Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gagal Ginjal Kronik

2.1.1. Defenisi Gagal Ginjal Kronik

Ginjal merupakan organ penting yang berfungsi menjaga komposisi darah dengan

mencegah menumpuknya limbah dan mengendalikan keseimbangan cairan dalam tubuh,

menjaga level elektrolit seperti sodium, potasium dan fosfat tetap stabil, serta memproduksi

hormon dan enzim yang membantu dalam mengendalikan tekanan darah, membuat sel darah

merah dan menjaga tulang tetap kuat. Jika terjadi kerusakan pada ginjal akan menyebabkan

ginjal tidak berfungsi dengan baik akan menyebabkan gagal ginjal, Gagal ginjal kronik

merupakan kondisi ginjal mengalami penurunan fungsi secara bertahap karena kerusakan

pada ginjal. Saat kondisi ini terjadi, kadar racun dan cairan berbahaya akan terkumpul di

dalam tubuh dan dapat berakibat fatal jika tidak diobati. Gejala dapat terasa lebih jelas saat

fungsi ginjal sudah semakin menurun. Pada tahap akhir GGK, kondisi penderita dapat

berbahaya jika tidak ditangani dengan hemodialisis atau cuci darah.Penyakit ginjal kronis

(PGK) merupakan masalah kesehatan masyarakat global dengan prevalens dan insidens gagal

ginjal yang meningkat, prognosis yang buruk dan biaya yang tinggi. (Tidy ,2017).

Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang

berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar

dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal). Gagal

ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana

kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan

elektrolit sehingga terjadi uremia.). (Nursalam, 2006)


2.1.2. Tahapan Gagal Ginjal Kronik

Tahapan Penyakit Ginjal Kronik Tahapan Peryakit gagal ginja kronik menunjukan kerusakan

tinglat keparahan dari gagal ginjal kronik. Tahapan penyakit gagal ginjal kronik diperoleh

berdasarkan hasil skor eGFR yang diperoleh. Laju filtrasi glomerulus atau glomerular

filtration rate (FGR) adalah pengukuran untuk mengetahui seberapa baik ginjal bekerja.

Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui jumlah kotoran yang berhasil disaring oleh

ginjal dari darah. Angka normal saringan kotoran darah per menit adalah 90-120 ml/menit.

Semakin tinggi angka eFGR maka semakin balk tingkat kesehatan ginjal. Namun, semakin

rendah angka laju eFGR akan menunjukkan tingkat kerusakan ginjal yang sudah terjadi.

Metode yang digunakan adalah dengan menghitung kadar kreatinin dalam sampel darah.

Angka laju ini akan dihitung berdasarkan umur,jenis kelamin, dan etnis. (Chaidar

Warianto,2011 ) Gagal ginjal kronik dibagi atas 6 tahap, yaitu:

1. Penyakit Gagal Ginjal Kronik Tahap 1 Hasil eFGR normal, yaitu di atas 90. Namun,

berdasarkan tes terdapat kerusakan pada ginjal. Hasil tes bisa jadi menunjukkan adanya

peradangan pada ginjal atau adanya darah dalam urin (hematuria) (Chaidar Warianto,2011 )

2. Penyakit Gagal Ginjal Kronik Tahap 2

Hasil EFGR mengalami penurunan yaitu berada di angka 60-89 ml/menit. Ditemukan

adanya kerusakan atau gangguan pada ginjal. Pada penderita eFGR dengan angka yang sama,

namun tidak ditemukan adanya kerusakan ginjal, maka dianggap tidak mengalami gagal

ginjal kronik. (Chaidar Warianto,2011 )

3. Penyakit Gagal Ginjal Kronik Tahap 3

Hasil eFGR menunjukkan angka 30-59 ml/menit. Pada kondisi ini ditemukan adanya

penurunan fungsi ginjal yang ringan. Pada tahap ini Penyakit Gagal ginjal tahap 3 masih

dibagi atas gagal ginjal tahap 3a dan gagal ginjal tahap 3b. pada tahap 3a laju eFGR adalah
45-59 ml/menit. Terjadi penurunan fungsi ginjal ringan, sehingga harus diadakan

pemeriksaan setiap tahun. Pada tahap 3b laju eFGR adalah 30-44. Terjadi penurunan fungsi

ginjal parah sehingga harus diadakan pemeriksaan ginjal berkala setiap enam bulan

sekali(Chaidar Warianto,2011 )

4. Penyakit Gagal Ginjal Kronik Tahap 4

Laju eFGR adalah 15-29 ml/menit. Pasien sudah mengalami gejala gagal ginjal kronik.

Kondisi ini membuat ginjal harus terus dipantau dan diperiksa setiap enam bulan.

(Chaidar Warianto,2011 )

5. Penyakit Gagal Ginjal Kronik Tahap 5

Laju eFGR adalah dibawah 15 mi/menit. Kondisi ini sudah masuk level gagal ginjal,

karena ginjal telah mengalami kehilangan seluruh fungsinya. Pemeriksaan ginjal secara

berkala harus dilakukan tiap tiga bulan sekali. (Chaidar Warianto,2011 )

6. Penyakit Gagal Ginjal Kronik Tahap 6

Penyakit gagal ginjal kronik tahap akhir. Pada kondisi ini, ginjal sudah berhenti

bekerja dan dapat mengancam keselamatan hidup. Kondisi gagal ginjal tahap akhir terjadi

secara perlahan, setelah melalui proses waktu tertentu (Chaidar Warianto,2011 )

2.1.3 Kuantitas Gagal Ginjal Kronik

Hasil Riskesdas 2013, populasi umur ≥ 15 tahun yang terdiagnosis gagal ginjal kronis

sebesar 0,2%. Angka ini lebih rendah dibandingkan prevalensi PGK di negara-negara lain,

juga hasil penelitian Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2006, yang

mendapatkan prevalensi PGK sebesar 12,5%. Hal ini karena Riskesdas 2013 hanya

menangkap data orang yang terdiagnosis PGK sedangkan sebagian besar PGK di Indonesia

baru terdiagnosis pada tahap lanjut dan akhir. Hasil Riskesdas 2013 juga menunjukkan
prevalensi meningkat seiring dengan bertambahnya umur, dengan peningkatan tajam pada

kelompok umur 35-44 tahun dibandingkan

kelompok umur 25-34 tahun. Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan

(0,2%), prevalensi lebih tinggi terjadi pada masyarakat perdesaan (0,3%), tidak bersekolah

(0,4%), pekerjaan wiraswasta, petani/nelayan/buruh (0,3%), dan kuintil indeks kepemilikan

terbawah dan menengah bawah masing-masing 0,3%. Sedangkan provinsi dengan prevalensi

tertinggi adalah Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara

masing-masing 0,4 %. (Riskesdas ,2013)

2.1.4 Paremeter Kuantitas Gagal Ginjal Kronik

Cara pengumpulan data ialah menggunakan cara IRR, Kegiatan pengumpulan data

yang berkaitan dengan data pasien yang menjalani dialisis, transplantasi ginjal serta data

epidemiologi penyakit ginjal dan hipertensi di Indonesia. IRR merupakan program

Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) yang dimulai sejak tahun 2007. Data

dikumpulkan dari seluruh fasilitas pelayanan dialisis di Indonesia baik di dalam maupun di

luar rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta. Pada tahun 2016 hingga Oktober terdapat
169 dari total 382 fasilitas pelayanan dialisis di Indonesia yang mengirimkan data (44,2%).

Informasi dari data IRR dapat dimanfaatkan untuk: a. Database penyakit ginjal dan hipertensi

di Indonesia b. Mengetahui insidensi dan prevalensi gagal ginjal terminal c. Mengetahui

epidemiologi penyakit gagal ginjal terminal d. Evaluasi program Terapi Ginjal Pengganti .

Memacu dan memfasilitasi terlaksananya program penelitian Data IRR dari 249 renal unit

yang melapor, tercatat 30.554 pasien aktif menjalani dialisis pada tahun 2015, sebagian besar

adalah pasien dengan gagal ginjal kronik. (Riskesdas ,2013)

2.1.5 Manfaat Hemodialisis

Adalah menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi (membuang sisa-sisa

metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain),

menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan

sebagai urin saat ginjal sehat, meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan

fungsi ginjal serta Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang

lain (Suharyanto dan Madjid, 2009).

Tujuan utama Hemodialisis adalah untuk mengembalikan suasana cairan ekstra dan

intrasel yang sebenarnya merupakan fungsi dari ginjal normal. Dialisis dilakukan dengan

memindahkan beberapa zat terlarut seperti urea dari darah ke dialisat. dan dengan

memindahkan zat terlarut lain seperti bikarbonat dari dialisat ke dalam darah. Konsentrasi zat

terlarut dan berat molekul merupakan penentu utama laju difusi. Molekul kecil, seperti urea,

cepat berdifusi, sedangkan molekul yang susunan yang kompleks serta molekul besar, seperti

fosfat, β2- microglobulin, dan albumin, dan zat terlarut yang terikat protein seperti pcresol,

lebih lambat berdifusi. Disamping difusi, zat terlarut dapat melalui lubang kecil (pori-pori) di

membran dengan bantuan proses konveksi yang ditentukan oleh gradien tekanan hidrostatik

dan osmotik – sebuah proses 17 yang dinamakan ultrafiltrasi (Cahyaning, 2009).


2.1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi hemodialisis

Ada bebrapa faktor yang mempengaruhi himodialisis pada pasien seperti umur, jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan, etiologi penyakit gagal ginjal kronik, lama menjalani

hemodialisa, status nutrisi, kondisi komorbid, penatalaksanaan. (Riskesdas ,2013)

2.1.7 Gangguan Pasien Saat Melakukan Himodialisis

Beberapa gangguan psikiatri yang sering menyerang pasien gagal ginjal yaitu:

1. Delirium

Delirium adalah kondisi medis yang ditandai dengan kesulitan konsentrasi dan

gangguan kecerdasan sampai kebingungan yang disertai dengan kelesuan. Delirium pada

kondisi gagal ginjal dikaitkan dengan kegagalan ginjal dalam mengeluarkan metabolit

beracun dari dalam tubuh lewat saluran kemih. Penyebabnya bisa karena kadar ureum dalam

darah yang meningkat (uremia), anemia dan hiperparatiroidisme. Biasanya dengan

hemodialisis atau cuci darah, kondisi gangguan kognitif pasien akan kembali normal seperti

sedia kala. Namun ada kalanya beberapa kondisi ini menetap. Anita, 2012)

2. Depresi

Depresi adalah kondisi gangguan kejiwaan yang paling banyak ditemukan pada

pasien gagal ginjal. Prevalensi depresi berat pada populasi umum adalah sekitar 1,1 - 15%

pada laki-laki dan 1,8 - 23% pada wanita. Namun pada pasien hemodialisis, prevalensinya

sekitar 20 - 30%, bahkan bisa mencapai 47%. Kondisi gagal ginjal yang biasanya dibarengi

dengan hemodialisis adalah kondisi yang sangat tidak nyaman. Kenyataan bahwa pasien

gagal ginjal, terutama gagal ginjal kronis yang tidak bisa lepas dari hemodialisis sepanjang

hidupnya menimbulkan dampak psikologis yang hebat. Faktor kehilangan sesuatu yang
sebelumnya ada seperti kebebasan, pekerjaan dan kemandirian adalah hal-hal yang sangat

dirasakan oleh para pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis. Hal ini bisa

menimbulkan gejala-gejala depresi yang nyata pada pasien gagal ginjal sampai dengan

tindakan bunuh diri. (Anita, 2012)

3. Sindrom Disequilibrium

Gangguan ini cukup sering terjadi pada pasien hemodialisis dan biasanya terjadi 3- 4

jam setelah hemodialisis, namun bisa juga terjadi 8 - 48 jam setelahnya.Kondisi ini muncul

karena terjadi ketidakseimbangan osmotik dan perubahan pH darah yang cepat sehingga

memicu gejala seperti sakit kepala, mual, kram otot, iritabilitas, agitasi, mengantuk dan

terkadang kejang. Gejala psikosis juga bisa terjadi. (Anita, 2012)

Anda mungkin juga menyukai