Anda di halaman 1dari 61

Dinamika Lagrange dan Hamilton

D
I
S
U
S
U
N

Oleh
KELOMPOK 5

NURDIANITA FONNA NIM. 8186175002


RAHMA NASUTION NIM. 8186175004

Kelas : S-2 PEND. FISIKA Reg. A 2018


M.Kuliah : MEKANIKA

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat–Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah “Dinamika
Lagrange dan Hamilton’’.
Dalam penyusunan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Prof. Dr. Nurdin Bukit, M.Si dan Dr. Eva Marlina Ginting, M.Si selaku
dosen pengampu mata kuliah Mekanika yang telah membimbing dalam
pembuatan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah
ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca
sangat diharapkan untuk perbaikan makalah ini. Akhirnya penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaaat bagi pembaca.

Medan, 15 Mei 2019

Penulis,

Kelompok 5

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada bab-bab sebelumnya, secara jelas telah menunjukkan dan
menetapkan pentingnya hukum newton.Dengan menggunakan hukum kedua
Newton dan mengetahui kondisi awal, kita dapat memperoleh persamaan gerak
dari sistem tertentu dan menggambarkan gerak dari sistem. Hukum Newton dapat
digunakan hanya jika semua gaya yang bekerja pada sistem diketahui, yaitu
kondisi dinamik diketahui.
Dua metode yang berbeda, persamaan Lagrange dan persamaan Hamilton
dikembangkan untuk menangani masalah tersebut. Kedua teknik ini bukan hasil
dari teori – teori baru. Tetapi berasal dari hukum kedua Newton yang menawarkan
banyak kemudahan dalam menangani masalah yang sangat sulit yang bersifat
fisik. Pertama, teknik ini menggunakan koordinat umum.
Artinya, bukannya terbatas pada penggunaan koordinat persegi panjang atau
kutub dan sejenisnya, kuantitas yang cocok, seperti kecepatan, momentum linier,
momentum sudut, atau (panjang), digunakan dalam memecahkan masalah.
Koordinat umum seperti biasanya dilambangkan dengan qk, dimana q1 mungkin v,
q, mungkin x, q3 mungkin sudut 0, dan sebagainya. Dalam formalisme Lagrange
koordinat umum yang digunakan adalah posisi dan kecepatan, yang menghasilkan
orde kedua persamaan diferensial linear. Dalam formalisme Hamilton koordinat
umum digunakan adalah posisi dan momentum , sehingga orde pertama
persamaan diferensial linear. Metode ini tidak hanya membantu dalam
memecahkan persamaan gerak yang menggambarkan sistem, tetapi juga dapat
digunakan untuk menghitung kendala dan gaya reaksi.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada makalah ini ialah:
1. Bagaimana Persamaan Dinamika Lagrange ?
2. Bagaimana PersamaanDinamika Hamilton?
3. Apa saja Aplikasi metode Lagrange dan Hamilton pada persamaan fisika ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan pada makalah ini ialah:
1. Untuk mengetahui Persamaan Dinamika Lagrange
2. Untuk mengetahui Persamaan Dinamika Hamilton.
3. Untuk mengetahui aplikasi metode Lagrange dan Hamilton pada
persamaan fisika

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Metode Lagrange

Permasalahan sistem pegas dengan massa yang ada di ujung pegas dapat
diselesaikan dengan menggunakan F=m a yang dapat dituliskan dengan
m ẍ =−k x. Solusi persamaan ini adalah fungsi sinusoidal. Diyakini bahwa untuk
menyelesaikan soulusi ini ada metode selain menggunakan F=m a adalah hanya
memperhatikan kuantitas fisik energi kinetik dan energi potensial.
Solusi umum Lagrangian adalah
L=T +V
dengan, T = energi kinetik ; V = energi potensial

Gambar 2.1 Sistem pegas


Pada sistem pegas berlaku persamaan Hooke : F=−kx
Persamaan gerak pegas diberikan oleh persamaan :
F=m a
−k x=m ẍ
atau dapat ditulis,
d2 x
m +kx =0
dt 2
d
m ( ẋ ) +kx=0
dt
d
m ẋ=−kx
dt
sehingga, persamaan Euler Lagrangian
d ∂L ∂L
( )
dt ∂ ẋ
=
∂x
Solusi persamaan gerak menggunakan metode Lagrange dapat dicari dengan
melihat persamaan Euler Lagrange dan persamaan gerak pegas di atas yaitu :
∂L ∂L
=m ẋ ; =−kx
∂ ẋ ∂x
Kemudian dicari solusi masing-masing persamaan (5) menjadi :
∂L
=m ẋ
∂ ẋ
∂ L=m ẋ ∂ ẋ

∫ ∂ L=m∫ ẋ d ẋ
L=m ( 12 ẋ )
2

1
T = m ẋ 2
2

∂L
=−kx
∂x
∂ L=−kx ∂ x

∫ ∂ L=−k ∫ x dx
L=−k ( 12 x )2

−1 2
V= kx
2
Jadi solusi persamaan gerak pegas
1 1
L= m ẋ2 − k x 2
2 2
Dengan metode Lagrange ini kita dapat mencari solusi persamaan gerak dan juga
kita dapat mencari persamaan gerak dari solusi persamaan geraknya (lihat
persamaan 6), dan persamaan geraknya diberikan oleh persamaan Euler Lagrange
(lihat persamaan 4). Diperoleh :
d ∂ 1 1 ∂ 1 1
( (
dt ∂ ẋ 2
m ẋ2 − k x2 =
2 ∂x 2)) (
m ẋ 2− k x 2
2 )
d 1 1
dt 2( )
m 2 ẋ = k 2 x
2
d
m ẋ=−kx
dt
d ẋ
m =−kx
dt

m ẍ =−kx
2.2 Generalisasi Koordinat

Untuk mencari posisi sebuah partikel, kita membutuhkan tiga koordinat.


Koordinat ini bisa koordinat Cartesian x, y, dan z, koordinat silinder r, θ , dan z ,
koordinat bulat r, θ , dan ∅, atau tiga lainnya yang sesuai koordinat. Jika ada
beberapa pembatasan atau kendala pada gerakan partikel, kita membutuhkan
kurang dari tiga koordinat. Sebagai contoh, jika sebuah partikel dibatasi untuk
bergerak pada permukaan pesawat, hanya dua koordinat yang memadai,
sementara jika partikel dibatasi untuk bergerak pada garis lurus, hanya satu
koordinat sudah cukup untuk menggambarkan gerakan partikel.
Mari kita mempertimbangkan sistem mekanis yang terdiri dari partikel N.
Untuk menentukan posisi sistem tersebut pada waktu tertentu, kita perlu vektor N,
sedangkan vektor masing – masing dapat dijelaskan oleh tiga koordinat. Dengan
demikian, secara umum, kita perlu 3N koordinat untuk menggambarkan sistem
mekanis yang diberikan. Jika ada kendala, jumlah koordinat yang diperlukan
untuk menentukan sistem akan berkurang. Sebagai contoh, misalkan sistem
adalah benda kaku, jarak antara partikel yang berbeda adalah tetap. Dari jumlah
tersebut enam, tiga koordinat memberikan posisi beberapa titik acuan yang
nyaman dalam benda, biasanya pusat massa sehubungan dengan asal – usul
beberapa sistem koordinat yang dipilih, dan tiga koordinat lainnya
menggambarkan orientasi tubuh dalam ruang.
Kami tertarik dalam menemukan jumlah minimum koordinat yang
dibutuhkan untuk menggambarkan sistem partikel N. Biasanya, kendala pada
setiap sistem yang diberikan dijelaskan dengan cara Persamaan misalkan ada
sejumlah m dari persamaan tersebut yang menggambarkan kendala. Jumlah
minimum koordinat n diperlukan untuk sepenuhnya menggambarkan gerak atau
konfigurasi sistem tersebut pada suatu waktu tertentu diperoleh dengan

n = 3N – m

Dimana n adalah jumlah derajat kebebasan sistem. Hal ini tidak perlu
bahwa koordinat n harus persegi panjang, silinder, atau koordinat lengkung
lainnya. Karena kenyataannya, n bisa parameter apa saja, seperti panjang,
(panjang)2, sudut, energi, kuantitas tanpa berdimensi, atau kuantitas lainnya,
asalkan benar – benar menggambarkan konfigurasi sistem. Nama umum koordinat
yang diberikan untuk setiap set jumlah yang benar – benar menggambarkan
keadaan atau konfigurasi sistem. Koordinat N yang digeneralisasi tersebut lazim
ditulis sebagai

q 1 . q 2 . q3 … q n

Atau

q n dimana k = 1, 2, 3, n

Generalisasi koordinat n tidak dibatasi oleh kendala. Jika koordinat masing


– masing dapat bervariasi secara independen dari yang lain, sistem ini dikatakan
holonomik. Dalam sistem nonholonomik, koordinat tidak dapat bervariasi secara
independen. Oleh karena itu dalam sistem tersebut jumlah derajat kebebasan
adalah kurang dari jumlah minimum yang diperlukan koordinat untuk
menentukan konfigurasi sistem.
Koordinat umum dari sistem adalah bahwa yang menghasilkan persamaan
gerak yang mengarah ke interpretasi gerak yang mudah. Generalisasi koordinat q k,
membentuk ruang konfigurasi, dengan masing – masing dimensi diwakili oleh
koordinat qk. Jalur sistem diwakili oleh kurva dalam ruang konfigurasi. Dalam
analogi dengan koordinat Cartesian, kita dapat menentukan turunan dari q k, yaitu
q 1 , q 2 , … , q k sebagai kecepatan umum.
Mari kita mempertimbangkan partikel tunggal yang persegi panjang
koordinat x, y, dan z adalah fungsi dari koordinat umum q 1 , q 2 , dan q 3, yaitu:
x=x ( q1 , q2 , q3 ) =x (q k )

y= y ( q 1 ,q 2 ,q 3 )= y ( qk )

z=z ( q1 , q2 , q3 ) =z (q k )

Misalkan perubahan sistem dari konfigurasi awal yang diberikan oleh ( q 1 ,q 2 , q 3 )


ke konfigurasi lingkungan yang diberikan oleh (q 1+ δ q 1, q2 +δ q2 , q3 , δ q3 ). Kita
dapat mempernyatakan perubahan yang sesuai dalam koordinat Cartesian melalui
hubungan berikut:

n
∂x ∂x ∂x ∂x
∂ x= ∂ q 1+ ∂ q2 …+ ∂ qk =∑ ∂ qk
∂ q1 ∂ q2 ∂ qk k=1 ∂ qk

Dengan pernyataan yang sama untuk δy dan δz , dimana n adalah sama dengan tiga

∂x
dan derivatif parsial , …. , merupakan fungsi dari q. Nilai n tergantung pada
∂ qk
derajat kebebasan. Misalnya, jika tidak ada kendala, m =0, dan dari persamaan
(10.1) untuk N=1, n=3, seperti yang kita gunakan di atas, n akan kurang dari 3
jika ada kendala pada sistem.
Mari kita mempertimbangkan kasus yang lebih umum dimana sistem
mekanis terdiri dari sejumlah besar partikel yang memiliki derajat kebebasan n.
Konfigurasi sistem ditentukan oleh koordinat umum q 1 , q 2 , … q n. Misalkan
konfigurasi perubahan sistem dari (q ¿ ¿ 1, q 2 , … q n) ¿ ke konfigurasi baru
(δ q1 +δ q1 , q 2+ δ q2 , q3 + δ q2 , … q3 +δ q3 ). Koorinat Cartesian dari partikel i berubah
dari ( x i , y i , zi ) ke ( x i +δ x i , y i+ δy , z i+ δ z i). Perpindahan δ x i , δ yi , dan δ z i dapat
dinyatakan dalam hal koordinat umum qk seperti:
n
∂ xi ∂x ∂x ∂x
∂ x i= ∂ q 1+ i ∂ q2 …+ i ∂q 3=∑ ∂ qk
∂ q1 ∂ q2 ∂ q3 k =1 ∂ q k

Dengan pernyataan yang sama untuk δy ,dan δ z i . Sekali lagi turunan


parsial adalah fungsi dari koordinat umum qk.

Hal ini penting untuk membedakan antara dua jenis perpindahan aktual d r i
, dan perpindahan yang sesungguhnya (bukan faktual atau nama) d r i. Misalkan
massa m, yang bertindak dengan kekuatan eksternal F, dan menyebabkan massa
m, yang berpindah dari r i ke r i + dr , dalam interval waktu dt. Sebagai contoh,
bandul pendulum dari panjang 1 bisa pindah dari ( l ,θ ) ke(l , θ+δθ) dalam interval
waktu yang sewenang – wenang selama bandul tetap pada busur lingkaran dari
radius l. Jadi δr dan δq adalah perpindahan yang sesungguhnya. Kita akan
menggunakan prinsip kerja yang sesungguhnya di bawah ini. Kita akan
menyebabkan perpindahan δr yang sesungguhnya, sehingga menghasilkan yang
sesungguhnya δw. Pada dasarnya, dalam pemindahan tersebut, orientasi relatif
dan jarak antara partikel tetap tidak berubah.

2.3 Generalisasi Gaya


Pertimbangkan gaya F yang bekerja pada sebuah partikel tunggal dari
massa m dan menghasilkan perpindahan yang sesungguhnya partikel δR. Usaha
yang dilakukan δW pada gaya ini dikemukakan dengan
δW =F . δr=−F x δx+ F y δzs

Dimana F x , F y , dan F z adalah komponen persegi panjang dari F. Kita dapat


menyatakan pemindahan δx , δy ,dan δz dalam koordinat umum qk. Dengan
menggunakan persamaan (10.4) dan (10.6) kita dapat menulis

n
∂x ∂y ∂z
δW =∑ F x
k=1
( ∂ qk
+Fy
∂ qk
+Fz
∂ qk)∂ qk

n
¿ ∑ Qk ∂ q k
k=1

∂x ∂y ∂z
Q k =F x +F y +Fz
∂ qk ∂ qk ∂ qk

Dimana qk disebut gaya umum terkait koordinat umum qk. Dimensi qk tergantung
pada dimensi qk. Dimensi δ qk adalah dari gaya tersebut. Jika kenaikan δ qk
memiliki dimensi jarak, qk memiliki dimensi kekuatan, jika qk memiliki dimensi
sudut θ , q k akan memiliki dimensi torsi τθ. Hal ini dapat menunjukkan bahwa
kuantitas δ qk dan jumlah δx , δy ,dan δz disebut perpindahan yang sesungguhnya
sistem karena tidak perlu pemindahan tersebut mewakili perpindahan aktual.

Sistem Partikel

Mari kita menerapkan ide – ide sebelumnya untuk kasus umum dari sebuah sistem
yang terdiri dari partikel N yang berperan sebagai gaya F ,( i=1, 2 , … , N ). Total
usaha yang dilakukan δW untuk perpindahan yang sesungguhnya δ r i sistem
adalah
N N
∂ W =∑ Fi ∂ r i=∑ F xi ∂ x i+ F yi ∂ y i + F z ∂ zi
i=1 i=1

Sekali lagi, mengungkapkan perpindahan yang sesungguhnya dlam hal koordinat


umum, dengan menggunakan persamaan (10.5), maka kita peroleh

N n
∂ xi ∂ yi ∂z
∂ W =∑
i=1 k=1 [ (
∑ F xi
∂ qk
+ F yi
∂ qk ∂ qk )
+ F zi i ∂ q k
]
n
∂ W =∑ Qk ∂ qk
k=1

Atau

N
∂ xi ∂ yi ∂ zi
Q k =∑ F xi
i=1
( ∂ qk
+ F yi
∂ qk
+ F zi
∂ qk )
Qk disebut kekuatan umum terkait dengan koordinat umum qk. Sekali lagi,
dimensi dari Qk kekuatan umum tergantung pada dimensi qk tetapi hasil Qkqk
selalu berlaku.

Sistem Konservatif

Meri kita menuliskan pernyataan terhadap generalisasi gaya yang


konservatif. Misalkan medan gaya konservatif diwakili oleh fungsi potensial
V =V ( x , y , z ). Komponen persegi panjang dari gaya yang bekerja pada sebuah
partikel dikemukakan Dengan
∂V ∂V ∂V
F x =− F x=− F x =−
∂ x' ∂x' ∂x (10.13)
Pernyataan Qk untuk generalisasi gaya dikemukakan dengan Persamaan
(10.8) menjadi:
∂ xi ∂ yi ∂ zi
Qk =F xi +F yi +F zi
∂qk ∂ qk ∂ qk
∂V ∂ x ∂V ∂ y ∂ V ∂ z
Qk =− (+ +
∂ x ∂ qk ∂ y ∂ qk ∂ z ∂qk ) (10.14a)
Pernyataan dalam tanda kurung adalah turunan parsial dari fungsi V
sehubungan dengan Qk yakni :
∂V
Qk =−
∂qk (10.14b)
Hal imi menunjukkan hubungan antara generalisasi gaya dan potensial
yang memperlihatkan system konservatif.

Contoh 2.1
Perhatikan gerak sebuah partikel massa m bergerak dalam pesawat.
Dengan menggunakan koordinat kutub pesawat (r, O) sebagai koordinat umum,
hitunglah :

(a) Perpindahan
δ x dan δ y
(b) Kekuatan umum untuk partikel yang berperan sebagai gaya

F=^i F x + ^j F y + k^ F z
Penyelesaian :

Karena koordinat kutub pesawat (r, O) adalah koordinat umum q1 =r dan


q 2=θ
∂x ∂x
x=x (r ,θ )=r cosθ =cosθ , =−r sin θ
∂r ∂θ (i)
∂y ∂y
y= y (r , θ )=r cos θ =sin θ , =−r cos θ
∂r ∂θ (ii)
(a) Perubahan pada koordinat Kartesius
∂x ∂x
∂ x= ∂ r+ ∂ θ=cos θ
∂r ∂θ
∂ r−r sin θ ∂ θ (iii)
∂y ∂y
∂ y= ∂r+ ∂ θ=sin θ
∂r ∂θ
∂ r +r cos θ ∂ θ (iv)
(b) Dari definisi generalisasi gaya, kita peroleh
∂x ∂y ∂z
Qk =F x +F y +F z
∂q k ∂ qk ∂q k (i)
∂x ∂y
Qr =F x +Fy =F x cos θ+ F y sin θ=F r
∂r ∂r (ii)
∂x ∂y
Q θ =F x +F y =−rF x sin θ+rF y cos θ
∂θ ∂θ (iii)
Qθ =r (−F x sin θ+F y cosθ=rF θ )
(iv)

2.4. Persamaan Langerang Gerak Pada Partikel Tunggal


Untuk menggambarkan gerak sebuah partikel tunggal dengan cara
persamaan ditulis dalam bentuk koordinat umum. Hal ini membawa kita untuk
persamaan Lagrange. Kita bisa mulai dengan Hukum Kedua Newton, F = ma.
Tapi lebih mudah untuk memulai dengan ekspresi untuk istilah energi kinetik T
pada koordinat Cartesian dan kemudian menuliskan T pada koordinat umum.
(perhatikan bahwa kita menggunakan T koordinat Cartesian, sementara qx,
q2….qn adalah koordinat umum. Energi kinetik dari partikel dalam koordinat
Cartesian adalah :
1
T = m ( ẋ 2 + ẏ 2 + ż 2 )
2 (10.15)
Karena
x=x ( q1 , q 2 , .. .. . .. . q3 )=x (q )
(10.16)
Demikian pula
y= y ( q ) , z=z ( q ) (10.17)
Kita dapat mengevaluasi ẋ dalam hal qk dengan prosedur berikut:
∂ x ∂ q1 ∂ x ∂ q2 ∂ x ∂ qn
ẋ= + +.. ..+
∂ q1 ∂ t ∂q 2 ∂ t ∂q n ∂t
n ∂ x ∂q k n ∂x
ẋ=∑k =1 =∑k =1 q̇ = ẋ ( q , q̇ )
∂ qk ∂t ∂ qk k (10.18)
Jadi kita dapat menggambarkan berbagai komponen kecepatan dalam

koordinat umum
q k dan kecepatan umum q̇ k yaitu :

ẋ= ẋ ( q , q̇ ) , ẏ= ẏ ( q , q̇ ) , ż= ż ( q , q̇ ) (10.19)


Kita sekarang dapat menulis persamaan (10.15) untuk energi kinetik sebagai
berikut:
1
T = m [ ẋ 2 ( q , q̇ ) + ẏ 2 ( q , q̇ ) + ż 2 ( q , q̇ ) ]
2 (10.20)
Mengambil derivative sehubungan dengan kecepatan umum
q̇ k ,

∂T ∂ ẋ ∂ ẏ ∂ ż
∂ q̇ k (
=m ẋ + ẏ + ż
∂ q̇ k ∂ q̇ k ∂ q̇k ) (10.21)
Dengan menggunakan persamaan (10.18), kita dapat menuliskan :
∂ ẋ ∂ x
=
∂q k ∂q k (10.22)
∂x

Perhatikan bahwa ∂q k adalah koefisien k dalam x ẋ pada persamaan
(10.18). subsitusikan dan ekspresi yang sama dalam istilah lain dalam persamaan
(10.21),
∂T ∂ ẋ ∂ ẏ ∂ ż
∂ q̇ k (
=m ẋ + ẏ + ż
∂ q̇ k ∂ q̇ k ∂ q̇k ) (10.23)
Sekarang membedakan kedua sisi dari persamaan diatas terhadap t :
d ∂T ∂x ∂y ∂z d ∂x d ∂y
( )
dt ∂ q̇ k
=m ẍ
∂ qk
+m ÿ
∂ qk
+m z̈
∂ qk
+m ẋ
( )
dt ∂ qk
+m ẏ
( )
dt ∂q k
d ∂x
+m ż
( )
dt ∂ qk
(10.24)
Untuk menyederhanakan tiga istilah terakhir di sisi kanan, kita menggunakan

d ∂
fakta bahwa dt dan ∂q k yang dipertukarkan
d ∂x dx ∂ ẋ
( ) ( )
= ∂ =
dt ∂q k ∂q k dt ∂ qk
(10.25)
Dengan demikian istilah keempat di sebelah kanan persamaan (10.24) dapat
ditulis sebagai :
d ∂x ∂ ẋ 1 2
m ẋ
( )
dt ∂q k
=m ẋ = ∂
∂ q k ∂q k 2 (
m ẋ ) (10.26)
Dengan ekspresi yang sama untuk istilah lainnya. Juga mencatat bahwa:
F x =m ẍ F y =m ÿ F z =m z̈ (10.27)
Kombinasikan persamaan (10.15) dan (10.26) dengan persamaan (10.24),
diperoleh:
d ∂T ∂x ∂y ∂z ∂
( )
dt ∂q k
=F x
∂q k
+F y
∂ qk
+F z +
∂q k ∂q k
1
[ 2
2 2 2
m ( ẋ + ẏ + ż ) ] (10.28)
Menggunakan defenisi gerak umum dan energy kinetic diperoleh persamaan
(10.8) dan (10.20)
∂x ∂y ∂z
Qk =Fx + Fy +Fz
∂q k ∂q k ∂q k (10.8)
1
T= [ 2
m ( ẋ 2 ( q , q̇ ) + ẏ 2 ( q , q̇ ) + ż 2 ( q , q̇ ) ) ] (10.20)
Pada persamaan (10.28) diberikan:
d ∂T ∂T
( )
dt ∂q k
=Q k +
∂ qk
(10.29)
Persamaan diffensial pada koordinat umum menggambarkan gerak partikel
sebagai gerak persamaan Lagrange. Persamaan Lagrange mengambil bentuk yang
lebih sederhana jika gerakan berada dalam gaya konservatif sehingga:
∂V
Qk =−
∂q k (10.30)
Yang pada penggantinya persamaan (10.29) adalah :
d ∂T ∂T ∂V
( )
= −
dt ∂q k ∂q k ∂ qk
(10.31)
Mari kita mendefinisikan fungsi Lagrangian L sebagai selisish antara energy
kinetic dan energy potensial yaitu,
L=T −V atau L ( q , q̇ )=T ( q , q̇ ) −V ( q ) (10.32)
Hal ini penting untuk mengetahui bahwa, jika V adalah fungsi dari koordinat
umum dan bukan dari kecepatan umum, maka:
∂V
V =V ( q ) dan =0
∂ qk (10.33)
Jika V tidak terlepas dari kecepatan q, maka V =V ( q, q̇ ) akan menyebabkan
gerak tensor, yang kita tidak akan bahas disini. Jika kita dapat menuliskan:
∂L ∂ ∂T
= ( T −V )=
∂ q̇ k ∂ q̇k ∂ q̇k
∂L ∂ ∂ T ∂V
= ( T −V )= −
∂ q̇ k ∂ q̇k ∂ q̇k ∂q k (10.34)
Yang mana persamaan Lagrange menggambarkan gerak partikel dalam medan
gaya konservatif. Untuk memecahkan persamaan, kita harus mengetahui fungsi
Lagrangian L dalam koordinat umum yang sesuai. Karena energy adalah kuantitas
skalar, Lagrangian L adalah fungsi skalar. Dengan demikian L Lagrangian akan
invarian terhadap transformasi koordinat. Ini berarti bahwa Lagrangian
memberikan deskriptif yang sama dari system di bawah kondisi yang diberikan
tidak peduli yang mana koordinat umum digunakan. Jadi persamaan (10.34)
menggambarkan gerak sebuah partikel yang bergerak dalam medan gaya
konservatif dalam koordinat umum.

Contoh 2.2
Pertimbangkan partikel massa m bergerak dalam bidang dan subjek pada kekuatan
terbalik-persegi yang menarik. Cari persamaan gerak dan persamaan gerak umum.
Penyelesaian :

Pada sumbu koordinat polar ( r ,θ ) menjadi koordinat umum yang akan

digunakan dalam masalah ini. Koordinat polar ( r ,θ ) dan koordinat Cartesian


(x,y) yang terkait dengan :
x=r cosθ dan y =r sinθ (i)
Menggunakan hubungan ini, kita memperoleh eksperesi berikut untuk energi
kinetik dan energi potensial :

1 1 1
T = m v 2= m ( x 2 + y 2 )= m( ṙ 2+r 2 θ̇2 ) (ii)
2 2 2

−k −k
V= = (iii)
(x + y ) r
2 2
Maka langrangian pada koordinat (r,θ) adalah :

1 k
L=T −V = m ( ṙ 2+r 2 θ̇2 ) + (iv)
2 r

Pada persamaan langrang :

d ∂L ∂L
( ) −
dt ∂ q̇ k ∂ qk
=0

Subtitusikan q 1=r dan q1 =θ , sehingga

d ∂L ∂L
( )
dt ∂ ṙ

∂r
=0 (v)

d ∂L ∂L
Dan ( )
dt ∂ θ

∂θ
=0

(vi)

Dari persamaan (iv)

∂L d ∂L ∂L k
∂r
=m ṙ , ( )
dt ∂ ṙ
=m r̈ , dan
∂r
=mr θ̇2−
r

Substitusikan persamaan (v), kita peroleh

−k
m r̈−mr θ̇2= (vii)
r

Karena partikel bergerak pada medan konservatif, kita mungkin menuliskan :

−∂V ( r ) −∂ −k −k
F (r )=
∂r
= ( )
∂r r
= 2
r
(viii)

Dan persamaan (vii) diperoleh bentuk F(r)=Fr

m r̈=mr θ̇2+ F r (ix)

Sekali lagi dari persamaan (iv)

∂L ∂L d ∂L
∂θ
=mr θ̇2 ,
∂θ
=0 dan ( )
dt ∂ θ̇
˙ 2 θ̈
=2 mr rθ+ mr
Maka persamaan langrang persamaan (vi) menjadi :

2 mr ṙ θ+m r 2 θ̈=0 (x)

Atau

d
¿ (xi)
dt

Dimana J, yang mana di identifikasi sebagai momentum linier konstan sehingga


integrasi persamaan (xi)

J=mr 2 θ=konstan (xii)

Jadi kita menyimpulkan bahwa dalam medan gaya konservatif momentum sudut J
adalah gerak konstan. Juga seperti contoh sebelumnya,

Qr =Fr danQθ =r F θ

Kita bisa menggunakan persamaan (10,33)

d ∂T ∂T
( )
dt ∂ ṙ

∂r
=Qr =Fr =m r̈−mr θ̇2 (xiii)

d ∂T ∂T d
( )
dt ∂ θ̇

∂r
=r Fθ = ( mr 2 θ̇ )
dt
(xiv)

Itu adalah :

F r=m r̈−mr θ̇2

d
Dan Q θ=τ=r F θ= ( mr 2 θ̇ ) = dJ =0
dt dt

Dimana Q θ=τ adalah torgue sama dengan nol

2.5 Persamaan Langrang Pada Gerak Untuk System Partikel

Kita akan memperluas prosedur yang digariskan dalam bagian sebelumnya


untuk masalah yang lebih umum terdiri dari Partikel N. Dengan demikian energi
kinetik suatu sistem adalah :
N
T =∑ ¿ ¿ (10.35)
i=1

Dengan menggunakan kordinat x,y dan z kami mewakili kordinat kartesian oleh x i
. Karena setiap partikel memiliki tiga derajat kebebasan, jumlah xi diperlukan
untuk mewakili partikel N akan 3N. Oleh karena itu kita dapat menulis energi
kinetik dari sistem sebagai

3N
1
T =∑ mi ẋ 2i (10.36)
i=1 2

Dimana kordinat cartesian xi adalah fungsi kordinat umum qk. Ada kemungkina
bahwa hubungan antara xi dan qk mungkin melibatkan waktu eksplisit. Oleh
karena itu kita dapat menulis

x i=x i ( q1 , q2 , … ,q n ,t ) =xi ( q , t) (10.37)

dx i ∂x ∂x ∂x ∂x
= ẋ t = i q̇ 1+ i q̇ 2+ …+ i q̇ n + i
dt ∂ q1 ∂ q2 ∂q n ∂t

Sehingga

∂ xi ∂x
ẋ i=∑ q̇k + i (10.38)
k ∂k ∂t

Dimana

I = 1,2,...,3N,N merupakan jumlah partikel sistem

K=1,2,...,n, n menjadi kordinat umum sistem derajat kebebasan

Dari persamaan (10.38), kita dapat menyimpulkan bahwa T adalah fungsi dari
koordinat umum qk. dari qk kecepatan umum dan dari waktu t, sehingga :

T =T (q , q̇ , t) (10.39)

Membedakan T sehubungan dengan q̇, kita mendapatkan

3N
∂T ∂ 1 ∂ 1 ∂ ẋi
= ∑
∂ q̇k ∂ q̇ k i=N 2
2
mi ẋ i =∑
i ∂ q̇k 2
2

i
(
( ¿ ¿ m i ẋ i )=∑ mi ẋ i )
∂ q̇k
¿¿
Dari persamaan (10.22)

∂ ẋi ∂ x i
= (10.22)
∂ q̇k ∂ q k

Yang mensubtitusikan dalam persamaan di atas memberikan

∂T ∂ xi
=∑ (m ¿ ¿ i ẋ i )¿
∂ q̇k i ∂ qk
(10.40)

Membedakan sehubungan dengan t, kita mendapatkan

d ∂T ∂ ẋ i d ∂ ẋ i
( )
dt ∂ q̇ k
=∑ m i ẍi
i ∂ q̇k i
+ ∑ mi ẋ i ( )
dt ∂ q̇ k
(10.41)

Ekspresi untuk gaya umum Qk diberikan oleh persamaan (10.8)

∂x ∂y ∂z
Q k =F x +F y +Fz (10.8)
∂ qk ∂ qk ∂ qk

Bentuk persamaan berikut untuk sistem partikel :

∂ xi ∂ ẋ
Q k =∑ F x =∑ mi ẍ i i (10.42)
i ∂ qk i ∂ q̇k

Kita juga memperluas hasil persamaan dibutuhkan bentuk berikut untuk


memperpanjang hasil persamaan (10.26) pada masalah ini untuk sistem partikel ,
yaitu :

∂ xi
∑ mi ẋ i dtd ( )
∂ q̇ k
=∑
∂ 1 2
( ¿ m i ẋi )=
∂T
¿ (10.43)
i i ∂ qk 2 ∂ qk

Kombinasikan persamaan (10.14), (10.24) dan (10.43), kita memperoleh


persamaan langrang untuk sistem partikel :

d ∂T ∂T
( )
dt ∂ q̇ k
=Qk +
∂ qk
, k=1,2 , … , n (10.44)
Jumlah persamaan sama dengan jumlah derajat kebebasan n dari sistem. Jika
sistem adalah konservatif sehingga ada potensial V(q), kita menuliskan

−∂ V
Qk= (10.45)
∂ qk

Dan seperti sebelumnya, kita dapat mendefenisikan fungsi Langrangian L = T – V


dan menuliskan persamaan langrang dari gerak sistem partikel sebagai berikut :

d ∂L ∂L
( ) −
dt ∂ q̇ k ∂ qk
=0 k=1,2 , … , n (10.46)

Dari persamaan gerak umum Qk , misalkan beberapa katakanlah Qk tidak


konservatif dan tidak dapat diturunkan dari fungsi potensial, sementara gaya yang
tersisa yang konservatif. Kita masiih bisa mendefenisikan Fungsi Langrangian
sebagai L = T – V, sementara

dari persamaan (10.45) dan (10.46) dapat diperoleh :

−∂ V
Q k =Q 'k +( ) (10.47)
∂ qk

Dan

d ∂L ∂L
( ) −
dt ∂ q̇ k ∂ qk
=Q'k , k =1,2 ,… , n (10.48)

Persamaan ini dapat diterapkan untuk gerak sebuah partikel tunggal juga. Kita
sekarang dalam posisi untuk menggambarkan penggunaan metode langrang untuk
mendapatkan dan memecahkan persamaan untuk sistem yang sederhana. Akan
lebih mudah untuk melakukan hal ini jika kita menggunakan prosedur berikut
sebagai panduan.

1. Pilih satu set dari kordinat umum untuk mewakili konfigurasi sistem.
2. Nyatakan T Energi kinetik dari sistem dalam hal kordinat umum dan
waktu derivatif (kecepatan)
3. Jika sistem konservatif, menyatakan V energi potensial sebagai fungsi
umum kordinat, jika tidak menemukan ekspresi untuk Qk pasukan umum.
4. Akhirnya, menggunakan informasi sebelumnya, menulis persamaan
Langrange tentang gerak.

Untuk sistem dengan kendala dan untuk menemukan kendala atau reaksi dari
gaya, beberapa langkah lagi yang diperlukan seperti yang akan dibahas pada
bagian berikutnya.

Contoh 2.3

Sebuah bidang miring massa M meluncur pada permukaan horisontal halus,


sementara partikel dengan massa m meluncur di permukaan cenderung halus,
seperti ditunjukkan pada Gambar 10.1. cari gerak partikel dan bidang miring.

Gambar 10.1

Penyelesaian:
Sistem ini memiliki dua derajat kebebasan, maka kita perlu dua koordinat
umum untuk menggambarkan konfigurasi sistem. Biarkan dua koordinat x1 dan
x2, seperti yang ditunjukkan pada gambar, mewakili perpindahan M dan m dari O 1
asal dan O2, masing-masing. Kecepatan M berhubungan dengan O1 adalah ẋ 1,
sedangkan m berhubungan dengan O2 adalah ẋ 2. Kecepatan V pada m
berhubungan dengan O1 seperti yang ditunjukkan dalam sisipan.
v= ẋ 1+ ẋ 2=v 1+ v 2
Kuantitas yang berbeda yang digunakan adalah

v= ( dtd x )+ dtd x
1 2

v=√ v 12+ v 22 +2 v 1 v 2 cos (θ )


v1 = kecepatan M terhadap O1
v2 = kecepatan m terhadap O2
v = kecepatan m terhadap O
1 2 1
(
T = Energi Kinetik T = M v 1 + m. v
2 2
2
)
V = Energi Potensial
L = Langrang
1 1
T = M v 12+ m ( v12 + v 22 +2 v 1 v 2 cos ( θ ) )
2 2
v=m. g . x 2 . sin ( θ )
L=T −V
Dua persamaan langrang untuk koordinat x 1 dan x 2 adalah:
d d d d d d
L+ L=0 L+ L=0
dt dv1 dx 1 dt dv 2 dx 2
Menghasilkan dua persamaan, yaitu:
m . a2+ m. a1 .cos ( θ )=0

( M . a1+ m. a1 +m . a2 . cos ( θ )) −m . g . sin ( θ )=0


Mari kita selesaikan untuk a 1 dan a2 , dua percepatan

[ ]
2
m. g . sin ( θ )
( m . cos ( θ ) −M −m)
( a 1 , a2 ) →
1
m . g . sin ( θ ) cos ( θ )
( m. cos ( θ )2 −M −m )
1
a 1= m . g . sin ( θ )
( m. cos ( θ )2−M −m )
1
a 2= m . g . sin ( θ ) cos ( θ )
( m. cos ( θ )2− M −m )
Mengetahui kondisi awal, kita dapat memecahkan persamaan untuk
kecepatan dan perpindahan dengan mengintegrasikan a 1 dan a2 .
Kendala holonomik bisa dinyatakan sebagai hubungan aljabar antara
koordinat, seperti:
f i ( x i ,t ) =0 , dimana l=1 ,2 , … , m (10.49)
Di mana m adalah jumlah kendala. Dalam kasus seperti itu selalu mungkin
untuk menemukan satu set generalisasi koordinat yang tepat dalam hal mana
persamaan gerak dapat ditulis dan bebas dari referensi eksplisit terhadap kendala.
Sebaliknya, dalam kendala nonholonomik, kendala dinyatakan sebagai hubungan
antara kecepatan dari partikel sistem, yaitu:
f i ( x i , ẋ i , t ) =0 , di mana l=1 ,2 , … , (10.50)
Jika persamaan kendala nonholonomik dapat diintegrasikan untuk
menghasilkan hubungan antara koordinat. Persamaan mewakili ketidaksetaraan,
seperti molekul bergerak dimana saja pada kubus, merupakan contoh dari kendala
nonholonomik, karena dalam hal ini kendala pada gerakan molekul adalah bahwa
hal itu dapat dimana saja asalkan x ≤ L , y ≤ L, dan z ≤ L. Mari kita menggambarkan
poin ini dengan bantuan dari beberapa contoh.
Sebagai contoh kendala holonomik, mempertimbangkan gerak partikel dibatasi
untuk bergerak di atas permukaan bola dengan jari-jari dengan pusatnya pada titik
asal. Dalam koordinat persegi panjang, persamaan kendala adalah
Pergeseran dihubungkan dengan persamaan
x 2 y 2 z 2

()()()
a
+
a
+
a
(10.51)

xdx + ydy + zdz=0 (10.52)


Persamaan diferensial (10.51) dapat diintegrasikan untuk memperoleh
persamaan (10.52). Jadi persamaan (10.51) dan (10.52) hanya membentuk satu
persamaan kendala. Tidak semua dari tiga koordinat x, y dan z bebas. Karena ada
satu persamaan kendala, dua koordinat saja sudah cukup untuk menggambarkan
posisi partikel. Demikian pula, jika menggunakan bola koordinat r,  dan , R = a
= konstanta.
 dan  cukup untuk menggambarkan posisi partikel. Misalkan kita
menggunakan cosinus arah sebagai generalisasi koordinat untuk menggambarkan
posisi partikel, yaitu
x y z
q 1 = , q2 = , q 3 = (10.53)
a a a
q 1 , q 2 dan q 3 tidak semua bebas, dan dari persamaan (10.51)

x 2 y 2 z 2

()()()
a
+
a
+
a
q 12+ q22+ q32=1 (10.54)

q 3=√ 1−q 12−q 22 (10.55)


Karena q 3 dapat dinyatakan dalam hal q 1 koordinat dan q 2 hanya ada dua
koordinat bebas.
Sebagai contoh kedua, mari kita perhatikan piringan melingkar dengan jari-jari
menggelinding di atas pesawat XY (tidak diperbolehkan tergelincir) seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 10.1. Pesawat piringan tersebut vertikal setiap saat

π
(yaitu, z=a dan a= dimana a adalah sudut antara bidang piringan dan bidang
10
horizontal XY). Dengan demikian, untuk menggambarkan konfigurasi piringan
pada setiap saat, kita perlu empat koordinat: x, y, O dan O. Koordinat x, y dari
pusat piringan dan menemukan titik kontak piringan dengan pesawat. Sudut O
menggambarkan gerak rotasi piringan terhadap pusat massa, yaitu, O adalah sudut
antara radius tetap dalam piringan dan vertikal. Sudut 4) menentukan orientasi
bidang piringan sehubungan dengan sumbu X, yakni memberikan arah terhadap
gerak. Koordinat ini tidak semua bebas. Karena kendala, kecepatan v dari pusat
massa dan H terkait dengan
v=aθ (10.56)

Gambar 10.2 Piringan sirkular dari radius a menggelinding di atas sebuah pesawat
XY dengan permukaan kasar horisontal (sama sekali tidak tergelincir).
Tangent ‘TT menciptakan sudut  dengan sumbu X yang dihasilkan dalam
komponen velositas:
ẋ=v cos ϕ=a θ̇ cos ϕ
y=−v sin ϕ=−a θ̇ sin ϕ (10.57)
Hasil tersebut mengikuti kedua persamaan kendala:
dx=a dθ cos ϕ
y=a dθ sin ϕ (10.58)
Tak satu pun dari persamaan diferensial dapat diintegrasikan untuk
memperoleh dua hubungan antara x, y dan . Kendala seperti dimana persamaan
diferensial tidak dapat terintegrasi disebut kendala nonholomonik. Sebuah sistem
yang mengandung kendala tersebut disebut sistem nonholonomik. Jadi piringan
pada contoh ini memiliki empat derajat kebebasan dan kita perlu empat koordinat
untuk memecahkan masalah.
Apa yang terjadi jika pesawat tergelincir terjadi? Dalam kasus tersebut,
persamaan (10.58) kendala tidak dapat dipertahankan dan sistem menjadi
holonomik: lagipula empat koordinat yang dibutuhkan untuk menggambarkan
gerak. Kita perlu mengetahui z, v, 0 dan (I). Di sisi lain, apabila hanya
diperbolehkan untuk menggelinding saja, jika O diketahui, dan salah satu dari tiga
yang tersisa x, y dan , maka kedua sisa dapat dihitung dari persamaan (10.57).
Putaran piringan memiliki dua derajat kebebasan. Piringan bebas untuk
menggelinding dan berputar.
Sebagai alternatif, misalkan piringan itu terkendala untuk menggelinding
sepanjang kurva yang ditentukan. Mari kita mengukur panjang jalan sepanjang
kurva ini. Dalam kasus ini, persamaan (10.56) memperlihatkan bentuk:
ds=dθ (10.59)
Yang dapat diintegrasikan
s−aθ=konstan (10.60)
Kita memiliki kondisi yang mewakili kendala holonomik, sehingga sistem
holonomik. Akhirnya, mari kita perhatikan contoh piringan yang menggelinding
pada sebuah bidang miring, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10.2. Piringan
menggelinding tanpa slip. Posisi dapat ditemukan melalui dua koordinat s dan O.
Kecepatan s dan O yang terkait dengan
ṡ=a θ̇ (10.61)
ds=adθ (10.62)
Yang dapat diintegrasikan untuk menghasilkan:
s−aθ=konstanta C (10.63)
Meskipun awalnya kendala yang dinyatakan dalam kecepatan (persamaan
10.61) dapat diintegrasikan untuk memberikan hubungan antara koordinat
(persamaan 10.63). Dengan demikian sistem ini holonomik dengan satu
persamaan kendala, dan hanya satu koordinat yang dibutuhkan untuk
menggambarkan sistem.
Mari kita lanjutkan pembahasan kita lebih lanjut, pertimbangkan
hubungan kendala dalam bentuk
∑ A i ẋ i +B=0 i=1,2,3 , … . (10.64)
i

Secara umum, hal ini tidak terintegrasi, yang merupakan kendala


nonholonomik. Tapi kalau Ai dan B memiliki bentuk berikut,
∂f ∂f
Ai = , B= , f =f ( x i , t ) (10.65)
∂ xi ∂t
Maka persamaan (10.64) dapat ditulis dalam bentuk
∂ xi ∂ f
∑ ∂∂ xf dt
+¿ =0 ¿
∂t
(10.66)
i i

Gambar 10.3 Piringan tanpa tergelincir, pesawat miring


Yang menghasilkan:
∂f
=0 (10.67)
∂t
Dan dapat diintegrasikan untuk menghasilkan:
f ( x i , t ) =konstan (10.68)
Oleh karena itu kendala yang diberikan oleh persamaan (10.64)
sebenarnya holonomik. Dengan demikian, secara umum, kendala dinyatakan
sebagai
m
∂ f ∂ qk ∂ f i
∑ ∂ qi +¿ =0 ¿
i=1 k ∂t ∂t
(10.69)
atau
m
∂f ∂f
∑ ∂ q i q̇ k + ¿ ∂t i =0 ¿ (10.70)
i=1 k
Yang kesemuanya ekivalen dengan
f i=f i ( qk , t )=0 (10.71)
Ada beberapa keuntungan dalam mengungkapkan kendala dalam bentuk
diferensial, bukan sebagai ekspresi aljabar. Dalam situasi ini, hubungan kendala
dapat langsung dimasukkan (tanpa terlebih dahulu mengintegrasikannya) ke
dalam persamaan Lagrange melalui pengganda Lagrange belum ditentukan.
Misalkan kendala dinyatakan dengan:
∂f
∑ ∂ q i d qk (10.72)
i k

Di mana l = 1, 2, ..., m dan k = 1, 2, ...., n: maka bentuk persamaan Lagrange


menjadi:
d ∂L ∂L ∂f
( ) − = ∑ λ1 ( t ) i
dt ∂ q̇ k ∂ qk i ∂ qk
(10.73)

i(t) merupakan pengganda yang belum ditentukan dan ini hanya mewakili
gaya kendala. Ada jumlah yang sama i(t) sebagai jumlah persamaan kendala.
Contoh 2.4
Diskusikan gerakan piringan yang bergulir menuruni bidang miring tanpa
tergelincir. Selain itu, cari gaya kendala dengan menggunakan metode pengganda
yang belum ditentukan.
Penyelesaian
Situasi ini ditunjukkan pada Gambar contoh 10.4. Gunakan y dan O
sebagai dua koordinat umum. Dengan demikian energi kinetik total, yang
merupakan penjumlahan dari energi translasi dan energi rotasi, dapat ditulis
dengan mencatat bahwa momen inersia dari piringan adalah
1 1 1 1
T = M ẏ 2 + I θ̇2 = M ẏ 2 + M R2 θ̇2 (i)
2 2 2 4
Sementara energi potensial diasumsikan energi potensial pada bagian
bawah adalah zero.
V =Mg ( l− y ) sin ϕ (ii)
Sehingga Lagrange sistemnya adalah
1 1
L=T −V = M ẏ 2 + M R2 θ̇2−Mg (l− y ) sin ∅ (iii)
2 4
Persamaan kendala holomik yang menghasilkan hubungan antara
koordinat y dan 0 adalah:
f ( y , θ )= y−R θ=0 (iv)
Dengan demikian, jika piringan menggelinding ke bawah tanpa tergelincir,
hubungan kendala sebelumnya harus terus baik. Oleh karena itu, buka dua derajat
kebebasan y dan 0, kita hanya memilki satu derajat kebebasan. Salah satu dari dua
koordinat y dan B dapat dihilangkan dari persamaan (iii) dengan menggunakan
hubungan yang diberikan oleh persamaan (iv), maka persamaan gerak dapat
diperoleh dengan menggunakan persamaan Lagrange (lihat latihan 10.6). Atau,
kita bisa menggunakan y maupun 0 sebagai koordinat umum dan metode
pengganda belum ditentukan. Metode ini menghasilkan lebih banyak informasi,
seperti yang kita lihat berikut:
Kuantitas yang berbeda adalah
aθ=θθ ay= y vθ=θ vy= y
y=R . θ=0 a y−R . aθ=0 (i)
Persamaan kendala holonomik, yang telah diferensiasi memberikan hubungan
antara percepatan ay dan a0, dikemukakan dalam persamaan (i)
1 1 1 1
T = M . v y 2 + I . v θ2 = M . v y 2 + M . R 2 . v θ 2
2 2 2 4
V =M . g ( 1− y ) sin ( ∅ )
Pernyataan untuk T, V dan L adalah,
1 1
L=T −V = M . v y 2+ M . R 2 . v θ2−M . g ( 1− y ) sin ( ∅ )
2 4
f = fungsi kendala
X= pengganda yang belum ditentukan
df df
f = y−R . θ =1 =R
dy dθ
Persamaan Langrange yang dihasilkan untuk y dan seperti yang ditunjukkan,
d d d d
( )
dt dvy
L − L− λ f =0
dy dy
(ii)

d d d d
(
dt dvθ
L) − L−λ
dθ dθ
f =0 (iii)

Dengan mensubtitusikan nilai L dan f, kita peroleh kedua persamaan berikut:


M .ay −M . g .sin ( ∅ ) −λ=0 (iv)
−1
M . R2 . aθ−λ . R=0 (v)
2
Dengan menggunakan persamaan (i), (iv) dan (v) kita dapat memecahkan ketiga
ay, a, dan .
Diketahui
ay −R . aθ=0
−1
M . R2 . aθ−λ . R
2
M .ay −M . g .sin ( ∅ ) −λ=0

2 2

[ ][ ] [ ]
g . sin ( ∅ ) g . sin ( ∅ )
3 3
ay
2 2
( ay , aθ , λ ) → S= g .sin ( ∅ ) aθ = g . sin ( ∅ )
( 3. R ) ( 3. R )
λ
−1 −M
M . g sin ( ∅ ) . g sin ( ∅ )
3 3

Pernyataan untuk ay, a , dan , mengungkapkan bahwa ini adalah


konstanta untuk situasi ini. merupakan besarnya gaya kendala yang dihasillkan
dari gaya gesekan.

2.6 Momentum yang Digeneralisasi dan Cyclic dalam Koordinat


Terabaikan
Untuk suatu system dengan n derajat kebebasan, kita memerlukan n
koordinat umum. Langrarian L digambarkan dalam koordinat umum qk dan
kecepatan umum qk ,Langrarian secara ekplisit mengemukakan fungsi waktu yang
dapat kita tuliskan yakni
L ( q , q̇ , t )=L ( q1 , q2 … , q x , q 1 , q2 , … , qn :t ) (10.74)
Seperti kita ketahui, perumusan Langrange mengarah untuk n persamaan
diferensial orde 2.Salah satu alternatif untuk persamaan Langrange adalah
perumusan Hamilton.Perumusan Hamilton dilakukan dalam hal koordinat umum
dan momentum umum. Artinya, jika H adalah Hamiltonian fungsi eksplisit dari
waktu, maka
H=H ( q , p , t ) =L ( q1 , q2 … , qn : : P1 . P2 , … , p n :t ) (10.75)
Persamaan untuk sebuah system dengan n derajat kebebasan yang
mengarah pada persamaan differensiaL orde pertama, persamaan ini jauh lebih
mudah diselesaikan daripada untuk n persamaan diferensial orde ke
dua.Persamaan diferensial ini, seperti dalam kasus perumusan Lagrange.
Tinjaulah gerak sebuah partikel tunggal yang bergerak sepanjang garis
lurus (rectilinier motion). Energi kinetiknya adalah
1
T = m ẋ 2 (10.76)
2
Biasanya kita mendefinisikan momentum dengan p=m ẋ kita juga dapat
mendefinisikan p dalam bentuk:
∂T
P= (10.77)
∂ ẋ
Jika kita substitusikan nilai T dari persamaan (10.76) kedalam persamaan
(10.77) kita dapatkan ¿ m ẋ. Selain itu, jika V bukan merupakan fungsi dari
kecepatan x, yaitu V=V (x) maka momentum p juga dapat ditulis sebagai
∂L
P= (10.78)
∂ ẋ
Kita sekarang dapat menggunakan konsep ini untuk mendefinisikan
momentum secara umum. Untuk sebuah system dapat dijelaskan oleh sebuah set
koordinat umum, q1, q2,…qk…..qn yang disebut juga sebagai momentum umum,
p1, p2, ….pn dan kita dapat menyebutnya momentum umum pksesuai dengan
koordinat umum qk.
∂L
Pk = (10.79)
∂ q̇ k
Momentum umum pk, juga disebut momentum konjugat pk, (conjugate
untuk koordinat qk).hal ini menunjukkan bahwa momentum umum tidak selalu
sama pada konsep fisika seperti yang kita gunakan dalam koordinat rentagular.
Persamaan Langrange untuk system konservatif dapat dituliskan sebagai berikut:
d ∂L ∂L
( ) −
dt ∂ q̇ k ∂ qk

(10.80)
Dari persamaan (10.79),
d ∂L
Ṗk = (10.81)
dt ∂ q̇k
Oleh karena itu persamaan Langrange menjadi:
∂L
Ṗk = (10.82)
∂ qk
Misalkan dalam kasus khusus, satu dari koordinatnya katakanlah q  tidak
tersirat secara eksplisit dalam L. maka,
∂L
=0 (10.83)
∂ qλ
Dari persamaan (10.81) dengan persamaan (10.82) menjadi
d ∂L
Ṗ λ= ( )
dt ∂ q̇ k
(10.84)

Dengan cara mengintegralkan


∂L
P λ= =a constan=C λ (10.85)
∂ q̇ k
Dalam kasus ini, jika Lagrangian tak tergantung koordinat q maka p (momentum
yang digeneralisai) adalah konstanta gerak.Koordinat q dapat dikatakan sebagai
cylic atau koordinat yang terabaikan. Maka dapat disimpulkan bahwa momentum
yang digeneralisasi yang diasosiasikan dengan koordinat terabaikan tak lain
adalah konstanta gerak sistem.
Sebagai contoh, perhatikan gerak partikel dalam medan gaya sental.
Dalam koordinat polar, L adalah Lagrangian
1
L=T −V = m ( ṙ 2+r 2 θ̇2 ) −V ( r ) (10.86)
2
Karena L tidak ada koordinat θ, maka θ adalah koordinat yang terabaikan,
maka momentum yang digeneralisasi berhubungan dengan θ
∂L
Pθ= =mr 2 θ̇=konstanta (10.87)
∂ θ̇
Yang sebagaimana telah kita ketahui dari bab terdahulu adalah momentum sudut
di sekitar titik asal.

2.7 Fungsi Hamilton: Hukum Konservatif dan Prinsip Simetri


Sebuah sistem yang tidak berinteraksi dengan apapun di luar sistem ini
disebut sistem tertutup, mungkin atau mungkin tidak ada interaksi antara partikel
dari sistem tertutup. Dalam kedua kasus, untuk suatu sistem tertutup selalu ada 3
konstanta atau integral gerak: 1) momentum linier, yang memiliki tiga komponen,
2) momentum sudut, yang juga memiliki tiga komponen dan 3) energi total.
Dalam bagian ini kita akan menyelidiki proses di mana konstanta-konstanta yang
ada pada Lagrangian dari suatu sitem tertutup.
Kekekalan Momentum Linier
Lagrangian dari suatu sistem tertutup dalam kerangka inersia tetap tidak
terpengaruh atau invarian. Untuk mempermudah, perhatikan suatu partikel dengan
Lagrangian L ( q, q), riasi dalam L disebabkan oleh variasi dalam koordinat
umum harus nol. Artinya, L adalah invarian:
δL δL
δL=∑ δ q +¿ δ q̇ =0 ¿
δ qk k ∑
(10.88)
k k δ q̇ k k
Karena hanya menyebabkan perpindahan pada sistem, δ qi buka fungsi waktu,
maka

δ q̇k = ( δdtq )= dtd ( δ q )=0


k
k (10.89)

Dari (10.88) kita dapatkan


δL
δL=∑ δ q =0 (10.90)
k δ qk k
Oleh karena itu δ qk adalag bebas. Maka Persamaan (10.90) akan menjadi
nol hanya jika masing-masing turunan parsial dari L adalah nol, yaitu
δL
=0 (10.91)
δ qk
Dengan demikian persamaan Lagrangian (10.80) menjadi
d δL
( )
dt δ q̇ k
=0 (10.92)

Dimana
δL
=konstanta (10.93)
δ q̇ k

Sedangkan L=T ( q̇ k )−V ( q k ) persamaan (10.93) dapat kita tuliskan


δL δL δL 1
=
δ q̇ k δ q̇k
( T−V )=
(
δ q̇ k 2 k )
m ∑ q̇ k 2 =mk k = pk =konstanta (10.94)

Persamaan (10.94) menyatakan bahwa jika ruang adalah homogen maka


momentum linier pk dari sistem tertutup adalah konstan. Pada gerakan satu
partikel dapat dijelaskan oleh tiga koordinat Cartesian (atau tiga koordinat umum
lainnya), akan ada tiga konstanta gerak px, py, dan pz, yang merupakan tiga
komponen dari sebuah vektor momentum linier pk.
Kekekalan Momentum Sudut
Lagrangian dari sistem tertutup tetap invarian jika sistem diputar melalui
sudut sangat kecil. Sekali lagi mempertimbangkan sistem terdiri dari partikel
tunggal.
Perubahan Lagrangian seperti yang diberikan oleh persamaan (10.88) adalah
δL δL
δL=∑ δ q +¿ δ q =0 ¿
k δ qk k ∑ k δ q̇ k k
Menurut defenisi,
∂L
Pk = (10.79)
∂ q̇ k
Maka persamaan Lagrange, persamaan (10.80) dapat ditulis sebagai
∂L
Ṗk = (10.95)
∂ q̇ k
Bila kita gabungkan ke persamaan (10.88) maka
δL=∑ Ṗk δ qk + ∑ Pk δ q̇ k (10.96)
k k

Sebagai contoh penerapan pada Gambar 10.3. Sebuah partikel titik pada
jarak r dari asal O. Sistem ini diputar melalui sudut δθ terhadap suatu sumbu.
Nilai perubahan r adalah
δr=δθ ×r (10.97)
Hal ini menyebabkan perubahan kecepatan diberikan oleh
δ ṙ=δθ × ṙ (10.98)

Menerapkan persamaan (10.96) untuk kasus ini, dimana Pk = p dan q̇ k =r , kita


dapatkan (k = 1, 2, 3, tiga komponen vektor)
δL= Ṗ . δr+ p . δ ṙ=0 (10.99)
Dengan menggunakan persamaan (10.97) dan persamaan (10.98) ke dalam
persamaan
ṗ . ( δθ ×r )+ p . ( δθ × r )=0 (10.100)
Dari sifat perkalian skalar, Persamaan (10.100) maka:
δθ . ( r × ṗ )+ δθ . ( ṙ × p )=0 (10.101)
Atau
δθ . [ ( r × ṗ )+ ( ṙ × p ) ]=0 (10.102)
Atau

δθ . ( dtd ( r × p ))=0 (10.103)

Maka
r × p=J (10.104)
Dimana J adalah momentum sudut terhadap sumbu yang diberikan, maka
dJ
δθ , =0 (10.105)
dt
Karena δθ adalah sembarang, maka:
dJ
=0 (10.106)
dt
Dimana
J=r × p=konstanta (10.107)
Secara umum jika Lagrangian tetap invarian di bawah rotasi terhadap
suatu sumbu, maka momentum sudut sistem tentang sumbu ini akan tetap konstan
dalam waktu.
Misalkan suatu sistem bertindak dengan tidak memaksa dan memiliki
simetri tentang medan gaya. Ini berarti bahwa Lagrangian sistem ini akan invarian
tentang sumbu simetri. Oleh karena itu momentum sudut J sistem tentang sumbu
ini akan tetap dalam waktu konstan.
Kekekalan Energi dan Fungsi Hamilton

Kerangka inersia adalah bahwa waktu yang sama dalam sebuah kerangka
acuan inersia. Ini menyiratkan bahwa Lagrangian dari suatu sistem tertutup tidak
bisa menjadi fungsi eksplisit dari waktu. Artinya, dalam diferensial total L

∂L ∂L ∂L
dL=∑ d q k+∑ d q̇ k + dt=0 (10.108)
k ∂q k k ∂ q̇ k ∂t

Sedangkan

∂L
=0 (10.109)
∂t

Oleh karena itu turunan waktu total L tereduksi menjadi

∂ L d qk ∂ L d q̇ k
dL=∑ +∑ =0
k ∂q k ∂ t k ∂ q̇k ∂t

∂L ∂L
dL=∑ d q̇ k + ∑ q̈ k =0 (10.110)
k ∂q k k ∂ q̇ k

Dari persamaan Lagrange

d ∂L ∂L
( ) =
dt ∂ q̇ k ∂ qk
(10.108)

∂L
Substitusikan , ke dalam persamaan (10.111) maka kita dapatkan
∂ qk

dL d ∂L ∂L d ∂L
=∑ q̇ k
dt k ( )
dt ∂ q̇ k
+∑
k ∂ q̇k
q̈k =∑
k dt
∂ qk
∂ q̇ k (
=0 )
Yaitu

d ∂L
dt ( ∑ q̇k ∂ q̇
k k
)
−L =0 (10.111)

Dengan demikian jumlah di dalam kurung harus konstan dalam waktu.


Konstanta ini dilambangkan oleh H, yang disebut H Hamiltonian, dan diberikan
berdasarkan [menggunakan definisi momentum umum dalam persamaan (10.79)].

∂ L̇
H=∑ qk −L=¿ ∑ p k q k −L=konstanta ¿ (10.112)
k ∂ q̇k k

Maka H adalah konstan gerak jika L fungsi eksplisit dari waktu t, yaitu

∂L
=0. H mempunyai mempunyai bentuk khusus jika kita membuat dua asumsi
∂t
sebagai berikut:

(i) Energi potensial V adalah independen dari kecepatan koordinat sehingga

∂ L ∂ ( t−V )
= (10.113)
∂ q̇k ∂ q̇k

(ii) Jika persamaan mewakili transformasi koordinat tidak mengandung waktu


eksplisit, maka T energi kinetik tidak hanya akan menjadi fungsi kuadrat dari
kecepatan umum, tetapi juga akan homogen di semua ketentuan-
ketentuannya.

Sekarang, menurut teorema Euler untuk fungsi f homogen f


(q 1 , q 2 , … , q k , … , q n) tatanan N dalam variabel (q 1 , q 2 , … , q k , … , q n),

∑ qk ∂∂q̇f =Nf (10.114)


k =1 k

Dengan demikian, jika T energi kinetik adalah fungsi kuadrat homogen,


yaitu dari urutan N=2, dari persamaan (10.114) kita mendapatkan
N

∑ q̇ k − ∂∂q̇f =2 f (10.115)
k =1 k

Menggabungkan persamaan (10.113) dan (10.115) dengan persamaan


(10.110), kita memperoleh

H=2 T −( T −V )=T +V =E=konstanta


(10.116)

Dima E adalah energi total dan konstan. Artinya, di bawah asumsi yang
diberikan di atas, ( 1 ) V =V ( q k ) dan ( 2 ) T adalah fungsi dua kuadrat homogen,
konstanta gerak, Hamiltonian H, adalah sama dengan energi total E dari sistem.
Hal ini sangat penting untuk diingat bahwa H tidak selalu sama dengan E.
Kemungkinan yang berbeda adalah sebagai berikut: H adalah konstan dan sama
dengan energi total E, H adalah konstan tetapi tidak sama dengan energi total E, H
tidak konstan tetapi sama dengan energi total E, H tidak konstan dan tidak sama
dengan energi total E.

Hukum konservatif yang berasal disini dapat diringkas seperti yang


ditunjukkan pada tabel 10.1. penting untuk dicatat bahwa invariant hasil kuantitas
fisik dari sifat simetri dari sistem dan tidak terbatas hanya pada tiga kasus yang
dibahas. Jenis penalaran sebelumnya sering digunakan dalam mencapai hukum
konservatif yang berbeda dalam teori modern untuk partikel dasar dan bidang.

Sifat Simetri dan Hukum Konservatif

Tabel 10.1 Hukum Konservatif

Sifat dalam kerangka Kuantitas yang Pembatas Lagrangian


inersia dikonservatif L
Ruang Homogen Momentum linier L adalah invariant
dalam gerak translasi
∂ L=0
Ruang Isotropic Momentum sudut L adalah invariant ke
gerak rotasi ∂ L=0
Waktu Homogen Energi total L bukan fungsi
eksplisit terhadap
waktu r,∂ L/∂ T =0

2.8. Dinamika Hamilton

Persamaan Hamilton gerak, juga disebut persamaan gerak kanonik, akan


diturunkan disini. Lagrangian L adalah fungsi dari koordinat umum dan kecepatan
umum dan mungkin fungsi eksplisit dari waktu, yaitu,

L=L ( q 1 , q 2 , … , q n ; q̇ 1 , q̇ 2 , … , q̇ n ) :t (10.117)

Diferensial dari persamaan di atas adalah

N
∂L ∂L ∂L
dL=∑ ( ¿ dq k + dq k )+ dt ¿ (10.118)
k=1 ∂ qk ∂ q̇ k ∂t

Menggunakan hubungan berikut, terbukti dengan definisi momentum


umum dan persamaan Lagrange

∂L ∂L
pk = dan = pk (10.119)
∂ qk ∂ q̇k

Maka diperoleh

N
∂L
dL=∑ ṗ k dqk + pk d q̇k + dt (10.120)
k−1 ∂t

Maka

N N
∂L
dL
(∑ k
)
ṗ k q̇k −L =∑ ( q̇ k d pk −¿ ṗ k dq k )−
k−1 ∂t
dt ¿

(10.121)

Sebelumnya kita telah mendefinisikan fungsi hamilton H adalah

N
∂L
H=∑ p k q̇ k −L(¿ q1 , … , q˙k ; q̇1 , … , q̇k ; t)− dt ¿
k−1 ∂t
(10.122)
dari persamaan (10.121) maka kita peroleh:

N
∂L
dH =∑ ( q̇k d p k −¿ ṗk dqk )− dt ¿ (10.123)
k=1 ∂t

Dimana L adalah fungsi eksplisit (q 1 , … , q˙k ; q̇ 1 ,… , q̇ k ; t ). Hal ini dapat

∂L
momentum umum, yaitu = pk : maka kita dapat menunjukkan pk : maka kita
∂ q̇k
dapat menunjukkan q̇ k dalam hal pk . Ketika hal ini mungkin maka dapat
dituliskan

H=H ( q1 , … , qn ; p 1 , … , pn ;t ) (10.124)

H menunjukkan sebuah fungsi koordinat umum, momentum umum, dan t.


Persamaan (10.124) di atas dapat dideferensialkan menjadi

N
∂H ∂H ∂H
dH =∑ ( d qk+ d pk ¿ )+ dt ¿
k=1 ∂ qk ∂ pk ∂t
(10.125)

Gabungan persamaan (10.125) dan (10.123) adalah

∂H
q̇ k = (10.126)
∂ pk

∂H
−˙ pk = (10.127)
∂q k

∂ H −∂ L
= (10.128)
∂t ∂t

Substitusi persamaan (10.126) dan (10.127) dalam persamaan (10.125)

∂H
akan menghasilkan .
∂t

Persamaan (10.126) dan (10.127) adalah persamaan Hamilton tentang gerak, dan
karena sifat simetris, mereka juga disebut persamaan gerak kanonik. Prosedur ini
menggambarkan gerak pada persamaan ini disebut dinamika Hamilton. Ini adalah
persamaan diferensial orde pertama yang jauh lebih mudah untuk memecahkan
darpada persamaan diferensial orde kedua n di formalisme Lagrangian harus jelas
bahwa persamaan (10.127), bahwa jika q λ adalah koordinat gnorable (yaitu, tidak
terkandung dalam Hamiltonian H) maka p λ adalah momentum konjugat konstan
dalam gerak.

Mari kita pertimbangkan kasus dimana L, dan karenanya H, tidak

∂H
mengandung waktu eksplisit. Dalam kondisi seperti itu, =0 dan persamaan
∂t
(10.125) tereduksi menjadi

N
∂H ∂H ∂H
=∑ ( q̇ k + ṗ ¿ ) ¿ (10.129)
∂ t k=1 ∂ q k ∂ pk k

Dengan menggunakan persamaan Hamilton (10.126) dan (10.127) maka

N
∂H ∂ H ∂ H ∂H ∂ H
=∑ ( − ¿ )=0¿ (10.130)
∂ t k=1 ∂ q k ∂ p k ∂ pk ∂ q k

Maka H adalah konstanta gerak jika tidak mengandung t eksplisit. Selain


itu, seperti yang sudah kita tunjukkan sebelumnya, H identik dengan E, jika (1)
persamaan yang menggambarkan transformasi koordinat umum tidak
mengandung waktu eksplisit, dan (2) energi potensial bukan merupakan fungsi
dari kecepatan umum.

Contoh 10.5

Sebuah partikel bermassa m mengalami gaya tarik k /r 2, dengan k adalah


konstanta. Turunkan fungsi Hamilton dan persamaan gerak Hamilton tentang

Jawab:

Untuk koordinat polar

1
T = m ( ṙ 2+ r 2 θ2 ) (i)
2
k −k
V =−∫ F . dr=∫ dr = (ii)
r 2
r

Dimana

1 k
L=L ( r , ṙ , θ̇ )=T −V = m ( ṙ 2 +r 2 θ 2 ) + (iii)
2 r

ṙ danθ̇ dalam persamaan (i) harus diganti oleh pr dan pθ dengan menggunakan
persamaan (iii) artinya

∂L p
pr = =m ṙ atau ṙ = r (iv)
∂ ṙ m

∂L p
pθ= =mr 2 θ̇ atau θ̇= θ2 (v)
∂ θ̇ mr

Dengan demikian Energi kinetik dalam persamaan (i) dapat kita tuliskan

pr 2 2 pθ 2
pr 2 pθ2
1
T= m
2 m [(
+r
m r2) ( )] = +
2 m 2 m r2
(vi)

oleh karena itu fungsi Hamilton, H menjadi

1 p2 k
H=H ( r , pr pθ )=
2m (
pr 2+ θ2 −
r r ) (vii)

Persamaan gerak sekarang dapat ditemukan dari persamaan kanonik (10.129) dan
(10.130):
∂H ∂H
=− ṗ k dan =q̇ k
∂ qk ∂ pk

Koordinat umumnya adalah r , θ , p r dan pθ , dengan demikian

2
∂ H − pθ k pθ 2 k
− ṗr = = + atau ṗ r= 3 − (viii)
∂ r m r3 r2 mr r

∂H
− ṗθ= =0 atau ṗθ =0 atau pθ =konstan (ix)
∂θ

∂ H pr
ṙ = = atau pr =m ṙ (x)
∂ pr m

∂H p
θ̇= = θ2 atau pθ=mr 2 θ̇ (xi)
∂ pθ mr

Perhatikan bahwa persamaan (x) dan (xi) menduplikasi persamaan (iv) dan
(v), sedangkan persamaan (ix) (karena H tidak mengandung θ) memberikan
konstanta yang akrab tentang gerak, pθ=mr 2=konstanta

Contoh 2.6
Pandanglah sebuah partikel bermassa m yang bergerak akibat pengaruh gaya
sentral pada sebuah bidang. Rumuskan persamaan gerak partikel tersebut.
Misalkan koordinat polar (r,θ) digunakan sebagai koordinat rampatan. Koordinat
Cartesian (r,θ) dapat dihubungkan melalui :
x=r cos θ y=r sin θ
Energi kinetik partikel dapat ditulis :
1 1 1
T = m v 2= m ( X 2 +Y 2 ) m(r 2 +r 2 θ2 )
2 2 2
Energi potensial oleh gaya sentral
−k −k
V= =
2
( X +Y ) 2 1/ 2 r

Persamaan Lagrange untuk sistem ini :


1 k
L=T −V = m ( r 2+r 2 θ2 ) +
2 r
Dari persamaan Lagarange :
d ∂ T ∂ T ∂V
= −
dt ∂ q k ∂ qk ∂ qk

d ∂L ∂L
( ) −
dt ∂ q k ∂ qk
=0

Substitusi q 1=r dan q2 =θ ,diperoleh:


d ∂L ∂L
( )
dt ∂ ṙ

∂r
=0

d ∂ L ∂L
( )
dt ∂ θ̇

∂θ
=0

Dari kedua persamaan di atas diperoleh :


∂L
=m ṙ
∂ ṙ

d ∂L
( )
dt ∂ ṙ
=m r̈

∂L k
=mr θ̇2− 2
∂ ṙ r

−k
m r¨2−mr θ˙2= 2
r

Untuk partikel yang bergerak dalam medan konservatif :


−∂V ( r ) −∂ k
F (r )=
∂r
=
∂r( )
– 2
r

Jadi : m r¨2=mr θ˙2+ F r


Dari persamaan Lagrange :
∂L ∂L
=mr 2 θ̇ =0
∂ θ̇ ∂θ

d ∂L
( )
dt ∂ θ̇
=2 mr ṙ θ̇ +m˙r 2 θ̈

2 mr ṙ θ̇+m r 2 θ̈=0

atau :
d
( mr 2 θ̇ ) = dJ =0
dt dt

Hal ini berarti bahwa J merupakan momentum sudut yang nilainya konstan.
Integrasi persamaan diatas menghasilkan
J=mr 2 θ̇=konstan
Berdasarkan persamaan diatas dapat dikatakan bahwa dalam medan konservatif
momentum sudut J, merupakan tetapan gerak.
Contoh 3.
Bahaslah gerak sebuah partikel dengan massa m yang bergerak pada bidang
sebuah kerucut dengan sudut setengah puncak ( half – angle )∅ dimana gaya yang
bekerja hanyalah yang disebabkan oleh gaya gravitasi saja.
Kemudian diperoleh dua derajat kebebasan. Bisa digunakan r , θ sebagai koordinat
umum dan menghilangkan z dengan menggunakan persamaan pembatas diatas.
Energi kinetik massa m adalah :

z=r cot ∅
z=r cot ∅
1 1 1 1
T = m v 2= m [ ṙ 2+r 2 θ̇2 + ż 2 ] = m [ ṙ 2 ( 1+cot 2 ∅ ) +r 2 θ2 ]= m ( ṙ 2 csc 2 ∅+r 2 θ̇2 )
2 2 2 2
atau
Energi potensial massa m ( anggap V =0 dan z =0) :
V =mgz=mgr cot ∅
Kemudian lagrangian L sistem :
1
L=T −V = m ( ṙ 2 csc 2 ∅ +r 2 θ̇ 2) −mgr cot ∅
2
Persamaan Lagrange untuk koordinat r adalah :
d ∂L ∂L
( )
dt ∂ ṙ

∂r
=0

Dengan memasukkan nilai L, diperoleh :


∂L d ∂L ∂L
∂ ṙ
=m ṙ csc 2 ∅ , ( )
dt ∂ ṙ
=m r̈ csc 2 ∅ ,
∂ ṙ
=mr θ̇2−mg cot ∅

Substitusi nilai ini ke persamaan (*), diperoleh :


r̈ −r θ̇ 2 sin2 ∅ + g cos ∅ sin ∅=0
Ini adalah persamaan gerak untuk koordinat r.
Persamaan Lagrange untuk koordinasi θ adalah :
d ∂L ∂L
( )
dt ∂ θ̇

∂θ
=0 ¿

Dengan memasukkan nilai L, diperoleh :


∂L ∂L
mr 2 θ̇2 dan =0
∂ θ̇ ∂θ

Substitusi nilai ini ke persamaan (ii), diperoleh :


d
( mr 2 θ̇ ) = d ( J z ) =0
dt dt
Artinya
J z=m r 2 θ̇=konstan

Contoh 4.
Gunakan persamaan hamilton untuk mencari persamaan gerak osilator harmonik
satu dimensi.
Jawab : Energi kinetik dan energi potensial sistem dapat dinyatakan sebagai :
1 1
T = m x 2 dan V = K x2
2 2
Momentumnya
∂T p
p= m ẋ atau ẋ=
∂ ẋ m
Hamiltoniannya dapat ditulis :
1 2 K 2
H=T +V = p+ x
2m 2
Persamaan geraknya adalah :

∂H ∂H
= ẋ =− ṗ
∂p ∂x
p
= ẋ Kx=− ṗ
m
Persamaan pertama menyatakan hubungan momentum kecepatan. Dengan
menggunakan kedua persamaan diatas, dapat kita tulis :
m ẍ + Kx=0
Yang tak lain adalah persamaan osilator harmonik.
4. gunakan persamaan Hamilton untuk mencari persamaan gerak benda yang
berada dibawah pengaruh medan sentral.
Jawab : Energi kinetik dan energi potensial sistem dapat dinyatakan dalam
koordinat polar sebagai berikut :
m 2 2 2
T= ( ṙ +r θ̇ ) danV =V (r )
2
Jadi :

∂T pr
pr = =m ṙ ṙ =
∂ ṙ m

∂T 2 pθ
pθ = =mr θ̇ θ̇= 2
∂ θ̇ mr

Akibatnya :
1 p2
H=
2m ( r )
p2r + 2θ +V (r )

Persamaan hamiltoniannya :
∂H ∂H ∂H ∂H
= ṙ , =−p r , =θ̇ , =− pθ
∂p ∂r ∂ pθ ∂θ

Selanjutnya :
pr
=ṙ
m

2
∂V (r ) pθ
− 3 =−p r
∂r mr


=θ̇
mr 2

− pθ=0

Dua persamaan yang terakhir menunjukkan bahwa momentum sudut tetap,


pθ=kons tan¿ m r 2 θ̇=mh

Sedangkan dua persamaan sebelumnya memberikan,


mh2 ∂ V (r )
m r̈= ṗr = −
r3 ∂r
Untuk persamaan gerak dalam arah radial.

2.9 Aplikasi metode Lagrange dan Hamilton pada persamaan fisika

A. Contoh Pemakaian Metode Lagrange

Prosedur umum yang dipakai untuk mencari persamaan diferensial


gerak dari sebuah sistem adalah sebagai berikut:
1. Pilih sebuah kumpulan koordinat untuk menyatakan konfigurasi sistem.
2. Cari energi kinetik T sebagai fungsi koordinat tersebut beserta turunannya
terhadap waktu.
3. Jika sistem tersebut konservatif, cari energi potensial V sebagai fungsi
koordinatnya, atau jika sistem tersebut tidak konservatif, cari koordinat umum
Qk.
4. Persamaan deferensial gerak selanjutnya dapat dicari dengan menggunakan
persamaan di atas.
Beberapa contoh pemakaian metode Lagrange

1. Sebuah pendulum dengan terbuat dari pegas dengan massa m.


Pegas terikat kuat pada garis bidang datar (massa pegas diabaikan) dengan
panjang pegas adalah l+ x kamudian pegas tersebut ditarik sejauh θ.

Gambar 2.3 Pendulum


1
T = m ( ẋ2 + ( l+ x )2 θ̇ 2)
2
−1 2
V= k x +mg ( l+ x ) cosθ
2
Persaman Lagrange
L=T +V
1 −1 2
L= m ( ẋ 2+ (l+ x )2 θ̇2 ) +
2 2(k x +mg ( l+ x ) cosθ )
1 1
L= m ( ẋ 2+ (l+ x )2 θ̇2 ) +mg (l+ x ) cosθ− k x 2
2 2
Persamaan gerak
d ∂L ∂L
( )
dt ∂ ẋ
=
∂x
d
( m ẋ )=m ( l+ x ) θ̇2 +mg cosθ−kx
dt
m ẍ =m ( l+ x ) θ̇ 2+ mgcosθ−kx

d ∂L ∂ y
( )
dt ∂ θ̇
=
∂θ
d
( m (l+ x )2 θ̇ )=mg (−sinθ )( l+ x )
dt
m (l+ x ) θ̈+2 m ẋ θ̇=−mg sinθ

2. Sebuah partikel bermassa m yang bergerak akibat pengaruh gaya


sentral pada sebuah bidang.
Misalkan koordinat polar (r,) digunakan sebagai koordinat umum
(umum). Koordinat Cartesian (r,) dapat dihubungkan melalui :
x = r cos  y = r sin 
Energi kinetik partikel
T  12 mv 2  12 m  x 2  y 2   12 m  r 2  r 2 2 

Energi potensial gaya sentral

k k
V 
x 2
y 
2 1/ 2 r

Persamaan Lagrange untuk sistem ini


k

L  T  V  12 m r 2  r 2 2   r
dari persamaan Lagrange
d ∂T ∂ T ∂V
= −
dt ∂ q̇k ∂ q k ∂q k

d  L  L
  0
dt  q k  q k
substitusi q1 = r dan q2 = , diperoleh:
d  L  L
  0
dt  r  r
d  L  L
  0
dt    
Dari kedua persamaan di atas diperoleh
L
 mr
r
d  L 
   mr
dt  r 
L k
 mr 2  2
r r

k
mr2  mr 2   2
r

Untuk partikel yang bergerak dalam gaya konservatif

V(r)  k
F(r)      2 
r r  r 

jadi,

mr2  mr 2  Fr

dari persamaan Lagrange

L L
 mr 2  0
 

d  L 
    2mrr   mr 
 2

dt   

2mrr   mr 2  0
d dJ
dt

mr 2   
dt
0
atau,
Hal ini berarti bahwa J merupakan momentum sudut yang nilainya konstan.
Integrasi persamaan di atas menghasilkan
J  mr 2  = konstan
Berdasarkan persamaan di atas dapat dikatakan bahwa dalam medan konservatif
momentum sudut J, merupakan tetapan gerak.
3. Osilator Harmonik
Sebuah osilator harmonik 1-dimensi, dan misalkan padanya bekerja
sebuah gaya peredam yang besarnya sebanding dengan kecepatan. Oleh karena itu
sistem dapat dipandang tidak konservatif. Jika x menyatakan pergeseran
koordinat, maka fungsi Lagrangiannya adalah
1 1
L=T-V= 2
m ẋ 2 − 2 kx 2

dimana m adalah massa dan k adalah tetapan pegas. Selanjutnya:


∂L ∂L
=m ẋ =−kx
∂ ẋ ∂x

Oleh karena pada sistem bekerja gaya yang tidak konservatif yang harganya

sebanding dengan kecepatan; dalam hal ini Q' = -c x , sehingga persamaan gerak
dapat ditulis :
d
( m ẋ )=−c ẋ+(−kx )
dt

  cx
mx   kx  0
Ini tak lain adalah persamaan gerak osilator harmonik satu dimensi dengan gaya
peredam.
4. Parikel yang berada dalam Medan Sentral
Rumuskan persamaan Lagrange gerak sebuah partikel dalam sebuah
bidang di bawah pengaruh gaya sentral. Kita pilih koordinat polar q 1 = r, q2 = .
Maka
1 1
T = 2 mv 2 = 2 m ( ṙ 2 + r 2 θ̇2 )

V =V (r )
1
L= 2 m ( ṙ 2 + r 2 θ̇2 ) −V ( r )

Selanjutnya dengan menggunakan persamaan Lagrange, diperoleh :


2
∂L ∂L
=m ṙ =mr { θ̇ −f (r )¿
∂ ṙ ∂r

∂L ∂L
=0 =mr 2 θ̇
∂θ ∂ θ̇
Oleh karena sistemnya tidak konservatif, maka persamaan geraknya adalah :
d ∂L ∂L d ∂L ∂L
= =
dt ∂ ṙ ∂ r dt ∂ θ̇ ∂θ

d
2 ( mr 2 θ ) =0
m r̈=mr { θ̇ +f (r)¿ dt

5. Pesawat Adwood
Sebuah pesawat Atwood yang terdiri dari dua benda bermassa m 1 dan m2
dihubungkan oleh tali homogen yang panjangnya l m dan dilewatkan pada katrol
(lihat gambar). Sistem ini memiliki satu derajat kebebasan. Kita ambil variabel x
untuk menyatakan konfigurasi sistem, dimana x adalah jarak vertikal dari katrol
ke massa m1 seperti yang ditunjukkan pada gambar.

l-x
x

m1

m2

Gambar 2.4Pesawat Atwood Tunggal

Kecepatan sudut katrol adalah ẋ /a , dimana a adalah jari-jari katrol. Energi


kinetik sistem ini adalah :
ẋ 2
T = 12 m 1 ẋ 2 + 12 m 2 ẋ 2 + 12 I
a2
dimana I adalah momen inersia katrol. Energi potensial sistem adalah :
V   m2 gx  m1 g( l  x )
Anggap bahwa pada sistem tidak bekerja gaya gesekan, sehingga fungsi
Lagrangiannya adalah
I 2
1
(
L= 2 m 1 +m 2 +
a2 )
ẋ + g ( m 1−m2 ) x+ m2 gl

dan persamaan Lagrangenya adalah


d ∂L ∂L
=
dt ∂ ẋ ∂ x

yang berarti bahwa,

I
( m 1 +m 2 +
a2)ẍ=g ( m 1−m2 )

atau,

m1  m 2
x  g
m1  m 2  I / a 2
adalah percepatan sistem. Nampak bahwa jika m 1>m2, maka m1 akan bergerak turun,
sebaliknya jika m1<m2 maka m1 akan bergerak naik dengan percepatan tertentu.

6. Pesawat Adwood Ganda


Pesawat Atwood ganda diperlihatkan pada gambar 2.5.Nampak bahwa
sistem tersebut mempunyai dua derajat kebebasan. Kita akan menyatakan
konfigurasi sistem dengan koordinat x dan x'. Massa katrol dalam hal ini
diabaikan (untuk menyederhanakan persoalan).
Energi kinetik dan energi potensial sistem adalah :
1 1 1
T = 2 m 1 ẋ 2 + 2 m 2 (− ẋ + ẋ ' )2 + 2 m3 (− ẋ− ẋ ' )2

V =−m1 gx−m2 g(l−x +x ' )−m3 g (l−x +l'−x ' )


dimana m1, m2 dan m3 adalah massa masing-masing beban, dan l serta l' adalah
panjang tali penghubungnya.

l-x
x
m1 l'-x’
m2

m3

Gambar Pesawat Atwood Ganda

L 1
2
 2  12 m 2 (  x  x
m1x  ') 2  12 m 3 (  x  x ') 2  g(m1  m 2  m 3 )x 
g(m 2  m3 )x ' tetapan
sehingga persamaan geraknya dapat ditulis :
d ∂L ∂L d ∂L ∂ L
= =
dt ∂ ẋ ∂ x dt ∂ ẋ ' ∂ x '

dengan penyelesaian
m1 ẍ+m2 ( ẍ− ẍ ' )+m3 ( ẍ + ẍ ' )=g (m1 −m2 −m3 )
m2 (− ẍ+ ẍ ' )+m3 ( ẍ+ ẍ ' )=g(m2 −m3 )
dan dari persamaan ini percepatan ẍ dan ẍ' dapat ditentukan.

7. Partikel yang bergerak pada bidang miring yang dapat digerakkan.


Mari kita tinjau sebuah persoalan dimana sebuah partikel meluncur pada
sebuah bidang miring yang juga dapat bergerak pada permukaan datar yang licin,
seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.6. Dalam persoalan ini terdapat dua
derajat kebebasan, sehingga kita butuhkan dua koordinat untuk menggambarkan
keadaan sistem yang kita tinjau. Kita akan memilih koordinat x dan x' yang
masing-masing menyatakan pergeseran dalam arah horisontal bidang terhadap
titik acuan dan pergeseran partikel dari titik acuan terhadap bidang seperti yang
ditunjukkan pada gambar.
Dari analisis diagram vektor kecepatan, nampak bahwa kuadrat
kecepatan partikel diperoleh dengan menggunakan hukum kosinus :
2 2 '2
v = ẋ + ẋ +2 ẋ ẋ ' cos θ
Oleh karena itu energi kinetiknya adalah
1 1 1 1
T = 2 mv 2 + 2 M ẋ 2 = 2 m ( ẋ 2 + ẋ ' 2 +2 ẋ 2 ẋ' 2 cos θ )+ 2 M ẋ 2
dimana M adalah massa bidang miring dengan sudut kemiringan , seperti yang
ditunjukkan dalam gambar 2.6. dan m adalah massa partikel. Energi potensial
sistem tak terkait dengan x oleh karena bidangnya horisontal, sehingga kita dapat
tuliskan :
V=mgx'sin  + tetapan

dan
L  12 m(x 2  x '2  2xx
  'cos )  12 Mx
 2  mgx 'sin  tetapan

Persamaan geraknya
d ∂L ∂L d ∂L ∂ L
= =
dt ∂ ẋ ∂ x dt ∂ ẋ ' ∂ x '

Sehingga

m( ẍ+ ẍ ' cosθ )+M ẍ=0 m( ẍ' + ẍ cosθ )+= mgsin θ


;
'
Percepatan ẍ dan ẍ adalah :
−g sin θ cos θ −g sin θ
ẍ= ẍ '=
m+ M mcos 2 θ
−cos 2 θ 1−
m m+M

ẋ'
v

x'

m
x M

Gambar 2.6gerak pada bidang miring dan representasi vektor

8. Penurunan persamaan Euler untuk rotasi bebas sebuah benda tegar.


Metode Lagrange dapat digunakan untuk menurunkan persamaan Euler
untuk gerak sebuah benda tegar. Kita akan tinjau kasus torka - rotasi bebas. Kita
ketahui bahwa energi kinetik diberikan oleh persamaan:
1
T = ( I 1 ω21 + I 2 ω 22 + I 3 ω32 )
2
Dalam hal ini harga  mengacu pada sumbu utama.  dapat dinyatakan dalam
sudut Euler ,  dan  sebagai berikut:
ω1 =θ̇ cos ψ + φ̇ sin θ sin ψ
ω2 =−θ̇ sin ψ + φ̇ sin θ cos ψ
ω3=ψ̇ + φ̇ cosθ
Dengan memperhatikan sudut Eulerian sebagai koordinat umum, persamaan
geraknya adalah:
d ∂L ∂L
=
dt ∂ θ̇ ∂θ
d ∂L ∂L
=
dt ∂ φ̇ ∂ φ
d ∂L ∂L
=
dt ∂ ψ̇ ∂ψ
oleh karena Q (gaya umum) semuanya nol. Dengan menggunakan dalil rantai
(chain rule):
∂ L ∂T ∂ω 3
=
∂ ψ̇ ∂ ω3 ∂ ψ̇

Sehingga

d ∂L
=I ω̇
dt ∂ ψ̇ 3 3
Dengan menggunakan lagi aturan rantai, kita peroleh
∂T ∂ω ∂ω
=I 1 ω1 1 +I 2 ω 2 2
∂ψ ∂ψ ∂ψ
=I 1 ω1 (−θ̇ sin ψ + φ̇ sin θ cosψ )+I 2 ω 2 (−θ̇ cosψ− φ̇ sin θ sinψ )
=I 1 ω1 ω2 −I 2 ω2 ω 1

Dapat diperoleh

I 3 ω̇3 =ω 1 ω2 (I 1 −I 2 )
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Jika ditinjau gerak partikel yang terkendala pada suatu permukaan bidang,
maka diperlukan adanya gaya tertentu yakni gaya konstrain yang berperan
mempertahankan kontak antara partikel dengan permukaan bidang. Namun, tak
selamanya gaya konstrain yang beraksi terhadap partikel dapat diketahui.
2. Dalam kondisi khusus terdapat gaya yang tak dapat diketahui, maka
pendekatan Newtonian tak berlaku. Sehingga diperlukan pendekatan baru
dengan meninjau kuantitas fisis lain yang merupakan karakteristik partikel,
misal energi totalnya. Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan prinsip
Hamilton, dimana persamaan Lagrange yakni persamaan umum dinamika
partikel dapat diturunkan dari prinsip tersebut.
3. Prinsip Hamilton mengatakan, lintasan nyata yang diikuti sistem dinamis
adalah lintasan yang meminimumkan integral waktu selisih antara energi
kinetik dengan energi potensial.
4. Persamaan gerak partikel yang dinyatakan oleh persamaan Lagrange dapat
diperoleh dengan meninjau energi kinetik dan energi potensial partikel tanpa
perlu meninjau gaya yang beraksi pada partikel.Energi kinetik partikel dalam
koordinat kartesian adalah fungsi dari kecepatan, energi potensial partikel yang
bergerak dalam medan gaya konservatif adalah fungsi dari posisi.
5. Persamaan Lagrange merupakan persamaan gerak partikel sebagai fungsi dari
koordinat umum, kecepatan umum, dan mungkin waktu.
6. Pada dasarnya, persamaan Lagrange ekivalen dengan persamaan gerak
Newton, jika koordinat yang digunakan adalah koordinat kartesian.
7. Hubungan Lagrangian terhadap waktu merupakan konsekuensi dari gaya
konstrain terhadap waktu atau dikarenakan persamaan transformasi yang
menghubungkan koordinat kartesian dan koordinat umum mengandung fungsi
waktu.
DAFTAR PUSTAKA

Boas, Mary. --. Mathematical Methods in the Physical Sciences. ---

Bukit, Nurdin dan Marlina, Eva.(2015). Mekanika. Medan: Unimed Press.

Morin, David. 2004. Introduction to Classical Mechanics With Problems and


Solutions. New York: Cambridge University Press.

Anda mungkin juga menyukai