Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ILMU POLITIK TENTANG SISTEM

PEMILIHAN UMUM DAN PARTISIPASI POLITIK

Disusun Oleh;

Nama Anggota kelompok:

1. KHAHFI YUAZI ISRA (E1B019089)


2. INDAH SAFITRI (E1B019072)
3. HUDA RISKIKA (E1B019066)
4. KARENINA AULIA HIDAYAT (E1B019086)
5. IKA JUWITA NINGSIH (E1B019070)
6. KHIFAYATUL KHOIRIAH (E1B019090)
7. KOMANG DWI PUTRA (E1B019068)
8. FAJRI ATULLAH ALIVIA (E1B019053)

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM

2020
BAB I

PEMBAHASAN

SISTEM PEMILIHAN POLITIK

A.   Pengertian Pemilihan Umum (Pemilu)


Pemilihan umum (Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945.
Selain itu pemilu juga dapat diartikan sebagai proses pemilihan orang-orang untuk
mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari
presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pemilu sendiri
merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa)
dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain
kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam, namun
dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga
dipakaioleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik.
Selain itu juga ada beberapa pendapat dari para ahli tentang pemilu diantaranya
sebagai berikut :

         Menurut (Ramlan, 1992:181)


Pemilu diartikan sebagai “ mekanisme penyeleksian dan pendelegasian atau penyerahan
kedaulatan kepada orang atau partai yang dipercayai.
         Menurut Harris G. Warren dan kawan-kawan,
Pemilu merupakan: “Elections are the accostions when citizens choose their officials
and cecide, what they want the government to do. ng these decisions citizens determine what
rights they want to have and keep.”
         Menurut Ali Moertopo
Pada hakekatnya, pemilu adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankn
kedaulatannya sesuai dengan azas yang bermaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Pemilu itu
sendiri pada dasarnya adalah suatu Lembaga Demokrasi yang memilih anggota-anggota
perwakilan rakyat dalam MPR, DPR, DPRD, yang pada gilirannya bertugas untuk bersama-
sama dengan pemerintah, menetapkan politik dan jalannya pemerintahan negara.
         Menurut Suryo Untoro
Bahwa Pemilihan Umum (yang selanjutnya disingkat Pemilu) adalah suatu pemilihan
yang dilakukan oleh warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih, untuk memilih
wakil-wakilnya yang duduk dalam Badan Perwakilan Rakyat, yakni Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I dan Tingkat II (DPRD I dan
DPRD II).

B. Pengertian Sistem Pemilu


Dieter Nohlen mendefinisikan sistem pemilihan umum dalam 2 pengertian, dalam arti
luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, sistem pemilihan umum adalah “…. segala proses
yang berhubungan dengan hak pilih, administrasi pemilihan dan perilaku pemilih." Lebih
lanjut Nohlen menyebutkan pengertian sempit sistem pemilihan umum adalah “… cara
dengan mana pemilih dapat mengekspresikan pilihan politiknya melalui pemberian suara, di
mana suara tersebut ditransformasikan menjadi kursi di parlemen atau pejabat publik."
Definisi lain dari sistem pemilihan umum dikemukakan oleh Matias Iaryczower and
Andrea Mattozzi dari California Institute of Technology. Menurut mereka, yang dimaksud
dengan sistem pemilihan umum adalah “… menerjemahkan suara yang diberikan saat Pemilu
menjadi sejumlah kursi yang dimenangkan oleh setiap partai di dewan legislatif nasional.
Dengan memastikan bagaimana pilihan pemilih terpetakan secara baik dalam tiap kebijakan
yang dihasilkan, menjadikan sistem pemilihan umum sebagai lembaga penting dalam
demokrasi perwakilan."

Melalui dua definisi sistem pemilihan umum yang ada, dapat ditarik konsep-konsep dasar
sistem pemilihan umum seperti:
Transformasi suara menjadi kursi parlemen atau pejabat publik, memetakan
kepentingan masyarakat, dan keberadaan partai politik. Sistem pemilihan umum yang baik
harus mempertimbangkan konsep-konsep dasar tersebut.
C. Pengertian dan Konsep dari Partisipasi Politik
Pertisipasi politik pada dasarnya merupakan bagian dari budaya politik, disebabkan
keberadaan struktur-struktur politik di dalam masyarakat, seperti partai politik, kelompok
kepentingan, kelompok penekan dan juga media masa yang kritis dan aktif. Hal ini
merupakan satu indikator adanya keterlibatan rakyat dalam kehidupan politik (partisipan).
Sementara itu pengertian dari partisipasi politik itu sendiri merupakan kegiatan seseorang
atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan
jalan memilih pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi
kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan
suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat, mengaadakan hubungan (contacting) atau
lobbying dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen, menjadi anggota partai salah
satu gerakan sosial dengan direct actionnya dan sebagainya
Selain itu juga partisipasi dapat diartikan sebagai salah satu aspek penting
demokrasi. Partisipasi merupakan taraf partisipasi politik warga masyarakat dalam kegiatan-
kegiatan politik baik yang bersifat aktif maupun pasif dan bersifat langsung maupun yang
bersifat tidak langsung guna mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Wahyudi Kumorotomo mengatakan

“Partisipasi adalah berbagai corak tindakan massa maupun individual yang


memperlihatkan adanya hubungan timbale balik antara pemerintah dan warganya.”

Lebih jauh dia mengingatkan bahwa secara umum corak partisipasi warga negara
dibedakan menjadi empat macam, yaitu : pertama, partisipasi dalam pemilihan (electoral
participation), kedua, partisipasi kelompok (group participation), ketiga, kontak antara warga
negara dengan warga pemerintah (citizen government contacting) dan keempat, partisipasi
warga negara secara langsung.
Untuk memperjelas konsep arti dari partai politik, para ahli merumuskan beberapa
rumusan tentang pengertian partisipasi politik sebagai berikut :
1)      Herbert McClosky (dalam International Encyclopedia of The Social Science)
Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui
mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung
terlibat dalam proses pembentukan kebijaksanaan umum
2)      Huntington dan Nelson
Partisipasi politik adalah kegiatan warga negara preman (private citizen) yang
bertujuan mempengaruhi pengambilan kebijakan oleh pemerintah yang memiliki beberapa
indikator sebagai berikut :
         Partisipasi politik menyangkut kegiatan-kegiatan dan bukan sikap-sikap.
         Subyek partisipasi politik adalah warga negara preman (private citizen) atau orang per orang
dalam peranya sebagai warga negara biasa, bukan orang-orang profesional di bidang politik.
         Kegiatan dalam partisipasi politik adalah kegiatan untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan pemerintah dan ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah yang mempunyai
wewenang politik
         Partisipasi politik mencakup semua kegiatan mempengaruhi pemerintah, terlepas apakah
tindakan itu mempunyai efek ataupun tidak.
         Partisipasi politik menyangkut partisipasi otonom dan partisipasi dimobilisasikan.

3) Prof. Mirian Budiharjo dalam Dasar-dasar Ilmu Politik.


Partisipasi politik merupakan kegiatan seseorang dalam partai politik. Partisipasi
politik mencakup semua kegiatan sukarela melalui mana seseorang turut serta dalam proses
pemilihan pemimpin-pemimpin politik dan turut serta secara langsung atau tidak langsung
dalam pembentukan kebijakan umum. Indikatornya adalah berupa kegiatan individu atau
kelompok yang bertujuan untuk ikut aktif dalam kehidupan berpolitik, memilih pemimpin
publik atau mempengaruhi kebijakan publik.

4) Gabriel Almond (2004:26)


Partisipasi politik hanya terbatas pada kegiatan sukarela saja yaitu kegiatan yang
dilakukan tanpa paksan atau tekanan dari siapapun.

5) Milbiath (2001:143)
Menjelaskan partisipasi sebagai dimensi utama stratifikasi sosial. Dia membagi
partisipasi politik menjadi empat bagian yaitu:
a.       Pemimpin Politik
Pemimpin politik adalah pemegang kekuasaan yang memiliki legitimasi secara absah dari
warga masyarakat. Pemimpin politik ini selalu memberikan perlindungan terhadap
masyarakat sebagai objek kekuasaan.
b.      Aktivis Politik
Aktivis politik adalah orang-orang yang selalu menghadiri setiap kegiatan politik
c.       Komunikator
Komunikator adalah orang yang menerima dan menyampaikan ide, sikap dan informasi
politik lainnya kepada orang lain.
d.      Warga Negara
Warga negara adalah semua individu maupun kelompok yang turun serta dalam agenda
politik
Partisipasi politik erat sekali kaitannya dengan kesadaran politik, karena semakin
sadar bahwa dirinya diperintah, orang kemudian menuntut diberikan hak bersuara dalam
penyelenggaraan pemerintah. Di negara-negara demokrasi umumnya dianggap baha lebih
banyak partisipasi masyarakat maka lebih baik, sebaliknya tingkat partisipasi yang rendah
pada umumnya dianggap sebagai tanda yang kurang baik, karena dapat ditafsirkan bahwa
banyak warga tidak menaruh perhatian terhadap masalah kenegaraan.

D. Bentuk-bentuk Partisipasi Politik


Perilaku politik seseorang dapat dilihat dari bentuk partisipasi politik yang
dilakukannya. Bentuk partisipasi politik dilihat dari segi kegiatan dibagi menjadi dua, yaitu:

a.       Partisipasi aktif


Merupakan bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi masukan dan keluaran suatu sistem
politik. Misalnya, kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakana umum,
mengajukan alternatif kebijakan umum yang berbeda dengan kebijakan pemerintah,
mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan, membayar pajak,
dan ikut srta dalam kegiatan pemilihan pimpinan pemerintahan.
b.      Partisipasi Pasif
Merupakan bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi keluaran suatu sistem politik.
Misalnya, kegiatan mentaati peraturan/perintah, menerima, dan melaksanakan begitu saja
setiap keputusan pemerintah.
Ditingkat individu, secara lebih spesifik Milbrarth M.L. Goel mengidentifikasi tujuh
bentuk partisipasi politik individual .

No Bentuk Partisipasi Keterangan


1 Aphatetic Inactuves Tidak beraktifitas yang partisipatif, tidak pernah
memilih.
2 Passive Supporters Memilih secara reguler/teratur, menghadiri
parade patriatik,
membayar seluruh pajak, “mencintai negara”.
3 Contact Specialist Pejabat penghubung lokal (daerah), propinsi dan
nasional dalam masalah-masalah tertentu.
4 Communicators Mengikuti informasi-informasi politik, terlibat
dalam diskusi-diskusi, menulis surat pada editor
surat kabar, mengirim pesan-pesan dukungan
dan protes terhadap pemimpin-pemimpin politik.
5 Party and campign Bekerja untuk partai politik atau kandidat,
workers
meyakinkan orang lain tentang bagaimana
memilih, menghadiri pertemuan-pertemuan,
menyumbang uang pada partai politik atau
kandidat, bergabung dan mendukung partai
politik, dipilih jadi kandidat partai politik.
6 Community activitis Bekerja dengan orang lain berkaitan dengan
masalah-masalah lokal, membentuk kelompok
untuk menangani problem-problem lokal,
keanggotaan aktif dalam organisasi-organisasi
kemasyara-katan, melakukan kontak terhadap
pejabat-pejabat berkenan dengan isu-isu sosial.
7 Protesters Bergabung dengan demonstrasi-demonstrasi
publik di jalanan, melakukan kerusuhan bila
perlu, melakukan protes keras bila pemerintah
melakukan sesuatu yang salah, menghadapi
pertemuan-pertemuan protes, menolak mematuhi
aturan-aturan.

Dari berbagai aktivitas-aktivitas ini, kita bisa melihat keberagaman aktivitas dalam
partisipasi politik. Dari hal yang paling sederhana hingga yang kompleks, dari bentuk-bentuk
yang mengedepankan kondisi damai sampai tindakan-tindakan kekerasan. Namun seluruh
aktivitas ini termasuk dalam kerangka partisipasi politik, setiap tindakan yang berhadapan
dengan pembuat dan pelaksana kebijakan, dan partisipan terlibat untuk mempengaruhi
jalannya proses tersebut agar sesuai kepentingan dan aspirasinya

E. Faktor pendukung dan penghambat partisipasi pemilu


a.       Faktor pendukung dari partisipasi politik
1.      Pendidikan politik
Menurut Ramdlon Naning, pendidikan politik merupakan usaha untuk memasyarakatkan
politik dalam, arti mencerdaskan kehidupan politik, meningkatkan kesadaran setiap warga
negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta meningkatkan kepekaan dan
kesadaran rakyat terhadap hak, kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap berbangsa dan
bernegara.
2.      Kesadaran politik
Menurut Drs. M. Taupan, kesadaran politik merupakan suatu proses batin yang menampakan
keinsafan dari setiap warga negara akan urgensi kenegaraan dalam kehidupan masyarakat dan
bernegara, kesadaran politik atau keinsafan hidup bernegara menjadi penting dalam
kehidupan bernegara menjadi penting dalam kehidupan kenegaraan, mengingat tugas-tugas
negara bersifat menyeluruh dan kompleks sehingga tanpa dukungan positif dari seluruh
warga masyarakat, tugas-tugas negara banyak yang terbengkalai.
3.      Sosialisasi politik
Sosialisasi politik merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses dengan
jalan mana orang belajar tentang politik dan mengembangkan orientasi pada politik. Adapun
alat yang dapat dijadikan sebagai perantara atau sasran dalam sosialisasi olitik yakni :
keluarga, sekolah, serta partai politik

b.      Faktor penghambat partisipasi politik


Banyak hal yang menyebabkan banyak orang tidak ikut berpartisipasi dalam politik yakni :
1.      Apatis (masa bodoh) hal ini dapat diartikan sebagai tidak adanya perhatian seseorang
terhadap oranglain, situasi atau gejala-gejala.
2.      Sisisme, menurut Agger sinisme dapat diartikan sebagai “kecurigaan yang busuk dari
manusia”, dalam hal ini dia melihat bahwa politik adalah urusan kotor, tidak dapat dipercaya,
dan menganggap partisipasi plitik dalam bentuk apapui itu sia-sia dan tidak ada hasilnya.
3.      Alienas, menurut Lane Alienase merupakan suatu perasaan keterasingan seseorang dari
politik mengenai pemerintah dan politik bangsa yang dilakukan oleh orang lain untuk orang
lain tidak adil.
4.      Anomie, menurut Lane Anomie merupakan suatu perasaan kehidupan nilai dan ketiadaan
awal dengan kondisi orang individu mengalami perasaan ketidakefektifan dan bahwa para
penguasa bersikap tidak peduli yang mengakibatkan devaluasi dari tujuan-tujuan dan
hilangnya urgensi untuk bertindak.

F. Prinsip Pemilu yang Demokratis


Suatu pemilu yang demokratis mempunyai beberapa ciri-ciri sebagai berikut :
1.      Dilaksanakan oleh Lembaga Penyelenggara Pemilu (Jajaran KPU dan Jajaran BAWASLU)
yang mandiri dan bebas intervensi dari pihak manapun.
2.      Dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
3.      Semua tahapan dilaksanakan secara demokratis, prosedural, transparan dan akuntabel.
4.      Pemerintah dan jajarannya menjaga integritas dan netralitas.
5.      Melindungi dan menjaga kesamaan hak pemilih dengan prinsip satu suara mempunyai nilai
yang sama (one person, one vote dan one value).
Selain prinsip-prinsip yang sudah dijelaskan diatas, dalam manifesto dan deklarasi
tentang kriteria pemilu yang bebas dan adil yang telah diterima oleh Dewan Antar Parlemen
dijelaskan tentang beberapa hal pokok sebagai berikut:
1.      Setiap pemilih mempunyai hak memberikan suara dalam Pemilu tanpa diskriminasi.
2.      Setiap pemilih mempunyai hak mendapatkan akses informasi yang efektif, tidak berpihak
dan tidak diskriminatif.
3.      Tidak seorang pun warga yang memilih hak dapat dicegah haknya untuk memberikan suara
atau didiskualifikasi untuk mendaftar sebagai pemilih, kecuali sesuai kriteria obyektif yang
ditetapkan undang-undang.
4.      Setiap orang yang ditolak haknya untuk memilih atau untuk didaftarkan sebagai pemilih
berhak naik banding ke pihak yang berwenang untuk meninjau keputusan itu dan untuk
mengoreksi kesalahan secara cepat dan efektif.
5.      Setiap pemilih mempunyai hak dan akses yang sama pada tempat pemungutan suara untuk
dapat mewujudkan hak pilihnya.
6.      Setiap pemilih dapat menentukan haknya sama dengan orang lain dan suaranya mempunyai
nilai yang sama dengan suara pemilih yang lain.
7.      Setiap pemilih mempunyai hak memberikan suara secara rahasia adalah mutlak dan tidak
boleh dihalangi dengan cara apapun.
G. Partisipasi masyarakat dalam Politik Pemilihan
Di Indonesia berpartisipasi dalam pemilihan umum merupakan tindakan yang dijamin oleh
negara, hal tersebut tercantum dalam UUD 1945 pasal 28 yang berbunyi “ kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan sebagainya ditetapkan
dengan undang-undang”.
Ada beberapa alasan mengapa tingkat status sosial-ekonomi berkorelasi dengan
kehadiran atau ketidakhadiran pemilih pada saat Pemilu, yaitu :
1.      Jenis Pekerjaan
Pekerjaan-pekerjaan tertentu lebih mengahargai partisipasi warga. Para pemilih yang
bekerja di lembaga-lembaga sektor-sektor yang berkaitan langsung dengan kebijakan
pemerintah cenderung lebih tinggi tingkat kehadiran dalam pemilu dibanding para pemilih
yang bekerja pada lembaga-lembaga atau sektor-sektor yang tidak mempunyai kaitan
langsung dengan kebijakan-kebijakan pemerintah. Para pegawai negeri atau pensiunan,
menunjukkan tingkat kehadiran memilih lebih tinggi dibanding dengan yang lain. Sebab,
mereka sering terkena langsung dengan kebijakan pemerintah, seperti misalnya kenaikan gaji,
pemutusan hubungan kerja, dan sebagainya. Begitu pula para pensiunan yang sangat
berkepentingan langsung dengan berbagai kebijakan pemerintah, khususnya tentang besarnya
tunjangan pensiun kesehatan, kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan lainnya.

2.      Tingkat Pendidikan


Tingkat pendidikan dapat dikatakan turut mempengaruhi perilaku pemilih masyarakat
di Kecamatan Medan Amplas. Faktor pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk
diperhatikan, sebab pendidikan sebagai suatu kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan
seseorang dalam menganalisa teori serta mampu untuk menentukan keputusan dalam
persoalan-persoalan untuk mencapai tujuan menjadi faktor yang penting bagi masyarakat
sebagai pelaku partisipasi aktif dalam pemilihan. Karena semakin tinggi pendidikan
seseorang, maka ketajaman dalam menganalisa informasi tentang politik dan persoalan-
persoalan sosial yang diterima semakin meningkat dan menciptakan minat dan
kemampuannya dalam berpolitik.

3.      Pengaruh Keluarga


Keluarga juga memberikan pengaruh yang cukup besar pada masyarakat dalam hal
tidak ikut memilih pada Pemilu Legislatif, kuatnya pengaruh pimpinan keluarga (ayah) dalam
menentukan pilihan politik keluarga. Secara umum apabila kepala keluarga (ayah) tidak ikut
memilih akan memberikan pengaruh kepada anggota keluarga lainnya untuk tidak ikut
memilih.

BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
Pertisipasi politik pada dasarnya merupakan bagian dari budaya politik, disebabkan
keberadaan struktur-struktur politik di dalam masyarakat, seperti partai politik, kelompok
kepentingan, kelompok penekan dan juga media masa yang kritis dan aktif. Hal ini
merupakan satu indikator adanya keterlibatan rakyat dalam kehidupan politik (partisipan).
Sementara itu pengertian dari partisipasi politik itu sendiri merupakan kegiatan seseorang
atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan
jalan memilih pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi
kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan
suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat, mengaadakan hubungan (contacting) atau
lobbying dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen, menjadi anggota partai salah
satu gerakan sosial dengan direct actionnya dan sebagainya
Selain itu juga partisipasi dapat diartikan sebagai salah satu aspek penting
demokrasi. Partisipasi merupakan taraf partisipasi politik warga masyarakat dalam kegiatan-
kegiatan politik baik yang bersifat aktif maupun pasif dan bersifat langsung maupun yang
bersifat tidak langsung guna mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai