Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL


Paper ini Disusun Sebagai Satu Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik
Senior Bagian Ilmu obstetri dan ginekologi Rumah Umum Sakit Haji Medan

Disusun oleh:
Berlian
102119087

Pembimbing
Dr.Ahmad Khuwailid, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR DEPARTEMEN ILMU OBSTETRI


& GINECOLOGY RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya sehingga Paper ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya dengan judul
“PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL”.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dara cara penulisannya, penggunaan tata bahasa, dan dalam
penyajiannya sehingga penulis menerima saran dan kritik konstruktif dari semua pihak.
Namun terlepas dari semua kekurangan yang ada, semoga dapat bermanfaat bagi
pembacanya.
Penulis tak lupa pula mengucapkan terima kasih kepada dr. Ahmad khuwailid,
Sp.OG yang telah membimbing dan mengarahkan kami dalam menyelesaikan refarat ini.
Penulis juga berterima kasih kepada rekan-rekan yang telah bekerja sama membantu
menyusun paper ini.
Akhirnya semoga paper ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan,
khususnya di bidang kedokteran. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, Aamiin

Medan, agustus 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULIAN.........................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2


B. Definisi .................................................................................................................3
C. Etiologi..................................................................................................................5
D. Patologi ................................................................................................................6
E. Gambaran klinik ................................................................................................7
F. Diagnosis ..............................................................................................................9
G. Penanganan .........................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dewasa ini perempuan menghadapi berbagai permasalahan. Salah satu


permasalahan yang dihadapi seorang perempuan adalah gangguan haid.
Gangguan haid ini mempunyai manifestasi klinis yang bermacam – macam
tergantung kondisi serta penyakit yang dialami seorang perempuan.
Menomethorragi merupakan suatu manifestasi klinis gangguan haid seorang
perempuan dimana jumlah atau volume serta lamanya periode menstruasi lebih
lama dari biasanya.

Gangguan perdarahan uterus abnormal merupakan suatu penyakit, dimana


salah satunya adalah Disfungsional Uterine Bleeding. Disfungsional uterine
bleeding merupakan suatu perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya
dengan sebab organik, dimana terjadi perdarahan abnormal di dalam atau diluar
siklus haid oleh karena gangguan mekanisme kerja poros hipotalamus-hipofisis-
ovarium-endometrium. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur
antara menarche dan menopause. Tetapi, kelainan ini lebih sering dijumpai
sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga dari
wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional
berumur diatas 40 tahun, dan 3 % di bawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek
banyak dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi
karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan
di rumah sakit. Klasifikasi jenis endometrium yaitu jenis sekresi atau nonsekresi
sangat penting dalam hal menentukan apakah perdarahan yang terjadi jenis
ovulatoar atau anovulatoar.

Adapun gambaran terjadinya perdarahan uterus disfungsional antara lain


perdarahan sering terjadi setiap waktu dalam siklus haid. Perdarahan dapat
bersifat sedikit-sedikit, terus-menerus atau banyak dan berulang-ulang dan
biasanya tidak teratur. Penyebab perdarahan uterus disfungsional sulit diketahui

1
2

dengan pasti tapi biasanya dijumpai pada sindroma polikistik ovarii, obesitas,
imaturitas dari poros hipotalamik-hipofisis-ovarium, misalnya pada masa
menarche, serta ganguan stres bisa mengakibatkan manifestasi penyakit ini.

Diagnosis perdarahan uterus disfungsional memerlukan suatu anamnesis


yang cermat. Karena dari anamnesis yang teliti tentang bagaimana mulainya
perdarahan, apakah didahului oleh siklus yang pendek atau oleh
oligomenorea/amenorea, sifat perdarahan, lama perdarahan, dan sebagainya.
Selain itu perlu juga latar belakang keluarga serta latar belakang emosionalnya.
Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda – tanda yang menunjukkan ke
arah kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit menahun dan
lain – lain. Pada pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan
– kelainan organik yang menyebabkan perdarahan abnormal ( polip, ulkus, tumor,
kehamilan terganggu ). Pada seorang perempuan yang belum menikah biasanya
tidak dilakukan kuretase tapi wanita yang sudah menikah sebaiknya dilakukan
kuretase untuk menegakkan diagnosis. Pada pemeriksaan histopatologi biasanya
didapatkan endometrium yang hiperplasia.

Penanganan atau penatalaksanaan perdarahan uterus disfungsional sangat


komplek, jadi sebelum memulai terapi harus disingkirkan kemungkinan kelainan
organik. Adapun tujuan penatalaksaan perdarahan uterus disfungsional adalah
menghentikan perdarahan serta memperbaiki keadaan umum penderita. Terapi
yang dapat diberikan antara lain kuretase pada panderita yang sudah menikah,
tetapi pada penderita yang belum menikah biasanya diberikan terapi secara
hormonal yaitu dengan pemberian estrogen, progesteron, maupun pil kombinasi.
Adapun tujuan pemberian hormonal progesteron adalah untuk memberikan
keseimbangan pengaruh pemberian estrogen. Dan pemberian pil kombinasi
bertujuan merubah endometrium menjadi reaksi pseudodesidual.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Perdarahan uterus abnormal termasuk didalamnya adalah perdarahan

menstruasi abnormal, dan perdarahan akibat penyebab lain seperti kehamilan,

penyakit sistemik, atau kanker. Diagnosis dan manajemen dari perdarahan uterus

abnormal saat ini menjadi sesuatu yang sulit dalam bidang ginekologi. Pasien

mungkin tidak bisa melokalisir sumber perdarahan berasal dari vagina, uretra, atau

rektum. Pada wanita menyusui, komplikasi kehamilan harus selalu dipikirkan, dan

perlu diingat adanya dua keadaan sangat mungkin terjadi secara bersamaan (misal

mioma uteri dan kanker leher rahim).

1. Klasifikasi PUA berdasarkan jenis pendarahan.

a. Pendarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai pendarahan haid

yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan segera untuk mencegah

kehilangan darah. Pendarahan uterus abnormal akut dapat terjadi pada

kondisi PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya.

b. Pendarahan uterus abnormal kronik merupakan terminologi untuk

pendarahan uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi

ini biasanya tidak memerlukan penanganan yang segera seperti PUA akut.

c. Pendarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan pendarahan

haid yang terjadi diantara 2 siklus haid yang teratur. Pendarahan dapat

3
4

terjadi kapan saja atau dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap siklus.

Istilah ini ditujukan untuk menggantikan terminologi metroragia.

2. Klasifikasi PUA berdasarkan penyebab pendarahan

Klasifikasi utama PUA berdasarkan FIGO dapat dilihat pada bagan 2Sistem

klasifikasi ini telah disetujui oleh dewan eksekutif FIGO sebagai sistem

klasifikasi PUA berdasarkan FIGO. Terdapat 9 kategori utama yang disusun

berdasarkan akronim “PALM-COEIN”.

a. Kelompok “PALM” adalah merupakan kelompok kelainan struktur

penyebab PUA yang dapat dinilai dengan berbagai teknik pencitraan dan

atau pemeriksaan histopatologi.

b. Kelompok “COEIN” adalah merupakan kelompok kelainan non

struktur penyebab PUA yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan

atau histopatologi.

PUA terkait dengan penggunaan hormon steroid seks eksogen, AKDR, atau

agen sistemik atau lokal lainnya diklasifikasikan sebagai “iatrogenik”.


5

Keterangan:

a. Polip (PUA-P)

Polip adalah pertumbuhan endometrium berlebih yang bersifat lokal

mungkin tunggal atau ganda, berukuran mulai dari beberapa milimeter

sampai sentimeter. Polip endometrium terdiri dari kelenjar, stroma, dan

pembuluh darah endometrium.

b. Adenomiosis (PUA-A)

Merupakan invasi endometrium ke dalam lapisan miometrium,

menyebabkan uterus membesar, difus, dan secara mikroskopik tampak

sebagai endometrium ektopik, non neoplastik, kelenjar endometrium, dan

stroma yang dikelilingi oleh jaringan miometrium yang mengalami

hipertrofi dan hiperplasia.

c. Leiomioma uteri (PUA-L)


6

Leiomioma adalah tumor jinak fibromuscular pada permukaan

myometrium. Berdasarkan lokasinya, leiomioma dibagi menjadi:

submukosum, intramural, subserosum.

d. Malignancy and hyperplasia (PUA-M)

Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan abnormal berlebihan

dari kelenjar endometrium. Gambaran dari hiperplasi endometrium dapat

dikategorikan sebagai: hiperplasi endometrium simpleks non atipik dan

atipik, dan hiperplasia endometrium kompleks non atipik dan atipik.

e. Coagulopathy (PUA-C)

Terminologi koagulopati digunakan untuk merujuk kelainan

hemostasis sistemik yang mengakibatkan PUA.

f. Ovulatory dysfunction (PUA-O)

Kegagalan terjadinya ovulasi yang menyebabkan ketidakseimbangan

hormonal yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan uterus abnormal.

g. Endometrial (PUA-E)

Pendarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan

siklus haid teratur akibat gangguan hemostasis lokal endometrium.

3. Pola dari perdarahan uterus abnormal


Penggolongan standar dari perdarahan abnormal dibedakan menjadi 7 pola:
a. Menoragia (hipermenorea) adalah perdarahan menstruasi yang banyak dan
memanjang. Adanya bekuan-bekuan darah tidak selalu abnormal, tetapi
dapat menandakan adanya perdarahan yang banyak. Perdarahan yang
‘gushing’ dan ‘open-faucet’ selalu menandakan sesuatu yang tidak lazim.
Mioma submukosa, komplikasi kehamilan, adenomiosis, IUD, hiperplasia
7

endometrium, tumor ganas, dan perdarahan disfungsional adalah penyebab


tersering dari menoragia.
b. Hipomenorea (kriptomenorea) adalah perdarahan menstruasi yang sedikit,
dan terkadang hanya berupa bercak darah. Obstruksi seperti pada stenosis
himen atau serviks mungkin sebagai penyebab. Sinekia uterus (Asherman’s
Syndrome) dapat menjadi penyebab dan diagnosis ditegakkan dengan
histerogram dan histeroskopi. Pasien yang menjalani kontrasepsi oral
terkadang mengeluh seperti ini, dan dapat dipastikan ini tidak apa-apa.
c. Metroragia (perdarahan intermenstrual) adalah perdarahan yang terjadi
pada waktu-waktu diantara periode menstruasi. Perdarahan ovulatoar terjadi
di tengah-tengah siklus ditandai dengan bercak darah, dan dapat dilacak
dengan memantau suhu tubuh basal. Polip endometrium, karsinoma
endometrium, dan karsinoma serviks adalah penyebab yang patologis. Pada
beberapa tahun administrasi estrogen eksogen menjadi penyebab umum
pada perdarahan tipe ini.
d. Polimenorea berarti periode menstruasi yang terjadi terlalu sering. Hal ini
biasanya berhubungan dengan anovulasi dan pemendekan fase luteal pada
siklus menstruasi.
e. Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi pada interval yang
iregular. Jumlah dan durasi perdarahan juga bervariasi. Kondisi apapun yang
menyebabkan perdarahan intermenstrual dapat menyebabkan
menometroragia. Onset yang tiba-tiba dari episode perdarahan dapat
mengindikasikan adanya keganasan atau komplikasi dari kehamilan.
f. Oligomenorea adalah periode menstruasi yang terjadi lebih dari 35 hari.
Amenorea didiagnosis bila tidak ada menstruasi selama lebih dari 6 bulan.
Volume perdarahan biasanya berkurang dan biasanya berhubungan dengan
anovulasi, baik itu dari faktor endokrin (kehamilan, pituitari-hipotalamus)
ataupun faktor sistemik (penurunan berat badan yang terlalu banyak).
Tumor yang mengekskresikan estrogen menyebabkan oligomenorea
terlebih dahulu, sebelum menjadi pola yang lain.
8

g. Perdarahan kontak (perdarahan post-koitus) harus dianggap sebagai


tanda dari kanker leher rahim sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Penyebab lain dari perdarahan kontak yang lebih sering yaitu servikal eversi,
polip serviks, infeksi serviks atau vagina (Tichomonas) atau atropik
vaginitis. Hapusan sitologi negatif tidak menyingkirkan diagnosis kanker
serviks invasif, kolposkopi dan biopsi sangat dianjurkan untuk dilakukan.
4. Perdarahan Bukan Haid
Yang dimaksudkan disini ialah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2
haid. Perdarahan itu tampak terpisahdan dapat dibedakan dari haid, atau 2 jenis
perdarahan ini menjadi satu; yang pertama dinamakan metroragia,yang kedua
menometroragia. Metroragia atau menometroragia dapat disebabkan oleh
kelainan organik pada alat genital atau oleh kelainan fungsional.
B. Etiologi
1. Sebab-sebab organik

Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada:

a. Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada
porsio uteri, karsinoma servisis uteri.
b. Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus iminens, abortus sedang
berlangsung, abortus inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma,
subinvolusio uteri, karsinoma korporis uteri, sarkoma uteri, mioma uteri.
c. Falopii, seperti kehamilan ektoplik terganggu, radang tuba, tumor tuba.
d. Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.
2. Sebab-sebab fungsional

Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik,
dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada
setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi , kelainan ini lebih sering
dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga dari
wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur
diatas 40 tahun, dan 3% dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek banyak
9

dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena
keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah
sakit.
C. Patologifisologi
Schröder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus dan
ovarium pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan
yang dinamakan metropatia hemoragika terjadi karena persistensi folikel yang
tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum.
Akibatnya, terjadilah hiperplasia endometrium karena stimulasi estrogen yang
berlebihan dan terus–menerus.
Penjelasan ini masih dapat diterima untuk sebagian besar kasus-kasus
perdarahan disfungsional.Akan tetap penelitian menunjukkan pula bahwa
perdarahan disfungsional dapat ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis
endometrium, yakni endometrium atrofik, hiperplastik, proliferatif, dan sekretoris,
dengan endometrium jenis nonsekresi merupakan bagian terbesar.

Gambar 1. Siklus Menstruasi Manusia


10

Pembagian endometrium dalam endometrium jenis nonsekresi dan


endometrium jenis sekresi penting artinya, kakarena dengan dengan demikian dapat
dibedakan perdarahan yang anovulatoar dan yang ovulatoar. Klasifikasi ini
mempunyai nilai klinik karena kedua jenis perdarahan disfungsional ini
mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan memerlukan penanganan yang
berbeda.
Pada perdarahan disfungsional yang ovulatoar gangguan dianggap berasal
dari faktor-faktor neuromuskular, vasomotorik, atau hematologik, yang
mekanismenya belum seberapa dimengerti, sedangkan perdarahan anovulatoar
biasanya dianggap bersumber pada gangguan endokrin
D. Gambaran Klinik
1. Perdarahan Ovulatoar
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional
dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk
menegakkan diagnosis perdarahan ovulatoar, perlu dilakukan kerokan pada
masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus
haid tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal
dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari
endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan
sebagai etiologinya:
a. Korpus luteum persistens; dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang
bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari
kehamilan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan panggul
sering menunjukkan banyak persamaan antara keduanya. Korpus luteum
persistens dapat pula menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur
(irregular shedding). Diagnosis irregular shedding dibuat dengan kerokan
yang tepat pada waktunya, yakni menurut Mc Lennon pada hari ke-4
mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe
sekresi disamping tipe nonsekresi.
11

b. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting,


menoragia, atau polimenore. Dasarnya ialah kurangnya produksi
progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing factor. Diagnosis
dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan
gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang
bersangkutan.
c. Apopleksia uteri : pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya
pembuluh darah dalam uterus.
d. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan
dalam mekanisme pembekuan darah.
2. Perdarahan anovulatoar
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan
menurunnya kadar estrogen dibawah tingkta tertentu, timbul perdarahan yang
kadang-kadang bersifat siklis, kadang-kadang tidak teratur sama sekali.
Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut-pautnya dangan jumlah folikel yang
pada suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen
sebelum mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikel-folikel baru.
Endometrium dibawah pengaruh estrogen tumbuh terus, dan dari
endometrium yang mula-mula proliferatif dapat terjadi endometrium bersifat
hiperplasia kistik. Jika gambaran itu dijumpai pada sediaan yang diperoleh
dengan kerokan, dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat
anovulatoar.
Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu dalam
kehidupan menstrual seorang wanita, namun hal ini paling sering terdapat pada
masa pubertas dan pada masa pramenopause. Pada masa pubertas sesudah
menarche, perdarahan tidak normal disebabkan oleh gangguan atau
terlambatnya proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa
pembuatan Releasing Factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada
wanita dalam masa pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak
selalu berjalan lancar.
12

Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada
harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi
ovulatoar, pada seorang wanita dewasa dan terutama dalam masa pramenopause
dengan perdarahab tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan
ada tidaknya tumor ganas.
Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan
penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang
menahun, tumor-tumor ovarium, dan sebagainya.1,5 Akan tetapi, disamping itu,
terdapat banyak wanita dengan perdarahan disfungsional tanpa adanya penyakit-
penyakit tersebut diatas. Dalam hal ini stress yang dialami dalam kehidupan
sehari-hari, baik didalam maupun di luar pekerjaan, kejadian-kejadian yang
mengganggu keseimbangan emosional seperti kecelakaan, kematian dalam
keluarga, pemberian obat penenang terlalu lama, dan lain-lain, dapat
menyebabkan perdarahan anovulatoar. Biasanya kelinan dalam perdarahan ini
hanya untuk sementara waktu saja.

E. Diagnosis
Pembuatan anamnesis yang cermat penting untuk diagnosis. Perlu
ditanyakan bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului siklus yang pendek
atau oleh oligomenorea/amenorea, sifat perdarahan (banyak atau sedikit-sedikit,
sakit atau tidak), lama perdarahan, dan sebagainya. Pada pemeriksaan umum perlu
diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk ke arah kemungkinan penyakit metabolik,
penyakit endokrin, penyakit menahun, dan lain-lain. Kecurigaan terhadap salah
satu penyakit tersebut hendaknya menjadi dorongan untuk melakukan pemeriksaan
dengan teliti ke arah penyakit yang bersangkutan. Pada pemeriksaan ginekologik
perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan organik, yang menyebabkan
perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu). Dalam hubungan
dengan pemeriksaan ini, perlu diketahui bahwa di negeri kita keluarga sangat
keberatan dilakukan pemeriksaan dalam pada wanita yang belum kawin, meskipun
kadang-kadang hal itu tidak dapat dihindarkan. Dalam hal ini dapat
13

dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan dengan menggunakan anestesia


umum.
Pada wanita dalam masa pubertas umumnya tidak perlu dilakukan kerokan
guna pembuatan diagnosis. Pada wanita berumur antara 20 dan 40 tahun
kemungkinan besar ialah kehamilan terganggu, polip, mioma submukosum, dan
sebagainya. Disini kerokan diadakan setelah dapat diketahui benar bahwa tindakan
tersebut tidak mengganggu kehamilan yang memberi harapan untuk diselamatkan.
Pada wanita dalam pramenopause dorongan untuk melakukan kerokan ialah untuk
memastikan ada tidaknya tumor ganas.

F. Penanganan

Kadang-kadang pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional sangat


banyak: dalam hal ini penderita harus istirahat baring dan diberi transfusi darah.
Setelah pemeriksaan ginekologik menunjukkan bahwa perdarahan berasal dari
uterus dan tidak ada abortus inkompletus, perdarahan untuk sementara waktu dapat
dipengaruhi dengan hormon steroid. Dapat diberikan:

1. Estrogen dalam dosis tinggi, supaya kadarnya dalam darah meningkat dan
perdarahan berhenti. Dapat diberikan secara intramuskulus dipropionas estradiol
2,5 mg, atau benzoas estradiol 1,5 mg, atau valeras estradiol 20 mg. Keberatan
terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.
2. Progesteron : pertimbangan disini ialah bahwa sebagian besar perdarahan
fungsional bersifat anovulatoar, sehingga pemberian progesteron mengimbangi
pengaruh estrogen terhadap endometrium. Dapat diberikan kaproas hidroksi-
progesteron 125 mg, secara intramuskulus, atau dapat diberikan per os sehri
norethindrone 15 mg atau asetas medroksi-progesterone (Provera) 10 mg, yang
dapat diulangi. Terapi ini berguna pada wanita dalam masa pubertas.

Androgen mempunyai efek baik terhadap perdarahan disebabkan oleh


hiperplasia endometrium. Terapi ini tidak dapat diselenggarakan terlalu lama
14

mengingat bahaya virilisasi. Dapat diberikan proprionas testosteron 50 mg


intramuskulus yang dapat diulangi 6 jam kemudian. Pemberian metiltestosteron per
os kurang cepat efeknya.

Kecuali pada wanita dalam masa pubertas, terapi yang paling baik ialah dilatasi
dan kerokan. Tindakan ini penting, baik untuk terapi maupun diagnosis. Dengan
terapi ini banyak kasus perdarahan tidak terulang lagi. Apabila ada penyakit
metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, dan lain-lain yang menjadi sebab
perdarahan, tentulah penyakit itu harus ditangani.

Apabila setelah dilakukan kerokan perdarahan disfungsional timbul lagi, dapat


diusahakan terapi hormonal. Pemberian estrogen saja kurang bermanfaat karena
sebagian besar perdarahan disfungsional disebabkan oleh hiperestrinisme.
Pemberian progesteron saja berguna apabila produksi estrogen secara endogen
cukup.

Dalam hubungan dengan hal-hal tersebut diatas, pemberian estrogen dan


progesteron dalam kombinasi dapat dianjurkan; untuk keperluan ini pil-pil
kontrasepsi dapat digunakan. Terapi ini dapat dilakukan mulai hari ke-5 perdarahan
terus untuk 21 hari. Dapat pula diberikan progesteron untuk 7 hari, mulai hari ke-
21 siklus haid.

Androgen dapat berguna pula dalam terapi terhadap perdarahan disfungsional


yang berulang. Terapi per os umumnya lebih dianjurkan daripada terapi suntikan.
Dapat diberikan metiltestosteron 5 mg sehari; dalil dalam terapi androgen ialah
pemberian dosis yang sekecil-kecilnya dan sependek mungkin.

Terapi dengan klomifen, yang bertujuan untuk menimbulkan ovulasi pada


perdarahan anovulatoar, umumnya tidak seberapa banyak digunakan. Terapi ini
lebih tepat pada infertilitas dengan siklus anovulatoar sebagai sebab.
15

Sebagai tindakan yang terakhir pada wanita dengan perdarahan


disfungsional terus-menerus (walaupun sudah dilakukan kerokan beberapa kali, dan
yang sudah mempunyai anak cukup) ialah histerektomi.
16

PUD Perimenarche ( 10 – 15 tahun )


Px fisik umum Hb, trombosit
Px ginekologi

Singkirkan kelainan organik

Jenis perdarahan

Akut Kronis
Hematologi
Hb<8gr% Hb?gr%

Transfusi Normal Abnormal

Hentikan perdarahan Rujuk untuk penanganan


Pramarin 25 mg IV/5JAM hematologi

HEMATOLOGI

ABNORMAL NORMAL

Selama belum ada Lab rutin


pemeriksaan, cegah haid BMR
dengan Depoprovera 150
mg IM/2 minggu Normal Hipotiroid

3 minggu kemudian sitologi Rujuk


Endokrin peny.dalam
serial & hormonal darah

Obesitas, FSH, Anovulasi,


LH normal FSH, LH
anovulasi
Picu ovulasi (simak dengan
Konsultasi gizi SBB/progesterone darah)
(turunkan BB )

Picu ovulasi (simak dengan


SBB/progestone darah ) Gambar 2. Algoritme PUD Perimenarche
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

 Nama : Ny. H

 Usia : 47 Thn

 Agama : Islam

 Pendidikan : SMA

 Pekerjaan : Wirausaha

 Alamat : jl Tuasan , medan

 Tanggal masuk : 25 Agustus 2021

 No.RM : 083481

IDENTITAS SUAMI/WALI

 Nama : Tn. B

 Usia : 30 Tahun

 Agama : Islam

 Pendidikan : S1

 Pekerjaan : Wirausaha

17
II.ANAMNEIS

 Keluhan utama : Perdarahan memanjang dan banyak

 Telaah :

Keluhan dialami sejak 1 bulan ini. Darah yang keluar

berupa bercak menggumpal berwarna merah hingga

kecoklatan dengan frekuensi ganti doek 3-4 kali/hari.

Tidak dijumpai lender pada darah. Tidak dijumpai

nyeri abdomen. Tidak dijumpai perdarahan saat

koitus. Riwayat keputihan di jumpai. Penurunan nafsu

makan dan penurunan berat badan tidak dijumpai.

BAB dan BAK dalam batas normal

 RPT :-

 RPK :-

 RPO :-

 RAO :-

 Riwayat Menstruasi

 Menarche : Umur 12 tahun

 Siklus : 28 hari, teratur

 Lama : 4-6 hari

 Banyak darah : 2-3x ganti duk/hari

 Disminore :+

19
 Fluor albus :-

 Lainya :-

 Riwayat kebiasaan

 Nafsu makan :-

 BB turun :-

 merokok :-

 alkohol :-

 kebiasaan minum obat :-

 Riwayat perkawinan dan seksual

 Umur kawin istri :-

 Lama kawin :-

 Kemandulan :-

 vaginimus :-

 libido :-

 frekuensi koitus : 2-3 x / bulan

 dyspareunia :-

 KB :-

 Riwayat kehamilan dan persalinan :-

 Riwayat penyakit terdahulu

 anemia :-

 hipertensi :-
 penyakit ginjal :-

 rematik :-

 diabetes :

 tuberculosis :

 penyakit lainnya :

 riwayat operasi :

 riwayat abortus :

kebiasaan minum obat

II. PEMERIKSAAN FISIK

 Status Present

 Sensorium : Compos Mentis

 TD : 80/60 mmhg

 Nadi : 108x/i

 Pernapasan : 24x/i

 Suhu : 36,3 c

 TB : 156 cm

 BB : 88 Kg

 Status Generalisata

 Kepala : Dalam batas normal

 Leher : Benjolan (-) TVJ R-2 cm H2O, trache

medial

 Thorak : Dalam batas normal


 Abdomen : Pada pemeriksaan status obstetri

 Ekstremitas : Akral hangat, Edema (-) CRT 2 detik

 Status Obstetri

Pemeriksaan Luar

 Inpeksi : abdomen normal, tanda peradangan

(+), bekas luka operasi (-)

 Palpasi : nyeri tekan (-)

 Auskultasi : bising usus (+) 4 x/i

Pemeriksaan ginekologi ( inspekulo)

 Portio : Licin

 Erosi :-

 Ectropion :-

 laserasi :-

 ovula :-

 polip :-

 bunga kol (kondiloma) :-

 leukoplaki :-

 schiller test :-

III. DIAGNOSIS BANDING

 Pendaran uteus abnormal

 Endomtritis
 Mioma uteri

 adenomiosis

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Hasil Laboratorium

DARAH RUTIN NILAI NILAI RUJUKAN


Hemoglobin 11,7 g/dl 11,7-15,9 g/dl
Eritrosit 3,97 g/dl 3,6-5,2 g/dl
Leukosit 4000/ul 4.000-11.000/ul
Hematokrit 36,3 % 36-47 %
Trombosit 150000 150.000-450.000
MCV 86,7 80-100 fl
MCH 34,1 % 32-36 %
MCHC 29,5 26-34 dg
Eosinofil 1,3 % 1-3%
Basofil 0,2 % 0-1%
Neutrofil. Seg 55 % 53-57%
Limfosit 28,1 % 28-49%
Monosit 5,4 % 4-8%

V. DIAGNOSIS KERJA

 Perdarahan uterus abnormal

VI. RENCANA TINDAKAN

- Asam traneksamat 500 mg 3x1 tab

- asam mefenamat 500 mg 3x 1tab

-omeprazole 20 gr 2x1 tab

VII. RENCANA TINDAKAN

- Kontrol ulang poli 7 hari lagi


DAFTAR PUSTAKA

 Simanjuntak Pandapotan. Gangguan Haid dan Siklusnya. Dalam : Wiknjosastro GH,


Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kandungan. Edisi 5. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2005 : pp. 223-228
 Karkata Kornia Made, et al, Perdarahan Uterus Disfungsional, dalam : Pedoman
Diagnosis-Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien, 2003 : pp 68 – 71
 Silberstein Taaly, Complications of Menstruation; Abnormal Uterine Bleeding.
Dalam : DeCherney Alan H; Nathan Lauren, Current Obstetric & Gynecologic
Diagnosis and Treatment, 9th Edition, Los Angeles:Lange Medical Books/McGraw-
Hill; 2003 : pp 623-630
 Bulun E Serdar, et al, The Physiology and Pathology of the Female Reproductive
Axis, dalam William Textbook of Endocrinology, 10th Edition, Elsevier 2003 : pp
587-599
 hou Betty, Vlahos Nikos, Abnormal Uterine Bleeding, dalam : The John Hopkins
Manual of Gynecology and Obstetrics, 2nd Edition , 2002 : p.42

Anda mungkin juga menyukai