Anda di halaman 1dari 36

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Suroso dkk (2014) melakukan penelitian tentang evaluasi dan perencanaan


ulang saluran drainase pada kawasan perumahan sawojajar Kecamatan
Kedungkandang Kota Malang. Berdasarkan hasil penelitian maka digunakan debit
banjir rencana kala ulang 25 tahun karena menghasilkan kapasitas yang lebih besar
dan dimensinya tidak jauh berbeda dengan debit banjir rencana dengan kala ulang 10
tahun. Saluran yang telah direncanakan ulang juga tidak akan mampu mencegah
terjadinya banjir apabila tidak dilakukan perawatan secara periodik oleh masyarakat
setempat seperti membersihkan sampah, sedimen yang mengendap pada saluran, dan
membersihkan tanaman liar yang tumbuh di sepanjang saluran drainase.

Dewi (2014) yang juga melakukan evaluasi sistem drainase di ruas jalan Solo
Sragen mengungkapankan terdapat lahan pemukiman yang berpotensi terjadi
genangan di sekitar saluran jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi. Hal ini
disebabkan catchment area tidak mampu menampung volume debit air yang ada.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan debit eksisting dan debit
rencana. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kondisi drainase dalam mengalirkan
banjir tidak memenuhi kriteria debit rencana (Qrencana) lebih besar dibandingkan debit
eksisting (Qeksisting) sehingga saluran drainase meluap dan terdapat genangan air di
permukaan jalan.

Mato dan Suhudi (2012) dalam hasil penelitiannya pada evaluasi sistem
jaringan drainase di Jalan Soekarno Hatta Kota Malang mengungkapkan apabila
kapasitas saluran yang ada tidak mampu menampung aliran debit banjir rencana maka
diperlukan normalisasi saluran agar drainase dapat berfungsi kembali dengan baik,
salah satunya adalah dengan cara memperdalam saluran.
7

2.2 Pengertian Drainase

Kata drainase berasal dari kata drainage yang artinya mengeringkan atau
mengalirkan. Drainase merupakan sebuah sistem yang dibuat untuk menangani
persoalan kelebihan air baik kelebihan air yang berada di atas permukaan tanah
maupun air yang berada di bawah permukaan tanah. Secara umum drainase
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang usaha untuk mengalirkan
air yang berlebihan pada suatu kawasan (Wesli 2008:1)

2.3 Jenis Drainase


Menurut Hasmar (2011:3), drainase perkotaan awalnya tumbuh dari
kemampuan manusia mengenali lembah – lembah sungai yang mampu mendukung
kebutuhan pokok hidupnya. Kebutuhan pokok tersebut berupa ketersediaan air bagi
kepentingan keperluan rumah tangga, pertanian, peternakan, perikanan, transportasi,
dan kebutuhan sosial budaya. Drainase dibagi menjadi beberapa yaitu :
1. Menurut sejarah terbentuknya
a. Drainase alamiah ( Natural Drainage)
Terbentuk secara alami, tidak ada unsur campur tangan manusia .
b. Drainase Buatan ( Artifical Drainage )
Dibentuk berdasarkan analisis ilmu drainase , untuk menentukan debit akibat
hujan, kecepatan resapan air dalam lapisan tanah dan dimensi saluran .

Gambar 2.1 : Contoh Drainase Buatan

2. Menurut letak saluran


a. Drainase muka tanah ( Surface Drainage )
8

Drainase permukaan (Surface Drainage) yaitu saluran drainase yang berada


diatas permukaan tanah.
b. Drainase bawah tanah ( Sub Surface Drainage )
Drainase bawah permukaan (Sub Surface Drainage) yaitu saluran drainase
yang bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui media di bawah
permukaan tanah (pipa – pipa) dan menangkap air dibawah permukaan
tanah.

3. Menurut Fungsi Drainase


a. Single Purpose
Saluran berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan saja .
b. Multy Purpose
Saluran berfungsi mengalirkan beberapa jenis buangan, baik secara
bercampur maupun bergantian.

4. Menurut Konstruksi
1. Saluran Terbuka
Saluran untuk air hujan yang terletak di area yang cukup luas . Juga untuk
saluran air non hujan yang tidak mengganggu kesehatan lingkungan .
2. Saluran Tertutup
Saluran untuk air kotor yang mengganggu kesehatan lingkungan , juga untuk
saluran dalam kota.

2.4 Fungsi Drainase

Menurut Mulyanto (2013:1) fungsi drainase ada beberapa macam, yaitu


sebagai berikut :

1. Membuang air lebih


9

Fungsi ini berjalan dengan mengalirkan air lebih ke tujuan akhirnya yaitu
perairan bebas yang dapat berupa sungai danau maupun laut, ke dalamnya air
lebih ini dapat dialirkan. Ini merupakan fungsi utama untuk mencegah
menggenangnya air pada lahan perkotaan maupun di dalam parit-parit
(saluran-saluran) yang menjadi bagian dari sistem drainase.
2. Mengangkut limbah dan mencuci polusi dari daerah perkotaan
Di atas lahan perkotaan tertumpuk bahan polutan berupa debu dan sampah
organik yang berpotensi mencemari lingkungan hidup. Oleh air hujan yang
jatuh, polutan akan terbawa ke dalam sistem drainase dan dialirkan pergi
sambil dinetralisir secara alami.
3. Mengatur arah & kecepatan aliran
Air buangan berupa air hujan dan limbah harus diatur alirannya melewati
sistem drainase dan diarahkan ke tempat penampungan akhir atau perairan
beban di mana sistem drainase bermuara. Arah aliran akan ditentukan
melewati sistem drainase sehingga tidak menimbulkan kekumuhan.
4. Mengatur elevasi muka air tanah
Pada kondisi muka air tanah dangkal, daya serap lahan terhadap hujan kecil
dan dapat menambah potensi banjir. Muka air tanah yang dalam akan
menyulitkan tetumbuhan penghijauan kota untuk menyerapnya khususnya
pada musim kemarau tetapi daya serap terhadap hujan tinggi. Disamping itu
apabila terjadi penurunan muka air tanah akan terjadi pemadatan atau
subsidensi yaitu menurunnya muka tanah di atas muka air tanah. Pemadatan
ini disebabkan ruang antar butir dalam tanah yang tadinya terisi air akan
menjadi kosong sehingga tanah memadat.
a. Menjadi sumberdaya air alternatif
Makin bertambahnya kebutuhan akan air makin dibutuhkannya
sumberdaya air. Daur ulang air dari sistem drainase dapat menjadi
alternatif pemenuhanakan sumberdaya air dengan beberapa syarat.
10

b. Di daerah pebukitan sistem drainase menjadi salah satu prasarana


mencegah erosi dan gangguan stabilitas lereng Runoff permukaan
akibat hujan yang jatuh jatuh pada daerah pebukitan akan mengalir
dengan kecepatan tinggi apabila tidak mengalami hambatan cukup dan
menimbulkan erosi permukaan. Untuk mengendalikannya diperlukan
pembuatan sistem drainase teknis bagi menata aliran runoff permukaan
maupun aliran di dalam saluran.

Berikut ini beberapa fungsi drainase perkotaan menurut sumber yang lain
yaitu :

a. Fungsi drainase perkotaan adalah untuk mengeringkan bagian wilayah kota,


mengalirkan kelebihan air permukaan, mengendalikan sebagian air
permukaan akibat hujan, dan meresapkan air permukaan. (Dewi, 2014)
b. Drainase perkotaan mengendalikan kelebihan air permukaan sehingga tidak
merugikan masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kehidupan
manusia. (Arafat, 2008)

2.5 Drainase Jalan Raya

Drainase jalan raya dibedakan dibedakan untuk perkotaan dan luar perkotaan.
Umumnya di perkotaan dan luar perkotaan, drainase jalan raya selalu
mempergunakan drainase muka tanah (surface drainage). Di perkotaan saluran muka
tanah selalu ditutup sebagai bahu jalan atau trotoar. Walaupun juga sebagaimana di
luar perkotaan, juga terdapat saluran muka tanah yang tidak ditutup dengan sisi atas
saluran rata dengan muka jalan, sehingga air dapat masuk saluran dengan bebas.
(Hasmar 2011:89)

2.5.1 Drainase Muka Tanah

Drainase jalan raya di perkotaan, elevasi sisi atas saluran selalu lebih tinggi
11

dari sisi atas muka jalan. Air masuk ke saluran melalui inlet. Inlet yang ada dapat
berupa inlet tegak maupun inlet horizontal. Sistem drainase permukaan jalan raya
mempunyai tiga fungsi utama, yaitu :

1. Membawa air hujan dari permukaan jalan ke pembuangan air

2. Menampung air tanah (dari subdrain) dan air permukaan yang mengalir
menuju jalan

3. Membawa air menyebrang alinyemen jalan secara terkendali

Dua fungsi yang pertama dikendalikan oleh komponen drainase memanjang,


sementara fungsi ketiga memerlukan bangunan drainase melintang, seperti culvert,
gorong – gorong, dan jembatan.

Tabel 2.1 Pemilihan kala ulang debit banjir rancangan berdasarkan kelas
jalan
Sumber : Hassing 1996 dalam Suripin, 2004:269
Kelas jalan Periode Ulang (tahun)
Jalan tol (expressways) 100

Jalan arteri ( arterial roads) 50

Jalan pengumpul (collector roads) 50

Jalan penghubung (access roads) 25

Drainase permukaan sendiri dibagi menjadi dua yaitu drainase memanjang


dan drainase melintang.

a. Drainase memanjang
Permukaan jalan harus dibuat dengan kemiringan melintang yang cukup
untu membuang air hujan secepatnya, dan permukaan jalan harus berada di atas
permukaan air tanah setempat.
12

Kemiringan memanjang untuk bahu jalan diharuskan tidak kurang dari


0.3% dan daerah yang sangat datar tidak kurang dari 0.2%.
Saluran terbuka di tepi jalan dapat dibedakan berdasarkan fungsinya
menjadi parit atau selokan (ditchs), talang (gutters), saluran menikung keluar
(turnouts), salurn curam (chutes), parit intersepsi (intercepting ditchs). Parit
adalah saluran yang disediakan untuk membuang aliran air dari perkerasan
jalan, bahu jalan, dan slope galian dan timbunan.
Talang (gutters) adalah saluran pada tepi perkerasan atau bahu jalan yang
dibentuk oleh curb oleh depresi dangkal. Gutters dapat dilapisi beton, batu bata,
batu kali, atau material lainnya. Jarak antara outlet pada bagian jalan yang ber –
curb tergantung pada aliran, kemiringan memanjang, dan kedalaman air yang
diijinkan sepanjang jalan ber – curb.
Turnouts adalah saluran pendek yang menikung keluar dari tepi jalan
yang berfungsi untuk membuang air dari saluran atau talang tepi jalan. Chutes
adalah saluran terbuka berlining atau pipa yang berfungsi untuk membawa air
dari parit atau talang tepi jalan menuruni lereng urugan atau dari intercepting
ditchs menuruni lereng galian. Sedangkan intercepting ditchs biasanya terletak
di lahan alamiah di dekat ujung lereng galian atau sepanjang tepi jalan untuk
menampung aliran dari bukit sebelum mencapai jalan.
b. Drainase melintang
Drainase saluran melintang ini sering menelan biaya yang cukup besar,
oleh karena itu sangat penting untuk melakukan analisis semua drainase
melintang utama sepanjang alinyemen jalan sebelum pemilihan akhir
alinyemen jalan baru.
Sejauh dapat memilih lokasi persilangan dengan sungai, dianjurkan untuk
meletakkan lokasi persilangan pada :
- Bagian sungai yang lurus dan jauh dari tikungan
- Sejauh mungkin dari pertemuan anak sungai yang cukup besar
- Bagian sungai dengan tebing dan tanggul yang bagus
13

- Lokasi dimana dapat dibuat jalan lurus dengan pandangan yang cukup
bebas
- Lokasi dimana dapat dibuat persilangan tegak lurus

Untuk menentukan tipe persilangan dengan drainase melintang


diperlukan data hidrologi, dan prediksi arus lalu lintas. Tipe drainase melintang
dapat berupa :

- Fords
Fords merupakan persilangan sungai dan jalan yang paling sederhana.
Dapat dibuat pada suangai dengan dasar mantap, aliran air dangkal
dan arusnya lemah dan kemungkinan terjadinya banjir sangat kecil.
- Drifts
Jika dasar sungai tidak mampu mendukung berat kendaraan, dasar
sungai perlu dibuatkan lapisan beton. Persilangan yang demikian
dinamakan drifts. Drifts cocok untuk sungai yang sebenarnya dapat
dibuat persilangan fords, namun rawan terhadap banjir.
- Gorong – gorong (culverts)
Gorong – gorong digunakan untuk membawa air dari sungai melewati
bawah jalan dan membawa air dari parit di satu sisi jalan ke sisi
lainnya. Beda antara gorong – gorong dan jembatan adalah bahwa
gorong – gorong diletakkan pada timbunan di bawah perkerasan jalan.
- Jembatan
Mempunyai fungsi yang hampir sama dengan gorong – gorong. Letak
perbedaannya berada pada loaksi dek jembatan merupakan bagian
dari perkerasan. Biasanya jembatan mempunyai bentang yang lebih
panjang dari gorong – gorong.
14

2.5.2 Drainase Bawah Muka Tanah

Drainase bawah muka tanah dari jalan raya adalah drainase dibawah
perkerasan/pavement. Dibawah lapisan perkerasan dihamparkan lapisan pasir dengan
ketebalan rencana (5-20 cm) dengan tujuan untuk dapat mengalirkan air jika muka air
tanah atau muka air akibat genangan terjadi pada konstruksi jalan raya. Untuk
perkerasan dari aspal lapisan pasir dihamparkan diatas sub base coarse sedangkan
untuk perkerasan dari beton lapisan pasir dihamparkan diatas subgrade.

2.6 Analisa Hidrologi

Dalam praktek, para teknisi yang berkepentingan dengan perencanaan dan


pembangunan bangunan air, tidak dapat mengabaikan hidrologi sebagai alat
penganalisa jumlah air untuk maksud tersebut di atas. (Soemarto;1987)

Dalam perencanaan drainase berhubungan erat dengan besarnya limpasan (run


off) akibat hujan. Untuk menghitung besarnya limpasan (run off) dibutuhkan analisa
hidrologi yang dimulai dari pemprosesan data curah hujan hingga perhitungan debit
banjir rancangan.

2.6.1 Penyiapan Data Curah Hujan

Penyiapan data curah hujan adalah langkah awal yang dilakukan dalam
analisa hidrologi. Penyiapan data curah hujan ini dilakukan untuk melihat ada
tidaknya penyimpangan atau ketidak korelasian dari data hujan. Data hujan yang
digunakan dari 3 stasiun hujan terdekat dan diambil 10 tahun terakhir. Data hujan
yang telah ada akan diuji kekonsistensian dan keseragamannya dalam uji konsistensi
dan uji homogenitas.

2.6.2 Uji Konsistensi

Uji konsistensi data dimaksudkan untuk mengetahui kebenaran data lapangan


yang dipengaruhi oleh beberapa faktor (Kamiana, 2010:16):
15

a. Spesifikasi alat penakar berubah


b. Pemindahan tempat alat ukur
c. Perubahan lingkungan di sekitar alat penakar

Jika dari hasil pengujian ternyata data dinyatakan konsisten artinya tidak
terjadi perubahan lingkungan dan cara penakaran. Sebaliknya apabila jika ternyata
data tidak konsisten artinya telah terjadi perubahan lingkungan dan cara penakaran.

Metode yang digunakan dalam uji konsistensi lebih banyak menggunakan


metoda analisis kurva massa ganda (double-mass curve) dengan membandingkan
nilai akumulasi hujan tahunan pada pos yang bersangkutan dengan nilai akumulasi
hujan rata-rata tahunan suatu kumpulan stasiun di sekitarnya.
Analisis kurva massa ganda ini dilakukan berdasarkan prinsip bahwa setiap
pencatatan data yang berasal dari populasi yang sekandung akan konsisten,
sedangkan yang tidak sekandung tidak konsisten dan akan terjadi penyimpangan.
Apabila terdapat perubahan dalam trend data, maka perubahan tersebut perlu
dikoreksi agar tetap konsisten.

Tahapan tes konsistensi adalah sebagai berikut:


1. Sejumlah stasiun dalam wilayah iklim yang sama diseleksi sebagai stasiun
dasar (pembanding). Rerata aritmatika dari semua stasiun dasar dihitung untuk
setiap tahun yang sama. Rerata tersebut kemudian ditambahkan mulai dari
tahun awal pengamatan (akumulasi). Demikian pula curah hujan pada stasiun
hujan yang akan dianalisis trend-nya. Kemudian titik-titik akumulasi curah
hujan stasiun dasar dan stasiun utama diplot pada kurva massa ganda.
2. Pada kurva massa ganda, titik-titik yang tergambar akan berdeviasi disekitar
garis trend. Jika ada data yang terlalu jauh menyimpang maka dikatakan data
tersebut tidak mengikuti trend sehingga data tersebut perlu dikoreksi.
16

Gambar 2.2 Contoh Grafik Uji Konsistensi Data Curah Hujan


(Sumber : Linsey, 1996)

2.6.3 Curah Hujan Rata – rata Daerah

Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yang
terjadi hanya pada satu tempat atau titik saja. Mengingat hujan sangat bervariasi
terhadap tempatnya, maka untuk kawasan yang luas satu alat penakar hujan belum
dapat menggambarkan hujan wilayah tersebut. Dalam hal ini diperlukan hujan
kawasan yang diperoleh dari rata – rata curah hujan beberapa stasiun penkaar hujan
yang ada di sekitar kawasan tersebut. Terdapat 3 cara perhitungan pengolahan data
curah hujan, yaitu dengan cara:

1. Cara rata – rata aljabar


2. Metode Thiessen
3. Metode Ishoyet

Terlepas dari kelebihan dan kelemahan ketiga metode yang tersebuat diatas,
pemilihan metode mana yang cocok dipakai pada suatu DAS dapat ditentukan dengan
mempertimbangkan tiga faktor berikut (Suripin, 2003:31):
17

1. Jaring – jaring pos penangkar hujan dalam DAS

Tabel 2.2 Penentuan metode berdasarkan jaring – jaring pos penangkar hujan
Jumlah pos penangkar hujan Ishoyet, Thiessen, dan rata-
cukup rata aljabar
Jumlah pos penangkar hujan Metode rata-rata aljabar atau
terbatas thiessen
Pos penangkar hujan tunggal Metode hujan titik

2. Luas DAS
Tabel 2.3 Penentuan metode berdasarkan DAS
DAS Besar >5000km2 Metode Ishoyet
DAS sedang 500 s/d 5000km2 Metode Thiessen
DAS Kecil <500km2 Metode rata-rata aljabar

3. Topogafi DAS
Tabel 2.4 Penentuan metode berdasarkan topografi DAS
Sumber : ( Suripin,2003)
Pegunungan Metode rata-rata aljabar
Dataran Metode thiessen
Berbukit dan tidak beraturan Metode ishoyet

2.6.3.1 Metode Rata-Rata Aljabar

Metode ini merupakan metode yang paling sederhana dalam perhitungan


hujan kawasan. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa semua penakar hujan
mempunyai pengaruh yang setara. Cara ini cocok untuk kawasan dengan topografi
rata atau datar, alat penakar tersebar merata/hampir merata, dan harga individual
18

curah hujan tidak terlalu jauh dari harga rata-ratanya. Hujan kawasan diperoleh dari
persamaan sebagai berikut (Suripin, 2003:27)

P = Curah hujan daerah maksimum setahun (mm)

n = Jumlah stasiun hujan

Pn = Data curah hujan harian maksimum setahun di stasiun-stasiun hujan (mm)

2.6.3.2 Metode Poligon Thiessen

Metode ini dikenal juga sebagai metode rata-rata timbang (weighted mean).
Cara ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh pos penakar hujan untuk
mengakomodasi ketidakseragaman jarak. Daerah pengaruh dibentuk dengan
menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua
pos penakar terdekat. Prosedur penerapan metode ini meliputi langkah-langkah
sebagai berikut (Suripin, 2003:27):

1. Lokasi pos penakar hujan diplot pada peta DAS. Antar pos penakar dibuat
garis lurus penghubung.
2. Tarik garis tegak lurus di tengah-tengah tiap garis penghubung sedemikian
rupa, sehingga membentuk poligon Thiessen. Semua titik dalam satu poligon
akan mempunyai jarak terdekat dengan pos penakar yang ada di dalamnya
dibandingkan dengan jarak terhadap pos lainnya. Selanjutnya, curah hujan
pada pos tersebut dianggap representasi hujan pada kawasan dalam poligon
yang bersangkutan.
3. Luas areal pada tiap-tiap poligon dapat diukur dengan planimeter dan luas
total DAS dapat diketahui dengan menjumlahkan semua luasan poligon.
19

4. Hujan rata-rata DAS dapat dihitung dengan persamaan berikut:

P = Curah hujan derah maksimum setahun (mm)

A = Luas daerah (ha,m2,km2)

An = Luas daerah pengaruh tiap stasiun hujan (ha,m 2,km2)

Pn = Data curah hujan harian maksimum setahun ditiap stasiun hujan (mm)

Gambar 2.3 Metode Poligon Thiessen

2.6.3.3 Metode Isohyet


Metode ini merupakan metode yang paling akurat untuk menentukan hujan
rata-rata, namun diperlukan keahlian dan pengalaman. Cara ini memperhitungkan
secara aktual pengaruh tiap-tiap pos penakar hujan. Dengan kata lain, asumsi metode
Thiessen yang secara membabi buta menganggap bahwa tiap-tiap pos penakar
mencatat kedalaman yang sama untuk daerah sekitarnya dapat dikoreksi. Metode
isohyet terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut (Suripin, 2003:29):
20

1. Plot data kedalaman air hujan untuk tiap pos penakar hujan pada peta.
2. Gambar kontur kedalaman air hujan dengan menghubungkan titik-titik yang
mempunyai kedalaman air yang sama. Interval isohyet yang umum dipakai
adalah 10 mm.
3. Hitung luas area antara dua garis isohyet dengan menggunakan planimeter.
4. Kalikan masing-masing luas areal dengan rata-rata hujan antara dua isohyet
yang berdekatan.
5. Hitung hujan rata-rata DAS dengan persamaan berikut:

Atau

Metode isohyet cocok untuk daerah berbukit dan tidak teratur dengan luas
lebih dari 5.000 km2.

Gambar 2.4 Metode Isohyet


21

2.6.4 Curah Hujan Rancangan

Hujan rancangan merupakan kemungkinan tinggi hujan yang terjadi dalam


kala ulang tertentu sebagai hasil dari rangkaian analisis hidrologi yang biasa disebut
analisis frekuensi curah hujan. Analisis frekuensi sesungguhnya merupakan prakiraan
dalam arti probabilitas untuk terjadinya suatu peristiwa hidrologi dalam bentuk hujan
rancangan yang berfungsi sebagai dasar perhitungan perencanaan hidrologi untuk
antisipasi setiap kemungkinan yang akan terjadi. Analisis frekuensi ini dilakukan
dengan menggunakan teori probability distribution, antara lain Distribusi Normal,
Distribusi Log Normal, Distribusi Log Person Tipe III dan Distribusi Gumbel.

Parameter yang digunakan dalam perhitungan analisis frekuensi meliputi :


Parameter nilai rata-rata ( X bar ), simpanagan baku (Sd), koefisien variasi (Cv),
koefisien kemiringan (Cs), dan koefisien kurtosis (Ck). Perhitungan parameter
tersebut didasarkan pada data catatan tinggi hujan harian maksimum, paling sedikit
data 10 tahun terakhir. Untuk memudahkan perhitungan proses analisis dilakukan
secara matriks dengan menggunakan tabel, sedangkan rumus yang digunakan adalah :

Dimana :

Xbar : Tinggi hujan harian maksimum rata – rata selama n tahun.

∑x : Jumlah tinggi hujan harian maksimum selama n tahun

n : Jumlah tahun pencatatan data hujan


22

Sd : Simpangan baku ; Cv = koefisien variasi .

Cs : Koefisien kemiringan ; Ck = koefisien kurtosis .

Penentuan jenis sebaran akan digunakan untuk analisis frekuensi dilakukan


dengan beberapa asumsi menurut Harto (1993), sebagai berikut:

- Jenis sebaran Normal, apabila Cs = 0 dan Ck = 3.


- Jenis sebaran Log Normal, apabila Cs ( lnx ) = 0 dan Ck (lnx) = 3.
- Jenis sebaran Log Pearson type III, apabila Cs (lnx) > 0 dan Ck (lnx) =
1½(Cs(lnx)²)² + 3.
- Jenis sebaran Gumbel, apabila Cs= 1,1,4 dan Ck = 5,40

2.6.4.1 Distribusi Normal


Distribusi normal atau kurva normal di sebut pula distribusi Gauss. Fungsi
densitas peluang normal (PDF = probability density function) yang paling dikenal
adalah bentuk bell dan dikenal sebagai distribusi normal. PDF distribusi normal dapat
dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut (Suripin,
2003:35):

P(X) = Fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal)

X = Variabel acak continu

µ = Rata-rata nilai X

σ = Simpangan baku dari nilai X


23

2.6.4.2 Distribusi Gumbel

Gumbel menggunakan harga ekstrim untuk menunjukkan bahwa dalam deret


harga-harga ekstrim X 1 , X2, X 3, . , , , , Xn mempunyai fungsi distribusi
eksponensial ganda. Langkah- langkah dalam perhitungan dengan metode gumbel
sebagai berikut (Suripin, 2003:50):

1. Mengurutkan data hujan dari nilai terbesar ke terkecil. Hitung peluang dan
kala ulang masing – masing data dengan rumus :
m
P=
n+1
1
TR =
P
dimana :
P : Peluang
m : Urutan data
n : Jumlah data
TR : Kala ulang
2. Hitung standar deviasi data curah hujan tersebut
( )^
𝑠=√

3. Berdasarkan jumlah data cari nilai Yn dan Sn (pada tabel). Selanjutnya


tentukan kala ulang (TR) yang dikehendaki. Hitung Yt
Yt = −ln

4. Buat persamaan curah hujan rancangan


𝑆
𝑑𝑛 = d + (Yt − Yn).
𝑆𝑛
dimana:
dn : Curah hujan rancangan
Yt : Reduce variate
Yn : Nilai dalam tabel berdasar n
24

Sn : Nilai dalam tabel berdasar n


S : Standar deviasi data curah hujan

Tabel 2.5 Penetapan Nilai Yn


n Yn n Yn n Yn n Yn

10 0.4952 34 0.5396 58 0.5515 82 0.5572


11 0.4996 35 0.5402 59 0.5518 83 0.5574
12 0.5035 36 0.5410 60 0.5512 84 0.5576
13 0.5070 37 0.5418 61 0.5524 85 0.5578
14 0.5100 38 0.5424 62 0.5527 86 0.5580
15 0.5128 39 0.5430 63 0.5530 87 0.5581
16 0.5157 40 0.5436 64 0.5533 88 0.5583
17 0.5181 41 0.5442 65 0.5535 89 0.5585
18 0.5202 42 0.5448 66 0.5538 90 0.5586
19 0.5220 43 0.5453 67 0.5540 91 0.5587
20 0.5236 44 0.5458 68 0.5543 92 0.5589
21 0.5252 45 0.5463 69 0.5545 93 0.5591
22 0.5268 46 0.5468 70 0.5548 94 0.5592
23 0.5283 47 0.5473 71 0.5550 95 0.5593
24 0.5296 48 0.5477 72 0.5552 96 0.5595
25 0.5309 49 0.5481 73 0.5555 97 0.5596
26 0.5320 50 0.5485 74 0.5557 98 0.5598
27 0.5332 51 0.5489 75 0.5559 99 0.5599
28 0.5343 52 0.5493 76 0.5561 100 0.5600
29 0.5353 53 0.5497 77 0.5563
30 0.5362 54 0.5501 78 0.5565
31 0.5371 55 0.5504 79 0.5567
32 0.5380 56 0.5508 80 0.5569
33 0.5388 57 0.5511 81 0.5570
25

Tabel 2.6 Penetapan Nilai Sn


n Sn n Sn n Sn n Sn

10 0.9496 33 1.1226 56 1.1696 79 1.1930


11 0.9676 34 1.1255 57 1.1708 80 1.1938
12 0.9833 35 1.1285 58 1.1721 81 1.1945
13 0.9971 36 1.1313 59 1.1734 82 1.1953
14 1.0095 37 1.3390 60 1.1747 83 1.1959
15 1.0206 38 1.1363 61 1.1759 84 1.1967
16 1.0316 39 1.1388 62 1.1770 85 1.1973
17 1.0411 40 1.1413 63 1.1782 86 1.1980
18 1.0493 41 1.1436 64 1.1793 87 1.1987
19 1.0565 42 1.1458 65 1.1803 88 1.1994
20 1.0628 43 1.1480 66 1.1814 89 1.2001
21 1.0696 44 1.1499 67 1.1824 90 1.2013
22 1.0754 45 1.1519 68 1.1834 91 1.2020
23 1.0811 46 1.1538 69 1.1844 92 1.2026
24 1.0864 47 1.1557 70 1.1854 93 1.2032
25 1.0915 48 1.1574 71 1.1863 94 1.2038
26 1.0961 49 1.1590 72 1.1873 95 1.2044
27 1.1004 50 1.1607 73 1.1881 96 1.2049
28 1.1047 51 1.1623 74 1.1890 97 1.2055
29 1.1086 52 1.1638 75 1.1898 98 1.2060
30 1.1124 53 1.1658 76 1.1906 99 1.2065
31 1.1159 54 1.1667 77 1.1915 100
32 1.1193 55 1.1681 78 1.9230

2.6.4.3 Log-Pearson Type III

Metode Log Pearson III didasarkan pada perubahan data yang ada dalam
bentuk logaritma (Supirin, 2003:41). Tiga parameter penting dalam distribusi ini yaitu
harga rata-rata, simpangan baku, koefisien kemencengan. Persamaan-persamaan
rumus metode log-person III sebagai berikut:

1. Ubah data ke dalam bentuk logaritmis, X = log X


26

2. Hitung harga Rata-rata

3. Harga simpangan baku

4. Koefisien kemencengan
∑ ( )
CS = ( )( ).

5. Koefisien Kurtosis
∑ ( )
CK = ( )( )( ).

6. Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus:
𝐿𝑜𝑔𝑋 = 𝐿𝑜𝑔𝑋 + 𝐾 . 𝑆𝑑𝐿𝑜𝑔𝑋

Di mana K adalah variabel standar (standardized variable) untuk X yang


besarnya tergantung koefisien kemencengan Cs. Tabel 2.7 memperlihatkan harga K
untuk berbagai nilai kemencengan Cs.

𝑋 = Hujan rata-rata (mm)

X = Hujan yang terjadi (mm)

n = jumlah data

Ck = koefisien kemencengan

Cs = koefisien Kurtosis
27

s = standar deviasi

7. Hitung hujan atau banjir kala ulang T dengan menghitung antilog dari log
X

Tabel 2.7 G untuk Cs positif Distribusi Log Pearson III


Skew 1.0101 1.053 1.1111 1.2500 2 5 10 25 50 100 200
Coef Percent Chance
99 95 90 80 4 2 1 0.5
(Cs) 50 20 10
3 -0.667 -0.665 -0.660 -0.636 -0.396 0.420 1.180 2.278 3.152 4.061 4.970
2.9 -0.690 -0.688 -0.681 -0.651 -0.390 0.440 1.196 2.277 3.134 4.013 4.909
2.8 -0.714 -0.711 -0.702 -0.666 -0.384 0.460 1.210 2.275 3.114 3.973 4.847
2.7 -0.740 -0.736 -0.724 -0.681 -0.376 0.479 1.224 2.272 3.097 3.932 4.783
2.6 -0.769 -0.762 -0.747 -0.695 -0.368 0.499 1.238 2.267 3.071 3.889 4.718
2.5 -0.799 -0.790 -0.771 -0.711 -0.360 0.518 1.250 2.262 3.048 3.845 4.652
2.4 -0.832 -0.819 -0.795 -0.725 -0.351 0.537 1.262 2.256 3.029 3.800 4.584
2.3 -0.867 -0.850 -0.819 -0.739 -0.341 0.555 1.274 2.248 2.997 3.753 4.515
2.2 -0.905 -0.882 -0.844 -0.752 -0.330 0.574 1.284 2.24 2.97 3.705 4.454
2.1 -0.946 -0.914 -0.869 -0.765 -0.319 0.592 1.294 2.23 2.942 3.656 4.372
2 -0.990 -0.949 -0.896 -0.777 -0.307 0.609 1.302 2.219 2.912 3.605 4.298
1.9 -1.037 -0.984 -0.920 -0.788 -0.294 0.627 1.310 2.207 2.881 3.553 4.223
1.8 -1.087 -1.020 -0.945 -0.799 -0.282 0.643 1.318 2.193 2.848 3.499 4.147
1.7 -1.140 -1.056 -0.970 -0.808 -0.268 0.66 1.324 2.179 2.815 3.444 4.069
1.6 -1.197 -1.093 -0.994 -0.817 -0.254 0.675 1.329 2.163 2.78 3.388 3.990
1.5 -1.256 -1.131 -1.018 -0.825 -0.240 0.69 1.333 2.146 2.745 3.330 3.910
1.4 -1.318 -1.163 -1.041 -0.832 -0.225 0.705 1.337 2.128 2.706 3.271 3.828
1.3 -1.388 -1.206 -1.064 -0.838 -0.210 0.719 1.339 2.108 2.666 3.211 3.745
1.2 -1.449 -1.243 -1.086 -0.844 -0.195 0.732 1.340 2.087 2.626 3.149 3.661
1.1 -1.518 -1.280 -1.107 -0.844 -0.180 0.745 1.341 2.066 2.585 3.087 3.575
1 -1.588 -1.317 -1.128 -0.852 -0.164 0.758 1.340 2.043 2.542 3.022 3.489
0.9 -1.660 -1.353 -1.147 -0.854 -0.148 0.769 1.339 2.018 2.498 2.967 3.401
0.8 -1.733 -1.388 -1.166 -0.856 -0.132 0.780 1.336 1.993 2.453 2.891 3.312
0.7 -1.806 -1.423 -1.183 -0.857 -0.116 0.790 1.333 1.967 2.407 2.842 3.223
0.6 -1.880 -1.458 -1.200 -0.857 -0.099 0.800 1.328 1.939 2.359 2.755 3.123
0.5 -1.965 -1.491 -1.216 -0.856 -0.083 0.808 1.323 1.910 2.311 2.686 3.041
0.4 -2.029 -1.524 -1.231 -0.855 -0.066 0.816 1.317 1.880 2.261 2.615 2.949
0.3 -2.104 -1.555 -1.245 -0.853 -0.05 0.824 1.309 1.849 2.211 2.544 2.856
0.2 -2.175 -1.586 -1.258 -0.850 -0.033 0.830 1.301 1.818 2.159 2.472 2.763
0.1 -2.225 -1.616 -1.270 -0.846 -0.017 0.836 1.292 1.785 2.107 2.400 2.670
0 -2.326 -1.645 -1.282 -0.842 0.000 0.842 1.282 1.751 2.064 2.064 2.576
28

Tabel 2.8 G untuk Cs negatif Distribusi Log Pearson III

Skew 1.0101 1.053 1.1111 1.2500 2 5 10 25 50 100 200


Coef Percent Chance
(Cs) 99 95 90 80 4 2 1 0.5
50 20 10
0 -2.336 -1.645 -1.282 0.820 0.000 0.840 1.280 1.75 2.05 2.330 2.580
-0.1 -2.400 -1.673 -1.292 0.840 0.020 0.850 1.270 1.72 2 2.250 2.480
-0.2 -2.472 -1.700 -1.301 0.830 0.030 0.850 1.260 1.68 1.95 2.180 2.390
-0.3 -2.544 -1.762 -1.309 0.820 0.050 0.850 1.250 0.16 1.89 2.100 2.290
-0.4 -2.615 -1.750 -1.317 0.820 0.070 0.860 1.230 1.61 1.83 2.030 2.200
-0.5 -2.686 -1.774 -1.323 0.810 0.080 0.860 1.220 1.57 1.78 1.960 2.110
-0.6 -2.755 -1.797 1.328 0.800 0.100 0.860 1.200 1.53 1.72 1.880 2.020
-0.7 -2.824 -1.182 -1.333 0.790 0.120 0.860 1.180 1.49 1.63 1.800 1.940
-0.8 -2.891 -1.839 -1.336 0.780 0.130 0.860 1.170 1.48 1.61 1.730 1.840
-0.9 -2.957 -1.858 -1.339 0.770 0.150 0.850 1.150 1.41 1.55 1.660 1.750
-1 -3.022 -1.877 -1.340 0.760 0.160 0.850 1.110 1.37 1.49 1.490 1.660
-1.1 -3.087 -1.894 -1.341 0.750 0.180 0.850 1.110 1.32 1.44 1.520 1.580
-1.2 -3.149 -1.910 -1.340 0.730 0.200 0.840 1.090 1.28 1.38 1.450 1.500
-1.3 -3.211 -1.925 -1.339 0.720 0.210 0.840 1.060 1.24 1.32 1.380 1.420
-1.4 -3.271 -1.938 -1.337 0.710 0.230 0.830 1.040 1.2 1.27 1.320 1.350
-1.5 -3.330 -1.961 -1.333 0.690 0.240 0.830 1.020 1.16 1.22 1.260 1.280
-1.6 -3.388 -1.962 -1.329 0.680 0.250 0.820 0.990 1.12 1.17 1.200 1.220
-1.7 -3.444 -1.972 -1.324 0.660 0.270 0.810 0.970 1.08 1.12 1.140 1.160
-1.8 -3.499 -1.981 -1.318 0.640 0.280 0.800 0.950 1.04 1.07 1.090 1.100
-1.9 -3.533 -1.989 -1.310 0.630 0.290 0.790 0.920 1 1.02 1.040 1.040
-2 -3.605 -1.996 -1.302 0.610 0.310 0.780 0.900 0.97 0.98 0.990 1.000
-2.1 -3.656 -2.001 -1.294 0.590 0.320 0.770 0.870 0.92 0.94 0.350 0.950
-2.2 -3.705 -2.006 -1.284 0.570 0.330 0.730 0.850 0.89 0.9 0.910 0.910
-2.3 -3.753 -2.009 -1.274 0.660 0.340 0.740 0.820 0.86 0.86 0.870 0.870
-2.4 -3.800 -2.011 -1.262 0.540 0.350 0.730 0.800 0.82 0.83 0.830 0.830
-2.5 -3.845 -2.012 -1.250 0.520 0.360 0.710 0.770 0.790 0.8 0.800 0.800
-2.6 -3.889 -2.013 -1.238 0.500 0.370 0.700 0.750 0.760 0.77 0.770 0.770
-2.7 -3.932 -2.011 -1.224 0.480 0.380 0.680 0.720 0.74 0.74 0.74 0.74
-2.8 -3.973 -2.010 -1.210 0.460 0.380 0.670 0.700 0.71 0.71 0.730 0.710
-2.9 -4.013 -2.007 -1.195 0.440 0.330 0.650 0.680 0.69 0.69 0.690 0.690
-3 -4.051 -2.003 -1.180 0.420 0.390 0.640 0.660 0.67 0.67 0.67 0.67
29

2.6.5 Uji Kesesuaian Distribusi


Menurut Kamiana (2010:36) uji distribusi probabilitas dimaksudkan untuk
mengetahui apakah persamaan distribusi probabilitas yang dipilih dapat mewakili
distribusi statistik sampel data yang dianalisis.
Pengujian parameter yang sering dipakai untuk menguji kecocokan (the
googness of fittest test) adalah uji chi kuadrat dan smirnov – kolmogorov.

2.6.5.1 Uji Chi kuadrat


Uji chi – kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan
distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistic sampel data yang
dianalisis. Rumus yang digunakan dalam perhitungan dengan metode Chi-kuadrat
adalah sebagai berikut (Supirin, 2003:57):
( )
X2 =∑

Dengan :

X2 = Parameter Chi-Kuadrat terhitung

Ef = Frekuensi yang diharapkan sesuai dengan pembagian kelasnya

Of = Frekuensi yang diamati pada kelas yang sama

N = Jumlah sub kelompok

Derajat nyata atau derajat kepercayaan (α) tertentu yang sering diambil adalah
5% . Derajat kebebasan (Dk) dihitung dengan rumus :

Dk = K – (p+1)

K = 1 +3,3 log n

Dengan :

Dk = Derajat kebebasan
30

P = Banyaknya parameter, untuk uji Chi-Kuadrat adalah 2

K = Jumlah kelas distribusi

n = Banyaknya data

Selanjutnya distribusi probabilitas yang dipakai untuk menentukan curah hujan


rencana adalah distribusi probabilitas yang mempunyai simpangan maksimum
terkecil dan lebih kecil dari simpangan kritis, atau dirumuskan sebagai berikut :

X2 > X2er

Dengan :

X2 = Parameter Chi-Kuadrat terhitung .

Xer = Parameter Chi-Kuadrat kritis (tabel 2.9)


31

Tabel 2.9 Derajat Kepercayaan


derajat kepercayaan
dk
t0,995 t0,99 t0,975 t0,95 t0,05 t0,025 t0,01 t0,005
5 0,412 0,554 0,831 1,145 11,070 12,832 15,086 16,750

6 0,676 0,872 1,237 1,635 12,592 14,449 16,812 18,548

7 0,989 1,239 1,690 2,167 14,067 16,013 18,475 20,278

8 1,344 1,646 2,180 2,733 15,507 17,535 20,090 21,955

9 1,735 2,088 2,700 3,325 16,919 19,023 21,666 23,589

10 2,156 2,558 3,247 3,940 18,307 20,483 23,209 25,188

11 2,603 3,053 3,816 4,575 19,675 21,920 24,725 26,757

12 3,074 3,571 4,404 5,226 21,026 23,337 26,217 28,300

13 3,565 4,107 5,009 5,892 22,362 24,736 27,688 29,819

14 4,075 4,660 5,629 6,571 23,685 26,119 29,141 31,319

15 4,601 5,229 6,262 7,261 24,996 27,488 30,578 32,801

16 5,142 5,812 6,908 7,962 26,296 28,845 32,000 34,267

17 5,697 6,408 7,564 8,672 27,587 30,191 33,409 35,718

18 6,265 7,015 8,231 9,390 28,869 31,526 34,805 37,156

19 6,884 7,633 8,907 10,117 30,144 32,852 36,191 38,582

20 7,434 8,260 9,591 10,851 31,410 34,170 37,566 39,997

21 8,034 8,897 10,283 11,591 32,671 35,479 38,993 41,401

22 8,643 9,542 10,982 12,338 33,924 36,781 40,289 42,796

23 9,260 10,196 11,689 13,091 36,172 38,076 41,638 44,181

24 9,886 10,856 12,401 13,848 36,415 39,364 42,980 45,558

25 10,520 11,524 13,120 14,611 37,652 40,646 44,314 46,928

26 11,160 12,198 13,844 14,379 38,885 41,923 45,642 48,290

27 11,808 12,879 14,573 16,151 40,113 43,194 46,963 49,645

28 12,461 13,565 15,308 16,928 41,337 44,461 48,278 50,994

29 13,121 14,256 16,047 17,708 42,557 45,722 49,588 52,336

30 13,787 14,953 16,791 18,493 43,773 46,979 50,892 53,672


32

2.6.5.2 Uji Smirnov – Kolmogorov

Uji kecocokan Smirnov-kolmogorov ini juga sering disebut uji kecocokan non
parametrik, karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu.
Prosedurnya adalah sebagai berikut (Supirin, 2003:58).:

1. Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya
peluang dari masing-masing data tersebut:
X1 = P(X1)
X2 = P(X2)
Xm= P(Xm)
Xn= P(Xn)
2. Tentukan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data
(persamaan distribusinya):
3. Dari kedua nilai peluang tersebut tentukan selisih terbesarnya antara peluang
pengamatan dengan peluang teoritisnya.
D = maksimum [P(Xm) – P’ (Xm)]
4. Berdasarkan table nilai kritis (Smirnov Kolmogorov) tentukan harga D o.
Apabila D lebih kecil dari Do maka distribusi teoritis yang digunakan untuk
menentukan persamaan distribusi dapat diterima, apabila D lebih besar dari D o
maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan
distribusi tidak dapat diterima.
33

Tabel 2.10 Nilai kritis D0 untuk uji Smirnov-Kolmogorov


N
0.20 0.10 0.05 0.01
5 0.45 0.51 0.56 0.67
10 0.32 0.37 0.41 0.49
15 0.27 0.3 0.34 0.4
20 0.23 0.26 0.29 0.36
25 0.21 0.24 0.27 0.32
30 0.19 0.22 0.24 0.29
35 0.18 0.2 0.23 0.27
40 0.17 0.19 0.21 0.25
45 0.16 0.18 0.2 0.24
50 0.15 0.17 0.19 0.23

N > 50

2.6.6 Analisa Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan persatuan waktu. Sifat
umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin
tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya Apabila data
hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian maka intensitas
hujan dapat dihitung dengan Persamaan Mononobe (Sosrodarsono,1983:145).

I=( )( )
𝒕𝒄

I = Intensitas hujan (mm/jam).


R24 = Curah hujan maksimum dalam sehari (mm).
t = Lamanya hujan (jam).

Untuk menghitung tc adalah sebagai berikut :


tc = t0 + td
34

.
t0 = ( 𝑥 3.28 𝑥 𝑙 𝑥 )

td =

Dimana:
tc : Waktu konsentrasi (jam)
t0 :Waktu terlama yang dibutuhkan oleh air hujan untuk mengalir di atas
permukaan tanah ke saluran yang terdekat (menit)
td : Waktu yang diperlukan air hujan mengalir di dalam saluran (menit)

𝐿 : Panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m)


S : Kemiringan daerah pengaliran
Ld : Panjang saluran/sungai (m)
nd : Angka kekasaran Manning (lihat tabel 2.11)
v : Kecepatan aliran air yang diizinkan (m/det) (lihat tabel)

Tabel 2.11 Hubungan Kondisi Permukaan dengan Koefisien Hambatan


Sumber : Suripin,2011
No Kondisi Lapis Permukaan Nd

1 Lapisan semen dan aspal beton 0.013


2 Permukaan licin dan kedap air 0.020
3 Permukaan licin dan kokoh 0.10
4 Tanah dengan rumput tipis dan gundul dengan 0.20
permukaan sedikit kasar
5 Padang rumput dan rerumputan 0.40
6 Hutan gundul 0.60
7 Hutan rimbun dan hutan gundul rapat dengan 0.80
hamparan rumput jarang sampai rapat
35

Tabel 2.12 Nilai Kecepatan Aliran yang Diizinkan


Sumber : Suripin, 2011
Jenis Bahan Kecepatan aliran air yang
diizinkan (m/detik)
Pasir halus 0.45

Lempung kepasiran 0.50

Lanau alluvial 0.60

Kerikil halus 0.75

Lempung kokoh 0.75

Lempung padat 1.10

Kerikil kasar 1.20

Batu – batu besar 1.50

Pasangan batu 1.50

Beton 1.50

Beton bertulang 1.50

2.7 Debit Banjir Rancangan

Dalam praktek, perkiraan debit banjir dilakukan dengan beberapa metoda dan
debit banjir rencana ditentukan berdasarkan pertimbangan teknis (engineering
judgement) . Secara umum, metode yang umum dipakai adalah metode rasional dan
metode hidrograf banjir.

2.7.1 Metode Rasional

Metode untuk memperkirakan laju aliran permukaan puncak yang umum


dipakai adalah metode Rasional USSCS ( 1973). Metode ini sangat simpel dan
mudah penggunaannya, namun penggunaannya terbatas untuk DAS-DAS dengan
ukuran kecil, yaitu kurang dari 300 ha (Goldman et.al.,1986). Karena model ini
merupakan model kotak hitam, maka tidak dapat menerangkan hubungan curah hujan
36

dan aliran permukaan dalam bentuk hidrograf. Persamaan matematik metode


Rasional dinyatakan dalam bentuk :

Qp = 0,00278 CIA

Keterangan :
Qp : Laju aliran permukaan (m3/detik)

C : Koefisien aliran permukaan

I : Intensitaas hujan (mm/jam)

A : Luas DAS (hektar)

Tabel 2.13 Harga Koefisien Pengaliran (C) dan Harga Faktor Limpasan (fk)
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2006

NO Kondisi Permukaan Tanah Koefisien Faktor limpasan


Pengaliran (C) (fk)
Bahan
1 Jalan Beton dan Jalan aspal 0,70-0,95 -
2 Jalan Kerikil dan Jalan Tanah 0,40-0,70 -
3 Bahu Jalan
a. Tanah Berbutir Halus 0,40-0,65 -
b. Tanah Berbutir Kasar 0,10-0,20 -
c. Batuan Masif Keras 0,70-0,85 -
d. Batuan Masif Lunak 0,60-0,75 -
Tata Guna Lahan
1 Daerah Perkotaan 0,70-0,95 2,0
2 Daerah Pinggiran Kota 0,60-0,70 1,5
3 Daerah Industri 0,60-0,90 1,2
4 Pemukiman Padat 0,40-0,60 2,0
5 Pemukiman Tidak Padat 0,40-0,60 1,5
6 Taman dan Kebun 0,20-0,40 0,2
7 Persawahan 0,45-0,60 0,5
8 Perbukitan 0,70-0,80 0,4
9 Pegunungan 0,75-0,90 0,3
37

Keterangan :
- Harga koefisien pengaliran (C) untuk daerah datar diambil nilai C yang terkecil
dan untuk daerah lereng diambil nilai C yang besar.
- Harga faktor limpasan (fk) hanya digunakan untuk guna lahan sekitar saluran
selain bagian jalan.
- Bila daerah pengaliran atau daerah layanan terdiri dari beberapa tipe kondisi
permukaan yang mempunyai nilai C yang berbeda. Harga C rata – rata
ditentukan dengan persamaan berikut :

𝐶1. 𝐴1 + 𝐶2 . 𝐴2 + 𝐶3 . 𝐴3. 𝐹𝑘3


𝐶=
𝐴1 + 𝐴2 + 𝐴3

Dengan pengertian :
C1,C2,C3 = Koefisien pengaliran yang sesuai dengan kondisi
permukaan.
A1,A2,A3 = Luas daerah pengaliran yang diperhitungkan sesuai
dengan kondisi permukaan .
Fk = Faktor limpasan sesuai guna lahan .

2.8 Analisa Hidrolika

Kapasitas aliran akibat hujan harus dialirkan melalui saluran drainase sampai
ketitik hilir. Debit hujan yang dianalisa menjadi debit aliran untuk mendimensi
saluran, maka apabila dimensi diketahui untuk menghitung debit saluran digunakan
persamaan sebagai berikut.

Besar kapasitas saluran drainase dihitung berdasarkan kondisi steady flow


menggunakan rumus Manning (Chow, 1989):

Q =V.A

/ /
V = 𝑥𝑅 𝑥 𝑆𝑜
38

Dimana :

Q = Debit saluran (m3/detik)

V = Kecepatan aliran (m/detik)

A = Luas penampang basah (m2)

R = Jari – jari hidrolis = A/P

n = Koefisien kekasaran Manning

Besarnya kekasaran dasar saluran berdasarkan Manning dapat dilihat pada tabel
berikut :

Tabel 2.14 Koefisien Kekasaran Manning (Chow, 1985)


No Tipe Saluran n

A Saluran tertutup terisi sebagian

1 Gorong – gorong dari beton lurus dan bebas kikisan 0.010 – 0.013

2 Gorong – gorong dengan belokan dan sambungan 0.011 – 0.014

3 Saluran pembuang lurus dari beton 0.013 – 0.017

4 Pasangan bata dilapisi dengan semen 0.011 – 0.014

5 Pasangan batu kalu disemen 0.015 – 0.017

B Saluran dilapis atau disemen

1 Pasangan bata disemen 0.012 – 0.018

2 Beton dipoles 1.013 – 0.016

3 Pasangan batu kali disemen 0.017 – 0.030

4 Pasangan batu kosong 0.023 – 0.035


39

Tabel 2.15 Perkiraan kecepatan rata – rata di dalam saluran alami


Sumber : Desain drainase permukaan jalan,Ditjen bina marga, 1990
Kemiringan dasar saluran (%) Kecepatan (m/dt)
0–1 0.4
1–2 0.6
2–4 0.9
4–6 1.2
6 – 10 1.5
10 – 15 2.4

2.9 Kondisi aliran

Aliran dikatakan kritis apabila kecepatan aliran sama dengan kecepatan


gelombang gravitasi dengan amplitudo kecil. Gelombang gravitasi dapat
dibangkitkan dengan merubah kedalaman, jika kecepatan aliran lebih kecil daripada
kecepatan kritis maka, alirannya disebut subkritis, sedangkan jika kecepatan alirannya
lebih besar adripada kecepatan kritis, maka alirannya disebut superkritis

Parameter yang menentukan ketiga jenis aliran tersebut adalah nisbah antara
gaya gravitasi dan gaya inersia yang dinyatakan dengan bilangan froude (fr) bilangan
froude untuk saluran berbentuk persegi didefinisikan sebagai (Seyhan,1990) :

𝑉
𝐹𝑟 =
𝑔. ℎ
Dimana :

V = Kecepatan aliran (m/dt)


h = Kedalaman aliran (m)
g = Percepatan gravitasi (m/dt²)
40

Untuk F = 1 aliran adalah kritis, F < 1 aliran adalah subkritis, dan F > 1 adalah
superkritis. Aliran subkritis sendiri diartikan sebagai aliran yang mengalir dengan
kecepatan aliran rendah. Dan aliran superkritis adalah aliran yang cepat atau
mempunyai kecepatan aliran yang tinggi.

2.10 Kecepatan Izin


Pemilihan jenis material untuk saluran pada umumnya ditentukan oleh
besarnya kecepatan aliran air yang akan melewati selokan. Jenis material dan
kecepatan aliran air yang diijinkan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.16 Perkiraan kecepatan rata – rata di dalam saluran alami


Sumber : Petunjuk desain drainase permukaan jalan, 1990
No Jenis Bahan Kecepatan aliran yang diijinkan (m/dt)

1 Pasir halus 0.45

2 Lempung kepasiran 0.50

3 Lanau alluvial 0.60

4 Kerikil halus 0.75

5 Lempung kokoh 0.75

6 Lempung padat 1.10

7 Kerikil kasar 1.20

8 Batu – batu besar 1.50

9 Pasangan batu 1.50

10 Beton 1.50

11 Beton bertulang 1.50

2.11 Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Rencana anggaran biaya bangunan suatu proyek adalah perhitungan


banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah. Serta biaya – biaya lainnya
41

yang berhubungan dengan pelaksanaan bangunan atau proyek tersebut (Ibrahim,


2003:3). Adapun urutan perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) sebagai
berikut:

1. Membuat gambar yang akan dibangun.


2. Membuat spesifikasi material atau rencana kerja dan syarat bangunan.
3. Membuat rincian daftar pekerjaan yang akan dilaksanakan.
4. Menghitung volume masing-masing item pekerjaan.
5. Mencari daftar harga upah dan bahan yang akan digunakan.
6. Menghitung analisa harga satuan setiap item pekerjaan.
7. Mengalikan volume dengan analisa harga satuan.
8. Membuat jumlah harga secara keseluruhan.
9. Menambahkan angka hasil perhitungan rencana anggaran biaya bangunan
dengan PPN 10%

Anda mungkin juga menyukai