Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ARAH KECENDERUNGAN

DAN ISU PEMBELAJARAN IPA

HAKIKAT IPA, PENDIDIKAN IPA,


DAN INKUIRI DALAM PENDIDIKAN IPA

DI
S
U
S
U
N
OLEH
Normedina (818617500 )
Bestrica Kurnia Sari (8186175005)

Pendidikan Fisika Program Pasca Sarjana


Universitas Negeri Medan
2018
HAKIKAT IPA, PENDIDIKAN IPA,
DAN INKUIRI DALAM PENDIDIKAN IPA

Pendahuluan
Sekolah adalah bagian dari sistem hierarkis yang mencakup distrik
sekolah, sistem sekolah negeri, dan sistem pendidikan nasional. Sekolah juga
merupakan bagian dari komunitas yang berisi organisasi yang mempengaruhi IPA
pendidikan, termasuk perguruan tinggi dan universitas, pusat alam, taman dan
museum, bisnis, laboratorium, organisasi komunitas, dan berbagai media.
Pendidikan IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta
didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari,
yang didasarkan pada metode ilmiah. Pembelajaran IPA menekankan pada
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik
mampu memahami alam sekitar melalui proses “mencari tahu” dan “berbuat”, hal
ini akan membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam.
Keterampilan dalam mencari tahu atau berbuat tersebut dinamakan dengan
keterampilan proses penyelidikan atau “enquiry skills” yang meliputi mengamati,
mengukur, menggolongkan, mengajukan pertanyaan, menyusun hipotesis,
merencanakan eksperimen untuk menjawab pertanyaan, mengklasifikasikan,
mengolah, dan menganalisis data, menerapkan ide pada situasi baru,
menggunakan peralatan sederhana serta mengkomunikasikan informasi dalam
berbagai cara, yaitu dengan gambar, lisan, tulisan, dan sebagainya. Melalui
keterampilan proses dikembangkan sikap dan nilai yang meliputi rasa ingin tahu,
jujur, sabar, terbuka, tidak percaya tahyul, kritis, tekun, ulet, cermat, disiplin,
peduli terhadap lingkungan, memperhatikan keselamatan kerja, dan bekerja sama
dengan orang lain.
Oleh karena itu pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya: (1) memberikan
pengalaman pada siswa sehingga mereka kompeten melakukan pengukuran
berbagai besaran fisis, (2) menanamkan pada siswa pentingnya pengamatan
empiris dalam menguji suatu pernyataan ilmiah (hipotesis). Hipotesis ini dapat
berasal dari pengamatan terhadap kejadian sehari-hari yang memerlukan
pembuktian secara ilmiah, (3) latihan berpikir kuantitatif yang mendukung
kegiatan belajar matematika, yaitu sebagai penerapan matematika pada masalah-
masalah nyata yang berkaitan dengan peristiwa alam, (4) memperkenalkan dunia
teknologi melalui kegiatan kreatif dalam kegiatan perancangan dan pembuatan
alat-alat sederhana maupun penjelasan berbagai gejala dan keampuhan IPA dalam
menjawab berbagai masalah.
Namun pembelajaran sains yang selama ini terjadi di sekolah belum
mengembangkan kecakapan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya. Padahal pengajaran sains dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) adalah pengajaran yang mengajarkan siswa bagaimana
belajar, bagaimana mengingat, bagaimana berfikir, dan bagaimana memotivasi
diri mereka. Pengajaran sains merupakan proses aktif yang berlandaskan konsep
konstruktivisme yang berarti bahwa sifat pengajaran sains adalah pengajaran yang
berpusat pada siswa (student centered instruction). Oleh karena itu diperlukan
pemahaman tentang hakikat IPA, Pendidikan IPA dan Inkuiri (Penyelidikan)
dalam Pendidikan IPA sebagai berikut:

Hakikat IPA
Pengertian Hakikat IPA
IPA didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui
pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk
menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Carin
dan Sund (1993) dalam Puskur-Depdiknas (2006) mendefinisikan IPA sebagai
“pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum
(universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”.
Merujuk pada pengertian IPA itu, pada hakikatnya IPA meliputi empat
unsur utama yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Tujuan pembelajaran IPA
adalah siswa memiliki tiga kemampuan dasar IPA, yaitu: (1) kemampuan untuk
mengetahui apa yang diamati, (2) kemampuan untuk memprediksi apa yang
belum terjadi, dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen, (3)
dikembangkannya sikap ilmiah.

Tujuan Memahami Hakikat IPA


Memahami hakikat IPA — tujuan, nilai, dan asumsi yang melekat dalam
pengembangan dan interpretasi pengetahuan ilmiah (Lederman, 1992) —memiliki
tujuan dari instruksi IPA setidaknya sejak pergantian abad lalu (Pusat IPA dan
Guru Matematika, 1907). Hal ini dianggap dalam dokumen kontemporer sebagai
atribut mendasar dari keaksaraan IPA (AAAS, 1993; NRC, 1996) dan pembelaan
terhadap penerimaan pseudosains yang tidak perlu dipertanyakan dan penelitian
yang dilaporkan (Park, 2000; Sagan, 1996).
Pengetahuan tentang hakikat IPA dapat memungkinkan individu untuk
membuat keputusan yang lebih tepat sehubungan dengan isu-isu berbasis ilmiah;
mempromosikan pemahaman mendalam siswa tentang materi pelajaran IPA
“tradisional”; dan membantu mereka membedakan ilmu pengetahuan dari cara
lain untuk mencari tahu (Lederman, komunikasi pribadi).
Membuat penilaian yang valid tentang nilai pengetahuan yang diciptakan
oleh IPA dan cara-cara lain untuk mengetahui, dan untuk memahami mengapa
literatur menganggap pengetahuan ilmiah tidak mutlak, tetapi sebagai tentatif,
berdasarkan empiris, tertanam secara budaya, dan produk dari beberapa tingkat
asumsi, subjektivitas , kreativitas, dan kesimpulan (Lederman & Niess, 1997).
Penelitian dengan jelas menunjukkan bahwa sebagian besar siswa dan
guru tidak cukup memahami hakikat IPA. Sebagai contoh, sebagian besar guru
dan siswa percaya bahwa semua penyelidikan ilmiah mengikuti serangkaian
langkah yang identik yang dikenal sebagai metode ilmiah (McComas, 1996), dan
bahwa teori-teori hanyalah hukum yang belum dewasa (Horner & Rubba, 1979).
Bahkan ketika para guru memahami dan mendukung kebutuhan atas termasuk
hakikat IPA dalam instruksi mereka, mereka tidak selalu melakukannya
(Lederman, 1992). Sebaliknya mereka mungkin bergantung pada asumsi yang
salah bahwa melakukan penyelidikan mengarah pada pemahaman IPA (Abd-El-
Khalick & Lederman, 2000).
Instruksi eksplisit diperlukan baik untuk mempersiapkan guru (Abd-El-
Khalick & Lederman, 2000) dan untuk mengarahkan siswa untuk memahami
hakikat IPA (Khishfe & Abd-El-Khalick, 2002). Membantu guru untuk fokus
pada hakikat IPA sebagai tujuan instruksional yang penting menghasilkan sifat
yang lebih eksplisit dari instruksi IPA (Lederman, Schwartz, Abd-El-Khalick &
Bell, 2001)

Aplikasi Dalam Program


Semua siswa IPA, apakah calon guru atau tidak, harus memiliki
pengetahuan tentang hakikat IPA sebagaimana didefinisikan dalam standar ini,
dan harus memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melibatkan siswa dalam
analisis kritis klaim ilmiah dan pseudoscientific dengan cara yang tepat. Ini
membutuhkan perhatian eksplisit pada hakikat IPA, sebagaimana didefinisikan
dalam standar ini, sebagai bagian dari persiapan guru IPA. Calon harus memiliki
banyak kesempatan untuk mempelajari dan menganalisis literatur yang berkaitan
dengan sejarah dan hakikat IPA, seperti The Demon Haunted World (Sagan,
1996); Great Feuds in Science (Hellman, 1998) Fakta, Penipuan dan Fantasi
(Goran, 1979) dan Struktur Revolusi Ilmiah (Kuhn, 1962).
Selain itu, mereka harus diminta untuk menganalisis, mendiskusikan dan
memperdebatkan topik dan laporan di media yang terkait dengan hakikat IPA dan
pengetahuan ilmiah dalam kursus dan seminar di seluruh program, tidak hanya
dalam konteks pendidikan. Siswa harus terlibat dalam penyelidikan aktif dan
analisis konvensi IPA sebagaimana tercermin dalam makalah dan laporan dalam
IPA, lintas bidang, untuk memahami persamaan dan perbedaan dalam metode dan
interpretasi dalam IPA, dan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan
temuan.
Calon diminta untuk menunjukkan bahwa mereka efektif dengan berhasil
melibatkan siswa dalam mempelajari hakikat IPA. Penilaian yang berkaitan
dengan pemahaman bisa termasuk kemungkinan-kemungkinan seperti
penyelesaian kursus studi independen, seminar atau penugasan; proyek; dokumen;
bacaan sumatif; atau analisis studi kasus. Penilaian keefektifan harus mencakup
setidaknya beberapa hasil siswa yang terbukti positif dalam studi yang berkaitan
dengan sifat IPA sebagaimana digambarkan oleh standar dalam kelompok ini.

Pendidikan IPA
Pengertian Pendidikan IPA
Pendidikan IPA menurut Tohari (1978:3) merupakan “usaha untuk
menggunakan tingkah laku siswa hingga siswa memahami proses-proses IPA,
memiliki nilai-nilai dan sikap yang baik terhadap IPA serta menguasi materi IPA
berupa fakta, konsep, prinsip, hokum dan teori IPA”.
Pendidikan IPA menurut Sumaji (1998:46) merupakan “suatu ilmu
pegetahuan social yang merupakan disiplin ilmu bukan bersifat teoritis melainkan
gabungan (kombinasi) antara disiplin ilmu yang bersifat produktif”.
Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan IPA
merupakan suatu usha yang dilakukan secara sadar untuk mengungkap gejala-
gejala alam dengan menerapkan langkah-langkah ilmiah serta untuk membentuk
kepribadian atau tingkah laku siswa sehingga siswa dapat memahami proses IPA
dan dapat dikembangkan di masyarakat.

Tujuan Pendidikan IPA


Pendidikan IPA menjadi suatu bidang ilmu yang memiliki tujuan agar
setiap siswa terutama yang ada di SMP memiliki kepribadian yang baik dan dapat
menerapkan sikap ilmiah serta dapat mengembangkan potensi yang ada di alam
untuk dijadikan sebagai sumber ilmu dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Dengan demikian pendidikan IPA bukan hanya sekedar teori akan tetapi
dalam setiap bentuk pengajarannya lebih ditekankan pada bukti dan kegunaan
ilmu tersebut. Bukan berarti teori-teori terdahulu tidak digunakan, ilmu tersebut
akan terus digunakan sampai menemukan ilmu dan teori baru. Teori lama
digunakan sebagai pembuktian dan penyempurnaan ilmu-ilmu alam yang baru.
Hanya saja teori tersebut bukan untuk dihapal namun di terapkan sebagai tujuan
proses pembelajaran. Melihat hal tersebut di atas nampaknya pendidikan IPA saat
ini belum dapat menerapkannya.
Perlu adanya usaha yang dilakukan agar pendidikan IPA yang ada
sekarang ini dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan awal yang akan dicapai,
karena kita tahu bahwa pendidikan IPA tidak hanya pada teori-teori yang ada
namun juga menyangkut pada kepribadian dan sikap ilmiah dari peserta didik.
Untuk itu maka kepribadian dan sikap ilmiah perlu ditumbuhkan agar menjadi
manusia yang sesuai dari tujuan pendidikan.
Pemberian pendidikan IPA di sekolah menengah bertujuan agar siswa
paham dan menguasai konsep alam. pembelajaran ini juga bertujuan agar siswa
dapat menggunakan metode ilmiah untuk menyelesaikan persoalan alam tersebut.
Pendidikan IPA atau IPA itu sendiri memiliki peran penting dalam
meningkatkan mutu pendidikan terutama dalam menghasilkan peserta didik yang
berkualitas yang mepunyai pemikiran kritis dan ilmiah dalam menanggapi isu di
masyarakat. Perkembangan IPA ini dapat menyesuaikan dengan era teknologi
informasi yang saat ini tengah hangat di bicarakan dalam dunia pendidikan.
Menyadari hal ini maka pendidikan IPA perlu mendapat perhatian,
sehingga dapat dilakukan suatu usaha yang di sebut modernisasi. Modernisasi
sendiri merupakan proses pergeseran sikap, cara berpikir dan bertindak sesuai
dengan tuntunan zaman. Dengan demikian modernisasi pendidikan IPA memiliki
upaya untuk mengubah system menjadi lebih modern dan akan terus berjalan
dinamis.

