Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DEPARTEMEN GADAR

DENGAN KASUS PPOK

OLEH

YUNITA ANCE LALO

2020611048

PROGRAM STUDDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI

MALANG

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

A. Definisi
Penyakit paru-paru obstrutif kronis/PPOK (COPD) merupakan suatu
istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang
berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran
udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya menurut (Irman dalam Lina
Candra Dewi, 2016).
Menurut Grace & Borlay dalam Yasir Rahmadi (2015) Penyakit
paru-paru obstrutif kronis (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama
yang ditandai oleh adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas
yang berbahaya.
Penyakit Paru Obstruksi Kronik merupakan sejumlah gangguan yang
mempengaruhi pergerakan udara dari dan keluar paru. Gangguan yang
penting adalah bronkhitis obstruktif, emfisema,dan asma bronchial menurut
(Arif Muttaqin dalam Lina Candra Dewi, 2016).
B. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) menurut Mansjoer dan Ovedoff dalam Yasir Rahmadi (2015)
adalah:
1. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu,asap dangas-gas
kimiawi.
2. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan
berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit
tidak dirasakan.
3. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan
asmaorang dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK.
4. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim
yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan
orang yang kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia
yang relatif muda, walau pun tidak merokok.
C. Manifestasi Klinis
Menurut Smaltzer dan Bare dalam Lina Candra Dewi (2016). Tanda
dan gejala akan mengarah pada dua tipe perokok:
1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis
(blue bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:
1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak napas
4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
5. Mengi atau wheeze
6. Ekspirasi yang memanjang
7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
8. Penggunaan otot bantu pernapasan
9. Suara napas melemah
10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
11. Edema kaki, asites dan jari tabuh
D. Klasifikasi
Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut
Jackson dalam Yasir Rahmadi (2015):
a. Asma
b. Bronkotos kronic
c. Emfisema
Klasifikasi derajat PPOK menurut Global initiative for chronic
Obstritif Lung Disiase (GOLD) dalam Endah Retno Hapsari (2016).
1. Derajat I (PPOK Ringan): Gejala batuk kronik dan produksi
sputum ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini pasien sering
tidak menyadari bahwa menderita PPOK.
2. Derajat II (PPOK Sedang) : Gejala sesak mulai dirasakan saat
aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi
sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai memeriksakan
kesehatannya.
3. Derajat III (PPOK Berat): Gejala sesak lebih berat, penurunan
aktivitas, rasa lelah dan serangan eksasernasi semakin sering dan
berdampak pada kualitas hidup pasien.
4. Derajat IV (PPOK Sangat Berat): Gejala di atas ditambah tanda-
tanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan ketergantungan
oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan
jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa biasanya disertai gagal
napas kronik.
E. Patofisiologi
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil
mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami
kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan pada sel-sel
penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator
mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam
jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi
sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan
menjadi sangat purulen. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat.
Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit
dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan menurut
Jackson dalam Yasir Rahmadi (2015).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya
peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara
progresif merusak strukturstruktur penunjang di paru. Akibat hilangnya
elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena
ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif
setelah inspirasi. Dengan demikian apabila tidak terjadi recoil pasif,
maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps
menurut (Grece & Borley dalam Yasir Rahmadi (2015).
Patway.
Genetik merokok faktor lingkungan

Polusi udara mengandung


nikotin dan zat karbondioksida

menurunkan fungsi sel epitel


pencetus PPOK pada saluran napas

respon inflamasi

hipersekresi mukus kerusakan alveolar

penumpukan lendir dan sekresi berlebihan

merangsang reflek batuk obstrukti jln napas

bersihan jalan napas tidak efektif

penurunan suplay o2
hipoksemia
Hambatan Pertukaran Gas

Kompensasi tubuh dengan peningkatan TTV

Sesak napas

Penurun napsu makan

Penurunan BB pola napas tidak efektif

Devisit nutrisi
F. Komplikasi
Komplikasi PPOK/ COPD: Menurut Arif Muttaqin Lina Candra
Dewi (2016) komplikasi dari penyakit paru obstruksi kronik adalah :

a. Gagal pernafasan.

b. Atelektasis

c. Pneumonia (proses peradangan pada jaringan paru).

d. Pneumothorax

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang
parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut
adalah bayangan bronkus yang menebal
b. Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary
oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada
emfisema panlobular dan pink puffer
b. Corakan paru yang bertambah
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun,
VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru
terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum
ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate),
kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal.
Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium
dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada
emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk
difusi berkurang.
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun,
timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan
penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang
pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia.
Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan
jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah
satu penyebab payah jantung kanan.
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila
sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan
P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah
Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1.
Sering terdapat RBBB inkomplet.
5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
6. Laboratorium darah lengkap
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Menurut Davey dalam Endah Retno Hapsari (2016)
penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik
adalah:
a. Berhenti merokok harus menjadi prioritas.
b. Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik) bermanfaat pada
20-40% kasus.
c. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam
memperpanjang usia pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu
pasien dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan FEV 1 sebesar 1,5
L).
d. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan
manfaat simtomatik yang signifikan pada pasien dengan
pnyakit sedang-berat.
e. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan
perbaikan dengan meningkatkan elastic recoil sehingga
mempertahankan patensi jalan nafas.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dari Penyakit Paru Obstruksi
Kronik menurut (Doenges dalam Endah Retno Hapsari, 2016)
adalah:
a. Mempertahankan patensi jalan nafas
b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
c. Meningkatkan masukan nutrisi
d. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
e. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan
program pengobatan.
KOSNEP DASAR TEORI ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRKTIF KRONIK
(PPOK)
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-
data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1. Identitas
Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis
kelamin, umur, alamat, suku bangsa, agama, No.registrasi,
pendidikan, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal dan jam
masuk Rumah Sakit.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada
pasien dengan Penyakit Paru Obstriksi Kronik(PPOK)
didapatkan keluhan berupa sesak nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya
tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat
pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga
ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang
telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-
keluhannya tersebut.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS
dengan keluhan yang sama
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang sama
3. Pemeriksaan Fisik
1. Paru-paru
Adanya sesak, retraksi dada, auskultasi adanya bunyi ronchi,
atau bunyi tambahan lain. tetapi pada kasus berat bisa didapatkan
komplikasi yaitu adanya pneumonia.
2. Kardiovaskuler
TD menurun, diaforesis terjadi pada minggu pertama, kulit
pucat, akral dingin, penurunan curah jantung dengan adanya
bradikardi, kadang terjadi anemia, nyeri dada.
3. Neuromuskular
Perlu diwaspadai kesadaran dari composmentis ke
apatis,somnolen hingga koma pada pemeriksaan GCS, adanya
kelemahan anggota badan dan terganggunya aktivitas.
4. Perkemihan
Pada pasien dengan bronkhitis kaji adanya gangguan eliminasi
seperti retensi urine ataupun inkontinensia urine.
5. Pencernaan
- Inspeksi
kaji adanya mual,muntah,kembung,adanya distensi abdomen
dan nyeri abdomen,diare atau konstipasi.
- Auskultasi
kaji adanya peningkatan bunyi usus.
- Perkusi
kaji adanya bunyi tympani abdomen akibat adanya kembung.
- Palpasi
adanya hepatomegali, splenomegali, mengidentifikasi adanya
infeksi pada minggu kedua,adanya nyeri tekan pada
abdomen.
6. Bone
Adanya respon sistemik yang menyebabkan malaise, adanya
sianosis. Integumen turgor kulit menurun, kulit kering.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan Bersihan jalan napas
2. Gangguan pertukaran gas
3. Intoleransi Aktivitas
4. Gangguan pola tidur
C. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan
1 Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan keperawatan…x24 jam 1. Observasi TTV
Bersihan jalan napas diharapkan 2. Monitor status oksigen pasien
 NOC: 3. Atur posisis pasien untuk memaksimalkan
- Respiration status: Ventilation ventiasi
- Respiratory status: Airway patency 4. Ajarkan pasien teknik batuk efektif
 Kriteria Hasil: 5. Lakukan fisioterapi dada
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas 6. Kolaborasi
yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspnea
(mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed
lips)
- Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara
nafas abnormal)
- Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor
yang dapat menghambat jalan nafas
2 Gangguan pertukaran Setelah diberikan asuhan keperawatan…x24 jam 1. Observasi TTV
gas diharapkan 2. Atur posisi pasien untuk memaksimalkan
 NOC: ventilasi
- Respiration status: Gas exchange 3. monitor rata-rata kedalaman, irama dan usaha
- Respiratory status: ventilation respirasi
- Vital Sign status 4. Tentukan kebutuhan suction dengan
 Kriteria Hasil: mengauskultasi crakles dan ronchi pada jalan
- Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan nafas
oksigenasi yang adekuat 5. kolaborasi
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas
yang bersih tidak ada sianosis dan dyspnea
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah)
- Tanda-tanda vital dalam rentang normal
3 Intoleransi aktivitas Setelah diberikan asuhan keperawatan…x24 jam 1. Observasi TTV
diharapkan 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
 NOC: yang mampu dilakukan
- Energi Conservation 3. Bantu klien untuk memilih aktivitas konsisten
- Activity tolerance yang sesuai dengan kemampuan fisik,
- Self Care: ADLs psikologis dan social
 Kriteria Hasil: 4. monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual
- Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) 5. Kolaborasi dengan tenaga rhabilitasi medik
secara mandiri dalam rencana program yang tepat
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Mampu berpindah dengan atau tanpa alat bantuan
- Sirkulasi status baik
4 Gangguan pola tidur Setelah diberikan asuhan keperawatan…x24 jam 1. Ciptakan lingkungan yang nyaman
diharapkan 2. Monitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari
 NOC: dan jam
- Comfort level 3. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
- anxiety reduction 4. Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang
- Rest: Extent and pattern teknik tidur pasien
 Kriteria Hasil: 5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
- Jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari obat tidur
- Pola tidur, kualitas dalam batas normal
- Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat
D. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :Intervensi dilaksanakan
sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan
interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien
pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta
dokumentasi intervensi dan respon pasien. Pada tahap implementasi ini
merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi yang telah dibuat
untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada
pasien
E. Evaluasi
merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Tujuan dari
evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang
Dewi Lina Candra. 2016. Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan
Oksigenasi Pada Tn.T Di Ruang Inayah RS PKU Muhammadiyah
Gombong Retreived 20 Mei 2018. From:
http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/162/1/LINA%20CANDRA
%20DEWI%20NIM.%20A01201662.pdf
Hapsari Endah Retno. 2016. Asuhan Keperawatan pada Tn. S Dengan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Di Ruang Flamboyan
RSUD dr. R. Goenteng Taroenadibrata Purbalingga. Retreived 20
Mei2018.From:http://repository.ump.ac.id/1077/5/ENDAH
%20RETNO%20HAPSARI%20BAB%20II.pdf
Herdman T.H & S.Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi&
Klasifikasi 2015-2017 edisi 10. Jakarta: EGC
Nurarif Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc.
Jogjakarta: MediAction
Rahmadi Yasir. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Tn. W Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan: Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Di
Ruang Anggrek Bougenvile Rsud Pandan Arang Boyolali. Retreived
20 Mei 2018.
From: http://eprints.ums.ac.id/34292/1/NASKAH
%20PUBLIKASI.pdf

Anda mungkin juga menyukai