Anda di halaman 1dari 56

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Rumah Sakit

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Simeulue di mulai sejak tahun 2002,

peletakan batu pertama dilakukan oleh Wakil Presiden RI Bapak Hamzah Haz

pada tanggal 15 Januari 2002, dilanjutkan dengan peresmian pelayanan RSUD

Simeulue yang menggunakan Puskesmas Simeulue Timur sebagai tempat

pelayanan RSUD Simeulue oleh Ketua DPRD Aceh Bapak Muhammad Yuspada

tanggal 5 April 2002. Rumah Sakit Daerah Simeulue mulai dibangun tahun 2002

diatas areal seluas 3,880 hektar are dengan menggunakan dana APBD dan

APBN selama 3 tahun anggaran dan pada tanggal 28 Agustus 2004 gedung RSUD

Simeulue selesai dibangun dan diresmikan oleh Menteri Kesehatan RI Bapak

Dr.Achmad Sujudi, sekaligus penetapan RSUD Simeulue sebagai rumah sakit

kelas C dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1149/MENKES/SK/VIII/2003.

Kabupaten Simeulue yang terletak di tengah Samudera Hindia dengan

luas wilayah 2125,12 km persegi terdiri dari 10 kecamatan dan 138 Desa dengan

jumlah penduduk 86.154 jiwa, letak pulau yang terpisah jauh dari pulau Sumatera,

namun saat ini dengan sarana jalan yang sudah memadai dan dapat terjangkau

dengan roda 2 dan roda 4 keseluruh Kecamatan adalah merupakan salah satu

terobosan pembangunan, sehingga masyarakat tidak lagi mengalami kesulitan

untuk mengakses pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjut.

82
83

4.1.1. Visi dan Misi

Visi:

Mewujudkan Pelayanan Kesehatan Secara Cepat, Tepat dan Berkualitas

Misi:

1. Meningkatkan Pelayanan Kesehatan

2. Membangun Sistem Manajemen Rumah Sakit yang Baik

3. Membangun komunikasi yang intens baik secara internal maupun eksternal

4. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia sesuai dengan kompetensi dan

profesi masing – masing tenaga

5. Menyiapkan fasilitas sarana dan prasarana penunjang dalam rangka

meningkatkan pelayanan baik Preventif, Promotif dan Rehabilitatif.

4.1.2. Tugas pokok dan Fungsi

Dalam melaksanankan pelayanan, RSUD Simeulue berusaha dengan maksimal

serta penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sehingga tercapai

pelayanan yang maksimal bagi masyarakat yang berobat dilingkungan RSUD

Simeulue.

Fungsi

1. Menyelenggarakan pelayanan medis

2. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis

3. Menyelenggaran pelayanan rujukan

4. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan

5. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan

6. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.


84

Rumah Sakit Umum Daerah Simeulue telah dilengkapi Dokter Spesialis

yang definitif yakni Dokter Spesialis Obgyn, Dokter Spesialis Anak, Dokter

Spesialis Bedah, Dokter Spesialis Syaraf dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam

yang merupakan tenaga tetap, sementara Dokter Spesialis Paru, Spesialis Jiwa,

Spesialis Patologi Klinis, Spesialis Anastesi dan Spesialis Radiologi adalah

merupakan tenaga Kontrak

4.1.3. Fasilitas

Fasilitas yang ada di RSUD Simeulue saat ini adalah:

A. Rawat Jalan

1. Poliklnik Penyakit Dalam

2. Poliklinik Bedah

3. Poliklinik Obgyn

4. Poli klinik Anak

5. Poliklinik Neurologi

6. Poliklinik Gigi

7. Poliklinik Mata

8. Poliklinik THT

9. Poliklinik Paru

10. Poliklinik Jiwa

B. Rawat Inap

1. Ruang Rawat Penyakit Dalam

2. Ruang Rawat Bedah

3. Ruang Rawat Obgyn


85

4. Ruang Rawat anak

5. Ruang Rawat Perinatologi

6. Ruang Rawat Inap Neurologi

7. Ruang Rawat ICU

8. Ruang Rawat Jiwa

9. Ruang Rawat KLS I

10. Kamar Bersalin

4.2. Karakteristik Responden

Distribusi frekuensi karakteristik responden yang meliputi pendidikan,

pekerjaan, paritas, dan pendapatan.

4.2.1. Pendidikan Responden

Pendidan sebagian besar adalah SMA/SMK sebagaimana ditunjukkan

pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1.Distribusi Frekuensi Karakteristik Pendidikan Pasien Infeksi


Daerah Operasi Post SC di Rumah Sakit Umum Daerah Simeulue
Tahun 2018.

Pendidikan: Frekuensi(f) Persentas (%)


1 Dasar (SD/SMP 25 31,3
2 Menengah (SMA/SMK) 36 45,0
3 Tinggi (PT) 19 23,8
Total 80 100

Berdasarkan tabel 4.1 dari 80 respondenlebih banyak berpendidikan

kategori menengah36 (45,0%) responden, sedangkan responden yang

berpendidikan kategori dasar sebanyak 25(31,3%) responden.


86

4.2.2. Pekerjaan Responden

Pekerjaan sebagian besar adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) sebagaimana

ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Pasien Pasien Infeksi Daerah


Operasi Post SC di Rumah Sakit Umum Daerah Simeulue Tahun
2018

No Pekerjaan Frekuensi (f) Persentase (%)


1 IRT 30 37,5
2 Petani 20 25,0
3 Pedagang/Wiraswasta 19 23,8
4 PNS/Pegawai Swasta 11 13,8
Total 80 100

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat terlihat bahwa sebagian besar pasien infeksi

Daerah Operasi Post SC adalah IRT, yaitu 30 responden (37,5%). Dan responden

yang paling sedikit pasien infeksi Daerah Operasi Post SC PNS/Pegawai Swasta

sebanyak 11 responden (13,8%).

4.2.3. Paritas

Paritas sebagian besar adalah Multigravida sebagaimana ditunjukkan pada

Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Paritas Pasien Infeksi


Daerah Operasi Post SC di Rumah Sakit Umum Daerah
Simeulue Tahun 2018

No Paritas Frekuensi (f) Persentase (%)


1 Primi gravida 18 22,5
2 Multi gravida 62 77,5
Total 80 100

Berdasarkan tabel 4.3 distribusi primigravida sebanyak 18responden

(22,5%), multi gravida53 orang (77,5%).


87

4.2.4. Pendapatan Keluarga Responden

Berdasarkan pengolahan data diperoleh informasi tentang pendapatan

keluarga, yaitu sebagian besar termasuk kategori pendapatan < Rp 2.500.000.

Dapat di lihat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Pendapatan Keluarga Responden Pasien


Infeksi Daerah Operasi Post SC di Rumah Sakit Umum Daerah
Simeulue Tahun 2018

No Pendapatan Keluarga Frekuensi (f) Persentase (%)


1 < Rp 2.500.000.- 47 58,8
2 ≥Rp.2.500.000.- 33 41,2
Total 80 100

Tabel 4.4. memperlihatkan dari 80 responden bahwa 47 responden

(58,8%) adalah keluarga dengan penghasilan <.2.500.000. Sebanyak 33 responden

(41,2%) termasuk kelompok berpenghasilan >.2.500.000.

4.3. Analisis data Univariat

4.3.1. Umur Responden Dapat dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5.Distribusi Frekuensi Umur Pasien Infeksi Daerah Operasi Post SC


di Rumah Sakit Umum Daerah Simelue Tahun 2018.

No Umur Frekuensi (f) Persentase (%)


1 (>35 tahun) Resti 41 51,3
2 (19 - 35 tahun) Tidak Resti 39 48,8
Total 80 100

Berdasarkan tabel 4.5 distribusi umur responden dari 80 yang umur 19 -

35 tahun Tidak Resti 39 (48,8%) responden,umur >35 tahun Resti sebanyak 41

(51,3%) responden.
88

4.3.2. Obat-Obatan

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Dalam


KuesionerObat-Obatan
Jawaban
Total
Pernyataan Ya Tidak
F % f % f %
Apakah ibu minum obat sesuai waktu
yang telah dianjurkan dokter, obat
untuk 5 hari minum
- Amoxicillin dosis 500mg 3x1,
- Asam mefenamat dosis 500mg
3x1,
- Vitamin 2x1 34 42,5 46 57,5 80 100
- Patuh jika diminum teratur 5
hari sesuai dosis cara minum
yang dianjurkan
- Tidak patuh jika obat diminum
tidak sesuai dosis dan cara
yang dianjurkan selama 5 hari

Distribusi frekuensi obat-obatan dapat dilihat pada tabel 4.7

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Obat-ObatanPasien Infeksi Daerah Operasi


Post SC di Rumah Sakit Umum Daerah Simelue Tahun 2018.

No Obat-Obatan Frekuensi (f) Persentase (%)


1 Tidak Patuh 46 57,5
2 Patuh 34 42,5
Total 80 100

Berdasarkan tabel 4.7 dari 80 responden yang minum obat sesuai dengan

anjuran dokter kategori tidak patuh sebanyak 46 (57,5%) responden, yang minum

obat sesuai dengan anjuran dokter kategori tidak patuh sebanyak 34

(57,5%)responden.
89

4.3.3. Penyakit

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Dalam Kuesioner


Penyakit

Jawaban
Total
Pernyataan Ya Tidak
F % f % f %
Apakah ibu menderita suatu penyakit
tertentu
Deabetes mellitus
15 18,8 65 81,2 80 100
Hypertensi
Hepatitis) sebelum melakukan operasi
post SC

Distribusi frekuensi obat-obatan dapat dilihat pada tabel 4.9

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi PenyakitPasien Infeksi Daerah Operasi


Postsectio caesarea di Rumah Sakit Umum Daerah Simelue
Tahun 2018.
No Penyakit Frekuensi (f) Persentase
(%)
1 Ada 15 18,8
2 Tidak Ada 65 81,3
Total 80 100

Berdasarkan tabel 4.9 dari 80 responden yang menjawab menderita suatu

penyakit tertentu kategori ada sebanyak 15 (18,8%) responden, yang menjawab

kategori tidak ada sebanyak 65 (81,3%)responden.

4.3.4. Kebersihan Diri

Distribusi frekuensikebersihan diri dapat dilihat pada Tabel 4.10

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Dalam


KuesionerKebersihan Diri

Jawaban
Total
No Pernyataan Ya Tidak
F % f % f %
1 Apakah setiap 1x seminggu kasa
27 33,7 53 66,3 80 100
diganti
2 Apakah jika keluar darah dari tempat
34 42,5 46 57,5 80 100
luka kasa diganti dengan yang baru
90

Jawaban
No Pernyataan Ya Tidak
F % F % F %
3 Apakah luka pernah terkena
26 32,5 54 67,5 80 100
air/lembab
4 Apakah luka tetap terjaga
24 30 56 70 80 100
kebersihannya.

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Kebersihan Diri Pasien Infeksi Daerah


Operasi Post SC di Rumah Sakit Umum Daerah Simelue Tahun
2018.

Kebersihan Diri Frekuensi (f) Persentase (%)


Tidak Baik 45 56,3
Baik 35 43,8
Total 80 100

Berdasarkan tabel 4.11 dari 80 responden yang kebersihan diri kategori

baik 35 orang (43,8%) dan yang tidak baik sebanyak 45orang (56,3%).

