TENTANG
TENTANG
Menimbang:
a. bahwa untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa atas peraturan perundang-
undangan yang baik, perlu dibuat peraturan mengenai pembentukan
peraturan perundang-undangan yang dilakukan dengan cara dan metode
yang baku, pasti dan standar yang mengikat;
b. bahwa sesuai dengan Rapat Pleno dan Sidang Anggota Dewan Perwakilan
Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Andalas
sebelumnya telah disepakati perlunya dibentuk sebuah Undang-Undang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan b, maka perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan.
Mengingat:
Pasal 4 Undang-Undang Dasar Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi
Universitas Andalas.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN KELUARGA
MAHASISWAFAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pembentukan Undang-Undang adalah pembuatan Undang-Undang yang
mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau
penetapan, dan pengundangan.
2. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma
hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang
ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
3. Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh
Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Andalas
dengan persetujuan bersama Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga
Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Andalas.
4. Ketetapan DPM KM FF UNAND adalah peraturan perundang-undangan
yang dibentuk oleh DPM KM FF UNAND.
5. Program Legislasi KM FF UNAND adalah daftar Rancangan Undang-
Undang yang akan disusun dalam satu tahun periode.
6. Pengundangan adalah penempatan peraturan perundang-undangan dalam
lembaran negara KM FF UNAND.
7. Materi Muatan Undang-Undang adalah materi yang dimuat dalam Undang-
Undang sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki Peraturan Perundang-
undangan.
8. Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi
UNAND yang selanjutnya disingkat DPM KM FF UNAND adalah Dewan
Perwakilan Mahasiswa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Andalas.
9. Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi UNAND
yang selanjutnya disingkat BEM KM FF UNAND adalah Badan Eksekutif
Mahasiswa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Keluarga
Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Andalas.
Pasal 2
Undang-Undang Dasar Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas
Andalas merupakan hukum dasar dalam peraturan perundang-undangan.
BAB II
ASAS PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG
Pasal 3
Dalam membentuk Undang-Undang harus dilakukan berdasarkan pada asas
Pembentukan Undang-Undang yang baik, yang meliputi:
a. kejelasan tujuan;
b. kesesuaian antara jenis, fungsi, heirarki dan materi muatan;
c. dapat dilaksanakan;
d. kejelasan rumusan; dan
e. keterbukaan.
Pasal 4
1) Materi muatan Undang-Undang harus mencerminkan asas:
a. pengayoman;
b. kemanusiaan;
c. kekeluargaan; dan
d. keterbutuhan mahasiswa.
2) Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (1),
Undang-Undang tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum
Undang-Undang yang bersangkutan.
BAB III
JENIS DAN HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 5
1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Keluarga Mahasiswa Universitas Andalas;
b. Undang-Undang Dasar Keluarga Fakultas Farmasi UNAND Universitas
Andalas;
c. Ketetapan DPM Keluarga Mahasiswa Universitas Andalas; dan
d. Peraturan Gubernur Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas
Andalas.
2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB IV
MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG
Pasal 6
1) Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang berisi:
a. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar
Keluarga Mahasiswa Universitas Andalas;
b. perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;
c. tindak lanjut atas putusan DPM KM FF UNAND; dan/atau
2) pemenuhan kebutuhan hukum KM FF UNAND.
3) Tindak lanjut atas putusan DPM KM FF UNAND sebagaimana dimaksud
pada Pasal 6 ayat (1) huruf c dilakukan oleh DPM KM FF UNAND.
BAB V
ALUR PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG
Pasal 7
Alur pembentukan Undang-Undang sebagai berikut:
a. Penyusunan Program Legislasi Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi
b. UNAND;
c. Pembentukan Panitia Khusus;
d. Penyusunan Rancangan Undang-Undang;
e. Pelaksanaan Hearing dan Uji Publik;
f. Revisi Rancangan Undang-Undang;
g. Sidang Rancangan Undang-Undang;
h. Pengesahan Rancangan Undang-Undang menjadi Undang-Undang; dan
i. Pengundangan Undang-Undang.
BAB VI
PERENCANAAN UNDANG-UNDANG
Bagian Pertama
Perencanaan Undang-Undang
Pasal 8
Perencanaan penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam Program Legislasi
KM FF UNAND.
Pasal 9
Program Legislasi KM FF UNAND sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
merupakan skala prioritas program pembentukan Undang-Undang dalam rangka
mewujudkan sistem hukum kemahasiswaan.
Pasal 10
Dalam penyusunan Program Legislasi KM FF UNAND sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9, penyusunan daftar Rancangan Undang-Undang didasarkan atas:
a. Perintah Undang-Undang Dasar Keluarga Mahasiswa Universitas
Andalas;
b. amanat Sidang Umum Keluarga Mahasiswa Universitas Andalas;
c. perintah Ketetapan DPM KM FF UNAND;
d. sidang pleno DPM KM FF UNAND; dan
e. aspirasi dan kebutuhan hukum mahasiswa.
Pasal 11
Program Legislasi KM FF UNAND sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
memuat program pembentukan Undang-Undang dengan judul Rancangan
Undang-Undang dan materi yang diatur.
Pasal 12
(1) Penyusunan Program Legislasi KM FF UNAND dapat diusulkan oleh
anggota DPM KM FF UNAND dan/atau Gubernur BEM KM FF UNAND.
(2) Program Legislasi DPM KM FF UNAND ditetapkan dalam sidang pleno
DPM KM FF UNAND berdasarkan skala prioritas pembentukan Rancangan
Undang-Undang.
Pasal 13
(1) Penyusunan Program Legislasi KM FF UNAND di lingkungan DPM KM
UNAND dilaksanakan melalui alat kelengkapan DPM KM FF UNAND
yang khusus menangani bidang legislasi.
(2) Penyusunan Program Legislasi KM FF UNAND di lingkungan DPM KM
UNAND sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (1) dilakukan dengan
mempertimbangkan usulan dari setiap anggota DPM KM FF UNAND dan
Gubernur BEM KM FF UNAND.
Pasal 14
Dalam keadaan tertentu, DPM KM FF UNAND dapat mengajukan Rancangan
Undang-Undang di luar Program Legislasi KM UNAND mencakup:
a. untuk mengatasi keadaan luar biasa, atau keadaan konflik; dan
b. keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas
suatu Rancangan Undang-Undang yang dapat di ajukan oleh
anggota DPM KM FF UNAND dan Gubernur.
Bagian Kedua
Perencanaan Peraturan Perundang-undangan Lainnya
Pasal 15
Perencanaan penyusunan peraturan selain Undang-Undang merupakan
kewenangan dan disesuaikan dengan kebutuhan lembaga masing-masing.
BAB VII
PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG
Pasal 16
(1) Rancangan Undang-Undang berasal dari DPM KM FF UNAND.
(2) Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPM KM FF UNAND
sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (1) berasal dari Panitia Khusus.
Pasal 17
Rancangan Undang-Undang disusun berdasarkan Program Legislasi KM FF
UNAND.
BAB VIII
PANITIA KHUSUS
Pasal 18
(1) Panitia Khusus yang selanjutnya disingkat dengan Pansus adalah alat
kelengkapan DPM KM FF UNAND yang bersifat sementara.
(2) Pansus sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 ayat (1) dibentuk oleh alat
kelengkapan DPM KM FF UNAND.
(3) Pansus bertanggung jawab atas proses pembentukan Rancangan Undang-
Undang hingga pengundangan Undang-Undang.
Pasal 19
(1) Pansus terdiri dari anggota DPM KM FF UNAND, staff ahli dan biro.
Anggota Pansus yang merupakan anggota DPM KM FF UNAND memiliki
hak bicara dan hak suara.
(2) Anggota Pansus yang merupakan staff ahli dan biro hanya memiliki hak
bicara.
Pasal 20
(1) Anggota Pansus yang merupakan anggota DPM KM FF UNAND akan
mendapatkan Surat Tugas khusus anggota DPM KM FF UNAND yang
dikeluarkan oleh ketua DPM KM FF UNAND.
(2) Anggota Pansus yang merupakan staff ahli dan biro akan mendapatkan Surat
Tugas khusus staff ahli yang dikeluarkan oleh ketua DPM KM FF UNAND.
