Anda di halaman 1dari 36

UNDANG-UNDANG

KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS FARMASI


UNIVERSITAS ANDALAS
NOMOR 2 TAHUN 2016

TENTANG

PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
UNDANG-UNDANG
KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
NOMOR 2 TAHUN 2016

TENTANG

PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA


KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS

Menimbang:
a. bahwa untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa atas peraturan perundang-
undangan yang baik, perlu dibuat peraturan mengenai pembentukan
peraturan perundang-undangan yang dilakukan dengan cara dan metode
yang baku, pasti dan standar yang mengikat;
b. bahwa sesuai dengan Rapat Pleno dan Sidang Anggota Dewan Perwakilan
Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Andalas
sebelumnya telah disepakati perlunya dibentuk sebuah Undang-Undang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan b, maka perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan.

Mengingat:
Pasal 4 Undang-Undang Dasar Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi
Universitas Andalas.

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
dan
GUBERNUR BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN KELUARGA
MAHASISWAFAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pembentukan Undang-Undang adalah pembuatan Undang-Undang yang
mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau
penetapan, dan pengundangan.
2. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma
hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang
ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
3. Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh
Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Andalas
dengan persetujuan bersama Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga
Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Andalas.
4. Ketetapan DPM KM FF UNAND adalah peraturan perundang-undangan
yang dibentuk oleh DPM KM FF UNAND.
5. Program Legislasi KM FF UNAND adalah daftar Rancangan Undang-
Undang yang akan disusun dalam satu tahun periode.
6. Pengundangan adalah penempatan peraturan perundang-undangan dalam
lembaran negara KM FF UNAND.
7. Materi Muatan Undang-Undang adalah materi yang dimuat dalam Undang-
Undang sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki Peraturan Perundang-
undangan.
8. Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi
UNAND yang selanjutnya disingkat DPM KM FF UNAND adalah Dewan
Perwakilan Mahasiswa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Andalas.
9. Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi UNAND
yang selanjutnya disingkat BEM KM FF UNAND adalah Badan Eksekutif
Mahasiswa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Keluarga
Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Andalas.
Pasal 2
Undang-Undang Dasar Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas
Andalas merupakan hukum dasar dalam peraturan perundang-undangan.

BAB II
ASAS PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG
Pasal 3
Dalam membentuk Undang-Undang harus dilakukan berdasarkan pada asas
Pembentukan Undang-Undang yang baik, yang meliputi:
a. kejelasan tujuan;
b. kesesuaian antara jenis, fungsi, heirarki dan materi muatan;
c. dapat dilaksanakan;
d. kejelasan rumusan; dan
e. keterbukaan.
Pasal 4
1) Materi muatan Undang-Undang harus mencerminkan asas:
a. pengayoman;
b. kemanusiaan;
c. kekeluargaan; dan
d. keterbutuhan mahasiswa.
2) Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (1),
Undang-Undang tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum
Undang-Undang yang bersangkutan.

BAB III
JENIS DAN HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 5
1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Keluarga Mahasiswa Universitas Andalas;
b. Undang-Undang Dasar Keluarga Fakultas Farmasi UNAND Universitas
Andalas;
c. Ketetapan DPM Keluarga Mahasiswa Universitas Andalas; dan
d. Peraturan Gubernur Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas
Andalas.
2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

BAB IV
MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG
Pasal 6
1) Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang berisi:
a. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar
Keluarga Mahasiswa Universitas Andalas;
b. perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;
c. tindak lanjut atas putusan DPM KM FF UNAND; dan/atau
2) pemenuhan kebutuhan hukum KM FF UNAND.
3) Tindak lanjut atas putusan DPM KM FF UNAND sebagaimana dimaksud
pada Pasal 6 ayat (1) huruf c dilakukan oleh DPM KM FF UNAND.

BAB V
ALUR PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG
Pasal 7
Alur pembentukan Undang-Undang sebagai berikut:
a. Penyusunan Program Legislasi Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi
b. UNAND;
c. Pembentukan Panitia Khusus;
d. Penyusunan Rancangan Undang-Undang;
e. Pelaksanaan Hearing dan Uji Publik;
f. Revisi Rancangan Undang-Undang;
g. Sidang Rancangan Undang-Undang;
h. Pengesahan Rancangan Undang-Undang menjadi Undang-Undang; dan
i. Pengundangan Undang-Undang.
BAB VI
PERENCANAAN UNDANG-UNDANG

Bagian Pertama
Perencanaan Undang-Undang
Pasal 8
Perencanaan penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam Program Legislasi
KM FF UNAND.
Pasal 9
Program Legislasi KM FF UNAND sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
merupakan skala prioritas program pembentukan Undang-Undang dalam rangka
mewujudkan sistem hukum kemahasiswaan.
Pasal 10
Dalam penyusunan Program Legislasi KM FF UNAND sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9, penyusunan daftar Rancangan Undang-Undang didasarkan atas:
a. Perintah Undang-Undang Dasar Keluarga Mahasiswa Universitas
Andalas;
b. amanat Sidang Umum Keluarga Mahasiswa Universitas Andalas;
c. perintah Ketetapan DPM KM FF UNAND;
d. sidang pleno DPM KM FF UNAND; dan
e. aspirasi dan kebutuhan hukum mahasiswa.
Pasal 11
Program Legislasi KM FF UNAND sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
memuat program pembentukan Undang-Undang dengan judul Rancangan
Undang-Undang dan materi yang diatur.
Pasal 12
(1) Penyusunan Program Legislasi KM FF UNAND dapat diusulkan oleh
anggota DPM KM FF UNAND dan/atau Gubernur BEM KM FF UNAND.
(2) Program Legislasi DPM KM FF UNAND ditetapkan dalam sidang pleno
DPM KM FF UNAND berdasarkan skala prioritas pembentukan Rancangan
Undang-Undang.
Pasal 13
(1) Penyusunan Program Legislasi KM FF UNAND di lingkungan DPM KM
UNAND dilaksanakan melalui alat kelengkapan DPM KM FF UNAND
yang khusus menangani bidang legislasi.
(2) Penyusunan Program Legislasi KM FF UNAND di lingkungan DPM KM
UNAND sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (1) dilakukan dengan
mempertimbangkan usulan dari setiap anggota DPM KM FF UNAND dan
Gubernur BEM KM FF UNAND.
Pasal 14
Dalam keadaan tertentu, DPM KM FF UNAND dapat mengajukan Rancangan
Undang-Undang di luar Program Legislasi KM UNAND mencakup:
a. untuk mengatasi keadaan luar biasa, atau keadaan konflik; dan
b. keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas
suatu Rancangan Undang-Undang yang dapat di ajukan oleh
anggota DPM KM FF UNAND dan Gubernur.
Bagian Kedua
Perencanaan Peraturan Perundang-undangan Lainnya
Pasal 15
Perencanaan penyusunan peraturan selain Undang-Undang merupakan
kewenangan dan disesuaikan dengan kebutuhan lembaga masing-masing.

BAB VII
PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG
Pasal 16
(1) Rancangan Undang-Undang berasal dari DPM KM FF UNAND.
(2) Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPM KM FF UNAND
sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (1) berasal dari Panitia Khusus.
Pasal 17
Rancangan Undang-Undang disusun berdasarkan Program Legislasi KM FF
UNAND.

BAB VIII
PANITIA KHUSUS
Pasal 18
(1) Panitia Khusus yang selanjutnya disingkat dengan Pansus adalah alat
kelengkapan DPM KM FF UNAND yang bersifat sementara.
(2) Pansus sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 ayat (1) dibentuk oleh alat
kelengkapan DPM KM FF UNAND.
(3) Pansus bertanggung jawab atas proses pembentukan Rancangan Undang-
Undang hingga pengundangan Undang-Undang.
Pasal 19
(1) Pansus terdiri dari anggota DPM KM FF UNAND, staff ahli dan biro.
Anggota Pansus yang merupakan anggota DPM KM FF UNAND memiliki
hak bicara dan hak suara.
(2) Anggota Pansus yang merupakan staff ahli dan biro hanya memiliki hak
bicara.
Pasal 20
(1) Anggota Pansus yang merupakan anggota DPM KM FF UNAND akan
mendapatkan Surat Tugas khusus anggota DPM KM FF UNAND yang
dikeluarkan oleh ketua DPM KM FF UNAND.
(2) Anggota Pansus yang merupakan staff ahli dan biro akan mendapatkan Surat
Tugas khusus staff ahli yang dikeluarkan oleh ketua DPM KM FF UNAND.

BAB IX
TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 21
(1) Penyusunan Rancangan Undang-Undang dilakukan sesuai dengan teknik
penyusunan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Ketentuan mengenai teknik penyusunan Rancangan Undang-Undang
sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (1) tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
BAB X
PEMBAHASAN DAN PENGESAHAN RANCANGAN UNDANG-
UNDANG

Bagian Pertama
Pembahasan Rancangan Undang-Undang
Pasal 22
Pembahasan Rancangan Undang-Undang dilakukan oleh anggota DPM KM
FFUNAND bersama Pansus dalam sidang pleno DPM KM FF UNAND.
Pasal 23
(1) Pengambilan keputusan mengenai Rancangan Undang-Undang dilakukan
oleh anggota DPM KM FF UNAND dalam sidang pleno DPM KM FF
UNAND.
(2) Dalam hal pengambilan keputusan dalam sidang pleno DPM KM FF
UNAND, Pansus wajib menyampaikan hasil uji publik mengenai Rancangan
Undang-Undang yang bersangkutan.
(3) Hasil uji publik sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 ayat (2) merupakan
masukan secara lisan dan/atau tertulis oleh mahasiswa Universitas Andalas
dan Gubernur dalam pembentukan Undang-Undang.

BAB XI
PENGUNDANGAN
Pasal 24
Agar setiap mahasiswa mengetahuinya, Undang-Undang harus diundangkan
dengan menyampaikan Undang-Undang dalam bentuk soft file dan/atau hard file
kepada:
a. MPM KM UNAND;
b. BEM KM FF UNAND;
c. UKM FF UNAND;
d. klub; dan
e. warga negara.
Pasal 25
(1) Undang-Undang mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat sejak
tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang yang
bersangkutan.
(2) Undang-Undang berlaku sampai batas waktu yang tidak ditentukan, kecuali
diadakan amandemen terhadap Undang-Undang yang bersangkutan.

BAB XII
PENYEBARLUASAN

Bagian Pertama
Penyebarluasan Program Legislasi KM FF UNAND, Rancangan Undang-
Undang, dan Undang-Undang
Pasal 26
(1) Penyebarluasan dilakukan oleh DPM KM FF UNAND sejak penyusunan
Program Legislasi KM FF UNAND, penyusunan Rancangan Undang-
Undang, hingga Pengundangan Undang-Undang.
(2) Penyebarluasan sebagaimana dimaksud pada Pasal 26 ayat (1) dilakukan
untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan mahasiswa.
Pasal 27
Penyebarluasan Program Legislasi KM FF UNAND dilakukan oleh DPM KM
FFUNAND

Bagian Kedua
Penyebarluasan Naskah
Pasal 28
Naskah Undang-Undang yang disebarluaskan harus merupakan salinan naskah
yang telah diundangkan.

BAB XIV
HEARING dan UJI PUBLIK

Bagian Pertama
Hearing
Pasal 29
(1) BEM KM FF UNAND dan UKMF berhak memberikan masukan secara lisan
dan/atau tertulis dalam pembentukan Undang-Undang.
(2) Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan oleh perwakilan BEM KM FF UNAND dan/atau perwakilan
UKM FF UNAND.
(3) Hearing sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (2) dilakukan sebelum uji
publik.
(4) Hearing sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (2) merupakan kegiatan
yang dilaksanakan untuk mendengarkan pendapat dari BEM KM FF
UNAND, UKM FF UNAND dan/atau demi keberlangsungan pelaksanaan
Rancangan Undang-Undang.

Bagian kedua
Uji Publik
Pasal 30
(1) Warga negara KM FF UNAND berhak memberikan masukan secara lisan
dan/atau tertulis dalam pembentukan Undang-Undang.
(2) Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada Pasal 30
ayat (1) dilakukan melalui kegiatan uji publik yang diadakan oleh Pansus.
(3) Uji publik sebagaimana dimaksud pada Pasal 30 ayat (2) merupakan kegiatan
yang dilaksanakan untuk menyerap aspirasi mahasiswa terhadap suatu
Rancangan Undang-Undang.

Bagian ketiga
Partisipasi Lainnya
Pasal 31
Pansus melakukan konsultasi terhadap pihak-pihak lain yang belum tersebut
dalam Pasal 29 dan 30 untuk memastikan keberlangsungan pelaksanaan
Rancangan Undang-Undang.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
(1) Segala sesuatu yang terkait tata cara pembentukan Undang-Undang yang
belum diatur dalam Undang-Undang ini akan diatur kemudian dengan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(2) Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
(3) Agar setiap mahasiswa dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan ketentuan maksimal pengundangan adalah tujuh
hari setelah Undang-Undang ini disahkan.

Disahkan di Padang
pada tanggal 13 Oktober 2016

GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS,

WAHYU ALFATH FIRDAUS

Diundangkan di Padang
pada tanggal 13 Oktober 2016

SEKRETARIS NEGARA

ZOLLA VERBIANTI SUWITA

LEMBARAN NEGARA BAGIAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS


FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS
NOMOR: 02 /LN KM FF UNAND/ TAHUN 2016
LAMPIRAN

UNDANG-UNDANG KELUARGA
MAHASISWA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS
ANDALAS
NOMOR 2 TAHUN 2016

TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

TEKNIK PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG

SISTEMATIKA
BAB I KERANGKA UNDANG-UNDANG

A. JUDUL
B. PEMBUKAAN
1. Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
2. Jabatan Pembentuk Undang-Undang
3. Konsideran
4. Dasar Hukum
5. Diktum
C. BATANG TUBUH
1. Ketentuan Umum
2. Materi Pokok yang Diatur
3. Ketentuan Penutup
D. PENUTUP
E. PENJELASAN (Jika diperlukan)
F. LAMPIRAN (Jika diperlukan)

BAB II HAL-HAL KHUSUS

A. PENDELEGASIAN KEWENANGAN
B. PENCABUTAN
C. PERUBAHAN UNDANG-UNDANG
BAB III RAGAM BAHASA UNDANG-UNDANG
BAB IV BENTUK RANCANGAN UNDANG-UNDANG
BAB I
KERANGKA PERATURAN UNDANG-UNDANG

Kerangka Undang-Undang

A. JUDUL

1. Judul Undang-Undang memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun


pengundangan atau penetapan dan nama Undang-Undang
2. Nama Undang-Undang dibuat secara singkat dengan hanya menggunakan 1
(satu) kata atau kalimat tetapi secara esensial maknanya telah dan
mencerminkan isi Undang-Undang.
Contoh nama Undang-Undang yang menggunakan 1 (satu) kata:
- Kewarganegaraan
Contoh nama Undang-Undang yang menggunakan 1 (satu) kalimat:
- Tata Pembentukan Undang-Undang

4. Judul Undang-Undang ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan


di tengah marjin tanpa diakhiri tanda baca dengan dicetak tebal (bold). Contoh:
UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS
FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
NOMOR 1 TAHUN 2016
TENTANG
KEWARGANEGARAAN

5. Judul Undang-Undang tidak boleh ditambah dengan singkatan atau akronim.


Contoh yang tidak tepat dengan menambah singkatan
UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
NOMOR.... TAHUN.....
TENTANG
DPM, BEM DAN UKF
Contoh yang tidak tepat dengan menggunakan akronim
UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
NOMOR.... TAHUN....
TENTANG
PEMILIHAN UMUM RAYA (PEMIRA)

6. Pada nama Undang-Undang perubahan ditambahkan frasa perubahan atas di


depan judul Undang-Undang yang diubah.
Contoh:
UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS
FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
NOMOR 2 TAHUN 2016
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014
TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN
B. PEMBUKAAN
(1) Pembukaan Undang-Undang terdiri atas:
a) Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa;
b) Jabatan pembentuk Undang-Undang;
c) Konsiderans; dan
d) Dasar Hukum

B.1. Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa


Pada pembukaan Undang-Undang sebelum nama jabatan pembentuk Undang-
Undang dicantumkan frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang ditulis
dengan huruf kapital pada setiap awal kata yang diletakkan di tengah marjin
dengan dicetak tebal.

B.2. Jabatan Pembentuk Undang-Undang


Jabatan pembentuk Undang-Undang ditulis dengan huruf kapital yang diletakkan
di tengah marjin dan diakhiri dengan tanda baca koma dengan dicetak tebal.

Contoh jabatan pembentuk Undang-Undang

DEWAN PERWAKLIAN MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS

B.3. Konsiderans
1) Konsiderans diawali dengan kata Menimbang yang dicetak tebal.

2) Konsiderans memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi


pertimbangan dan alasan pembentukan Undang-Undang.
Contoh:

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Kewarganegaraan

Menimbang:
a. Bahwa dalam melakukan tugas pokok dan fungsi Dewan
Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi
Universitas Andalas sebagai kontrol Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Andalas sesuasi
dengan Undang-Undang Dasar Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi
Universitas Andalas , belum adanya peraturan yang mengatur secara
rinci mengenai kewarganegaraan yang terdapat di Negara Keluarga
Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Andalas;

3) Pokok pikiran yang hanya menyatakan bahwa Undang-Undang dianggap


perlu untuk dibentuk adalah kurang tepat karena tidak mencerminkan
pertimbangan danalasan dibentuknya Undang-Undang tersebut.
4) Jika konsiderans memuat lebih dari satu pokok pikiran, setiap pokok pikiran
dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang merupakan kesatuan pengertian.
5) Tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan kata bahwa dan dirumuskan dalam
satu kalimat yang diakhiri dengan tanda baca titik koma.
Contoh:

Menimbang:
a. bahwa ... ;
b. bahwa ... ;
c. bahwa ... ;
6) Jika konsiderans memuat lebih dari satu pertimbangan, rumusan butir
pertimbangan terakhir berbunyi sebagai berikut:
Contoh:

Menimbang:
a. bahwa ... ;
b. bahwa ... ;
c. bahwa ... ;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang
tentang.....

B.4. Dasar Hukum


(1) Dasar hukum diawali dengan kata Mengingat yang dicetak
tebal. Dasar hukum memuat:
a. Dasar kewenangan pembentukan Undang-Undang yang memerintahkan
pembentukan Undang-Undang; dan
b. Undang-Undang yang memerintahkan pembentukan Undang-Undang.

(2) Jika Undang-Undang Dasar Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi


UNAND memerintahkan langsung untuk membentuk Undang-Undang,
pasal yang memerintahkan dicantumkan dalam dasar hukum.
Contoh:
Mengingat:
Pasal 4 Undang-Undang Dasar Negara Mahasiswa Keluarga
Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Andalas

(3) Jika materi yang diatur dalam Undang-Undang yang akan dibentuk
merupakan penjabaran dari pasal atau beberapa pasal Undang-Undang Dasar
Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Andalas, pasal tersebut
dicantumkan sebagai dasar hukum.
Contoh:
Mengingat:
Pasal 22 ayat (2), Pasal 23 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Andalas.

(4) Peraturan Perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar hukum hanya


Peraturan Perundang-Undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.
(5) Jika jumlah Peraturan Perundang-undangan yang dijadikan dasar hukum
lebih dari satu, urutan pencantuman perlu memperhatikan tata urutan
Peraturan Perundang-undangan dan jika tingkatannya sama disusun secara
kronologis berdasarkan saat pengundangan atau penetapannya.
(6) Dasar hukum yang bukan Undang-Undang Dasar Keluarga Mahasiswa
Fakultas Farmasi Universitas Andalas tidak perlu mencantumkan pasal,
tetapi cukup mencantumkan jenis dan nama Peraturan Perundang-undangan
tanpa mencantumkan frasa Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi
Universitas Andalas.
(7) Penulisan jenis Peraturan Perundang-undangan dan rancangan Peraturan
Perundang-undangan diawali dengan huruf kapital.
Contoh:
Undang-Undang, Keputusan Gubernur.

(8) Jika dasar hukum memuat lebih dari satu Peraturan Perundang-undangan,
tiap dasar hukum diawali dengan angka arab 1, 2, 3, dan seterusnya, dan
diakhiri dengan tanda baca titik koma.
Contoh:
Mengingat:
1............;
2........... ;
3............;

B.5. Diktum
(1) Diktum terdiri atas:
a. Kata Memutuskan;
b. Kata Menetapkan; dan
c. Jenis dan nama Undang-Undang
(2) Kata memutuskan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa spasi di
antara suku kata dan diakhiri dengan tanda baca titik dua serta diletakkan di
tengah marjin dan dicetak tebal.
(3) Sebelum kata Memutuskan dicantumkan frasa Dengan Persetujuan DEWAN
PERWAKILAN MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS
FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS yang diletakkan di tengah marjin.
Contoh Undang-Undang:
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA KELUARGA
MAHASISWA FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
MEMUTUSKAN:

(4) Kata Menetapkan dicantumkan sesudah kata Memutuskan yang disejajarkan


dengan kata Menimbang dan Mengingat. Huruf awal kata Menetapkan
ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua.
(5) Jenis dan nama yang tercantum dalam judul Undang-Undang dicantumkan
lagi setelah kata Menetapkan, serta ditulis seluruhnya dengan huruf kapital
dan diakhiri dengan tanda baca titik.
Contoh:
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG KEWARGANEGARAAN.

C. BATANG TUBUH
(1) Batang tubuh Undang-Undang memuat semua materi muatan Undang-
Undang yang dirumuskan dalam pasal atau beberapa pasal.
(2) Pada umumnya materi muatan dalam batang tubuh dikelompokkan ke
dalam:
a. ketentuan umum;
b. materi pokok yang diatur;
c. ketentuan sanksi (jika diperlukan);
d. ketentuan peralihan; dan
e. ketentuan penutup.
(3) Pengelompokan materi muatan dirumuskan secara lengkap sesuai dengan
kesamaan materi yang bersangkutan dan jika terdapat materi muatan yang
diperlukan tetapi tidak dapat dikelompokkan dalam ruang lingkup
pengaturan yang sudah ada, materi tersebut dimuat dalam bab ketentuan
lain.
(4) Jika Undang-Undang mempunyai materi muatan yang ruang lingkupnya
sangat luas dan mempunyai banyak pasal, pasal atau beberapa pasal tersebut
dapat dikelompokkan menjadi bab dan bagian.
(5) Pengelompokan materi muatan dalam bab dan bagian dilakukan atas dasar
kesamaan materi.
(6) Urutan pengelompokan adalah sebagai berikut:
a) bab dengan pasal atau beberapa pasal tanpa bagian; atau
b) bab dengan bagian dan pasal atau beberapa pasal.
(7) Bab diberi nomor urut dengan angka Romawi dan judul bab seluruhnya
ditulis dengan huruf kapital dan dicetak tebal.
Contoh:
BAB I
KETENTUAN UMUM
(8) Bagian diberi nomor urut dengan bilangan tingkat yang ditulis dengan huruf
dan diberi judul.
(9) Huruf awal kata bagian, urutan bagian dan huruf awal setiap kata pada judul
bagian ditulis dengan huruf kapital dan dicetak tebal.
Contoh:
Bagian Kesatu
Perencanaan Undang-Undang

(10) Pasal merupakan satuan aturan dalam Undang-Undang yang memuat satu
norma dan dirumuskan dalam satu kalimat yang disusun secara singkat, jelas
dan lugas.
(11) Materi muatan Undang-Undang lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal
yang singkat dan jelas daripada ke dalam beberapa pasal yang masing-
masing pasal memuat banyak ayat, kecuali jika materi muatan yang menjadi
isi pasal itu merupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.
(12) Pasal diberi nomor urut dengan angka Arab dan huruf awal kata pasal ditulis
dengan huruf kapital dan dicetak tebal.
Contoh:
Pasal 2
(13) Huruf awal kata pasal yang digunakan sebagai acuan ditulis dengan huruf
kapital.
Contoh:
Pasal 10
Prolegun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 merupakan skala prioritas
program pembentukan Undang-Undang dalam rangka mewujudkan sistem
hukum kemahasiswaan

(14) Pasal dapat dirinci ke dalam beberapa ayat.


(15) Ayat diberi nomor urut dengan angka Arab diantara tanda baca kurung tanpa
diakhiri tanda baca titik.
(16) Satu ayat hendaknya hanya memuat satu norma yang dirumuskan dalam satu
kalimat utuh.
(17) Huruf awal kata ayat yang digunakan sebagai acuan ditulis dengan huruf
kecil.
Contoh:
Pasal 7
(1) Rancangan Undang-Undang berasal dari DPM KM FF UNAND.
(2) Rancangan Undang-Undang yang bersala dari DPM KM FF
UNAND sebagai mana dimaksud pada ayat (1) berasal dari Panitia
Khusus bersama alat kelengkapan DPM KM FF UNAND yang
khusus menangani bidang legislasi.
(18) Jika satu pasal atau ayat memuat rincian unsur, selain dirumuskan dalam
bentuk kalimat dengan rincian, juga dapat dirumuskan dalam bentuk
tabulasi.
Contoh:
Pasal 23
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Gubernur, Wakil
Gubernur, dan pejabat eksekutif yang lain yang disampaikan di dalam
atau di luar kampus. Isi pasal tersebut dapat lebih mudah dipahami jika
dirumuskan sebagai berikut:
Contoh rumusan tabulasi:
Pasal 23
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi:
a. Gubernur;
b. Wakil Gubernur; dan
c. Pejabat eksekutif yang lain.
yang disampaikan di dalam atau di luar kampus.

(19) Penulisan bilangan dalam pasal atau ayat selain menggunakan angka Arab
diikuti kata atau frasa yang ditulis diantara tanda baca kurung.
(20) Jika merumuskan pasal atau ayat dalam bentuk tabulasi, memperhatikan
ketentuan sebagai berikut:
a. setiap rincian harus dapat dibaca sebagai satu rangkaian kesatuan dengan
frasa pembuka;
b. setiap rincian menggunakan huruf abjad kecil dan diberi tanda baca titik;
c. setiap frasa dalam rincian wajib diawali dengan huruf kecil;
d. setiap rincian diakhiri dengan tanda baca titik koma;
e. jika suatu rincian dibagi lagi ke dalam unsur yang lebih kecil, unsur
tersebut dituliskan masuk ke dalam;
f. di belakang rincian yang masih mempunyai rincian lebih lanjut diberi
tanda baca titik dua;
g. pembagian rincian (dengan urutan makin kecil) ditulis dengan huruf
abjad kecil yang diikuti dengan tanda baca titik; angka Arab diikuti
dengan tanda baca titik; abjad kecil dengan tanda baca kurung tutup;
angka Arab dengan tanda baca kurung tutup; dan
h. pembagian rincian tidak melebihi 4 (empat) tingkat. Jika rincian
melebihi 4 (empat) tingkat, pasal yang bersangkutan dibagi ke dalam
pasal atau ayat lain.
(21) Jika rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian kumulatif
ditambahkan kata dan yang diletakkan di belakang rincian kedua dari rincian
terakhir.
(22) Jika rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian alternatif
ditambahkan kata atau yang diletakkan di belakang rincian kedua daririncian
terakhir.
(23) Jika rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian kumulatif dan
alternatif ditambahkan kata dan/atau yang diletakkan di belakang rncian
kedua dari rincian terakhir.
(24) Kata dan, atau, dan/atau tidak perlu diulangi pada akhir setiap unsur atau
rincian.
(25) Tiap rincian ditandai dengan huruf a, huruf b, dan seterusnya.

Contoh:
Pasal 8
(1) .... .
(2) .... :
a .... ;
b.....; (dan, atau,
dan/atau)
c......
(26) Jika suatu rincian memerlukan rincian lebih lanjut, rincian itu ditandaidengan
angka Arab 1, 2, dan seterusnya.
Contoh:
Pasal 3
(1) ... .
(2) ... :
a..... ;
b. ... ; (dan, atau, dan/atau)
c. ... .
1. ... ;
2..... ; (dan, atau, dan/atau)
3. ....

(27) Jika suatu rincian lebih lanjut memerlukan rincian yang mendetail, rincian itu
ditandai dengan huruf a), b), dan seterusnya.
Contoh:
Pasal 2
(1) ... .
(2) ... .
a.........;
b. .......; (dan, atau, dan/atau)
c. ...:
1. ... ;
2. ; (dan, atau, dan/atau)
3. ... :
a) ;
b) ; (dan, atau, dan/atau)
c) ... .

