luar biasa. Sebagai Ka Kwarnas, Sultan HB IX menerima

kunjungan/pertemuan dengan Senator Maria-Kallaw Katigbak, Ketua Gerakan

Kepanduan Fillipina. Pertemuan membahas kerjasama Girl Scouts of the

Phillipines dengan Gerakan Pramuka.

 Saat acara penyerahan cinderamata berupa wayang kulit Sri Kresna oleh Sultan

kepada Maria-Kallaw. Senator Maria-Kallaw mengucapkan terima kasih karena

sudah pernah menerima cinderamata seperti itu sehingga dengan halus dia

menolak.Prijo yang saat itu menyaksikan, Sultan tidak bereaksi apapun dan raut

muka Beliau tidak berubah sama sekali. Beliau hanya senyum dan minta staf

untuk menyimpan kembali wayang Sri Kresna itu. “Self controll yang luar biasa,”

kenangnya.

 Menurutnya sosok Sultan juga seorang pelestari fauna. Peristiwa ini oleh Prijo

dianggap menggemaskan dan konyol yang pernah terjadi di kantor Medan

Merdeka Selatan No 6.Saat itu datanglah 4 orang Kwarda Jambi sambil


membawa harimau Sumatera (panthera tigris sumatrae) yang sudah dioffset.

Offset-an harimau itu akan diserahkan kepada Ka Kwarnas, Sri Sultan HB IX.

 Setelah diatur waktunya, harimau sumatera yang telah dioffset itu dipikul dari

kantor Jl Medan Merdeka Timur ke kantor Jl Medan Merdeka Selatan. Karena

tidak ada mobil pick up, harimau itu dipikul sehingga mengundang perhatian

banyak orang.Sultan menerima cinderamata itu dengan baik dan kemudian

dipajang di depan dekat ruang tamu. Namun itu ironi, mereka yang dari Jambi

itu tidak tahu kalau Sultan itu ketua World Wildlife Fund Indonesia yang

bertugas menggalakkan pelestarian fauna yang terancam punah di Indonesia.

 Kenangan ketiga adalah kesukaan Sultan HB IX berkemah. Itu diceritakan ketika

berkunjung acara jambore dunia ke 13 di Shizuoka, Jepang, 2-10 Agustus 1971.

Sultan ikut berkemah dan mamasak nasi goreng untuk sarapan bersama-sama.

Hobi memasak adalah kegemaran beliau.Sedangkan peristiwa lain saat acara

Perkemahan Wirakarya di Lebakharjo, Malang Selatan, tahun 1978. Sultan waktu

itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI. Kebiasaan ikut berkemah itu sedikit

merepotkan panitia karena sesuai aturan protokoler untuk pengaman. Bupati

Malang, Suwignjo, pun akhirnya ikut berkemah.

 Kenangan lainnya ketika Gerakan Pramuka pada September 1974 melakukan

penggalangan dana karena tidak punya donatur. Sultan menggalang dana dari
kalangan pengusaha untuk membantu pendidikan yang dilakukan Pramuka.Saat

itu Sultan menyerahkan satu unit mobil sedan Holden Statesman tahun 1974

untuk dilelang dan hasilnya dimasukkan ke panitia. Di gerakan kepanduan

maupun kepramukaan Sri Sultan Hamengku Buwono IX juga mendapat sebutan

Pandu Agung karena sosoknya yang mencerminkan seorang guru dan panutan

bagi Pramuka Indonesia.

Kalau Jambore untuk putera dilaksanakan di Ragunan Pasar Minggu-Jakarta, maka

PKPI menyelenggarakan perkemahan besar untuk puteri yang disebut Desa Semanggi

bertempat di Ciputat. Desa Semanggi itu terlaksana pada tahun 1959. Pada tahun ini

juga Ipindo mengirimkan kontingennya ke Jambore Dunia di MT. Makiling Filipina.

Anda mungkin juga menyukai