Anda di halaman 1dari 17

KEUTAMAAN 10 HARI PERTAMA BULAN DZULHIJJAH DAN AMALAN YANG

DISYARIATKAN

Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, Nabi kita
Muhammad, kepada keluarga dan segenap sahabatnya.

‫ ما من أيام العمل الصالح فيها‬: ‫روى البخاري رحمه هللا عن ابن عباس رضي هللا عنهما أن النبي صلى هللا عليه وسلم قال‬
‫ يا رسول هللا وال الجهاد في سبيل هللا ؟ قال وال الجهاد في سبيل هللا‬: ‫أحب إلى هللا من هذه األيام – يعني أيام العشر – قالوا‬
‫إال رجل خرج بنفسه وماله ثم لم يرجع من ذلك بشيء‬

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, rahimahullah, dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma bahwa
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu
lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini, yaitu : Sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah.
Mereka bertanya : Ya Rasulullah, tidak juga jihad fi sabilillah?. Beliau menjawab : Tidak juga
jihad fi sabilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian
tidak kembali dengan sesuatu apapun“.

‫ ما من أيام أعظم وال احب‬: ‫وروى اإلمام أحمد رحمه هللا عن ابن عمر رضي هللا عنهما عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال‬
‫إلى هللا العمل فيهن من هذه األيام العشر فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد‬

‫ أفضل األيام يوم عرفة‬:‫وروى ابن حبان رحمه هللا في صحيحه عن جابر رضي هللا عنه عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال‬.

“Imam Ahmad, rahimahullah, meriwayatkan dari Umar Radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Tidak ada hari yang paling agung dan amat dicintai
Allah untuk berbuat kebajikan di dalamnya daripada sepuluh hari (Dzulhijjah) ini. Maka
perbanyaklah pada saat itu tahlil, takbir dan tahmid“.

MACAM-MACAM AMALAN YANG DISYARIATKAN

1. Melaksanakan Ibadah Haji Dan Umrah


Amal ini adalah amal yang paling utama, berdasarkan berbagai hadits shahih yang menunjukkan
keutamaannya, antara lain : sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

‫العمرة إلى العمرة كفارة لما بينهما والحج المبرور ليس له جزاء إال الجنة‬

“Dari umrah ke umrah adalah tebusan (dosa-dosa yang dikerjakan) di antara keduanya, dan
haji yang mabrur balasannya tiada lain adalah Surga“.

2. Berpuasa Selama Hari-Hari Tersebut, Atau Pada Sebagiannya, Terutama Pada Hari
Arafah.
Tidak disangsikan lagi bahwa puasa adalah jenis amalan yang paling utama, dan yang dipilih
Allah untuk diri-Nya. Disebutkan dalam hadist Qudsi :

‫ انه ترك شهوته وطعامه وشرابه من أجلي‬، ‫الصوم لي وأنا أجزي به‬

“Puasa ini adalah untuk-Ku, dan Aku lah yang akan membalasnya. Sungguh dia telah
meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya semata-mata karena Aku“.

Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :

‫ إال باعد هللا بذلك اليوم وجهه عن النار سبعين خريف‬، ‫ما من عبد يصوم يوما ً في سبيل هللا‬

“Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah melainkan Allah pasti menjauhkan
dirinya dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun“. [Hadits Muttafaqun
‘Alaih].

1
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah rahimahullah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda :

‫ صيام يوم عرفة أحتسب على هللا أن يكفر السنة التي قبله والتي بعده‬.

“Berpuasa pada hari Arafah karena mengharap pahala dari Allah melebur dosa-dosa setahun
sebelum dan sesudahnya”.

3. Takbir Dan Dzikir Pada Hari-Hari Tersebut.


Sebagaimana firman Allah Ta’ala.

ْ ‫َويَ ْذ ُك ُروا ا‬
ٍ ‫س َم هَّللا ِ فِي أَيَّ ٍام َم ْعلُو َما‬
‫ت‬

“…. dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan …”. [al-
Hajj/22 : 28].

Para ahli tafsir menafsirkannya dengan sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Karena itu, para
ulama menganjurkan untuk memperbanyak dzikir pada hari-hari tersebut, berdasarkan hadits dari
Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma.

‫فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد‬

“Maka perbanyaklah pada hari-hari itu tahlil, takbir dan tahmid“. [Hadits Riwayat Ahmad].

Imam Bukhari rahimahullah menuturkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah Radhiyallahu
‘anhuma keluar ke pasar pada sepuluh hari tersebut seraya mengumandangkan takbir lalu orang-
orangpun mengikuti takbirnya. Dan Ishaq, Rahimahullah, meriwayatkan dari fuqaha’, tabiin
bahwa pada hari-hari ini mengucapkan :

‫هللا أكبر هللا أكبر ال إله إال هللا وهللا أكبر وهلل الحمد‬

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha Ilallah, wa-Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil
Hamdu

“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tidak ada Ilah (Sembahan) Yang Haq selain Allah. Dan
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji hanya bagi Allah”.

Dianjurkan untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika berada di pasar, rumah, jalan,
masjid dan lain-lainnya. Sebagaimana firman Allah.

‫َولِتُ َكبِّ ُروا هَّللا َ َعلَى َما َهدَا ُك ْم‬

“Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu …”.
[al-Baqarah/2 : 185].

Tidak dibolehkan mengumandangkan takbir bersama-sama, yaitu dengan berkumpul pada suatu
majlis dan mengucapkannya dengan satu suara (koor). Hal ini tidak pernah dilakukan oleh para
Salaf. Yang menurut sunnah adalah masing-masing orang bertakbir sendiri-sendiri. Ini berlaku
pada semua dzikir dan do’a, kecuali karena tidak mengerti sehingga ia harus belajar dengan
mengikuti orang lain.

Dan diperbolehkan berdzikir dengan yang mudah-mudah. Seperti : takbir, tasbih dan do’a-do’a
lainnya yang disyariatkan.

4. Taubat Serta Meninggalkan Segala Maksiat Dan Dosa.


Sehingga akan mendapatkan ampunan dan rahmat. Maksiat adalah penyebab terjauhkan dan

2
terusirnya hamba dari Allah, dan keta’atan adalah penyebab dekat dan cinta kasih Allah
kepadanya.

Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda.

‫ان هللا يغار وغيرة هللا أن يأتي المرء ما حرم هللا علي‬

“Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan kecemburuan Allah itu manakala seorang hamba
melakukan apa yang diharamkan Allah terhadapnya” [Hadits Muttafaqun ‘Alaihi].

