Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

SOLUSIO PLASENTA
Paper ini Disusun Sebagai Satu Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik
Senior Bagian Ilmu obstetri dan ginekologi Rumah Umum Sakit Haji Medan

Disusun oleh:
Berlian
102119087

Pembimbing
Dr.Ahmad Khuwailid, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR DEPARTEMEN ILMU OBSTETRI


& GINECOLOGY RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya sehingga Paper ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya dengan judul
“SOLUSIO PLASENTA”.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh
dari kesempurnaan, baik dara cara penulisannya, penggunaan tata bahasa, dan dalam
penyajiannya sehingga penulis menerima saran dan kritik konstruktif dari semua pihak.
Namun terlepas dari semua kekurangan yang ada, semoga dapat bermanfaat bagi
pembacanya.
Penulis tak lupa pula mengucapkan terima kasih kepada dr. Ahmad khuwailid,
Sp.OG yang telah membimbing dan mengarahkan kami dalam menyelesaikan refarat ini.
Penulis juga berterima kasih kepada rekan-rekan yang telah bekerja sama membantu
menyusun paper ini.
Akhirnya semoga paper ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan,
khususnya di bidang kedokteran. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, Aamiin

Medan, agustus 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULIAN..................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................2


B. Definisi ..........................................................................................................2
C. Klasifikasi .....................................................................................................3
D. Epidemiologi ................................................................................................4
E. Etiologi ..........................................................................................................5
F. Patogenesis ...................................................................................................7
G. Gambaran klinis ..........................................................................................8
H. Komplikasi....................................................................................................9
I. Diagnosis .......................................................................................................12
J. Terapi ...........................................................................................................16
K. Prognosis ......................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau ablasio placenta
adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus
uteri) dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam
plasenta terdapat banyak pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat
nutrisi dari ibu ke janin, jika plasenta ini terlepas dari implantasi normalnya dalam
masa kehamilan maka akan mengakibatkan perdarahan yang hebat. Hebatnya
perdarahan tergantung pada luasnya area plasenta yang terlepas.
Frekuensi solusio plasenta adalah sekitar 1 dari 200 pelahiran. Intensitas
solusio plasenta sering bervariasi tergantung pada seberapa cepat wanita mendapat
pertolongan. Angka kematioan perinatal sebesar 25 %. Ketika angka lahir mati akibat
kausa lain telah berkurang secara bermakna, angka lahir mati akibat solusio plasenta
masih tetap menonjol.
Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada
plasenta previa oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar
melalui vagina hampir tidak ada atau tidak sebanding dengan perdarahan yang
berlangsung internal yang sangat banyak. Pemandangan yang menipu inilah
sebenarnya yang membuat solusio plasenta lebih berbahaya karena dalam keadaan
yang demikian seringkali perkiraan jumlah darah yang telah keluar sukar
diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam keadaan syok.
Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus-
kasus berat didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vaskuler menahun, dan
15,5% disertai pula oleh preeklamsia. Faktor lain yang diduga turut berperan sebagai
penyebab terjadinya solusio plasenta adalah tingginya tingkat paritas dan makin
bertambahnya usia ibu.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari


implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin
lahir . Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi
prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir.
Jika separasi ini terjadi di bawah kehamilan 20 minggu maka mungkin akan
didiagnosis sebagai abortus imminens. Sedangkan Abdul Bari Saifuddin dalam
bukunya mendefinisikan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat
implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila
terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram .

Gambar 1.Solusio Plasenta (Placental abrubtion).

B. Klasifikasi
Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan
plasenta:
Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.

2
3

1. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.

2. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.

Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan :


1. Solusio plasenta dengan perdarahan keluar
2. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk hematoma
retroplacenter
3. Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .
Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan
solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu:
1. Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda
renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar
fibrinogen plasma lebih 150 mg%.
2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan,
gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan,
kadar fibrinogen plasma 120-150 mg.
3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati,
pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan
C. Epidemiologi
Insiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan.
Literatur lain menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio
plasenta berat 1 dalam 500-750 persalinan . Slava dalam penelitiannya melaporkan
insidensi solusio plasenta di dunia adalah 1% dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat
bahwa tidak ada angka pasti untuk insiden solusio plasenta, karena adanya perbedaan
kriteria menegakkan diagnosisnya.
Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1 kasus
dalam 500 persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas
tinggi, terjadi pula penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua
kejadian solusio plasenta di Amerika Serikat menjadi sebab kematian bayi .
Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Ducloy di Swedia melaporkan dalam
894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi solusio plasenta .
4

Cunningham di Amerika Serikat melakukan penelitian pada 763 kasus


kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan. Hasilnya dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 2. 1 Kematian ibu hamil yang disebabkan perdarahan.
No. Penyebab Perdarahan Sampel (%)
1. Solusio Plasenta 141 19
2. Laserasi/ Ruptura uteri 125 16
3. Atonia Uteri 115 15
4. Koagulopathi 108 14
5. Plasenta Previa 50 7
6. Plasenta Akreta/ Inkreta/ Perkrata 44 6
7. Perdarahan Uterus 44 6
8. Retained Placentae 32 4

pada tabel 2. 1 diketahui bahwa solusio plasenta menempati tempat pertama


sebagai penyebab kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan dalam masa
kehamilan.
Menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto
Mangunkusumo (RSUPNCM) Jakarta didapat angka 2% atau 1 dalam 50
persalinan. Antara tahun 1968-1971 solusio plasenta terjadi pada kira-kira 2,1% dari
seluruh persalinan, yang terdiri dari 14% solusio plasenta sedang dan 86% solusio
plasenta berat. Solusio plasenta ringan jarang didiagnosis, mungkin karena penderita
terlambat datang ke rumah sakit atau tanda-tanda dan gejalanya terlalu ringan
sehingga tidak menarik perhatian penderita maupun dokternya.
Sedangkan penelitian yang dilakukan Suryani di RSUD. DR. M. Djamil
Padang dalam periode 2002-2004 dilaporkan terjadi 19 kasus solusio plasenta dalam
4867 persalinan (0,39%) atau 1 dalam 256 persalinan.

D. Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor yang menjadi predisposisi :
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia
dan eklamsia . Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat
hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita
yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya
5

hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta


cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu.
2. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain :
a. Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
b. Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang
banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.
c. Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
d. Dari penelitian yang dilakukan Slava di Amerika Serikat diketahui
bahwa trauma yang terjadi pada ibu (kecelakaan, pukulan, jatuh, dan
lain-lain) merupakan penyebab 1,5-9,4% dari seluruh kasus solusio
(9)
plasenta . Di RSUPNCM dilaporkan 1,2% kasus solusio plasenta
disertai trauma.
3. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer
mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus
terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara. Pengalaman di
RSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu
dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu
makin kurang baik keadaan endometrium.
4. Faktor usia ibu

Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa


terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya
umur ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi
frekuensi hipertensi menahun.

5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma)


yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta
berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma.
6. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan
peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas
terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya
6

plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif. Angka kejadian
solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-
35% .
7. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio
plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per
hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis,
diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya .
Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio
plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya
kehamilan.
8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat
solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan
berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak
memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya.
9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada
vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya
kehamilan, dan lain-lain.

E. Patogenesis.

Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua


basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh
darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik
terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus.
7

Gambar 2. 2 Plasenta normal dan solusio plasenta dengan hematom


subkhorionik.

Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit mendesak
jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala
dan tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang
pada pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan
bekuan darah lama yang berwarna kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung
terus-menerus/tidak terkontrol karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan
tidak mampu berkontraksi untuk membantu dalam menghentikan perdarahan yang
terjadi. Akibatnya hematom subkhorionik akan menjadi bertambah besar, kemudian
akan medesak plasenta sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan
terlepas dari implantasinya di dinding uterus. Sebagian darah akan masuk ke
bawah selaput ketuban, dapat juga keluar melalui vagina, darah juga dapat
menembus masuk ke dalam kantong amnion, atau mengadakan ekstravasasi di antara
otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat akan terjadi suatu
kondisi uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus Couvelaire, dimana pada
kondisi ini dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan uterus terdapat
bercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus
Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan mengganggu
kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat diperlukan pada saat
setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi perdarahan post partum yang
hebat.
8

Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan


tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat
pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar
persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada
keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan darah yang tidak hanya
di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya.

F. Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari kasus-kasus solusio plasenta diterangkan atas
pengelompokannya menurut gejala klinis :
1. Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis,
dimana terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah
banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-
hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang
yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih
mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat
saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu
tanda yang menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini
adalah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman.
2. Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian,
tetapi belum dua per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul
perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara
mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian
disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam
dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml.
Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika
masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus
teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin
sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar.
Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,
walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat.
9

3. Solusio plasenta berat


Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi
sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya
telah meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri.
Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu,
terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada
keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada
pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal.

G. Komplikasi

Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya

plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung.

Komplikasi yang dapat terjadi pada Ibu:

1. Syok perdarahan

Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak

dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila

persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan

postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan

perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan pada pembekuan darah.

Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah

perdarahan yang terlihat.

Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu

pengobatan segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin.

Angka kesakitan dan kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat.

Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi

mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan penimbunan cairan yang

berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan,


10

karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan tekanan darah.

Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan

mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah

pilihan yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel

darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan .

2. Gagal ginjal

Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio

plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan

yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang

umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan

terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan

terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena

itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang

harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal

ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan

infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan

mengatasi kelainan pembekuan darah.

3. Kelainan pembekuan darah

Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh

hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di

RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134

kasus solusio plasenta yang ditelitinya.


11

Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450

mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang

dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.

Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase :

a. Fase I

Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan

darah, disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran darah

kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen

disebabkan karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga coagulopathi

consumptive. Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin

yang menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat gangguan

mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan jaringan pada alat-alat yang

penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang dapat menyebabkan

oliguria/anuria .

b. Fase II

Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk membuka

kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan

fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih menurunkan lagi kadar

fibrinogen sehingga terjadi perdarahan patologis . Kecurigaan akan adanya kelainan

pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium, namun di

klinik pengamatan pembekuan darah merupakan cara pemeriksaan yang terbaik

karena pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu lama, sehingga

hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita saat itu.

c. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)


12

Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan

di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini

menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru

atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus

diangkat atau tidak, tergantung pada kesanggupannya dalam membantu

menghentikan perdarahan .

Komplikasi yang dapat terjadi pada janin :


1. Fetal distress
2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan
3. Hipoksia dan anemia
4. . Kematian

H. .Diagnosis
Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai
contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum
begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi
perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin
meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan
perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi
ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi,
namun juga akibat intensitas perdarahan yang tidak diketahui sehingga pemberian
transfusi sering tidak memadai atau terlambat.
Menurut penelitian retrospektif yang dilakukan Hurd dan kawan-kawan pada
59 kasus solusio plasenta dilaporkan gejala dan tanda pada solusio plasenta :

Tabel 2. 2 Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta


No. Tanda atau Gejala Frekuensi (%)
1. Perdarahan pervaginam 78
2. Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang 66
3. Gawat janin 60
13

4. Persalinan prematur idiopatik 22


5. Kontraksi berfrekuensi tinggi 17
6. Uterus hipertonik 17
7. Kematian janin 15
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan gejala atau
tanda dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio plasenta.
Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio plasenta klasik
umumnya tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya pada bentuk
solusio plasenta sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik mempunyai ciri-ciri nyeri
yang hebat pada perut yang datangnya cepat disertai uterus yang tegang terus menerus
seperti papan, penderita menjadi anemia dan syok, denyut jantung janin tidak terdengar
dan pada pemeriksaan palpasi perut ditemui kesulitan dalam meraba bagian-bagian janin.
Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta antara lain :
1. Anamnesis
- Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat menunjukkan tempat

yang dirasa paling sakit.

- Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong (non-

recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman .

- Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak
bergerak lagi).
- Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu terlihat

anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam.

- Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.

2. Inspeksi
- Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.

- Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.

- Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).

3. Palpasi

- Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.


14

- Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus)

baik waktu his maupun di luar his.

- Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.

- Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.

4. Auskultasi

Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di atas 140,

kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari

satu per tiga bagian.

5. Pemeriksaan dalam

- Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.

- Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his

maupun di luar his.

- Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke

bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini sering meragukan

dengan plasenta previa.

6. Pemeriksaan umum

- Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit

vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat,

kecil dan filiformis.

7. Pemeriksaan laboratorium

- Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan

leukosit.

- Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test.

Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah

hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l jam,
15

tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya

15O mg%).

8. Pemeriksaan plasenta .

Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian

plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya

menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.

9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)

Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :

- Terlihat daerah terlepasnya plasenta

- Janin dan kandung kemih ibu

- Darah

- Tepian plasenta

Gambar 2. 3 Ultrasonografi kasus solusio plasenta.

I. . Terapi

Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau

ringannya gejala klinis, yaitu:

a. Solusio plasenta ringan


16

Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan

(perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah

baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan.

Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas,

pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka

kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin

mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.

b. Solusio plasenta sedang dan berat

Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah

sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.

Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi

sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi

akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion

juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya

tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor

pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-

mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan

untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan.

Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang terjadi adalah

nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat tertolong dengan penanganan

yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada

tahap oliguria, keadaan umum penderita umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria

hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara

rutin dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai

hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah
17

yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia,

menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan darah.

Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan pengamatan

pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh

karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan,

dan bukan pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah

dapat mencegah kelainan pembekuan darah.

Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi

jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin,

maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria.

Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan

tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka

tindakan histerektomi perlu dilakukan.

J. Prognosis

Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus,

banyaknya perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia,

tersembunyi tidaknya perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta sampai

selesainya persalinan. Angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat berkisar

antara 0,5-5%. Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh perdarahan, gagal

jantung dan gagal ginjal.

Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian.

Tetapi ada literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar antara

50-80%. Pada kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin tergantung

pada luasnya plasenta yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio plasenta

berlangsung dan usia kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan
18

kematian janin. Pada kasus-kasus tertentu tindakan seksio sesaria dapat mengurangi

angka kematian janin.

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

 Nama : Ny. C

 Usia : 31 Thn

 Agama : Islam

 Pendidikan : SMA

 Pekerjaan : Wirausaha
19

 Alamat : jl Tuasan , medan

 Tanggal masuk : 25 Agustus 2021

 No.RM : 302320

IDENTITAS SUAMI/WALI

 Nama : Tn. A

 Usia : 35 Tahun

 Agama : Islam

 Pendidikan : S1

 Pekerjaan : Wirausaha

II. ANAMNESIS

 Keluhan utama : Keluar darah dari kemaluan

 Telaah :

Seorang wanita usia 31 thn dating ke IGD RSU Haji Medan dengan keluaha keluar darah

dari kemaluan ± 1jam yang lalu, berwarna merah hitam, dan semakin banyak. Disertai

nyeri perut yang semakin memberat dan oyong, pasien merasakan pergerakan janin

berkurang. Pada saat usia kehamilan 6 bulan pasien pernah mengalami perdarahan

pervaginam setelah melakukan pijat urut dengan dukun.

 RPT :-

 RPK :-

 RPO :-

 RAO :-
20

 Riwayat Obstetri

 Usia kehamilan : 40 minggu

 Riwayat kehamilan : G4P3A0

 HPHT : 14 Oktober 2020

 ANC : 2x di dokter kandungan

 KB : Tidak ada

 TTP : 23 Juli 2021

 Riwayat Menstruasi

 Menarche : Umur 14 tahun

 Siklus : 28 hari, teratur

 Lama : 7 hari

 Banyak darah : 2-3x ganti duk/hari

 Disminore :-

 Fluor albus :-

 Lainya :-

 Tanda- Tanda Keracunan Kehamilan

 Edema :-

 Pening :+

 Mual :+

 Muntah :+

 Nyeri uluh hati :-

 Vertigo :-

 Kejang- kejang :-

 Icterus :-
21

 Koma :-

 Lainya :-

III. PEMERIKSAAN FISIK

 Status Present

 Sensorium : Compos Mentis

 TD : 80/60

 Nadi : 108x/i

 Pernapasan : 24x/i

 Suhu : 36,3 c

 TB : 156 cm

 BB : 88 Kg

 Status Generalisata

 Kepala : Dalam batas normal

 Leher : Benjolan (-) TVJ R-2 cm H2O, trache

medial

 Thorak : Dalam batas normal

 Abdomen : Pada pemeriksaan status obstetri

 Ekstremitas : Akral hangat, Edema (-) CRT 2 detik

 Status Obstetri

Pemeriksaan Luar

 Inpeksi : Pembesaran asimetris, abdomen melebar, stroe

gravidarum (+)

 Palpasi :
22

 Leopold I : Tinggi fundus uteri 1 jari di bawah procesus

xhypoideus/38 cm. fundus uteri teraba bagian besar, bulat, lunak (bokong janin)

 Leopold II :Sebelah kir teraba bagian kecil, sebelah kanan teraba

tekanan memanjang (letak punggung janin)

 Leopold III : Teraba keras dan bulat ( letak kepala janin)

 Leopold IV : Bagian terbawah belum masuk PAP (Konvergen)

 Auskultasi : DJJ sulit dinilai

 His : Sulit dinilai

 Osborn Tes :-

Pemeriksaan Dalam ( vagina toucher)

 Pembukaan servix : 2 Cm

 Bagian terbawah : kepala

 Effacement : 60%

 Posisi : uuk

 Promotorium : Tidak teraba

 Line inominata : 2/3anterior

 Sacrum : Cekung

 S. Ichiadica : tidak menonjol

 Arcus Pubis :tumpul

 Vagina : dalam batas normal

 Vulva : dalam batas normal

 Sarung tangan : Bloodslim

 Meconium :-

IV. DIAGNOSIS BANDING


23

 Solusio Plasenta

 Plasenta Previa

 Rupture Uteri

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 USG TAS

 Jr . AH . FM(G) FHR (+) LK

 Biparietal diameter (BPD) : 9,50 cm

 Abdomen arcumference : 34,6 cm

 Femur length : 7,1 cm

 Fetal Weight : 2800 gr

 Plasenta : Fundal

 Cairan ketuban : cukup

 Kesan : KDR 37-40 minggu + AH + LK

 Hasil Laboratorium

DARAH RUTIN NILAI NILAI RUJUKAN

Hemoglobin 6,3 g/dl 11,7-15,9 g/dl

Eritrosit 3,97 g/dl 3,6-5,2 g/dl

Leukosit 7300/ul 4.000-11.000/ul

hematokrit 34,3 % 36-47 %

Trombosit 92.000 150.000-450.000

MCV 86,7 80-100 fl

MCH 34,1 % 32-36 %

MCHC 29,5 26-34 dg


24

Eosinofil 1,3 % 1-3%

Basofil 0,2 % 0-1%

Neutrofil. Seg 68,8 % 53-57%

Limfosit 23,3 % 28-49%

monosit 5,4 % 4-8%

VI. DIAGNOSIS KERJA

 Solusio Plasenta

VII. RENCANA OPERASI

- Laporan supervisor

- IVFD RL 20 gtt/i

- inj. Ceftriaxone 2gr

- pasang kateter

- lakukan section cesaria

VIII. PERSIAPAN PREOPRASI

- inform consent

- konsul dengan dokter anatesi dan persiapan anastesi

-IVFD RL terpasang, abocat nomor 18, kateter urine terpasang

- stelirisasi kamar dan alat operasi

- persiapan PCR 2 bag

- berdoa

IX. PERIHAL PERSALINAN

Laporan operasi sectio caesaria

Supervisor : dr. muslim perangin angin Sp.OG

Tanggal : 23 juli 2021


25

Jam : 09.00

1. Ibu di baringkan di meja opearasi dengan infus dan kateter terpasang dengan baik,

dilakukan anastesi spinal dan dilakukan tindakan septic dan antiseptic dengan betadin

dan alcohol 70% lalu ditutupi dengan duk steril kecuali lapangan operasi.

2. Dilakukan insisi planestiel ( 0 cm dimulai dari kutis, subkutis fascia di gunting ke

kanan dan ke kiri otot dilebarkan secara tumpul.

3. Peritoneum di jepit, di jinjing dan di gunting ke atas dan kebawah tampak uterus.

Identifikasi segmen bawah Rahim (SBR). Pasang blast hook, insisi uterus low servikal

sampai subendometrium, endometrium di gunting ke kiri dan ke kanan dengan meluksir

kepala lahir bayi laki-laki lahir dengan APGAR SKOR menit pertama 6, menit kelima 8

berat badan bayi 2800 gram, panjang 45cm, anus (+), tali pusar di klem dikedua tempat

lalu digunting, plasenta dikeluarkan kesan lengkap.

4. Tepi lukau uterus dijepit, cairan uterus dibersihkan, kesan bersih, uterus dijahit lapis

demi lapis, evaluasi pendarahan jahitan luka insisi, kesan terkontrol

5. Cavum abdomen dibersihkan, kesan bersih, dinding abdomen di jahit lapis demi lapis

melalui peritoneum,otot,fascia,subkutis dan kulit

6. Luka operasi di tutup dengan supratal dan kasa steril

7. Operasi selesai, keadaan umum ibu post sc stabil

X. Instruksi post SC

1. Pantau keadaan

2. Vital sign

3. Tanda-tanda perdarahan

4. Selama 2 jam di ruang recovery room

XI. Terapi post SC

1. IVFD RL 20 gtt
26

2. Inj. Ceftriaxone 1gr/8 jam

3. Inj. Ketorolac 1 amp/ 12 jam

4. Inj. Tramal supp / 12 jam

5. Misoprostol 3x1 tab

XII. Perihal anak

- tanggal lahir : 23 juli 2021

- meninggal dalam kehamilan :-

- kelamin : laki-laki

- Berat badan : 2800 gram

- panjang badan : 45cm

- meninggal dalam persalinan :-

- meninggal sesudah lahir :-

- meninggal sesudah lahir :-

- trauma anak :-

XIII. Follow up

1. Follow up (tanggal 23 juli 2021 pukul 17.30)

S : Nyeri luka operasi

O : sensorium : compomentis

TD : 80/60 mmHg RR : 22x/i

HR : 88X/i T : 36,7 C

A : Post op sc

P : Pemantauan keadaan umum dan vital sign

Memberikan terapi :

- IVFD RL 20 gtt

- inj. Ceftriaxone 1 gr / 8 jam


27

- inj. Ketorolac 1 Amp / 8 jam

2. Follow up (tanggal 24 juli 2021 pukul 09.00)

S : Nyeri luka operasi

O : sensorium : compomentis

TD : 80/60 mmHg RR : 22x/i

HR : 88X/i T : 36,7 C

A : Post op sc

P : Pemantauan keadaan umum dan vital sign

Memberikan terapi :

- IVFD RL 20 gtt

- inj. Ceftriaxone 1 gr / 8 jam

- inj. Ketorolac 1 Amp / 8 jam

3. Follow up (tanggal 25 juli 2021 pukul 16.00)

S : Nyeri luka operasi

O : sensorium : compomentis

TD : 80/60 mmHg RR : 22x/i

HR : 88X/i T : 36,7 C

A : Post op sc

P : Pemantauan keadaan umum dan vital sign

Memberikan terapi :

- IVFD RL 20 gtt

- inj. Ceftriaxone 1 gr / 8 jam

- inj. Ketorolac 1 Amp / 8 jam

4. Tanggal 26 juli 2021


28

PBJ

- Ceftriaxone 200 mg 2x1 tab

- asam mefenamat 900 mg 3x1 tab

- B. complex 3x1 tab


DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S, Hanifa W. Kebidanan Dalam Masa Lampau, Kini dan Kelak.

Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo,

2002; 3-21.

2. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. Obstetrical

Haemorrhage. Wiliam Obstetrics 21 th edition. Prentice Hall International Inc Appleton.

Lange USA. 2001; 819-41.

3. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R

Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya:

Airlangga University Press, 2001; 456-70.

4. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO, 2003.

518-20.

5. Rachimhadhi T. Perdarahan Antepartum. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 362-85.

6. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum.

Bagian Obstetri danGinekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.

18
3

Anda mungkin juga menyukai