(28) Jika suatu rincian lebih lanjut memerlukan rincian yang mendetail, rincian itu
ditandai dengan angka 1), 2), dan seterusnya.
Contoh:
Pasal 2
(1) ... .
(2) ... :
a...... ;
b. .... ; (dan, atau, dan/atau)
c. ... :
1. ... ;
2. ; (dan, atau, dan/atau)
3. ... :
a) ;
b) ; (dan, atau, dan/atau)
c) ... .
1) ... ;
2) .... ; (dan, atau, dan/atau)
3) ... .

C.1. Ketentuan Umum


(1) Ketentuan umum diletakkan dalam bab satu. Jika dalam Undang-Undang
tidak dilakukan pengelompokan bab, ketentuan umum diletakkan dalam
pasal atau beberapa pasal awal.
Contoh:
BAB I KETENTUAN
UMUM

(1) Ketentuan umum dapat memuat lebih dari satu pasal.


(2) Ketentuan umum berisi:
a. batasan pengertian atau definisi;
b. singkatan atau akronim yang dituangkan dalam batasanpengertian atau
definisi; dan/atau
c. hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal atau beberapa
pasal berikutnya antara lain ketentuan yang mencerminkan asas,
maksud, dan tujuan tanpa dirumuskan tersendiri dalam pasal atau bab.
Contoh pengertian atau definisi:
1. Staff ahli adalah mahasiswa aktif Unand yang dipilih melalui
mekanisme open rekruitmen yang diselenggarakan oleh DPM KM FF
Unand dan mempunyai jabatan satu periode.
Contoh singkatan:
1. Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas
Farmasi UNIVERSITAS ANDALAS yang selanjutnya disingkat
dengan DPM KM FF Unand adalah lembaga legislatif tertinggi yang
berada di tataran Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas
Andalas.
Contoh akronim:
(1)Panitia pengawas yang selanjutnya disebut Panwas adalah panitia
pengawas yang dibentuk untuk menangani proses pengawasan
terhadap BEM KM FF Unand.

(3) Frasa pembuka dalam ketentuan umum undang-undang berbunyi: Dalam


Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
(4) Jika ketentuan umum memuat batasan pengertian atau definisi, singkatan
atau akronim lebih dari satu, maka masing-masing uraiannya diberi nomor
urut dengan angka Arab dan diawali dengan huruf kapital serta diakhiri
dengan tanda baca titik.
(5) Kata atau istilah yang dimuat dalam ketentuan umum hanyalah kata atau
istilah yang digunakan berulang-ulang di dalam pasal ataubeberapa pasal
selanjutnya.
(6) Jika suatu kata atau istilah hanya digunakan satu kali, namun kata atau
istilah itu diperlukan pengertiannya untuk suatu bab, atau bagian tertentu,
kata atau istilah itu diberi definisi.
(7) Apabila rumusan definisi dari suatu Undang-Undang dirumuskan kembali
dalam Undang-Undang yang akan dibentuk, rumusan definisi tersebut harus
sama dengan rumusan definisi dalam Peraturan Perundang-undangan yang
telah berlaku tersebut.
(8) Penulisan huruf awal tiap kata atau istilah yang sudah didefinisikan atau
diberi batasan pengertian dalam ketentuan umum ditulis dengan huruf
kapital baik digunakan dalam norma yang diatur, penjelasan maupun dalam
lampiran.
(9) Urutan penempatan kata atau istilah dalam ketentuan umum mengikuti
ketentuan sebagai berikut:
a. pengertian yang mengatur tentang lingkup umum ditempatkan lebih
dahulu dari yang berlingkup khusus;
b. pengertian yang terdapat lebih dahulu di dalam materi pokok yang diatur
ditempatkan dalam urutan yang lebih dahulu; dan
c. Pengertian yang mempunyai kaitan dengan pengertian di atasnya
diletakkan berdekatan secara berurutan.
C.2. Materi Pokok yang Diatur
(1) Materi pokok yang diatur ditempatkan langsung setelah bab ketentuan
umum, dan jika tidak ada pengelompokkan bab, materi pokok yang diatur
diletakkan setelah pasal atau beberapa pasal ketentuan umum.

C.3. Ketentuan Sanksi


(1) Ketentuan sanksi memuat rumusan yang menyatakan penjatuhan sanksi atas
pelanggaran terhadap ketentuan yang berisi norma larangan atau norma
perintah.
(2) Ketentuan sanksi ditempatkan dalam bab tersendiri, yaitu bab ketentuan
sanksi yang letaknya sesudah materi pokok yang diatur atau sebelum bab
ketentuan peralihan. Jika bab ketentuan peralihan tidak ada, letaknya
adalah sebelum bab ketentuan penutup.

C.4. Ketentuan Peralihan (Jika diperlukan)


(1) Ketentuan Peralihan dimuat dalam Bab Ketentuan Peralihan dan
ditempatkan di antara Bab Ketentuan Sanksi dan Bab Ketentuan Penutup.
Jika dalam Peraturan Perundang-undangan tidak diadakan pengelompokan
bab, pasal atau beberapa pasal Ketentuan Peralihan ditempatkan sebelum
pasal atau beberapa pasal yang memuat ketentuan penutup.
(2) Rumusan dalam Ketentuan Peralihan tidak memuat perubahan terselubung
atas ketentuan Undang-Undang lain. Perubahan ini hendaknya dilakukan
dengan membuat batasan pengertian baru di dalam Ketentuan Umum
Undang-Undang atau dilakukan dengan membuat Undang-Undang
perubahan.

C.5. Ketentuan Penutup


(1) Ketentuan Penutup ditempatkan dalam bab terakhir. Jika tidak diadakan
pengelompokan bab, Ketentuan Penutup ditempatkan dalam pasal atau
beberapa pasal terakhir.
(2) Pada umumnya Ketentuan Penutup memuat ketentuan mengenai:
a. penunjukan alat kelengkapan yang melaksanakan Undang-Undang;
b. status Undang-Undang yang sudah ada; dan
c. saat mulai berlaku Undang-Undang.
(3) Penunjukan alat kelengkapan yang melaksanakan Undang-Undang bersifat
menjalankan (eksekutif), misalnya, Komisi Pemilihan Umum atau KPU.
(4) Jika materi muatan dalam Undang-Undang yang baru menyebabkan
perubahan atau penggantian seluruh atausebagian materi muatan dalam
Undang-Undang yang lama, dalam Undang-Undang yang baru harus secara
tegas diatur mengenai pencabutan seluruh atau sebagian materi muatan
Undang-Undang yang lama.
(5) Untuk mencabut Undang-Undang yang telah diundangkan dan telah mulai
berlaku, gunakan frasa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Contoh:
Undang-Undang pengawasan BEM KM FF Unand periode sebelumnya
yang menjadi acuan pengawasan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
(6) Pada dasarnya Undang-Undang mulai berlaku pada saat Undang-Undang
tersebut diundangkan.
Contoh:
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
(7) Tidak menggunakan frasa ... mulai berlaku efektif pada tanggal ... atau yang
sejenisnya, karena frasa ini menimbulkan ketidakpastian mengenai saat
berlakunya suatu Undang-Undang yaitu saat diundangkan atau saat berlaku
efektif.
(8) Undang-Undanghanya dapat dicabut dengan Peraturan Perundang-
undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.

D. Penutup
(1) Penutup merupakan bagian akhir Undang-Undang yang memuat:
a. rumusan perintah pengundangan;
b. penandatanganan penetapan Undang-Undang;
c. penandatanganan pengesahan Undang-Undang;
d. penandatanganan pengundangan Undang-Undang; dan
e. akhir bagian penutup.
(2) Rumusan perintah pengundangan Undang-Undang yang berbunyi sebagai
berikut:
“Agar setiap mahasiswa dapat mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan ... (jenis Undang-Undang) dengan ketentuan maksimal
diundangkan adalah H+3 setelah Undang-Undang ini disahkan.”
(3) Penandatanganan penetapan, pengesahan, dan pengundangan Undang-
Undang memuat:
a. tempat dan tanggal penetapan atau pengesahan atau pengundangan;
b. nama jabatan; dan
c. tanda tangan pejabat
(4) Rumusan tempat dan tanggal penetapan diletakkan di sebelah kanan.
(5) Rumusan tempat dan tanggal pengesahan diletakkan di sebelah kiri di
bawahpenetapan.
(6) Rumusan tempat dan tanggal pengundangan diletakkan di sebelah kanan di
bawah pengesahan.
(7) Huruf awal pada nama jabatan dan nama pejabat ditulis dengan huruf kapital.
Pada akhir nama jabatan diberi tanda baca koma.
Contoh :
Disahkan di Padang
Pada tanggal …
Gubernur Keluarga Mahasiswa
Fakultas Farmasi Universitas Andalas,

nama

Diundangkan di Padang
Pada tanggal ...
Sekretaris Negara,

Nama
(8) Jika dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak rancangan
Undang-Undang ditetapkan DPM KM FF Unand, maka dicantumkan
kalimat pengesahan setelah nama pejabat yang mengesahkan yang berbunyi:

Undang-Undang ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 26


ayat (2) Undang-Undang tentang Tata Pembentukan Undang-Undang.

E. PENJELASAN
(1) Penjelasan pada undang-undang adalah sebagai berikut :
a. Setiap Undang-Undang perlu diberi penjelasan.
b. Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang dapat
diberi penjelasan, jika diperlukan.
(2) Penjelasan berfungsi sebagai tafsiran resmi pembentuk Peraturan Perundang-
undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu,
penjelasan hanya memuat uraian atau jabaran lebih lanjut dari norma yang
diatur dalam batang tubuh. Dengan demikian, penjelasan sebagai sarana
untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan
terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dijelaskan.
(3) Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat
peraturan lebih lanjut. Oleh karena itu, hindari membuat rumusan norma di
dalam bagian penjelasan.
(4) Dalam penjelasan dihindari rumusan yang isinya memuat perubahan
terselubung terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(5) Naskah penjelasan disusun bersama-sama dengan penyusunan rancangan
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
(6) Judul penjelasan sama dengan judul Peraturan Perundang-undangan yang
bersangkutan.
Contoh :
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG
KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR 01 TAHUN 2016
TENTANG
SUSUNAN DAN KEDUDUKAN SIDANG UMUM, DEWAN PERWAKILAN
MAHASISWA, BADAN EKSEKUTIF
MAHASISWA, UNIT KEGIATAN MAHASISWA, WARGA NEGARA
MAHASISWA FARMASI

(7) Penjelasan Peraturan Perundang-undangan memuat penjelasan umum dan


penjelasan pasal demi pasal.
(8) Rincian penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal diawali dengan
angka Romawi dan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.
Contoh:
I. UMUM
II. PASAL DEMI PASAL
(9) Penjelasan umum memuat uraian secara sistematis mengenai latar belakang
pemikiran, maksud, dan tujuan penyusunan Peraturan Perundang-undangan
yang telah tercantum secara singkat dalam butir konsiderans, serta asas-asas,
tujuan, atau pokok-pokok yang terkandung dalam batang tubuh Peraturan
Perundang-undangan.
(10) Bagian-bagian dari penjelasan umum dapat diberi nomor dengan angka Arab,
jika hal ini lebih memberikan kejelasan.
Contoh :
I. UMUM
1. Dasar Pemikiran

2. Pembagian Wilayah

3. Asas-asas Penyelenggara Pemerintahan

4. Daerah Otonom

5. Wilayah Administratif

6. Pengawasan

(11) Jika dalam penjelasan umum dimuat pengacuan ke Peraturan Perundang-
undangan lain atau dokumen lain, pengacuan itu dilengkapi dengan
keterangan mengenai sumbernya.
(12) Dalam menyusun penjelasan pasal demi pasal harus diperhatikan agar
rumusannya:
a. Tidak bertentangan dengan materi pokok yang diatur dalam batang
tubuh;
b. Tidak memperluas atau menambah norma yang ada dalam batang tubuh;
c. Tidak melakukan pengulangan atas materi pokok yang diatur dalam
batang tubuh;
d. Tidak mengulangi uraian kata, istilah, atau pengertian yang telah dimuat
di dalam ketentuan umum.
(13) Ketentuan umum yang memuat batasan pengertian atau definisi dari kata atau
istilah, tidak perlu diberikan penjelasan karena itu batasan pengertian atau
definisi harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti tanpa
memerlukan penjelasan lebih lanjut.
(14) Pada pasal atau ayat yang tidak memerlukan penjelasan ditulis frase Cukup
jelas yang diakhiri dengan tanda baca titik, sesuai dengan makna frase
penjelasan pasal demi pasal tidak digabungkan walaupun terdapat beberapa
pasal berurutan yang tidak memerlukan penjelasan.
Contoh yang kurang tepat:
Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9 (Pasal 7 s/d Pasal 9)
Cukup jelas.
Seharusnya :
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
(15) Jika suatu pasal terdiri dari beberapa ayat atau butir tidak memerlukan
penjelasan, pasal yang bersangkutan cukup diberi penjelasan Cukup jelas,
tanpa merinci masing-masing ayat atau butir.
(16) Jika suatu pasal terdiri dari beberapa ayat atau butir dan salah satu ayat atau
butir tersebut memerlukan penjelasan, setiap ayat atau butir perlu
dicantumkan dan dilengkapi dengan penjelasan yang sesuai.
Contoh :
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ayat ini dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum kepada hakim
dan para pengguna hukum.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
(17) Jika suatu istilah/kata/frase dalam suatu pasal atau ayat yang memerlukan
penjelasan, gunakan tanda baca petik (“…”) pada istilah/kata/frase tersebut.
Contoh :
Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “persidangan yang berikut” adalah masa
persidangan Dewan Perwakilan Rakyat yang hanya diantarai satu
masa reses.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
F. Lampiran
1. Dalam hal Undang-Undang memerlukan lampiran, hal tersebut dinyatakan
dalam batang tubuh bahwa lampiran dimaksud merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Undang-Undang.
2. Lampiran dapat memuat antara lain uraian, daftar, tabel, gambar,peta, dan
sketsa.
3. Dalam hal Undang-Undang memerlukan lebih dari satu lampiran, tiap
lampiran harus diberi nomor urut dengan menggunakan angka romawi.
4. Judul lampiran ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di
sudut kanan atas tanpa diakhiri tanda baca dengan rata kiri.
Contoh:
LAMPIRAN I UNDANG–UNDANG
KM FF UNAND NOMOR ... TAHUN …
TENTANG
TATA PEMBENTUKAN UNDANG-
UNDANG

5. Nama lampiran ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di


tengah tanpa diakhiri tanda baca
6. Pada halaman akhir tiap lampiran harus dicantumkan nama dan tanda
tangan pejabat yang menetapkan, mengesahkan, dan mengundangkan
Undang- Undang ditulis dengan huruf kapital pada setiap awal kata yang
diletakkan berturut-turut di sudut kanan, di bawah kiri, dan bawah kanan
diakhiri dengan tanda baca koma setelah nama jabatan yang menetapkan,
mengesahkan, dan mengundangkan Undang-Undang.
Contoh:
Disahkan di Padang
Pada tanggal …
Gubernur Keluarga Mahasiswa
Fakultas Farmasi Universitas Andalas,

nama
Diundangkan di Padang
Pada tanggal ...
Sekretaris Negara,

nama
BAB II
HAL-HAL KHUSUS

A. PENDELEGASIAN KEWENANGAN
1. Peraturan Undang-Undang yang lebih tinggi dapat mendelegasikan
kewenangan mengatur lebih lanjut kepada Undang-Undang yang lebih
rendah.
Contoh:

Ketentuan lebih lanjut mengenai Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk


Teknis pada Pemira KM Unand yang belum diatur dalam undang-undang
ini akan ditentukan kemudian oleh BPU.

2. Pendelegasian kewenangan dapat dilakukan dari suatu Undang-undang


kepada Undang-Undang yang lain. Contoh:

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan keuangan BEM KM FF


UNAND sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Undang-
Undang

3. Pendelegasian kewenangan mengatur harus menyebut dengan tegas:


a. ruang lingkup materi muatan yang diatur; dan
b. jenis Peraturan Perundang-undangan.

4. Jika pasal terdiri dari beberapa ayat, pendelegasian kewenangan dimuat pada
ayat terakhir dari pasal yang bersangkutan.
5. Pendelegasian kewenangan mengatur dari Undang-Undang
dibatasi untuk peraturan yang bersifat teknis administratif.

B. PENCABUTAN
1. Jika ada Undang-Undang lama yang tidak diperlukan lagi dan diganti dengan
Undang-Undang baru, Undang-Undang yang baru harus secara tegas
mencabut Undang-Undang yang tidak diperlukan itu.
2. Undang-Undang hanya dapat dicabut melalui Peraturan Perundang-
undanganyang setingkat atau lebih tinggi.
3. Jika Undang-Undang baru mengatur kembali suatu materi yang sudah diatur
dan sudah diberlakukan, pencabutan Undang-Undang itu dinyatakan dalam
salah satu pasal dalam ketentuan penutup dari Undang-Undang yang baru,
dengan menggunakan rumusan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
4. Jika pencabutan Undang-Undang dilakukan dengan peraturan pencabutan
tersendiri, peraturan pencabutan tersebut pada dasarnya memuat 2 (dua)
pasalyang ditulis dengan angka Arab, yaitu sebagai berikut:
a. Pasal 1 memuat ketentuan yang menyatakan tidak berlakunya Peraturan
Perundang-undangan yang sudah diundangkan.
b. Pasal 2 memuat ketentuan tentang saat mulai berlakunya Peraturan
Perundang- undangan pencabutan yang bersangkutan.
Contoh:
Pasal 1
Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ... dicabut dan
dinyatakantidak berlaku.

Pasal 2
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

5. Undang-Undang atau ketentuan yang telah dicabut, tetap tidak berlaku,


meskipun Undang-Undang yang mencabut di kemudian hari dicabut pula.

C. PERUBAHAN UNDANG-UNDANG
1) Perubahan Undang-Undang dilakukan dengan:
a. menyisip atau menambah materi ke dalam Undang-Undang; atau
b. menghapus atau mengganti sebagian materi Undang-Undang.

2) Perubahan Undang-Undang dapat dilakukan terhadap:


a. seluruh atau sebagian bab, bagian, paragraf, pasal, dan/atau ayat; atau
b. kata, frasa, istilah, kalimat, angka, dan/atau tanda baca.

3) Jika Undang-Undang yang diubah mempunyai nama singkat, Undang-


Undang perubahan dapat menggunakan nama singkat Undang-Undang yang
diubah.
4) Pada dasarnya batang tubuh Undang-Undang perubahan terdiri atas 2 (dua)
pasal yang ditulis dengan angka Romawi yaitu sebagai berikut:
a. Pasal I memuat judul Undang-Undang yang diubah serta memuat materi
yang diubah. Jika materi perubahan lebih dari satu, setiap materi
perubahan dirinci dengan menggunakan angka Arab (1, 2, 3, dan
seterusnya).
Contoh 1 :
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor ... Tahun ...
tentang ... diubah sebagai berikut:
1) Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunti sebagai berikut: ...
2) Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 8 diubah, sehingga berbunyi
sebagai berikut: ...
3) dan seterusnya

Contoh 2:
Pasal I
Ketentuan Pasal ... dalam Undang-Undang Nomor ... Tahun ...
tentang ... diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: ...

b. Pasal II memuat ketentuan saat mulai berlaku. Dalam hal tertentu, Pasal
II juga dapat memuat ketentuan peralihan dari Undang-Undang, yang
maksudnya berbeda dengan ketentuan peralihan dari Undang-Undang
yang diubah.
5) Jika dalam Undang-Undang ditambahkan atau disisipkan bab, bagian, atau
pasal baru, maka bab, bagian, atau pasal baru tersebut dicantumkan pada
tempat yang sesuai dengan materi yang bersangkutan.
Contoh penyisipan Pasal:

Di antara Pasal 2 dan Pasal 3 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 2A


sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 2A
Apabila terbukti adanya kegiatan ataupun upaya yang ingin merusak
atau menggagalkan Pemira KM FF Unand oleh perorangan ataupun
kelompok dari luar mahasiswa Unand akan ditindak lanjuti oleh KPU.

6) Jika dalam 1 (satu) pasal yang terdiri dari beberapa ayat disisipkan ayat baru,
penulisan ayat baru tersebut diawali dengan angka Arab sesuai dengan angka
ayat yang disisipkan dan ditambah dengan huruf kecil a, b, c, yang diletakkan
di antara tanda baca kurung ().
Contoh:
Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 5 disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat
(1a) dan ayat (1b) sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 5
(1)...... .
(1a) ... .
(1b) ... .
(2)...... .
7) Jika dalam suatu Undang-Undang dilakukan penghapusan atas suatu bab,
bagian, pasal, atau ayat, maka urutan bab, bagian, pasal, atau ayat tersebut
tetap dicantumkan dengan diberi keterangan dihapus
Contoh:
1. Pasal 16 dihapus.
2. Pasal 18 ayat (2) dihapus sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 18
(1) ... .
(2) Dihapus.
(3) ... .
(4)
8) Jika suatu perubahan Undang-Undang mengakibatkan:
a. sistematika Undang-Undang berubah;
b. materi Undang-Undang berubah lebih dari 30% (tiga puluh persen); atau
c. esensinya berubah

Undang-Undang yang diubah tersebut lebih baik dicabut dan disusun


kembali dalam Undang-Undang yang baru mengenai masalah tersebut.
BAB III
RAGAM BAHASA UNDANG-UNDANG

1. Bahasa Undang-Undang pada dasarnya tunduk pada kaidah tata Bahasa


Indonesia. Namun bahasa Undang-Undang mempunyai corak tersendiri yang
bercirikan kejelasan pengertian, kelugasan, kebakuan, keserasian, dan
ketaatan asas sesuai dengan kebutuhan hukum baik dalam perumusan
maupun cara penulisan.
2. Ciri-ciri bahasa Undang-Undang antara lain:
a. lugas dan pasti untuk menghindari kesamaan arti atau kerancuan;
b. bercorak hemat hanya kata yang diperlukan yang dipakai;
c. objektif dan menekan rasa subjektif (tidak emosi dalam
mengungkapkan tujuan atau maksud);
d. membakukan makna kata, ungkapan atau istilah yang digunakan
secara konsisten;
e. memberikan definisi atau batasan pengertian secara cermat;
f. penulisan kata yang bermakna tunggal atau jamak selalu dirumuskan
dalam bentuk tunggal; dan
contoh:
buku-buku
ditulis buku
murid-murid
ditulis murid
g. Penulisan huruf awal dari kata, frasa atau istilah yang sudah
didefinisikan atau diberikan batasan pengertian, nama jabatan, nama
lembaga, dan jenis Undang-Undang dan rancangan Undang-Undang
dalam rumusan norma ditulis dengan huruf kapital.

3. Dalam merumuskan ketentuan Undang-Undang digunakan kalimat yang


tegas, jelas, singkat, dan mudah dimengerti.
4. Tidak menggunaan kata atau frasa yang artinya tidak menentu atau
konteksnya dalam kalimat tidak jelas.
5. Dalam merumuskan ketentuan Undang-Undang, gunakan kaidah tata Bahasa
Indonesia yang baku.
6. Di dalam Peraturan Perundang-undangan yang sama, tidak menggunakan
beberapa istilah yang berbeda untuk menyatakan satu pengertian yang sama,
atau satu istilah untuk beberapa pengertian yang berbeda.
7. Untuk menyatakan makna pengandaian atau kemungkinan, digunakan kata
jika, apabila, atau frasa dalam hal.
8. Untuk menyatakan sifat kumulatif, gunakan kata dan.
9. Untuk menyatakan sifat alternatif, gunakan kata atau.
10. Untuk menyatakan sifat kumulatif sekaligus alternatif, gunakan frasa
dan/atau.
11. Untuk menyatakan adanya suatu hak, gunakan kata berhak.
12. Untuk menyatakan pemberian kewenangan kepada seseorang atau lembaga
gunakan kata berwenang.
13. Untuk menyatakan adanya suatu kewajiban yang telah ditetapkan, gunakan
kata wajib. Jika kewajiban tersebut tidak dipenuhi, yang bersangkutan
dijatuhi sanksi.
14. Untuk menyatakan pemenuhan suatu kondisi atau persyaratan tertentu,
gunakan kata harus. Jika keharusan tersebut tidak dipenuhi, yang
bersangkutan tidak memperoleh sesuatu yang seharusnya akan didapat
seandainya ia memenuhi kondisi atau persyaratan tersebut.
15 Untuk menyatakan adanya larangan, gunakan kata dilarang.

TEKNIK PENGACUAN
1) Pada dasarnya setiap pasal merupakan suatu kebulatan pengertian tanpa
mengacu ke pasal atau ayat lain. Namun, untuk menghindari pengulangan
rumusan digunakan teknik pengacuan.
2) Teknik pengacuan dilakukan dengan menunjuk pasal atau ayat dari Undang-
Undang yang bersangkutan atau Undang-Undang yang lain dengan
menggunakan frasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal … atau sebagaimana
dimaksud pada ayat… .
3) Pengacuan lebih dari dua terhadap pasal, ayat, atau huruf yang
berurutan tidak perlu menyebutkan pasal demi pasal, ayat demi ayat, atau
huruf demi huruf yang diacu tetapi cukup dengan menggunakan frasa sampai
dengan.
4) Kata pasal ini tidak perlu digunakan jika ayat yang diacu merupakan salah
satu ayat dalam pasal yang bersangkutan.
5) Pengacuan hanya dapat dilakukan ke Undang-Undang yang tingkatannya
sama atau lebih tinggi.
6) Pengacuan dilakukan dengan menyebutkan secara tegas nomor dari pasal
atau ayat yang diacu dan tidak menggunakan frasa pasal yang terdahulu atau
pasal tersebut di atas.
7) Untuk menyatakan peraturan pelaksanaan dari suatu Undang-Undang
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang- Undang, gunakan frasa dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan dalam … (jenis Undang-Undang yang
bersangkutan) ini.
8) Naskah Undang-Undang diketik dengan jenis huruf Times New Roman,
dengan huruf 12, di atas kertas A4.
BAB IV
BENTUK RANCANGAN UNDANG-UNDANG

A. BENTUK RANCANGAN UNDANG-UNDANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG.... (Nama

Undang-Undang)

Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

Menimbang:
a. bahwa .... ;
b. bahwa .... ;
c. dan seterusnya ... ;

Mengingat:
a.....;
b. .... ;
c.dan seterusnya ... ;

Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS

MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG ... (nama Undang-Undang).

BAB I
...
Pasal 1
...

BAB II
...
Pasal ...
......

BAB ... (dan seterusnya)


Pasal ...

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap mahasiswa mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
Undang ini dengan ketentuan maksimal pengundangan adalah H+7 setelah
Undang-Undang ini disahkan.

Disahkan di Padang
Pada tanggal …
Gubernur Keluarga Mahasiswa
Fakultas Farmasi Universitas Andalas,
,
Tandatangan

Nama
Diundangkan di Padang
Pada tanggal ...
Sekretaris Negara

Tandatangan

Nama
B. BENTUK RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN
UNDANG-UNDANG
UNDANG-UNDANG
KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR ... TAHUN ... TENTANG ...
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

Menimbang:
a. bahwa...;
b. bahwa...;
c. dan seterusnya...;

Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-


UNDANG NOMOR ... TAHUN ... TENTANG ....

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ...
diubah sebagai berikut:

1. ketentuan Pasal .... (bunyi rumusan tergantung keperluan), dan seterusnya.

Pasal II

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap mahasiswa mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-


Undang ini dengan ketentuan maksimal pengundangan adalah H+7 setelah
Undang-Undang ini disahkan.
Disahkan di Padang
Pada tanggal …
Gubernur Keluarga
Mahasiswa
Fakultas Farmasi Universitas
Andalas,

Tanda Tangan

Nama
Diundangkan di
Padang Pada tanggal ...
Sekretaris Negara,

Tanda Tangan

Nama
Disahkan di Padang
pada tanggal 13 Oktober 2016

GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS,

WAHYU ALFATH FIRDAUS

Diundangkan di Padang
pada tanggal 13 Oktober 2016

SEKRETARIS NEGARA

ZOLLA VERBIANTI SUWITA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA BAGIAN KELUARGA


MAHASISWA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS
NOMOR: 03 /LN KM FF UNAND/ TAHUN 2016

Anda mungkin juga menyukai