5. Banyak Beramal Shalih.


Berupa ibadah sunat seperti : shalat, sedekah, jihad, membaca Al-Qur’an, amar ma’ruf nahi
munkar dan lain sebagainya. Sebab amalan-amalan tersebut pada hari itu dilipat gandakan
pahalanya. Bahkan amal ibadah yang tidak utama bila dilakukan pada hari itu akan menjadi lebih
utama dan dicintai Allah daripada amal ibadah pada hari lainnya meskipun merupakan amal
ibadah yang utama, sekalipun jihad yang merupakan amal ibadah yang amat utama, kecuali jihad
orang yang tidak kembali dengan harta dan jiwanya.

6. Disyariatkan Pada Hari-Hari Itu Takbir Muthlaq


Yaitu pada setiap saat, siang ataupun malam sampai shalat Ied. Dan disyariatkan pula takbir
muqayyad, yaitu yang dilakukan setiap selesai shalat fardhu yang dilaksanakan dengan
berjama’ah ; bagi selain jama’ah haji dimulai dari sejak Fajar Hari Arafah dan bagi Jama’ah Haji
dimulai sejak Dzhuhur hari raya Qurban terus berlangsung hingga shalat Ashar pada hari
Tasyriq.

7. Berkurban Pada Hari Raya Qurban Dan Hari-Hari Tasyriq.


Hal ini adalah sunnah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam, yakni ketika Allah Ta’ala menebus putranya
dengan sembelihan yang agung. Diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

‫وقد ثبت أن النبي صلى هللا عليه وسلم ضحى بكبشين أملحين أقرنين ذبحهما بيده وسمى وكبّر ووضع رجله على صفاحهما‬

“Berkurban dengan menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk. Beliau
sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan
kaki beliau di sisi tubuh domba itu“. [Muttafaqun ‘Alaihi].

8. Dilarang Mencabut Atau Memotong Rambut Dan Kuku Bagi Orang Yang Hendak
Berkurban.
Diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya, dari Ummu Salamah Radhiyallhu ‘anha bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

‫ضحي فليمسك عن شعره وأظفاره‬


ّ ‫إذا رأيتم هالل ذي الحجة وأراد أحدكم أن ي‬

“Jika kamu melihat hilal bulan Dzul Hijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban,
maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya“.

Dalam riwayat lain :

‫فال يأخذ من شعره وال من أظفاره حتى يضحي‬

“Maka janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya sehingga ia berkurban“.

Hal ini, mungkin, untuk menyerupai orang yang menunaikan ibadah haji yang menuntun hewan
kurbannya. Firman Allah.

ُ ‫س ُك ْم َحتَّى يَ ْبلُ َغ ا ْل َه ْد‬


‫ي َم ِحلَّه‬ َ ‫َوال ت َْحلِقُوا ُر ُءو‬

3
“….. dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum kurban sampai di tempat
penyembelihan…”. [al-Baqarah/2 : 196].

Larangan ini, menurut zhahirnya, hanya dikhususkan bagi orang yang berkurban saja, tidak
termasuk istri dan anak-anaknya, kecuali jika masing-masing dari mereka berkurban. Dan
diperbolehkan membasahi rambut serta menggosoknya, meskipun terdapat beberapa rambutnya
yang rontok.

9. Melaksanakan Shalat Iedul Adha Dan Mendengarkan Khutbahnya.


Setiap muslim hendaknya memahami hikmah disyariatkannya hari raya ini. Hari ini adalah hari
bersyukur dan beramal kebajikan. Maka janganlah dijadikan sebagai hari keangkuhan dan
kesombongan ; janganlah dijadikan kesempatan bermaksiat dan bergelimang dalam
kemungkaran seperti ; nyanyi-nyanyian, main judi, mabuk-mabukan dan sejenisnya. Hal mana
akan menyebabkan terhapusnya amal kebajikan yang dilakukan selama sepuluh hari.

10. Selain Hal-Hal Yang Telah Disebutkan Diatas.


Hendaknya setiap muslim dan muslimah mengisi hari-hari ini dengan melakukan ketaatan, dzikir
dan syukur kepada Allah, melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi segala larangan ;
memanfaatkan kesempatan ini dan berusaha memperoleh kemurahan Allah agar mendapat ridha-
Nya.

Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya dan menunjuki kita kepada jalan yang lurus. Dan
shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad, kepada keluarga dan para
sahabatnya.

‫ إلى سواء السبيل وصلى هللا على محمد وآله وصحبه وسلم‬¥‫ وهللا الموفق والهادي‬.

‫ هـ‬1409 /11 /1 ‫ وتاريخ‬5 /1218 ‫صدرت بأذن طبع رقم‬


‫صادر عن إدارة المطبوعات بالرئاسة العامة إلدارات البحوث العلمية واإلفتاء والدعوة واإلرشاد‬
‫ الفقير إلى عفو ربه‬: ‫كتبها‬
‫عبدهللا بن عبدالرحمن الجبرين‬
‫عضو ا‬

PANDUAN IBADAH QURBAN

4
Secara bahasa udhiyah berarti kambing yang disembelih pada waktu mulai akan siang dan waktu
setelah itu. Ada pula yang memaknakan secara bahasa dengan kambing yang disembelih pada
Idul Adha. Sedangkan menurut istilah syar’i, udhiyah adalah sesuatu yang disembelih dalam
rangka mendekatkan diri pada Allah Ta’ala pada hari nahr (Idul Adha) dengan syarat-syarat
yang khusus.

Istilah qurban lebih umum dari udhiyah. Qurban adalah segala bentuk pendekatan diri pada
Allah baik berupa penyembelihan atau selainnya. Kaitan udhiyah dan qurban yaitu keduanya
sama-sama bentuk pendekatan diri pada Allah. Jika bentuk qurban adalah penyembelihan, maka
itu lebih erat kaitannya.

Pensyariatan Qurban

Udhiyah (qurban) pada hari nahr (Idul Adha) disyariatkan berdasarkan beberapa dalil, di
antaranya ayat (yang artinya), “Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an nahr).” (QS. Al Kautsar:
2). Di antara tafsiran ayat ini adalah “berqurbanlah pada hari raya Idul Adha (yaumun nahr)”.
(Lihat Zaadul Masiir, 9: 249)

Keutamaan Qurban

Tak diragukan lagi, udhiyah adalah ibadah pada Allah dan pendekatan diri pada-Nya, juga dalam
rangka mengikuti ajaran Nabi kita Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Kaum muslimin
sesudah beliau pun melestarikan ibadah mulia ini. Tidak ragu lagi ibadah ini adalah bagian dari
syari’at Islam. Hukumnya adalah sunnah muakkad (yang amat dianjurkan) menurut mayoritas
ulama. Ada beberapa hadits yang menerangkan fadhilah atau keutamaannya, namun tidak ada
satu pun yang shahih. Ibnul ‘Arobi dalam ‘Aridhotil Ahwadzi (6: 288) berkata, “Tidak ada hadits
shahih yang menerangkan keutamaan udhiyah. Segelintir orang meriwayatkan beberapa hadits
yang ajiib (yang menakjubkan), namun tidak shahih.” (Lihat Fiqhul Udhiyah, hal. 9)

Ibnul Qayyim berkata, “Penyembelihan yang dilakukan di waktu mulia lebih afdhol daripada
sedekah senilai penyembelihan tersebut. Oleh karenanya jika seseorang bersedekah untuk
menggantikan kewajiban penyembelihan pada manasik tamattu’ dan qiron meskipun dengan
sedekah yang bernilai berlipat ganda, tentu tidak bisa menyamai keutamaan udhiyah.”

Hukum Qurban

Hukum qurban adalah sunnah (dianjurkan, tidak wajib) menurut pendapat jumhur (mayoritas
ulama). Dalil yang mendukung pendapat jumhur adalah hadits dari Ummu Salamah, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika telah masuk 10 hari pertama dari Dzulhijjah dan
salah seorang di antara kalian berkeinginan untuk berqurban, maka janganlah ia menyentuh
(memotong) rambut kepala dan rambut badannya (diartikan oleh sebagian ulama: kuku) sedikit
pun juga.” (HR. Muslim). Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini adalah
dalil bahwasanya hukum udhiyah tidaklah wajib karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Jika kalian ingin menyembelih qurban …”. Seandainya menyembelih udhiyah itu
wajib, beliau akan bersabda, “Janganlah memotong rambut badannya hingga ia berqurban
(tanpa didahului dengan kata-kata: Jika kalian ingin …, pen)”.” (Disebutkan oleh Al Baihaqi
dalam Al Kubro).

Dari Abu Suraihah, ia berkata, “Aku pernah melihat Abu Bakr dan ‘Umar tidak berqurban.”
(HR. Abdur Rozaq). Ibnu Juraij berkata bahwa beliau berkata kepada ‘Atho’, “Apakah
menyembelih qurban itu wajib bagi manusia?” Ia menjawab, “Tidak. Namun Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berqurban.” (HR. Abdur Rozaq)

Niatan Qurban untuk Mayit

5
Para ulama berselisih pendapat mengenai kesahan qurban untuk mayit jika bukan karena wasiat.
Dalam madzhab Syafi’i, qurbannya tidak sah kecuali jika ada wasiat dari mayit. Imam Nawawi
rahimahullah berkata dalam Al Minhaj, “Tidak sah qurban untuk orang lain selain dengan
izinnya. Tidak sah pula qurban untuk mayit jika ia tidak memberi wasiat untuk qurban tersebut.”

Yang masih dibolehkan adalah berqurban untuk mayit namun sebagai ikutan. Misalnya
seseorang berqurban untuk dirinya dan keluarganya termasuk yang masih hidup atau yang telah
meninggal dunia. Dasarnya adalah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berqurban
untuk dirinya dan keluarganya, termasuk di dalamnya yang telah meninggal dunia. (Lihat
Talkhish Kitab Ahkamil Udhiyah wadz Dzakaah, Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 12-13)

Waktu Penyembelihan Qurban

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Barangsiapa yang menyembelih qurban sebelum shalat (Idul Adha), maka ia berarti
menyembelih untuk dirinya sendiri. Barangsiapa yang menyembelih setelah shalat (Idul Adha),
maka ia telah menyempurnakan manasiknya dan ia telah melakukan sunnah kaum muslimin.”
(HR. Bukhari)

Sedangkan mengenai waktu akhir dari penyembelihan qurban, Syaikh Musthofa Al ‘Adawi
hafizhohullah menjelaskan, “Yang hati-hati bagi seseorang muslim bagi agamanya adalah
melaksanakan penyembelihan qurban pada hari Idul Adha (10 Dzulhijjah) sebagaimana yang
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan dan hal ini lebih selamat dari perselisihan para
ulama yang ada. Jika sulit melakukan pada waktu tersebut, maka boleh melakukannya pada 11
dan 12 Dzulhijjah sebagaimana pendapat jumhur (mayoritas) ulama. Wallahu a’lam.” Sedangkan
yang menyatakan bahwa waktu penyembelihan pada seluruh hari tasyriq (11, 12, dan 13
Dzulhijjah) dibangun di atas riwayat yang dho’if. (Lihat Fiqhul Udhiyah, hal. 119)

Pembagian Sepertiga dari Hasil Qurban

Hasil sembelihan qurban dianjurkan dimakan oleh shohibul qurban. Sebagian lainnya diberikan
kepada faqir miskin untuk memenuhi kebutuhan mereka pada hari itu. Sebagian lagi diberikan
kepada kerabat agar lebih mempererat tali silaturahmi. Sebagian lagi diberikan pada tetangga
dalam rangka berbuat baik. Juga sebagian lagi diberikan pada saudara muslim lainnya agar
semakin memperkuat ukhuwah.” (Fatwa Al Lajnah Ad Daimah no. 5612, 11: 423-424)

Adapun daging hasil sembelihan qurban, maka lebih utama sepertiganya dimakan oleh shohibul
qurban; sepertiganya lagi dihadiahkan pada kerabat, tetangga, dan sahabat dekat; serta
sepertiganya lagi disedekahkan kepada fakir miskin. Namun jika lebih/ kurang dari sepertiga
atau diserahkan pada sebagian orang tanpa lainnya (misalnya hanya diberikan pada orang miskin
saja tanpa yang lainnya, pen), maka itu juga tetap diperbolehkan. Dalam masalah ini ada
kelonggaran.” (Fatawa Al Lajnah Ad Da-imah no. 1997, 11: 424-425)

Ketentuan Hewan Qurban

Hewan yang digunakan untuk qurban adalah unta, sapi (termasuk kerbau), dan kambing.

Seekor kambing hanya untuk qurban satu orang dan boleh pahalanya diniatkan untuk seluruh
anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak atau bahkan yang sudah meninggal dunia. Seekor
sapi boleh dijadikan qurban untuk 7 orang. Sedangkan seekor unta untuk 10 orang (atau 7 orang
menurut pendapat yang lainnya).

Sedangkan ketentuan umur yang mesti diperhatikan: (1) unta, umur minimal  5 tahun; (2) sapi,
umur minimal 2 tahun, (3) kambing, umur minimal 1 tahun, (4) domba jadza’ah, umur minimal 6
bulan.

6
Yang paling dianjurkan sebagai hewan qurban adalah: (1) yang paling gemuk dan sempurna, (2)
hewan qurban yang lebih utama adalah unta, kemudian sapi, kemudian kambing, namun satu
ekor kambing lebih baik daripada kolektif dalam sapi atau unta, (4) warna yang paling utama
adalah putih polos, kemudian warna debu (abu-abu), kemudian warna hitam, (5) berkurban
dengan hewan jantan lebih utama dari hewan betina.

Cacat hewan qurban dibagi menjadi 3:

1- Cacat yang menyebabkan tidak sah untuk berqurban, ada 4:

1. Buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya


2. Sakit dan tampak jelas sakitnya
3. Pincang dan tampak jelas pincangnya
4. Sangat tua sampai-sampai tidak punya sumsum tulang

2- Cacat yang menyebabkan makruh untuk berqurban, ada 2:

1. Sebagian atau keseluruhan telinganya terpotong


2. Tanduknya pecah atau patah

3. Cacat yang tidak berpengaruh pada hewan qurban (boleh dijadikan untuk qurban) namun
kurang sempurna.

Selain 6 jenis cacat di atas atau cacat yang tidak lebih parah dari itu maka tidak berpengaruh
pada status hewan qurban. Misalnya tidak bergigi (ompong), tidak berekor, bunting, atau tidak
berhidung. (Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 2: 370-375)

Tuntunan Penyembelihan Qurban

1- Syarat hewan qurban, Yaitu hewan tersebut masih dalam keadaan hidup ketika
penyembelihan, bukan dalam keadaan bangkai (sudah mati).

2- Syarat orang yang akan menyembelih: (1) berakal, baik laki-laki maupun perempuan, sudah
baligh atau belum baligh asalkan sudah tamyiz, (2) yang menyembelih adalah seorang muslim
atau ahli kitab (Yahudi atau Nashrani), (3) menyebut nama Allah ketika menyembelih.

Perhatian: Sembelihan ahlul kitab bisa halal selama diketahui kalau mereka tidak menyebut
nama selain Allah. Jika diketahui mereka menyebut nama selain Allah ketika menyembelih,
semisal mereka menyembelih atas nama Isa Al Masih, ‘Udzair atau berhala, maka pada saat ini
sembelihan mereka menjadi tidak halal.

3- Syarat alat untuk menyembelih: (1) menggunakan alat pemotong, baik dari besi atau
selainnya, baik tajam atau tumpul asalkan bisa memotong, (2) tidak menggunakan tulang dan
kuku.

4- Adab dalam penyembelihan hewan: (1) berbuat baik terhadap hewan, (2) membaringkan
hewan di sisi sebelah kiri, memegang pisau dengan tangan kanan dan menahan kepala hewan
ketika menyembelih, (3) meletakkan kaki di sisi leher hewan, (4) menghadapkan hewan ke arah
kiblat, (5) mengucapkan tasmiyah (basmalah) dan takbir.

Ketika akan menyembelih disyari’atkan membaca “bismillaahi wallaahu akbar, hadza minka wa
laka” atau ”hadza minka wa laka ’annii atau ’an fulan (disebutkan nama shahibul qurban)”
atau berdoa agar Allah menerima qurbannya dengan doa, ”Allahumma taqabbal minnii (Semoga
Allah menerima qurbanku) atau min fulan (disebutkan nama shahibul qurban).

7
Sudah Berqurban Kok Malah Dijual?

Ketika Imam Ahmad di tanya tentang orang yang menjual daging qurban, ia terperanjat, seraya
berkata, “Subhanallah, bagaimana dia berani menjualnya padahal hewan tersebut telah ia
persembahkan untuk Allah tabaraka wa taala”.

Secara logika suatu barang yang telah anda berikan kepada orang lain bagaimana mungkin anda
menjualnya lagi.

Imam Syafi’i juga berkata,” Jika ada yang bertanya kenapa dilarang menjual daging qurban
padahal boleh dimakan? Jawabnya, hewan qurban adalah persembahan untuk Allah. Setelah
hewan itu dipersembahkan untukNya, manusia pemilik hewan tidak punya wewenang apapun
atas hewan tersebut, karena telah menjadi milik Allah. Maka Allah hanya mengizinkan daging
hewan untuk dimakan. Maka hukum menjualnya tetap dilarang karena hewan itu bukan lagi
menjadi milik yang berqurban”. Oleh karena itu para ulama melarang menjual bagian apapun
dari hewan qurban yang telah disembelih; daging, kulit, kikil, gajih, kepala dan anggota tubuh
lainnya. Mereka melarangnya berdasarkan dalil, di antaranya sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Barang siapa yang menjual kulit hewan qurbannya maka qurbannya tidak diterima.”
(HR. Hakim dan Baihaqi, shahih)

Hadis di atas sangat tegas melarang untuk menjual qurban sekalipun kulitnya karena berakibat
kepada tidak diterimanya qurban dari pemilik hewan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda, “Janganlah kalian jual daging hewan hadyu (hewan yang dibawa oleh orang yang haji
ke Mekkah untuk disembelih di tanah haram), juga jangan dijual daging qurban. Makanlah dan
sedekahkanlah serta pergunakan kulitnya.” (HR. Ahmad, mursal shahih sanad). Hadits ini juga
tegas melarang menjual daging hewan qurban.

Ali bin Abi Thalib berkata, “Nabi memerintahkanku untuk menyembelih unta hewan qurban
miliknya, dan Nabi memerintahkan agar aku tidak memberi apapun kepada tukang potong
sebagai upah pemotongan”. (HR. Bukhari). Hadits ini juga menunjukkan bahwa tidak boleh
diberikan bagian apapun dari anggota tubuh hewan qurban kepada tukang potong sebagai
imbalan atas kerjanya memotong hewan. Bila saja upah tukang potong tidak boleh diambilkan
dari hewan qurban apatah lagi menjualnya kepada orang lain.

Begitu juga orang yang bekerja sebagai panitia qurban tidak boleh mengambil upah dari hewan
qurban. Bila menginginkah upah mengurus qurban mintalah kepada pemilik qurban berupa uang.

8
PELAJARAN DARI KISAH NABI IBRAHIM

Kisah Ibrahim saat akan menyembelih putranya Ismail bisa jadi pelajaran berharga. Perhatikan
dalam Khutbah Idul Adha berikut ini.

ْ ‫ِي َل ْواَل أَنْ َهدَ ا َنا هَّللا ُ َل َق ْد َجا َء‬


‫ت ُر ُس ُل َر ِّب َنا ِب ْال َح ِّق‬ َ ‫ْال َحمْ ُد هَّلِل ِ الَّذِي َهدَ ا َنا لِ َه َذا َو َما ُك َّنا لِ َن ْه َتد‬
َ ُ‫ور ْث ُتمُو َها ِب َما ُك ْن ُت ْم َتعْ َمل‬ ُ َ
‫ون‬ ِ ‫َو ُنو ُدوا أنْ ت ِْل ُك ُم ْال َج َّن ُة أ‬
.‫ْك َل ُه َوأَ ْش َه ُد أَنَّ م َُحمَّداً َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُ ُه‬
َ ‫أَ ْش َه ُد أَنْ الَ إِ َل َه إِالَّهللاُ َوحْ دَ هُ الَ َش ِري‬

ٍ ‫ص ّل َو َسلّ ْم َعلى م َُح ّم ٍد َو َعلى آلِ ِه ِوأَصْ َح ِاب ِه َو َمنْ َت ِب َع ُه ْم ِبإِحْ َس‬
‫ان إِ َلى َي ْو ِم ال ّديْن‬ َ ‫اَللَّ ُه ّم‬
َ ‫ِين آ َم ُنوا ا َّتقُوا هَّللا َ َح َّق ُت َقا ِت ِه َواَل َتمُو ُتنَّ إِاَّل َوأَ ْن ُت ْم مُسْ لِم‬
‫ُون‬ َ ‫َيا أَ ُّي َها الَّذ‬
‫ث ِم ْن ُه َما ِر َجااًل‬
َّ ‫س َواحِدَ ٍة َو َخ َل َق ِم ْن َها َز ْو َج َها َو َب‬ ٍ ‫َيا أَ ُّي َها ال َّناسُ ا َّتقُوا َر َّب ُك ُم الَّذِي َخ َل َق ُك ْم ِمنْ َن ْف‬
َ ‫ون ِب ِه َواأْل َرْ َحا َم إِنَّ هَّللا َ َك‬
‫ان َع َل ْي ُك ْم َرقِيبًا‬ َ ُ‫َك ِثيرً ا َون َِسا ًء َوا َّتقُوا هَّللا َ الَّذِي َت َسا َءل‬
‫ِين آ َم ُنوا ا َّتقُوا هَّللا َ َوقُولُوا َق ْواًل َسدِي ًدا‬َ ‫َيا أَ ُّي َها الَّذ‬
‫ أَمَّا َبعْ ُد‬ ‫از َف ْو ًزا َعظِ يمًا‬
َ ‫يُصْ لِحْ َل ُك ْم أَعْ َما َل ُك ْم َو َي ْغ ِفرْ َل ُك ْم ُذ ُنو َب ُك ْم َو َمنْ يُطِ ِع هَّللا َ َو َرسُو َل ُه َف َق ْد َف‬

‫الحمْ ُد‬ ِ ‫هللاُ أَ ْك َب ُر هللاُ أَ ْك َب ُر الَ إِ َل َه إِالَّ هللاُ َوهللاُ أَ ْك َب ُر هللاُ أَ ْك َب ُر َو‬
َ ‫هلل‬
Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd.
(artinya: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada sesembahan yang berhak disembah
selain Allah dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besar, segala puji bagi-Nya).

Segala puji bagi Allah pemberi berbagai macam nikmat dan karunia. Shalawat dan salam pada
nabi akhir zaman yang syariatnya sama dengan nabi-nabi sebelumnya yaitu mengajarkan ajaran
tauhid, yang nabi besar kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Puji syukur, kita bisa berada di hari Idul Adha dan hari Jumat sekaligus di mana di dalamnya
berarti bertemu dua Id. Apa istimewanya?

Diriwayatkan dari Iyas bin Abi Ramlah Asy-Syamiy, ia berkata, “Aku pernah menemani
Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya pada Zaid bin Arqam,

ِ ‫ عِ يدَ ي‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ُول هَّللا‬


َ ‫ َقا َل َف َكي‬.‫ْن اجْ َت َم َعا فِى َي ْو ٍم َقا َل َن َع ْم‬
‫ْف‬ ِ ‫ت َم َع َرس‬ َ ‫أَ َش ِه ْد‬
‫ُص ِّل‬ َ ‫ص فِى ْال ُجم َُع ِة َف َقا َل َمنْ َشا َء أَنْ ي‬
َ ‫ُصلِّ َى َف ْلي‬ َ ‫صلَّى ْالعِيدَ ُث َّم َر َّخ‬
َ ‫ص َن َع َقا َل‬
َ
“Apakah engkau pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan
dua Id (hari Id bertemu dengan hari Jumat) dalam satu hari?” “Iya”, jawab Zaid. Kemudian
Mu’awiyah bertanya lagi, “Apa yang beliau lakukan ketika itu?” “Beliau melaksanakan shalat Id
dan memberi keringanan untuk meninggalkan shalat Jumat”, jawab Zaid lagi. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mau shalat Jumat, maka silakan.” (HR. Abu Daud, no.
1070; An-Nasa’i, no. 1592; Ibnu Majah, no. 1310. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa
sanad hadits ini hasan.)
9
Dalil di atas menjadi dalil boleh memilih antara shalat Jumat dan shalat Id. Akan tetapi,
mengerjakan kedua shalat tersebut lebih baik. Bagi yang memilih tidak shalat Jumat karena di
pagi harinya telah shalat Id, maka hendaklah mengganti dengan shalat Zhuhur.

Namun bagi imam masjid, kami ingatkan untuk tidak meliburkan shalat Jumat demi kepentingan
orang-orang yang ingin hadir.

‫الحمْ ُد‬ ِ ‫هللاُ أَ ْك َب ُر هللاُ أَ ْك َب ُر الَ إِ َل َه إِالَّ هللاُ َوهللاُ أَ ْك َب ُر هللاُ أَ ْك َب ُر َو‬
َ ‫هلل‬
Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd.
(artinya: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada sesembahan yang berhak disembah
selain Allah dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besar, segala puji bagi-Nya).

Kali ini kita akan melihat kisah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam mengenai mimpinya yang
menyembelih putranya Ismail. Kisah ini yang dijadikan landasan ibadah qurban yang kita jalani
saat ini.

Kisahnya dijelaskan dalam ayat berikut,

‫ِين‬
ِ ‫س َي ْهد‬ ٌ ‫َو َقال َ إِ ِّني َذاه‬
َ ‫ِب إِ َلى َر ِّبي‬
“Dan Ibrahim berkata: “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Rabbku, dan Dia akan
memberi petunjuk kepadaku.

 Yang dimaksud adalah nabi Ibrahim pergi menghadap Allah untuk menyembah-Nya dan
Ibrahim ditunjuki dan diberi taufik pada kebaikan dunia dan akhirat.

َ‫الصالِحِين‬
َّ َ‫َب لِي مِن‬
ْ ‫به‬
ِّ ‫َر‬
Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang
shalih.

 Dalam ayat ini, Nabi Ibrahim meminta pada Allah agar dikaruniakan keturunan yang shalih
yang dapat memberi manfaat ketika hidup dan saat orang tua telah meninggal dunia.

Itulah yang semestinya kita minta dalam doa-doa kita, meminta pada Allah agar dikaruniakan
anak yang shalih yang menjadi penyejuk mata. Seperti dalam doa lainnya dari Nabi Zakariya
‘alaihis salam,

‫َربِّ َهبْ لِي ِمنْ َل ُد ْن َك ُذرِّ ي ًَّة َط ِّي َب ًة إِ َّن َك َسمِي ُع ال ُّد َعا ِء‬
“ROBBI HAB LII MIN LADUNKA DZURRIYYATAN THOYYIBATAN, INNAKA SAMII’UD
DU’AA’” [Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya
Engkau Maha Mengdengar doa].” (QS. Ali Imran: 38).

‘Ibadurrahman (hamba Allah Yang Maha Pengasih) pun berdo’a agar dikaruniakan anak yang
menjadi penyejuk mata,

َ ‫َر َّب َنا َهبْ َل َنا ِمنْ أَ ْز َوا ِج َنا َو ُذرِّ يَّا ِت َنا قُرَّ َة أَعْ ي ٍُن َواجْ َع ْل َنا ل ِْل ُم َّتق‬
‫ِين إِ َمامًا‬

10
“ROBBANAA HAB LANAA MIN AZWAJINAA WA DZURRIYATINAA QURROTA A’YUN
WAJ’ALNAA LIL MUTTAQIINA IMAAMAA” [Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami,
isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam
bagi orang-orang yang bertakwa].” (QS. Al Furqon: 74)

Apa yang dimaksud anak yang shalih?

Shalih sendiri berarti,

‫ْال َقائِم ِب َما َي ِجب َع َل ْي ِه ِمنْ ُحقُوق هَّللا َو ُحقُوق عِ َباده َو َت َت َف َاوت دَ َر َجاته‬
“Orang yang menjalankan kewajiban terhadap Allah dan kewajiban terhadap sesama hamba
Allah. Kedudukan shalih pun bertingkat-tingkat.” Demikian kata Ibnu Hajar dalam Fath Al-Bari,
2: 314.

Anak shalih tidak mesti mendapat juara kelas atau berhasil kuliah hingga S1, S2, atau S3.  Anak
shalih berarti anak yang memperhatikan ibadah pada Allah, juga berbakti pada orang tua serta
menunjukkan kebaikan akhlak dengan sesama.

Percuma anak kita berhasil dalam belajar ilmu dunia, namun shalat saja tidak kenal, bangun
Shubuh saja sulit, baca Al-Qur’an baru sampai tingkatan Iqra’ 2, juga tutur kata sangat kasar
pada orang tuanya sendiri, lebih-lebih seringnya bertingkah laku jelek terhadap sesama. Sudah
semestinya orang tua mendidik anak bukan hanya mengejar sukses dalam dunianya. Seharusnya
yang lebih ditekankan adalah pendidikan anak. Anak yang dididik menjadi shalih itulah yang
menjadi amal jariyah berharga bagi orang tuanya kelak. Ingat dan kecamkan ini!

Selanjutnya Nabi Ismail dikaruniakan anak yang halim.

َّ ‫َف َب‬
ٍ ‫ش ْر َناهُ ِبغُاَل ٍم َحل‬
‫ِيم‬
Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.

Apa arti “halim” dalam ayat ini?

Halim itu mencakup beberapa sifat:

1. Sabar
2. Berakhlak mulia
3. Lapang dada
4. Memaafkan yang berbuat salah padanya

Doa Nabi Ibrahim untuk meminta anak shalih benar-benar terkabul dengan dikaruniakan Ismail
pada beliau.

Ketika anak tersebut dewasa dijelaskan selanjutnya.

11
‫الس ْع َي َقال َ َيا ُب َن َّي إِ ِّني أَ َرى فِي ا ْل َم َن ِام أَ ِّني أَ ْذ َب ُح َك َفا ْن ُظ ْر َم َاذا َت َرى َقال َ َيا‬
َّ ‫َف َل َّما َب َل َغ َم َع ُه‬
َ‫اب ِرين‬
ِ ‫الص‬ َّ َ‫اء هَّللا ُ مِن‬ َ ‫ش‬ َ ْ‫س َت ِج ُدنِي إِن‬ َ ‫ت ا ْف َعلْ َما ُت ْؤ َم ُر‬ ِ ‫أَ َب‬
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim,
Ibrahim berkata, “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?” Ia menjawab, “Wahai ayahku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar.

Ketika Isma’il berada dalam usia gulam dan ia telah sampai pada usia sa’ya, yaitu usia di mana
anak tersebut sudah mampu bekerja yaitu usia tujuh tahun ke atas. Pada usia tersebut benar-benar
Ibrahim sangat mencintainya dan orang tuanya merasa putranya benar-benar sudah bisa
mendatangkan banyak manfaat. Saat anaknya seperti itulah Ibrahim mendapatkan ujian berat.

Ayat ini jadi dalil pula bahwa penglihatan para nabi dalam mimpi adalah wahyu. Dalam hadits
mawquf—hanya sampai pada perkataan sahabat Ibnu ‘Abbas—disebutkan,

‫ر ُْؤ َيا األَ ْن ِب َيا ِء فِي الم َن ِام َوحْ ٌي‬


“Penglihatan para nabi dalam mimpi itu wahyu.” (Syaikh Musthafa Al-‘Adawi dalam Tafsir
Surat Ash-Shaffaat mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa mimpi para nabi adalah wahyu karena para
nabi itu ma’shum dari setan. Demikian disepakati oleh para ulama. Selain nabi tidak menjadi
wahyu dan tidak bisa diamalkan. Lihat Majmu’ah Al-Fatawa, 4:30.

Lihatlah ketika mendengar mimpi ayahnya untuk menyembelihnya, Ismail sangatlah patuh. Ia
pun menyatakan dirinya bisa bersabar dan mendorong ayahnya untuk bersabar pula.

Perhatikanlah Ismail, ia begitu patuh pada perintah Allah. Hal ini sama dengan ibu Ismail. Ketika
Ibrahim meninggalkan istrinya, Hajar dan putranya, Isma’il di sisi Masjidil Haram, coba
perhatikan bagaimanakah istrinya, Sarah berkata,

َ ‫ إِ ًذا الَ ي‬: ‫ت‬


‫ُضي َِّع َنا‬ ْ ‫ َن َع ْم َقا َل‬: ‫آهَّلل ُ أَ َم َر َك ِب َه َذا َقا َل‬
“Apakah Allah yang memerintahkanmu untuk ini?” Ibrahim menjawab, “Iya.” Istrinya berkata,
“Kalau begitu, Allah tidak mungkin menelantarkan kami di lembah ini.” (HR. Al-Baihaqi dalam
Al-Kubra, 5:98)

Inilah yang seharusnya jadi teladan kita, yaitu patuh, sabar dan tawakkal pada Allah. Mudah-
mudahan kita mendapatkan istri dan anak yang patuh pada Allah, sabar dan benar-benar
bertawakkal pada-Nya, begitu pula kita menjadi orang yang demikian.

Juga pelajaran lainnya, orang beriman mesti diuji. Ujian pada Nabi Ibrahim adalah dengan
perintah menyembelih putranya sendiri. Ini untuk membuktikan apakah benar beliau murni lebih
mencintai Allah, menjadi khalilullah (kekasih Allah) dibanding mencintai istri dan anak.

Setiap orang memang akan diuji sesuai kualitas imannya. Dari Mush’ab bin Sa’id, seorang
tabi’in dari ayahnya, ia berkata,

‫اس أَ َش ُّد َبالَ ًء‬


ِ ‫َيا َرسُو َل هَّللا ِ أَىُّ ال َّن‬

12
“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab,

ُ‫ان دِي ُن ُه ص ُْلبًا ا ْش َت َّد َبالَؤُ ه‬َ ‫ب دِي ِن ِه َفإِنْ َك‬ ِ ‫األَ ْن ِب َيا ُء ُث َّم األَمْ َث ُل َفاألَمْ َث ُل َف ُي ْب َت َلى الرَّ ُج ُل َع َلى َح َس‬
‫ب دِي ِن ِه َف َما َيب َْر ُح ْال َبالَ ُء ِب ْال َع ْب ِد َح َّتى َي ْت ُر َك ُه َيمْ شِ ى‬ِ ‫ان فِى دِي ِن ِه ِر َّق ٌة ا ْب ُتل َِى َع َلى َح َس‬
َ ‫َوإِنْ َك‬
‫ض َما َع َل ْي ِه َخطِ ي َئ ٌة‬ ِ ْ‫َع َلى األَر‬
“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai
dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula
ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya.
Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam
keadaan bersih dari dosa.” (HR. Tirmidzi, no. 2398; Ibnu Majah, no. 4023. Al-Hafizh Abu
Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan.)

ِ ‫َف َل َّما أَ ْس َل َما َو َت َّل ُه لِ ْل َج ِب‬


‫ين‬
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas
pelipisnya, (nyatalah kesabaran keduanya).

‫َو َنادَ ْي َناهُ أَنْ َيا إِ ْب َراهِي ُم‬


Dan Kami memanggilnya, “Hai Ibrahim,

َ‫الر ْؤ َيا إِ َّنا َك َذلِ َك َن ْج ِزي ا ْل ُم ْحسِ نِين‬


ُّ ‫ت‬َ ‫صدَّ ْق‬
َ ْ‫َقد‬
Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

ُ‫إِنَّ ه ََذا َل ُه َو ا ْل َباَل ُء ا ْل ُم ِبين‬


Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.

Ketika Nabi Ibrahim pasrah atau berserah diri pada Allah; juga Ismail pasrah karena
menjalankan perintah Rabbnya; mereka ridha dengan ketetapan Allah, Ibrahim lalu
membaringkan anaknya Ismail di atas tanah; saat itu wajah Ismail di atas tanah; Allah pun
memanggil Ibrahim dan menyatakan bahwa mimpinya benar dan telah benarlah yang dijalankan
karena patuh pada perintah-Nya.

Lalu Allah membalas orang-orang yang berbuat ihsan atas ketaatannya, yaitu cobaan yang berat
terganti dengan sembelihan yang besar. Terselamatkanlah Ibrahim dan Ismail dari ujian yang
berat.

Ibnu Rajab rahimahullah pernah berkata, “Jika kesempitan itu semakin terasa sulit dan semakin
berat, maka seorang hamba akan menjadi putus asa dan demikianlah keadaan makhluk yang
tidak bisa keluar dari kesulitan. Akhirnya, ia pun menggantungkan hatinya pada Allah semata.
Inilah hakikat tawakkal pada-Nya. Tawakkal inilah yang menjadi sebab terbesar keluar dari
kesempitan yang ada. Karena Allah sendiri telah berjanji akan mencukupi orang yang
bertawakkal pada-Nya.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:493)

Ingatlah ayat,

13
‫َفإِنَّ َم َع ْالعُسْ ِر يُسْ رً ا‬
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyrah: 5)

Ayat ini pun diulang setelah itu,

‫إِنَّ َم َع ْالعُسْ ِر يُسْ رً ا‬


“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyrah: 6)

Di ayat selanjutnya disebutkan,

ٍ ِ‫َو َفدَ ْي َناهُ ِب ِذ ْب ٍح َعظ‬


‫يم‬ .1

Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.

Itulah balasan dari orang yang taat pada Allah, ia akan dipalingkan dari kesulitan dan musibah,
akan dibukakan jalan keluar dengan mudah.

Sebagaimana disebutkan pula dalam ayat lainnya,

‫ْث اَل َيحْ َتسِ بُ َو َمنْ َي َت َو َّك ْل َع َلى هَّللا ِ َفه َُو‬
ُ ‫) َو َيرْ ُز ْق ُه ِمنْ َحي‬2( ‫َو َمنْ َي َّت ِق هَّللا َ َيجْ َع ْل َل ُه َم ْخ َرجً ا‬
)3( ‫َحسْ ُب ُه إِنَّ هَّللا َ َبالِ ُغ أَمْ ِر ِه َق ْد َج َع َل هَّللا ُ لِ ُك ِّل َشيْ ٍء َق ْدرً ا‬
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan
memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya
Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan
ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3)

Apa yang dimaksud sembelihan yang besar di sini? Kebanyakan ulama berpendapat bahwa
sembelihan tersebut adalah kabsy (domba jantan).

Selanjutnya disebutkan,

َ‫َو َت َر ْك َنا َع َل ْي ِه فِي اآْل َخ ِِرين‬


Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang
kemudian

Maksud ayat ini, Allah membiarkan Nabi Ibrahim terus mendapatkan pujian terbaik setelah itu
hingga hari kiamat.

14
‫ساَل ٌم َع َلى إِ ْب َراهِي َم‬
َ
(yaitu) “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.”

Apa maksud salam pada Ibrahim? Yaitu salam dari Allah pada Nabi Ibrahim (Al-Khalil).
Walaupun manusia memuji Nabi Ibrahim, tetap pujian Allah untuk beliau lebih bagus dan
terbaik.

َ‫َك َذلِ َك َن ْج ِزي ا ْل ُم ْحسِ نِين‬


Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

َ‫إِ َّن ُه مِنْ عِ َبا ِد َنا ا ْل ُم ْؤ ِمنِين‬


Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.” (QS. Ash-Shaaffaat: 99-111)

Demikianlah balasan atas Nabi Ibrahim dengan pujian terbaik setelah beliau meninggal dunia. Ia
termasuk hamba yang beriman, benar-benar bertauhid dan yakin pada Allah.

‫الحمْ ُد‬ ِ ‫هللاُ أَ ْك َب ُر هللاُ أَ ْك َب ُر الَ إِ َل َه إِالَّ هللاُ َوهللاُ أَ ْك َب ُر هللاُ أَ ْك َب ُر َو‬
َ ‫هلل‬
Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd.
(artinya: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada sesembahan yang berhak disembah
selain Allah dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besar, segala puji bagi-Nya).

Moga menjadi kisah yang berharga bagi kita sekalian. Moga kita bisa menyontoh Nabi Ibrahim
dalam bertauhid, kesabaran, patuh dan tawakkal. Serta moga ibadah kita dalam berqurban hari
Nahr ini dan hari-hari tasyrik diterima oleh Allah.

‫الحمْ ُد‬ ِ ‫هللاُ أَ ْك َب ُر هللاُ أَ ْك َب ُر الَ إِ َل َه إِالَّ هللاُ َوهللاُ أَ ْك َب ُر هللاُ أَ ْك َب ُر َو‬
َ ‫هلل‬
Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd.
(artinya: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada sesembahan yang berhak disembah
selain Allah dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besar, segala puji bagi-Nya).

Marilah kita tutup khutbah Idul Adha ini dengan do’a. Moga pada hari penuh berkah ini, setiap
do’a kita diperkenankan oleh Allah.

ِ ‫ت األَحْ َيا ِء ِم ْن ُه ْم َواألَمْ َوا‬


‫ت‬ ِ ‫المؤ ِم َنا‬
ْ ‫المؤ ِم ِني َْن َو‬ ِ ‫اغ ِفرْ ل ِْلمُسْ لِ ِمي َْن َوالمسْ لِ َما‬
ْ ‫ت َو‬ ْ ‫الل ُه َّم‬

15
‫ت األَ َح ُد ال َّ‬
‫ص َم ُد الَّذِى َل ْم َيل ِْد َو َل ْم يُو َل ْد َو َل ْم‬ ‫ت هَّللا ُ الَ إِ َل َه إِالَّ أَ ْن َ‬
‫اللَّ ُه َّم إِ َّنا َنسْ أَلُ َك أَ َّنا َن ْش َه ُد أَ َّن َك أَ ْن َ‬
‫َي ُكنْ َل ُه ُكفُ ًوا أَ َح ٌد‬
‫ان َواَل َتجْ َع ْل ِفيْ قُلُ ْو ِب َنا غِ اًّل لِلَّ ِذي َْن آ َم ُنوا َر َّب َنا‬
‫اغ ِفرْ َل َنا َوإِل ِ ْخ َوا ِن َنا الَّ ِذي َْن َس َبقُ ْو َنا ِباإْل ِ ْي َم ِ‬
‫َر َّب َنا ْ‬
‫إِ َّن َك َرءُوفٌ َرحِي ٌم‬
‫َر َّب َنا َهبْ َل َنا ِمنْ أَ ْز َوا ِج َنا َو ُذرِّ يَّا ِت َنا قُرَّ َة أَعْ ي ٍُن َواجْ َع ْل َنا ل ِْل ُم َّت ِقي َْن إِ َمامًا‬
‫ت إِ َلى‬ ‫ات َب ْي ِن َنا‪َ ،‬واهْ ِد َنا ُس ُب َل ال َّساَل م‪َ ،‬و َنجِّ َنا م َِن ُّ‬
‫الظلُ َما ِ‬ ‫ِ‬ ‫وب َنا‪َ ،‬وأَصْ لِحْ َذ َ‬ ‫اللَّ ُه َّم أَلِّفْ َبي َْن قُلُ ِ‬
‫ار َنا‪،‬‬‫ْص ِ‬‫اركْ َل َنا فِي أَسْ مَاعِ َنا‪َ ،‬وأَب َ‬ ‫ِش َما َظ َه َر ِم ْن َها َو َما َب َط َن‪َ ،‬و َب ِ‬ ‫ور‪َ ،‬و َج ِّن ْب َنا ْال َف َواح َ‬‫ال ُّن ِ‬
‫ِك‬ ‫ت ال َّتوَّ ابُ الرَّ حِي ُم‪َ ،‬واجْ َع ْل َنا َشاك ِِر َ‬
‫ين لِن َِعم َ‬ ‫وب َنا‪َ ،‬وأَ ْز َوا ِج َنا‪َ ،‬و ُذرِّ يَّا ِت َنا‪َ ،‬و ُتبْ َع َل ْي َنا إِ َّن َك أَ ْن َ‬ ‫َوقُلُ ِ‬
‫ِين َل َها‪َ ،‬وأَ ِت ِممْ َها َع َل ْي َنا‬
‫ْك‪َ ،‬ق ِابل َ‬ ‫ِين ِب َها َع َلي َ‬‫م ُْثن َ‬
‫إلسْ اَل ِم َو ْالمُسْ لِ ِمي َْن‪،‬‬
‫صاَل ُح ْا ِ‬
‫صاَل ُح ُه ْم َو َ‬ ‫اَللَّ ُه َّم أَصْ لِحْ وُ اَل َة أُم ُْو ِر َنا‪ ،‬اَللَّ ُه َّم َو ِّف ْق ُه ْم لِ َما ِف ْي ِه َ‬
‫َر َّب َنا آ ِت َنا فِي ال ُّد ْن َيا َح َس َن ًة َوفِي اآْل خ َِر ِة َح َس َن ًة َو ِق َنا َع َذ َ‬
‫اب ال َّن ِ‬
‫ار‬
‫ان إِ َلى َي ْو ِم ال ّديْن‬ ‫صلَّى هللاُ َع َلى َن ِب ِّي َنا م َُح َّم ٍد َو َع َلى آلِ ِه َو َ‬
‫صحْ ِب ِه و َ َمنْ َت ِب َع ُه ْم ِبإِحْ َس ٍ‬ ‫َو َ‬
‫َوآ ِخ ُر دَ عْ َوا َنا أَ ِن ْال َحمْ ُد هلل َربِّ ْال َعا َل ِمي َْن‬
‫‪Taqabbalallahu minna wa minkum, kullu ‘aamin wa antum bi kheir‬‬

‫‪16‬‬
17

Anda mungkin juga menyukai