ISBN :
Penerbit:
Redaksi:
Alamat:
Kode Pos: 81116
Email:
BUKU AJAR
Pengantar Fisika
Statistik
Rai Sujanem
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya Buku
Ajar Pengantar Fisika Statistik. Fokus kajian Buku Ajar Pengantar Fisika Statistik ini
terbatas pada kajian konsep-konsep esensial dan strategis yang mengacu pada Mata kuliah
Pengantar Fisika Statistik ini ini memberikan pengetahuan mengenai masalah-masalah yang
berkaitan dengan materi Pengantar Fisika Statistik. Kajian materi Pengantar Fisika Statistik
lebih ditekankan pada pemahaman konsep-konsep esensial dan strategis. Sebagai pengantar
pengkajian konsep-konse Pengantar Fisika Statistik ini diawali pengetahuan Teori Kinetik Gas,
suhu kalor, entropi, perumusan mekanika, gas ideal, objek yang bukan gas ideal, distribusi
kecepatan Maxwell, fenomena transport, statistic Maxwell-Boltzmann dan aplikasinya,
statistik Kuantum yang terdiri atas statistik Bose-Einsetin dan aplikaisnya, Statistik Fermi-
Dirac dan aplikasinhya.
Buku ajar Pengantar Fisika Statistik Perguruan Tinggi ini dirancang khusus bagi
mahasiswa yang menjadi guru. Oleh karena itu materi yang disusun di dalamnya memudahkan
mahasiswa memiliki bekal yang cukup dalam menjelaskan dasar-dasar Pengantar Fisika
Statistik kepada mahasiswa. Deskripsi materi Pengantar Fisika Statistik yang dikaji ini
mengacu pada Silabus Pengantar Fisika Statistik.
Kajian materi ajar pada buku ini diawali dengan Capaian Pembelajaran (CP),
dilanjutkandengan Indikator Capaian Pembelajaran (ICP). Setelah penyampaian CP dan ICP,
dilanjutkan deskripsi singkat materi pada pendahuluan, kemudian dilanjutkan dengan kajian
konsep-konsep enesnsial dan strategis sesuai silabus. Pada kajian konsep-konsep esensial dan
strategis dilengkapi dengan fenomnena atau masalah kontekstual yang terkait dengan konsep-
konsep tersebut. Selain itu, kajian materi juga dilengkapi contoh-contoh soal dan
penyelesaiannya. Pada setiap akhir Bab diberikan Latihan Soal-soal untuk melatih mahasiswa
tentang pemahaman konsep-konsep Pengantar Fisika Statistik.
Materi ajar Pengantar Fisika Statistik ini dipaparkan dalam 7 Bab, dengan sebaran
sebagai berikut. Pada Bab I, dpaparkan tentang Teori Kinetik, Bab II tentang distribusi
kecepatan Maxwell, Bab III tentang fenomena transport, Bab IV tentang Statistik Maxwell-
Boltzmann, Bab V tentang aplikasi Statistik Maxwell-Boltzmann Bab VI tentang statistik
Kuantum terkait statistik Bose-Einsetin dan aplikaisnya, dan Bab VII tentang Statistik Fermi-
Dirac.
Buku Pengantar Fisika Statistik ini sudah ditelaah dan direvisi oleh tim Pengampu Mata
Kuliah. Namun demikian, kami masih berharap kepada para penelaah dan pengguna untuk
selalu memberikan masukan dan penyempurnaan sesuai kebutuhan dan perkembangan ilmu
pengetahuan teknologi terkini.
Kami menghaturkan banyak terimakasih kepada semua fihak atas terselesainya Buku
Ajar Pengantar Fisika Statistik ini tepat pada waktunya. Buku Ajar ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu besar harapan kami kiranya kritik, saran, dan masukan untuk lebih
menyempurnakan isi materi serta sistematika. Mudah-mudahan Buku Ajar Pengantar Fisika
Statistik ini ada manfaatnya.
Penyusun
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….. v
Daftar Tabel
∞
Tabel 2.1. Harga integral tertentu dari integral: ∫0 𝑥 𝑛 𝑒𝑥𝑝( − ax 2 )dx = 𝑓(𝑛)……… 31
Tabel 2.2. 2 𝑥 −𝑥 2 32
Nilai fungsi kesalahan: 𝑒𝑟𝑓(𝑥) = ∫ 𝑒 𝑑𝑥 ……………………….
√𝜋 0
Tabel 5.1. Temperatur Karakteristik untuk Vibrasi dan Rotasi dari Molekul Diatomik 88
Daftar Gambar
Gambar 1.1 Setiap molekul dipasangkan vektor memberi petunjuk arah kecepatan
molekul ………………………….……….………………….………….. 5
Gambar 1.2 Perubahan dalam kecepatan dalam tumbukan elasttik …………………. 7
Gambar 1.3 Sebuah molekul v sebelum dan setelah tumbukan dengan permukaan.. 9
Gambar 1.4 Gas di dalam silinder yang dilengkapi dengan piston …………..……… 12
Gambar 1.5 (a). Jarak dari pusat ke pusat akan sama jika dalam gerakan molekul, (b)
Satu molekul mengkerut menjadi titik, sedangkan molekul yang lain
membesar dengan diamater 2 ……………………..………………….. 14
Gambar 2.1 Diagram Ruang kecepatan ………………………….………………..….. 20
2
Gambar 2.2 Jumlah molekul (titik representatif) ini dinyatakan dengan d NVxVy ......... 23
Gambar 2.3 Molekul ini akan memiliki titik ujung kecepatan pada suatu prisma kecil 23
merupakan potongan dari slice ……………….………………..………..…
Gambar 2.4 Besar sama dalam satu shell .......................……………………..….…. 24
Gambar 2.5 Grafik terhadap v .........................................……………………..…… 27
Gambar 2.6 Grafik dari Fungsi distribusi Kelajuan Maxwell-Boltzmann ……..….… 28
Gambar 2.7 Fungsi distribusi Maxwell-Boltzmann untuk sebuah komponen kecepatan 30
Gambar 2.8. Fungsi distribusi pada tiga temperaturyang berbeda, T3 > T2 >T1 ……… 33
Gambar 2.9 Laju rata-rata (𝑣), vrms, dan vm ….…………….. ………………………… 34
Gambar 2.10. Grafik error function ………………………………………..….……… 36
Gambar 2.15. Hasil Eksperimen Estermann, Simpson, dan Stern sesuai dengan distribusi
kecepatan Maxwell …..…………….…….…………….……………….. 41
Gambar 3.1 Lintasan bebas molekul ………………….…….……….……………….. 48
BAB I
TEORI KINETIK
1.3 Pendahuluan
Fisika Statistik membahas bidang ilmu pengetahuan yang sama seperti termodinamika,
yakni membuat anggapan mengenai adanya atom-atom. Hukum-hukum dasarnya adalah hukum-
hukum mekanika, yang digunakan pada atom-atom yang membentuk sistem tersebut. Kita dapat
menggunakan hukum-hukum mekanika secara statistik, dan kita mendapatkan bahwa kita mampu
menyatakan semua variabel termodinamika sebagai rata-rata tertentu dari sifat-sifat atom.
Misalnya, tekanan yang dikerahkan oleh suatu gas pada dinding bejana yang berisi gas tersebut
adalah kecepatan rata-rata per satuan luas pada mana atom-atom gas memindahkan momentum
kepada dinding sewaktu atom-atom bertumbukan dengan dinding tersebut. Banyaknya atom di
dalam sebuah sistem makroskopik biasanya adalah begitu besar sehingga rata-rata seperti itu
adalah sungguh-sungguh besaran-besaran yang didefinisikan secara sangat tajam.
Walaupun prinsip termodinamika mampu memprediksi banyak hubungan antar besaran-
besaran pada suatu materi, seperti perbedaan antara kapasitas kalor cp dan cv,, atau berbagai jenis
kuantitas yang berhubungan dengan tekanan, hal ini tidak mungkin diperoleh dari perhitungan
termodinamika sendiri terkait besaran mutlak dari kapasitas panas, atau suatu persamaan keadaan.
Namun, kita bisa melampaui batasan termodinamika dengan membuat suatu hipotesis mengenai
sifat materi, dan yang paling diutamakan adalah hipotesis awal bahwa struktur/susunan yang
terdiri dari partikel yang disebut molekul. Secara khusus, teori molekul gas telah berkembang
pesat, karena permasalahan dalam molekul gas jauh lebih sederhana dari pada yang ditemui pada
cairan dan padatan.
Materi yang diprediksi dalam jumlah besar, dimulai dengan mengkaji teori molekul
melalui dua cara yang berbeda seperti berikut. Pertama, teori kinetik yang mana berlaku hukum
mekanika pada setiap molekul dari suatu sistem, dan dari sini hukum-hukum pada tekanan gas,
energi internal, dan kapasitas panas. Metode fisika statistik mengabaikan berbagai pertimbangan
yang rinci pada molekul sebagai satu kesatuan (utuh), tetapi berlaku teori probabilitas untuk
jumlah molekul yang sangat besar sebagai pembentuk setiap bagian dari materi. Pada kajian fisika
statistik diberikan wawasan lebih jauh ke dalam konsep entropi dan prinsip peningkatan entropi.
Kita dapat menggunakan hukum-hukum mekanika secara statistik kepada kumpulan-kumpulan
atom pada dua tingkat yang berbeda-beda. Pada tingkat yang dinamakan teori kinetik, kita
meneruskan dengan cara yang agak fisis, dengan menggunakan cara-cara peralatan matematis
yang relatif sederhana.
Teori kinetik telah dikembangkan oleh Robert Boyle (1627-1691), Daniel Bernoulli
(1700-1782), James Joule (1818-1889), Rudolph Clausius (1822-1888), dan Clerk Maxwell
(1831-1879). Teori Kinetik gas menjelaskan tentang sifat-sifat makrokosfis gas, seperti tekanan,
temperatur, atau volume dengan menganggap komposisi, dan gerak molekul. Secara esensial teori
ini mengungkapkan bahwa tekanan bukan tolakan antara molekul diam, namun tumbukan antara
molekul molekul yang bergerak dengan kecepatan tertentu. Teori kinetik disebut juga teori kinetik
molekul atau teori tumbukan.
Anggapan dasar Teori kinetik molekul gas (Brotosiswojo et all., 2016; Rajagukguk,
2020; Sears & Salinger, 1975) seperti berikut.
1) Dalam satu satuan volume gas, terdapat jumlah N molekul yang cukup banyak. Jika m
̅
menyatakan massa masing-masing molekul, maka massa totalnya adalah mN. Jika 𝑚
menyatakan massa molar dalam kilogram per kilomol, maka banyak mol n adalah n =
̅ . Banyaknya molekul per mol gas disebut bilangan Avogadro NA, dengan:
mN/𝑚
̅ /m
NA = N/n= 𝑚 (1.1)
Karena satu mol gas ideal pada 273 K dan pada tekanan atmosfir baku menempati volum
0,0224 m3 =22,4 liter =2,24 x 104 cm3, maka terdapat sekitar 3 × 1025 molekul dalam volume
1 m3, atau 3 ×1019 molekul dalam volume 1 cm3 dan 3×1016 molekul per mm3, bahkan volum
sekecil satu mikrometer kubik berisi 3 × 107 molekul.
2) Molekul gas ideal dianggap menyerupai bola keras yang kecil yang ada di dalam keadaan
gerak acak secara terus-menerus. Dalam keadaan temperatur dan tekanan gas ideal, jarak rata-
rata antara molekul yang bertetangga, besar, dibandingkan dengan ukuran molekulnya.
Diameter molekul adalah dalam orde 2 atau 3×10-10m. Dalam keadaan baku, jarak rata-rata
antar molekul dapat ditentukan sebagai berikut. Volume yang ditempati masing-masing
molekul adalah:
1
m3 =30 × 10-27 m3
3 x10 25
Jarak antar molekul adalah :
d = 3 30 10−27 m 3 3 x 10-9 m
Jadi, jarak antar molekul adalah sekitar 10 kali diameter molekul.
3) Molekul gas ideal dianggap tidak melakukan gaya tarik atau tolak pada molekul lainnya kecuali
bila molekul itu saling bertumbukan dan bertumbukan dengan dinding. Jadi, waktu antara
terjadinya tumbukan, molekul bergerak lurus beraturan.
4) Bila tidak ada gaya medan eksternal, molekul terdistribusi merata ke seluruh wadahnya.
Kerapatan molekul N/V dianggap tetap sehingga dalam sebarang bagian kecil volum dV
terdapat dN molekul dengan:
N
dN = dV (1.2)
V
pendekatan ini berlaku untuk dV yang masih bisa ditempati oleh jumlah molekul yang cukup
besar.
5) Semua arah dari kecepatan molekul mempunyai kecepatan yang sama. Asumsi ini memberi
petunjuk bahwa arah kecepatan molekul pada suatu saat bisa dianggap ke arah mana saja.
Untuk menganalisa asumsi ini, pada setiap molekul dipasangkan vektor memberi petunjuk
bahwa arah kecepatan molekul. Semua vektor ini dipindahkan ke titik awal dan dengan pusat titik
awal dibuat bola dengan jari-jari sembarang r. Vektor-vektor kecepatan diperpanjang hingga
menembus bidang bola. Jumlah titik tembus pada bidang bola akan sama jumlahnya dengan
jumlah molekul dalam bola. Karena molekul tersebar merata sesuai dengan asumsi di atas, maka
titik tembus harus tersebar merata pula pada bidang bola. Hal ini berarti kecepatan molekul
arahnya merata dalam bola.
Jika dalam bola terdapat N molekul, maka titik tembus kecepatannya pada bidang bola
adalah N buah. Petunjuk dari asumsi ini harus menyatakan bahwa jumlah titik tembus per satuan
luas di seluruh bidang bola harus sama di semua titik dalam bidang bola. Jumlah rata-rata titik per
N
satuan luas adalah: , dan Selanjutnya jumlah titik di dalam elemen luas dA, adalah:
4r 2
N
dN = dA (1.3)
4r 2
Selanjutnya berdasarkan sistem koordinat bola, besarnya dA dapat ditentukan dengan r, , dan .
dA= r2 sin d d,
Jumlah titik di dalam luas ini, atau jumlah molekul-molekul yang memiliki kecepatan di dalam
arah antara dan + d, dan + d yang mana akan disebut dengan d2N, yaitu :
N N
d2N = r2 sin d d = sin d d (1.4)
4r 2
4
Jika ke dua ruas Persamaan (1.4) dibagi dengan volume V, maka dieproleh :
d 2 N
d2n = = n sin d d (1.5)
V 4
dengan d2n menyatakan jumlah molekul per satuan volume dengan kecepatan yang berarah
antara dan + d, dan + d.
Pertama-tama kita akan tinjau berapa banyak molekul-molekul yang menumbuk permukaan
dalam waktu dt, bergerak di dalam arah , dan dengan kelajuan tertentu v. Marilah kita sebut
tumbukan ini sebagai tumbukan v (Tumbukan di dalam arah dan + d, dan + d, dan
dengan laju antara v dan v + dv)
Selinder miring (lihat Gambar 1.2) dengan ujung berarah , dan panjangnya vdt. Panjang
ini merupakan jarak molekul dengan laju v yang ditempuh dalam waktu dt. Jumlah tumbukan v
dengan dA dalam waktu dt sama dengan jumlah molekul v di dalam selinder, dimana molekul
v menyatakan molekul dengan laju v dan berah . Berapa banyak molekul-molekul di dalam
selinder? Dalam hal ini kita asumsikan bahwa molekul-molekul dalam jumlah yang besar, jumlah
N molekul dan sub group dNv atau dN terdistribusi merata. Misalkan dnv menyatakan jumlah
molekul per satuan volume dengan laju v dan v + dv, maka dari Persaman (1.5), diperoleh jumlah
molekul per satuan volume adalah:
Jumlah total tumbukan per satuan luas per satuan waktu adalah yang dibuat oleh molekul dengan
laju v diperoleh dengan cara mengintegralkan seluruh antara 0 dan /2, dan seluruh antara 0
dan 2. Dengan demikian diperoleh:
/2 2
1
vdnv sin cos d d = 1 vdnv, (1.8)
4 =0 =0
4
dan jumlah tumbukan yang dibuat oleh molekul dengan laju v adalah sebanding dengan jumlah
molekul dengan laju v ini. Jumlah total molekul per satuan luas per satuan waktu, dengan semua
laju, yaitu:
1
vdnv (1.9)
4
Jumlah tumbukan v per satuan luas per satuan waktu dapat pula dnyatakan dengan kecepatan rata-
rata v , yakni :
v=
v (1.10)
N
Jika ada Ni1 molekul semuanya dengan laju yang sama v1, N2 molekul semuanya dengan laju yang
sama v2, dan seterusnya, maka laju rata-ratanya dapat dinyatakan sebagai berikut.
v=
N v i i
N
atau bagi pembilang dan penyebut dengan volume V, maka diperoleh:
v=
n v i i
(1.11)
n
Contoh:
Misalkan ada 2 molekul dengan laju 1 m/s, 4 molekul dengan laju 2 m/s, dan 3 molekul dengan
laju 3 m/s. Tentukan laju rata-rata molekul tersebut.
Penyelesaian :
Dengan cara pertama, gunakan Persamaan (1.10):
v=
v = (1 + 1) + (2 + 2 + 2 + 2) + (3 + 3 + 3) =2,11 m/s
N 2+4+3
Dengan cara kedua, gunakan Persamaan (1.11):
v=
N v i i
=
(2 1) + (4 2) + (3 3)
= 2,11 m/s
N 2+4+3
Jika molekul-molekul memiliki kecepatan dengan distribusi kontinu, dan dnv adalah jumlah
molekul dengan laju v, maka tanda sigma pada Persamaan (1.11) diganti dengan integral, dan
diperoleh:
v=
vdn v
atau vdnv = n v (1.12)
n
Jadi, jumlah total tumbukan dengan dinding per satuan luas per satuan waktu, untuk seluruh
molekul dari segala arah dengan berbagai kecepatan, yaitu :
1
4 nv (1.13)
Pada keadaan standar, jumlah molekul per meter kubik, n, adalah sekitar 3 1025. Laju rata-rata
molekul Oksigen pada 273 K sekitar 450 m/s. Jumlah tumbukan dengan dinding per meter persegi
per sekon, yang dibuat oleh molekul-molekul Oksigen adalah :
1
3 1025 450 3,3 1027 tumbukan/m2.s
4
Gaya yang dikerjakan oleh sebuah molekul di dalam tumbukan adalah sebuah gaya
impuls, dalam waktu yang singkat. Kita gunakan teori momentum-impuls, di mana impuls sama
dengan perubahan momentum yang dihasilkannya. Jika m adalah massa molekul yang
bertumbukan, maka perubahan komponen momentum tegak lurus dalam arah tumbukan v,
yaitu :
mv cos - (-mv cos) = 2 mv cos.
Jumlah tumbukan v dengan elemen luas dA dalam waktu dt, yaitu:
1
vdnv sin cos d d dA dt.
