Anda di halaman 1dari 20

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

1. Data Geografi

Puskesmas Tahtul Yaman Kota Jambi merupakan Puskesmas non

Perawatan yang terletak di Kelurahan Tahtul Yaman Kecamatan Pelayangan

Kota Jambi dengan luas wilayah ± 1.529 km2 dengan batas-batas wilayah

sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sekernan Kabupaten

Muaro Jambi

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Jambi Luar Kota

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Danau Teluk Kota Jambi

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Batang Hari

Puskesmas Tahtul Yaman adalah bagian dari wilayah Kecamatan

Pelayangan dan bagian dari Pusat Kota Jambi yang terletak di seberang

kota/pinggiran Sungai Batang Hari, keadaan alam wilayah kerja Puskesmas

Tahtul Yaman terdiri dari daerah dataran rendah dan rawa-rawa, dimana pada

musim hujan daerah ini sering banjir.

2. Data Demografi

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tahtul Yaman

berdasarkan data terakhir tahun 2007 adalah 14.555 jiwa yang tersebar di 6

(enam) Kelurahan yaitu :

a. Kelurahan Tengah (211 km2)

b. Kelurahan Jelmu (194 km2)

43
2

c. Kelurahan Mudung Laut (233 km2)

d. Kelurahan Arab Melayu (118 km2)

e. Kelurahan Tahtul Yaman (324 km2)

f. Kelurahan Tanjung Johor (459 km2)

3. Data Pendidikan dan Sosial Budaya

Tingkat pendidikan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tahtul

Yaman antara lain tidak tamat SD sebanyak 715 orang, tamat SD-SLTP

sebanyak 972 orang dan tamat SLTA ke atas sebanyak 753 orang. Di wilayah

Tahtul Yaman Kota Jambi memiliki ruang lingkup sosial budaya yang sangat

beragam seperti di wilayah lainnya. Sedangkan mata pencaharian penduduk

pada umumnya adalah pedagang, wiraswasta, buruh, tani dan PNS dengan

tingkat sosial ekonomi rata-rata tergolong menengah.

4. Karakteristik Daerah

Pada umumnya pemukiman masyarakat di wilayah kerja Puskesmas

Tahtul Yaman sebagian besar berada di dekat sungai Batang Hari, dimana ada

dua RT yaitu RT II dan RT 12 Kelurahan Tahtul Yaman, sebagian kecil

masyarakat pun masih menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari.

Mayoritas penduduk adalah 85% penduduk asli Jambi, selebihnya

adalah berasal dari keturunan Arab dan India serta dari keturunan suku Jawa,

Minang, Batak dan Palembang.

5. Data Sarana Kesehatan

Fasilitas yang terletak di wilayah kerja Puskesmas Tahtul Yaman Kota

Jambi adalah terdiri dari 1 buah Puskesmas Induk, 3 buah Puskesmas

Pembantu, 14 buah Posyandu, 4 buah Klinik KB, 10 buah UKS dan 1 buah
3

Mobil Pusling. Sarana untuk penyuluhan seperti film, poster dan leaflet

tentang pemberian makanan pendamping ASI belum tersedia di Puskesmas.

6. Data Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas Tahtul Yaman Kota Jambi

sebagai berikut :

Tabel 4.1
Distribusi Tenaga Kesehatan di Puskesmas Tahtul Yaman
Kecamatan Pelayangan Kota Jambi Tahun 2008

No Jenis Ketenagaan Jumlah


1 Kepala Puskesmas/dr. Umum 1 Orang
2 Dokter Umum 1 Orang
3 Dokter Gigi 1 Orang
4 Pelaksana Perawatan 3 Orang
5 Bidan 7 Orang
6 Perawat Kesehatan 3 Orang
7 Asisten Perawat 1 Orang
8 Perawat Gigi 2 Orang
9 Asisten Apoteker 1 Orang
10 Analis Kesehatan 2 Orang
11 Sanitasi 2 Orang
12 Juru Imunisasi 1 Orang
13 Administrasi 2 Orang
Jumlah 27 Orang
Sumber : Puskesmas Tahtul Yaman, 2008

7. Hasil Kegiatan Puskesmas Tahtul Yaman Kota Jambi

Hasil kegiatan atau program yang ada di Puskesmas Tahtul Yaman

antara lain PHN, P2M yang terdiri dari TB, kusta, rabies, ISPA, diare dan

campak, malaria, Kesehatan Ibu dan Anak, Keluarga Berencana, Kesehatan

Reproduksi, Anak, Usila, Gizi, Imunisasi, Kesehatan Lingkungan, Gigi dan

Mulut serta kesehatan jiwa.


4

B. Hasil Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk mengetahui frekuensi masing-masing

variabel yang diteliti. Adapun variabel yang diteliti antara lain perilaku ibu dalam

pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), pengetahuan, motivasi dan

peran petugas.

1. Perilaku Ibu Dalam Pemberian Makanan Pendamping (MP-ASI)

Pada Bayi 3-6 Bulan

Gambaran perilaku pemberian MP-ASI pada bayi 3-6 bulan dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Perilaku Pemberian MP-ASI
di Wilayah Kerja Puskesmas Tahtul Yaman Kota Jambi Tahun 2009

No Perilaku Pemberian MP-ASI Jumlah Persentase


1 Diberikan 34 61,8
2 Tidak diberikan 21 38,2
Total 55 100,0

Dari tabel di atas diketahui bahwa dari 55 responden sebagian besar

(61,8%) responden memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada

bayi 3-6 bulan.

2. Pengetahuan

Gambaran pengetahuan responden tentang pemberian MP-ASI dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan di Wilayah Kerja
Puskesmas Tahtul Yaman Kota Jambi Tahun 2009

No Pengetahuan Jumlah Persentase


1 Rendah 32 58,2
2 Tinggi 23 41,8
Total 55 100,0
5

Dari tabel di atas diketahui bahwa dari 55 responden sebagian

(58,2%) pengetahuan responden masih rendah tentang pemberian MP-ASI

pada bayi 3-6 bulan.

3. Motivasi

Berdasarkan hasil penelitian diketahui gambaran motivasi responden

dalam memberikan makanan pendamping ASI dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Motivasi di Wilayah Kerja
Puskesmas Tahtul Yaman Kota Jambi Tahun 2009

No Motivasi Jumlah Persentase


1 Negatif 29 52,7
2 Positif 26 47,3
Total 55 100,0

Dari tabel di atas diketahui bahwa dari 55 responden sebagian

(52,7%) responden memiliki motivasi negatif dalam memberikan makanan

pendamping ASI.

4. Peran Petugas

Berdasarkan hasil penelitian diketahui gambaran peran petugas dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Petugas di Wilayah Kerja
Puskesmas Tahtul Yaman Kota Jambi Tahun 2009

No Peran Petugas Jumlah Persentase


1 Kurang Baik 28 50,9
2 Baik 27 49,1
Total 55 100,0
6

Dari tabel di atas diketahui bahwa dari 55 responden sebagian

(50,9%) peran petugas kurang baik dalam memberikan informasi tentang

pemberian MP-ASI.

C. Hasil Analisis Bivariat

Untuk mengetahui apakah variabel independen berhubungan dengan

variabel dependen, maka dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan uji

statistik chi-square dengan hasil sebagai berikut :

1. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pemberian Makanan

Pendamping ASI Pada Bayi 3-6 Bulan

Hubungan pengetahuan responden dengan perilaku pemberian MP-

ASI pada bayi 3-6 bulan dapat dilihat pada tabel 4.6 :

Tabel 4.6
Distribusi Responden Menurut Pengetahuan dan Perilaku Pemberian MP-ASI
di Wilayah Kerja Puskesmas Tahtul Yaman Kota Jambi Tahun 2009

Perilaku Pemberian
MP-ASI
Jumlah
Tidak p-value
No Pengetahuan Diberikan
diberikan
Jml % Jml % Jml %
1 Rendah 24 75,0 8 25,0 32 58,2 0,036
2 Tinggi 10 43,5 13 56,5 23 41,8
Total 34 61,8 21 38,2 55 100,0

Hasil analisis hubungan pengetahuan responden dengan perilaku

pemberian MP-ASI diketahui dari 32 responden dengan pengetahuan rendah,

sebagian besar (75,0%) responden memberikan makanan pendamping ASI.

Sedangkan dari 23 responden dengan pengetahuan tinggi, sebagian (56,5%)

responden tidak memberikan makanan pendamping ASI.


7

Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,036 (p < 0,05). Hasil uji

ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan

perilaku pemberian MP-ASI.

2. Hubungan Motivasi dengan Perilaku pemberian MP-ASI Pada

Bayi 3-6 Bulan

Hubungan motivasi dengan perilaku pemberian MP-ASI pada bayi 3-

6 bulan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.7
Distribusi Responden Menurut Motivasi dan Perilaku pemberian MP-ASI
di Wilayah Kerja Puskesmas Tahtul Yaman Kota Jambi Tahun 2009

Perilaku Pemberian
MP-ASI
Jumlah
Tidak p-value
No Motivasi Diberikan
diberikan
Jml % Jml % Jml %
1 Negatif 23 79,3 6 20,7 29 52,7 0,011
2 Positif 11 42,3 15 57,7 26 47,3
Total 34 61,8 21 38,2 55 100,0

Hasil analisis hubungan motivasi dengan perilaku pemberian MP-ASI

diketahui dari 29 responden yang memiliki motivasi rendah untuk

memberikan makanan pendamping ASI, sebagian besar (79,3%) responden

memberikan makanan pendamping ASI. Sedangkan dari 26 responden yang

memiliki motivasi tinggi dalam memberikan makanan pendamping ASI,

sebagian (57,7%) responden tidak memberikan Makanan Pendamping ASI

(MP-ASI).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,011 (p < 0,05). Hasil uji

ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara motivasi dengan

perilaku pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).


8

3. Hubungan Peran petugas dengan Perilaku pemberian MP-ASI

Pada Bayi 3-6 Bulan

Hubungan peran petugas dengan Perilaku Pemberian Makanan

Pendamping ASI dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.8
Distribusi Responden Menurut Peran petugas dan Perilaku pemberian MP-ASI
di Wilayah Kerja Puskesmas Tahtul Yaman Kota Jambi Tahun 2009

Perilaku Pemberian
MP-ASI
Jumlah
Tidak p-value
No Peran petugas Diberikan
diberikan
Jml % Jml % Jml %
1 Kurang Baik 22 78,6 6 21,4 28 50,9 0,020
2 Baik 12 44,4 15 55,6 27 49,1
Total 34 61,8 21 38,2 55 100,0

Hasil analisis hubungan peran petugas dengan perilaku pemberian

MP-ASI diketahui dari 28 responden yang mengatakan peran petugas kurang

baik dalam memberikan informasi tentang pemberian MP-ASI, sebagian

besar (55,6%) responden memberikan makanan pendamping ASI. Sedangkan

dari 27 responden yang mengatakan peran petugas baik sebagian (55,6%)

tidak memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,020 (p < 0,05). Hasil uji

ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara peran petugas dengan

perilaku pemberian MP-ASI.


9

BAB V

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk

mengetahui hubungan pengetahuan, motivasi dan peran petugas dengan Perilaku

Pemberian Makanan Pendamping ASI. Dengan demikian penelitian ini tidak

dimaksudkan untuk menggali secara mendalam hubungan diantara variabel yang

diteliti.

Data diperoleh menggunakan kuesioner dengan melakukan wawancara

pada responden sehingga kualitas data sangat bergantung dari kerjasama dan

persepsi responden dalam menjawab pertanyaan yang telah disediakan serta

kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan dalam kuesioner.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Gambaran perilaku ibu dalam pemberian MP-ASI pada bayi 3-6

bulan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagian besar (61,8%)

responden melakukan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada

bayi 3-6 bulan. Dilihat dari uraian kuesioner diketahui bahwa responden

memberikan makanan pendamping ASI pada anak usia 3- 6 bulan berupa

bubur, roti, madu dan pisang.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa perilaku responden dalam

pemberian makanan pendamping ASI masih kurang baik, hal ini bertentangan

51
10

dengan teori bahwa makanan pendamping ASI diberikan pada bayi yang

berumur di atas 6 bulan.

Hasil penelitian di Bogor tahun 2001 menunjukkan bahwa anak yang

diberi ASI ekslusif sampai usia 4 bulan tidak ada yang menderita gizi buruk

ketika mereka berusia 5 bulan. Penelitian yang sama menunjukkan bahwa

18,7% ibu-ibu yang dianjurkan oleh petugas kesehatan untuk memberi susu

formula pada minggu pertama setelah kelahiran. Sebagian besar ibu

menyatakan bahwa sumber promosi-promosi susu formula adalah pelayanan

kesehatan (76%) dimana 21% ibu melihat iklan susu formula di Rumah Sakit,

19,5% di praktek klinik swasta dan 19,5% di Puskesmas (Depkes RI, 2005:2).

Perilaku responden kurang baik dalam pemberian MP-ASI terutama

tentang perilaku responden dalam memberikan makanan pada anak yang

berusia di bawah 6 bulan. Hasil penelitian diketahui bahwa ibu sudah

memberikan makanan lain selain Air Susu Ibu (ASI), mereka mengatakan

jika tidak diberikan makanan lain seperti bubur, mereka takut anak tidak

kenyang hanya dengan pemberian ASI saja.

Pemberian makanan tambahan sebelum waktunya pada bayi yaitu

kurang dari 6 bulan dapat menimbulkan berbagai dampak kesehatan pada

anak, antara lain dapat menyebabkan infeksi yang menyebabkan bayi

menderita diare. Bayi yang mendapat susu botol 4 kali lebih banyak yang

menderita diare dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI. Infeksi umumnya

dikarenakan oleh bakteri. Kemudian dapat menyebabkan marasmus gizi yaitu

keadaan gizi buruk dikarenakan kekurangan kalori dan kekurangan protein.

Pengenceran susu dengan air melebihi ketentuan bukan saja akan

menurunkan kadar kalori tetapi juga kadar protein, sehingga kebutuhan bayi
11

akan kedua zat gizi utama tidak terpenuhi. Selain itu pemberian makanan

tambahan akan memberikan beban yang lebih berat bagi saluran pencernaan

dan ginjal bayi, lebih-lebih jika penggunaan makanan tidak sesuai dengan

petunjuk yang dibuat oleh pabrik yang membuatnya seperti susu sapi (Depkes

RI, 2007:42).

Di daerah pedesaan, pada umumnya ibu menyusui bayi mereka,

namun hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh kebiasaan yang kurang

baik, seperti pemberian makanan pralaktal yaitu pemberian

makanan/minuman untuk menggantikan ASI apabila ASI belum keluar pada

hari-hari pertama setelah kelahiran. Jenis makanan tersebut antara lain air

tajin, air kelapa, madu yang dapat membahayakan kesehatan bayi dan

menyebabkan berkurangnya kesempatan untuk merangsang produksi ASI

sedini mungkin melalui isapan bayi pada payudara ibu, di samping masih

banyak ibu-ibu yang tidak memanfaatkan kolostrum (ASI yang keluar pada

hari-hari pertama), karena dianggap tidak baik untuk makanan bayi, susu basi

dan lain-lain. Selanjutnya pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

diberikan tidak tepat waktu (terlalu dini atau terlalu lambat) serta tidak

mencukupi baik kuantitas maupun kualitasnya (Depkes RI, 2005:1-2).

Perilaku Pemberian Makanan Pendamping ASI yang dilakukan

responden dapat dipengaruhi oleh pengetahuan responden yang rendah

tentang pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) tersebut,

ketidaktahuan menyebabkan responden memberikan makanan pendamping

ASI sebelum bayi berusia 6 bulan. Serta dipengaruhi oleh motivasi responden

untuk memberikan makanan pendamping ASI pada bayi. Begitu juga dengan

peran petugas sangat penting dalam perilaku pemberian makanan


12

pendamping ASI yang mencakup memberikan informasi, menganjurkan ibu

untuk memberikan makanan pendamping ASI pada bayi usia di atas 6 bulan.

Untuk itu perlu adanya penjelasan tentang pemberian makanan pendamping

ASI oleh pihak terkait seperti petugas kesehatan di Puskesmas.

2. Hubungan Pengetahuan Responden dengan Perilaku Pemberian

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Pada Bayi 3-6 Bulan

Hasil penelitian diketahui sebagian (58,2%) pengetahuan responden

rendah tentang pemberian Makanan Pendamping ASI pada bayi 3-6 bulan,

dan hasil uji statistik menunjukkan p-value = 0,036 berarti ada hubungan

yang bermakna antara pengetahuan responden dengan perilaku Pemberian

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (ASI) pada bayi 3-6 bulan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Purnamasari (2007)

yang mendapatkan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu

dengan perilaku pemberian MP-ASI di Puskesmas Paal V Kota Jambi, dan

penelitian ini juga sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003:127) bahwa

pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) karena dari pengalaman

dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan responden

akan lebih langgeng dari pada perilaku tidak didasari oleh pengetahuan

responden.

Tujuan pemberian MP-ASI adalah untuk mencegah terjadinya gizi

buruk dan gizi kurang sekaligus mempertahankan status gizi pada bayi dan

anak usia 12-24 bulan. Menurut Krisnaturi (2002 : 15) tujuan MP ASI adalah

untuk menambah energi atau zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI tidak
13

dapat memenuhi kebutuhan bayi secara terus menerus. Adapun resiko

pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu dini dapat mengakibatkan

penyakit diare (Boedihardjo, 1994:117).

Pengetahuan responden masih rendah tentang pemberian makanan

pendamping ASI, hal ini kemungkinan karena masih minim ditemukan media

yang memberikan informasi tentang pemberian makanan pendamping ASI.

Serta hal ini juga terjadi dengan masih minim penyuluhan/pemberian

informasi tentang pemberian makanan pendamping ASI yang dilakukan oleh

tenaga kesehatan. Tentunya hal ini mempengaruhi pengetahuan responden

yang berada di wilayah penelitian.

Sebelum seseorang mengadopsi perilaku, ia harus tahu terlebih dahulu

apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya. Untuk itu peningkatan

pengetahuan responden tentang pemberian makanan pendamping ASI sangat

diperlukan. Karena dengan adanya pengetahuan yang tinggi tentang

pemberian makanan pendamping ASI dapat mempengaruhi perilaku ibu

untuk memberikan makanan pendamping ASI sesuai dengan waktu yang

dianjurkan yaitu pada usia 6 bulan ke atas.

Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang MP ASI dapat

dilakukan dengan cara memberikan penyebarluasan informasi dengan cara

penyuluhan, baik secara langsung maupun tidak langsung (leaflet, brosur).

Pemberian penyuluhan dapat dilakukan oleh perawat pada saat masyarakat

melakukan kunjungan berobat ke Puskesmas, pada ibu bersalin dan pada saat

melakukan pengobatan. Kegiatan penyuluhan dapat menggunakan leaflet,

poster dengan melakukan pengadaan sarana penyuluhan di Puskesmas seperti

leaflet dan poster yang dapat mendukung kegiatan penyuluhan.


14

3. Hubungan Motivasi Responden dengan Perilaku Pemberian

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Pada Bayi 3-6 Bulan

Hasil penelitian diketahui sebagian (52,7%) motivasi responden

negatif dalam memberikan MP-ASI pada bayi 3-6 bulan, dan hasil uji

statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara motivasi

responden dengan perilaku pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

pada bayi 3-6 bulan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Idawatimuas (2002)

yang mendapatkan ada hubungan yang bermakna antara motivasi ibu dengan

perilaku pemberian MP-ASI di Puskesmas Tanjung Sari Kabupaten

Sumedang Bandung.

Dari uraian kuesioner diketahui bahwa responden kurang setuju

terhadap pernyataan saya merasa bertanggung jawab memberikan ASI saja

pada bayi sampai berumur 6 bulan, saya merasa perlu memberikan ASI saja

sampai umur 6 bulan.

Menurut Notoatmodjo (2005:120), motivasi adalah adanya kekuatan

dorongan yang menggerakkan kita untuk berperilaku tertentu. Motivasi

berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan dan tujuan.

Proses menyusui merupakan proses interaksi antara ibu dan bayi, yang

mempengaruhi kedua belah pihak. Pertumbuhan dan perkembangan

psikologik bayi tergantung pada kesatuan ikatan bayi-bayi tersebut.

Hubungan interaksi antara ibu-bayi paling mudah terjadi selama ½ jam

pertama dan mulai terjalin beberapa menit sesudah bayi dilahirkan. Karena
15

itu penting sekali bayi mulai disusui sedini mungkin, yaitu dalam waktu 30

menit setelah bayi dilahirkan (Depkes RI, 2005:10).

Rasa percaya diri bahwa ibu mampu menyusui ataupun memproduksi

ASI yang mencukupi untuk bayi, besar pengaruhnya bagi keberhasilan

menyusui. Menyusui dipengaruhi oleh emosi ibu. Kemauan yang besar dan

kasih saying terhadap bayi akan meningkatkan produksi hormone terutama

oksitosin yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi ASI (Depkes RI,

2005:10).

Motivasi responden yang negatif menunjukkan keinginan responden

untuk memberikan makanan pendamping ASi sesuai dengan yang dianjurkan

juga rendah, hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan responden yang masih

rendah. Karena dengan pengetahuan yang rendah, tidak mengetahui dampak

pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu dini menyebabkan

responden tidak termotivasi untuk melakukan pemberian makanan

pendamping ASI sesuai dengan yang dianjurkan.

Untuk meningkatkan motivasi responden perlu adanya pendekatan

kepada agama, tokoh masyarakat untuk meningkatkan motivasi masyarakat

dalam melakukan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi berusia di

atas 6 bulan. Tokoh tersebut seperti tenaga kesehatan yang berdomisili di

wilayah tersebut yang dapat memberikan contoh-contoh bagaimana

pemberian makanan pendamping ASI yang dianjurkan selain tenaga

kesehatan dapat juga dilakukan oleh tokoh masyarakat, tokoh agama dan

sebagainya.
16

4. Hubungan Peran Petugas dengan Perilaku Pemberian Makanan

Pendamping ASI (MP-ASI) Pada Bayi 3-6 Bulan

Hasil penelitian diketahui sebagian (50,9%) responden mengatakan

peran petugas kurang baik, dan hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan

yang bermakna antara peran petugas dengan perilaku pemberian Makanan

Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi 3-6 bulan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Roesli (1995) terhadap

900 ibu di sekitar Jabotabek diperoleh fakta bahwa 70,4% ibu tidak pernah

mendengar informasi tentang ASI eksklusif dan MP-ASI, hal ini

menunjukkan bahwa peran petugas masih kurang baik dalam memberikan

informasi tentang ASI eksklusif dan MP-ASI serta didapatkan ada hubungan

yang bermakna antara peran petugas dengan perilaku ibu dalam memberikan

MP-ASI (www.google.com, 2009).

Dari uraian kuesioner diketahui bahwa menurut ibu peran petugas

kurang baik dalam memberikan informasi tentang dampak dari pemberian

makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang terlalu dini.

Menurut Depkes RI (2005:1) kurangnya pengertian dan keterampilan

petugas kesehatan tentang keunggulan ASI dan manfaat menyusui

menyebabkan masyarakat mudah terpengaruh oleh promosi susu formula

yang sering dinyatakan sebagai Pengganti Air Susu Ibu (PASI), sehingga

dewasa ini semakin banyak ibu bersalin memberikan sus botol yang

sebenarnya merugikan masyarakat.


17

Perawat merupakan salah satu pemberi pelayanan kesehatan, harus

mampu untuk melakukan upaya promosi dan pemeliharaan kesehatan serta

mencegah terjadinya penyakit. Adapun peran petugas yaitu melakukan

intervensi keperawatan keluarga, tahap intervensi ini diawali dengan

penyelesaian perencanaan perawat. Impelementasi dapat dilakukan oleh

banyak orang yaitu klien (individu dan keluarga) (Friedman, 2002:67).

Tokoh kunci dalam proses pengobatan atau penyembuhan suatu penyakit

adalah petugas kesehatan. Bagi masyarakat yang masih awam seorang dokter

atau petugas kesehatan dianggap mempunyai pengetahuan dan keterampilan

untuk mendiagnosis dan menyembuhkan penyakit sehingga berhak untuk

melakukan tindakan atas pasien untuk penyembuhan.

Perawat sebagai tenaga pelayanan kesehatan mempunyai peran antara

lain sebagai pemberi perawatan, pembuat keputusan klinis, pendukung dan

advokat klien, manajer kasus, rehabilitator, pemberi kenyamanan, penyuluh

dan peran karier. Dalam mencegah timbulnya akibat dari pemberian makanan

pendamping ASI yang terlalu dini pada bayi maka perawat berperan sebagai

penyuluh, di mana perawat menjelaskan mengenai pemberian makanan

pendamping ASI dan dampaknya pada bayi yang diberikan terlalu dini yaitu

< 6 bulan. Bayi yang diberikan susu selain ASI, mempunyai resiko 17 kali

lebih besar mengalami diare, dan 3 sampai 4 kali lebih besar kemungkinan

terkena ISPA dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI (WHO, 2000

dalam Depkes RI, 2005:2).

Kendala yang dihadapi dalam upaya peningkatan pemberian ASI antara

lain : 1) Sikap petugas kesehatan dari berbagai tingkat pelayanan petugas

kesehatan yang kurang mengikuti perkembangan ilmu kedokteran dan konsep


18

baru tentang pemberian ASI. 2) Dewasa ini terdapat kecenderungan

pelayanan petugas kesehatan yang kurang menggembirakan terutama

penanggung jawab ruang bersalin dan perawatan di Rumah-rumah Sakit,

Rumah Sakit bersalin dan Rumah Sakit bersalin yang belum mengupayakan

agar ibu bersalin mampu memberikan ASI kepada bayinya. 3) Belum semua

sarana pelayanan persalinan menerapkan 10 langkah menuju keberhasilan

menyusui (LMKM) yang merupakan kriteria/persyaratan Rumah Sakit

Sayang Bayi. 4) Kurikulum dan bahan ajaran pendidikan tenaga kesehatan

belum menjabarkan materi ASI dan menyusui secara rinci dan mendalam

(Depkes RI, 2005:2-3).

Kendala yang dihadapi petugas dalam memberikan promosi kesehatan

mengenai MP-ASI adalah karena masih minimnya media yang dapat

digunakan sebagai alat bantu dalam kegiatan tersebut seperti leaflet, brosur

dan lain-lain. Menurut peneliti upaya yang perlu dilakukan untuk

meningkatkan peran petugas antara lain meningkatkan pemahaman perawat

dalam menerapkan komunikasi informasi edukasi (KIE). Dalam upaya

mempromosikan peran KIE ini harus dapat menjangkau setiap lapisan

masyarakat. Selain itu agar perawat memahami fungsi dan kompetisinya

sebagai perawat.
19

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan didapatkan beberapa kesimpulan

sebagai berikut :

1. Dari 55 responden sebagian besar 34 (61,8%) memberikan makanan

pendamping ASI secara dini pada bayinya. Sebagian 32 (58,2%) pengetahuan

responden masih rendah tentang pemberian makanan pendamping ASI (MP-

ASI), sebagian 29 (52,7%) responden memiliki motivasi negatif dalam

melakukan pemberian MP-ASI, dan sebagian 28 (50,9%) responden

mengatakan peran petugas kurang baik dalam pemberian MP-ASI.

2. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan

perilaku pemberian MP-ASI pada bayi 3-6 bulan di Puskesmas Tahtul Yaman

Kota Jambi.

3. Terdapat hubungan yang bermakna antara motivasi dengan perilaku

pemberian MP-ASI pada bayi 3-6 bulan di Puskesmas Tahtul Yaman Kota

Jambi.

4. Terdapat hubungan yang bermakna antara peran petugas dengan

perilaku pemberian MP-ASI pada bayi 3-6 bulan di Puskesmas Tahtul Yaman

Kota Jambi.
20

B. Saran 61

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Jambi

Agar meningkatkan bimbingan, supervisi, konseling dengan Puskesmas

dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pemberian ASI

eksklusif serta membuat kebijakan dan perencanaan tentang pemberian MP-

ASI pada bayi 3-6 bulan.

2. Bagi Puskesmas Tahtul Yaman Kota Jambi

Agar menyediakan klinik konseling bagi ibu hamil sebagai tempat pemberian

informasi tentang pentingnya ASI eksklusif dan pemberian MP-ASI serta

memberikan penyuluhan pada saat kegiatan posyandu.

3. Bagi Ilmu Keperawatan

Agar dapat dijadikan bahan acuan untuk melakukan penelitian lanjutan

tentang pemberian MP-ASI.

Anda mungkin juga menyukai