Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS DENGAN PENYAKIT


ILEUS PARALITIK

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Kegawatdaruratan (GADAR)

Disusun Oleh :
RINI RATNA SARI
KHGD20045

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN X


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT
2020-2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS DENGAN PENYAKIT
ILEUS PARALITIK

A. PENGERTIAN
Ileus adalah suatu kondisi hipomotilitas (kelumpuhan) saluran gastrointestinal
tanpa disertai adanya obstruksi mekanik pada intestinal. Pada kondisi klinik sering
disebut dengan Ileus paralitik (Mansjoer, 2010).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah sumbatan
total atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan atau
gangguan usus disepanjang usus.
Terdapat 2 jenis obstruksi usus yaitu obstruksi mekanik/ileus obstruktif dan
obstruksi paralitik/ileus paraltik. Ileus obstruktif merupakan suatu penyebab fisik
menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus Paralitik adalah
keadaan dimana usus gagal/tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk
menyalurkan isinya (Nurarif & Kusuma, 2015).

B. ETIOLOGI
1. Perlengketan: Lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh
secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen.
2. Intusepsi: salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lainyang
ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus
3. Volvulus: usus besar mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan
demikian menimbulkan penyumbatandengan menutupnya gulungan usus
yang terjadi amat distensi.
4. Hernia: protusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan
atau otot abdomen.
5. Tumor: tumor yang ada dalam dinding usus meluas ke lumen usus atau
tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus.
6. Kelainan kongenital.
C. MANIFESTASI KLINIS
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal
distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin
pula tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu
dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus obstruksi.
Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak
disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani dengan bising usus
yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali. Pada
palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak
ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif).
Apabila penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan
adalah gambaran peritonitis.
Gejala klinisnya,yaitu :
1. Distensi yang hebat tanpa rasa nyeri (kolik).
2. Mual dan mutah.
3. Tak dapat defekasi dan flatus, sedikitnya 24-48 jam.
4. Pada palpasi ringan perut, ada nyeri ringan, tanpa defans muskuler.
5. Bising usus menghilang.
6. Gambaran radiologis : semua usus menggembung berisi udara.

D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari
terangsangnya sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas
dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan
dengan yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis
menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara : pada tahap yang kecil melalui
pengaruh langsung norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis mukosa,
dimana ia merangsangnya), dan pada tahap yang besar melalui pengaruh
inhibitorik dari noreepineprin pada neuron- neuron sistem saraf enterik. Jadi,
perangsangan yang kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan
makanan melalui traktus gastrointestinal.
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik
akan menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastro
intestinal, namun tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat
saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik,
ujung seratnya mensekresikan suatu transmitter inhibitor, kemungkinan
peptide intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama,
tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab
mekanik atau fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik dimana
peristaltic dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik
peristaltik mula- mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Perubahan pato- fisiologi utama pada obstruksi usus adalah lumen usus yang
tersumbat secara progresif akan tergang oleh cairan dan gas (70% dari gas
yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan
pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter
cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari ke sepuluh. Tidak
adanya absorbs dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat.
Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber
kehilangan utama cairan dan elektrolik.
Pengaruh atas kehilangan ini adalah penyempitan ruang cairan ekstrasel
yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan
perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus
mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorbs cairan dan peningkatan
sekresi cairan ke dalam usus. Efek local peregangan usus adalah iskemia
akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai
absorbsi toksin-toksin bakteri kedalam rongga peritoneum dan sirkulasi
sistemik untuk menyebabkan bakteriemia.
Pada obstruksi mekanik simple, hambatan pasase muncul tanpa disertai
gangguan vaskuler dan neurologic. Makanan dan cairan yang ditelan,
sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika
obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal
kolaps. Fungsi sekresi dan absorbs membrane mukosa usus menurun, dan
dinding usus menjadi edema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat,
dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif akan mengacaukan
peristaltic dan fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan risiko dehidrasi,
iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian.