4
Untuk mendapatkan perubahan momentum yang dihasilkan dari tumbukan molekul dengan
semua kelajuan, maka dapat dinyatakan sebagai :
1
3
m v 2 dnv dAdt
Dengan definisi, perkalian nilai rata-rata gaya, F , dan waktu intervl selama bereaksi, impuls gaya
sama dengan perubahan momentum yang dihasilkannya, yaitu :
d F dt =
1
3
m v 2 dnv dAdt (1.14)
Tekanan rata-rata P yang dikenakan pada permukaan adalah gaya rata-rata per satuan luas d F
/dA . Bagi Persamaan (1.14) dengan = dA dt, maka diperoleh :
dF 1
dA 3
p= = m v 2 dnv (1.15)
Sekarang nilai rata-rata dari kuadrat kelajuan seluruh molekul diperoleh dengan
menguadratkan semua kelajuan, jumlahkan, dan bagi dengan jumlah molekul total.
v2 =
v 2
N
Jika molekul-molekul terdiri dari beberapa kecepatan, maka nilai rata-rata dari kuadrat kelajuan
sebagai berikut.
v2 =
N v 2
i i
, atau v 2 =
n v 2
i i
N n
Jika molekul-molekul terdiri dari distribusi kecepatan kontinu, maka :
v
2
dnv
v2 = atau v 2 dnv = nv 2 (1.16)
n
Akhirnya, karena tekanan p diukur secara eksperimen sama dengan tekanan rata-rata p dikenakan
oleh molekul, maka dari Persamaan (1.15) dan (1.16) diperoleh :
1
p= nm v 2 (1.17)
3
Karena n= N/V, maka diperoleh:
1 N
p= m v2 (1.18)
3 V
atau
1
pV = Nm v 2 (1.19)
3
Ingatlah kembali dari Thermodinamika:
pV = nRT, (1.20)
dengan n menyatakan jumlah mol dan tidak sama dengan n pada Persamaan (1.17). Jumlah mol
sama dengan jumlah molekul total N, dibagi dengan jumlah molekul per mol, bilangan Avogadro,
No.
n = N/No (1.21)
Dengan mensubstitusi Persamaan (1.21) ke Persamaan (1.20), makakita dapat menulis
persamaan keadaan gas ideal:
R
pV = N T = NkT (1.22)
No
Kuantitas R/No merupakan konstanta gas universal per molekul, atau konstanta Bolztmann dan
dinyatakan dengan k. Karena R dan No merupakan konstanta gas universal, maka k juga
merupakan konstanta universal, dengan :
Hal ini berarti bahwa energi kinetik translasi rata-rata molekul gas sebanding dengan temperatur
absolut, atau sebaliknya, temperatur sebanding dengan rata-rata energi kinetik translasi. Dengan
demikian energi kinetik rata-rata molekul gas H2, He, O2, Hg, dan sebagainya, adalah sama pada
temperatur yang sama.
berubah. Bila komponen normal sebelum tumbukan v cos , di mana adalah sudut antara v dan
normal terhadap dinding. Komponen kecepatan setelah tumbukan v’ cos ’, yakni, sama dengan
v cos - 2u. Jadi, ada perubahan kesepatan sebelum dan setelah tumukan pda komponen
normlnya. Kehilangan energi kinetik:
½ m(v cos )2 - ½ m(v’ cos ’)2 = ½ m(v cos )2 - ½ m(v cos - 2u)2
Untuk kasus u << v, maka diperoleh : 2m vu cos .
Hilangnya energi kinetik ini dipergunakan untuk usaha mendorong piston.
Kehilangan energi kinetik ini tergantung pada , tetapi tidak pada . Berdasarkan
Persamaan (1.6), jumlah molekul yang menumbuk dinding dengan laju v per satuan luas per
satuan waktu, yang membentuk sudut dengan normal antara dan + d, dengan semua sudut
antara antara 0 dan 2, adalah:
1
2 vdnv sin cosd . (1.26)
Kalikan dengan kehilangan energi kinetik dari tumbukan, maka diperoleh kehilangan energi
kinetik per satuan luas per satuan waktu, dengan molekul membuat tumbukan , yaitu:
mu v2 dnv sin cos2 d (1.27)
Selanjutnya, integrasikan seluruh antara 0 dan /2 untuk memperoleh kehilangan energi kinetik
total dengan kecepatan v, maka diperoleh:
/2
1
sin cos d =
2
mu v2 dnv mu v2dnv.
=0 3
yang merupakan kehilangan energi kinetik total persatuan luas per satuan waktu.
Karena 1
3 n m v 2 u merupakan tekanan (p), dan jika luas piston adalah A, maka penurunan energi
kinetik molekular per-unit waktu sama dengan:
pAu = Fu. (1.29)
Perkalian F u (gaya kali kecepatan) memberikan laju kerja yang dilakukan pada piston oleh
ekspansi gas.Jadi, laju kerja sama dengan penurunan energi kinetik. Jika gas tidak menerima
energi dari tempat lain, maka jelas temperatur gas tersebut juga turun.
Gambar 1.5 (a). Jarak dari pusat ke pusat akan sama jika dalam gerakan molekul
(b) Satu molekul mengkerut menjadi titik, sedangkan molekul yang
lain membesar dengan diamater 2
Volume bola dengan jari-jari ini mewakili volume 2 buah molekul yang bertumbukan. Karena
ada N molekul dalam volume tempat tersebut, maka besarnya volume b’ menurut Clausius adalah:
b’ = ½ N 43 (2)3 = 16
3 N3 (1.30)
1
p(V-b’) = nRT atau p(V-b’) = N mv2 (1.31)
3
yang dikenal dengan persamaan keadaan Clausius.
yang dikenal dengan persamaan van der Waals. Jika kita gunakan besaran baru a dan b, yang
didefinisikan sebagai :
a = a’ N o2 , dan b = b’ No/N, (1.34)
dengan No adalah bilangan Avogadro, maka persamaan (1.33), dapat direduksi menjadi :
a
p + 2 (v − b) =RT
v
Perhitungan yang lebih teliti menunjukkan bahwa kuantitas a dan b, bukanlah konstan tetapi
merupakan kuantitas sebagai fungsi temperatur.
1. Analisislah karakteristik gas yang dapat mendekati gas ideal dalam penerapannya dalam
temperatur gas, berikan argumentasi.
2. Untuk dapat mendekati pengertin ”gas ideal” diperlukan beberapa asumsi dasar :
(a) Di dalam Fisika/Kimia didapatkan satu kg-mol berisi 6,03x1026 molekul dan pada kondisi
standar volumenya 22,4 m3 . Asumsi dasar mana didukung oleh ketentuan ini ?
(b) Asumsi dasar yang lain adalah molekul tidak melakukan tidak melakukan tidak melakukan
gaya satu sama lain kecuali pada saat tumbukan. Bagaimana seharusnya jarak antara
molekul gas tersebut ? Berikan alasannya !
3. Bagaimanakan langkah-langkah menentukan persamaan gas ideal berdasarkan teori kinetik
gas.
4. Panjang gelombang cahaya untuk warna hijau kekuning-kuningan adalah 5000A. Pada
keadaan standar, berapa banyak molekul yang terdapat di dalam kubus yang sisi-sisinya
5000A?
5. (a) Hitunglah jumlah molekul gas per satuan volume pada temperatur 300K bila tekanannya
adalah 10-3 mmHg. (b) Berapa banyak molekul di dalam suatu kubus yang sisinya 1 mm pada
kondisi ini ?
n
6. Diketahui persamaan: d2n sin dd
4
(a) apa yang ditujukkan oleh d2n .
(b) Berapa bagian jumlah molekul yang ditunjukkan d2n.
(c) Dapatkah anda melukiskan di mana letak titik tembus perpanjangan kecepatn molekul
yang ditandai dengan d2n .
Ni 2 4 6 8 2
vi (cm/s) 1 2 3 4 5
15. (a) Hitunglah energi kinetik translasi rata-rata dari molekul gas pada 330K. (b) Hitunglah laju
rms jika gas hidrogen (H2 =2), oksigen (O2=32), uap merkuri (Hg=201).
16. Hitunglah laju rms dari (a) atom Helium pada 2oK, (b) molekul Nitrogen pada 37oC, dan (c)
atom Merkuri pada 100oC.
17. Pada temperatur berapa energi kinetik translasi rata-rata suatu molekul sama dengan muatan
sebuah ion yang massanya sama yang dipercepat dengan beda potensial (a) 1 volt, (b) 800
volt, (c) 800.000 volts.
18. Bagaimanakah koreksi yang dilakukan Clausius terhadap persamaan gas ideal untuk bisa
diterakan pada gas sejati.
19. Bagaimanakah koreksi yang dilakukan van der Waals terhadap persamaan gas ideal untuk bisa
diterakan pada gas sejati.
************
BAB II
DISTRIBUSI KECEPATAN MOLEKUL
2.3 Pendahuluan
Pada bab sebelumnya, telah diasumsikan bahwa molekul-molekul gas memiliki kecepatan
yang berbeda, namun belum disinggung bagaimana fungsi kecepatannya tersebut. Pada bab ini
akan dikaji fungsi distribusi kecepatan.
Penentuan fungsi distribusi kecepatan molekul, pertama kali dilakukan oleh Clerk
Maxwell pada tahun 1859. Teori tersebut kemudian dikaji oleh Ludwig Boltzmann dengan
mekanika statistik.
Kuantitas v menyatakan besarnya kecepatan atau disebut laju. Dalam hal ini untuk setiap
kecepatan berlaku:
v2 = vx2 + vy2 + vz2
Dalam sumbu koordinat ini setiap vektor kecepatan dapat ditentukan dengan koordinat
titik ujung vektornya. Dengan demikan, untuk membicarakan distribusi kecepatan molekul cukup
diperhitungkan destribusi titik representatif yang merupakan titik ujung masing-masing vektor
kecepatan. Ruang di mana dibuat sumbu X, Y, dan Z disebut ruang kecepatan, seperti Gambar 2.4.
Dalam Gambar 2.1 dapat dilihat titik representatif yang terdapat dalam prisma bervolume dx dy
dz akan mempunyai koordinat (vx + dvx), (vy + dvy), (vz + dvz).
Kemudian harus pula diasumsikan dvx dvy dvz yang merupakan elemen volume, elemen
volume ini harus mengandung titik representatif yang jumlahnya banyak sekali tetapi cukup kecil
bila dibandingkan dengan seluruh titik representatif.
Dengan demikian dapat dituliskan jumlah molekul yang memiliki komponen kecepatan
pada sumbu X dari vx sampai (vx + dvx) adalah,
dNvx = N f(vx) dvx (2.2)
Fraksi jumlah molekul di dalam slice yang tegak lurus dengan sumbu vy dan vz harus diberikan
oleh fungsi vy dan vz yang mempunyai presesi sama dalam bentuk fungsi vx, yakni:
𝑑𝑁𝑣𝑦
= f(vy)dvy (2.3)
𝑁
𝑑𝑁𝑣𝑥
=f(vz)dvz (2.4)
𝑁
Pertanyaan selanjutnya, yaitu apakah fraksi molekul dengan komponen kecepatan ke arah X antara
vx dan vx + dvx pada waktu yang sama memiliki komponen kecepatan ke arah Y antara vy dan vy
+ dvy? Meskipun sub-kelompok molekul dNvx hanya fraksi kecil jumlah molekul total, fraksi
tersebut masih terdiri dari sejumlah besar molekul. Maxwell mengasumsikan bahwa jika salah
satu sub-kelompok dianggap jumlah molekul total, maka fraksi jumlah molekul antara vy dan vy
+ dvy memiliki komponen kecepatan yang cukup besar.
Dengan asumsi tersebut di atas, maka kita dapatkan fraksi jumlah molekul dengan
komponen kecepatan vx yang memiliki komponen Y antara vy dan vy + dvy sama dengan fraksi
jumlah total yang memiliki komponen Y di dalam rentang yang sama. Misalkan d2Nvxvy
menyatakan jumlah molekul yang memiliki komponen kecepatan arah sumbu X antara vx dan vx
+ dvx dan memiliki komponen kecepatan arah sumbu Y antara vy dan vy + dvy. Fraksi jumlah
molekul komponen vx dengan komponen Y antara vy dan vy + dvy adalah:
d 2 Nv x v y
dNv x .
Fraksi dari jumlah total dengan komponen Y antara vy dan vy + dvy , dari persamaan (2.4),
𝑑𝑁𝑣𝑦
𝑁
= f(vy)dvy.
vx vy dv
dv Y
vx
V
dv
dv
X
y
dV
z
dV dV
dV
y x
z a
V
z V
V dV
V y
y Y
dV x
x
X
Selanjutnya titik-titik ujung vektor kecepatan molekul disebut titik representatif yaitu yang
mewakili molekul. Karena itu dapat dihitung pula jumlah titik representatif per satu satuan volume
adalah dan dapat ditulis,
𝑑3 𝑁
𝜌= = Nf(vx)f(vy)f(vz) (2.7)
𝑑𝑣𝑥 𝑑𝑣𝑦 𝑑𝑣𝑧
Kemudian kalau sebaran ke kecepatan adalah isotropik maka adalah sama untuk daerah
yang memiliki jarak dari 0 sebesar v. Dalam hal ini berlaku pula,
v2 = vx2 + vy2 + vz2
Dengan kata lain besarnya sama dalam satu shell yaitu bola berongga tipis dengan jari-
jari v dari 0 dan tebal dv lihat Gambar 2.4 berikut.
Kulit II
Kulit I
dV
Gambar 2.4. Besar sama dalam satu shell
Sekarang dipikirkan kalau pindah dari elemen volume I ke elemen volume II pada
umumnya berubah. Perubahan yang terjadi karena perubahan vx, vy, vz, yang berubah masing-
masing dengan dvx, dvy, dvz. Secara matematik dapat ditulis sebagai turunan parsial dari ke dvx,
ke dvy dan ke dvz, maka dapat ditulis,
𝜕𝜌 𝜕𝜌 𝜕𝜌
𝑑𝜌 = 𝜕𝑣 𝑑𝑣𝑥 + 𝜕𝑣 𝑑𝑣𝑦 + 𝜕𝑣𝑧 𝑑𝑣𝑧 (2.8)
𝑥 𝑦
Untuk f(vx) adalah fungsi dari vx dan f(vx) dan f(vz) tak tergantung dari vx , maka dapat
ditulis,
d
= N f (v x )
vx x
dv f(vy)f(vz)
= Nf’(vx) f(vy)f(vz)
dan
𝜕𝜌
𝜕𝑣𝑧
= Nf(vx) f (vy)f’(vz)
Kalau perubahan dvx dvy dvz dalam elemen II masih terletak dalam shell I elemen volume I dan
keadaan isotropik ( = konstan) maka, d = 0, dan dari Persamaan (2.8), maka dapat ditentukan,
𝜕𝜌 𝜕𝜌 𝜕𝜌
𝑑𝜌 = 𝑑𝑣𝑥 + 𝑑𝑣𝑦 + 𝑑𝑣𝑧
𝜕𝑣𝑥 𝜕𝑣𝑦 𝜕𝑣𝑧
Gunakan metode pengali Lagrange tak tentu. Metoda ini memerlukan persamaan-
Persamaan (2.8) dan (2.10), yakni, persamaan pokok, dan persamaan syarat. Langkah metoda
ini
(1) Kalikan persamaan syarat dengan konstanta (yang merupakan pengali tak tentu ).
Harga ditentukan kemudian.
(2) Hasil perkalian pada (1) ditambahkan pada persamaan pokok.
(3) Selanjutnya diselesaikan mungkin dengan cara integrasi tergantung dari keadaan.
(4) Dalam penyelesaian (3) bila diperlukan menurut keadaannya konstanta integrasinya
dipilih misalnya dalam bentuk ln , di mana konstanta yang ditentukan kemudian
pula.
Mengingat dvx, dvy, dan dvz tak saling bergantungan, maka persamaan ini akan benar kalau
koefisien dari dvx, dvy, dan dvz masing-masing sama dengan nol, sehingga didapat 3 persamaan,
𝑓′(𝑣𝑥 )
+ vx = 0 (2.12)
𝑓(𝑣𝑥 )
𝑓′(𝑣𝑦 )
+ vy = 0 (2.13)
𝑓(𝑣𝑦 )
𝑓′(𝑣𝑧 )
+ vz = 0 (2.14)
𝑓(𝑣𝑧 )
Jadi, bentuk fungsi f(vx) telah tertentu tetapi muncul dan , konstanta yang belum
diketahui.
Substitusikan persamaan (2.15), (2.16), dan (2.17), ke dalam persamaan (2.6), maka
diperoleh:
d3N = N3exp[-2( vx2+ vy2 +vz2 )] dvx dvy dvz
atau
d3N = N3exp(-2v2) dvx dvy dvz (2.18)
Jumlah titik per satuan volume adalah :
𝑑3 𝑁
𝜌 = 𝑑𝑣 = N3exp(-2v2) (2.19)
𝑥 𝑑𝑣𝑦 𝑑𝑣𝑧
Jadi, kerapatan hanya fungsi v saja, sesuai dengan asumsi distribusi isotropik, dan grafiknya dapat
diplot seperti Gambar 2.5.
dalam volume ini akan sama pada lapisan bola yang berjari-jari v. Volume lapisan bola ini
adalah:
4 v2 dv , (2.20)
dan karena kerapatan pada jarak v dari pusat adalah :
= N3 exp (-2 v2,
dengan demikian, jumlah molekul yang memiliki laju dari v sampai (v+dv) adalah dinyatakan
dengan dNv sehingga
dNv = 4 v2 dv
= N3 exp (-2 v2) 4 v2 dv
= 4 N 3 v2 exp (-2 v2) dv (2.21)
Rasio dNv/dv disebut fungsi distribusi laju molekul dari Maxwell.
𝑑𝑁𝑣
Jadi, = 4𝜋𝑁𝑣 2 𝛼 3 𝑒𝑥𝑝( − 𝛽 2 𝑣 2 ) (2.22)
𝑑𝑣
Fungsi distribusi laju ini, tidak sama dengan distribusi kecepatan, di mana fungsi
distribusi laju ini tidak menyatakan jumlah molekul per satuan volume, tetapi jumlah molekul per
𝑑𝑁𝑣
satuan rentangan laju dv. Fungsi distribusi laju molekul 𝑑𝑣
bila digambarkan terhadap v
(5) Jumlah molekul dengan kecepatan v sampai v + dv dinyatakan dengan luas daerah
yang diarsir.
Jumlah molekul dengan kecepatan lebih kecil dari vo dinyatakan dengan luas daerah di sebelah
kiri vo dan jumlah molekul yang memiliki laju lebih besar dari vo dinyatakan dengan luas daerah
di sebelah kanan vo.
Catatan:
Meskipun kerapatan , atau jumlah titik representatif per satuan volume, adalah maksimum pada
titik asal (pusat sumbu koordinat), jumlah molekul maksimum adalah pada kulit bola yang jari-
jarinya vm, terletak pada kurva distribusi laju maksimum. Berdasarkan alasan ini muncul
pertentangan bahwa dari titik pusat volume kulit bola secara kontinu bertambah (lihat Persamaan
(2.19), sedangkan jumlah titik representatif per satuan volume secara kontinu berkurang (lihat
Persamaan (2.18). Volume pada kulit yang paling dalam (bola kecil dengan jari-jari dv) secara
esensial adalah nol, dengan demikian meskipun kerapatan maksimum untuk kulit ini, jumlah titik
di dalam volume ini praktis nol karena volumenya sangat kecil. Dengan kata lain, tidak ada
molekul dalam keadaan diam.
Contoh.
Volume = 1/1000 m3 memiliki molekul 1 buah maka,
1
𝜌= = 1000 molekul/𝑚3
1/1000
Selanjutnya kita tentukan jumlah molekul yang memiliki kecepatan dengan komponen
kecepatan pada sumbu X dari v sampai v + dv. Jumlah molekul ini dinyatakan dengan dNVx yang
besarnya,
dNvx = N f(vx) dvx
Karena f (vx) = exp (-2 vx2, maka,
dNvx = N exp (-2 vx2)dvx (2.23)
Jumlah molekul per satuan komponen kecepatan pada sumbu X adalah:
𝑑𝑁𝑉𝑥
𝑑𝑣𝑥
= N exp (-2 vx2) (2.24)
dan
dNVx
dvx
Luas=dNVx
dNVx
dvx
dvx vxo vx
Apabila dNv diintegral untuk seluruh nilai dari v = 0 sampai dengan v = , maka jumlah molekul
total adalah N.
∞
N = ∫ 𝑑𝑁𝑣 = 4 N 3∫0 𝑣 2 𝑒𝑥𝑝( − 𝛽 2 𝑣 2 )dv (2.27)
Untuk dasar perhitungan, selanjutnya di bawah ini diberikan hasil integrasi dari bentuk integral
tertentu berikut:
∞ 𝑛 2
∫0 𝑥 𝑒𝑥𝑝( − ax )dx = 𝑓(𝑛) (2.28)
Keterangan:
Jika n genap, maka diperoleh:
∞ 𝑛 −ax 2
∫0 𝑥 𝑒 dx = 2𝑓(𝑛) (2.29)
n f(n) n f(n)
0 ½ /a 1 1/2a
2 ¼ /a3 3 1/2a2
𝛼 3 = 𝜋 −3/2 𝛽 3
1
𝛼3 = 𝛽3 (2.31)
√𝜋 3
Dengan demikian harga dNv dapat ditentukan dengan konstanta saja, sehingga:
dNv = 4 Nv2 3 exp (-2v2) dv
= 4 N (-3/4 3) v2 exp (-2v2) dv
4
= N 3 v 2 exp ( − 3 v 2 ) dv
Besarnya harga ditentukan dengan kecepatan rata-rata ( v ).
Persamaan untuk ( 𝑣 ) adalah,
∞
∫0 𝑣dN𝑣
𝑣=
𝑁
4 1
= 3
2( 2 ) 2
2 1
=
√𝜋 𝛽
Jadi,
2 1
=
v (2.32)
Menentukan harga dengan vrms,
∞2 1/2
∫0 𝑣 𝑑𝑁𝑣
𝑣𝑟𝑚𝑠 = √𝑣 2 = [ ]
𝑁
4 ∞ 1/2
𝑣𝑟𝑚𝑠 = [ 𝛽 3 ∫0 𝑁𝑣 4 𝑒𝑥𝑝(−𝛽 2 𝑣 2 ) 𝑑𝑣 ]
√𝜋
3 1 1/2
= [2 𝛽 2 ]
3 1
=√ .
2 𝛽
Jadi,
3 1
𝛽 = √2 . 𝑣 (2.33)
𝑟𝑚𝑠
v dari fungsi distribusi laju yang maksimum, dengan mengambil turunannya terhadap v sama
dengan nol.dengan
𝑑 4𝑁
[
𝑑𝑣 √𝜋
𝛽 3 𝑣 2 𝑒𝑥𝑝( − 𝛽 2 𝑣 2 ]= 0
maka diperoleh :
𝑚
= √2𝑘𝑇
Persamaan (2.35), dNv menyatakan jumlah molekul dengan ujung vektor kecepatan pada kulit
bola di dalam ruang kecepatan yang berjari-jari v dan tebalnya dv. Persamaan (2.36), menyatakan
jumlah molekul dengan ujung vektor kecepatan di dalam elemen volume ruang kecepatan dvx dvy
dvz. Elemen dapat berjarak v secara radial dari pusat koordinat. Persamaan (2.37), menyatakan
jumlah molekul dengan ujung vektor kecepatan di dalam slice tipis yang tegak lurus dengan
sumbu X, dan berjarak vx dari pusat koordinat.
Masing-masing fungsi distribusi bergantung pada temperatur. Gambar 2.8 menunjukkan
tiga grafik fungsi dNv/dv, pada tiga temperatur yang berbeda.
dNv
dv
T1
T2
T3
Pada Gambar 2.8, dapat dilihat bahwa jika v = 0, maka dNv/dv = 0 dan bila v = , maka
dNv/dv = 0. Luas daerah di bawah kurva adalah sama untuk semua kurva, karena luas menyatakan
jumlah molekul total.
Berdasarkan hubungan laju rata-rata (𝑣), vrms, vm dengan , dan dari pernyataan dalam
bentuk T, diperoleh :
𝑘𝑇
𝑣𝑚 = √2 𝑚 (2.38)
8 𝑘𝑇 𝑘𝑇
𝑣=√ =√2,55 (2.39)
𝜋 𝑚 𝑚
𝑘𝑇
vrms = √3 𝑚 (2.40)
daerah di bawah kurva fungsi distribusi dan dibatasi oleh sumbu vertikal yang ditandai dengan
garis putus-putus pada vxo. Secara analitik jumlah titik representatif tersebut adalah:
𝑉𝑥𝑜
𝑁0→𝑉𝑥𝑜 = ∫0 𝑑𝑁𝑉𝑥 (2.41)
Pernyataan untuk dNVx telah diberikan pada persamaan (2.37). Untuk sederhanya, marilah kita
gunakan persamaan (2.37) dan nyatakan kecepatan sebagai fraksi dari vm atau 1/. Kita
definisikan kuantitas x dengan persamaan :
𝑣𝑥
𝑥= =vx,
𝑣𝑚
kemudian
dx = dvx,
dan gunakan persamaan (2.41) , sehingga persamaan (2.37) menjadi :
𝑁
dNx = ( ) 𝑒𝑥𝑝( − 𝑥 2 )𝑑𝑥
√𝜋
dan
𝑁 𝑥
No→x= ( 𝜋) ∫0 𝑒𝑥𝑝( − 𝑥 2 )𝑑𝑥 (2.42)
√
Integral ini dapat dihitung dengan memperluas exp(-x2) ke dalam bentuk deret dan
mengintegrasinya suku demi suku. Tabel untuk fungsi tersebut telah tersedia, yang dikemas dalam
sebuah fungsi yang dikenal dengan fungsi kesalahan atau error function ditandai dengan erf(x),
dengan :
2 𝑥
erf(x)= ( ) ∫0 𝑒𝑥𝑝( − 𝑥 2 )𝑑𝑥 (2.43)
√𝜋
Nilai fungsi kesalahan atau error function dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan grafiknya pada
Gambar 2.10.
Tabel 2.2. Nilai fungsi kesalahan
𝑥
2 2
𝑒𝑟𝑓(𝑥) = ∫ 𝑒 −𝑥 𝑑𝑥
√𝜋 0
X Erf (x) X Erf (x) X Erf (x)
0 0 1,0 0,8427 2,0 0,9953
0,2 0,2227 1,2 0,9103 2,2 0,9981
0,4 0,4284 1,4 0,9523 2,4 0,9993
0,6 0,6039 1,6 0,9763 2,6 0,9998
0,8 0,7421 1,8 0,9891 2,8 0,9999
Untuk harga x lebih besar dari harga di atas erf (x) dihitung dengan,
2
𝑒 −𝑥 1 4.3 4.3.5
𝑒𝑟𝑓(𝑥) = 1 − (1 − + − )
√𝜋𝑥 2𝑥 2 (2𝑥 2 )2 (2𝑥 2 )3
Jumlah molekul dengan komponen kecepatan X positif antara 0 dan sudah jelas N/2. Jadi,
jumlah molekul dengan sembarang lebih besar daripada nilai vx adalah N/2 dikurangi jumlah
molekul antara 0 dan v.
Nx→ = ½ N –½ N erf (x)
= ½ N 1 – erf (x) (2.45)
dan jumlah dengan komponen kecepatan X positif antara 0 dan v, adalah :
2 2
No→x = [𝑒𝑟𝑓(𝑥) − 𝑥𝑒 −𝑥 ] (2.46)
√𝜋
Dengan x = v/vm.
Berdasarkan fungsi distribusi Maxwell untuk kelajuan pada persamaan (2.21) sampai (2.22), suku
eksponensial adalah:
𝑤 𝑤𝑥
dan
𝑘𝑇 𝑘𝑇
yakni, masing-masing adalah negatif dari ratio energi terhadap besaran kT. (Suku kT menyatakan
energi juga).
Berikut ini akan dikaji jumlah molekul dengan energi kinetik translasi dalam rentang antara w
dan w + dw. Karena w = ½ m v2, dw = mvdv,
𝑑𝑤 𝑑𝑤
dv = 𝑚𝑣 = 2𝑤
= (2𝑚𝑤)−1/2 𝑑𝑤
𝑚√
𝑚
Grafik dNw/dw diberikan pada Gambar 2.11, yang diplot sebagai fungsi w/kT. Energi yang paling
mungkin adalah kT/2.
Telah dibahas bahwa jumlah molekul dengan laju v yang menumbuk permukaan dinding
per satuan luas per satuan waktu adalah :
¼ vdnv , (2.48)
Jika molekul-molekul memiliki distribusi kecepatan Maxwell, jumlah molekul per satuan volume
dengan laju v adalah:
4n 2kT −3 / 2 2 mv 2
dnv = ( ) v exp (− ) dv
m 2kT
Jika ada lobang yang cukup kecil pada dinding kontainer atau oven, kebocoran melalui lobang tak
memberikan pengaruh terhadap keseimbangan di dalam oven. Persamaan (2.48) memberikan
jumlah molekul dengan laju v yang melewati lobang per satuan luas per satuan waktu
Kita ingin menghitung vrms molekul yang keluar dari dinding molekul. Untuk menghitung
vrms molekul yang keluar dari lubang dinding oven yaitu :
𝑣 2
∫0 𝑣 1/4𝑣𝑑𝑛𝑣 4𝑘𝑇
𝑣𝑟𝑚𝑠 = 𝑣 =√ (2.49)
∫0 1/4𝑣𝑑𝑛𝑣 𝑚
Distribusi arah molekul yang keluar dari lubang dapat dirumuskan dengan perumusan
jumlah tumbukan total per satuan luas per satuan sudut ruang, termasuk seluruh harga kecepatan
adalah:
1
𝑛𝑣 𝑐𝑜𝑠 𝜃
4𝜋
Di mana adalah sudut antara kecepatan v dengan normal lubang atau dinding.
Harga ini akan maximum bila cos = 1 atau arah v tegak lurus pada dinding dan minimal
kalau cos = 0 atau arah v sejajar dengan dinding.
tempat kalau selinder itu diam. Molekul yang masuk celah S3 tentunya dengan bermacam-macam
kecepatan dan berangkat dari celah S3 mulai waktu yang sama.
Jalan yang ditempuh molekul adalah 2R ( di mana R = jari-jari silinder ). Molekul dengan
kecepatan rendah akan memerlukan waktu lebih panjang untuk menumbuk pelat hingga tempat
tumbukannya lebih ke kiri. Dari percobaan ini dapat ditentukan bahwa molekul-molekul itu
memiliki kecepatan yang bermacam-macam (spektrum kecepatan). Dengan demikian terbukti
adanya destribusi kecepatan.
Eksperimen yang lebih teliti, menggunakan molekul jatuh bebas dalam berkas molekul.
Eksperimen ini dilakukan oleh Estermann, Simpson, dan Stern dal tahun 1947. Digram sederhana
dari alat eksperimennya seperti Gambar 2.14.
Berkas molekul cessium dipancarkan dari O lewat celah S dan menumbuk kawat panas
dari tungsten di D. Tekanan dalam oven dipergunakan 10-8 mmHg. Kedua celah dan kawat
detektor terletak horisontal.
Cara kerja alat ini:
Berkas molekul keluar dari O. Jika gravitasi diabaikan, maka berkas ini langsung masuk
celah S dan menumbuk kawat pijar. Atom dari cessium ini tereksitasi ketika menumbuk kawat
tungsten dan kemudian ditampung dengan colektor yang bermuatan di D. Jika gravitasi
diperhitungkan, maka yang bisa masuk ke celah S adalah atom-atom yang bergerak dengan
lintasan putus-putus dan titik-titik yang tergantung pada besarnya kecepatan. Atom yang jatuh di
D’ kecepatannya lebih besar dibandingkan dengan yang jatuh di D”.
Jika arus kolektor (jumlah ionisasi terjadi) diplot terhadap S (jarak D dengan D’ atau D”
dan seterusnya), maka didapatkan Gambar 2.15. Gambar 2.15 ini sesuai dengan gambar distribusi
kecepatan dari Maxwell.
Misalkan, m1, m2, m3, dan seterusnya menyatakan massa molekul masing-masing gas, dan 𝑣12 , 𝑣22 ,
𝑣32 , dan seterusnya menyatakan laju kuadrat rata-rata. Persamaan masing-masing gas menurut
perhitungan gas kinetis adalah
1 2 1 2
p1V = 3N1 m1 v1 , p2V = 3N2 m2 v2 , dan seterusnya. (2.53)
Dari kedua persamaan (2.52) dan (2.53) harus identik sehingga dapat ditulis,
1 3 1 3
m1𝑣12 = kT, m2𝑣22 = kT, dan seterusnya (dst).
2 2 2 2
Persamaan ini menunjukkan bahwa energi kinetik rata-rata translasi pada campuran adalah sama
meskipun massa gas berbeda-beda. Jadi, dalam campuran, gas memiliki energi kinetik translasi
sama adalah salah satu contoh perinsip equipartisi energi.
Marilah kita tinjau untuk kasus komponen kecepatan pada arah sumbu X, yang massanya
m, yakni :
1
wx = 2 m𝑣𝑥2
dari rumus,
𝑣𝑥2 𝑑𝑣𝑥 𝑘𝑇
𝑣𝑥2 = ∫ 𝑁
= 𝑚
Energi kinetik rata-rata molekul untuk komponen kecepatan arah sumbu X adalah :
1 1
𝑤𝑥 = 2 m𝑣𝑥2 = 2kT (2.54)
w = 𝑤𝑥 + 𝑤𝑦 + 𝑤𝑧 = 3 kT (2.56)
2
Jadi, energi total terbagi rata searah sumbu X, Y, dan Z, ini disebut pula prinsip equipartisi energi.
Secara umum dapat ditulis,
𝑓
𝑤 = 2 𝑘𝑇 (2.57)
dengan f disebut derajat kebebasan, n adalah jumlah mol dan R konstanta gas umum. Harga untuk
f adalah sebagai berikut.
a. Untuk gerak translasi f = 3 molekul bergerak bebas ke arah 3 sumbu X, Y, dan Z.
b. Untuk rotasi f bisa berharga 2, 3 atau 0.
c. Untuk gerak vibrasi setiap dua atom memiliki 2 derajat kebebasan.
U2 – U1 = Q – W (2.59)
Hanya perubahan energi internal dapat diukur dari pengukuran panas dan kerja. Dimulai dengan
model sistem molekul, kita dapat mengidentifikasi energi internal dengan menjumlahkan energi
tiap-tiap molekul. Selanjutnya dapat ditentukan perhitungan harga kapasitas panas jenis
berdasarkan prinsip equipartisi energi.
Energi total untuk N molekul seperti pada pembasan sebelumnya kita set sama dengan
energi internal, yakni :
𝑓
𝑈 = 𝑁𝑤 = 𝑁𝑘𝑇
2
𝑓 𝑁 𝑓
= 𝑁𝑜𝑘𝑇 = 𝑛𝑅𝑇 (2.60)
2 𝑁𝑜 2
Energi internal spesifik adalah energi internal per mol, yaitu:,
𝑈 𝑓
𝑢= = 𝑅𝑇 (2.61)
𝑛 2
Panas jenis molar pada volume konstan dirumuskan sebagai :
𝜕𝑈
𝑐𝑣 = ( )
𝑑𝑇 𝑣
𝑑 𝑓 𝑓
𝑐𝑣 = 𝑑𝑇 (2 𝑅𝑇) = 2 𝑅 (2.62)
Contoh perhitungan f.
(1) Untuk mono atomik
Hanya memiliki gerakan translasi meskipun panasnya dinaikan, derajat kebebasannya f
selalu sama dengan 3.
(2) Untuk diatomik temperatur tinggi.
f translasi = 3
f rotasi =2
f vibrasi = 2
jumlah f = 7
Dengan demikian,
𝜕𝑈 𝑑
𝑐𝑣 = 𝜕𝑇
= 𝑑𝑇 (3𝑅𝑇) = 3𝑅 (2.66)
Harga ini cocok dengan hasil percobaan, ditemukan oleh Dulong dan Petit yaitu cv = 3R, untuk
temperatur yang tak terlalu rendah.
7. Carilah fraksi jumlah molekul gas yang memiliki (a) kecepatan dengan komponen X antara
vm dan 1,05 vm, (b) laju antara vm dan 1,05 vm, (c) kecepatan dengan komponen X ,Y, Z
antara vm dan 1,05 vm. (ambil pendekatan dv dengan v=0,05vm)
8. (a) Berapakah fraksi molekul gas yang memiliki laju lebih besar daripada beberapa nilai v
? Nyatakanlah jawaban Anda dalam bentuk x = v/vm. Hitung fraksi ini bila (b) v = vm, dan
(c) v=2 vm.
9. Fungsi distribusi kelajuan kelompok partikel N diberikan oleh :
dNv = kdv, (V>v>0)
dNv = 0, ( v> V )
(a) Lukislah grafik fungsi distribusi, (b) carilah konstanta k dalam bentuk N dan V, (c)
Hitung laju rata-rata dan rms dalam bentuk V.
**************
BAB III
FENOMENA TRANSPORT
3.3 Pendahuluan
Di dalam penurunan persamaan keadaan gas ideal, tumbukan antara molekul diabaikan, yang
mana ekuivalen dengan anggapan molekul sebagai titik. Pengabaian tumbukan ini karena tekanan
hanya bergantung hanya pada nilai rata-rata dari kuadrat kelajuan dari semua molekul. Tumbukan
akan mengubah kecepatan molekul individual, tetapi tidak akan mengubah jumlah molekul yang
memiliki kecepatan tertentu. Dengan kata lain, bila beberapa molekul kehilangan kecepatan
tertentu sebagai hasil tumbukan, molekul yang lain memperoleh kecepatan yang sama dengan
kecepatan molekul yang hilang dalam tumbukan.
Antara tumbukan dsebut lintasan bebas. Kita akan menghitung panjang rata-rata lintasan bebas
tersebut atau lintasan bebas rata-rata, yang dinyatakan dengan .
Untuk perhitungan lintasan bebas rata-rata, kita asumsikan :
(1) pada suatu saat semua molekul gas diam kecuali satu molekul yang selalu bergerak.
2
(5) Molekul yang bertumbukan, satu dianggap membesar menjdi berjari-jari 2, dan yang lain
mengecil menjadi titik.
. 2
Perhitungan lebih lanjut, yakni dengan memperhitungkan molekul yang dim, kecepatan molekul
terdistribusi, menurut Claussius, jalan bebas rata-rata tersebut diformulasikan sebaga berikut.
3 1 0.75
=4 𝜎𝑛
= 𝜎𝑛
Dengan asumsi berlaku distribusi kecepatan Maxwell, maka jalan bebas rata-rata dapat
dinyatakan :
1 1 0.707
= = (3.3)
√2 𝜎𝑛 𝜎𝑛
Untuk berkas elektron yang memiliki kondisi yang jauh berbeda dengan gas, jalan bebas rata-rata
dirumuskan sebagai :
1
= 4.𝜎𝑛
di mana dN menyatakan jumlah molekul yang memiliki lintasan bebas dengan panjang dari x
sampai x + dx.
Selanjutnya, lintasan bebas rata-rata dapat dicari dengan mengalikan lintasan bebas
tertentu yang panjangnya x dengan jumlah molekul yang memiliki lintasan bebas tersebut
kemudin diintegrasi, dan bagi denganjumlah molekul total No. Dengan demikian:
∞
𝑥𝑑𝑁 ∫0 𝑃𝑐 𝑁𝑜 𝑥 𝑒𝑥𝑝(−𝑃𝑐 𝑥)𝑑𝑥 1
= ∫𝑁 = 𝑁𝑜
=𝑃
𝑜 𝑐
Hal ini menunjukkan bahwa lintasan beba rata-rata berbanding terbalik dengan peluang
tumbukan.
1
Karena =𝜎𝑛, maka Pc = n
Grafik N/No terhadap x/ ditunjukkan pada Gambar 3.4. Bagian ordinat dari kurva menunjukkan
fraksi jumlah molekul dengan lintasan bebas lebih panjang dari lintasan bebas rata-rata. Fraksi
dengan lintasan bebas yang lebih panjang dari rata-rata ini adalah e-1 atau sekitar 37%, sedangkan
lintasan bebas yang lebih pendek dari rata-rata sekitar 63%. Pada Gambar 3.5 ditunjukkan grafik
dN/dx yang diplot sebagai fungsi x. Ordinat kurva menunjukkan jumlah molekul per satuan
panjang lintasan dengan lintasan bebas antara x dan x +dx rata-rata. Jumlah dN aktual dari lintasan
bebas antara dinyatakan dengan luas pita sempit vertikal yang diarsir.
Diantara kedua pelat tersebut terdapat gas. Karena gas memiliki viskositas atau gesekan dalam,
maka untuk menjaga agar bergerak dengan kecepatan konstan, diperlukan gaya untuk melawan
viskositas tersebut.
y
Pelat bergerak
u
S S
Pelat diam
Dengan F adalah gaya viskositas yang arahnya sejajar dengan arah gerak. Gaya ini bekerja pada
permukaan pelat dengan luas A bila gradien kecepatan du/dy tegak lurus pelat.
Bayangkan garis putus-putus SS sebagai permukaan dalam gas pada ketinggian di atas
pelat diam. Misalkan u menyatakan kecepatan gas ke arah kanan, dan du/dy laju perubahan
kecepatan terhadap ketinggian. Kecepatan u adalah merupkan superposisi dari kecepatan random
molekul-molekul termal, dengan demikian gas tidak dalam kesetimbangn termal.
Molekul-molekul secara kontinu menyeberangi permukan putus-putus baik dari atas
maupun dari bawah. Kita asumsikan bahwa terjadi tumbukan sebelum molekul menyeberangi
permukaan. Masing-masing molekul memerlukan kecepatan aliran menuju ke kanan, yang
berkaitan dengan ketinggian tertentu saat terjadinya tumbukan. Karena kecepatan aliran di atas
permukaan lebih besar dibandingkan dengan di bawah permukaan, molekul-molekul yang
menyeberang dari atas momentumnya lebih besar (menuju kekanan) dibandingkan dengan
molekul-molekul yang menyeberang dari bawah. Hasil neto laju transport momentum per satun
luas yang menyeberangi permukaan, sama dengan gaya viskositas per satuan luas.
Jadi, viskositas gas tidak muncul dari gaya gesekan antara molekul, melainkan dari
momentum yang dibawa menyeberangi permukaan sebagai hasil dari gerak random termal.
Marilah kita hitung ketinggian rata-rata 𝑦 di atas atau di bawah permukaan SS, di mana
molekul bertumbukan terakhir sebelum menyeberangi permukaan. Pada Gambar 3.7, dV adalah
elemen volume kecil pada jarak r dari elemen luas di dalam bidang SS, yang membentuk sudut
terhadap normal dA. Jika z adalah frekuensi tumbukan dari sebuah molekul dan n jumlah molekul
per satuan volume, jumlah molekul total di dalam dV adalah ndV dan jumlah tumbukan total di
dalam dV dalam waktu dt adalah:
½ zndVdt,
dV
S d S
dA
Pada masing-masing tumbukan, muncul dua lintasan bebas baru. Dengan demikian, jumlah
lintasan bebas di dalam volume dV dalam waktu dt adalah :
zndVdt.
Lintasan-lintasan ini dimulai seragam dalam semua arah, dengan demikian jumlah yang mengarah
dA adalah :
𝑑𝜔
4𝜋
zndVdt ,
𝑑𝐴 𝑐𝑜𝑠 𝜃
Dengan d menyatakan sudut ruang yang sama dengan 𝑟2
. Berdasarkan persamaan survival,
jumlah molekul yang mencapai dA tanpa membuat tumbukan adalah jumlah molekul di atas
dikalikan dengan exp (-r/). Ganti dV dengan elemen volume dalam sistem koordinat bola yakni,
dV= r2 sin dddr, maka diperoleh jumlah molekul yang meninggalkan dV dalam waktu dt dan
menyeberangi dA tanpa melakukan tumbukan, yaitu:
1
4𝜋
zndAdt sin cos exp (-r/) dddr. (3.10)
Untuk memperoleh jumlah molekul total yang menyeberangi dA di dalam waktu dt dari semua
arah dan semua jara, kita integrasi seluruh dari 0 sampai /2, seluruh dari 0 sampai 2, dan
seluruh r dari 0 sampai . Hasil yang diperoleh, yaitu :
1 𝜋/2 2𝜋 ∞ 1
zndAdt∫0 𝑐𝑜𝑠 𝜃 ∫0 𝑑𝜑 ∫0 𝑒𝑥𝑝( − 𝑟/𝜆)𝑑𝑟 𝑠𝑖𝑛= zndAdt (3.11)
4𝜋 4
Karena z= v /, maka akan memberikan jumlah molekul yang menyeberangi SS dari kedua sisi
per satuan luas dan per satuan waktu :
1
4
nv .
Hasil ini sama dengan hasil yang diturunkan pada bagian 2-3, di mana efek tumbukan diabaikan.
Sekarang kembali pada perhitungan ketinggian rata-rata terjadinya tumbukan terakhir
sebelum menyeberangi permukaan. Tinggi elemen volume dV di atas SS adalah r cos. Jumlah
molekul yang menyeberangi dA secara langsung dari dV diberikan oleh persamaan (3.10).
Ketinggian rata-rata untuk semua molekul diperoleh dengan mengalikan rcos dengan jumlah
molekul yang menyeberang dari dV, diintegrasi untuk seluruh , , dan r, dan bagi dengan jumlah
molekul total yang menyeberangi dA. Hasil integral tersebut adalah :
1 𝜋/2 2𝜋 ∞ 1
zndAdt∫0 𝑐𝑜𝑠 2 𝜃 ∫0 𝑑𝜑 ∫0 𝑟 𝑒𝑥𝑝( − 𝑟/𝜆)𝑑𝑟 𝑠𝑖𝑛= zn2 dAdt.
4𝜋 6
Bagi dengan jumlah total yang menyeberangi dA dalam waktu dt, yang diberikan oleh persaman
(3.11), maka diperoleh :
1
𝑧𝑛𝜆2 𝑑𝐴𝑑𝑡 2
𝑦 = 61 = 3
𝑧𝑛𝜆𝑑𝐴𝑑𝑡
4
bawah pemukaan.
2
Pada ketinggian 3 di tas bidang SS pada gambar 3.6, kecepatan aliran gas adalah:
2 𝑑𝑢
u + 3𝑑𝑦,
Jika gradien kecepatan dapat dianggap konstan, seluruh jarak dalam orde lintasan bebas.
Momentum molekul dengan kecepatan ini adalah :
2 𝑑𝑢
m(𝑢 + 𝜆 ).
3 𝑑𝑦
Jadi, momentum neto dalam arah aliran, yang dibawa menyeberangi permukaan per satuan luas
per satuan waktu, oleh molekul-molekul yang menyeberang permukaan dari atas adalah:
1 2 𝑑𝑢
4
n v m(𝑢 + 3 𝜆 𝑑𝑦).
Dengan cara yang sama, momentum neto yang dibawa menyeberangi permukaan oleh molekul-
molekul yang menyeberang permukaan dari bawah adalah:
1 2 𝑑𝑢
4
n v m(𝑢 − 3 𝜆 𝑑𝑦).
Laju neto transport momentum per satuan luas per satuan waktu, adalah :
1 𝑑𝑢
𝑛𝑚𝑣𝜆 ,
3 𝑑𝑦
dan dari hukum Newton ke dua, laju transport momentum ini sama dengan gaya viskositas per
satuan luas, dengan membandingkan dengan persamaan (3.9), maka diperoleh:
1
𝜂 = 3 𝑛𝑚𝑣𝜆 (3.12)
dan energi yang dibawa molekul menyeberangi permukaan dari bawah adalah :
1 𝑓 2 𝑑𝑇
4
𝑛𝑣 × 2 𝑘 (𝑇 − 3 𝜆 𝑑𝑦)
Laju neto aliran energi per satuan luas, yang mengidentifikasikan laju aliran panas per satuan luas
yang menyeberangi permukaan, yaitu :
1 𝑑𝑇
6
𝑛𝑣𝑓𝑘𝜆 𝑑𝑦 (3.14)
Dengan H adalah aliran panas per satuan waktu yang menyeberangi daerah seluas A dengan
gradien temperatur dT/dy. Koefisien dT/dy pada persamaan (3.14) tiada lain adalah :
1
K = 𝑛𝑣𝑓𝑘𝜆 (3.15)
6
Jika partisi dihilangkan, tidak ada gerakan molekul ke arah satu sama lainnya. Tetapi setelah
berselang beberapa lama, kedua gas akan menyebar ke seluruh ruangan. Peristiwa ini disebut
difusi. Difusi ini juga bisa terjadi pada zat cair dan padat.
Peristiwa difusi terjadi sebagai konsekuensi dari gerak random molekul, konsentrasi kedua
jenis molekul berbeda di kedua bagian tempat, atau kalau terdapat gradien konsentrasi. Peristiwa
difusi juga bisa dipandang sebagai perpindahan partikel yang menyeberangi permukaan.
Disamping itu, difusi pada gas juga terjadi karena adanya gradien temperatur, yakni gradien dalam
kecepatan random termal.
Dalam hal praktis, fenomena difusi ini sering menjadi rumit karena peristiwa : (1)
superposisi aliran hidrodinamika yang muncul dari perbedaan tekanan, (2) efek dari molekul-
molekul yang meloncat dari dinding bejana, (3) jika terdapat lebih dari satu jenis molekul
sehingga laju difusinya berbeda.
Untuk lebih menyederhanakan dalam pembahasan difusi ini, maka dibatasi :
(1) difusi terjadi pada molekul-molekul sejenis (self-difussion), (2) bejana diasumsikan cukup
besar dibandingkan dengan jalan bebas rata-rata, dengan demikian tumbukan molekul dengan
dinding dapat diabaikan, (3) tekanan diasumsikan sama, sehingga tidak ada aliran hidrodinamik,
dan (4) semua molekul dianggap sama dalam bentuk dan ukurannya.
Jika molekul semuanya sama, perhitungan difusi hanya merupakan keinginan akademik
saja. Karena tak ada eksperimen yang dapat membedakan molekul satu sama lainnya. Untuk
analisis lebih lanjut, molekul-molekul dapat dibedakan dan diberi tanda. Pada Gambar 3.9, garis
vertical menyatakan permukaan khayal di dalam bejana yang sangat besar.
dV
dA x
r cos
Bejana berisi campuran molekul yang diberi tanda dan tak diberi tanda. Jumlah molekul per satuan
volume pada setiap titik adalah sama sehingga tekanan pada setiap titik juga sama. Dalam hal ini
temperatur pada setiap titik juga dianggap sama.
Misalkan n menyatakan jumlah jumlah molekul yang diberi tanda per satuan volume pada setiap
titik. Kita asumsikan bahwa n hanya sebagai fungsi x saja, di mana sumbu X tegak lurus terhadap
bidang vertical. Kita asumsikan juga bahwa gradien konsentrasi dn/dx juga seragam dan berharga
positif, dengan demikian n bertambah dari kiri ke kanan. Selanjutnya jika n o adalah konsentrasi
dari molekul bertanda pada bidang vertikal, maka konsentrasi pada tempat berjarak x dari bidang
vertikal adalah :
𝑑𝑛
n = no + x (3.17)
𝑑𝑥
Karena konsentrasi di sebelah kanan lebih besar dibandingkan dengan di sebelah kiri, maka
jumlah molekul yang bertanda yang melewati bidang dari kanan ke kiri melebihi jumlah molekul
bertanda yang melewati bidang dari arah yang berlawanan. Jumlah total molekul bertanda yang
melewati bidang vertikal dari kiri ke kanan dalam arah sumbu X psositif per satuan luas per satuan
waktu dinyatakan dengan . Koefisien difusi diri D didefinisikan dengan persamaan :
𝑑𝑛
= - D 𝑑𝑥 (3.17)
Tanda negatif dimasukkan karena dn/dx positif, negatif seperti dijelaskan di atas.
Untuk menghitung , pertama-tama kita tentukan jumlah molekul bertanda yang mulai
membentuk lintasan bebas di dalam elemen volume dV di dalam gambar 3.9 dalam waktu dt.
Misalkan n’ menyatakan jumlah total molekul per satuan volume dan sama di semua titik, seperti
dijelaskan pada bagian 3.2. Jumlah total lintasan bebas yang terjadi dalam dV dalam waktu dt
adalah :
zn’dVdt.
Jika n menyatakan jumlah molekul bertanda per satuan volume dalam dV, perbandingan
molekul ini dengan jumlah total adalah n/n’, dan sama dengan fraksi jalan bebas molekul bertanda.
Jadi, jumlah jalan bebas dari molekul bertanda adalah :
𝑛
𝑛′
zn’ dVdt = zndvdt
Jumlah molekul yang lewat dA tanpa melakukan tumbukan dari persamaan (3.10) adalah:
1
zndAdt sin cos exp (-r/) dddr (3.19)
4𝜋
Sekarang kita integrasi kedua pernyataan ini untuk seluruh dari 0 sampai /2, seluruh dari 0
sampai 2, dan seluruh r dari 0 sampai . Suku pertama sama dengan persamaan (3.10), kecuali
n diganti dengan no hasil yang diperoleh sama dengan Persamaan (3.11), yaitu:
1
4
znodAdt
Jadi, jumlah molekul yang melewati bidang dari kiri ke kanan, per satuan luas per satuan waktu,
yang dinyatakan dengan , yaitu :
1 1 𝑑𝑛
= 4 zno - 6 z2 𝑑𝑥 (3.21)
Dengan car yang sama, jumlah molekul yang melewati bidang dari kanan ke kiri adalah :
1 1 𝑑𝑛
= 4 zno + 6 z2 𝑑𝑥 (3.22)
Jumlah molekul total yang melewati bidang dari kiri ke kanan yakni Persamaan (3.21) dikurangi
(3.22),
1 𝑑𝑛
= - 3 z2 𝑑𝑥 (3.23)
Dengan menggunakan Persamaan (3.13) dan fakta tentang kerapatan sama dengan perkalian
n’m, maka kita mendaptkan hubungan antara difusi dengan koefisien viskositas, yaitu :
𝜂
D= (3.27)
𝜌
Fenomena difusi melalui lubang kapiler yang sangat kecil di dalam material keramik adalah salah
satu metode yang dipergunakan untuk memisahkan isotop U235 dan U238.
**************
BAB IV
STATISTIK MAXWELL-BOLTZMANN
10) Menentukan fungsi partisi dan distribusi partikel dari sebuah sistem terdiri dari N partikel
didistribusikan ke dalam ruang fase yang terdiri dari n cell dan energi partikel tertentu.
11) Menganalisis Energi internal dan entropi system dari sebuah sistem terdiri dari N partikel
didistribusikan ke dalam ruang fase yang terdiri dari n cell dan energi partikel tertentu.
12) Menganalisis fungsi Helmholtz dari sebuah sistem terdiri dari N partikel didistribusikan
ke dalam ruang fase yang terdiri dari n cell dan energi partikel tertentu
4.3 Pendahuluan
Informasi yang terperinci mengenai koordinat thermodinamika dan sifat thermal sistem
dapat diperoleh tanpa bersandar pada pengukuran. Untuk itu kita perlu perhitungan yang
berdasarkan sifat atau kelakuan molekul sistem.
Untuk mengkaji kelakuan molekul sistem atau secara umum sistem mikroskopik, ada dua
teori yang mendasari yaitu:
(1) Teori Kinetik
(2) Teori Mekanika Statistik.
Kedua teori itu berpautan dengan molekul, gerak internal dan eksternalnya,tumbukan antar
molekul yang satu dengan yang lain dan dengan dinding yang ada dan gaya interaksinya. Dengan
mengguna-kan hukum mekanika dan teori peluang, serta teori kinetik memusatkan perhatian pada
perin-cian gerak molekul serta dampaknya dan mampu menghadapi keadaan tak setimbang
berikut ini.
(a) Molekul yang terlepas dari lubang bejana, suatu proses yang dikenal dengan sebagai efusi.
(b) Molekul yang bergerak dalam pipa di bawah pengaruh perbedaan tekanan.
(c) Molekul bermomentum bergerak melewati bidang dan bercampur dengan molekul yang
momentum-nya lebih kecil, suatu proses molekul yang menimbulkan viskositas.
(d) Molekul berenergi kinetik bergerak melewati bidang yang bercampur dengan molekul
yang energi kinetiknya lebih kecil; suatu proses yang berkaitan dengan penghantaran
kalor.
(e) Molekul jenis tertentu bergerak melewati bidang dan bercampur dengan molekul jenis lain
suatu proses yang dikenal sebagai difusi.
(f) Kombinasi secara kimiawi antara dua atau lebih jenis molekul yang berlangsung dengan
laju yang berhingga yang dikenal sebagai kinetik kimiawi.
(g) Ketaksamaan dampak molekul yang terjadi pada berbagai sisi benda yang sangat kecil
yang melayang dalam fluida suatu perbedaan yang menimbulkan gerak sigzag partikel
yang melayang itu dikenal sebagai gerak Brown.
Metoda statistik pertama kali dikembang-kan oleh Boltzmann di Jerman dan Gibb di
Amerika Serikat. Dengan diperkenalkannya teori kuantum, Bose-Einstein, dan Fermi-Dirac
memperkenalkan modifikasi idea Boltzman, sehingga dapat menga-tasi kegagalan statistik
Maxwell-Boltzmann untuk kasus tertentu.
Pendekatan statistik mempunyai hubungan dengan thermodinamika dan gas kinetik.
Untuk sistem-sistem ini, energi partikel dapat ditentukan, salah satu dengan menggunakan rata-
rata statistik persamaan keadaan dari substansi dan persamaan energi. Fisika statistik dileng-kapi
dengan interpretasi tentang konsep entropi.
Mekanika statistik, tidak seperti teori kinetik, tidak mengulas secara detail anggapan
tentang tumbukan molekul antar molekul atau molekul dengan permukaan dinding. Akan tetapi
mengungkapkan fakta bahwa molekul-molekul yang sangat banyak dan sifat-sifat rata-rata
sejumlah molekul yang besar yang dapat dihitung tanpa informasi yang detail tentang molekul
tertentu. Mekanika statistik menghindari perincian mekanis gerak melokular dan hanya berurusan
segi energi molekul. Mekanika statistik sangat mengandalkan pada teori peluang, tetapi lebih
sederhana matematiknya daripada teori kinetik walaupun konsepnya lebih sulit. Hanya keadaan
setimbang saja yang dibahas.
Berbeda dengan teori kinetik, untuk memahami gejala-gejala thermodinamika dengan
pendekatan yang lebih banyak memanfaatkan sifat-sifat statistik benda banyak. Molekul-molekul
gas misalnya kita pelajari sebagai kumpulan benda banyak tanpa menghiraukan perangai masing-
masing molekul satu persatu.
Metode statistik dapat diterapkan tidak saja untuk molekul tetapi juga untuk foton,
gelombang elastik di dalam zat padat dan lebih luas lagi tentang mekanika kuantum yang disebut
fungsi gelombang.
Perbedaan antara mikrostate dan makrostate dapat diilustrasikan pada Gambar 4.1
cell 1 N1 = 3 aep
cell 2 N2 = 2 bc
cell 3 N3 = 1 f
.
.
.
cell i Ni = 2
hk
Cell di dalam ruang fase di beri nomor 1, 2, 3, . . . dan seterusnya. Titik fase dinyatakan dengan
a, b, c,... dan seterusnya. Mikrostate tertentu dispesifikasikan dengan keadaan bahwa titik-titik
fase a, e, p ada pada cell 1, titik fasa b, c ada pada cell 2, dan seterusnya. Hubungan mikrostate
dengan makrostate tertentu dispesifikasikan dengan semata-mata memberikan jumlah total N1
dari titik fase pada cell 1, jumlah N2 di dalam cell 2, dan secara umum jumlah Ni partikel di
dalam cell ke i.
Kita dapat menspesifikasikan atau tidak keberadaan mikrostate untuk molekul tertentu
pada setiap saat, menurut mekanika klasik. Tetapi tidak ada mikrostate dapat tetap tanpa berubah,
karena molekul-molekul semuanya berubah. Di dalam interval antara tumbukan, tiap-tiap titik
fase bergerak menembus ruang fase karena perubahan secara kontinu koordinat x, y, dan z,
meskipun komponen kecepatan tetap sama. Apabila tumbukan antara dua molekul mengambil
tempat, komponen kecepatan kedua molekul berubah dengan segera dan titik fasa dari tumbukan
molekul melompat menuju dua elemen volume yang lain yang mempunyai koordinat posisi yang
sama tetapi koordinat kecepatan yang berbeda.
Pergeseran kontinu dari titik fase di dalam ruang fase seperti gerak molekul gas di dalam
ruang biasa, kecuali lebih rumit. Hal yang terpenting adalah bahwa perubahan gas secara kontinu
dan spontan dari satu mikrostate ke mikrosate yang lain.
Salah satu hipotesis yang fundamental dari mekanika statistik adalah bahwa semua
mikrostate mempunyai peluang yang sama, yakni, lama periode waktu salah satu mikrostate
terjadi sama sering-nya dengan yang lain. Salah satu mikrostate tertentu, sebagai contoh, tiap-tiap
molekul di dalam kotak yang terpisah di dalam elemen volume kecil di dalam salah satu pojok
kotak dengan semua molekul bergerak dalam arah yang sama. Mikrostate yang lain secara
seragam didistri-busikan menembus kotak dengan molekul a pada beberapa titik spesifikasi,
molekul b pada beberapa titik spsifikasi yang lain. Molekul a mempunyai spesifikasi kecepatan
dalam besar dan arah, molekul b mempunyai spesifikasi yang lain, dan seterusnya (dst). Meskipun
dua mikrostate yang dideskripsikan di atas adalah berbeda, dan sementara yang ke dua muncul
lebih mungkin dari yang pertama, hal itu akan nampak bahwa posisi dan kecepatan tiap-tiap
molekul dispesidikasikan lengkap untuk kedua mikrostate tersebut. Spesifikasinya berbeda, tetapi
lengkap, dari kenyataan inilah peluang mikrostate adalah sama.
Ni 4 3 2 1 0
Nj 0 1 2 3 4
Berdasarkan tabel di atas, kita lihat bahwa ada lima kemungkinan makrostate .
Masing-masing makrostate di atas secara umum berkaitan dengan jumlah mikrostate yang
berbeda. Mikrostate yang berkaitan dengan makrostate tertentu, misalnya Ni = 3, Nj = 1,
ditunjukkan pada Gambar 4.2 dan kita lihat bahwa ada empat. Jadi, untuk makrostate ini W =4.
Cell j a b c d Nj = 1 Cell j a
(a) (b)
Gambar 4.2. Mikrostate yang berkaitan dengan makrostate tertentu
Perubahan susunan atau urutan titik fase dalam cell tertentu dianggap tidak mengubah
mikrostate. Hal ini berarti bahwa mikrostate pada Gambar 4.2b adalah sama dengan tabulasi pada
kotak pertama pada Gambar 4.2a.
Jumlah mikrostate yang berkaitan dengan makrostate tertentu dapat dihitung dengan
menulis kembali susunan yang berbeda atau permutasi titik fase di dalam makrostate, tidak
termasuk permutasi yang semata-mata pertukaran susunan titik-titik di dalam cell tertentu. Jumlah
cara yang berbeda dalam mana suatu N dapat disusun dalam suatu urutan, atau permutasi adalah
N! Ini berarti ada N pilihan untuk pertama, (N-1) untuk kedua, (N-2) untuk ketiga, dan seterusnya
sampai 1 pada pilihan terakhir. Jadi, jumlah permutasi untuk 4 hurup a, b, c, d, adalah 4! = 24.
Hal ini tidak memberikan jumlah mikrostate dalam contoh di atas, karena melibat-kan semua
kemungkinan permutasi tiga titik di dalam cell i, yang mana ada 3!=6. Kita harus membagi jumlah
total permutasi 24 dengan permutasi titik di dalam cell i, yang memberikan 24/6 = 4, yang sesuai
dengan hasil yang diperoleh dengan perhitungan.
Secara umum, jika ada N titik fase, dan secara umum permutasi mungkin lebih dari satu
cell, maka jumlah mikrostate yang berkaitan dengan makrostate tertentu, atau peluang
thermodinamika dari makrostate adalah :
𝑁! 𝑁!
𝑊= = (4.2)
𝑁1 ! 𝑀2 !𝑁3 ... ∏ 𝑁𝑖 !
y = ln x
ln 5
ln 4
ln 3
ln 2
0 1 2 3 4 5 6 7 8 x
Luas daerah di bawah kurva pada Gambar 4.3 secara aproksimasi sama dengan luas kurva di
bawah fungsi y = ln (x) dengan batas-batas yang sama dengan kurva tangga. Secara pendekatan
untuk x yang besar, diperoleh:
𝑥
ln (x!) = ∫0 ln(𝑥) dx
= x ln x - x + 1
Untuk x besar faktor 1 dapat diabaikan, dengan demikian :
ln(x!) = x ln x - x (4.3)
Formula ini dikenal dengan Pendekatan Stirling.
Analisis yang lebih exact dengan menggunakan deret tak hingga :
1 1 139
2 x ( x / e) x 1 + + − + ...
12 x 288 x
2
x! = 51840 x 3 (4.4)
Bila semua suku di dalam deret diabaikan kecuali suku pertama, kita peroleh :
1 1
ln(x!) = 2ln 2 + 2ln x + x ln x - x (4.5)
Jika x sangat besar, dua suku pertama Persamaan (4.5) diabaikan, maka akan diperoleh Persamaan
(4.3).
menggunakan simbul untuk menyatakan perubahan kecil yang muncul dari gerak kontinu titik
fase di dalam ruang fase. Jika peluang thermodinamika Wo adalah maksimum, maka logaritmenya
juga maksimum, dengan demikian untuk peluang maksimum adalah :
ln (Wo ) = 0 (4.7)
akan diperoleh :
ln (Wo) = - Ni ln Ni - ln Ni Ni = 0
Akan tetapi:
Ni ln Ni = Ni 𝛮 Ni = 0
1
𝜄
ln Ni Ni = 0 (4.8)
Jika Persamaan (4.8) dinyatakan dalam bentuk suku-sukunya, maka didapatkan :
Kuantitas N1, N2, N3, dst. adalah penambahan atau pengurangan kecil dari N1, N2, N3, dst.
sebagai hasil dari gerak molekul atau tumbukan. Jika penambahan atau pengurangan tersebut
semuanya independen, maka koefisien masing-masing akan vanish secara terpisah. Akan tetapi
penambahan atau pengurangan Ni tidak independen, karena jumlah total partikel adalah
konstan, dan penambahan populasi beberapa cell akan diseimbangkan oleh pengurangan populasi
pada cell yang lainnya, yakni :
Ni = Ni = N1+ N2 + N3 +... = 0 (4.9a)
Persamaan (4.9a) ini adalah salah satu persamaan kondisi yang dikenakan pada Ni. Di
samping Persamaan (4.9a), masih ada persamaan kondisi yang lain. Sistem dianggap terisolasi,
dengan demikian energi internal U sistem adalah konstan. Memang ada perubahan populasi di
dalam cell yang mana titik fase yang energinya lebih besar harus diseimbangkan dengan
perubahan titik fase yang di dalam cell lain yang energinya lebih rendah. Misalkan wi menyatakan
energi molekul bila titik fasenya dalam cell ke i. Kuantitas wi secara umum bergantung pada
koordinat semua koordinat cell. Energi total untuk semua Ni partikel yang titik fasenya terletak di
dalam cell ke i adalah wiNi dan energi internal U dari sistem adalah :
U = wi Ni (4.10)
Perubahan energi internal terjadi bila jumlah titik-titik dalam cell ke i berubah dengan
Ni yakni: wi Ni, dan karena energi internal tottal adalah konstan, maka jumlah semua perubahan
ini harus nol. Dengan demikian :
U=wi Ni=w1 N1+w2 N2+w3 N3 +...= 0 (4.11)
Persamaan (4.11) ini adalah persamaan kondisi yang ke dua yang dikenakan pada
Ni.
Sekarang kita gunakan metode pengali tak tentu dari Lagrange. Kalikan Persamaan (4.9)
dengan sebuah konstanta -ln, kalikan Persamaan (4.11) dengan konstanta , dan jumlahkan
dengan Persamaan(4.8), sehingga diperoleh:
(ln Ni - ln + wi) Ni = 0
Karena Ni sekarang adalah independen, maka koefisien masing-maing adalah vanish, dengan
demikian nilai untuk sembarang i, adalah :
ln Ni - ln + wi = 0
atau
Ni = exp(-wi) (4.12)
Sebagai perbandingan dengan hasil teori statistik yang akan dikembangkan selanjutnya,
kita definisikan kuantitas A sebagai A 1/ , sehingga kita dapat menuliskan:
1 1
𝑁𝑖 = = (4.13)
𝐴 exp (𝛽𝑤𝑖 ) 𝑒 𝛽𝑤𝑖
pada masing-masing sisi dari partisi. Jika partisi sekarang dihilangkan, gas menyebarsecara difusi
ke sisi yang lain, dan akhirnya ke dua molekul-molekul terdistri-busi secara uniform ke seluruh
ruang volume. Dari awal, keteraturan tak muncul dan sistem tidak teratur, atau ketidakteraturan
telah meningkat. Demikian pula entropi-nya bertambah, karena volume ditempati oleh masing-
masing gas yang telah rangkap (pada temperatur konstan, jika gas adalah ideal).
Di dalam ekspansi adiabatik reversibel dari gas, volume bertambah tetapi temperatur
berkurang. Entropi yang tersisa adalah konstan, dengan demikian ketidak-teraturan juga tetap.
Peningkatan ketidak-teraturan sebagai akibat penambahan volume dikonpensasi dengan
penurunan ketidakteraturan akibat dari pemancaran kecepatan yang lebih kecil pada suhu yang
lebih rendah.
Menurut hukum thermodinamika, proses ini hanya dapat terjadi di dalam sistem tertutup
untuk entropi yang membesar atau di dalam limit yang tersisa konstan. Setiap proses dalam mana
entropi akan berkurang merupakan sesuatu yang dilarang. Kita lihat bahwa penjelasan statistik
menginterpretasikan entropi merupakan pernyataan dogmatis yang hrus dimodifikasi. Misalkan
sebuah sistem dalam keadaan peluang thermodinamika maksimum atau entropi maksimum.
Keadaan ini bukanlah statis karena perubahan kontinu titik fase di dalam ruang fase. Kadang-
kadang sebuah keadaan akan menghasilkan peluang dan juga entropi kurang dari harga
maksimum. Perubahan kecil lebih mungkin daripada perubahan besar, namun perubahan besar
tersebut tidak mungkin. Kita akan membahas permasalahan ini lebih detail di dalam topik
fluktuasi.
Marilah kembali pada Persamaan (4.17) S = k ln W. Berdasarkan Persamaan (4.6) dan
Persamaan (4.14), maka diperoleh :
ln W = N ln N - Ni ln Ni
= N ln N - Ni (ln N - ln Z - wi)
= N ln N - ln N Ni-lnZNi- wiNi
Berdasarkan uraian di atas, konsep temperatur tidak muncul di dalam pengembangan teori
statistik. Hal itu sekarang dapat dikemukakan sebagai berikut. Berdasarkan prinsip
thermodinamika dari hubungan:
𝜕𝑈 𝜕𝑆 1
( 𝜕𝑆 ) = T, atau (𝜕𝑈) = 𝑇 (4.19)
𝑉 𝑉
dZ
= w i
exp( −w i kT )
dT
𝛮𝛫𝛵2 dZ d(ln Z)
U= = NkT2 (4.24)
𝛧 dT dT
Jadi, dapat kita lihat bahwa sekali fungsi partisi z telah ditentukan, maka semua sifat-sifat
thermodinamika dari sistem dapat ditentukan. Hanya perbedaan pada energi internal dan entropi
dapat di dalam thermodinamika, metode statistik mencakup kedua pernyataan ini tanpa
memerlukan konstanta tak tentu.
Contoh Soal :
1. Misalkan sebuah sistem terdiri dari N partikel didistribusikan ke dalam ruang fase yang terdiri
dari n cell. Anggaplah bahwa energi partikel mempunyai nilai yang sama w dalam semua cell
yakni w1 = w2 =... = wn= w. Tentukanlah:
(a) Fungsi partisi sistem tersebut
(b) Distribusi partikel tersebut !
(c) Energi internal sistem
(d) Entropi sistem
(e) Fungsi Helmholtz
Penyelesaian :
(a) Fungsi Partisi diberikan oleh Persamaan (4.22), dengan demikian :
𝑤
Z = ∑𝑛𝑖=1 𝑒𝑥𝑝 ( − 𝑘𝑇𝑖 ) = n exp(-w/kT)
𝑁𝑤
= nk (ln n - w/kT) +
𝑇
= Nk ln n
(e) Fungsi Helmholtz diberikan oleh Persamaan (4.26), dengan demikian :
F = - NkT ln Z
= - NkT(ln n - w/kT)
= Nw - NkT ln n
2. Misalkan sebuah sistem N partikel dan ruang fase terdiri dari 3 cell, 1, 2, dan 3. Ambil w1 =
0, w2 = w, dan w3 = 2w.
Tentukanlah :
(a) fungsi partisi,
(b) distribusi partikel pada masing-masing cell,
(c) energi internal sistem, dan
(d) entropy sistem.
Penyelesaian :
𝑤𝑖
(a) Z= ∑𝑛𝑖=1 𝑒𝑥𝑝 (− ) = 1 + exp(-w/kT) + exp(-2w/kT)
𝑘𝑇
Ratio w/k mempunyai dimensi temperatur dan disebut temperatur karakteristik dan
dinyatakan dengan . Dalam bentuk , fungsi partisi dapat dinyatakan sebagai :
Z = 1 + exp(-/T) + exp(-2/T)
(b) Jumlah partikel dalam masing-masing cell yaitu :
N
N1 =
1 + 𝑒𝑥𝑝(−/𝑇) + 𝑒𝑥𝑝(−2/𝑇)
N
N2 =
1 + 𝑒𝑥𝑝(−/𝑇) + 𝑒𝑥𝑝(/𝑇)
N
N3 =
1 + 𝑒𝑥𝑝(/𝑇) + 𝑒𝑥𝑝(2/𝑇)
Pada temperatur yang sangat rendah dibandingkan dengan temperatur karakteristik, baik /T
maupun 2/T berharga sangat besar dibandingkan dengan 4. Dengan demikian, harga exp(-
/T) dan exp(-2/T) adalah sangat kecil, dan exp(/T) dan exp(2/T) berharga sangat besar.
Ini berarti jumlah partikel N1 mendekati sama dengan N, sedangkan N2 dan N3 adalah sangat
kecil. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada suhu yang sangat rendah partikel-
partikel terkonsentrasi pada cell 4. Pada temperatur yang lebih besar daripada temperatur
karakteristik, /T dan 2/T berharga lebih besar daripada 1, semua suku-suku eksponensial
mendekati satu, dan N1, N2, N3, mendekati sama yaitu N/3. Bila /T = 1, atau =T, N1 =
0,67N, N2= 0,24N, dan N3=0,09N. Jadi sebagai fungsi temperatur, untuk temperatur T <<
(atau di mana kT << w), jumlah partikel di dalam cell yang energi lebih besar akan
meningkat, tetapi pada temperatur yang sangat tinggi, dimana T >> , sepertiga dari
partikel-partikel tersebut akan tersisa pada keadaan enrgi titik nol. Hal ini nampak bahwa
"tinggi" dan "rendahnya" Temperatur mempunyai makna sejauh fungsi T adalah besar atau
kecil dibandingkan dengan temperatur karakteristik , atau sebagai perkalian kT adalah
besar atau kecil dibandingkan dengan energi w.
(c) Energi internal sistem diberikan oleh :
𝑁𝑘𝑇 2 𝑑𝑍 exp(− )+2 exp(−2/T
T
U= 𝑛𝑤
𝑍 𝑑𝑍 1 + exp(−/T) + exp(−2/T)
Pada temperatur rendah baik energi internal U maupun entropi S mendekati nol. Pada
temperatur yang sangat tinggi energi inetrnal sistem U mendekati Nw, sedangkan S mendekati
Nk ln3.
(b) Probabilitas termodinamika untuk W(3,1,1), catatan tunjukkan susunannya dengan huruf
a, b, c,d, e, dan f.
3. Ada 52 kartu dari sebuah deck disepakati menjadi empat susunan dengan mengundi ke dalam
kotak yang terdiri dari empat bagian (kompartemen). Setiap kartu mempunyai kemungkinan
yang sama untuk ditempatkan pada salah satu kompartemen.
(a) Berapa banyak mikrostate yang berkaitan dengan susunan 13-13-13-13?
(b) Berapa peluang relatif makrostate: 12-13-14-13, 12-14-10-16, 16-22-10-4
dibandingkan dengan makrostate 13-13-13-13 ?
3. Buktikanlah bahwa ln W = N ln N - Ni ln Ni
4. Buktikanlah bahwa : ln Ni Ni = 0
5. Buktikanlah bahwa Ni = exp(-wi)
6. Buktikanlah bahwa energi internal sistem diberikan oleh:
𝑑(ln 𝑍)
U = NkT2 𝑑𝑇
*******************
BAB V
5.3 Pendaluluan
Setelah anda mencermati konsep-konsep dasar dalam Bab IV yang berkaitan dengan
Statistik Maxwell-Boltzmann, pada bagian ini akan dikaji aplikasi statistik Maxwell-Boltzmann,.
Beberapa aplikasi yang dikaji diantaranya aplikasi pada panas jenis gas ideal monoatomik,
persamaan barometrik panas jenis diatomik, prinsip equipartisi, dan aplikasi pada perangai
paramagnetik.
Misalkan sebuah gas monoatomik terdiri dari N molekul, masing-masing massanya m, di dalam
ruang tertutup yang volumenya V. Masing-masing molekul dicirikan dengan koordinat posisi x,
y, z, dan koordinat kecepatannya vx, vy, dan vz. Energi molekul w adalah jumlah energi potensial
dan energi kinetik. Jika diantara molekul-molekul tidak ada gaya yang bekerja, maka tidak ada
energi potensial bersama diantara molekul-molekul. Dalam pembahasan ini efek gaya grafitasi
bumi tak diperhitungkan. Dengan demikian, energi potensial dapat dianggap konstan dan diambil
nol.Kenyataan menunjukkan bahwa dinding- dinding bejana tak dapat ditembus molekul, dengan
demikian energi potensial dapat dianggap tak berhingga untuk koordinat posisi x, y, z yang terletak
di luar bejana.
Jika molekul-molekul dapat dianggap benda titik, maka energi kinetik molekul hanyalah
energi kinetik translasi. Untuk cell ke i, yang mana koordinat kecepatannya adalah vx, vy, dan vz,
1 1
energi kinetiknya adalah 2
𝑚 ( 𝑣𝑥2 + 𝑣𝑦2 + 𝑣𝑧2 )= 2
𝑚𝑣𝑖2 . Kemudian untuk sembarang cell di
𝑁
(m/2kT)3/2exp(- mv /2kT)dxdydzdvxdvydvz
2
d6N= (5.4)
𝑉
Distribusi di dalam ruang biasa diperoleh dengan mengintegrasikan persamaan (5.4) untuk
seluruh nilai vx, vy, dan vz yaitu:
𝑁
d3 N = (m/2kT)3/2(2kT/m)3/2dxdydz
𝑉
atau
d 3N N
=
dxdydz V
(5.5)
Persamaan (5.5) ini menyatakan jumlah molekul per satuan volume ruang biasa adalah konstan,
tak bergantung pada posisi dan sama dengan jumlah molekul total N dibagi dengan volume total
V. Dengan kata lain, molekul-molekul terdistribusi secara seragam di dalam ruang yang ditempati
oleh gas.
Untuk mendapatkan distribusi dalam ruang kecepatan kita integrasi persamaan (5.4) untuk
seluruh x, y, dan z, yaitu :
2
d3N=N(m/2kT)3/2exp(- mv /2kT)dvxdvydvz (5.6)
Persamaan keadaan dapat diperoleh dari fungsi Helmholtz, F=-NkTlnZ dan dari hubungan
thermodinamik :
𝜕𝐹
𝑝 = − (𝜕𝑉)
𝑇
maka diperoleh :
F=-NkT[lnV - ln H + (3/2)ln(2kT/m)]
dan
p = NkT/V = nRT/V (5.7)
Persamaan (5.7) adalah merupakan persamaan keadaan gas ideal.
Entropi S adalah :
S =Nk ln Z + U/T
=Nk[lnV+(3/2)ln (2kT/m)-ln (H) -3/2 ln(m)]+3/2Nk
= Nk(lnV + 3/2 lnT + A)
= nR(ln V + 3/2 ln T + A)
dan
s = R lnV + 3/2 R lnT + RA (5.8)
dengan A adalah suatu konstanta yang tak bergantung pada temperatur dan volume, dan s adalah
entropi per satuan molar, S/n.
Untuk mendapatkan distribusi di dalam z, inte-grasikan untuk seluruh variabel kecuali terhadap
z, sehingga diperoleh:
𝑁𝑚𝑔
dNz = exp(-mgz/kT)dz (5.15)
𝑘𝑇
dengan dNz menyatakan jumlah molekul di dalam lapisan tipis yang luas penampangnya A dan
tebalnya dz pada ketinggian z. Untuk dua lapisan yang tebalnya sama pada ketinggian z1 dan z2 ,
jumlah relatif molekul-molekulnya adalah :
𝑑𝑁2
= exp[-mg(z2-z1)/kT] (5.16)
𝑑𝑁1
Ahli Fisika Perancis Jean Perrin pada tahun 1909 menggunakan hubungan di atas dalam
perhitungan bilangan Avogadro No. Sebagai pengganti perhitungan molekul di atmosfir bumi,
Jean Perrin menggunakan partikel-partikel ukuran mikroskopik yang bergantung di dalam larutan
yang kerapatannya sedikit lebih kecil, sehingga nilai "g" efektif dapat direduksi. Dengan perhi-
tungan jumlah partikel pada variasi level supensi, Perrin dapat memprediksi bentuk fungsi
distribusi (yakni berbentuk eksponen yang berku-rang terhadap ketinggian) dan juga diperoleh
harga No yang telah dikoreksi. Selanjutnya akan dinyatakan k R/No, dengan R adalah konstanta
gas umum. Semua kuantitas pada Persamaan (5.15) kecuali k dapat diukur secara langsung,
dengan demikian dapat dipergunakan menghitung k. Kemudian No dapat ditemukan karena R
diketahui dari eksperimen. Perrin menyimpulkan bahwa nilai No terletak antara 6,5 dan 7,2 ×1026,
bandingkan dengan harga yang paling teliti 6,0251×1026 molekul/kg-mol.
Kembali pada atmosfir bumi. Integrasi Persamaan (5.15) untuk seluruh vx, vy, dan vz
memberikan distribusi di dalam ruang biasa.
𝑑3𝑁 𝑁𝑚𝑔
= exp(-mgz/kT) (5.17)
𝑑𝑥𝑑𝑦𝑑𝑧 𝐴𝑘𝑇
Ruas kiri dari Persamaab (5.17) menyatakan jumlah molekul per satuan volume, n.
Berdasarkan hubungan p = nkT, maka kita peroleh :
p = po exp (-mgz/kT) (5.18)
dengan po menyatakan tekanan pada z =0 (pada permukaan bumi).
Persamaan (5.18) dikenal sebagai: hukum atmosfir. Hukum atmosfir ini dapat juga
diturunkan secara langsung dari prinsif hidrostatik dan persamaan keadaan gas ideal.
Sekarang jika energi wz adalah fungsi kuadratik dari z, yakni jika dalam bentuk wz
= az , dengan a adalah konstanta, dan jika limit z dari 0 sampai , atau dari - sampai ,
2
dengan demikian :
2 𝑎𝑧2
∫ 𝑎𝑧 𝑒𝑥𝑝 (− 𝑘𝑇 )𝑑𝑧
1
̅=
𝑤 𝑎𝑧2
= 2 kT
𝑒𝑥𝑝 (− 𝑘𝑇 )𝑑𝑧
Untuk tiap-tiap koordinat yang mana kondisi di atas dipenuhi, energi rata-rata per partikel, di
1
dalam asembli sebuah partikel dalam keseimbangan termodinamika pada temperatur T adalah 2
kT. Kondisi di atas dipenuhi untuk koordinat kecepatan translasi vx, vy, dan vz, karena energi
1 1 1
diasosiasikan dengan vx, vy, dan vz, adalah 2 𝑚𝑣𝑥2 , 2
𝑚𝑣𝑦2 , 2 𝑚𝑣𝑧2 dan rentangan masing-masing
dari - sampai + .
energi kinetik rotasi adalah sebanding dengan kuadrat kecepatan sudut, prinsif ekuipartisi yang
1
diterapkan untuk rotasi juga memiliki energi kT untuk masing-masing derajat kebebasan. Jika
2
atom-atom adalah massa titik, rotasi terhadap garis yang melalui molekul tidak signifikan.
Misalkan molekul-molekul dianggap sebagai osilator harmonik sederhana, energi rata-rata yang
1 1
diasosiasikan dengan vibrasi adalah kT (2 kT untuk energi kinetik, 2
kT untuk energi potensial).
Dengan demikian energi rata-rata molekul adalah 3/2 kT untuk translasi, kT untuk rotasi, dan kT
untuk vibrasi. Energi internal total U dari sebuah asembli N molekul adalah :
U = Utrans + Urot + Uvib
= 3/2 NkT + NkT + NkT
= 3/2 nRT + nRT + nRT
Energi internal spesifik molal (u) diberikan oleh :
u = U/n = 3/2 RT + RT + RT
cv/R
4
o
10 25 50 75 100 250 500 750 1000 2500 5000 K
Temperatur
Gambar 5.1. Harga eksperimen cv/R untuk Hidrogen sebagai fungsi temperatur
yang diplot dalam skala logaritme.
Penjelasan pertama dari variasi cv terhadap temperatur diberikan oleh Einstein pada tahun
1907. Dengan menggunakan konsep kuantisasi energi yang sebelumnya telah diperkenalkan oleh
Planck untuk menghitung distribusi energi dalam spektrum radiasi yang dipancarkan oleh benda
hitam. Prinsif mekanika kuantum membatasi energi rotasi atau vibrasi molekul di dalam beberapa
nilai diskrit. Jadi, energi tidak dapat dinyatakan sebagai fungsi kontinu dari spesifikasi koordinat
keadaan molekul, dan representasi titik fase dari molekul tidak terdistribusi secara kontinu di
dalam ruang fase. Kondisi terpenting untuk prinsif ekuipartisi tak terpenuhi, dengan demikian
prinsip ini tak diterapkan.
Menurut mekanika kuantum, energi rotasi molekul dapat dimiliki hanya dalam set nilai
yang diberikan oleh:
ℎ2
wrot = n(n+1) (5.20)
8𝜋2 𝐼
dan kemungkinan energi vibrasi adalah:
1
wvib = (n+ )hf (5.21)
2
dengan: n adalah bilangan bulat atau nol, h adalah konstanta Planck, I adalah momen inersia
molekul terhadap pusat massa, dan f adalah frekuensi vibrasi. Penurunan persamaan di atas dapat
dicari pada buku teks mekanika kuantum.
Untuk menentukan bagaimana molekul-molekul didis-tribusikan diantara kemungkinan
keadaan energi, kita harus menghitung fungsi partisi untuk rotasi dan vibrasi.
𝑤𝑣𝑖𝑏 1
Zvib=exp(- )= ∑𝑛=∞ 𝑣𝑖𝑏
𝑛=0 𝑒𝑥𝑝 − [(𝑛 + 2 ) 𝑇 )] (5.22)
𝑘𝑇
ℎ𝑓
dengan vib= dan mempunyai dimensi temperatur yang disebut temperatur karakteristik untuk
𝑘
vibrasi. Frekuensi vibrasi f untuk molekul diatomik berada dalam daerah inframerah pada
spektrum elektromagnetik. Dengan mempelajari spekrtrum emisi atau absorpsi dalam inframerah
dapat ditentukan f dan Temperatur Karakteristik vib. Beberapa nilai vib diberikan pada Tabel
5.1 berikut.
Tabel 5.1
Temperatur Karakteristik untuk Vibrasi dan Rotasi dari Molekul Diatomik
Molekul vib oK rot oK
H2 6140 85,5
OH 5360 27,5
HCl 4300 15,3
CH 4100 20,7
CO 3120 2,77
Karena energi wvib tidak merupakan fungsi kontinu dari koordinat, penjumlahan pada
Persamaan (5.22) harus dievaluasi secara langsung dan tidak dapat digunakan volume cell H yang
telah diperkenalkan sebelumnya. Persamaan (5.22) dapat ditulis sebagai:
Zvib =exp(-vib/2T)+exp(-3vib/2T)+exp(-4vib/2T) + . . .
= exp(-vib/2T)[1+exp(-vib/T)+exp(-2vib/T) + . . .]
energi vibrasi yang paling rendah pada 00K. Karena energi pada keadaan ini tidak nol, tetapi sama
1 1
dengan 2 hf, energi vibrasi total Uvib tidak nol pada nol absolut, tetapi sama dengan 2
Nhf.
1 1
= Nkvib ( + 𝑣𝑖𝑏 ) (5.25)
2 𝑒𝑥𝑝 ( 𝑇 )−1
w = U/N = kvib (1 + 1
) (5.26)
𝑣𝑖𝑏
2 𝑒𝑥𝑝 ( 𝑇 )−1
Jadi, energi rata-rata sebuah osilator di dalam mekanika kuantum merupakan fungsi yang lebih
rumit terhadap temperatur dibandingkan dengan nilai kT yang diramalkan mekanika klasik. Pada
temperatur sangat rendah dimana T<<vib, suku eksponensial berharga sangat besar, dengan
demikian:
w 1 1
2
kvib 2
hf
sama seperti yang ditunjukkan sebelumnya. Pada temperatur yang sangat tinggi T>>vib, suku
eksponensial berharga sangat kecil, dengan demikian :
𝑣𝑖𝑏 𝑣𝑖𝑏
exp( )1+ , sehingga :
𝑇 𝑇
T
exp( vib T ) − vib
1
Dengan menggunakan hipotesis ini, maka suku pada Persamaan (5.26) dapat diabaikan, dan :
2
w kT
Ungkapan ini menyiratkan bahwa pada temperatur tinggi, mekanika kuantum dan mekanika
klasik memberikan harga yang sama untuk energi rata-rata dari salah satu asembli osilator
harmonik di dalam keseimbangan thermal.
Gantilah Nk dengan nR Persamaan (5.25), dan bagi dengan n, maka akan diperoleh energi
vibrasi molar uvib yaitu :
1 1
uvib = Rvib ( + 𝑣𝑖𝑏 ),
2 𝑒𝑥𝑝 ( 𝑇 )−1
Bila T << vib , (cv)vib mendekati nol, dan bila T >> vib , maka (cv)vib mendekati R sesuai dengan
harga klasik.
𝑢𝑣𝑖𝑏 (𝑐𝑣 )𝑣𝑖𝑏 𝑇
Grafik pada Gambar 5.2 berikut menunjukkan ratio dan sebagai fungsi .
𝑅 𝑣𝑖𝑏 𝑅 𝑣𝑖𝑏
1,5
1,0
0,5
0
0 0,5 1,0 1,5
T/vib
Gambar 5.2. Energi vibrasi dan panas jenis dari osilator harmonik
𝑢 𝑇 𝑢
Secara klasik u=RT atau = . Garis putus-putus adalah grafik sebagai
𝑅 𝑣𝑖𝑏 𝑣𝑖𝑏 𝑅 𝑣𝑖𝑏
𝑇
fungsi . Slop daripada grafik ini adalah satu, yakni sebanding dengan panas jenis klasik. Pada
𝑣𝑖𝑏
grafik juga nampak bagaimana pernyataan kuantum mendekati ungkapan klasik pada tempe-ratur
yang sangat besar dibandingkan dengan temperatur karakteristik.
Sekarang kita akan meninjau rotasi melokul. Perhitungan matematis fungsi partisinya jauh
lebih rumit dibandingkan dengan fungsi partisi vibrasi. Fungsi partisinya diformulasikan dalam
bentuk:
ℎ2 𝑣𝑖𝑏
exp[-n(n+1) ] = exp[-n(n+1) ] (5.27)
8𝜋2 𝐼𝑘𝑇 𝑇
Pengukuran eksperimental yang teliti dilakukan oleh Pierre Curie sekitar tahun 1895. Ia
menumukan bahwa untuk banyak zat, di dalam rentangan intensitas dan temperatur yang dicapai
dalam eksperimennya, magnetisasi berbanding langsung dengan H dan berbanding terbalik
dengan T. Jadi,
𝐻
M=C
𝑇
dengan C adalah konstanta pembanding yang disebut konstanta Curie. Jika hukum Curie
diterapkan pada semua nilai H dan T, magnetisasi akan bertambah secara tak tentu dengan
kenaikan H dan dengan penurunan T, yang mana sudah tentu tak terjadi, karena M harus
mendekati nilai maksimum atau saturasi bila semua magnet molekular berjajar terhadap medan
magnet.
Teori elementer dari paramagnet yang akan dikembangkan nanti dibatasi untuk sistem
dalam mana interaksi antara molekul-molekul dapat diabaikan, dengan demikian secara esensial
untuk teori paramagnet gas. Walaupun demikian, teori ini juga baik untuk zat padat dan zat cair.
Misalkan sampel gas, masing-masing molekul mempunyai momen magnetik permanen , di
dalam medan magnet luar dari kerapatan fluks B. Energi magnet molekular bergantung pada sudut
antara momen magnet dan medan eksternal. Torka yang bekerja pada magnet dari momen
magnet pada sudut adalah :
= B sin ,
dan usaha yang diperlukan untuk kembali menempuh sudut d, atau perubahan di dalam energi
potensial magnetik adalah :
dw = d = B sin d
Dengan mengintegrasi persamaan ini maka diperoleh w = - B cos . Jika w di set nol saat =
90o, atau saat momen magnet tegak lurus dengan medan. Karena energi magnetik tidak melibatkan
kecepatan pusat massa, posisi atau sembarang koordinat energi internal molekular, kita dapat
menganggap energi magnetik saja. Untuk singkatnya ambillah u = - cos dan x= B/kT. Dengan
demikian fungsi partisi Z diberikan oleh :
Z = exp (-xu) (5.28)
Menurut teori klasik, magnet molekular dapat dianggap pada setiap sudut relatif terhadap
medan magnet dan energi magnet merupakan fungsi kontinus dari sudut dan u. Jadi, untuk
menghitung fungsi partisi secara klasik, kita ambil du = H. Kalikan Persamaan (5.28) dengan du
dan bagi dengan H, dan ganti sigma dengan integral.
1 +1 1 2 𝑠𝑖𝑛ℎ 𝑥
Z =
𝐻 ∫−1 𝑒𝑥𝑝(−𝑥𝑢)𝑑𝑢 = = 𝐻 𝑥
Jumlah molekul per satuan volume, dnu , yang mana momen magnet membuat sudut dengan
arah medan adalah :
𝑛𝑥
dnu = exp(-xu)du
2 𝑠𝑖𝑛ℎ 𝑥
karena magnetisasi begitu kecilnya di dalam bahan paramagnetisme, dalam kegunaan praktis
sering dinyatakan dengan B = oH, namun demikian untuk kesesuaian dengan hukum Curie,
konstanta C besarnya sama dengan :
𝑛𝜇2 𝜇0
C= (5.32)
3𝑘
Jadi teori Langevin bersesuain dengan hukum Curie untuk medan lemah dan pada
temperatur tinggi, tetapi pada medan kuat dan temperatur rendah memprediksikan magnetisasi
jenuh. Kurva pada Gambar 5.3 berikut menunjukkan fungsi Langevin, sedangkan garis lurus
adalah titik singgung pada x =0 yang direduksi untuk hukum Curie.
L(x)
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0 1 2 3 4 5 6
x = B/kT
Berdasarkan Gambar 5.3 di atas, di dalam daerah mana hukum Curie dipenuhi, Persamaan
(5.32) dapat diperguna-kan untuk menghitung momen magnet molekul sebagai dasar teori
Langevin. Nilai yang diperoleh adalah dalam orde magneton Bohr. (Magneton Bohr B adalah
momen magnet dari sebuah putaran elektron di dalam orbit pertama Bohr dari atom hidrogen, dan
juga sama dengan momen magnet dari sebuah elekttron yang muncul dari spin elektron atau rotasi
elektron di sekitar sumbunya. Jadi, untuk gas oksigen yang paramagnetik dan mengikuti hukum
Curie untuk temperatur sangat rendah, 3B. Kita sekarang dapat memperluas estimasi magnet
molekul di dalam oksigen disejajarkan oleh medan luar. Jika hukum Curie dipenuhi, ratio
magnetisasi aktual M dengan saturasi, Msat = n, adalah: Commented [R1]:
M n 2 B / 3kT 1 B 1
= = x
M sat n 3 kT 3
=
Prinsif mekanika kuantum berperan memodifi-kasi teori paramagnetisme klasik. Pertama,
prinsif pertama mencakup pernyataan tertentu untuk momen magnetik molekul, ditentukan
dengan jumlah dan susunan elektron-elektron. Kedua, momen magnetik molekul tidak dapat
dalam arah sembarang, hanya dalam beberapa arah tertentu, efek ini dikenal sebagai kuantisasi
ruang.
Berikut ini akan dikemukakan metode yang pertama kali dilakukan oleh Lenz. Momen
magnet molekul gas hanya dapat memiliki dua arah yakni sejajar atau berlawanan dengan medan
magnet. Atom-atom dari uap perak secara aktual mengambil arah dalam dua arah seperti yang
didemontrasikan dalam eksperimen oleh Stern dan Gerlach seperti pada Gambar 5.4. Seberkas
atom-atom perak dari sebuah oven (tidak ditunjukkan) memasuki medan magnet pada titik O,
melintas sepanjang sumbu X.
P1
P2
Z
N
O
X B
Y S
Magnetisasi total yang sejajar dengan B adalah n1 dan yang berlawanan dengan B adalah n2.
Magnetisasi netto M dalam arah B adalah:
M = n tanh (B/kT) (5.33)
dengan: n = n1 - n2
atom-atom uap perak yang sejajar dan berlawanan dengan medan magnet yang kerapatannya
0,1 w/m2 pada temperatur 1000 K.
******************
BAB VI
STATISTIK BOSE-EINSTEIN
6.3 Pendahuluan
Banyak pembuktian telah menunjukkan bahwa pada konduktor logam terdapat elektron-
elektron bebas yang menempati suatu volume logam seperti molekul-molekul gas yang mengisi
sebuah bejana. Apabila statistik Maxwell-Boltzmann diterapkan pada gas elektron, sejumlah
penyimpangan muncul antara teori dan hasil pengamatan. Misalnya: elektron-elektron tidak
memberikan seluruh andil pada energi thermal konduktor. Yakni, diamati panas jenis molar logam
(pada temperatur yang berbeda) adalah 3R, sama dengan panas jenis yang diberikan oleh kisi saja.
Sedangkan menurut statistik Maxwell-Boltzmann elektron bebas (gas monoatomik) akan
memberikan kontribusi 3R/2 untuk kapasitas panas. Penyimpangan yang lain yakni distribusi
kecepatan fotoelektron yang diramalkan tidak sesuai dengan hasil eskperimen.
Kesulitan lain yang muncul yaitu apabila statistik Maxwell-Boltmann diterapkan untuk
gas foton, yakni bundel energi radian elektromag-netik juga terjadi kesulitan. Energi foton adalah
sebanding dengan frekuen-sinya. Dengan demikian analisis statistik berperan terhadap fungsi
energi, juga distribusi frekuensi dari gas foton. Hasil yang diperoleh dari statistik Maxwell-
Boltzmann meramalkan penambahan jumlah foton per satuan rentangan frekuensi seperti sebagai
penambahan frekuensi secara kontinu. Padahal hasil yang aktual seperti diberikan oleh hukum
Planck, distribusi foton tersebut ada maksimum dan bergerak secara asimtotik menuju nol pada
ke dua sisi maksimum.
Semua kesulitan yang dikemukakan di atas telah dipecahkan dengan statistik kuantum.
Perbedaan yang esensial antara teori yang lama dengan yang baru terletak pada metode
pendefinisian mikrostate dan penghitungan jumlah mikrostate yang diasosiasikan dengan
makrostate tertentu. statistik kuantum secara aktual mencakup statistik Maxwell-Boltzmann
dalam kasus limit tertentu.
Fungsi distribusi pada statistik Maxwell-Boltzmann berlaku untuk sistem partikel identik
yanng satu sama lain dapat dibedakan yang berarti fungsi gelombangnya tidak banyak
bertumpangan. Molekul dalam gas cocok dengan pemerian tersebut, dan memenuhi statistik
Maxwell-Boltzmann. Jika fungsi gelombang cukup banyak saling bertumpangan, situasinya
berubah karena sekarang partikel itu tidak dapat dibedakan, walaupun partikel itu tetap dapat
dihitung. Untuk mengatasi masalah ini maka akan dikaji dengan mekanika kuantum. Dalam
sistem mekanika kuantum untuk sistem partikel dengan fungsi gelombang saling bertumpangan
jatuh dalam dua kategori:
(1) Partikel dengan spin 0 atau bilangan bulat yang disebut boson. Boson tidak memenuhi
prinsif eksklusi Pauli. Fungsi gelombang boson tidak terpengaruh oleh pertukaran setiap pasangan
partikel. Fungsi gelombang semacam ini disebut simetrik. Setiap jumlah boson bisa terdapat
dalam keadaan kuantum yang sama dari sistem itu. Partikel dengan kelompok boson perangainya
akan dikaji dengan menggunakan statistik Bose-Einstein.
(2) Partikel dengan spin setengah bilangan bulat ganjil (1/2, 3/2, 5/2, ...) yang disebut
fermion. Fermion memenuhi prinsif eksklusi Pauli. Fungsi gelombang sistem fermion berubah
tanda terhadap pertukaran setiap pasangan partikel. Fungsi gelombang semacam ini disebut
antisimetrik. Hanya satu fermion bisa terdapat dalam keadaan kuantum tertentu dari sistem itu.
Partikel dengan kelompok fermion perangainya akan dikaji dengan menggunakan statistik Fermi-
Dirac.
Pada bagian ini akan dikaji statistik Bose-Einstein, sedangkan pada bagian bab berikutnya
akan dikaji secara mengkhusus statistik Fermi-Dirac.
sebagai jumlah mikrostate yang berkaitan dengan makrostate. Di dalam statistik Maxwell-
Boltzmann jumlah mikrostate didefinisikan sebagai jumlah permutasi dari makrostat tertentu.
Sebagai contoh, jika molekul a dan b bertukar cell di dalam ruang fase, makrostat sistem tak
berubah, tetapi mikrostate dianggap berbeda. Ini berarti bahwa di dalam statistik Maxwell-
Boltzmann molekul-molekul dianggap berbeda satu dengan yang lainnya. Peristiwa yang esensial
untuk statistik kuantum adalah bahwa molekul-molekul adalah identik (tak terbedakan). Ini berarti
bahwa kita tak membicarakan molekul-molekul a dan b sebagai pertukaran cell di dalam ruang
fase. Kita harus mencari metode baru dalam mendefinisikan mikrostate.
Marilah kita ambil contoh sederhana yaitu empat buah titik fase dan dua buah cell i dan j.
Misalkan kita ambil makrostate tertentu Ni = 3, Ni = 1. Menurut statistik Maxwell-Boltzmann,
W = 4. Mengingat molekul-molekul tak terbedakan, marilah kita nyatakan molekul-molekul
dengan titik (pada statistik Maxwell-Boltzmann dinyatakan dengan huruf). Jika cell tak dibagi
menjadi kompartemen, maka hanya akan ada satu susunan makrostate (Gambar 6.1a), tetapi
dengan adanya sub cell (kompartemen), maka akan ada sejumlah susunan yang berbeda. Pada
pembahasan ini tidak dikenakan pembatasan dalam pengisian titik fase (tidak mengikuti prinsip
eksklusi Pauli). Teori statistik ini dikembangkan secara terpisah oleh Bose dan Einstein, dan
disebut statistik Bose-Einstein. Teori statistik yang melibatkan prinsip eksklusi Pauli
dikembangkan oleh Fermi and Dirac, akan dikaji pada pembahasan selanjutnya.
Cell i ...
Cell j .
Kembali pada pemisalan mikrostate yang diilustrasikan pada Gambar 6.1. Marilah kita
asumsikan ada empat kompartemen. Gambar 6.1b menunjukkan cell i dan j masing-masing dibagi
menjadi empat kompartemen, dan tanpa membuat identitas partikel.
... .. . .. . . .
. . .. .. .
... .. .. . . . .
. . .. .. .
Cell i Wi = 20
.. . .. . .
... . .. .. . . .
.
... . .
cell j . . Wj= 4
. .
Kita lihat bahwa ada 20 cara yang berbeda dari susunan titik fase di dalam cell i, dan ada
empat cara susunan sebuah titik di dalam cell j. Kita dapat menunjukkan peluang thermodinamika
untuk masing-masing cell, sama dengan jumlah kemungkinan cara penyusunan titik fase di dalam
cell. Hal ini tidak dilakukan di dalam statistik Maxwell-Boltzmann, di mana mikrostate dianggap
berbeda hanya bila partikel tertentu bergeser dari satu cell kc cell yang lain. Jika Wi dan Wj
menyatakan probabilitas untuk cell i dan j, maka :
Wi = 20, Wj = 4
Jumlah total susunan yang disebut dengan peluang thermodinamika W dari makrostate adalah:
W = Wi Wj = 20 × 4 = 80
Hal ini sangat kontras dengan W = 4 untuk statistik Maxwell-Boltzmann.
Secara umum, bila ada sejumlah cell, maka dapat diformulasikan :
W = ∏ 𝑊𝑖 (6.2)
Sekarang kita turunkan pernyataan untuk W di dalam bentuk Ni. Anggaplah kompartemen di
dalam cell ke-i deberi nomor 1, 2, 3, ... sampai n, dan titik fase diberi label a, b, c, ... sampai Ni.
Meskipun tiap titik fase dianggap tidak terbedakan, kita tunjukkan dengan huruf hanya untuk
sementara saja untuk membantu menjelaskan bagaimana peluang thermodinamika dihitung.
Dalam salah satu susunan titik fase di dalam cell i, kita dapat memiliki titik a dan b di dalam
kompartemen 1, c di dalam kompartemen 2, di dalam kompartem 3 mungkin kosong, sedangkan
kompartemen 4 berisi titik d, e, f, dan seterusnya. Keadaan ini dapat dinyatakan dengan gabungan
urutan huruf dan nomor seperti pada Gambar 6.2.
tidak mengubah mikrostate, karena kompartemen yang sama berisi partikel yang sama. Ada n
blok dalam urutan, salah satu untuk tiap kompartemen, dengan demikian jumlah urutan yang
berbeda dari blok adalah n! dan kita harus membagi Persamaan (6.3) untuk menghindari
perhitungan mikrostat yang sama lebih dari sekali. Juga karena molekul-molekul secara aktual tak
terbedakan, urutan yang berbeda dari huruf seperti Gambar (6.4) menyatakan mikrostate yang
sama seperti Persamaan (6.2) karena setiap kompartemen tertentu berisi jumlah titik fase yang
sama.
1c a 2e 3 4 dbf ...
Ni huruf dapat disusun dalam Ni! urutan yang berbeda, dengan demikian Persamaan (6.3) harus
juga dibagi dengan Ni! Jadi, jumlah mikrostat untuk cell ke i adalah:
𝑛(𝑛+ 𝑁𝑖 −1)!
𝑊𝑖 =
𝑛!𝑁𝑖 !
Dengan menerapkan persamaan (6.4) untuk menentukan kasus pada Gambar 6.1b, dengan
n = 4, Ni =3, Nj =1, kita dapatkan :
(4 + 3 −1)!
𝑊𝑖 = = 20
(4−1)!3!
(4 + 1 −1)!
𝑊𝑖 = = 4
(4−1)! 1!
N io
=
n Bexp(w i ) − (6.5)
Sama seperti sebelumnya, kita nyatakan entropi dari suatu sistem sama dengan k ln W, dan cari
distribusi yang membuat S atau W maksimum.
Seperti pada pembahasan statistik sebelumnya, dengan menggunakan pendekatan Stirling,
maka diperoleh:
ln W =[(Ni+n)ln(Ni+n)- nln n - Niln Ni] (6.6)
Perubahan dalam ln W sebagai hasil perubahan di dalam Ni, yang mana kita set sama dengan nol
untuk keadaan peluang thermodinamika maksimum yaitu:
𝑛 + 𝑁𝑖0
ln W = ∑ [ln ]Ni = 0 (6.7)
𝑁𝑖0
Jika jumlah partikel dan energi total adalah konstan, kita mempunyai persamaan kondisi:
N = Ni = 0, (6.8a)
U = wi Ni = 0 (6.8b)
Untuk memecahkan Persamaan (6.7), (6.8a), dan (6.9b), kita gunakan metode pengali
Lagrange tak tentu. Kalikan Persamaan (6.8a) dengan -ln B dan Persamaan (6.8b) dengan -/
𝑛 + 𝑁𝑖0
∑ [𝑙𝑛 𝑁𝑖0
]Ni = 0 (6.7)
bentuk ini sama dengan bentuk fungsi distribusi Maxwell-Boltzmann, dengan ≡1/B.
Kita dapat menentukan dari kondisi Ni = N, gantikan sigma dengan integral seperti
sebelumnya. Jumlah n adalah:
𝐻 1
n= = dxdydzdpxdpy dpz
ℎ3 ℎ3
𝑚3
n= dxdydzdvxdvy dvz
ℎ3
Sekarang masukkan pernyataan ini untuk n di dalam Persamaan (6.10), ganti 𝑁𝑖0 dengan d6N, wi
1
dengan 2 𝑚𝑣 2
(6.11)
Fungsi distribusi adalah simetri bula karena hanya terdiri dari p, dengan demikian jumlah titik
refresentatif di dalam kulit bola tipis di dalam ruang momentum berjejari p dan tebalnya dp
adalah:
2𝑉 4𝜋𝑝2
dNp = dp
ℎ 3 𝑒𝑥𝑝( 𝑝𝑐 ) −1
𝑘𝑇
frekuensinya f adalah hf, maka energi per satuan volume atau kerapatan energi dalam rentangan
frekuensi df adalah:
ℎ𝑓 8𝜋ℎ 𝑓2
dNf = df (6.14)
𝑉 𝑐3 𝑒𝑥𝑝(ℎ𝑓/𝑘𝑇) −1
Persamaan ini persis sama dengan rumus Planck untuk kerapatan energi radiasi di dalam
selungkup yang dindingnya bersuhu T.
5) Sebuah ruang fase terdiri dari 2 cell, masing-masing cell berisi empat kompartemen. Ke
dalam ruang fase tersebut didistribusikan 4 buah partikel. Tentukanlah secara statistik
Bose-Einstein: (a) Probabilitas termodinamika untuk makrostate Ni = 4, Nj = 0, Ni =
1, Nj = 3, Ni = 2, Nj =2, Ni = 0, Nj=4, (b) Tentukan peluang thermodinamika maksimum,
tunjukkan susunannya dengan gambar.
6) Sebuah ruang fase terdiri dari 3 cell, masing-masing sell berisi empat kompartemen. Ke
dalam ruang fase tersebut didistribusikan 4 buah partikel. Tentukanlah secara statistik
Bose-Einstein: (a) Probabilitas makrostatenya, (b) Probabilitas termodinamika
maksimum, tunjukkan susunannya dengan gambar.
7) Pada suatu ruang fase terdapat 7 titik fase yang tersebar dalam 4 cell yaitu : cell 1 berisi
titik fase 3, cell 2 berisi 1 titik fase, cell 3 berisi 2 titik fase, dan cell 4 berisi 1 titik fase.
Masing-masing cell terdisi dari 6 kompartemen. Tentukanlah perbandingan peluang
thermodinamika antara statistik Maxwell-Boltzmann dan statistik Bose-Einstein.
8) Buktikanlah bahwa dari statistik Bose-Einstein dapat direduksi persamaan :
m 3V
d3N = exp( −mv 2 / 2 kT )dv x dv y dv z
h3
jelaskan anggapan-anggapan yang digunakan sehingga muncul persamaan tersebut!
Nh 3
9) Buktikanlah bahwa: = (2mkT ) − 3 / 2
V
10) Turunkanlah entropi berdasarkan statistik Bose-Einstein.
11) Analisis bahwa statistik Maxwell-Boltzman dapat direduksi dari statistic Bose-Einstein
pada koasus tertentu.
12) Analisislah penggunaan statistik Bose-Einstein pada radiasi benda hitam
******************
BAB VII
STATISTIK FERMI-DIRAC
7.3 Pendahuluan
Pada statistik Fermi-Dirac berlaku ketentuan yang lebih ketat seperti aturan larangan
Pauli dalam pengisian titik fase. Dalam satu kompartemen yang bervolume h 3 tidak boleh lebih
dari dua titik fase. Prinsif larangan Pauli ini mempengaruhi susunan elektron di dalam atom yang
sama yang mempunyai bilangan kuantum yang sama. Koordinat kompartemen di dalam ruang
fase berkorespondensi dengan bilangan kuantum. Dengan alasan itu, maka boleh terdapat dua titik
fase di dalam kompartemen yakni elektron-elektron yang mana titik representatif mempunyai arah
spin yang berlawanan. Jumlah maksimum titik representatif di dalam sel dua kali jumlah
kompartemen (sudah tentu kondisi aktual mungkin kurang karena mungkin ada kompartemen
yang kosong). Marilah kita bayangkan bahwa masing-masing kompartemen dibagi menjadi dua
bagian dan masing-masing bagian tidak boleh lebih dari satu titik. Jumlah setengah
kompartemen di dalam masing-masing cell yaitu:
n = 2H/ h3
dan jumlah titik maksimum di dalam masing-masing cell adalah n.
Untuk kajian selanjutnya kita akan menggunakan istilah kompartemen untuk setengah
kompartemen.
cell i . . . . . . Wi = 4
. . . . . .
cell j . . Wj = 4
. .
Gambar 7.1: Susunan titik fase yang berbeda di dalam sebuah cell
di dalam ruang fase menurut Statistik Fermi-Dirac
Secara umum untuk sejumlah cell dalam statistik Fermi-Dirac dapat dirumuskan:
W = ∑ 𝑊𝑖
Penurunan pernyataan untuk sembarang Wi lebih mudah daripada untuk statistik Bose-
Einstein. Untuk n kompartemen dari sebuah cell, jika ada Ni yang ditempati, maka ada (n - Ni)
yang tak ditempati (kosong). Perhitungan jumlah cara untuk n kompartemen yaitu dapat dibagi di
dalam dua kelompok, satu kelompok dengan kompartemen yang ditempati, dan kelompok yang
lain untuk kompartemen yang kosong.
Di dalam pembahasan statistik sebelumnya telah dikaji jumlah cara untuk N partikel yang
didistribusikan diantara cell-cell dalam ruang fase, dengan N1, N2, dan seterusnya. Jumlah
tersebut yaitu:
N! N!
=
N 1 ! N 2 ! N 3 !... Ni !
Secara umum, persamaan di atas memberikan jumlah cara untuk sesuatu N yang disusun
dalam suatu kelompok, jumlah N1, N2, dan seterusnya menyatakan jumlah di dalam tiaptiap
kelompok. Di dalam statistik Maxwell-Boltzmann “sesuatu” yang disusun adalah titik fase,
jumlah “kelompok” sama dengan jumlah cell di dalam ruang fase, dan jumlah cara dari susunan
“sesuatu” disebut peluang thermodinamika dari makrostate.
Dengan cara yang sama, peluang thermodinamika untuk cell tertentu didefinisikan sebagai
jumlah cara kompartemen yang berbeda dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok
yang ditempati dan kelompok yang kososng. Jumlah kompartemen total adalah n, yang ditempati
adalah Ni, dan yang kosong adalah (n-Ni). Dengan demikian cara berbeda dalam pembagian
kompartemen ke dalam kelompok ditempati dan kelompok kosong, atau peluang thermodinamika
Wi adalah :
𝑛!
𝑊𝑖 = (7.1)
𝑁𝑖 !(𝑛−𝑁𝑖 )!
Karena jumlah cell sangat besar, dengan demikian n dan Ni merupakan bilangan yang sangat
besar, kita dapat pergunakan pendekatan Stirling.
ln W =[nln(n) - Ni ln Ni - n ln (n-Ni)- Ni ln (n-Ni]
Misalkan W0 menyatakan probabilitas maksimum, dan Ni0 berkaitan dengan jumlah titik-
titik dalam cell ke i, dan n adalah konstan, maka:
𝑛 − 𝑁𝑖0
ln W = ∑ [ln ]Ni = 0 (7.4)
𝑁𝑖0
Jika jumlah partikel dan energi total adalah konstan, kita mempunyai persamaan kondisi:
N = Ni = 0, (7.5a)
U = wi Ni = 0 (7.5b)
Untuk memecahkan Persamaan (7.4), (7.5a), dan (7.5b), kita gunakan metode pengali
Lagrange tak tentu. Kalikan Persamaan (7.5a) dengan -ln B dan Persamaan (7.5b) dengan -/
𝑛 − 𝑁𝑖0
∑ [𝑙𝑛 𝑁𝑖0
]Ni = 0 (7.4)
Hal ini dikenal sebagai: fungsi distribusi Fermi-Dirac untuk keadaan probabilitas
thermodinamika maksimum. Bandingkan fungsi statistik Fermi-Dirac dengan fungsi statistik
Maxwell-Boltzmann, yaitu:
𝑁𝑖𝑜 1
=
𝑛 B exp(βw𝑖 )
Sekarang kita mempunyai fungsi distribusi dalam ruang momentum tiga dimensi. Langkah
selanjutnya adalaha nyatakan w dalam bentuk p, atau sebaliknya, dan integrasi d3N untuk seluruh
p (atau w) sama dengan N.