4.3.5. Status Gizi

Distribusi frekuensikebersihan diri dapat dilihat pada Tabel 4.12

Tabel 4.12 Standar Index Massa Tubuh

Berat Badan Kategori


< 18 Berat Badan Kurang
18,5 – 24,9 Berat badan normal
25 – 29,9 Berat badan berlebih (kecenderungan
Obesitas)
>30 Obesitas

Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Status Gizi Pasien Infeksi Daerah Operasi
Post SC di Rumah Sakit Umum Daerah Simelue Tahun 2018.
Status Gizi Frekuensi (f) Persentase (%)
(<18,5 dan > 25) Tidak Normal 42 52,5
(18,5 - 24.9) Normal 38 47,5
Total 80 100
Berdasarkan tabel 4.13 dari 80 responden yang status gizi kategori 18,5 -

24.9 normal sebanyak 38(47,5%) responden, dan yang status gizi kategori < 18,5

dan > 25 tidak normal sebanyak 42 (52,5%) responden.


91

4.4. Analisis Data Bivariat

Dilakukan sesudah analisis univariat, dilakukan terhadap dua variabel

yang diduga berhubungan atau korelasi, yakni untuk mengetahui hubungan antara

variabel bebas dengan variabel terikat.

4.4.1. Hubungan Umur dengan Infeksi Daerah Operasi Post SC

Hubungan antara umur dengan Infeksi Daerah Operasi Post SC dapat

dilihat pada Tabel 4.14

Tabel 4.14 HubunganUmur dengan Infeksi Daerah Operasi Post SC


di Rumah Sakit Umum Daerah Simelue Tahun 2018
Infeksi Daerah Operasi
Post SC Total
Umur
Infeksi Tidak Infeksi
f % f % f % p-valueOR
13,778
(≥35tahun) Resti 32 40,0 9 11,3 41 51,3 0,00095%CL
(19 – 35 tahun) 8 10,0 31 41,2 39 48,8 (Low 4,713
Tidak Resti UP 40,281)
TOTAL 40 50,0 40 50,0 80 100%

Berdasarkan analisis Tabel 4.14. 41 responden umur (> 35tahun) Resti

dengan kejadian infeksi Daerah Operasi Post SC sebanyak 41 (51,3%) yang

infeksi dan 32 (40,0%)responden yang tidak infeksi sebanyak 9 (11,3%). Dari 39

responden kategori (19 – 35 tahun) Tidak Resti ada 8 (10,0%) yang infeksi dan 31

(41,2%)responden yang tidak infeksi. Hasil uji chi-square diperoleh p-value

sebesar 0,000<0,05 artinya ada hubungan umur dengan infeksi Daerah Operasi

Post SC. Hasil Odd Ratio (OR) yaitu 13,778(95% CI: 4,713 – 40,281)

Interprestasi: responden yang kategori (> 35tahun) Restiberisikio 13,778 kali lebih

besar mengalami kejadian infeksi Daerah Operasi Post SC dibanding yang umur

(19 - 35 tahun) tidak resti.


92

4.4.2. Hubungan Obat-Obatan dengan Infeksi Daerah Operasi Post SC

Hubungan antara Obat-Obatan dengan Infeksi Daerah Operasi Post SC,

dapat dilihat pada Tabel 4.15

Tabel 4.15 HubunganObat-Obatan dengan Infeksi Daerah Operasi Post SC


di Rumah Sakit Umum Daerah Simelue Tahun 2018
Infeksi Daerah Operasi
Obat- Post SC Total
Obatan Infeksi TidakInfeksi
f % f % f % p-value OR
7,429
Tidak Patuh 32 40,0 14 17,5 46 57,5 95%CL
0,000
Patuh (Low 2.703-
8 10,0 26 32,5 34 42,5 Up 20,419)
TOTAL 40 50,0 40 50,0 80 100%

Berdasarkan analisis Tabel 4.15. 46 responden yang tidak patuh dengan

kejadian infeksi Daerah Operasi Post SC. Kategori tidak patuh 32 (40,0%)

responden yang infeksi dan 14 (17,5%) responden tidak infeksi. 34 responden

kategori patuh ada 8 (10,0) responden yang infeksi dan 26 (32,5%) respondenyang

tidak infeksi. Hasil uji chi-square diperoleh p-value sebesar 0,000<0,05 artinya

ada hubungan obat-obatan dengan infeksi Daerah Operasi Post SC. Hasil Odd

Ratio (OR) yaitu 7,429 (95% CI: 2,703-20,419) Interprestasi: responden yang

tidak patuh minum obat berisikio7,4 kali lebih besar infeksi dibanding yang patuh

minum obat.

4.4.3. HubunganPenyakit dengan dengan Infeksi Daerah Operasi Post SC

Hubungan antara Penyakit dengan dengan Infeksi Daerah Operasi Post

SC, dapat dilihat pada Tabel 4.16


93

Tabel 4.16 HubunganPenyakit dengan Infeksi Daerah Operasi Post SC


di Rumah Sakit Umum Daerah Simelue Tahun 2018
Infeksi Daerah Operasi Post
SC Total
Penyakit
Infeksi Tidak Infeksi
f % f % f % p-value OR
21,000
Ada 14 17,5 1 1,3 15 18,8 95%CL
0,001
Tidak Ada (Low 2,601-
26 32,5 39 48,8 65 81,3 Up 169,539)
TOTAL 40 50,0 40 50,0 80 100%

Berdasarkan analisis Tabel 4.16. Dari 15 responden penyakit kategori ada

sebanyak 14 (17,5%) responden yang infeksi dan 1 responden(1,3%) yang tidak

infeksi. Dari 65 responden yang penyakit kategori tidak ada sebanyak 26 (81,3%)

responden yang infeksi dan 39 (48,8%)responden tidak infeksi.Hasil uji chi-

square diperoleh p-value sebesar 0,001<0,05 artinya ada hubungan penyakit

dengan infeksi Daerah Operasi Post SC. Hasil Odd Ratio (OR) yaitu 21,000 (95%

CI: 2,601-169,539) Interprestasi: responden yang ada ada penyakit

berisikio21,000 kali lebih besar infeksi dibanding yang tidak ada penyakit

4.4.4. HubunganKebersihan diridengan Infeksi Daerah Operasi Post SC

Hubungan antara Kebersihan diri dengan Infeksi Daerah Operasi Post SC,

dapat dilihat pada tabel 4.17.

Tabel 4.16 HubunganKebersihan diridengan Infeksi Daerah Operasi Post SC


di Rumah Sakit Umum Daerah Simelue Tahun 2018
Infeksi Daerah Operasi Post
Kebersihan SC Total
diri Infeksi Tidak Infeksi
f % f % f % p-value OR
19,519
Tidak Baik 34 42,5 9 11,3 43 53,8 95%CL
0,000
Baik (Low 6,230-
6 7,5 31 38,8 37 46,3 Up 61,147)
TOTAL 40 50,0 40 50,0 80 100%
94

Berdasarkan analisis Tabel 4.17.Dari 43 responden kategori kebersihan diri

tidak baik sebanyak 34 (42,5%) responden yang infeksi dan 9 (11,3%) responden

tidak infeksi. Dari 37 responden kebersihan diri baik sebanyak 6 (7,5%)

responden yang infeksidan sebanyak 31 responden(38,8%) yang tidak infeksi.

Hasil uji chi-square diperoleh p-value sebesar 0,000<0,05 artinya ada hubungan

kebersihan diri dengan infeksi Daerah Operasi Post SC. Hasil Odd Ratio (OR)

yaitu 19,519 (95% CI: 6,230-61,147) Interprestasi: responden yang kebersihan

diri kategori tidak baik berisikio19,519 kali lebih besar infeksi Daerah Operasi

Post SC dibanding yang kebersihan diri kategori baik.

4.4.5. HubunganStatus Gizi dengan Infeksi Daerah Operasi Post SC

Hubungan antara Status Gizi dengan Infeksi Daerah Operasi Post SC,

dapat dilihat pada Tabel 4.18.

Tabel4.18. HubunganStatus Gizi dengan Infeksi Daerah Operasi Post SC


di Rumah Sakit Umum Daerah Simelue Tahun 2018
Infeksi Daerah Operasi
Post SC Total
Status Gizi
Infeksi Tidak Infeksi
f % f % f % pvalue OR
22,667
(<18,5 dan 25- 95%CL
29,9)Tidak Normal (Low
34 42,5 8 10,0 42 52,5
7,082-
0,000 Up
72,550)
(18,5 - 24.5)
Normal
6 7,5 32 40,0 38 47,5
TOTAL 40 50,0 40 50,0 80 100%

Berdasarkan analisis Tabel 4.18.Dari 42 responden kategori status gizi

tidak normal sebanyak 34 (42,5%) responden infeksi dan 8 (10%) responden tidak

infeksi dan. Dari 38 responden kategori status gizi normal, sebanyak 6 (7,5%)

responden yang infeksidan 32 responden(40%) yang tidak infeksi. Hasil uji chi-
95

squarediperoleh p-value sebesar 0,000<0,05 artinya ada hubungan status gizi

dengan infeksi Daerah Operasi Post SC. Hasil Odd Ratio (OR) yaitu 22,667 (95%

CI: 7,082-72,550) Interprestasi: status gizi kategori tidak normalberisikio22,667

kali lebih besar infeksi Daerah Operasi Post SC dibanding yang status gizi

kategori normal.

4.5. Analisis Data Multivariat

Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa semua variable

independen layak dimasukkan jika nilai p-value < 0,25. Kelima variabel bebas

layak dimasukkan dalam model analisis data multivariat karena mempunyai p-

value<0,25, yaitu umur (p-value=0,000), obat-obatan (p-value=0,000), penyakit

(p-value=0,006), kebersihan diri (p-value=0,000) dan status gizi(p-value=0,000).

Analisis data multivariat dilakukan menggunakan uji regresi

logistikberganda dan diseleksi dengan metode enter.

Tabel 4.19. Pseudo R SquareModel Summary


-2 Log Cox & Snell R
likelihood Square Nagelkerke R Square
29,537 0,638 0,851
a. Estimation terminated at iteration number 8 because parameter estimates changed by less than
.001.
Berdasrkan Tabel 4.19Nilai R Square sebesar 0,851danCox & Snell R

Square0,638 menunjukkan bahwa kemampuan variabel independen (umur, obat-

obatan, penyakit, kebersihan diri dan status gizi) dalam menjelaskan variabel

dependen sebesar 0,638 atau 63,8 % dan terdapat 100% - 63,8% = 36,2% faktor

lain diluar model yang menjelaskan variable independen seperti peran petugas

kesehatan, dukungan keluarga, motivasi dll .


96

Tabel 4.20.Classivication Result

Observed Predicted
Infeksi Luka operasi Percentage
Infeksi Tidak Infeksi Correct
Infeksi Luka operasi Infeksi 36 4 90,0
Tidak Infeksi 3 37 92,5
Overall Percentage 91,3
a. The cut value is .500

Berdasarkan Classification table jumlah Jumlah pasien yang tidak infeksi

post operasipost SC sebanyak 3 + 37 = 40 orang, yang benar-benar tidak

mengalami infeksi sebanyak 37 orang dan seharusnya tidak mengalami infeksi

namun mengalami yaitu sebanyak 3 orang. Jumlah pasien yang mengalami infeksi

sebanyak 36 + 4= 40. Yang benar-benar mengalami infeksi sebanyak 36 orang

dan yang seharusnya mengalami infeksi namun tidak mengalami infeksi sebanyak

4 orang.

Tabel diatas memberikan nilai overall percentage sebesar (37 + 36)/80 =

0,9125/ 91% yang berarti ketepatan model penelitian ini adalah sebesar 91%

(tinggi)

Tabel 4.21. Hasil Uji Regresi Logistic

95% C.I.for
EXP(B)
Variabel B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Umur 2,670 1,010 6,981 1 0,008 14,437 1,992 104,616
Penyakit -1,208 1,333 0,821 1 0,365 0,299 0,022 4,076
Obat-Obatan -3,178 1,269 6,271 1 0,012 0,042 0,003 0,501
Kebersihan -2,994 1,048 7,897 1 0,005 0,053 0,007 0,410
Status Gizi -4,403 1,339 10,818 1 0,001 0,012 0,001 0,169
Constant 4,412 1,508 8,559 1 0,003 82,463
97

Berdasarkan Tabel 4.21 dapat dilihat bahwa proses seleksi dengan metode

enter. Interpretasi data adalah variabel yang berpengaruh terhadap infeksi Daerah

Operasi Post SC yaitu dapat dilihat dari kotak (Sig):

1. Umur pasien p-value<0,05 didapat (P=0,008< 0,05) yang berarti ada

pengaruh umur terhadap infeksi Daerah Operasi Post SC.

2. Penyakit pasien p-value<0,05 didapat (P=0,365 < 0,05) yang berarti tidak

ada pengaruh penyakit terhadap infeksi Daerah Operasi Post SC.

3. Obat-obatan p-value<0,05 didapat (P=0,012< 0,05), yang berarti ada

pengaruh obat-obatan terhadap infeksi Daerah Operasi Post SC

4. Kebersihan dirip-value<0,05 didapat (P=0,005< 0,05), yang berarti ada

pengaruh kebersihan diri terhadap infeksi Daerah Operasi Post SC.

5. Status gizi p-value<0,05 didapat (P=0,001< 0,05), yang berarti ada

pengaruh status gizi terhadap infeksi Daerah Operasi Post SC.

Besarnya pengaruh dapat dilihat dari nilai EXP (B)

1. Nilai Exp (β) variabelumur sebesar 14,437, artinya responden yangkategori

infeksi akan lebih beresiko lebih lama sembuh sebesar 14,437 kali lipat

dibandingkan dengan responden yang kategori tidak infeksi post operasi

SC.Nilai β variabel umur bernilai positif (2,620), sehingga dapat

disimpulkan bahwa umur memberikan pengaruh positif terhadap infeksi

post operasi SC.

2. Nilai Exp (β) variabelpenyakit sebesar 0,299, artinya responden

yangkategori infeksi akan lebih beresiko lebih lama sembuh sebesar 0,299

kali lipat dibandingkan dengan responden yang kategori tidak infeksi post
98

operasi SC.Nilai β variabel umur bernilai negatif(-1,208), sehingga dapat

disimpulkan bahwa umur memberikan pengaruh negatif terhadap infeksi

post operasi SC.

3. Nilai Exp (β) variabel obat-obatan sebesar 0,042 artinya responden yang

kategori infeksi akan lebih beresiko lama sembuh sebesar 0,042 kali lipat

dibandingkan dengan responden yang kategori tidak infeksi post operasi

SC.Nilai β variabel obat-obatan bernilai negatif (-3,178), sehingga dapat

disimpulkan bahwa obat-obatan memberikan pengaruh negatifterhadap

infeksi post operasi SC.

4. Nilai Exp (β) variabel kebersihan diri 0,053 artinya responden yang

kategori infeksi akan lebih beresiko lama sembuh sebesar 0,053 kali lipat

dibandingkan dengan responden yang kategori tidak infesksi post operasi

SC.Nilai β variabel kebersihan diri bernilai negatif (-2,994), sehingga dapat

disimpulkan bahwa kebersihan diri memberikan pengaruh negatif terhadap

infeksi post operasi SC.

5. Nilai Exp (β) variabel status gizi 0,012artinya responden yang kategori

infeksi akan lebih beresiko lama sembuh sebesar 0,0017 kali lipat

dibandingkan dengan responden yang kategori tidak infeksi post operasi

SC.Nilai β variabel status gizi bernilai negatif (-4,403), sehingga dapat

disimpulkan bahwa status gizi memberikan pengaruh negatif terhadap

infesksi post operasi SC.

6. Berdasarkan nilai β setiap variabel dalam model terbaik hasil analisis data

multivariat, maka model persamaan yang terbentuk adalah sebagai berikut:


99

Ln P/1-P = 4,412 + 2,670X1 + (-3,178X2) + (-2,994X3)+ (-4,403X4)

=0.03097 = 3%

Pasien yang umur resti , obat-obatan yang diminum tidak patuh, kebersihan diri

tidak baik dan status gizi tidak normal 0,030 (3%) kali infeksi operasi post SC.

4.6. Gambaran Umum Proses Penelitian Kualitatif

Pengumpulan data dari informan menggunakan metode indepth

interview(wawancara mendalam). Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan

menemui informan, yaitu ke Rumah Sakit Umum Daerah Simeulue karena baik

informan kunci, informan utama dan informan tambahan ada di Rumah Sakit

tersebut. Peneliti selanjutnya menginformasikan pada kepala ruangan kandungan

dan kepala staf poli kandungan kapan bersedia melakukan wawancara mendalam

tentang pasien yang infeksi post SC di Rumah Sakit Umum Daerah Simeulue.

Sedangkan informan tambahan adalah pasien yang sedang berada diruang tunggu

poli kandunagn yang dalam keadaan sedang kontrol. Kegiatan wawancara

mendalam dilakukan di tempat Rumah Sakit Umum Daerah Simeulue sesuai

dengan keinginan informan. Waktu wawancara disesuaikan dengan waktu luang

yang diberikan oleh informan.

Waktu yang ditetapkan oleh informan kunci adalah sekitar pukul 10.30 –

13.00 WIB. Informan utama menetapkan waktu wawancara dengan peneliti pukul

13.00 WIB karena pada waktu pagi harinya informan sibuk melayani pasien yang

berobat ke poli kandungan yang bertepatan jam dinas pagi. Informan tambahan

sengaja peneliti membuat jadwal di pagi hari sebab sore hari tidak ada pelayanan

poli kandungan untuk pasien berobat jalan karena poli sudah tutup. Saat informan
100

menunggu di panggil masuk ke poli, peneliti memperkenalkan diri dan

menanyakan apa informan bersedia jika dilakukan wawancara untuk meneliti

tentang infeksi post SC yang ada dirumah sakit tersebut.

4.7. Karakteristik Informan

Tabel 4.24 Informan Kunci


No Karakteristik Informan Kunci 1 Keterangan
1. Nama : Reni Anggraini
2. Usia : 35 Tahun
3. Jabatan Kepala Ruangan Kebidanan
4. Masa Jabatan: 2 Tahun

Tabel 4.25 Informan Utama


No Karakteristik Informan Utama1 Keterangan
1. Nama :Elvira Gusmida
2. Usia :37 Tahun
3. Jabatan Staf Poli Kandungan
4. Masa Jabatan: 5 Tahun

Tabel 4.26 Informan Tambahan


No Karakteristik Informan Karakteristik Informan
Tambahan 1 Tambahan 2
1. Nama :Erlinawati Nama :Endang
2. Usia :27 Tahun Usia :37Tahun
3. Pekerjaan: IRT Pekerjaan:PNS
4. Jumlah kunjungan di bagian Jumlah kunjungan di bagian
Poli Kandungan1 kali Poli Kandungan 1 kali

Informan dalam penelitian ini berjumlah 4 orang yaitu kasie ruang rawat

inap kandungan/obgyn Rumah Sakit Umum Daerah Simeulue, staf poli

kandungan, dan 2 orang pasien yang sedang ditemui berada diruang tunggu

bagian poli kandungan yang sedang kontrol post SC.


101

Tabel 4.27 Wawancara Informan Kunci Kepala Ruangan Rawat Inap


Kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Simeulue
No Pertanyaan
1nforman 1. Apakah sebelum melaksanakan operasi SC selalu dilakukan
1 pemeriksaan rontgen dan laboratorium? apasajakah yang di periksa
jika pemeriksaan laboratorium?
2. Jika sesudah terjadwal tanggal dan jam operasi, pernahkan diundur
karena sesuatu hal? misalkan apa hal tersebut?
3. Apakah selalu ditanyakan riwayat penyakit ibu yang akan
melakukan SC?, jika dijawab iya apakah dilakukan pemeriksaan
ulang misalkan penyakit hepatitis?
4. Sesudah menjalani operasi SC tahapan apa yang utama dilakukan
pada pasien yang sudah sadar
5. Apakah mobilisasi pasien dilaksanakan selama pasien opname?
6. Berapa hari rata-rata pasien opname sesudah operasi SC
7. Apakah ada anjuran-anjuran yang di berikan pada pasien menjelang
pulang.
Jawaban 1. Pemeriksaan Laboratorium selalu dilakukan pada semua pasien.
Rontgen hamper tidak pernah, biasanya hanya dilakukan cek darah
lengkap saja untuk laboratorium
2. Pernah dilakukan untuk jam operasi kalau misalnya untuk pasien
elektif tiba- tiba ada pasien yang sifat nya cito.
3. Riwayat penyakit selalu ditanyakan, kalau untuk hepaptitis
biasanya pasien tidak tahu kalau dia mengidap hepatitis.
4. Mobilisasi miring kanan dan miring kiri setelah enam jam operasi.
Minum air hangat sedikit sampai lebih kurang satu jam setelah
operasi setelah itu makan minum seperti biasa.
5. Ya selalu dilakukan mobilisasi.
6. Tiga hari.
7. Menjaga Personal Hygine
Menganjurkan memakan makanan berprotein tinggi.
Memberikan Asi eklusif.
Kontrol ulang
2

Berdasarkan jawaban tabel 4.29. Informan kunci hasil dari wawancara

yakni pasien yang akan menjalani operasi hanya dilakukan cek darah lengkap dan
102

golongan darah, dalam SOP rata-rata rumah sakit memeriksakan laboratorium

lengkap tapi minimal pemeriksaan laboratorium adalah (Hb, AL, AT, CT, BT,

HbsAg, Golongan darah)

Tabel 4.30 Wawancara Informan Utama Staf Poli Kandungan


No Pertanyaan
1nforman 1. Rata-rata berapa pasien dalam seminggu yang didiagnosa infeksi
2 Daerah Operasi Post SC
2. Jika pasien post Sc terbuka jahitan nya bagaimana prosedurnya?
3. Apakah ada anjuran yang sering dikasi tahu pada pasien
sehubungan dengan infeksi Daerah Operasi Post sc
4. Apakah pernah pasien dihubungi jika dalam hitungan hari waktu
kontrol tapi pasien tidak datang kontrol?

Jawaban 1. Satu orang.


2. Rawat luka terlebih dahulu, jika memang luka tidak membaik
maka pasien akan dirawat inapkan kembali.
3. Ya, banyak mengkosumsi makanan tinggi protein sayur dan buah
serta minum obat secara teratur.
4. Tidak pernah.

Berdasarkan jawaban tabel 4.29. Informan utama hasil dari wawancara

yakni pasien yang infeksi post oprasi SC ada 2 oarang setiap minggu, dalam

sebulan kadang-kadang ada 1-2 orang yang melakukan jahit ulang, sebab terbuka

kembali jahitan oprasinya.

4.8. Analisis Data kualitatif

4.8.1. Perawatan Dirumah

Berdasarkan hasil wawancara tentang perawatan diri dirumah informan 1

dengan infeksi operasi post SC, Ny E post operasi 7 hari, datang kontrol ke poli

kandungan dan opname kembali dengan bekas luka operasi masih sakit serta

jahitan ada yang terbuka/lepas, basah, bernanah dan sedikit keluardarah, akan

dilakukan jahit ulang pada luka bekas operasi yang terbuka. Perawatan dirumah
103

kurang diperhatikan oleh responden. Ibu dengan aktivitas kebersihan diri (mandi)

hanya mengelap badan dengan kain basah. Sering menyentuh dengan menekan

nekannya bekas operasi karena ada rasa gatal di tempat bekas jahitan luka operasi.

Ada sekali – kali mengangkat beban yang berat dan membungkuk, waktu istirahat

kurang dengan memberikan asi pada bayi malam hari saat bayi menagis/rewel,

namun itu memakai pakaian longgar agar tidak tertekan bekas luka oprasi, dan

pernah sekali sesudah 4 hari pulang dari rumah sakit mengganti plester dengan

memanggil bidan kerumah.

Informan 2 tidak infeksi post operasi SC Ny En datang ke poli kandungan

post operasi SC 7 hari. Luka bekas operasi kadang –kadang berdenyut jika banyak

melakukan gerakan. Aktivitas pemenuhan kebersihan diri, sesudah 4 hari pulang

dari rumah sakit ibu mandi dengan menutup luka bekasoperasi dengan kain kassa

lembut yang diatasnya dilapisi plester kedap air. Ada melakukan aktivitas

mencuci popok dan menganggakat beban berat seperti kain basah yang berisi

popok bayi dalam ember, namun ibu tidak membungkung saat mengangkat ember

tapi dengan menekuk lutut. Sesudah 4 hari pulang dari rumah sakit ada

menggantiplester, kemudian sekali dalam 2 hari bidan menggantinya, dengan

memanggilnya kerumah.

4.8.2. Pola Makan

Berdasarkan hasil wawancara tentang pola makan informan 1 Ny E, ibu

tidak memakan makanan yang rasa pedas dan kadang-kadang makan yang

bersantan. Aktivitas buang air besar agak sulit, sesudah 4 hari pulang dari rumah

sakit baru bisa buang air besar sesudah sering minum jus papaya, kemudian sekali
104

dalam 2 hari buang air besar.Sering sarapanbubur sum-sum. Ada sayuran bening,

ikan, telor, terkadang minum susu, daging ayam, daging sapi, makan buah-

buahan jika tersedia di rumah dan banyak minum jika merasa haus.

Informan 2 Ny En, tidak makan makanan yang pedes- pedas, serta yang

bersanta. Aktivitas buang besar sulit, dan itu terjadi sejak masih keadaan hamil,

terkadang minum obat pencahar agar lancar buang air besar. Kurang mau makan

yang makanan yang mudah dicerna seperti bubur, ikan dikukus. Makan sayuran

bening tiap hari, telor, ayam dan sekali-kali daging sapi, namun tidak mau minum

susu hanya minum teh manis hangat.Sering makan buah seperti jeruk, atau buah

pir, dan banyak minum air putih.

4.8.3. Mobilisasi.

Berdasarkan hasil wawancara tentang mobilisasi, informan 1 Ny E,

sewaktu dirumah sakit pada 6-8 jam pertama post operasi, ibu latihan nafas dalam

sebanyak 3-4 kali, lalu menggerakan tangan dan kaki, menekuk dan meluruskan

kaki, memutar pergelangan kaki sebanyak 2-3 kali, miring kekanan dan ke kiri

dengan dipandu oleah bidan. Sesudah 24 jam ibu baru berani duduk, kemudian

kadang- kadang ada jemur pakaian dan nyapu. Tidak melakukan olah ragasebab

dapat menimbulkan rasa sakit jika gerakan banyak.

Informan 2 Ny sewaktu dirumah sakit pada 6-8 jam pertama post operasi,

ibu mulai disuruh sama bu bidan latihan nafas dalam sebanyak 3-4 kali, lalu

menggerakan tangan dan kaki, menekuk dan meluruskan kaki, memutar

pergelangan kaki sebanyak 2-3 kali, ada miring kekanan dan ke kiri. Mencoba
105

duduk dengan pelan-pelan, sesudah 24 jam belajar berjalan ke kamar mandi

dengan berlahan-lahan, namun dilakukan susudah dibuka selang urin.

4.8.4. Assasment Infeksi Post SC

BIODATA

a. Identitas passion

Nama : Ny. T

Jenis kelaminn : perempuan

Umur : 24 tahun

Pekerjaan : ibu rumah tangga

Pendidikan : SMU

Nama suami : Tn. D

Umur : 28 tahun

Alamat : jln samanhudi komplek asim Teupah Tengah

Aceh Simeulue

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : SMU

b. Keluhan utama

Nyeri pada luka SC

c. Riwayat kehamilan dan persalinan

Gravida :G1P0A1

HPHT : 5-10-2017

TTP : 12-6-2018
106

Umur kehamilan : 32 mgg

Jenis persalinan : sectio caesarea

Plasenta lahir : lahir

Penolong : dokter

d. Riwayat menstruasi

Haid bulan sebelumnya bulan mei

Lamanya : 7 hari

Siklus : 30 hari

e. Riwayat kesehatan ibu

1. Riwayat masuk rumah sakit : Ny. T telah dilakukan operasi sectio

caesarea elektif pada hari jumat tanggal 9Juli 2018. Ny. T post

operasi SC jam 13:00 WIB. Pasien terbaring, tiduran terus dan

mengalami nyeri. Nyerinya dirasakan setelah 4 jam operasi dan

hilang timbul. Ny.T merasakan nyeri pada saat bergerak dengan skala

6. Nyeri dirasakan ketika Ny.T bergerak, Nyerinya seperti ditusuk

tusuk selama 10 menitan, nyeri berada di sekitar abdomen.

2. Riwayat kesehatan yang lalu: klien mengatakan belum pernah hamil

dan ini pertama kali klien hamil dan melahirkan.

3. Riwayat kesehatan keluarga: Di keluarga Ny. T dan Tn. D tidak

mempunyai penyakit menular, seperti TBC, penyakit menurun seperti

DM dan hipertensi.

f. Riwayat kontrasepsi

Klien mengatakan belum ada rencana dalam penggunaan alat KB.


107

g. Data kebiasaan sehari-hari

1. Pola nutrisi

Sebelum masuk RS : pasien makan 3 kali sehari, dengan lauk

pauk dan sayuran, minum 4-6 gelas/hari

Saat dikaji : pasien baru makan ½ porsi dan minum 2

gelassetelah operasi pada jam 13.00 WIB

2. Pola eliminasi

Sebelum masuk RS : pasien mengatakan BAB 1 x/hari dan BAK

4-6x/hari

Saat dikaji : Ny. T BAK melalui selang kateter dan

belumBAB

3. Pola aktivitas

Sebelum masuk RS : pasien mengatakan saat dirumah dia bisa

mengerjakan aktivitasnya sebagai ibu

rumah tangga tanpa bantuan

Saat dikaji : pasien dapat beraktivitas dengan bantuan

keluarga terbaring di tempat tidur belum ada

mobilisasi

4. Pola istirahat

Sebelum masuk RS : pasien biasanya tidur selama 7-8 jam/hari

tanpa gangguan
108

Saat dikaji : pasien mengalami gangguan karena nyeri

pada luka operasi dan lingkungan yang

ramai serta panas.

h. Adaptasi psikologis masa nifas

1. Pola interaksi klien dengan orang (tenaga kesehatan)

menggunakan teknik wawancara

2. Ibu merasa senang bayinya lahir dengan selamat

3. Suasana hati klien gelisah, klien mengatakan selalu memikirkan

bayinya dan selalu bertanya tentang keadaan luka operasinya.

4. Klien berharap cepat sembuh dan ingin berkumpul kembali

lagi dengan bayi dan keluarganya

j. Data spiritual

Klien seorang muslim, taat menjalankan sholat 5 waktu

k. Pengetahuan ibu tentang masa nifas

1. perawatan masa nifas: memberikan penjelasan agar mengetahui

perawatan pada saat masa nifas dengan melakukan personal hygiene

2. Perawatan payudara

Dilakukan sambil memperagakan/memberikan penjelasan agar

perawatan buah dada dilakukan setiap hari dengan cara masase dan

puting susu ditarik keluar dan berikan HE setiap mandi harus

membersihkan mamae.

3. Perawatan perenium
109

Setiap kali BAB / BAk perineum ibu harus dibersihkan untuk

mencegah terjadinya infeksi, apabila pakaian dalam basah perlu

diganti dengan pakaian dalam yang kering.

A. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum: lemah

2. Kesadaran : Composmentis

3. TTV : TD 120/80 mmHg, Nadi 89 x/menit, RR 24 x/menit,

Suhu 37,8 oC

4. Pemeriksaan fisik

5. Kepala : rambut lurus, hitam, panjang sebahu, tidak beruban, tidak

ada luka

6. Muka : simetris, tampak menahan nyeri

7. Mata : bentuk simetris, sclera tidak ikterik, konjungtiva

tidakanemis, tidak ada gangguan dan alat Penglihatan

8. Hidung : lubang simetris, tidak ada sekret

9. Mulut : gigi masih utuh, lidah masih bersih, nafas tidak bau,

bibir tidak kering, mukosa lembab

10. Telinga : letak simetris, tidak ada serumen, masih berfungsi

dengan baik, tidak ada gangguan pendengaran

11. Leher : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjaran

tyroid
110

12. Dada : bentuk simetris, tidak ada retraksi dada, payudara

menonjol besar, terapa hangat dan kencang, aerola hitam,

puttingmenonjol, ASI belum keluar

13. Abdomen : terdapat luka jahitan SC ± 12 cm secara horizontal, masih

dibalut (hari pertama)

14. ektremitas : tidak ada edema, pada ektremitas atas terpasang IVFD RL

20 gtt/i, bentuk simetris, tidak ada luka

15. kulit : turgor elastic

16. genetalia : terpasang DC 18

DATA FOKUS

- Pasien mengatakan nyeri pada luka SC

- Skala nyeri 4-5 nyeri sedang,

- ekspresi wajah meringis

- Terdapat luka insisi operasi pada daerah abdomen 12 cm

- KU lemah

- Klien mengatakan susah mengangkat kedua tungkai bawahnya

- Klien mengatakan panas pada luka post SC

- pada luka post SC tampak merah, bengkak

- T: 37,8ºC RR: 24x/I TD: 120/80 mmHg HR: 89 x/i

- HB =11,2 gr %

- HT = 34,0%

- Leukosit = 20.800/mm3
111

- Trombosit= 321.000

- kekuatan otot +3 dapat melawan gravitasi tapi tidak mampu melawan

tahanan

Diagnosa keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat tindakan

operasi ditandai dengan Pasien mengatakan nyeri pada luka SC, Skala nyeri 4-

5 nyeri sedang, Post op hari ke-1, ekspresi wajah meringis, Terdapat luka

insisi operasi pada daerah abdomen, KU lemah.

2. Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan adanya luka post operasi

SCditandai dengan Klien mengatakan panas pada luka post SC, Ku lemah,

Terdapat luka insisi pada daerah abdomen 12 cm, pada luka post SC tampak

merah dan bengkak, T : 37,8ºC RR: 24x/I TD : 120/80 mmHg HR: 89 x/I,

HB =11,2 gr % HT = 34,0%, Leukosit = 20.800/mm3, Trombosit= 321.000

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya luka operasi ditandai

dengan Klien mengatakan susah mengangkat kedua tungkai bawah, Post op

hari ke-1, KU lemah, Nampak luka insisi operasi pada daerah abdomen 12 cm.

kekuatan otot +3.


BAB V

PEMBAHASAN

5.1. Infeksi Daerah Operasi Post SC

Infeksi luka operasi hal yang paling mungkin terjadi, karena pembedahan

merupakan tindakan yang dengan sengaja membuat luka pada jaringan dan

merupakan suatu tempat jalan masuk dari bakteri, sehingga membutuhkan tingkat

sterilitas yang maksimal dan juga orang-orang yang ikut dalam operasi harus

dibatasi jumlahnya. Infeksi luka operasi terdiri dari superfisial, dalam dan organ

sehingga penangannya pun berbeda. Infeksi luka operasi disebabkan oleh

beberapa bekteri, yaitu bakteri gram negatif, gram positif, dan bakteri anaerob.

Gejala yang muncul seperti tanda-tanda inflamasi, yaitu terasa panas, nyeri,

kemerahan, bengkak, dan kadang-kadang disertai dengan keluarnya cairna atau

nanah dari tempat luka. Berkembangnya infeksi tergantung dari beberapa faktor

diantaranya yaitu jumlah bakteri yang memasuki luka, tipe dan virulensi bakteri,

pertahanan tubuh host dan faktor eksternal lainnya. Juga terdapat beberapa faktor

resiko yang dapat mencetuskan terjadinya infeksi luka operasi, yaitu faktor pasien,

faktor operasi, dan faktor mikrobiologi. Penanganan dan pencegahan terjadinya

infeksi luka operasi pada dasarnya adalah dengan menjaga sterilitas, meminum

obat dengan teratur sesuai dengan yang dianjurkan, menjaga kebersihan disekitar

daerah luka dengn juga menjaga jangan sampai luka lembab atau terkena air, serta

memperhatiakn status gizi yang baik. Dalam hal saat melakukan operasi yaitu

dengan melakukan teknik operasi yang baik.

112
113

Ada 80 responden yang di kategori infeksi sebanyak 40 (50,0%)

responden, dan yang tidak infeksi Daerah Operasi Post SC sebanyak 40(50,0%)

responden. Hasil uji analisis bivariat, semua variabel yakni umur, obat-obatan,

penyakit, kebersihan diri, status gizi, mempunyai hubungan dengan infeksi post

operasi SC, dalam uji analisis multivariat, status gizi variabel umur, obat-obatan,

kebersihan diri ada pengaruh terhadap infeksi oprasi post SC,namun variabel

penyakit tidak mempunyai pengaruh terhadap infeksi operasi post SC dengan

kemaknaan (p-value > 0,05) yakni 0,365> 0,05.

Penelitian terdahulu Fridawaty Rivai (2016). Determinan Infeksi Luka

Operasi Pascabedah Sesar. Infeksi luka operasi (ILO) adalah bagian dari infeksi

nosokomial dan merupakan masalah dalam pelayanan kesehatan, terjadi pada 2 -

5% dari 27 juta pasien yang dioperasi setiap tahun dan 25% dari jumlah infeksi

terjadi di fasilitas pelayanan. Penelitian bertujuan mengetahui hubungan usia,

status gizi, jenis operasi, lama rawat prabedah, kadar Hb, transfusi darah, waktu

pemberian antibiotik profilaksis, jenis anestesi, lama pembedahan serta lama

rawat pascabedah dengan kejadian ILO pada pasien pascabedah sesar di RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara

waktu pemberian antibiotik profilaksis (OR = 1,16; 95% CI = 1,09 - 1,37), lama

rawat prabedah (OR = 1,12; 95% CI = 1,02 - 1,24) dan lama rawat pascabedah

(OR = 1,21; 95% CI = 1,04 - 1,39) dengan kejadian ILO. Faktor lainnya tidak

mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kejadian ILO. Hasil uji regresi

logistik ganda menemukan lama rawat pascabedah merupakan faktor yang paling

dominan terhadap kejadian ILO.


114

Infeksi luka operasi adalah infeksi dari luka yang didapat setelah operasi.

Dapat terjadi diantara 30 hari setelah operasi, biasanya terjadi antara 5 sampai 10

hari setelah operasi. Infeksi luka operasi ini dapat terjadi pada luka yang tertutup

ataupun pada luka yang terbuka, dikarenakan untuk proses penyembuhannya.

Dapat juga terjadi pada jaringan maupun pada bagian dari organ tubuh dan juga

dapat terjadi pada jaringan superfisial (yang dekat dengan kulit) ataupun pada

jaringan yang lebih dalam. Pada kasus yang serius dapat mengenai organ tubuh,

terdapat stpasienrisasi pada kriteria untuk mendefinisikan infeksi luka operasi,

yaitu: 1. Infeksi Superfisial, yaitu infeksi yang terjadi diantara 30 hari setelah

operasi dan infeksi hanya mengenai pada kulit atau jaringan subkutan pada daerah

bekas insisi. 2. Infeksi Dalam, yaitu infeksi yang terjadi diantara 30 hari setelah

operasi dimana tidak menggunakan alat-alat yang ditanam pada daerah dalam dan

jika menggunakan alat-alat yang ditanam maka infeksi terjadi diantara 1 tahun dan

infeksi yang terjadi berhubungan dengan luka operasi dan infeksi mengenai

jaringan lunak yang dalam dari luka bekas insisi. 3. Organ atau ruang, yaitu

infeksi yang terjadi diantara 30 hari setelah operasi dimana tidak menggunakan

alat yang ditanam pada daerah dalam dan jika menggunakan alat yang ditanam

maka infeksi terjadi diantara 1 tahun dan infeksi yang terjadi berhubungan dengan

luka operasi dan infeksi mengenai salah satu dari bagian organ tubuh, selain pada

daerah insisi tapi juga selama operasi berlangsung karena manipulasi yang terjadi.

5.2. Pengaruh Umur Terhadap Infeksi Daerah Operasi Post SC

Usia dapat menganggu semua tahap penyembuhan luka seperti: perubahan

vaskuler menganggu sirkulasi ke daerah luka, penurunan fungsi hati menganggu


115

sintesis faktor pembekuan, respons inflamasi lambat, pembentukan antibodi dan

limfosit menurun, jaringan kolagen kurang lunak, jaringan parut kurang elastis.

Usia reproduksi sehat adalah usia yang aman bagi seorang wanita untuk hamil dan

melahirkan yaitu usia 20-35 tahun. Kulit utuh pada dewasa muda yang sehat

merupakan suatu barier yang baik terhadap trauma mekanis dan juga infeksi,

begitupun yang berlaku pada efisiensi sistem imun, sistem kardiovaskuler dan

sistem respirasi yang memungkinkan penyembuhan luka lebih cepat, sementara

usia > 35 tahun fungsi-fungsi organ reproduksi mulai menurun, sehingga berisiko

untuk menjalani kehamilan, karena usia 35 tahun atau lebih merupakan kriteria

kehamilan risiko tinggi (KRT), setiap kehamilan dengan faktor risiko tinggi akan

menghadapi ancaman morbiditas atau mortalitas ibu dan janin, baik dalam

kehamilan, persalinan maupun nifas. Seiring dengan bertambahnya usia,

perubahan yang terjadi di kulit yaitu frekuensi penggunaan sel epidermis, respon

inflamasi terhadap cedera, persepsi sensoris, proteksi mekanis, dan fungsi barier

kulit. Kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan atau

kematangan usia seseorang, namun selanjutnya proses penuaan dapat menurunkan

sistem perbaikan sel sehingga dapat memperlambat proses penyembuhan luka.

Faktor umur dalam penelitian untuk mengetahui apakah umur

berhubungan dengan infeksi post opsrasi SC serta apakah dapat berpengaruh

terhadap infeksi pada pasien yang post operasi SC, dalam hal ini umur menjadi

suatu pengaruh dalam proses penyembuhan luka juga dapat mempengaruhi

sesorang dalam mengatasi masalah kesehatannya. hasil penelitian memperlihatkan

bahwa usia (19 - 35 tahun) yang dikategorikan Tidak Resti dari 80 ada 39 responden
116

yang mengalami infeksi operasi post SC, sedangkan yang di kaegorikan Resti (> 35)

hanya 41 responden. Maka dapat disimpulkan usia dapat menbentuk pola pikir seseorang

dalam menyikapi proses penyembuhan, dalam hal ini proses penyembuahan post opsrasi

SC. usia muda dalam kategori tidak resti belum sepenuhnya menyadari pentingnya

menjaga dan perawatan yang baik sesudah masa operasi post SC, sebab rata-rata pasien

ketika di tanyai kenapa tidak teratur minum obat, jawaban responden tidak suka minum

obat, sedangkan untuk usia yang lebih matang dalam kategori (> 35 resti ) jawabannya

walaupun responden tidak begitu suka dengan obat-obatan namun untuk mempercepat

penyembuhan responden meminumnya dengan teratur dan rajin kontrol. Begitu juga

dengan kebersihan diri, rata- rata yang melahirkan anak pertama lebih bergantung dengan

ibu atau saudara lainnya untuk merawat dirinya, alasannya sakit dan tidak bisa apa-apa.

Usia dari hasil penelitian ini lebih ke faktor prilaku responden, sebab

bukan karena usia yang dapat menganggu semua tahap penyembuhan luka seperti:

perubahan vaskuler menganggu sirkulasi ke daerah luka, penurunan fungsi hati

menganggu sintesis faktor pembekuan, respons inflamasi lambat, pembentukan

antibodi dan limfosit menurun, jaringan kolagen kurang lunak, jaringan parut

kurang elastis. Karena usia disini masih usia reproduksi sehat yang aman bagi

seorang wanita untuk hamil dan melahirkan yaitu usia 19-35 tahun.

Hasil penelitian bahwa39 responden umur (19 - 35 tahun) tidak resti dengan

kejadian infeksi Daerah Operasi Post SC. Kategori (19 – 35 tahun) Tidak Resti ada

31 (48,8%) responden yang tidak infeksi dan 8 (10,0%) yang infeksi. 41 responden

umur (> 35tahun) Resti dengan kejadian infeksi Daerah Operasi Post SC. Kategori

(> 35 tahun) Resti sebanyak 9 (11,3%) responden yang tidak infeksi dan 31

(41,2%) yang infeksi. Hasil uji chi-square diperoleh p-value sebesar 0,000<0,05
117

artinya ada hubungan umur dengan infeksi Daerah Operasi Post SC. Hasil Odd

Ratio (OR) yaitu 14,437 (95% CI: 1,992 – 104,616) Interprestasi: responden yang

kategori (> 35tahun) Resti berisikio14,437 kali lebih besar mengalami kejadian

infeksi Daerah Operasi Post SC dibanding yang umur (19 - 35 tahun) tidak resti.

Hasil Uji multivariate Umur pasien p-value<0,05 didapat (P=0,008< 0,05) yang

berarti ada pengaruh umur terhadap infeksi Daerah Operasi Post SC.

Penelitian terdahulu bahwa responden terbanyak pada usia tidak berisiko

(< 35 tahun) dengan penyembuhan kurang baik sebanyak 6 orang (46,2%) dan

penyembuhan baik sebanyak 89 orang (78,1%), sedangkan pada usia berisiko (≥

35 tahun) dengan penyembuhan luka kurang baik sebanyak 7 orang (53,8%) dan

penyembuhan luka baik sebanyak 25 orang (21,9%). Hasil uji statistik Chi-Square

pada tingkat kepercayaan 95% (derajat kemaknaan α = Variabel Penyembuhan

Luka, karakteristik responden terbanyak menurut usia adalah usia < 35 tahun

(74,8 %). didapatkan nilai ρ = 0.019 (α < 0.05), sehingga dapat disimpulkan

bahwa ada hubungan yang signifikan antara usia dengan proses penyembuhan

luka, dengan Odds Ratio (OR) = 4.153, artinya responden yang berusia ≥ 35 tahun

memiliki risiko proses penyembuhan luka kurang baik sebanyak 41,5 kali

dibandingkan dengan responden yang berusia < 35 tahun

5.3. Pengaruh Obat-obatan Terhadap Infeksi Daerah Operasi Post SC

Tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula

bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis

tubuh. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat

mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas. Dengan


118

demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat

dapat diatasi tanpa harus menggunakan antibiotika.Pencegahan infeksi pasca

bedah pada klien dengan operasi bersih terkontaminasi dan beberapa operasi

bersih dengan penggunaan antimikroba profilaksis diakui sebagai prinsip bedah.

Pada pasien dengan operasi terkontaminasi dan operasi kotor, profilaksis bukan

satu-satunya pertimbangan. Penggunaan antimikroba di kamar operasi, bertujuan

mengontrol penyebaran infeksi pada saat pembedahan. Pada pasien dengan

operasi bersih terkontaminasi, tujuan profilaksis untuk mengurangi jumlah bakteri

yang ada pada jaringan mukosa yang mungkin muncul pada daerah operasi.

Pasien akan lebih cepat sembuh jika dalam pikirannya tidak ada keragu-

raguan tentang jenis dan khasiat obat yang dipakainya. Hal ini telah dibuktikan

dalam eksperimen, para ahli membuktikan bahwa kekuatan pikiran sangat

berperan dalam kesembuhan penyakit.Di awal eksperimen, rangsang nyeri

diberikan dengan intensitas sedang melalui alat pemanas yang ditempelkan di

permukaan kulit para relawan. Para relawan diminta memberi skor rasa sakit

dengan rentang 0-100 dan diperoleh skor rata-rata yakni 66.Selanjutnya para

relawan mendapat obat pereda nyeri dari golongan opiat lewat injeksi intravena.

Tanpa diberi tahu obat apa yang diinjeksikan, para relawan diminta menilai lagi

rasa sakitnya dan ternyata rata-rata berkurang menjadi 55.Begitu tahu bahwa obat

yang disuntikkan adalah pereda nyeri, rata-rata skor rasa nyeri menjadi semakin

rendah yakni 39. Penurunan intensitas nyeri ini menunjukkan bahwa dengan

meyakini fungsi obat yang diberikan, pasien lebih banyak mendapat manfaat dari

obat tersebut.
119

Dokter harus lebih jelas memberikan info ke pasien obat ini untuk apa,

sehingga pasien mengerti fungsi obatnya dan ketika minum yakin akan manfaat

obat tersebut sehingga memberikan efek yang lebih manjur, misalkan jika tidak

menghabiskan antibiotik yang diresepkan, maka bakteri yang sebelumnya telah di

bunuh bisa kambuh lagi. Hal ini akan membuat penyakit bisa kambuh dan itu

malah berbahaya bagi kesehatan tubuh. Hal ini juga menegaskan bahwa dokter

tidak boleh mengabaikan pentingnya memberi informasi pada pasien tentang obat

apa yang diberikan dan apa fungsinya. Infeksi bisa kambuh, selain bakteri yang

bisa tumbuh lagi, alasan utama harus menghabiskan antibiotik karena infeksi bisa

kambuh lagi. Kambuhnya penyakit dalam interval waktu yang singkat justru

berbahaya untuk kesehatan. Antibiotik bisa bekerja secara maksimal di tubuh jika

sudah dikonsumsi dalam dosis tertentu.

Namun jika menghentikan konsumsi antibiotik tersebut, maka efeknya

tidak akan dapat secara maksimal.Sistem kekebalan tubuh masih lemahSelain

dapat membuat bakteri bisa tumbuh kembali, konsumsi antibiotik yang kurang

juga tidak mampu mendukung kekuatan sistem kekebalan tubuh. Sehingga sistem

kekebalan tubuh masih lemah dan penyakit dapat dengan mudah lahir kembali di

tubuh.Mempercepat proses pemulihandari penyakit adalah hal yang penting dan

itu adalah salah satu tugas dari obat antibiotik. Sehingga jika tidak

menghabiskannya, maka proses pemulihan akan berlangsung lebih lama.Itulah

alasan kenapa harus menghabiskan obat antibiotik yang diresepkan.

Berdasarkan hasil analisis obat-obatan 46 responden yang tidak patuh

dengan kejadian infeksi Daerah Operasi Post SC. Kategori tidak patuh 14 (17,5%)
120

responden tidak infeksi dan 32 (40,0%) responden infeksi. 34 responden yang

patuh dengan kejadian infeksi Daerah Operasi Post SC. Kategori patuh 26

responden (32,5%) yang tidak infeksi dan 8 (10,0%) responden infeksi. Hasil uji

chi-square diperoleh p-value sebesar 0,000<0,05 artinya ada hubungan obat-

obatan dengan infeksi Daerah Operasi Post SC. Hasil Odd Ratio (OR) yaitu 7,429

(95% CI: 2,703-20,419) Interprestasi: responden yang tidak patuh minum obat

berisikio 7,429 kali lebih besar infeksi dibanding yang patuh minum obat. Hasil

uji regresi variabel obat-obatan Obat-obatan p-value<0,05 didapat (P=0,012<

0,05), yang berarti ada pengaruh obat-obatan terhadap infeksi Daerah Operasi

Post SC. Dalam hal penelitian ini sebagian responden yang tidak patuh merasa

minum jamu pun bisa sehat, maka itu obat tidak diminum dengan teratur karena

kawatir minum dengan jarak waktu yang dekat anatara minum jamu dan obat dari

rumah sakit. Sebahagian responden tidak bisa menelan obat, bisa muntah jika

dipaksakan. dan yang lainnya lalai atau lupa dengan aturan waktu jika

Penelitian terdahulu Maria Hilda Seniwati. Masalah Kesehatan terus

berkembang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

masyarakat yang dinamis salah satunya sectio caesarea . Masalah utama yang

harus dihadapi setelah pembedahan yaitu penyembuhan luka. Tujuan penelitian

ini adalah untuk mengetahui hubungan pemberian nutrisi, kepatuhan minum obat,

ambulasi, dan perawatan luka terhadap proses penyembuhan lukapost sectio

caesarea di Ruang nifas RSUD Labuang Baji Makassar. Berdasarkan uji statistik

diperoleh hasil penelitian sebagai berikut: ada hubungan antara pemberian nutrisi

terhadap proses penyembuhan Iukapost sectio caesarea dengan nilai /?=0,004 <
121

0,05, ada hubungan antara kepatuhan minum obat terhadap proses penyembuhan

lukapost sectio caesarea dengan nilai p=0,002 < 0,05, ada hubungan antara

ambulasi terhadap proses penyembuhanIuka post sectio caesarea dengan nilaip

=0,002 < 0,05 dan ada hubungan antara perawatan luka terhadap proses

penyembuhan lukapost sectio caesarea dengan nilai /?=0,000 < 0,05. Kesimpulan

penelitian ini adalah ada hubungan antara pemerian nutrisi, kepatuhan minum

obat, ambulasi, dan perawaatan luka terhadap proses penyembuhan luka post

sectio caesarea .

5.4. Pengaruh Penyakit Terhadap Infeksi Daerah Operasi Post SC

Penyakit adalah kegagalan mekanisme adaptasi suatu organisme untuk

bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan sehingga timbul gangguan

pada fungsi atau struktur organ atau sistem tubuh.Meski sudah terhindar dari

berbagai faktor penghambat penyembuhan luka, namun luka tetap sulit

disembuhkan. Contohnya bagi penderita penyakit autoimun atau penyakit yang

menyerang sistem imun tubuh lainnya. Pasien dengan gangguan penurunan daya

tahan: immunologic baik usia muda dan usia tua akan berhubungan dengan

penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi. Saat masa proses penyembuhan

operasi, jika ditemui adanya suatu penyakit pada pasien tersebut maka akan

berpengaruh pada proses penyembuhan luka itu sendiri. misalkan penyakit

Diabetes melitus (DM) atau penyakit gula atau kencing manis adalah penyakit

yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia)

akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Diabetes

menyebabkan hemoglobin memiliki afinitas yang lebih besar untuk oksigen,


122

sehingga hemoglobin gagal melepaskan oksigen ke jaringan. Hiperglikemia

menganggu kemampuan leukosit untuk melakukan fagositosis dan juga

mendorong pertumbuhan infeksi jamur dan ragi yang berlebihan. Diabetes

menyebabkan peningkatan ikatan antara hemoglobin dan oksigen sehingga gagal

untuk melepaskan oksigen ke jaringan. Jika mengalami luka akan sulit sembuh

karena diabetes mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menyembuhkan diri dan

melawan infeksi, karena pada penderita DM luka kecil sekalipun akan sulit untuk

disembuhkan, hal ini terjadi karna pada penderita DM rentan terhadap infeksi

yang terjadi pada luka.

Hasil penelitian bahwa Dari 65 responden kategori penyakit tidak ada

sebanyak 39 (48,8%) responden tidak infeksi dan 26 (32,5%) responden infeksi.

Dari 15 responden yang penyakit ada, sebanyak 1 responden (1,3%) yang tidak

infeksi dan 14 (17,5%) responden yang infeksi. Hasil uji chi-square diperoleh p-

value sebesar 0,001<0,05 artinya ada hubungan penyakit dengan infeksi Daerah

Operasi Post SC. Hasil Odd Ratio (OR) yaitu 21,000 (95% CI: 2,601-169,593)

Interprestasi: responden yang ada ada penyakit berisikio 21,000 kali lebih besar

infeksi dibanding yang tidak ada penyakit. Penyakit p-value>0,05 didapat

(P=0,001> 0,05), yang berarti tidak ada pengaruh penyakit terhadap infeksi

Daerah Operasi Post SC. Dalam penelitian ini responden yang mederita penyakit

saat menjalani operasi SC ada 15 responden, saat di disebar kusioner mengenai

penyakit yang di derita responden tersebut mengalami kenaikan tekanan darah

tinggi masa- masa kehamilan, dimana sebelumnya tekanan darah biasanya hanya

normal saja, hal ini dapat dipengaruhi oleh hormon saat masa-masa hamil, namun
123

terkadang sesudah melahirkan tekanan darah dapt normal kembali. Ada beberapa

responden yang mengatakan ada beberapa kali naik tekanaan darah post operasi

SC, responden lain mengatakan tekanan darah tinggi yang di alaminya karena

kedua oaring tuanya mempenyai penyakit hypertensi. Responden lain menyebut

jika hepatitis yang dialaminya itu sebelum 4 bulan hamil dan sudah baik.

Sedangkan responden yang menderita DM (diabetes militus) ada kenaikan kadar

gula darah sampai 150mg/dl.

Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Puspitasari (2011), dengan judul

faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka post operasi sectio caesarea

(SC) dimana terdapat hubungan yang signifikan antara penyakit DM (Diabetes

Mellitus) dengan penyembuhan luka, dengan nilai probabilitas p= 0,012 < 0,05.

Setelah dilakukan penelitian kepada 38 responden, 3 orang (7,89%) mengalami

infeksi dan dari ketiga orang tersebut semuanya menderita DM sehingga

berpotensi terjadi infeksi pada luka operasinya. Diabetes menyebabkan

peningkatan ikatan antara hemoglobin dan oksigen sehingga gagal untuk

melepaskan oksigen ke jaringan. Salah satu tanda penyakit diabetes adalah kondisi

hiperglikemia yang berlangsung terus menerus. Hiperglikemi menghambat

leukosit melakukan fagositosis sehingga rentan terhadap infeksi. Jika mengalami

luka akan sulit sembuh karena diabetes mempengaruhi kemampuan tubuh untuk

menyembuhkan diri dan melawan infeksi. Maka dari itu apabila seseorang

tersebut menderita penyakit DM dengan kadar gula yang sangat tinggi akan

membuat proses penyembuhan luka berjalan lambat.


124

5.5. Pengaruh Kebersihan Diri Terhadap Infeksi Daerah Operasi Post SC

Kebersihan diri ibu sangat membantu mengurangi sumber infeksi dan

meningkatkan perasaan nyaman pada ibu. Anjurkan ibu unutuk menjaga

kebersihan diri dengan cara mandi yang teratur minimal 2 kali sehari dengan

meggunakan bahan plastik atau pembalut yang kedap air (Opset) jika mau mandi

atau aktifitas yang mengharuskan bersentuhan dengan air, gunakan bahan plastik

atau pembalut yang kedap air (opset) untuk melindungi luka bekas operasi agar

tidak terkena air. Upayakan agar luka tidak sampai basah, karena bisa

mempercepat pertumbuhan kuman, mengganti pakaian dan alas tempat tidur

serta lingkungan dimana ibu tinggal.Membersihkan debris luka, Membuang

jaringan yang mengelupas atau jaringan nekrosis. Memberishkan luka tanpa

menerapkan kedua kriteria dapat merusak jaringan baru, mengindikasikan bahwa

membersihkan luka operasi yang dijahit dengan benang nilon pada hari pertama

pasca operasi dengan sabun dan air merupakan tindakan yang aman untuk

dilakukan. menganjurkan untuk menggunakan teknik pembalutan bersih dengan

air dan sarung tangan nonsteril, selain teknik aspektik, untuk luka jahitan yang

memerlukan penggantian baluan. Ibu dianjurkan untuk mandi shower bukan

mandi berendam. Berendam didalam bak dapat menyebabkan eksudat luka lebih

banyak beberapa hari kemudian karena jaringan menyerap air.Bila luka

memerlukan pembersihan lebih lanjut disarankan penggunaan larutan salin

isotonik (0,9%) pada suhu tubuh. Pertanyaan tentang kapan balutan luka harus

diganti msih menjadi pertanyaaan yang belum terjawab. Tampaknya perlu


125

dilakukan pengkajian setiap hari tanpa mengganggu luka dengan membersihkan

atau mengganti balutannya kecuali bila perlu

Merawat bekas operasi SC dengan baik dengan mengganti kassa jika

dalam keadaan lembab, menjaga agar tidak terkena air.Jaga kebersihan diri

secara keseluruhan untuk menghindari infeksi, baik pada luka jahitan maupun

kulit.a. Pakaiansebaiknya, agak longgar di daerah dada sehingga payudara

tidak tertekan dan kering. Demikian juga dengan pakaian dalam, agar tidak

terjadi iritasi (lecet) pada daerah sekitarnya.b. Kebersihan rambutSetelah bayi

lahir, ibu mungkin akan mengalami kerontokan rambut akibat gangguan

perubahan hormon sehingga keadaannya menjadi lebih tipis dibandingkan

keadaan normal. Jumlah dan lamanya kerontokan berbeda-beda antara satu

wanita dengan wanita yang lain. Meskipun demikian, kebanyakan akan pulih

setelah beberapa bulan. Cuci rambut dengan conditioner yang cukup, lalu

menggunakan sisir yang lembut. Hindari penggunaan pengering rambut.c.

Kebersihan kulit. Setelah persalinan, ekstra cairan tubuh yang dibutuhkan saat

hamil akan dikeluarkan kembali melalui air seni dan keringat untuk

menghilangkan pembengkakan pada wajah, kaki, betis, dan tangan ibu. oleh

karena itu, dalam minggu-minggu pertama setelah melahirkan, ibu akan

merasakan jumlah keringat yang lebih banyak dari biasanya. Usahakan mandi

lebih sering dan jaga agar kulit tetap kering.

Berdasarkan analisis Tabel 4.16 Dari 43 responden kategori kebersihan

diri tidak baik sebanyak 9 (11,3%) responden tidak infeksi dan 34 (42,5%)

responden infeksi. Dari 37 responden kebersihan diri baik, sebanyak 31responden


126

(38,8%) yang tidak infeksi dan 6 (7,5%) responden yang infeksi. Hasil uji chi-

square diperoleh p-value sebesar 0,000<0,05 artinya ada hubungan kebersihan

diri dengan infeksi Daerah Operasi Post SC. Hasil Odd Ratio (OR) yaitu 19,519

(95% CI: 6,230-61,147) Interprestasi: responden yang kebersihan diri kategori

tidak baik berisikio19,519 kali lebih besar infeksi Daerah Operasi Post SC

dibanding yang kebersihan diri kategori baik. Hasil uji multivariat variabel status

gizi Kebersihan diri p-value<0,05 didapat (P=0,005< 0,05), yang berarti ada

pengaruh kebersihan diri terhadap infeksi Daerah Operasi Post SC. Kebersihan

diri yang kategori tidak baik bagi sebahagian responden dengan alasan tidak bisa

bergerak, jika bergerak banyak akan terasa sakit pada bekas operasi, sampai hari

ke 8 masih ngelap badan. Sebahagian karena takut terkena air, tidak pandai

mengganti perban dirumah harus kerumah sakit, sementara jika dibawa berjalan

atau diperjalanan masih susah bekas operasi sering sakit, selain itu susah

meninggalkan bayi yang masih menyusui.

Penelitian TerdahuluZaleha Martapura tahun 2013. Penyembuhan luka

SC juga sangat dipengaruhi oleh asupan gizi, umur, berat badan dan personal

higiene. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan proses

penyembuhan luka post operasi SC di RSUD Ratu. Analisis yang digunakan

adalah Chi Square dengan α 0,05. Hasil penelitian analisa univariat umur

responden aman sebanyak 153 orang (77,7%), berat badan normal 145 orang

(73,6%), personal hygiene 173 orang baik. Hasil uji statistik untuk umur p 0,628 >

α 0,05, berat badan p 0,936 > α 0,05, personal hygiene p 0,621 > α 0,05.

Penelitian ini dapat disimpulkan tidak ada hubungan umur, berat badan, personal
127

hygiene dengan penyembuhan luka SC di poliklinik kandungan RSUD Ratu.

Kemampuan perawatan mandiri berdasar karakteristik umur pada kelompok

eksperimen dengan kategori kemampuan perawatan tertinggi yaitu kemampuan

supportif edukatif sebanyak 7 orang (70 %) pada umur 25 – 35 tahun.

5.6. Pengaruh Status Gizi Terhadap Infeksi Daerah Operasi Post SC

Memperhatikan status gizimerupakan cara penyembuhan dan perbaikan

luka proses penggantian sel-sel mati yang berbeda dari sel asalnya. Sel baru

membentuk jaringan granulasi, yang nantinya menjadi jaringan parut fibrosa.

Penyembuhan luka secara ideal berusaha memulihkan jaringan ke dalam bentuk

semula, namun bila tidak mungkin akan terbentuk jaringan parut.Tindakan

pertolongan persalinan secara sectio caesarea juga dapat meningkatkan

terjadinya infeksi postnatal karena proses penyembuhan luka sectio caesarea

yang buruk/luka sectio caesarea yang tidak sembuh. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa angka infeksi dapat mencapai 25,3% tetapi sebagian besar

sectio caesarea , berdasarkan definisi merupakan pembedahan “bersih” yang

seharusnya memiliki angka infeksi tidak lebih dari 2%. Proses penyembuhan luka

melibatkan integritas proses fisiologi. Sifat penyembuhan pada semua luka sama

dengan variasinya tergantung pada lokasi, tingkat keparahan dan luas lukanya.

Kemampuan sel dan jaringan melakukan regenerasi atau kembali ke struktur

normal melalui pertumbuhan sel juga mempengaruhi penyembuhan luka.

Pengangkatan jahitan dilakukan pada hari ke-7 untuk sebagian dan diselesaikan

pada hari ke-10.


128

Status gizi merupakan suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang

yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di

dalam tubuh. Pada pasien obesitas jaringan adiposa biasanya mengalami avaskuler

sehingga mekanisme pertahanan terhadap mikroba sangat lemah dan mengganggu

penyempurnaan status gizi ke arah luka, akibatnya penyembuhan luka menjadi

lambat. Fase proliferasi status gizi sangat berperan penting dalam proses granulasi

jika tidak ada infeksi/kontaminasi pada fase inflamasi karena hal ini dapat

berfungsi untuk mengisi ruang yang kosong atau pembentukan fibrin pada daerah

luka sehingga penyembuhan luka dapat berjalan secara maksimal. Status gizi

sangat penting untuk proses penyembuhan luka pasca operasi, hal ini telah

diketahui bahwa status gizi yang buruk akan memperlambat penyembuhan luka

akibat kekurangan vitamin, mineral, protein dan zat-zat lain yang diperlukan

dalam proses penyembuhan luka.

Penelitian terdahulu Dwi Kurnia P. Bahwa sebagian besar responden yang

penyembuhan lukanya tidak terinfeksi mempunyai status gizi dengan berat badan

normal sebesar 27 (100%) responden. Sedangkan responden yang penyembuhan

lukanya terinfeksi mempunyai status gizi dengan berat badan kurang sebesar 7

(100%) responden lebih tinggi dibandingkan responden yang penyembuhan

lukanya terinfeksi mempunyai status gizi dengan berat badan lebih yaitu sebesar 2

(100%) respond erdasarkan uraian di atas akan dilakukan penelitian untuk

mengetahui lebih lanjut mengenai “Hubungan antara Status Gizi dengan

Penyembuhan Luka Post Operasi Sectio Caesarea (SC) pada Ibu Nifas di Poli

Kandungan RSUD Dr. R. Koesma Tuban” Berdasarkan hasil penelitian


129

didapatkan dari36 responden sebagian besar status gizi responden mempunyai

berat badan normal yang berjumlah 27 (75%) responden. Sebagian besar

responden tidak mengalami infeksi dalam penyembuhan luka yang berjumlah 27

(75%) responden. Hasil analisis dengan uji Koefisien Kontingensi (C)

menunjukkan bahwa nilai p = 0,000 yang berarti bahwa H1 diterima, artinya

terdapat hubungan antara status gizi dengan penyembuhan luka post operasi

Sectio Caesarea (SC) pada ibu nifas. Status gizi merupakan faktor yang sangat

penting untuk proses penyembuhan luka pasca operasi. Masyarakat khususnya

yang memiliki anggota keluarga seorang ibu nifas post operasi Sectio Caesarea

(SC) sebaiknya memperhatikan status gizi dan penyembuhan luka pada ibu nifas

post operasi Sectio Caesarea (SC), akhirnya status gizi ibu nifas dengan post

operasi Sectio Caesarea (SC) yang baik dapat mewujudkan penyembuhan luka

yang baik pula.

Berdasarkan hasil analisis, Dari 42 responden kategori status gizi tidak

normal sebanyak 8 (10%) responden tidak infeksi dan 34 (42,5%) responden

infeksi. Dari 38 responden kategori status gizi normal, sebanyak 32 responden

(40%) yang tidak infeksi dan 6 (7,5) responden yang infeksi. Hasil uji chi-square

diperoleh p-value sebesar 0,000<0,05 artinya ada hubungan status gizi dengan

infeksi Daerah Operasi Post SC. Hasil Odd Ratio (OR) yaitu 22,667 (95% CI:

7,082-72,550) Interprestasi: status gizi kategori tidak normal berisikio22,667 kali

lebih besar infeksi Daerah Operasi Post SC dibanding yang status gizi kategori

normal. Hasil uji regresi variabel status gizi Status gizi p-value<0,05 didapat
130

(P=0,001< 0,05), yang berarti ada pengaruh status gizi terhadap infeksi Daerah

Operasi Post SC.

5.7. Perawatan pasien sesampai dirumah

Ada beberapa responden yang kurang menjaga luka bekas operasi,

misalkan karena luka bekas operasi terasa gatal digaruk dan di tekan-tekan tanpa

melihat apakah luka oprrasi berdarah karena tekanan yang tanpa disadari di tekan
.
dengan kuat akibat rasa gatal yang ditimbulkan Dalam menjaga kebersihan

badan,ibu dapat mandi, namun sebagian responden merasa takut mandi sebab

kuatir luka operasi terkana air, padahal tak perlu khawatir terhadap luka bekas

irisan yang terkena air karena akan aman selama luka ditutup kain kassa lembut

yang diatasnya dilapisi plester kedap air, maka akan mencegah terjadinya infeksi

karena terkena air. ada beberapa responden yang mengerjakan pekerjaan rumah

namun hanya yang lebih ringan, sebab jika bergerak banyak akan menyebabkan

rasa sakit di tempat luka bekas operasi. Sebahagian responden kurang beristirahat,

padahal istirahat akan mengembalikan energi yang kurang dan memulihkan tubuh

kembali, namun bayi sering rewel pada malam hari dan memberikan asi atau susu

formula, apabila merasa sehat, disarankan untuk mengembalikan fungsi tubuh

seoptimal mungkin .

5.8. Pola Makan Setelah Operasi Caesar

Setelah melewati operasi sesar, pasien harusbisa konsumsi makanan

seperti pada pola makan yang normal. Buang air besar kemungkinan tidak teratur,

bahkan ada yang sampai 3-4 hari baru bisa buang air besar, minum banyak cairan
131

penting untuk menghindari dehidrasi dan konstipasi. Hidrasi membantu buang air

besar lebih lancar dan mempercepat proses pemulihan setelah pembedahan.

Konsumsi setidaknya 8 hingga 10 gelas air putih setiap hari dan sertakan cairan

seperti susu rendah lemak, teh herbal, dan air kelapa. responden dalam pola

makan dapat di simpulkan baik, sebab diantara sebahagian responden mengatakan

mengkomsumsi sayur mayor, buah-buahan, telor, bahkan minum susu, ikan, serta

daging –dagingan.

Malnutrisi secara umum juga dapat mengakibatkan berkurangnya kekuatan

luka, meningkatkan dehisensi luka, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi,

dan parut dengan kualitas yang buruk. Makanan yang dikonsumsi oleh ibu nifas

harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Konsumsi menu seimbang perlu

diperhatikan untuk masyarakat, sebagai contoh menu seimbang diantaranya

makanan sehat yang terdiri dari nasi, lauk, sayuran dan ditambah satu telur setiap

hari. Ibu nifas yang berpantang makan, kebutuhan nutrisi akan berkurang

sehingga makanan yang dikonsumsi sebaiknya mengnadung protein, banyak

cairan, sayur-sayuran dan buah-buahan. Dan ini akan mempengaruhi dalam proses

penyembuhan luka post op Sectio Caesarea (SC), yaitu mengakibatkan luka

menjadi tidak sembuh dengan baik atau tidak normal. Sedangkan ibu yang

nutrisinya sudah cukup akan tetapi masih mengikuti adat kebiasaan pantang

makan seperti yang telah dikatakan oleh orangtua, sehingga bisa juga

menyebabkan proses penyembuhan luka post op Sectio Caesrea (SC) menjadi

kurang baik, artinya sembuh sedang. Sedangkan ibu nifas yang nutrisinya sudah

cukup baik maka proses penyembuhan luka post op Sectio Caesarea (SC) akan

lebih cepat sembuh. Protein juga merupakan zat makanan yang sangat penting
132

untuk membuntuk jaringan baru, sehingga sangat baik dikonsumsi oleh ibu nifas

agar luka post op Sectio Caesarea (SC) cepat sembuh. Namun jika makanan

berprotein ini dipantang maka proses penyembuhan luka post op Sectio Caesarea

(SC) akan berjalan lambat, dan hal in dapat memicu terjaadinya infeksi pada luka

post operasiSectio Caesarea (SC). 37

5.9. Mobilisasi

Mobilisasi adalah suatu pergerakan dan posisi yang akan melakukan suatu

aktivitas/kegiatan. Mobilisasi ibu post partum adalah suatu pergerakan, posisi atau

adanya kegiatan yang dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan dan sesudah

ibu pulang dari rumah sakit dengan persalinan section caesarea

.Mobilisasimembantu jalannya penyembuhan penderita/ibu yang sudah

melahirkan, yaknipenderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation,

dengan bergerak, otot –otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot

perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian

ibu merasa sehat dan membantu memperoleh kekuatan, mempercepat

kesembuhan.Faal usus dan kandung kencing lebih baik, dengan bergerak akan

merangsang peristaltik usus kembali normal dan aktifitas ini juga membantu

mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.

Mobilisasi dini mengajarkan segera untuk ibu merawat anaknya.Perubahan

yang terjadi pada ibu pasca operasi akan cepat pulih misalnya kontraksi uterus,

dengan demikian ibu akan cepat merasa sehat dan bisa merawat anaknya dengan

cepat.Mencegah terjadinya trombosis dan tromboembolidengan mobilisasi

sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan


133

tromboemboli dapat dihindarkan. jika tidak melakukan mobilisasi dapat

meneyababkan peningkatan suhu tubuh. Karena adanya involusi uterus yang tidak

baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan

salah satu dari tanda infeksi adalah peningkatan suhu tubuh.Perdarahan yang

abnormal, involusi uterus yang tidak baik.Tidak dilakukan mobilisasi secara dini

akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan

terganggunya kontraksi uterus.

Dalam hal ini mobilisasi responden masih kurang efektif, sebab dari

beberapa responden menyatakan takut bergerak, hanya tiduran saja dan mengurus

bayi untuk menyusui, padahal mobilisasi ini sangat penting, sebab jaringan-

jaringan yang rusak akan cepat deperbaiki jika peredaran darah lancer. responden

kwatir bergerak sebab jika banyak gerakan rasa sakit akan timbul bukan hanya

pada luka bekas oprasi , akan tetapi daerah pinggang juga ikut sakit.

5.10. Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian yang dilakukan memiliki keterbatasan waktu dan dana serta

goegrafi wilayah tidak memungkinkan menjangkau keseluruhan populasi,

dimana pada dari populasi 395 ibu post operasi SC yang bisa diteliti 80

responden.

2. Penelitian ini merupakan penelitian case control dengan pendekatan

kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan uji statistik dan berupa

penelitian survai, sehingga terbatas untuk mengeksplorasi seluruh faktor

yang memengaruhi. Pada pembagian kuesioner hanya sebagian variabel


134

yang di angkat sebagai faktor pemicu infeksi operasi post SC, hingga bias

penelitian tidak bisa dikatakan dapat memenuhi keriteria keseluruhan.

5.11. Implikasi penelitian

Dalam hal penelitian ini ada beberapa faktor penyebab infeksi operasi post

SC diantaranya umur sebab usia berperan untuk proses kesembuhan post operasi

Usia dapat menganggu tahap penyembuhan luka seperti: perubahan vaskuler

menganggu sirkulasi ke daerah luka, penurunan fungsi hati menganggu sintesis

faktor pembekuan, respons inflamasi lambat, pembentukan antibodi dan limfosit

menurun, jaringan kolagen kurang lunak, jaringan parut kurang. Kepatuhan dalam

minum obat merupakan bentuk kenyakinan pasien, baik keluarga maupun peran

tenaga kesehatan sangat dibutuhkan memberi dorongan berupa moril hingga

pasien merasa diperdulikan dan keinginan sembuh akan lebih tinggi. Upaya

penyembuhan yang lama juga dapat disebabkan status gizi yang tidak baik juga

kebersihan diri dalam menjaga luka operasi, apalagi jika ibu menaglami penyakit

yang lain yang dapat memperlambat proses penyembuhan. Perawatan dirumah

yakni menjaga kebersihan badan, aktivitas dan waktu istirahat serta pola makan

yakni konsumsi makanan seperti pada pola makan yang normal.

Mobilisasipergerakanibu post operasi agar tubuh dan dan peredaran darah serta

syaraf-syaraf dapat berkerja dengan baik. Maka diharapkan kerja sama yang baik

segala lintas dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan bagi ibu operasi post

SC yang terkadang baru merasakan menjadi seoarang ibu, banyak hal-hal yang

masih baru bagi seorang ibu ibu tersebut, maka itu baik keluarga, tenaga medis
135

dan perawat dengan lebih mengupayakan tindakan preventif dan promotif tanpa

mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif serta menekankan pengobatan dan

memberikan pendidikan kesehatan.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dilakukan, maka

kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Umur pasien p-value<0,05 didapat (P=0,008< 0,05) yang berarti ada

pengaruh umur terhadap infeksi Daerah Operasi Post SC.

2. Penyakit p-value>0,05 didapat (P=0,365> 0,05), yang berarti tidak ada

pengaruh penyakit terhadap infeksi Daerah Operasi Post SC.

3. Obat-obatan p-value<0,05 didapat (P=0,012< 0,05), yang berarti ada

pengaruh obat-obatan terhadap infeksi Daerah Operasi Post SC

4. Kebersihan diri p-value<0,05 didapat (P=0,005< 0,05), yang berarti ada

pengaruh kebersihan diri terhadap infeksi Daerah Operasi Post SC.

5. Status gizi p-value<0,05 didapat (P=0,001< 0,05), yang berarti ada

pengaruh status gizi terhadap infeksi Daerah Operasi Post SC.

6. Perawatan pasien sesampai dirumah pada informan tambahan yang

mengalami kejadian infeksi Daerah Operasi Post SC belum benar, sebab

kurangnya pengalaman ibu untuk melakukan perawatan post operasi SC.


136

7. Pola Makan Setelah Operasi SC bagi setiap responden sudah baik, paham

makanan yang banyak mengandung protein tinggi juga yang mengandung

vitamin lainnya.

8. Mobilisasi masih sangat kurang, rasa sakit yang ditimbulkan oleh bekas

luka operasi membuat responden takut banyak gerakan.

9. Dalam penelitian ini faktor yang lebih dominan yang berpengaruh diantara

variabel lainnya adalah variabelumur dengan nilai Exp (β)14,437artinya

responden yang kategori infeksi akan lebih beresiko lama sembuh sebesar

14,437kali lipat dibandingkan dengan responden yang kategori tidak

infesksi post operasi SC.

6.2. Saran

1. Bagi ibu post operasi SC:

Diharapkan ibu post operasi SC agar lebih memperhatikan apa saja yang

dilakukan dalam mempercepat proses penyembuhan luka bekas operasi,

misalkan teratur dalam meminum obat supaya tujuan terapi dapat tercapai,

makan makanan yang bergizi, menjaga kebersihan diri terutama

kebersihan daerah luka jahitan, melakukan mobilisasi yang disarankan

oleh petugas kesehatan untuk memperlancar organ dan sirkylasi darah

dalam tubuh.

2. Pelayanan Kesehatan

Diharapkan peran tenaga kesehatan untuk terus memotivasi dan

memberikan araha-arahan/penyuluhan dalam mempercepat proses

penyembuhan bagi ibu yang melakukan operasi SC. Sebab sebagian ibu
137

yang operasi SC baru mengalami pertama kali mempunyai anak, banyak

hal- hal yang masih baru, seperti menyarankan untuk menyusi dini dapat

mempercepat peneymbuahn dalam organ rahim sebab kontraksi yang

ditimbulakn dari menyusui bayi dapat mempercepat penyembuhan dalam

luka-luka dalam Rahim karena peredaran darah semakin lancer. begitu

juga hal-hal

3. Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dalam

perkembangan tentang faktor penyebab infeksi operasi post SC.

4. Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data

atau informasi dasar untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut dengan

menggunakan metodologi yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai