Disusun Oleh:
Vivie Veronica Tanama
112018191
Pembimbing :
dr. Arief Priambodo, M.Kes, Sp.A (K)
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) merupakan kondisi di mana bayi lahir dengan berat
badan kurang dari 2500 gram, sehingga morbiditas dan mortalitas neonatus tidak hanya
bergantung pada tingkat kematangan (maturitas) bayi tersebut. Hubungan antara usia
kehamilan dengan berat badan lahir mencerminkan kecukupan pertumbuhan intrauterin.
Selain itu, penentuan hubungan ini dapat juga meramalkan masalah klinis pada bayi baru
lahir. BBLR berkontribusi sebesar 60%-80% terhadap kematian neonatal. Berdasarkan studi
epidemiologi, bayi BBLR mempunyai risiko kematian 20 kali lebih besar dibandingkan
dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal. BBLR berdampak pada proses
pertumbuhan dan perkembangan pada bayi baru lahir, meningkatnya risiko gangguan
perkembangan kognitif, seperti retardasi mental, dan pada bayi BBLR yang disebabkan oleh
prematur, kondisi paru-paru yang belum sepenuhnya matur membuat BBLR tersebut berisiko
mengalami asfiksia. Kejadian BBLR berkaitan dengan ibu yang hamil menderita kekurangan
gizi, anemia, dan komplikasi kehamilan.1,2
Data WHO tahun 2018 menunjukan bahwa prevalensi kejadian BBLR di dunia yaitu
20 juta (15,5%) setiap tahunnya, dan negara berkembang menjadi kontributor terbesar yaitu
sekitar 96,5%. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, di mana prevalensi
BBLR menduduki peringkat ke-9 tertinggi di dunia, yaitu sebesar lebih dari 15,5% dari
kelahiran bayi setiap tahunnya.1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Bayi berat lahir adalah berat badan pertama yang dicatat setelah bayi lahir, idealnya
diukur dalam beberapa jam pertama setelah lahir sebelum terjadi penurunan berat badan
postnatal. Bayi berat lahir rendah (BBLR) didefinisikan sebagai bayi dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan.1 Bayi berat lahir rendah juga
diklasifikasikan menjadi bayi berat lahir sangat rendah (<1500 gram), dan bayi berat lahir
amat sangat rendah (<1000 gram).2
2.2 Epidemiologi
Angka prevalensi dari BBLR di dunia adalah 20 juta (15,5%) setiap tahunnya dan
negara berkembang menjadi kontributor terbesar, yaitu sekitar 96,5%. Sedangkan di
Indonesia sendiri tergolong cukup tinggi, yaitu sebesar lebih dari 15,5% dari kelahiran bayi
setiap tahunnya. Sejumlah 3 - 5 % dari kejadian BBLR terjadi pada keadaan ibu yang sehat,
dan lebih dari 25% kejadian terjadi pada keadan ibu dengan kehamilan resiko tinggi.1
BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas
neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya
dimasa depan. Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan
daerah lain, yaitu berkisar antara 9% - 30%, hasil studi di 7 daerah multisenter diperoleh
angka BBLR dengan rentang 2,1% - 17,2%. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI,
angka BBLR sekitar 7,5%. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada
sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%.3
2.3 Klasifikasi
Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir. Rerata berat bayi
normal (usia gestasi 37–41 minggu) adalah 3200 gram. Sedangkan, masa gestasi juga
merupakan indikasi kesejahteraan bayi. Tidak semua berat bayi lahir rendah (<2500 gram)
berkaitan dengan prematuritas, sebaliknya tidak semua berat bayi lebih dari 2500 gram
adalah aterm. Hubungan antara umur kehamilan dengan berat lahir mencerminkan kecukupan
pertumbuhan intrauterin. Penentuan hubungan ini akan mempermudah antisipasi morbiditas
dan mortalitas selanjutnya, dan dapat meramalkan masalah klinis bayi baru lahir. Masa
gestasi diukur sejak terjadinya konsepsi sampai dengan saat kelahiran, dihitung dari hari
pertama haid terakhir (HPHT). Menurut masa gestasinya, bayi dapat diklasifikasi menjadi
bayi kurang bulan (BKB/prematur, masa gestasi kurang dari 37 minggu), bayi cukup bulan
(BCB/full term, masa gestasi antara 37-42 minggu), serta bayi lebih bulan (BLB/post term,
masa gestasi lebih dari 42 minggu). Berat lahir merupakan berat bayi yang ditimbang dalam
waktu 1 jam pertama setelah lahir. Berat lahir bayi dapat diklasifikasikan menjadi Bayi berat
lahir cukup (normal) yaitu bayi dengan berat lahir 2500-4000 gram, bayi berat lahir lebih
yaitu berat lahir >4000 gram, dan bayi berat lahir rendah (BBLR).3,4
Bayi dengan berat lahir rendah dapat dikategorikan menjadi :2
a. Bayi berat lahir rendah (BBLR), dengan berat badan 1501-2499 gram
b. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), dengan berat lahir 1000-1500 gram
c. Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR), dengan berat lahir < 1000 gram
3
Berdasarkan grafik Lubchenko, hubungan antara berat lahir dan masa gestasi dapat
diklasifikasikan menjadi
a. Bayi yang beratnya kurang dari berat semestinya menurut masa kehamilannya (kecil
untuk masa kehamilan=KMK) (<10 persentil)
b. Bayi yang beratnya sesuai dengan berat semestinya (sesuai untuk masa
kehamilan=SMK)
c. Bayi yang beratnya lebih dari berat semestinya menurut masa kehamilannya (besar
untuk masa kehamilan=BMK) (>10 persentil).3
2.5 Etiologi
Penyebab kelahiran bayi berat lahir rendah dan gangguan intrauterine dapat disebabkan
oleh faktor ibu, janin dan plasenta. Faktor yang berasal dari ibu berupa toxemia gravidarum
yaitu preeklamsi dan eklampsi, kelainan bentuk uterus (contoh: uterus bikornis, inkompeten
serviks), tumor (contoh: mioma uteri, cystoma), ibu yang menderita penyakit seperti tifus
abdominalis, malaria (akut), TBC, penyakit jantung glomerulonephritis kronis, trauma pada
masa kehamilan, fisik (jatuh/ terbentur), psikologis (stress), usia ibu pada waktu hamil kurang
dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Sedangkan faktor yang berasal dari janin, berupa
4
kehamilan ganda, hidramnion, ketuban pecah dini, cacat bawaan, infeksi transplasenta
(contoh: rubeolla, sifilis, toxoplasmosis) dan insufisiensi plasenta, inkompatibilitas darah ibu
dan janin (faktor rhesus, golongan darah ABO). Faktor plasenta, yaitu plasenta previa, solusio
plasenta, plasentitis villus (ec. Bakteri, virus, parasit), berat plasenta berkurang atau
berongga,tumor (contoh: choriongioma, mola hidatidosa).5
5
dilahirkan ibu dengan berat normal atau berlebihan. Selama embriogenesis status
nutrisi ibu memiliki efek kecil terhadap pertumbuhan janin. Hal ini karena
kebanyakan wanita memiliki cukup simpanan nutrisi untuk embrio yang tumbuh
lambat. Meskipun demikian, pada fase pertumbuhan trimester ketiga saat hipertrofi
seluler janin dimulai, kebutuhan nutrisi janin dapat melebihi persediaan ibu jika
masukan nutrisi ibu rendah. Data upaya menekan kelahiran BBLR dengan pemberian
tambahan makanan kepada populasi berisiko tinggi (riwayat nutrisi buruk)
menunjukkan bahwa kalori tambahan lebih berpengaruh terhadap peningkatan berat
janin dibanding pernmbahan protein.5
Infeksi
Infeksi virus tertentu berhubungan dengan gangguan pertumbuhan janin. Wanita-
wanita dengan status sosioekonomi rendah diketahui melahirkan bayi dengan
gangguan pertumbuhan maupun bayi kecil di samping memiliki insidensi infeksi
perinatal yang lebih tinggi. Bayi-bayi yang menderita infeksi rubella kongenital dan
sitomegalovirus (CMV) umumnya terjadi gangguan pertumbuhan janin, tidak
tergantung pada umur kehamilan saat mereka dilahirkan.5
Faktor genetik
Diperkirakan 40% dari seluruh variasi berat lahir berkaitan dengan kontribusi genetik
ibu dan janin. Wanita normal tertentu memiliki kecenderungan untuk berulang kali
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah atau keil untuk masa kahamilan (tingkat
pengulangan 25%-50%), dan kebanyakan anita tersebut dilahirkan dalam keadaan
yang sama. Hubungan antara berat lahir ibu dan janin berlaku pada semua ras.5
6
2.8 Tatalaksana
1) Medikamentosa
Pemberian vitamin K :
o Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau
o Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari,
dan umur 4-6 minggu).3
2) Diatetik
Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks
menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan dengan
pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa lambung atau pipet. Dengan
memegang kepala dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara
ASI yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel
pada puting. ASI merupakan pilihan utama :
o Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara
apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap paling
kurang sehari sekali.
o Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari selama 3
hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.3
Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir dan keadaan
bayi adalah sebagai berikut :
a. Berat lahir 1750 – 2499 gram
Bayi dengan berat lahir >2250 gram umumnya cukup kuat untuk memulai minum
sesudah dilahirkan. Jaga bayi tetap hangat dan kontrol infeksi. Pada sebagian bayi dengan
berat 1750-2250 gram perlu perawatan ekstra, tetapi dapat secara normal bersama ibunya
untuk diberi minum dan kehangatan, terutama jika kontak kulit ke kulit dapat dijaga.
Pemberian ASI dapat dilakukan dalam 1 jam setelah kelahiran. Sebagian besar bayi sudah
mampu menghisap,jika bayi tidak dapat menghisap, harus diberi ASI perah dengan cangkir
dan sendok. Ketika bayi menghisap dari puting dengan baik dan berat badan bertambah,
kurangi pemberian minum melalui sendok dan cangkir.8
7
1-2mL per minum setiap hari. Kurangi atau hentikan minum jika terdapat tanda-tanda
toleransi yang buruk. Jika target pemberian minum dapat dicapai dalam 5-7 hari pertama,
tetesan IV dapat dilepas untuk menghindari infeksi. Minum dapat ditingkatkan selama 2
minggu pertama kehidupan hingga 150-180 mL/kg/hari (minum 19-23 mL setiap 3 jam untuk
bayi 1kg dan 28-34 mL untuk bayi 1,5 kg). Setelah bayi tumbuh, hitung kembali volume
minum berdasarkan berat badan terakhir.8
Suportif
Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal:
o Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi, seperti
kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, inkubator atau ruangan
hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk.
o Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin
o Ukur suhu tubuh dengan berkala
Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah :
o Jaga dan pantau patensi jalan nafas
o Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit
o Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia, kejang,
gangguan nafas, hiperbilirubinemia)
o Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya
o Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan ibu
berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.3
2.9 Komplikasi
a. Enterokolitis nekrotikans neonatal
Enterokolotis nekrotikan merupakan penyakit saluran cerna yang serius pada bayi yang
baru lahir dan ditandai dengan bercak nekrosis atau nekrosis difus pada mukosa atau
submukosa usus serta vaskularisasi usus. Insidensi terjadinya dihubungkan dengan umur
kehamilan yang kurang, dan merupakan komplikasi yang penting yang terjadi pada kelahiran
premature. Terhitung 7,5 % kasus EKN sebagai penyebab kematian neonatal.9
b. Hipotermia
Perbedaan suhu di dalam kandungan dan lingkungan akan memberi pengaruh pada
kehilangan panas tubuh bayi, selain itu hipotermia dapat terjadi karena kemampuan untuk
untuk mempertahankan panas dan kesanggupan menambah produksi panas sangat terbatas,
karena pertumbuhan otot-otot yang belum cukup matang, lemak subkutan yang sedikit,
belum matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, luas permukaan tubuh relatif lebih besar
dibanding dengan berat badan sehingga mudah kehilangan panas.9
8
Tanda klinis hipotermia:
Suhu tubuh dibawah normal
Kulit dingin
Akral dingin
Sianosis
Hipotermia dapat dicegah pada waktu bayi lahir yaitu dengan :
- Segera keringkan bayi dengan kain yang lembut
- Berikan topi atau tutup kepala
- Metode kantung kangguru
c. Sindrom Gawat Nafas
Sampai saat ini penyakit membrane hyaline dianggap terjadi karena defisiensi
pembentukan surfaktan pada paru bayi yang belum matang. Surfaktan adalah zat yang
penting dalam pangembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protein,
karbohidrat dan lemak. Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin dan mulai terbentuk pada
kehamilan 22 – 24 minggu dan berjumlah lengkap dan mulai berfungsi normal pada minggu
ke-35 kehamilan.9,10
Defisiensi Surfaktan menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk mempertahankan
stabilitasnya dan tegangan di alveolus. Alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi
sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih
besar yang disertai usaha inspirasi yang kuat.
Pada aspirasi mekonium terjadi hipoksia intrauterin akan mengakibatkan janin
mengalami gasping dalam uterus, selain itu mekonium akan dilepaskan dan bercampur
dengan cairan amnion, cairan amnion yang mengandung mekonium tersebut akan masuk ke
dalam paru janin karena inhalasi. Ketika bayi lahir akan menderita gangguan pernafasan
karena melekatnya mekonium dalam saluran pernafasan.9
Tanda klinis sindrom gawat nafas :
Pernafasan cepat
Sianosis perioral
Merintih sewaktu ekspirasi
Retraksi substernal dan intercostal
d. Hipoglikemia.
Penyelidikan kadar gula darah pada 12 jam pertama menunjukkan bahwa
hipoglikemia dapat terjadi sebanyak 50% pada bayi matur. Kecepatan glukosa yang diambil
janin tergantung dari kadar gula darah ibu karena terputusnya hubungan plasenta dan janin
yang menyebabkan terhentinya pemberian glukosa.9,10
Tanda klinis hipoglikemia
Gemetar
Sianosis
Apatis
Kejang
Apnea Intermiten
Tangisan lemah atau melengking
Kelumpuhan atau letargi
Hipoglikemia pada neonatus terjadi bila gula darah < 47 mg/dl, Pada hipoglikemia
berat didapatkan hasil gula darah < 25 mg/dl, dan hipoglikemia ringan/sedang jika kadar gula
darah >25 - <47 mg/dl.
e. Perdarahan Intrakranial
Pembuluh darah pada bayi prematur masih sangat rapuh dan mudah pecah, sehingga
perdarahan intrakranial dapat terjadi karena trauma lahir, diseminated intravascular
9
coagulopathy atau trombositopenia idiopatik. Matriks germinal epidimal yang kaya pembuluh
darah merupakan wilayah yang sangat rentan terhadap perdarahan selama minggu pertama
kehidupan.9
Tanda klinis perdarahan intrakranial :
Kegagalan umum untuk bergerak normal
Refleks moro menurun atau tidak ada
Letargi
Pucat dan sianosis
Apnea
Kegagalan menetek dengan baik
Muntah yang kuat
Tonus otot menurun
Tangisan bernada tinggi dan tajam
Kejang
Fontanela mayor tegang dan cembung
f. Hiperbilirubinemia
Terjadi karena belum maturnya fungsi hepar, dimana terjadi kekurangan enzim
glukoronil transferase sehingga konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk belum
sempurna, dan kadar albumin darah yang berperan dalam transportasi bilirubin dari jaringan
ke hepar berkurang. Kadar bilirubin normal pada bayi prematur 10 mg/dL. Jika terjadi
hiperbilirubinemia pada bayi prematur, bila tidak segera diatasi dapat menjadi kern ikterus
yang akan menimbulkan gejala yang permanen.9,10
Tanda klinis hiperbilirubinemia :
Sklera, puncak hidung, sekitar mulut, dada, perut dan ekstremitas berwarna kuning
Letargi
Kemampuan mengisap menurun
Kejang
Ikterus yang kemungkinan menjadi patologi atau dapat dianggap sebagai
hiperbilirubinemia adalah :
Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.
Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus kurang bulan dan 12,5
mg% pada neonatus cukup bulan.
g. Lebih rentan terhadap infeksi :
Bayi prematur mudah menderita infeksi karena imunitas humoral dan seluller masih
kurang, sehingga bayi mudah menderita infeksi. Selain itu pada kulit dan selaput lendir
membran tidak memiliki perlindungan seperti pada bayi cukup bulan. Sensitivitas yang
kurang akan memudahkan terjadinya kerusakan integritas kulit, terutama pada daerah yang
sering tertekan dalam waktu yang lama.9
2.10 Prognosis
Tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, misalnya masalah gestasi (makin
muda masa gestasi, makin rendah berat bayi makin tinggi angka kematian), asfiksia, sindrom
gangguan pernafasan, perdarahan intraventikuler, infeksi gangguan metabolik (asidosis,
hipoglikemik, hiperbilirubinemua). Asfiksia sendiri merupakan komplikasi yang paling serius
dari bayi berat lahir rendah, bila tidak segera diatasi makan prognosis neonatus menjadi
buruk. Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, Pendidikan, orang tua dan
10
perawatan pada saat kehamilan, persalinan, post natal (pengaturan suhu lingkungan,
resusitasi, makanan).4,10
BAB III
PENUTUP
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) berkontribusi besar terhadap kematian neonatal.
Angka kematian perinatal pada bayi BBLR 8 kali lebih besar dari bayi normal. Prognosis
akan lebih buruk bila BB makin rendah, angka kematian sering disebabkan karena
komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi, pneumonia, perdarahan intrakranial,
hipoglikemia Oleh karena itu, juka memungkinkan, diagnosa mikrosomia atau gangguan
pertumbuhan harus diantisipasi dan persalinan harus dilakukan di fasilitas yang memiliki
tempat perawatan khusus risiko tinggi. Setiap BBL membutuhkan penilaian segera untuk
identifikasi masalah secara dini. Meliputi penentuan klasifikasi bayi kurang bulan, cukup
bulan, atau lebih bulan dan kecil masa kehamilan, sesuai masa kehamilan, dan besar masa
kehamilan. Penatalaksaan bayi berat lahir rendah berfokus pada terapi suportif, yaitu
pemberian nutrisi untuk mengejar target berat badan, mempertahankan suhu tubuh normal,
dan menjaga kebersihan tali pusat dan kulit.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Perwiraningtyas P, Ariani NL, Anggraini CY. Analsis faktor resiko tingkat berat bayi
lahir rendah. JNC. 2020 Oktober; 3(3). h. 212-20.
2. Hasan R, Alatas H. Perinatologi. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak 3; edisi ke-4. Jakarta :
FKUI; 1985.h. 1051-7.
3. Cutland CL, et al. Low birth weight: case definition & guidelines for data collection,
analysis, and presentation of maternal immunization safety data. Vaccine. 2017; 35. h.
6492-6500.
4. Kosim, Sholeh. Buku Ajar Neonatologi, edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2012. h. 11-73.
5. Furdon SA. Prematurity. 15 September 2014. Downloaded from:
http://emedicine.medscape.com/article/975909-overview, 7 Mei 2021.
6. Stoll Barbara, Chapman. The High-Risk Infant, In : Kliegman RM, Behrman RE,
Jenson HB, Stanton BF, editors. Nelsons Textbook of Pediatrics. 18th Ed.
Philadelphia : Saunders; 2008. h. 701-10.
7. Behrman, RE, Kliegman RM. The Fetus and the Neonatal Infant, In : Nelson
Textbook of pediatrics; 17 th ed. California: Saunders; 2004.h. 550-8.
8. WHO. Buku saku pelayanan Kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta: WHO
Indonesia; 2009. h. 63-6
9. Suraatmaja, Sudrajat. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.
Denpasar: RSUP; 2014.
10. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: IDAI. h.
250-4.
12