Jika B exp(w/kT) >> 1, faktor 1 pada penyebut dapat diabaikan dan sama seperti statistik
Bose-Einstein, maka kita akan dapatkan statistik Maxwell-Boltzmann. Untuk gas elektron
aprokmasi ini tak dapat dilakukan, dan B harus ditentukan dari persamaan (7.7).
Berikut ini akan dikaji pernyataan untuk B. Untuk kasus B kecil, pertama kali diturunkan
oleh Sommerfeld, dengan mengambil bentuk:
B = exp(-wm /kT) (7.8)
dengan demikian persamaan (7.7) menjadi:
2𝑉 1
d3N = dpxdpy dpz (7.9)
ℎ3 𝑒𝑥𝑝 [(𝑤− 𝑤𝑚)]+1
𝑘𝑇
= dpxdpy dpz
Jika T = 00 K, maka fungsi distribusi ini dapat direduksi menjadi sangat sederhana. Misalkan wmo
menyatakan harga wm pada T = 00K. Untuk sebuah cell di dalam ruang momentum yang mana w
lebih kecil daripada wmo, maka suku di dalam kurung siku pada Persamaan (7.9) adalah -, dan
karena exp(-) = 0, maka akan diperoleh :
2𝑉
0 = (T = 00K, w < wmo) (7.10)
ℎ3
Dengan kata lain, pada nol absolut kerapatan titik-titik representatif dalam ruang
momentum adalah konstan dan sama dengan 2V/h3, di dalam semua cell yang energinya w < wmo.
Di lain fihak, jika w lebih besar daripada wmo dan T = 00 K, maka suku di dalam kurung
siku pada Persamaan (7.9) adalah +, dan karena exp(+) = , maka akan diperoleh:
0 = 0 (T = 00K, w > wmo)
Interpretasi fisis dari wmo adalah merupakan energi maksimum dari elektron-elektron
pada nol absolut.
Hubungan antara energi w dan momentum p dapat dinyatakan sebagai:
1 𝑝2
mv2 = w = , p2 = 2mw
2 2𝑚
Energi maksimum wmo berkaitan dengan momentum maksimum yang diberikan oleh:
pmo = (2m wmo)1/2
dan, di dalam ungkapan secara geometri, kita dapat mengatakan bahwa pada ruang momentum
nol absolut populasinya secara uniform dalam sebuah bola yang jejarinya p mo dan tidak ada titik-
titik fase di luar bola ini. Proses integrasi kerapatan untuk seluruh ruang momentum dapat
direduksi menjadi perkalian kerapatan konstan 0 dengan volume bola yang jejarinya pmo, dan
perkalian ini sama dengan jumlah total dari elektron N.
2𝑉 4 3
ℎ3
× 3 𝜋𝑝mo =N
dan
ℎ2 3N 2/3
wmo= 8m [𝜋𝑉] (7.11)
Marilah kita coba hitung besarnya wmo dari persamaan (7.11). Konstanta h adalah
konstanta Planck yang besarnya 6,62 × 10-34 Joule-sekon, dan m adalah massa elektron, 9
-31
× 10 kg. Jumlah elektron per satuan volume tidak dapat diukur secara langsung. Asumsi umu
yang digunakan, yakni atom-atom masing-masing memberikan kontribusi jumlah elektron yang
sama untuk gas elektron. Kita juga akan memprediksi jumlah ini kecil, mungkin 1 untuk atom
valensi 1, 2 untuk atom valensi 2, dan seterusnya. Hal ini merupakan pembuktian secara tidak
langsung, bahwa asumsi itu benar. Misalkan kita hitung untuk perak, asumsikan satu elektron
untuk satu atom, maka N/V = 5,86 × 1028 elektron bebas/m3, dan dari persamaan (7.11),
2 2/3
(6,62×10−34 ) 3
wmo = 8×9×10-31
[𝜋 × 5,86 × 1028 ]
Harga ini merupakan energi kinetik maksimum dari elektron bebas pada nol absolut. Energi rata-
rata 𝑤 pada nol absolut adalah 3/5 dari energi maksimum, yakni :
Menurut statistik Maxwell-Boltzmann, energi kinetik rata-rata dari molekul gas adalah
3kT/2 dan berharga nol pada suhu nol absolut. Bila kita terapkan statistik Maxwell-Boltzmann,
maka untuk energi 5,75 × 10-19 Joule, diperlukan temperatur 27.000 0K.
Untuk selanjutnya kita akan mengevaluasi wm pada temperatur selain 0 K. Hasil yang
diperoleh oleh Sommerfeld adalah :
𝜋2 𝑘𝑇 2
wm = wmo {1 − 12
(𝑤 ) + . . . } (7.12)
𝑚𝑜
Bila T=0 K, akan direduksi menjadi wmo. Demikian pula dengan penambahan temperatur,
perbedaan antara wm dan wmo adalah kecil, karena suku kT hanya beberapa seper elektron-volt,
sedangkan wmo dalam orde 2 sampai 10 elektron-volt. Jadi, di dalam mengevaluasi fungsi
distribusi pada peramaan (7.9), sama halnya pada temperatur tinggi beberapa ribu derajat
Kelvin, akan terjadi kesalahan kecil untuk substitusi wmo dengan wm.
Gambar 7.2 adalah grafik fungsi distribusi yang diplot sebagai fungsi w.
dN v x v y vz
dv x dv y dv z
T=0 K
T1
T2
wmo w
Ordinat dari kurva adalah jumlah titik representatif per satuan volume ruang momentum. Garis
tebal adalah distribusi pada T = 0 K. Kerapatan adalah kosntan pada semua titik untuk w < wmo
atau (p < p mo ) dan nol di luar harga ini. Garis putus-putus adalah distribusi pada temperatur yang
lebih tinggi, T1 dan T2. Jika T 0, fungsi turun secara asimtotik menuju nol sehingga energi
bertambah, dan tidak ada batas atas yang lebih tajam untuk energi atau momentum. Harga wm
tidak menyatakan energi maksimum pada temperatur T, tetapi harga wmo menyatakan energi
maksimum pada T = 0 K.
Fungsi distribusi speed (kelajuan) dapat diturunkan dari fakta bahwa distribusinya adalah
simetri bola. Dengan demikian jumlah titik representatif di dalam kulit tipis di dalam ruang
kecepatan dengan jejari v sama dengan hasil kali kerapatan di dalam ruang kecepatan dengan
volume kulit 4v2dv, dengan demikian:
8m3V v2
dN v = dv
h 3
exp[( 2 mv − wm ) / kT ] + 1
1 2
(7.14)
16m V
2
w
dN v = dv
h 3 exp[( 21 mv 2 − wm ) / kT ] + 1 (7.15)
Pada T = 0 K,
dN v 8m 3V 2
= v
dv h3 (v < vmo )
dN v 16m V 2
= w
dv h3 (w < wmo )
dN v
=0
dv (v > vmo , w > wmo )
Fungsi distribusi speed (kelajuan) diplot pada Gambar (7.3a) sebagai fungsi v, dan Gambar (7.3b)
sebagai fungsi w. Pada T = 0 K dan pada dua temperatur yang lebih tinggi.
dNv/dv
T=0K
T1
T2
vmo v
dNv/dv
T=0K
Pengantar Fisika Statistik Oleh Rai Sujanem
116
T1
T2
Buku Ajar Pengantar Fisika Statistik
Koefisien dw, atau fungsi distribusi energi diplot pada Gambar 7.3c sebagai fungsi w.
dNw/dw
T=0K
T1
T2
wmo w
Untuk memperoleh distribusi di dalam salah satu komponen kecepatan, katakanlah v, kita
kembali pada Persamaan (7.13) dan integrasi seluruh nilai vy dan vz , sehingga diperoleh :
2m 3V
1
dN v x w = dv y dv z dv x
h − − exp[( w − wm ) / kT ] + 1
3
1
dengan: w = 𝑚(𝑣𝑥2 + 𝑣𝑦2 + 𝑣𝑧2 )
2
Buktikanlah bahwa :
4𝜋𝑉𝑚2 𝑘𝑇
𝑑𝑁𝑣𝑥 = ℎ3
ln{exp[(𝑤𝑚 − 𝑤𝑥 )/𝑘𝛵] + 1}dvx (7.17)
Untuk melihat bagaimana bentuk ungkapan ini pada T = 00K, di mana pada Persamaan
(7.17) T muncul pada koefisien suku logaritme dan pada penyebut suku eksponensial, dengan
demikian dN𝑣𝑥 = 0 × , bila T = 0. Ini berarti T harus mempunyai harga berhingga tapi sangat
kecil. Jika wz < wm, suku eksponensial adalah besar dan kita dapat mengabaikan faktor 1. Karena
ln[exp(x)]=x, maka untuk T sangat kecil,
4𝜋𝑉𝑚2
𝑑𝑁𝑣𝑥 = (wm - wx) dvx (7.18)
ℎ3
Persamaan ini merupakan fungsi distribusi pada T = 00K, yang mana grafiknya seperti Gambar
7.4.
wmo wx
Gambar 7.4 Fungsi distribusi menurun secara linier dengan wx dengan
bagian akhir yang sangat bertahap pada suhu yang lebih tinggi
Energi rata-rata w untuk sebuah elektron dideinisikan dengan cara yang sudah umum
yaitu:
wdN w
w= 0
dN
0
w
Pada nol absolut, batas limit atas integral dapat diambil karena pada temperatur ini tidak ada
elektron dengan energi yang lebih besar daripada wmo. Untuk w < wmo, dan pada T=0
K, maka dari Persamaan (7.16) akan diperoleh :
4 V
dN w = (2m) 3/ 2 wdw.
h3
Jadi:
w o = 53 wmo
(7.19)
Energi rata-rata pada sembarang temperatur diperoleh dengan cara yang sama, dengan
menggunakan perluasan deret untuk wm sebagai fungsi T dan integrasi dari 0 sampai , sehingga
diperoleh :
5 2 kT
2
w = 53 wmo 1 + + . . .
12 mo
w
(7.20)
Energi internal total U dari N elektron adalah :
U = Nw
dan kapasitas panas pada volume konstan adalah:
dU d w N 2 k 2
Cv = =N = T.
dT dT 2wmo
Jika N sama dengan bilangan Avogadro, Nk = R dan Cv menjadi panas jenis molar cv yaitu :
𝜋2 𝑘𝑇
𝑐𝑣 = 𝑅 (7.21)
2𝑤𝑚0
3
Statistik Maxwell-Boltzmann meramalkan: 𝑐𝑣 = 2
𝑅, tak bergantung pada temperatur.
terhadap permukaan pemancar. Jika beda potensial antara elektrode pengumpul dan pemancar
(emiter) cukup besar, semua elektron yang dipancarkan akan terkumpul. Berkaitan kerapatan arus
pada permukaan pemancar disebut rapat arus jenuh, Jsat, dan kita sekarang menunjukkan
bagaimana hal ini bisa dihitung.
Ambillah sumbu X sebagai normal terhadap permukaan, dan anggaplah pertama-tama
elektron-elektron ini dengan komponen kecepatan tertentu vx. Dalam selang waktu dt, semua
elektron dalam jarak vx dt dari permukaan akan mencapai permukaan dalam waktu dt dengan
komponen kecepatan vx sama dengan jumlah komponen kecepatan yang diisi dalam volume
V=Avxdt. Substitusi nilai ini pada Persamaan (7.17). Bagilah kedua ruas dengan Adt, dan kalikan
dengan muatan elektron e, maka kita dapatkan muatan per satuan waktu, per satuan luas, atau
kerapatan arus dJvx yaitu:
4𝜋𝑚𝑒𝑘𝑇
𝑑𝐽𝑣𝑥 = ℎ3
ln{exp[(𝑤𝑚 − 𝑤𝑥 )/𝑘𝛵] + 1} 𝑑𝑣𝑥 (7.22)
Dalam rentangan integrasi, wx selalu lebih besar daripada wB. Selanjutnya, kita harus menganggap
harus lebih besar daripada wB, karena pada temperatur biasa, elektron-elektron di dalam logam
tidak lepas secara spontan. Jadi, (wm-wx)/kT, dalam rentangan integrasi adalah bilangan negatif
besar, suku eksponensial adalah kecil, dan dengan menggunakan aproksimasi ln(x+1) = x, maka
Persamaan (7.23) menjadi :
Jsat = AT2 exp(-/kT) (7.24)
Persamaaan (7.24) adalah persamaaan Dushman untuk emisi termionik. Hal itu sama
dengan bentuk persamaan yang diturunkan sebelumnya oleh Richardson, didasarkan pada asumsi
bahwa elektron di dalam logam agaknya lebih mengikuti statistik Boltzmann daripada statistik
Fermi-Dirac.
6. Berikanlah interpretasi fisis grafik Gambar (7.2), (7.3a), (7.3b), dan (7.3c).
w o = 53 wmo
7. Buktikanlah bahwa:
𝜋2 𝑘𝑇
8. Buktikan bahwa: 𝑐𝑣 = 𝑅
2𝑤𝑚0
11. Berapakah fraksi kontribusi pada (a) terhadap panas jenis 3R ? Ambil wmo= 9,0 eV.
12. Menganalisis penggunaan statistik Fermi-Dirac pada emisi termionik.
*************
Daftar Pustaka
Beiser, A. (1992). Konsep Fisika Modern. Terjemahan: The Houw Liong. Concepts of Modern
Physics. Jakarta: Airlangga.
Guenault, T. (2007). Statistical Physics Second Revised and Enlarged Edition. Netherlands:
Spring.
Kittel, C. (1986). Introduction to Solid State Physics. Toronto: John Wiley & Sons, Inc.
Mandl, F. (1976 ). Statistical Physics. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Pointon, A,J., 1978, An Introdziction to Statistical Physics for Students. New York: Longman.
Sears, F.,W. 1982. An Introduction To Thermodynamics, The Kinetic Theory of Gases, and
Statistical Mechanics. New York: Addison-Wesley Publishing Company, INC.
Sears, F.,W. dan G.L Salinger. (1978). Thermodynamics, Kinetic Theory, and Statistical
Thermodynamics. California: Addison-Wesley Publishing Company.
Zemansky. M.W. dan Dittman. R.,H.1986. Kalor dan Thermodinamika. Terjemahan: The Houw
Liong. Heat and Thermodynamics.Bandung: Penerbit ITB.
Mata kuliah Pengantar Fisika Statistik ini ini memberikan pengetahuan mengenai
masalah-masalah yang berkaitan dengan materi Pengantar Fisika Statistik. Kajian materi
Pengantar Fisika Statistik lebih ditekankan pada pemahaman konsep-konsep esensial dan
strategis. Sebagai pengantar pengkajian konsep-konse Pengantar Fisika Statistik ini diawali
pengetahuan Teori Kinetik Gas, suhu kalor, entropi, perumusan mekanika, gas ideal, objek
yang bukan gas ideal, distribusi kecepatan Maxwell, fenomena transport, statistic Maxwell-
Boltzmann dan aplikasinya, statistik Kuantum yang terdiri atas statistik Bose-Einsetin dan
aplikaisnya, Statistik Fermi-Dirac dan aplikasinhya.
Buku ajar Pengantar Fisika Statistik Perguruan Tinggi ini dirancang khusus bagi
mahasiswa yang menjadi guru. Oleh karena itu materi yang disusun di dalamnya
memudahkan mahasiswa memiliki bekal yang cukup dalam menjelaskan dasar-dasar
Pengantar Fisika Statistik kepada mahasiswa. Deskripsi materi Pengantar Fisika Statistik
yang dikaji ini mengacu pada Silabus Pengantar Fisika Statistik.
Kajian materi ajar pada buku ini diawali dengan Capaian Pembelajaran (CP),
dilanjutkandengan Indikator Capaian Pembelajaran (ICP). Setelah penyampaian CP dan
ICP, dilanjutkan deskripsi singkat materi pada pendahuluan, kemudian dilanjutkan dengan
kajian konsep-konsep enesnsial dan strategis sesuai silabus. Pada kajian konsep-konsep
esensial dan strategis dilengkapi dengan fenomnena atau masalah kontekstual yang terkait
dengan konsep- konsep tersebut. Selain itu, kajian materi juga dilengkapi contoh-contoh soal
dan penyelesaiannya. Pada setiap akhir Bab diberikan Latihan Soal-soal untuk melatih
mahasiswa tentang pemahaman konsep-konsep Pengantar Fisika Statistik.
Materi ajar Pengantar Fisika Statistik ini dipaparkan dalam 7 Bab, dengan sebaran
sebagai berikut. Pada Bab I, dpaparkan tentang Teori Kinetik, Bab II tentang distribusi
kecepatan Maxwell, Bab III tentang fenomena transport, Bab IV tentang Statistik Maxwell-
Boltzmann, Bab V tentang aplikasi Statistik Maxwell-Boltzmann Bab VI tentang statistik
Kuantum terkait statistik Bose-Einsetin dan aplikaisnya, dan Bab VII tentang Statistik
Fermi-Dirac.
Pengetahuan yang mendasar tentang konsep-konsep yang ada dalam setiap Bab
dapat menjadi bahan pengetahuan bagi mahasiswa atau pembaca sebagai dasar
pengembangan karir Anda selanjutnya. Pengetahuan yang diberikan dalam mata kuliah ini
meliputi Kinetik Gas, suhu kalor, entropi, perumusan mekanika, gas ideal, objek yang bukan
gas ideal, dan distribusi kecepatan molekul. Tujuh pokok bahasan Pengantar Fisika Statistik
tersebut terangkum dalam Buku Ajar Pengantar Fisika Statistik dengan bobot mata kuliah 3
sks.
Semua pembahasan materi yang disajikan dalam buku ini telah dikemas sedemikian
rupa, dengan adanya contoh dari submateri yang disajikan, latihan, rangkuman di setiap
akhir kegiatan belajar untuk memberikan review kepada mahasiswa terhadap materi yang
telah dipelajari dan pemberian tes formatif beserta jawabannya di setiap akhir modul untuk
melatih penguasaan mahasiswa terhadap materi yang telah ia pelajari serta adanya daftar
pustaka. Melalui Buku Ajar ini, mahasiswa t diharapkan idak mengalami kesulitan dalam
mempelajari Buku Materi Pokok Pengantar Fisika Statistik ini. Mata Kuliah ini bertujuan
agar mahasiswa Fisika mampu menganalisis konsep- konsep Pengantar Fisika Statistik serta
menerapkan konsep-konsep tersebut dalam pembelajaran Pengantar Fisika Statistik.
Capaian Pembelajaran (CP) diharapkan setelah mempelajari Buku Materi Ajar ini adalah
mahasiswa mampu:
1) memahami konsep-konsep dasar teori kinetic gas, dan penerapannya dalam
masalah fisika serta mengembangkan penalaran mahasiswa.
2) memahami berbagai konsep, hukum dan prinsip dasar distribusi kecepatan molekul,
dan mengembangkan penalaran untuk memecahkan masalah, serta
mengaplikasikannya.
3) memahami berbagai konsep, hukum dan prinsip dasar fenomena, dan
mengembangkan penalaran untuk memecahkan masalah, serta mengaplikasikannya.
4) memahami statistika Maxwell-Boltzmann, dan mengembangkan penalaran
mahasiswa.
5) Memahami aplikasi statistika Maxwell-Boltzmann dan mengembangkan
penalaran mahasiswa.
6) memahami teori statistic Bose-Einstein, dan penerapannya dalam masalah
fisika serta mengembangkan penalaran mahasiswa
7) memahami teori statistic Fermi-Dirac, dan penerapannya dalam masalah
fisika serta mengembangkan penalaran mahasiswa
Agar Anda berhasil dalam mempelajari materi pada masing-masing Bab dalam Buku
Materi Pengantar Fisika Statistik ini, maka berusahalah secara sungguh-sungguh dalam
mempelajari baahan ajar ini dan jangan lupa kerjakanlah selalu soal-soal yang diberikan
pada setiap akhir Bab.