Standar Pendidikan IPA


Standar Pendidikan IPA Nasional menyajikan visi rakyat melek
secara ilmiah. Mereka menguraikan apa yang dibutuhkan siswa untuk
mengetahui, memahami, dan mampu melakukannya melek secara ilmiah di
kelas yang berbeda tingkat. Mereka menggambarkan sistem pendidikan di
mana semua siswa menunjukkan tingkat tinggi kinerja, di mana guru berada
diberdayakan untuk membuat keputusan penting untuk pembelajaran yang
efektif, di mana interlocking komunitas guru dan siswa fokus pada belajar
IPA, dan di mana program dan sistem pendidikan yang mendukung untuk
memelihara prestasi. Standard ini menunjuk ke arah masa depan yang
menantang tetapi dapat dicapai — itulah sebabnya mengapa mereka di didik
dari sekarang.
Maksud dari Standar itu bisa diungkapkan dalam satu kalimat:
Standar IPA untuk semua siswa. Ungkapan itu mewujudkan baik
keunggulan maupun kesetaraan. Standard ini berlaku untuk semua siswa,
tanpa memandang usia, jenis kelamin, latar belakang budaya atau etnis,
kecacatan, aspirasi, atau minat dan motivasi dalam IPA. Siswa yang berbeda
akan mencapai pemahaman dengan cara yang berbeda, dan berbeda siswa
akan mencapai derajat yang berbeda kedalaman dan luasnya pemahaman
tergantung pada minat, kemampuan, dan konteks. Tetapi semua siswa dapat
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dijelaskan dalam
Standar, bahkan sebagai beberapa siswa melampaui tingkat ini.
Dengan menekankan keunggulan dan kesetaraan, Standar ini juga
menyoroti kebutuhan untuk memberi siswa kesempatan untuk belajar IPA.
Siswa tidak dapat mencapai tingkat tinggi kinerja tanpa akses ke profesional
guru yang terampil, waktu kelas yang memadai, beragam materi
pembelajaran, akomodatif ruang kerja, dan sumber daya dari komunitas di
sekitar sekolah mereka. Tanggung jawab untuk menyediakan dukungan ini
jatuh pada semua yang terlibat dengan sistem Pendidikan IPA.
Menerapkan Standar akan membutuhkan perubahan besar dalam
banyak ilmu di pendidikan negara ini. Standar ini bertumpu pada premis
bahwa IPA adalah proses yang nyata. Belajar IPA adalah sesuatu yang siswa
lakukan, bukan sesuatu yang dilakukan untuk mereka. Kegiatan "Hands-
on", sementara penting, adalah tidak cukup. Siswa harus memiliki "pikiran-
on" pengalaman juga.
Standar ini menyerukan lebih dari "IPA sebagai proses, ”di mana
siswa belajar seperti keterampilan sebagai mengamati, menyimpulkan, dan
bereksperimen. Penyelidikan adalah pusat pembelajaran IPA. Ketika
terlibat dalam penyelidikan, siswa mendeskripsikan objek dan peristiwa,
mengaajukan pertanyaan, membangun penjelasan, menguji penjelasan
tersebut terhadap pengetahuan ilmiah saat ini, dan mengomunikasikan ide-
ide mereka kepada orang lain. Mereka mengidentifikasi asumsi mereka,
menggunakan kritis dan berpikir logis, dan mempertimbangkan alternatif
penjelasan. Dengan cara ini, siswa aktif mengembangkan pemahaman
mereka tentang IPA dengan menggabungkan pengetahuan ilmiah dengan
kemampuan berpikir dan berpikir.
Pentingnya pertanyaan tidak menyiratkan bahwa semua guru harus
mengejar satu pendekatan untuk mengajar IPA. Sama seperti Penyelidikan
memiliki banyak sisi yang berbeda, jadi guru perlu menggunakan banyak strategi
berbeda untuk mengembangkan pemahaman dan kemampuan dijelaskan dalam
Standar.

Standar Program Pendidikan IPA


Standar program pendidikan IPA menggambarkan kondisi yang
diperlukan untuk kualitas program IPA sekolah. Mereka fokus pada enam area:
 Konsistensi program IPA dengan standar lain dan di tingkat kelas.
 Dimasukkannya semua standar konten dalam berbagai kurikulum yang
sesuai perkembangan, menarik, relevan dengan kehidupan siswa,
terorganisir di sekitar penyelidikan, dan terhubung dengan mata pelajaran
sekolah lainnya.
 Koordinasi program IPA dengan pendidikan matematika.
 Ketentuan yang tepat dan memadai sumber daya untuk semua siswa.
 Ketentuan peluang yang adil agar semua siswa belajar standar.
 Pengembangan komunitas yang mendorong, mendukung, dan
mempertahankan guru.
Standar program menangani masalah di tingkat sekolah dan kabupaten
yang terkait dengan peluang bagi siswa untuk belajar dan peluang bagi para guru
untuk mengajar IPA. Tiga standar pertama membahas individu dan kelompok
yang bertanggung jawab atas desain, pengembangan, seleksi, dan adaptasi
program IPA — termasuk guru, kurikulum,direktur, administrator, penerbit, dan
komite sekolah. Tiga standar terakhir menggambarkan kondisi yang diperlukan
jika program IPA memberikan kesempatan yang tepat bagi semua siswa untuk
belajar IPA.
Setiap sekolah dan distrik harus menerjemahkan Standar Pendidikan IPA
Nasional ke dalam program yang mencerminkan konteks dan kebijakan lokal.
Standar program membahas perencanaan dan tindakan yang diperlukan untuk
memberikan pengalaman yang komprehensif dan terkoordinasi untuk semua siswa
di semua tingkatan kelas. Ini dapat dilakukan dengan banyak cara, karena Standar
tidak mendikte urutan, organisasi, atau kerangka kerja untuk program IPA.

Standar Sistem Pendidikan IPA


Standar sistem pendidikan IPA terdiri dari kriteria untuk menilai kinerja
sistem pendidikan IPA secara keseluruhan. Mereka mempertimbangkan tujuh
area:
 Kebersamaan kebijakan yang mempengaruhi pendidikan IPA dengan
pengajaran, pengembangan profesional, penilaian, konten, dan standar
program.
 Koordinasi ilmu pengetahuan mendidik berbagai kebijakan di dalam dan
di seluruh lembaga, lembaga, dan organisasi.
 Kelanjutan kebijakan pendidikan IPA dari waktu ke waktu.
 Penyediaan sumber daya untuk mendukung kebijakan pendidikan IPA.
 Ekuitas yang diwujudkan dalam kebijakan pendidikan IPA.
 Kemungkinan dampak kebijakan yang tak terduga pada pendidikan IPA.
 Pemikiran yang kembali dari individu untuk mencapai visi baru ilmu
pengetahuan yang diterangi dalam standar s.

Standar Isi menurut Permendiknas


Permendiknas no 26 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk SD/MI dan
SMP/MTs yang ditetapkan BNSP
I. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah
Ibtidaiyah (MI)
A. Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat
menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam
sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam
kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri
dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan
manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.
Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk
terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran
Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada
pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan
konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah
serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh
karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman
belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses dan sikap ilmiah.
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI
merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta
didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan
pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik
untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang
difasilitasi oleh guru.
B. Tujuan
Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut.
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
C. Ruang Lingkup
Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut.
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
II. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Menengah Pertama
(SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)
A. Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang
alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat
menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam
sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam
kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri
dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan
manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.
Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana untuk menjaga dan memelihara
kelestarian lingkungan. Di tingkat SMP/MTs diharapkan ada penekanan
pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) secara
terpadu yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat
suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara
bijaksana.
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah
serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh
karena itu pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pemberian
pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan
keterampilan proses dan sikap ilmiah.
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SMP/MTs
merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta
didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan
pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik
untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang
difasilitasi oleh guru.
B. Tujuan
Mata pelajaran IPA di SMP/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut.
1. Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya
2. Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam,
konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi, dan masyarakat
4. Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir,
bersikap dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga,
dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7. Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

C. Ruang Lingkup
Bahan kajian IPA untuk SMP/MTs merupakan kelanjutan bahan kajian IPA
SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1. Makhluk Hidup dan Proses Kehidupan
2. Materi dan Sifatnya
3. Energi dan Perubahannya
4. Bumi dan Alam Semesta
Inkuiri dalam Pendidikan IPA
Siswa dalam sains harus terlibat dalam penyelidikan di awal program sains
mereka dan seharusnya terus bertanya sepanjang persiapan mereka. Setelah
mencapai tingkat kenyamanan yang tinggi dengan Penyelidikan dengan cara ini,
siswa yang bersiap untuk menjadi guru sains atau spesialis harus hanya
menghadapi tugas belajar bagaimana menyesuaikan pertanyaan untuk anak-anak
Kemampuan untuk mendengarkan dan mengajukan pertanyaan yang
efektif selama mengajar adalah keterampilan yang tidak mudah bagi kebanyakan
orang untuk dikuasai. Keterampilan mendengarkan dan bertanya yang efektif
sangat penting untuk pengajaran yang sukses secara umum dan tidak perlu
dibatasi pada instruksi metode sains. Bahkan, seperti untuk pertanyaan, persiapan
inti dalam mendengarkan dan mempertanyakan keterampilan sebelum ilmu
khusus persiapan mungkin merupakan pendekatan yang paling efektif dan efisien
untuk mengembangkan keterampilan ini. Namun, kemampuan untuk mengajukan
pertanyaan yang konsisten dengan konvensi dan proses sains harus dikembangkan
secara khusus.
Karena pentingnya pertanyaan untuk penyelidikan, siswa di seluruh
bidang awal mereka pengalaman dan pengajaran siswa harus sangat peka terhadap
perilaku bertanya mereka. Mereka harus secara teratur menganalisis pengajaran
mereka sendiri untuk menentukan kekuatan dan kemampuan mereka secara tepat
kelemahan dalam bertanya. Ajaran rekan mungkin berguna tetapi dengan cara
yang terbatas, karena orang dewasa dapat merasa sulit memainkan peran anak
secara efektif. Individu yang bersiap untuk menjadi guru harus memiliki sebanyak
mungkin pengalaman bekerja dengan anak-anak. Di luar reaksi dari pengamat,
analisis diri melalui audiotape atau videotapes termasuk analisis perilaku bertanya
sangat tinggi direkomendasikan.
Pertanyaan menuntut keterampilan dalam analisis data dan penilaian hasil
untuk mencapai kesimpulan yang masuk akal dan valid. Sebagaimana dibahas
dalam standar sebelumnya, mahasiswa ilmu pengetahuan harus diberikan
kesempatan reguler untuk analisis data selama persiapan konten mereka. Mereka
harus memperoleh tingkat kemahiran yang wajar dalam mengumpulkan dan
menganalisis data dalam berbagai format (terbuka dan tertutup), dan harus dapat
menggunakan kriteria ilmiah untuk membedakan valid dari kesimpulan yang tidak
valid. Guru yang efektif dapat menyesuaikan kegiatan mengajar untuk
menciptakan peluang untuk penyelidikan dari kegiatan stok yang tidak terfokus
pada inkuiri.
Karena sifat penyelidikan sosial dan kolaboratif itu penting, siswa dalam
program persiapan guru sains harus diberikan kesempatan untuk bekerja bersama
dan terpisah. Strategi untuk kerja kelompok, termasuk aturan untuk mengatur
kerja dalam tim proyek, harus menjadi bagian dari instruksi baik dalam pekerjaan
sains dan dalam pendidikan. Siswa yang memasuki pengajaran harus memberikan
bukti efektivitas dalam mengatur dan bekerja dengan kelompok penyelidikan.
Pengalaman lapangan untuk calon guru harus luas. Program harus
mensyaratkan bukti bahwa kandidat mereka dapat membuat penilaian yang baik
berkenaan dengan kemampuan peserta didik, dan menggunakan strategi untuk
belajar penemuan, inkuiri terbimbing dan penyelidikan terbuka sesuai dengan
pengalaman para pembelajar dan konteks kelas.
Program pendidikan guru terbaik menunjukkan integrasi sains yang kuat
dengan pendidikan. Kursus konten mencakup kesempatan untuk penyelidikan dan
teratur membutuhkan pemikiran kritis dan identifikasi pertanyaan yang bisa
diteliti pada tingkat yang sesuai. Analisis data secara teratur diperlukan sebagai
bagian dari proses belajar sains daripada mendukung pembelajaran konten atau
dalam kegiatan laboratorium sesekali. Kursus pendidikan sains dan pengalaman
dengan anak-anak mendokumentasikan bahwa kandidat melampaui pembelajaran
mekanistik dari proses ilmu pengetahuan ke pengembangan sikap dan disposisi
yang lebih holistik terhadap inkuiri
Guru IPA melibatkan siswa baik dalam studi berbagai metode
penyelidikan ilmiah dan dalam pembelajaran aktif melalui penyelidikan ilmiah.
Mereka mendorong siswa, secara individu dan kolaboratif, untuk mengamati,
mengajukan pertanyaan, merancang pertanyaan, dan mengumpulkan serta
menginterpretasikan data secara berurutan untuk mengembangkan konsep dan
hubungan dari pengalaman empiris. Untuk menunjukkan bahwa mereka siap
untuk mengajar melalui penyelidikan, guru ilmu pengetahuan harus menunjukkan
bahwa mereka:
a. Memahami proses, prinsip, dan asumsi dari berbagai metode penyelidikan
terkemuka untuk pengetahuan ilmiah.
b. Libatkan siswa dengan berhasil dalam pertanyaan yang sesuai dengan
perkembangan yang membutuhkannya untuk mengembangkan konsep dan
hubungan dari pengamatan, data, dan kesimpulan mereka secara ilmiah.
Tinjauan literatur ilmiah menunjukkan bahwa penyelidikan ilmiah terdiri
dari lebih dari satu rangkaian langkah yang disebut "metode ilmiah." Para
ilmuwan dapat menggunakan berbagai strategi dan proses untuk menyelesaikan
berbagai jenis masalah. Salah satu tujuan utama pendidikan IPA, menurut
Benchmark for Scientific Literacy (AAAS, 1993) dan National Science Education
Standards (NRC, 1996) adalah untuk memungkinkan siswa menggunakan
pertanyaan untuk menyelesaikan masalah yang menarik bagi mereka.
Kemampuan untuk terlibat dalam penyelidikan efektif menggunakan metode yang
dapat dipertahankan secara ilmiah dianggap sebagai ciri literasi IPA
Penyelidikan yang benar membutuhkan penggunaan keterampilan berpikir
tingkat tinggi non-algoritmik dan kompleks untuk mengatasi masalah terbuka
(Resnick, 1987). Beberapa solusi mungkin bisa dilakukan, dan pengejar harus
menggunakan beberapa, kadang-kadang bertentangan, kriteria untuk
mengevaluasi tindakan dan temuannya. Penyelidikan ditandai oleh tingkat
ketidakpastian tentang hasil. Permintaan sejati berakhir dengan elaborasi dan
penilaian yang bergantung pada proses penalaran sebelumnya.
Dalam pendidikan IPA, penyelidikan dapat mengambil sejumlah bentuk:
pembelajaran penemuan, di mana guru menetapkan masalah dan proses tetapi
memungkinkan siswa untuk memahami hasil mereka sendiri, mungkin dengan
bantuan dalam bentuk pertanyaan utama; inkuiri terbimbing, di mana guru
mengajukan masalah dan dapat membantu para siswa dalam merancang
penyelidikan dan memahami hasilnya; dan penyelidikan terbuka, di mana guru
hanya menyediakan konteks untuk memecahkan masalah yang kemudian
diidentifikasi dan dipecahkan oleh siswa (Trowbridge & Bybee, 1990)
Ketiga pendekatan ini terletak pada suatu kontinum tanpa batas di antara
mereka. Apa yang umum untuk semua dari mereka adalah bahwa mereka
membutuhkan siswa untuk memecahkan masalah asli (kepada mereka) dengan
mengamati dan mengumpulkan data dan membangun kesimpulan dari data.
Bentuk pertanyaan yang lebih maju mengharuskan siswa untuk mengajukan
pertanyaan yang dapat ditangani oleh penelitian, eksperimen desain, dan
mengevaluasi kesimpulan. Guru yang menggunakan pertanyaan secara efektif
cenderung lebih tidak langsung, mengajukan pertanyaan yang lebih terbuka,
memimpin daripada mengarahkan, dan merangsang lebih banyak diskusi siswa-
ke-siswa (Brophy & Good, 1986). Secara umum, semakin muda si anak, semakin
konkrit pertanyaannya.
Siswa yang belajar melalui inkuiri mendapatkan pemahaman yang lebih
dalam tentang konsep yang dihasilkan daripada ketika konsep yang sama
disajikan melalui ceramah atau bacaan. Ini telah menyebabkan prinsip yang
kurang lebih: Mengajarkan konsep yang lebih sedikit dengan kedalaman yang
lebih besar akan menghasilkan panjang yang lebih baik pengertian istilah daripada
mencakup banyak konsep secara dangkal. Selain itu, siswa akan mendapatkan
keterampilan penyelidikan dan sikap ilmiah yang diinginkan oleh standar, dan
mendapatkan pengetahuan yang lebih besar tentang bagaimana penelitian ilmiah
sebenarnya dilakukan.

Aplikasi dalam Program


Calon dalam program persiapan guru IPA harus diberikan beberapa
peluang untuk memecahkan masalah terbuka menggunakan metode ilmiah yang
tepat. Peluang-peluang ini harus ada dalam program konten IPA mereka, tetapi
juga harus mendasar dalam persiapan metode IPA mereka. Banyak calon masuk
mengajar karena mereka ingin memberikan pengetahuan: Tidak mudah bagi
mereka untuk memimpin siswa dengan mendengarkan dan bertanya, dan
memungkinkan siswa untuk menyimpulkan solusi yang diusulkan untuk masalah.
Latihan itu penting.
Persiapan guru untuk tingkat dasar, terutama generalis, harus memerlukan
kursus IPA universitas berbasis inkuiri. Stalheim-Smith dan Scharmann (1996)
dan Stoddart, Connell, Stofflett dan Peck (1993) menemukan bahwa penggunaan
metodologi pengajaran konstruktivis dan siklus belajar, metode yang umumnya
berbasis inkuiri, meningkatkan pembelajaran bagi para kandidat dalam pendidikan
dasar. Kursus semacam itu juga dapat meningkatkan tingkat kepercayaan
generalis, yang sering tidak percaya diri dalam kemampuan mereka untuk
melakukan IPA.
Program sekunder juga harus sangat menekankan penyelidikan dan
memperhatikan dengan saksama mempersiapkan guru untuk secara efektif
memimpin siswa dalam kegiatan tersebut. Semua program harus memberikan
instruksi yang jelas dalam sifat penyelidikan serta aplikasinya. Seperti sifat IPA,
penyelidikan tidak dipelajari dengan baik hanya melalui latihan. Secara umum,
istilah "metode ilmiah" (untuk metode hipotetis-deduktif) harus dihindari, karena
dapat menyebabkan siswa percaya bahwa hanya ada satu cara untuk melakukan
penyelidikan ilmiah. Studi induktif telah memainkan peran penting dalam
IPA, seperti halnya pemodelan matematika dan komputer. Hipotesis tidak
digunakan secara formal oleh para ilmuwan di semua penelitian, atau eksperimen
per se substansi dari semua penelitian. Calon harus mempelajari kasus di mana
pendekatan yang berbeda untuk penyelidikan digunakan dalam IPA, dan harus
berusaha untuk mengkomunikasikan perbedaan tersebut kepada siswa mereka
Peran guru tidak hanya melibatkan siswa dalam penyelidikan untuk
mengembangkan pengetahuan konsep dan keterampilan proses mereka, tetapi juga
untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang bagaimana penyelidikan ilmiah
dilakukan, dan bagaimana keputusan dibuat dalam IPA. Dalam hal ini, standar
inkuiri tumpang tindih dan mendukung sifat standar IPA.
Pertanyaan menuntut keterampilan dalam analisis data dan penilaian hasil
untuk mencapai kesimpulan yang masuk akal dan valid. Calon harus mampu
menunjukkan tidak hanya bahwa mereka tahu dan memahami mode penyelidikan
ilmiah yang umum dan berbeda, tetapi juga bahwa mereka dapat dan secara
efektif melibatkan siswa dalam pertanyaan. Mereka harus dapat menunjukkan
keefektifan mereka melalui profil data siswa atau cara serupa yang efektif dalam
melakukan kegiatan tersebut.

Kesimpulan
Carin dan Sund (1993) dalam Puskur-Depdiknas (2006) mendefinisikan
IPA sebagai “pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku
umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”.
Tujuan pembelajaran IPA adalah siswa memiliki tiga kemampuan dasar
IPA, yaitu: (1) kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati, (2) kemampuan
untuk memprediksi apa yang belum terjadi, dan kemampuan untuk menguji tindak
lanjut hasil eksperimen, (3) dikembangkannya sikap ilmiah.
Pendidikan IPA merupakan suatu usha yang dilakukan secara sadar untuk
mengungkap gejala-gejala alam dengan menerapkan langkah-langkah ilmiah serta
untuk membentuk kepribadian atau tingkah laku siswa sehingga siswa dapat
memahami proses IPA dan dapat dikembangkan di masyarakat.
Daftar Pustaka

Depdiknas. (2006). Model Pembelajaran Terpadu IPA SMP/MTs. SMP LB. Pusat
Kurikulum Balitbang Diknas

National Science Education Standards (1996). National Committee on Science


Education Standards and Assessment, National Research Council.
Washington, DC: National Academy Press hal 7-8.

National Science Teachers Association (NSTA) Revised (2003). Inquiry.


Washington, DC: National Academy Press hal 17- 19

National Science Teachers Association (NSTA) Revised (2003). Nature of Sains.


Washington, DC: National Academy Press hal 16-17

National Science Teachers Association (NSTA).(1998). Inquiry. hal 13-16

National Science Teachers Association (NSTA).(1998). Nature of Sains. hal 9-11.

Permendiknas No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, untuk IPA SD/MI dan
SMP/MTs

Sumaji, Soehakso, Mangun Wijaya, dkk. (1998). Pendidikan Sains yang


Humanistis. Yogyakarta: Kanisus

Suyoso, Suharto dan Sujoko. (1998). Ilmu Alamiah Dasar. Yogyakart: IKIP
Thohari Mustamar. (1978). Program Pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam.
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai