Anda di halaman 1dari 1

SEJARAH SINGKAT KEPANDUAN DI INDONESIA

Gerakan Pramuka berusia 60 tahun pada 14 Agustus 2021. Namun, gerakan pendidikan kepanduan di Tanah Air sudah muncul sejak
zaman Hindia-Belanda. Pada 1912, dimulai latihan sekelompok pandu di Batavia (nama Jakarta pada masa penjajahan Belanda),
yang kemudian menjadi cabang dari Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO). Dua tahun kemudian cabang tersebut disahkan
berdiri sendiri dan dinamakanpNederlands-Indische Padvinders Vereeniging (NIPV) atau Persatuan Pandu-Pandu Hindia
Belanda.Pada saat itu, sebagian besar anggota NIPV adalah pandu-pandu keturunan Belanda. Namun, pada 1916 berdiri suatu
organisasi kepanduan yang sepenuhnya merupakan pandu-pandu bumiputera. Adalah Mangkunegara VII, pemimpin Keraton Solo
yang membentuk Javaansche Padvinders OrganisatieSetelah itu muncul organisasi kepanduan berbasis agama, kesukuan dan
lainnya. Antara lain Padvinder Muhammadiyah (Hizbul Wathan), Nationale Padvinderij, Syarikat Islam Afdeling Pandu, Kepanduan
Bangsa Indonesia, Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie, Pandu Indonesia, Padvinders Organisatie Pasundan, Pandu
Kesultanan, El-Hilaal, Pandu Ansor, Al Wathoni, Tri Darma (Kristen), Kepanduan Asas Katolik Indonesia, dan Kepanduan Masehi
Indonesia.

Jambore Dunia diselenggarakan dari tanggal 30 Juli sampai 8 Agustus 1920 di Olympia, London, Inggris.

Kepanduan yang ada di Hindia-Belanda ternyata berkembang cukup baik. Hal itu menarik perhatian pula dari Bapak Pandu Sedunia,
Lord Baden-Powell, yang bersama istrinya, Lady Baden-Powell, dan anak-anak mereka, mengunjungi organisasi kepanduan di
Batavia, Semarang, dan Surabaya, pada awal Desember 1934. Para pandu di Hindia-Belanda pernah pula mengikuti Jambore
Kepanduan Sedunia. Bila pada Jambore Sedunia 1933 di Hungaria hanya sebatas pada kunjungan delegasi kecil untuk menyaksikan
kegiatan akbar itu, maka pada Jambore Sedunia 1937 di Belanda, ikut pula Kontingen Pandu Hindia-Belanda yang terdiri dari Pandu-
pandu keturunan Belanda, bumiputera khususnya dari Batavia dan Bandung, lalu dari Pandu Mangkunegaran, dari Ambon, dan
sejumlah Pandu keturunan Tionghoa dan Arab. Sementara di dalam negeri, kegiatan perkemahan dan jamboree kepanduan juga
diadakan di sejumlah tempat. Di antaranya pada 19-23 Juli 1941 di Yogyakarta berlangsung All Indonesian Jamboree atau
“Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem.”

Pengurus Kepanduan Hizbul Wathan Kwartir Madiun.

Pada 27-29 Desember 1945 berlangsung Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia di Surakarta. Kongres tersebut menghasilkan
Pandu Rakyat Indonesia sebagai satu-satunya organisasi kepramukaan di Indonesia. Namun, ketika Belanda kembali mengadakan
agresi militer pada 1948, Pandu Rakyat dilarang berdiri di daerah-daerah yang sudah dikuasai Belanda. Hal tersebut memicu
munculnya organisasi lain, seperti Kepanduan Putera Indonesia (KPI), Pandu Puteri Indonesia (PPI), dan Kepanduan Indonesia Muda
(KIM). Pada perkembangannya, kepanduan Indonesia kemudian terpecah menjadi 100 organisasi yang tergabung dalam Persatuan
Kepanduan Indonesia (Perkindo). Namun, jumlah perkumpulan kepramukaan di Indonesia tidak sebanding dengan jumlah anggota
perkumpulan. Selain itu masih ada rasa golongan yang tinggi, sehingga membuat Perkindo menjadi lemah. Untuk mencegah hal itu,
Presiden Soekarno bersama Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang saat itu merupakan Pandu Agung, menggagas peleburuan
berbagai organisasi kepanduan dalam satu wadah. Hal itu pertama kali diungkapkan Presiden Soekarno ketika mengunjungi
Perkemahan Besar Persatuan Kepanduan Putri Indonesia di Desa Semanggi, Ciputat, Tangerang, pada awal Oktober 1959. Presiden
kemudian juga mengumpulkan tokoh dan pemimpin gerakan kepanduan di Indonesia. Seluruh organisasi kepanduan yang ada,
dilebur menjadi satu dengan nama Pramuka. Presiden menunjuk panitia terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prijono, Azis
Saleh, Achmadi, dan Muljadi Djojo Martono.

Gerakan Pramuka tersebut diawali dengan serangkaian peristiwa yang saling berkaitan. Pada 9 Maret 1961 diresmikan nama
Pramuka dan menjadi Hari Tunas Gerakan Pramuka. Pada 20 Mei 1961, diterbitkan Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961
tentang Gerakan Pramuka dan momen tersebut dikenal sebagai Hari Permulaan Tahun Kerja. Pada 20 Juli 1961, para wakil
organisasi kepanduan Indonesia mengeluarkan pernyataan di Istana Olahraga Senayan, untuk meleburkan diri ke dalam organisasi
Gerakan Pramuka. Sehingga disebut sebagai Hari Ikrar Gerakan Pramuka.

Setelah itu, pada 14 Agustus 1961, Gerakan Pramuka diperkenalkan secara resmi kepada masyarakat luas dalam suatu upacara di
halaman Istana Negara. Ditandai dengan penyerahan Panji Gerakan Pramuka dari Presiden Soekarno kepada Sri Sultan Hamengku
Buwono IX yang juga menjadi Ketua pertama Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. Panji itu lalu diteruskan Sri Sultan Hamengku
Buwono IX kepada suatu barisan defile yang terdiri dari para Pramuka di Jakarta, dan dibawa berkeliling kota. Tanggal 14 Agustus
itulah yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Pramuka dari dirayakan seluruh Pramuka setiap tahunnya.

Anda mungkin juga menyukai