Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) atas atau bawah, sering menular karena
etiologi yang dapat menyebabkan berbagai penyakit, mulai dari infeksi ringan atau tanpa
gejala hingga penyakit berat atau fatal. Tingkat keparahannya tergantung pada patogen
penyebabnya, dan pada faktor lingkungan dan inang. Meskipun spektrum gejala infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA) dapat bervariasi, timbulnya gejala biasanya cepat, mulai dari
beberapa jam hingga beberapa hari setelah infeksi. Gejalanya meliputi demam, batuk dan,
sering, sakit tenggorokan, coryza, sesak napas, mengi, atau kesulitan bernafas. Patogen yang
menyebabkan penyakit ini termasuk virus influenza, virus parainfluenza, rhinovirus, virus
respiratorial syncytial (RSV) dan coronavirus sindrom pernafasan akut yang parah (SARS-
CoV) (Depkes, 2015).
ISPA merupakan pembunuh utama anak dibawah usia lima tahun (Balita) di dunia,
lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, Malaria dan Campak.
Namun, belum banyak perhatian terhadap penyakit ini. Di dunia, dari 9 juta kematian Balita
lebih dari 2 juta Balita meninggal setiap tahun akibat ISPA atau sama dengan 4 Balita
meninggal setiap menitnya. Dari lima kematian Balita, satu diantaranya disebabkan oleh
ISPA. Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka nasional), angka
kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%, angka kematian (mortalitas)
pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5% (Kemenkes, 2015).
Faktor perilaku dan faktor lingkungan sangatlah berperan untuk menurunkan angka
kejadian ISPA, masyarakat memerlukan pengetahuan mengenai pentingnya faktor perilaku
dan lingkungan sehingga diperlukan informasi yang baik kepada masyarakat, bedasarkan
data sekunder dari Puskesmas Kresek tahun 2018 bahwa ISPA merupakan penyakit dengan
angka kejadian tertinggi yaitu 9208. Dengan demikian tujuan penelitian ini adalah
mengetahui hubungan faktor lingkungan dan perilaku dengan kejadian ISPA di desa Kresek.
METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dan desain penelitiannya berupa
cross-sectional. Data yang diambil merupakan data primer yang dikumpulkan sendiri dengan
teknik wawancara terpimpin menggunakan kuesioner mengenai faktor lingkungan rumah
dengan skala ukurnya adalah ordinal, yaitu rumah sehat dan rumah tidak sehat. Kuesioner
perilaku dengan skala ukur penelitian adalah ordinal yaitu baik, dan kurang baik..
Selanjutnya dianalisa secara bivariat dengan SPSS versi 23. Lokasi penelitian dilakukan di
Desa Kresek RT 06/ RW 01, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, Provisi Banten pada
tanggal 21 – 24 Mei 2019.
Populasi dalam penelitian adalah seluruh kepala keluarga dari setiap keluarga binaan di desa
Kresek. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik total sampling dengan
jumlah responden sebanyak 23 orang.
HASIL
HASIL
Karakteristik Responden
Hasil analisis ini disajikan dalam bentuk tabel yang didapat dari data karakteristik
1 Pendidikan
2 Pekerjaan
IRT 11 47,8
Karyawan 1 4,3
Pedagang 3 13,0
Pensiunan 1 4,3
Serabutan 1 4,3
Tidak bekerja 1 4,3
Wiraswasta 1 4,3
3 Pendapatan
>3.000.000 3 13,0
4 Riwayat ISPA
dan atau keluarga nya pernah terserang ISPA dalam waktu 3 bulan terakhir yaitu
sebanyak 11 orang responden (47,8%).
Total 23 100
1 Baik 16 69,6
Total 23 100
(66,7 (33,3
%) %) P=0,466
Rumah Tidak 9 11 20
Tabel 4 menunjukan hasil analisis bivariat dengan menggunakan chi- square test diperoleh
nilai p sebesar 0.466 (p > 0.05), menggambarkan bahwa faktor lingkungan tidak memiliki
hubungan yang bermakna dengan kejadian ISPA.
%) %)
Kurang Baik 2 5 7 (100%)
(28,6 (71,4
%) %)
Tabel 5 menunjukan hasil analisis bivariat dengan menggunakan chi-
square test diperoleh nilai p sebesar 0.222 (p > 0.05), menggambarkan bahwa
ISPA
DAFTAR PUSTAKA
1. https://www.who.int/csr/resources/publications/AMpandemicbahasa.pdf?ua=1
2. Najmah, 2016. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta Timur: CV. Trans Info
Media.
3. Depkes RI. 2007. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta.
4. Asriati A, Zamrud Z, Kalenggo DF. Analisis Faktor Risiko Kejadian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut pada Anak Balita. Medula. 2015;1(2).
5. Sofia. Faktor Risiko Lingkungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah
Kerja Puskesmas Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. 2017. Jurnal AcTion: Aceh
Nutrition Journal; 2(1): 43-50.
6. Hardati, Tri A, Tedi Candra Lesmasna, Susilo Samsul Bahri, 2014, Surveilans
Epidemiologi Faktor Risiko ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sedayu II
Bantul Yogyakarta, Yogyakarta: STIKES Wira Husada Jurnal Kesehatan Masyarakat
Vol. 07 No. 1, 2014 ,161-166
7. Kemenkes RI, 2015, Riset Kesehatan Dasar Tahun 2015, Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI
8. Syahidi MH., Gayatri D., Bantas K.,. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kejadian
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak berumur 12-59 Bulan di
Puskesmas Kelurahan Tebet Barat. 2016. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia.
Vol 1. No. 1. 23-26.