PATHWAY

Illeus paralitik
E. KOMPLIKASI
1. Nekrosis usus.
2. Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu lama
pada organ intra abdomen.
3. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehingga
terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
4. Sepsis infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik
dan cepat.
5. Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
6. Abses sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi.
7. Pneumonia aspirasi dari proses muntah.
8. Gangguan elektrolit, refluk muntah dapat terjadi akibat distensi abdomen.
Muntah mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari
lambung, serta menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam darah.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi
a. Foto polos abdomen 3 posisi
Dengan posisi terlentang dan tegak (lateral dekubitus) memper-
lihatkan dilatasi lengkung usus halus disertai adanya batas antara
air dan udara atau gas (air-fluid level) yang membentuk pola
bagaikan tangga, posisi setengah duduk untuk melihat Gambaran
udara cairan dalam usus atau di luar usus, misalnya pada abses,
Gambaran udara bebas di bawah diafragma, Gambaran cairan di
rongga pelvis atau abdomen bawah.
b. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema
Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus
halus. Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika
suatu obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto
polos abdomen. Pada anak-anak dengan intussuscepsi, pemeriksaan
enema barium tidak hanya sebagai diagnostik tetapi juga mungkin
sebagai terapi.
c. CT–Scan
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen
dicurigai adanya strangulasi. CT–Scan akan mempertunjukkan
secara lebih teliti adanya kelainan-kelainan dinding usus,
mesenterikus, dan peritoneum. CT–Scan harus dilakukan dengan
memasukkan zat kontras kedalam pembuluh darah. Pada
pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.
d. USG
e. Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab dari
obstruksi. MRI
Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan, tetapi tehnik dan
kontras yang ada sekarang ini belum secara penuh mapan. Teknik ini
digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.
f. Angiografi
Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk men-
diagnosis adanya herniasi internal, intussuscepsi, volvulus,
malrotation, dan adhesi.
2. Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada urinalisa
mungkin menunjukkan dehidrasi. Analisa gas darah dapat
mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Konservatif
A. Penderita dirawat di rumah sakit.
B. Penderita dipuasakan
C. Kontrol status airway, breathing and circulation.
D. Dekompresi dengan nasogastric tube.
E. Intravenous fluids and electrolyte
F. Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
2. Farmakologis
A. Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
B. Analgesik apabila nyeri.
3. Operatif
A. Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan
peritonitis.
B. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk
mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
C. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik
bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Survey Primer (Primary Survey)
a. Jalan Nafas + Kontrol Servikal (Airway + Cervical Control)
Pasien jarang terjadi gangguan jalan nafas kecuali disertai penyakit
lain
b. Pernafasan + Kontrol Ventilasi (Breathing + Ventilation Control)
Peubahan pola nafas (nafas dangkal)
c. Sirkulasi + Kontrol Perdarahan (Circulation + Bleeding Control)
Perubahan tekanan darah (hipotensi), nadi mungkin tidak teratur,
takhikardi, keringat dingin, pucat
d. Kesadaran (Disability)
Merasa lemah, lelah dan gangguan mobilitas
e. Cek Semua Bagian Tubuh (Exposure)
f. Foley Cathether
g. Gastric Tube
h. Heart Monitor
2. Survey Sekunder (Secondary Survey)
a. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda khusus pada daerah abdomen adalah :
1) Inspeksi : penderita kesakitan, pernafasan dangkal karena nyeri
didaerah abdomen, pucat, keringat dingin.
2) Palpasi : pada peritonitis lokal akan timbul nyeri didaerah
peradangan pada penekanan dinding abdomen didaerah lain.
Perasaan nyeri yang memang sudah ada terus menerus akan
bertambah pada waktu palpasi sehingga dikenal gejala nyeri
tekan dan nyeri lepas. Pada peritonitis lokal akan timbul rasa
nyeri didaerah peradangan pada penekanan dinding abdomen di
daerah lain. Kejang otot karena rasa nyeri pada peritonitis
diffusa yang karena rangsangan palpasi bertambah sehingga
secara reflex terjadi kejang otot
3) Perkusi : bunyi timpani bahkan hipertimpani karena
meteorismus disebabkan distensi usus yang berisikan gas
4) Auskultasi : hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi dan
pada fase lanjut bising usus dan peristaltik lemah sampai hilang
b. PemeriksaanTanda – Tanda Vital (Vital Sign Examination)
1) Tekanan Darah (Blood Pressure)
2) Frekuensi Denyut Nadi / Jantung (Heart Rate)
3) Frekuensi Pernafasan (Respiration Rate)
4) Suhu (Temperatur)
5) Saturasi Oksigen / SaO2 (Oxygen Saturation)
c. Cek Semua Lubang Menggunakan Jari (Finger in Every Orifice)
d. Pengkajian Riwayat (Anamnesis)
1) Keluhan
2) Riwayat Pengunaan Obat – Obatan
3) Riwayat Konsumsi Makanan
4) Riwayat Penyakit
5) Riwayat Alergi
6) Riwayat Kejadian
e. Pemeriksaan Diagnostik
1) X Ray
2) USG
3) CT Scan
4) MRI
5) Pemeriksaan Laboratorium
6) Dll

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
b. Resiko infeksi berhubungan dengan perforasi dinding usus
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absorbsi nutrisi.
d. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

J. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Planning Intervensi
Keperawatan (NOC) (NIC)
1 Nyeri Setelah dilakukan  Lakukan pengkajian nyeri
akut tindakan secara komprehensif
keperawatan selama termasuk lokasi,
…. Pasien tidak karakteristik, durasi,
mengalami nyeri, frekuensi, kualitas dan faktor
dengan kriteria hasil: presipitasi
 Mampu  Observasi reaksi
mengontrol nyeri nonverbal dari
(tahu penyebab ketidaknyamanan
nyeri, mampu  Bantu pasien dan keluarga
menggunakan untuk mencari dan
tehnik menemukan dukungan
nonfarmakologi  Kontrol lingkungan yang
untuk mengurangi dapat mempengaruhi nyeri
nyeri, mencari seperti suhu ruangan,
bantuan) pencahayaan dan kebisingan
 Melaporkan bahwa  Kurangi faktor presipitasi
nyeri berkurang nyeri
dengan  Kaji tipe dan sumber nyeri
menggunakan untuk menentukan intervensi
manajemen nyeri  Ajarkan tentang teknik non
 Mampu mengenali farmakologi: napas dala,
nyeri (skala, relaksasi, distraksi, kompres
intensitas, hangat/ dingin
frekuensi dan tanda  Berikan analgetik untuk
nyeri) mengurangi nyeri
 Menyatakan rasa  Tingkatkan istirahat
nyaman setelah  Berikan informasi tentang
nyeri berkurang nyeri seperti penyebab nyeri,
 Tanda vital dalam berapa lama nyeri akan
rentang normal berkurang dan antisipasi
 Tidak mengalami ketidaknyamanan dari
gangguan tidur prosedur
 Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
2 Risiko infeksi Setelah dilakukan  Pertahankan teknik aseptif
tindakan keperawatan  Batasi pengunjung bila
selama…… pasien perlu
tidak mengalami  Cuci tangan setiap
infeksi dengan kriteria sebelum dan
hasil: sesudah tindakan
Klien bebas dari tanda keperawatan
dan gejala infeksi  Gunakan baju, sarung
Menunjukkan tangan sebagai alat
kemampuan untuk pelindung
mencegah  Ganti letak IV perifer
timbulnya infeksi dan dressing sesuai
Jumlah leukosit dalam dengan petunjuk umum
batas normal  Gunakan kateter
Menunjukkan perilaku intermiten untuk
hidup sehat menurunkan infeksi
Status imun, kandung kencing
gastrointestinal,  Tingkatkan intake nutrisi
genitourinaria  Berikan terapi antibiotik
dalam batas normal  Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
 Pertahankan teknik isolasi
k/p
 Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
 Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia setiap 4
jam
3 Resiko Setelah dilakukan  Diskusikan bersama pasien
ketidakseimba tindakan mengenai hubungan antara
ngan nutrisi keperawatan selama intake makanan, latihan,
lebih dari …. Ketidak peningkatan BB dan
kebutuhan seimbangan nutrisi penurunan BB
tubuh lebih teratasi dengan  Diskusikan bersama pasien
kriteria hasil: mengani kondisi medis
 Mengerti factor yang dapat mempengaruhi
yang BB
meningkatkan  Diskusikan bersama pasien
berat badan mengenai kebiasaan, gaya
 Mengidentfifikas hidup dan factor herediter
i tingkah laku yang dapat mempengaruhi
dibawah kontrol BB
klien  Diskusikan bersama pasien
 Memodifikasi mengenai risiko yang
diet dalam berhubungan dengan BB
waktu yang berlebih dan penurunan
lama untuk BB
mengontrol berat  Dorong pasien untuk
badan merubah kebiasaan makan
 Penurunan berat  Perkirakan BB badan ideal
badan 1-2 pasien
pounds/mgg Nutrition Management
 Menggunakan  Kaji adanya alergi
energy untuk makanan
aktivitas sehari  Kolaborasi dengan ahli
hari gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
 Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
 Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan
vitamin C
 Berikan substansi gula
 Yakinkan diet yang
dimakan mengandung
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
 Berikan makanan
yang
terpilih (
sudah
dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
 Ajarkan pasien
bagaimana membuat
catatan makanan harian.
 Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
 Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
4 Hipertermia Setelah dilakukan  Monitor suhu sesering
tindakan keperawatan mungkin
diharapkan masalah  Monitor warna dan suhu
teratasi dengan kulit
kriteria hasil :  Monitor tekanan darah,
 Suhu 36 – 37C nadi dan RR
 Nadi dan RR  Monitor penurunan
dalam rentang tingkat kesadaran
normal  Monitor WBC, Hb, dan
 Tidak ada Hct
perubahan warna  Monitor intake dan output
kulit dan tidak  Berikan anti piretik:
ada pusing, merasa  Kelola Antibiotik
nyaman  Selimuti pasien
 Berikan cairan intravena
 Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
 Tingkatkan sirkulasi udara
 Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
 Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
Monitor hidrasi seperti
turgor kulit,
kelembaban membran
mukosa)
K. DAFTAR PUSTAKA
Arief Mansjoer (2010). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4, Jakarta : Media
Aesculapius.
Ahern, Wilkinson. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi. 2012-2014. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif. A.H dan Kusuma. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction
Price, Sylvia. 2003 . Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi
8, Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai