Anda di halaman 1dari 4

Pandu Agung Sri Sultan Hamengku Buwono IX,

Bapak Pramuka Indonesia


Sultan Hamengku Buwono IX adalah salah satu tokoh lahirnya Pramuka Indonesia. Dia
pernah menjabat Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) pertama sejak Pramuka berdiri pada
tanggal 14 Agustus 1961.

Empat periode berturut-turut, Sri Sultan Hamengku Huwono IX menjabat yakni pada masa
bakti 1961-1963, 1963-1967, 1967-1970 dan 1970-1974. Dalam sejarah kepanduan
Indonesia, Sri Sultan HB IX merupakan salah satu tokoh yang berhasil menyatukan berbagai
organisasi kepanduan di Indonesia menjadi satu wadah yakni Pramuka sehingga dinobatkan
sebagai Bapak Pramuka.

Dalam buku berjudul 'Hamengku Buwono IX, Inspiring Prophetic Leader, Memimpin dengan
Kecerdasan Intelektual dan Spiritual', editor Parni Hadi dan Nasyith Majid terdapat beberapa
tulisan kenangan dari pengurus Kwarnas Gerakan Pramuka.

Salah satunya adalah Prijo Judiono yang saat itu bekerja di kantor Kwartir Nasional Gerakan
Pramuka pada tahun 1972. Saat itu Sri Sultan HB IX menjabat ketua Kwarnas keempat
periode 1970-1974 sekaligus menjabat sebagai Menteri Negara Ekuin.

Di Kwartir Nasional, dia dipanggil dengan sebutan 'Kak Sultan HB IX'. Prijo merekam
berbagai hal atau pengalaman selama bekerja di Kwarnas. Beberapa di antaranya mengenai
perjalanan ke Sumatera Utara untuk menuju pertemuan Kwarda di perkemahan Sibolangit,
dekat Brastagi.

Dia menceritakan saat perjalanan melewati Gunung Sibayak dengan jalan menanjak dan
sempit, pengawalan dari voorrijder CPM mendadak berhenti di tengah jalan. Mobil yang
dinaiki Sri Sultan HB IX bersenggolan dengan mobil dari arah berlawanan.

Voorrijder CPM berhenti, langsung turun dan melayangkan bogem mentahnya. Melihat
insiden tersebut, Sultan turun melerai: "Sudah, sudah...!" Kontan drama kekerasan itu
berhenti, semua tenang kembali ke posisi masing-masing, semua naik mobil kembali, starter
menuju Bumi Perkemahan Sibolangit. Tak ada apa-apa lagi. Semua acara berjalan lancar
hingga selesai.

Kenangan kedua adalah soal pengendalian diri yang luar biasa. Sebagai Ka Kwarnas, Sultan
HB IX menerima kunjungan/pertemuan dengan Senator Maria-Kallaw Katigbak, Ketua
Gerakan Kepanduan Fillipina. Pertemuan membahas kerjasama Girl Scouts of the Phillipines
dengan Gerakan Pramuka.

Saat acara penyerahan cinderamata berupa wayang kulit Sri Kresna oleh Sultan kepada
Maria-Kallaw. Senator Maria-Kallaw mengucapkan terima kasih karena sudah pernah
menerima cinderamata seperti itu sehingga dengan halus dia menolak.

Prijo yang saat itu menyaksikan, Sultan tidak bereaksi apapun dan raut muka Beliau tidak
berubah sama sekali. Beliau hanya senyum dan minta staf untuk menyimpan kembali wayang
Sri Kresna itu. "Self controll yang luar biasa," kenangnya.

Menurutnya sosok Sultan juga seorang pelestari fauna. Peristiwa ini oleh Prijo dianggap
menggemaskan dan konyol yang pernah terjadi di kantor Medan Merdeka Selatan No 6.

Saat itu datanglah 4 orang Kwarda Jambi sambil membawa harimau Sumatera (panthera
tigris sumatrae) yang sudah dioffset. Offset-an harimau itu akan diserahkan kepada Ka
Kwarnas, Sri Sultan HB IX.

Setelah diatur waktunya, harimau sumatera yang telah dioffset itu dipikul dari kantor Jl
Medan Merdeka Timur ke kantor Jl Medan Merdeka Selatan. Karena tidak ada mobil pick up,
harimau itu dipikul sehingga mengundang perhatian banyak orang.

Sultan menerima cinderamata itu dengan baik dan kemudian dipajang di depan dekat ruang
tamu. Namun itu ironi, mereka yang dari Jambi itu tidak tahu kalau Sultan itu ketua World
Wildlife Fund Indonesia yang bertugas menggalakkan pelestarian fauna yang terancam punah
di Indonesia.

Kenangan ketiga adalah kesukaan Sultan HB IX berkemah. Itu diceritakan ketika berkunjung
acara jambore dunia ke 13 di Shizuoka, Jepang, 2-10 Agustus 1971. Sultan ikut berkemah
dan mamasak nasi goreng untuk sarapan bersama-sama. Hobi memasak adalah kegemaran
beliau.

Sedangkan peristiwa lain saat acara Perkemahan Wirakarya di Lebakharjo, Malang Selatan,
tahun 1978. Sultan waktu itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI. Kebiasaan ikut berkemah
itu sedikit merepotkan panitia karena sesuai aturan protokoler untuk pengaman. Bupati
Malang, Suwignjo, pun akhirnya ikut berkemah.

Kenangan lainnya ketika Gerakan Pramuka pada September 1974 melakukan penggalangan
dana karena tidak punya donatur. Sultan menggalang dana dari kalangan pengusaha untuk
membantu pendidikan yang dilakukan Pramuka.

Saat itu Sultan menyerahkan satu unit mobil sedan Holden Statesman tahun 1974 untuk
dilelang dan hasilnya dimasukkan ke panitia. Di gerakan kepanduan maupun kepramukaan
Sri Sultan Hamengku Buwono IX juga mendapat sebutan Pandu Agung karena sosoknya
yang mencerminkan seorang guru dan panutan bagi Pramuka Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai