Sudah menjadi rahasia umum jika kepentingan asing turut campur dalam berbagai
konflik. Di Papua, tidak terkecuali dukungan terhadap kelompok separatis. Masyarakat
dan Pemerintah diminta untuk terus bersinergi agar dapat menjaga kedaulatan NKRI di
Papua.
Hingga saat ini kontak senjata masih terjadi di Papua, seperti yang dilaporkan CNN
Indonesia, Baku tembak terus terjadi antara aparat TNI-Polri dengan Kelompok Kriminal
Bersenjata (KKB) di Papua. Pada Jumat, 21 Mei 2021, satu orang dari teroris KKB
tewas saat kontak senjata terjadi di Kampung Makki, Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua.
Benarkah dengan adanya hubungan diplomatik ini akan terwujud kesetaraan dan
keadilan bagi Indonesia? Atau malah menjadikan Indonesia semakin terjerat dalam
cengkeraman asing?
Menurut Luhut, ada tiga alasan Indonesia menjalin kerjasama dengan China. Pertama,
18% pergerakan ekonomi dunia dikontrol China. Kedua, selain Amerika Serikat, China
juga memiliki pengaruh kuat terhadap pergerakan ekonomi dunia. Ketiga, Indonesia
menganut sistem bebas aktif.
Selain itu Luhut juga menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tetap memberi syarat
ketat bagi kerjasama dan investasi yang masuk dari China. Yaitu harus mebawa
teknologi, teknologi transfer, added value (nilai tambah), melakukan B2B (busines to
busines) dan menggunakan tenaga kerja Indonesia sebanyak mungkin. Pesan yang
seolah membawa keuntungan yang sangat besar bagi Indonesia.
Pada 2019, China sudah menempati urutan kedua sebagai investor asing terbesar di
Indonesia. Total uang yang disuntikkan China ke Indonesia mencapai US$ 4,7 miliar
untuk menggarap lebih dari 2.000 proyek. Dalam lima tahun terakhir China telah
menggelontorkan dananya ke Indonesia sebesar US$ 13,8 miliar.
Kita harus waspada terhadap intervensi asing khususnya China. Tak hanya soal
investasi Cina. Negara mana pun yang ingin menjalin kerjasama dengan negeri muslim
untuk menguasai, baik ekonomi, budaya, politik, pertahanan keamanan tidak boleh
disepelekan. Sebab haram hukumnya menguasakan negeri muslim kepada negara kafir
penjajah. Firman Allah SWT yang artinya: “Dan sekali-kali Allah tidak akan memberi
jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS Al-Nisâ ':
141).
Ayat ini sekaligus pedoman politik luar negeri negara Islam dengan negara lain dalam
konstelasi internasional. Politik luar negeri Islam memposisikan akidah Islam wajib
menjadi dasar bagi ideologi negara. Politik luar negeri Islam bertujuan untuk
menyebarluaskan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia. Maka, kaum muslimin tidak
boleh menjadi negara yang dikuasai negara lain dalam bidang apa pun, wajib memiliki
kedaulatan penuh tanpa disetir negara lain.
Negara Islam (Khilafah) tidak mengenal politik luar negeri bebas aktif. sehingga
memberlakukan hubungan perang dengan kafir harbi fi'lan. Haram menjalin hubungan
diplomatik, kerja sama ekonomi, pendidikan, perdagangan dan militer dengan negara
mereka. Termasuk kerja sama investasi dan hutang luar negeri. Khilafah menutup celah
penguasaan umat Islam atas umat lain.
Adapun terhadap kafir harbi hukman boleh diberlakukan kerja sama, sesuai isi teks-teks
perjanjian. Hanya saja, dalam ekonomi, tidak boleh menjual senjata atau sarana militer
jika dapat melindungi militer mereka untuk mengalahkan umat Islam. Adapun investasi
dan hutang luar negeri tidak bisa dibatalkan sebagai metode penjajahan negara kafir
harbi kaum muslimin.
Sayang, tidak adanya Khilafah kini menjadikan umat Islam tidak mampu secara pasti
negara-negara kafir harbi, baik hukman maupun fi'lan, apalagi jika harus berlaku
dengan benar terhadapnya. Terlebih ideologi kapitalisme telah membentuk seluruh
masyarakat politik Internasional bersifat tamak dan rakus, kehilangan kemanusiaan,
menghalalkan segara cara untuk mengeksploitasi kekayaan di seluruh dunia.
Semakin kuat kebutuhan kaum muslimin pada negara Khilafah untuk menyelamatkan
diri dari ketamakan negara-negara kafir harbi dan segala bentuk penjajahan ekonomi,
politik, dan militer. Wallahu a'lam.