BAB IX
TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 21
(1) Penyusunan Rancangan Undang-Undang dilakukan sesuai dengan teknik
penyusunan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Ketentuan mengenai teknik penyusunan Rancangan Undang-Undang
sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (1) tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
BAB X
PEMBAHASAN DAN PENGESAHAN RANCANGAN UNDANG-
UNDANG
Bagian Pertama
Pembahasan Rancangan Undang-Undang
Pasal 22
Pembahasan Rancangan Undang-Undang dilakukan oleh anggota DPM KM
FFUNAND bersama Pansus dalam sidang pleno DPM KM FF UNAND.
Pasal 23
(1) Pengambilan keputusan mengenai Rancangan Undang-Undang dilakukan
oleh anggota DPM KM FF UNAND dalam sidang pleno DPM KM FF
UNAND.
(2) Dalam hal pengambilan keputusan dalam sidang pleno DPM KM FF
UNAND, Pansus wajib menyampaikan hasil uji publik mengenai Rancangan
Undang-Undang yang bersangkutan.
(3) Hasil uji publik sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 ayat (2) merupakan
masukan secara lisan dan/atau tertulis oleh mahasiswa Universitas Andalas
dan Gubernur dalam pembentukan Undang-Undang.
BAB XI
PENGUNDANGAN
Pasal 24
Agar setiap mahasiswa mengetahuinya, Undang-Undang harus diundangkan
dengan menyampaikan Undang-Undang dalam bentuk soft file dan/atau hard file
kepada:
a. MPM KM UNAND;
b. BEM KM FF UNAND;
c. UKM FF UNAND;
d. klub; dan
e. warga negara.
Pasal 25
(1) Undang-Undang mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat sejak
tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang yang
bersangkutan.
(2) Undang-Undang berlaku sampai batas waktu yang tidak ditentukan, kecuali
diadakan amandemen terhadap Undang-Undang yang bersangkutan.
BAB XII
PENYEBARLUASAN
Bagian Pertama
Penyebarluasan Program Legislasi KM FF UNAND, Rancangan Undang-
Undang, dan Undang-Undang
Pasal 26
(1) Penyebarluasan dilakukan oleh DPM KM FF UNAND sejak penyusunan
Program Legislasi KM FF UNAND, penyusunan Rancangan Undang-
Undang, hingga Pengundangan Undang-Undang.
(2) Penyebarluasan sebagaimana dimaksud pada Pasal 26 ayat (1) dilakukan
untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan mahasiswa.
Pasal 27
Penyebarluasan Program Legislasi KM FF UNAND dilakukan oleh DPM KM
FFUNAND
Bagian Kedua
Penyebarluasan Naskah
Pasal 28
Naskah Undang-Undang yang disebarluaskan harus merupakan salinan naskah
yang telah diundangkan.
BAB XIV
HEARING dan UJI PUBLIK
Bagian Pertama
Hearing
Pasal 29
(1) BEM KM FF UNAND dan UKMF berhak memberikan masukan secara lisan
dan/atau tertulis dalam pembentukan Undang-Undang.
(2) Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan oleh perwakilan BEM KM FF UNAND dan/atau perwakilan
UKM FF UNAND.
(3) Hearing sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (2) dilakukan sebelum uji
publik.
(4) Hearing sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (2) merupakan kegiatan
yang dilaksanakan untuk mendengarkan pendapat dari BEM KM FF
UNAND, UKM FF UNAND dan/atau demi keberlangsungan pelaksanaan
Rancangan Undang-Undang.
Bagian kedua
Uji Publik
Pasal 30
(1) Warga negara KM FF UNAND berhak memberikan masukan secara lisan
dan/atau tertulis dalam pembentukan Undang-Undang.
(2) Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada Pasal 30
ayat (1) dilakukan melalui kegiatan uji publik yang diadakan oleh Pansus.
(3) Uji publik sebagaimana dimaksud pada Pasal 30 ayat (2) merupakan kegiatan
yang dilaksanakan untuk menyerap aspirasi mahasiswa terhadap suatu
Rancangan Undang-Undang.
Bagian ketiga
Partisipasi Lainnya
Pasal 31
Pansus melakukan konsultasi terhadap pihak-pihak lain yang belum tersebut
dalam Pasal 29 dan 30 untuk memastikan keberlangsungan pelaksanaan
Rancangan Undang-Undang.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
(1) Segala sesuatu yang terkait tata cara pembentukan Undang-Undang yang
belum diatur dalam Undang-Undang ini akan diatur kemudian dengan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(2) Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
(3) Agar setiap mahasiswa dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan ketentuan maksimal pengundangan adalah tujuh
hari setelah Undang-Undang ini disahkan.
Disahkan di Padang
pada tanggal 13 Oktober 2016
Diundangkan di Padang
pada tanggal 13 Oktober 2016
SEKRETARIS NEGARA
UNDANG-UNDANG KELUARGA
MAHASISWA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS
ANDALAS
NOMOR 2 TAHUN 2016
SISTEMATIKA
BAB I KERANGKA UNDANG-UNDANG
A. JUDUL
B. PEMBUKAAN
1. Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
2. Jabatan Pembentuk Undang-Undang
3. Konsideran
4. Dasar Hukum
5. Diktum
C. BATANG TUBUH
1. Ketentuan Umum
2. Materi Pokok yang Diatur
3. Ketentuan Penutup
D. PENUTUP
E. PENJELASAN (Jika diperlukan)
F. LAMPIRAN (Jika diperlukan)
A. PENDELEGASIAN KEWENANGAN
B. PENCABUTAN
C. PERUBAHAN UNDANG-UNDANG
BAB III RAGAM BAHASA UNDANG-UNDANG
BAB IV BENTUK RANCANGAN UNDANG-UNDANG
BAB I
KERANGKA PERATURAN UNDANG-UNDANG
Kerangka Undang-Undang
A. JUDUL
B.3. Konsiderans
1) Konsiderans diawali dengan kata Menimbang yang dicetak tebal.
Menimbang:
a. Bahwa dalam melakukan tugas pokok dan fungsi Dewan
Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi
Universitas Andalas sebagai kontrol Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Andalas sesuasi
dengan Undang-Undang Dasar Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi
Universitas Andalas , belum adanya peraturan yang mengatur secara
rinci mengenai kewarganegaraan yang terdapat di Negara Keluarga
Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Andalas;
Menimbang:
a. bahwa ... ;
b. bahwa ... ;
c. bahwa ... ;
6) Jika konsiderans memuat lebih dari satu pertimbangan, rumusan butir
pertimbangan terakhir berbunyi sebagai berikut:
Contoh:
Menimbang:
a. bahwa ... ;
b. bahwa ... ;
c. bahwa ... ;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang
tentang.....
(3) Jika materi yang diatur dalam Undang-Undang yang akan dibentuk
merupakan penjabaran dari pasal atau beberapa pasal Undang-Undang Dasar
Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Andalas, pasal tersebut
dicantumkan sebagai dasar hukum.
Contoh:
Mengingat:
Pasal 22 ayat (2), Pasal 23 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Andalas.
(8) Jika dasar hukum memuat lebih dari satu Peraturan Perundang-undangan,
tiap dasar hukum diawali dengan angka arab 1, 2, 3, dan seterusnya, dan
diakhiri dengan tanda baca titik koma.
Contoh:
Mengingat:
1............;
2........... ;
3............;
B.5. Diktum
(1) Diktum terdiri atas:
a. Kata Memutuskan;
b. Kata Menetapkan; dan
c. Jenis dan nama Undang-Undang
(2) Kata memutuskan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa spasi di
antara suku kata dan diakhiri dengan tanda baca titik dua serta diletakkan di
tengah marjin dan dicetak tebal.
(3) Sebelum kata Memutuskan dicantumkan frasa Dengan Persetujuan DEWAN
PERWAKILAN MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS
FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS yang diletakkan di tengah marjin.
Contoh Undang-Undang:
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA KELUARGA
MAHASISWA FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
MEMUTUSKAN:
C. BATANG TUBUH
(1) Batang tubuh Undang-Undang memuat semua materi muatan Undang-
Undang yang dirumuskan dalam pasal atau beberapa pasal.
(2) Pada umumnya materi muatan dalam batang tubuh dikelompokkan ke
dalam:
a. ketentuan umum;
b. materi pokok yang diatur;
c. ketentuan sanksi (jika diperlukan);
d. ketentuan peralihan; dan
e. ketentuan penutup.
(3) Pengelompokan materi muatan dirumuskan secara lengkap sesuai dengan
kesamaan materi yang bersangkutan dan jika terdapat materi muatan yang
diperlukan tetapi tidak dapat dikelompokkan dalam ruang lingkup
pengaturan yang sudah ada, materi tersebut dimuat dalam bab ketentuan
lain.
(4) Jika Undang-Undang mempunyai materi muatan yang ruang lingkupnya
sangat luas dan mempunyai banyak pasal, pasal atau beberapa pasal tersebut
dapat dikelompokkan menjadi bab dan bagian.
(5) Pengelompokan materi muatan dalam bab dan bagian dilakukan atas dasar
kesamaan materi.
(6) Urutan pengelompokan adalah sebagai berikut:
a) bab dengan pasal atau beberapa pasal tanpa bagian; atau
b) bab dengan bagian dan pasal atau beberapa pasal.
(7) Bab diberi nomor urut dengan angka Romawi dan judul bab seluruhnya
ditulis dengan huruf kapital dan dicetak tebal.
Contoh:
BAB I
KETENTUAN UMUM
(8) Bagian diberi nomor urut dengan bilangan tingkat yang ditulis dengan huruf
dan diberi judul.
(9) Huruf awal kata bagian, urutan bagian dan huruf awal setiap kata pada judul
bagian ditulis dengan huruf kapital dan dicetak tebal.
Contoh:
Bagian Kesatu
Perencanaan Undang-Undang
(10) Pasal merupakan satuan aturan dalam Undang-Undang yang memuat satu
norma dan dirumuskan dalam satu kalimat yang disusun secara singkat, jelas
dan lugas.
(11) Materi muatan Undang-Undang lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal
yang singkat dan jelas daripada ke dalam beberapa pasal yang masing-
masing pasal memuat banyak ayat, kecuali jika materi muatan yang menjadi
isi pasal itu merupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.
(12) Pasal diberi nomor urut dengan angka Arab dan huruf awal kata pasal ditulis
dengan huruf kapital dan dicetak tebal.
Contoh:
Pasal 2
(13) Huruf awal kata pasal yang digunakan sebagai acuan ditulis dengan huruf
kapital.
Contoh:
Pasal 10
Prolegun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 merupakan skala prioritas
program pembentukan Undang-Undang dalam rangka mewujudkan sistem
hukum kemahasiswaan
(19) Penulisan bilangan dalam pasal atau ayat selain menggunakan angka Arab
diikuti kata atau frasa yang ditulis diantara tanda baca kurung.
(20) Jika merumuskan pasal atau ayat dalam bentuk tabulasi, memperhatikan
ketentuan sebagai berikut:
a. setiap rincian harus dapat dibaca sebagai satu rangkaian kesatuan dengan
frasa pembuka;
b. setiap rincian menggunakan huruf abjad kecil dan diberi tanda baca titik;
c. setiap frasa dalam rincian wajib diawali dengan huruf kecil;
d. setiap rincian diakhiri dengan tanda baca titik koma;
e. jika suatu rincian dibagi lagi ke dalam unsur yang lebih kecil, unsur
tersebut dituliskan masuk ke dalam;
f. di belakang rincian yang masih mempunyai rincian lebih lanjut diberi
tanda baca titik dua;
g. pembagian rincian (dengan urutan makin kecil) ditulis dengan huruf
abjad kecil yang diikuti dengan tanda baca titik; angka Arab diikuti
dengan tanda baca titik; abjad kecil dengan tanda baca kurung tutup;
angka Arab dengan tanda baca kurung tutup; dan
h. pembagian rincian tidak melebihi 4 (empat) tingkat. Jika rincian
melebihi 4 (empat) tingkat, pasal yang bersangkutan dibagi ke dalam
pasal atau ayat lain.
(21) Jika rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian kumulatif
ditambahkan kata dan yang diletakkan di belakang rincian kedua dari rincian
terakhir.
(22) Jika rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian alternatif
ditambahkan kata atau yang diletakkan di belakang rincian kedua daririncian
terakhir.
(23) Jika rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian kumulatif dan
alternatif ditambahkan kata dan/atau yang diletakkan di belakang rncian
kedua dari rincian terakhir.
(24) Kata dan, atau, dan/atau tidak perlu diulangi pada akhir setiap unsur atau
rincian.
(25) Tiap rincian ditandai dengan huruf a, huruf b, dan seterusnya.
Contoh:
Pasal 8
(1) .... .
(2) .... :
a .... ;
b.....; (dan, atau,
dan/atau)
c......
(26) Jika suatu rincian memerlukan rincian lebih lanjut, rincian itu ditandaidengan
angka Arab 1, 2, dan seterusnya.
Contoh:
Pasal 3
(1) ... .
(2) ... :
a..... ;
b. ... ; (dan, atau, dan/atau)
c. ... .
1. ... ;
2..... ; (dan, atau, dan/atau)
3. ....
(27) Jika suatu rincian lebih lanjut memerlukan rincian yang mendetail, rincian itu
ditandai dengan huruf a), b), dan seterusnya.
Contoh:
Pasal 2
(1) ... .
(2) ... .
a.........;
b. .......; (dan, atau, dan/atau)
c. ...:
1. ... ;
2. ; (dan, atau, dan/atau)
3. ... :
a) ;
b) ; (dan, atau, dan/atau)
c) ... .
(28) Jika suatu rincian lebih lanjut memerlukan rincian yang mendetail, rincian itu
ditandai dengan angka 1), 2), dan seterusnya.
Contoh:
Pasal 2
(1) ... .
(2) ... :
a...... ;
b. .... ; (dan, atau, dan/atau)
c. ... :
1. ... ;
2. ; (dan, atau, dan/atau)
3. ... :
a) ;
b) ; (dan, atau, dan/atau)
c) ... .
1) ... ;
2) .... ; (dan, atau, dan/atau)
3) ... .
D. Penutup
(1) Penutup merupakan bagian akhir Undang-Undang yang memuat:
a. rumusan perintah pengundangan;
b. penandatanganan penetapan Undang-Undang;
c. penandatanganan pengesahan Undang-Undang;
d. penandatanganan pengundangan Undang-Undang; dan
e. akhir bagian penutup.
(2) Rumusan perintah pengundangan Undang-Undang yang berbunyi sebagai
berikut:
“Agar setiap mahasiswa dapat mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan ... (jenis Undang-Undang) dengan ketentuan maksimal
diundangkan adalah H+3 setelah Undang-Undang ini disahkan.”
(3) Penandatanganan penetapan, pengesahan, dan pengundangan Undang-
Undang memuat:
a. tempat dan tanggal penetapan atau pengesahan atau pengundangan;
b. nama jabatan; dan
c. tanda tangan pejabat
(4) Rumusan tempat dan tanggal penetapan diletakkan di sebelah kanan.
(5) Rumusan tempat dan tanggal pengesahan diletakkan di sebelah kiri di
bawahpenetapan.
(6) Rumusan tempat dan tanggal pengundangan diletakkan di sebelah kanan di
bawah pengesahan.
(7) Huruf awal pada nama jabatan dan nama pejabat ditulis dengan huruf kapital.
Pada akhir nama jabatan diberi tanda baca koma.
Contoh :
Disahkan di Padang
Pada tanggal …
Gubernur Keluarga Mahasiswa
Fakultas Farmasi Universitas Andalas,
nama
Diundangkan di Padang
Pada tanggal ...
Sekretaris Negara,
Nama
(8) Jika dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak rancangan
Undang-Undang ditetapkan DPM KM FF Unand, maka dicantumkan
kalimat pengesahan setelah nama pejabat yang mengesahkan yang berbunyi:
E. PENJELASAN
(1) Penjelasan pada undang-undang adalah sebagai berikut :
a. Setiap Undang-Undang perlu diberi penjelasan.
b. Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang dapat
diberi penjelasan, jika diperlukan.
(2) Penjelasan berfungsi sebagai tafsiran resmi pembentuk Peraturan Perundang-
undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu,
penjelasan hanya memuat uraian atau jabaran lebih lanjut dari norma yang
diatur dalam batang tubuh. Dengan demikian, penjelasan sebagai sarana
untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan
terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dijelaskan.
(3) Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat
peraturan lebih lanjut. Oleh karena itu, hindari membuat rumusan norma di
dalam bagian penjelasan.
(4) Dalam penjelasan dihindari rumusan yang isinya memuat perubahan
terselubung terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(5) Naskah penjelasan disusun bersama-sama dengan penyusunan rancangan
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
(6) Judul penjelasan sama dengan judul Peraturan Perundang-undangan yang
bersangkutan.
Contoh :
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG
KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR 01 TAHUN 2016
TENTANG
SUSUNAN DAN KEDUDUKAN SIDANG UMUM, DEWAN PERWAKILAN
MAHASISWA, BADAN EKSEKUTIF
MAHASISWA, UNIT KEGIATAN MAHASISWA, WARGA NEGARA
MAHASISWA FARMASI
nama
Diundangkan di Padang
Pada tanggal ...
Sekretaris Negara,
nama
BAB II
HAL-HAL KHUSUS
A. PENDELEGASIAN KEWENANGAN
1. Peraturan Undang-Undang yang lebih tinggi dapat mendelegasikan
kewenangan mengatur lebih lanjut kepada Undang-Undang yang lebih
rendah.
Contoh:
4. Jika pasal terdiri dari beberapa ayat, pendelegasian kewenangan dimuat pada
ayat terakhir dari pasal yang bersangkutan.
5. Pendelegasian kewenangan mengatur dari Undang-Undang
dibatasi untuk peraturan yang bersifat teknis administratif.
B. PENCABUTAN
1. Jika ada Undang-Undang lama yang tidak diperlukan lagi dan diganti dengan
Undang-Undang baru, Undang-Undang yang baru harus secara tegas
mencabut Undang-Undang yang tidak diperlukan itu.
2. Undang-Undang hanya dapat dicabut melalui Peraturan Perundang-
undanganyang setingkat atau lebih tinggi.
3. Jika Undang-Undang baru mengatur kembali suatu materi yang sudah diatur
dan sudah diberlakukan, pencabutan Undang-Undang itu dinyatakan dalam
salah satu pasal dalam ketentuan penutup dari Undang-Undang yang baru,
dengan menggunakan rumusan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
4. Jika pencabutan Undang-Undang dilakukan dengan peraturan pencabutan
tersendiri, peraturan pencabutan tersebut pada dasarnya memuat 2 (dua)
pasalyang ditulis dengan angka Arab, yaitu sebagai berikut:
a. Pasal 1 memuat ketentuan yang menyatakan tidak berlakunya Peraturan
Perundang-undangan yang sudah diundangkan.
b. Pasal 2 memuat ketentuan tentang saat mulai berlakunya Peraturan
Perundang- undangan pencabutan yang bersangkutan.
Contoh:
Pasal 1
Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ... dicabut dan
dinyatakantidak berlaku.
Pasal 2
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
C. PERUBAHAN UNDANG-UNDANG
1) Perubahan Undang-Undang dilakukan dengan:
a. menyisip atau menambah materi ke dalam Undang-Undang; atau
b. menghapus atau mengganti sebagian materi Undang-Undang.
Contoh 2:
Pasal I
Ketentuan Pasal ... dalam Undang-Undang Nomor ... Tahun ...
tentang ... diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: ...
b. Pasal II memuat ketentuan saat mulai berlaku. Dalam hal tertentu, Pasal
II juga dapat memuat ketentuan peralihan dari Undang-Undang, yang
maksudnya berbeda dengan ketentuan peralihan dari Undang-Undang
yang diubah.
5) Jika dalam Undang-Undang ditambahkan atau disisipkan bab, bagian, atau
pasal baru, maka bab, bagian, atau pasal baru tersebut dicantumkan pada
tempat yang sesuai dengan materi yang bersangkutan.
Contoh penyisipan Pasal:
Pasal 2A
Apabila terbukti adanya kegiatan ataupun upaya yang ingin merusak
atau menggagalkan Pemira KM FF Unand oleh perorangan ataupun
kelompok dari luar mahasiswa Unand akan ditindak lanjuti oleh KPU.
6) Jika dalam 1 (satu) pasal yang terdiri dari beberapa ayat disisipkan ayat baru,
penulisan ayat baru tersebut diawali dengan angka Arab sesuai dengan angka
ayat yang disisipkan dan ditambah dengan huruf kecil a, b, c, yang diletakkan
di antara tanda baca kurung ().
Contoh:
Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 5 disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat
(1a) dan ayat (1b) sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
(1)...... .
(1a) ... .
(1b) ... .
(2)...... .
7) Jika dalam suatu Undang-Undang dilakukan penghapusan atas suatu bab,
bagian, pasal, atau ayat, maka urutan bab, bagian, pasal, atau ayat tersebut
tetap dicantumkan dengan diberi keterangan dihapus
Contoh:
1. Pasal 16 dihapus.
2. Pasal 18 ayat (2) dihapus sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 18
(1) ... .
(2) Dihapus.
(3) ... .
(4)
8) Jika suatu perubahan Undang-Undang mengakibatkan:
a. sistematika Undang-Undang berubah;
b. materi Undang-Undang berubah lebih dari 30% (tiga puluh persen); atau
c. esensinya berubah
TEKNIK PENGACUAN
1) Pada dasarnya setiap pasal merupakan suatu kebulatan pengertian tanpa
mengacu ke pasal atau ayat lain. Namun, untuk menghindari pengulangan
rumusan digunakan teknik pengacuan.
2) Teknik pengacuan dilakukan dengan menunjuk pasal atau ayat dari Undang-
Undang yang bersangkutan atau Undang-Undang yang lain dengan
menggunakan frasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal … atau sebagaimana
dimaksud pada ayat… .
3) Pengacuan lebih dari dua terhadap pasal, ayat, atau huruf yang
berurutan tidak perlu menyebutkan pasal demi pasal, ayat demi ayat, atau
huruf demi huruf yang diacu tetapi cukup dengan menggunakan frasa sampai
dengan.
4) Kata pasal ini tidak perlu digunakan jika ayat yang diacu merupakan salah
satu ayat dalam pasal yang bersangkutan.
5) Pengacuan hanya dapat dilakukan ke Undang-Undang yang tingkatannya
sama atau lebih tinggi.
6) Pengacuan dilakukan dengan menyebutkan secara tegas nomor dari pasal
atau ayat yang diacu dan tidak menggunakan frasa pasal yang terdahulu atau
pasal tersebut di atas.
7) Untuk menyatakan peraturan pelaksanaan dari suatu Undang-Undang
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang- Undang, gunakan frasa dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan dalam … (jenis Undang-Undang yang
bersangkutan) ini.
8) Naskah Undang-Undang diketik dengan jenis huruf Times New Roman,
dengan huruf 12, di atas kertas A4.
BAB IV
BENTUK RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG.... (Nama
Undang-Undang)
Menimbang:
a. bahwa .... ;
b. bahwa .... ;
c. dan seterusnya ... ;
Mengingat:
a.....;
b. .... ;
c.dan seterusnya ... ;
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG ... (nama Undang-Undang).
BAB I
...
Pasal 1
...
BAB II
...
Pasal ...
......
Disahkan di Padang
Pada tanggal …
Gubernur Keluarga Mahasiswa
Fakultas Farmasi Universitas Andalas,
,
Tandatangan
Nama
Diundangkan di Padang
Pada tanggal ...
Sekretaris Negara
Tandatangan
Nama
B. BENTUK RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN
UNDANG-UNDANG
UNDANG-UNDANG
KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR ... TAHUN ... TENTANG ...
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
Menimbang:
a. bahwa...;
b. bahwa...;
c. dan seterusnya...;
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ...
diubah sebagai berikut:
Pasal II
Tanda Tangan
Nama
Diundangkan di
Padang Pada tanggal ...
Sekretaris Negara,
Tanda Tangan
Nama
Disahkan di Padang
pada tanggal 13 Oktober 2016
Diundangkan di Padang
pada tanggal 13 Oktober 2016
SEKRETARIS NEGARA