Anda di halaman 1dari 13

JURNAL INKUIRI

ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)


http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL CONTEXTUAL


TEACHING AND LEARNING MELALUI METODE
OBSERVASI GEJALA FISIS UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJARDAN KETERAMPILAN
BERPIKIR KRITIS
Dwi Ristanto1, Widha Sunarno2, Cari3
1
Program Studi Magister Pendidikan Sains Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sebelas Maret
Karanganyar, 57716, Indonesia
dwiristanto@yahoo.co.id
2
Program Studi Magister Pendidikan Sains Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 57126, Indonesia
widhasunarno@gmail.com
3
Program Studi Magister Pendidikan Sains Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 57126, Indonesia
carinln@yahoo.com

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah mengimplementasikan pembelajaran fisika dengan model Contextual
Teaching and Learningmelalui metode observasi gejala fisis untuk meningkatkan hasil belajar dan
keterampilan berpikir kritis pada materi kemagnetan di kelas XII Imersi 1 SMA Negeri 2
Karanganyar tahun pelajaran 2013/2014.Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan
Desember 2013. Subyek penelitian adalah siswa kelas XII Imersi 1 SMA Negeri 2 Karanganyar
tahun pelajaran 2013/2014 yang terdiri dari 26 siswa. Data prestasi belajar kognitif dan
keterampilan berpikir kritis diambil dengan teknik tes sedangkan prestasi belajar afektif dan
psikomotor diambil dengan teknik observasi.Kesimpulan penelitian adalah 1) Model CTL melalui
metode observasi gejala fisis dapat diterapkandengan baik dengan dua siklus melalui empat
tahapanyaitu tahap observasi, tahap pengajuanmasalah, tahap pemecahan masalah, dan tahap
pemantapan konsep, 2) Model CTL melalui metodeobservasi gejala fisis dapat meningkatkan hasil
belajar pada materi kemagnetan dengan rinciansebagai berikut: a) Terdapat peningkatan persentase
jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar kognitif dari prasiklus (57,69%), siklus I
(69,23%), dan siklus II (88,46%), b) Terdapat peningkatan capaian rata-rata prestasi belajar afektif
dari prasiklus (62,82%), siklus I (70,83%), dan siklus II (83,33%), c) Terdapat peningkatan
capaian rata-rata keterampilan proses sains dari prasiklus (63,65%), siklus I (69,23%), dan siklus
II (83,24 %). 3)Model CTL melalui metode observasi gejala fisis dapat meningkatkan
keterampilan berpikir kritis siswa dengan peningkatan sebagai berikut: a) Persentase jumlah siswa
dengan keterampilan berpikir kritis kategori tinggi mengalami peningkatan dari prasiklus
(23,10%), siklus I (50,00%), dan siklus II (73,08%), b) Capaian rata-rata keterampilan berpikir
kritis mengalami peningkatan dari prasiklus (62,70%), siklus I (67,41%) dan siklus II (72,67%).

Kata kunci: CTL, Observasi Gejala Fisis, Hasil Belajar, Keterampilan Berpikir Kritis.

Pendahuluan
Pembelajaran fisika di SMA Negeri 2 dikembangkan model, pendekatan,
Karanganyar khususnya kelas XII Imersi metode, dan teknik yang lebih
1 secara umum sudah berjalan dengan mencerminkan hakikat sains dalam
baik. Guru sudah menerapkan berbagai pembelajaran.
model pembelajaran yang bervariasi. Berdasarkan hasil pengamatan
Namun demikian, masih perlu dalam kegiatan pembelajaran di kelas

86
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains

XII Imersi 1 SMA Negeri 2 Prestasi belajar kognitif pada


Karanganyar, prestasi belajar afektif pokok bahasan listrik statis masih
siswa belum memuaskan. Hasil rendah. Hasil ulangan harian siswa pada
observasi secara empiris terhadap materi listrik statis menunjukkan bahwa
prestasi belajar afektif siswa dengan sebanyak 42,31% dari 26 siswa tidak
mengamati tiga indikator yaitu mencapai kriteria ketuntasan minimal
keingintahuan, kerja sama, dan yang ditetapkan. Dalam Kurikulum
kemandirian diperoleh bahwa capaian Tingkat Satuan Pendidikan, ketuntasan
rata-rata prestasi belajar afektif siswa belajar klasikal untuk prestasi belajar
sebesar 62,82%. Capaian tersebut kognitif minimal adalah 85%.
menunjukkan bahwa keingintahuan, Rendahnya prestasi belajar kognitif
kerja sama, dan kemandirian siswa menunjukkan penguasaan konsep fisika
dalam belajar masih rendah. Rendahnya siswa masih rendah.
keingintahuan siswa tercermin dari Dalam kegiatan pembelajaran
beberapa hal antara lain masih sedikit fisika di kelas XII Imersi 1, guru sering
siswa yang mengajukan pertanyaan menggunakan metode diskusi dan tanya
kepada guru terhadap hal yang belum jawab. Penerapan metode diskusi dan
dipahami, lemahnya keinginan siswa tanya jawab salah satunya bertujuan
untuk mencari referensi dari sumber- untuk mengasah keterampilan berpikir
sumber lain seperti internet dan buku- siswa. Keterampilan berpikir perlu
buku referensi, dan lemahnya semangat dikembangkan karena diperlukan untuk
berkompetisi siswa. Hasil observasi memecahkan masalah-masalah dalam
keingintahuan pada kegiatan prasiklus kehidupan sehari-hari. Keterampilan
menunjukkan capaian rata-rata sebesar berpikir dikelompokkan menjadi dua
63,46%. Kemampuan siswa dalam golongan yaitu keterampilan berpikir
bekerja sama juga masih rendah. Hal dasar dan keterampilan berpikir
tersebut dapat dilihat dari kinerja kompleks. Menurut Costa (1985) yang
kelompok dalam menyelesaikan tugas. termasuk keterampilan berpikir dasar
Hanya satu atau dua siswa dalam satu yaitu: klasifikasi, hubungan variabel,
kelompok yang berperan aktif dalam transformasi, dan hubungan sebab
menyelesaikan tugas sedangkan siswa akibat. Keterampilan berpikir kompleks
yang lain hanya menunggu hasil meliputi pemecahan masalah,
akhirnya. Dalam kegiatan kelompok, pengambilan keputusan, berpikir kritis,
siswa cenderung bekerja secara individu, dan berpikir kreatif. Dalam pelaksanaan
tidak ada pembagian tugas yang jelas, diskusi kelas dapat diamati sejauh mana
dan belum tampak budaya saling keterampilan berpikir siswa. Dari hasil
bertukar pikiran. Capaian rata-rata kerja pengamatan, sebagian besar siswa
sama siswa pada kegiatan prasiklus memiliki keterampilan berpikir yang
sebesar 59,62%. Kemandirian siswa tergolong rendah.
dalam belajar juga masih kurang. Keterampilan berpikir kritis
Sebagian besar siswa mengerjakan sangat penting untuk dikembangkan
tugas, pekerjaan rumah, dan berbagai karena diperlukan untuk memecahkan
macam kegiatan penugasan lainnya masalah-masalah dalam kehidupan
sering mengandalkan siswa lain yang sehari-hari. Menurut Vincent Ruggiero
dianggap pandai di dalam kelasnya. (1998) dalam Elaine B. Johnson (2002:
Siswa juga belum memiliki semangat 187) berpikir adalah aktivitas mental
untuk belajar mandiri, banyak siswa yang membantu merumuskan atau
yang melakukan aktivitas kurang memecahkan masalah, membuat
bermanfaat ketika guru belum hadir di keputusan, atau memenuhi keinginan
kelas. Capaian indikator kemandirian untuk memahami. John Dewey dalam
belajar siswa pada kegiatan prasiklus Fisher (2009: 2) menyatakan bahwa
sebesar 65,38%. berpikir kritis sebagai pertimbangan

87
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains

yang aktif, terus-menerus, dan teliti eksperiman, siswa diikutsertakan dalam


mengenai sebuah pengetahuan yang penemuan konsep melalui kegiatan-
dipandang dari argumen pendukungnya. kegiatan yang bersifat inkuiri. Melalui
Menurut Santrock (2010) berpikir kritis kegiatan inkuiri, siswa memperoleh
meliputi berpikir secara reflektif dan pengalaman belajar yang bermakna.
produktif serta mengevaluasi bukti. Dari Menurut Ausubel (dalam Dahar, 1989)
pendapat tersebut, keterampilan berpikir belajar penemuan mendorong siswa
kritis sangat penting dilatihkan kepada untuk menemukan sendiri konsep yang
siswa, karena keberhasilan seseorang menjadi tujuan pembelajaran. Dalam
dalam kehidupannya antara lain kegiatan penemuan konsep dibutuhkan
ditentukan oleh keterampilan keterampilan proses sains. Oleh karena
berfikirnya, terutama dalam upaya itu, keterampilan proses sains sangat
memecahkan masalah-masalah yang perlu dikembangkan dalam
dihadapinya. pembelajaran fisika. Keterampilan
Keterampilan berpikir kritis proses sains adalah kemampuan yang
siswa dapat diamati dari pelaksanaan digunakan oleh para ilmuwan dalam
diskusi kelas. Dari hasil pengamatan, melakukan penyelidikan ilmiah ke
sebagian besar siswa memiliki dalam rangkaian proses pembelajaran.
keterampilan berpikir kritis yang Keterampilan proses sains merupakan
tergolong rendah. Rendahnya kemampuan siswa untuk menerapkan
keterampilan berpikir siswa dapat dilihat metode ilmiah dalam memahami,
berbagai hal antara lain kualitas mengembangkan dan menemukan ilmu
pertanyaan yang diajukan oleh siswa, pengetahuan. Menurut Padilla (1990),
kemampuan siswa untuk memberikan keterampilan proses sains dibagi
jawaban, kemampuan siswa dalam menjadi dua yaitu: keterampilan dasar
memberikan argumen untuk mendukung dan keterampilan terintegrasi.
jawaban, dan kemampuan siswa untuk Keterampilan dasar meliputi mengamati,
memberikan solusi dari permasalahan mengklasifikasi, mengukur,
yang dibahas. Dari hasil pengamatan, menyimpulkan, meramalkan, dan
kemampuan berpikir siswa lebih pada mengkomunikasikan. Keterampilan
aspek pengetahuan dan pemahaman terintegrasi meliputi membuat model,
tekstual, atau dalam taksonomi Bloom mendefinisikan secara operasional,
berada pada level C1 dan C2, yang menginterpretasikan data,
dikategorikan sebagai kemampuan mengidentifikasi dan mengontrol,
berpikir level rendah. Siswa belum dapat merumuskan hipotesis, dan melakukan
tidak berpikir dalam level yang lebih percobaan. Dengan keterampilan proses
tinggi, misalnya analisis, sintesis, dan sains, siswa tidak hanya mempelajari
evaluasi. Berdasarkan hasil tes persamaan-persamaan matematis atau
keterampilan berpikir kritis pada menghafal fakta tetapi siswa dapat
kegiatan pembelajaran prasiklus memperoleh pengalaman langsung agar
diperoleh data bahwa dari 26 siswa, 20 mampu memahami gejala-gejala alam
di antaranya memiliki keterampilan secara ilmiah. Secara empiris, capaian
berpikir kritis kategori rendah. rata-rata keterampilan proses sains pada
Dalam mengajarkan fisika, guru kegiatan pembelajaran prasiklus sebesar
menerapkan metode eksperimen. Dalam 63,65%. Capaian tersebut masih
kegiatan eksperimen, dapat dibangun tergolong rendah. Siswa belum dapat
perilaku ilmuwan dalam menemukan menerapkan keterampilan-keterampilan
konsep yang dilakukan melalui proses sains dengan baik. Sebagian
percobaan dan penelitian ilmiah. besar siswa masih mengalami kesulitan
Kegiatan eksperimen merupakan salah dalam menentukan variabel yang akan
satu bentuk implementasi hakikat sains diukur dan hubungan antara beberapa
pada pembelajaran fisika. Dengan variabel dalam percobaan. Dalam

88
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains

merancang percobaan dan melakukan untuk mengembangkan keterampilan


pengukuran, siswa juga masih berpikir kritis. Karakteristik pendekatan
mengalami kesulitan sehingga hampir CTL sangat memungkinkan
semua tahapan kegiatan praktikum siswa berkembangnya keterampilan berpikir
melakukan sesuai dengan petunjuk guru. kritis.
Siswa belum memiliki sikap ilmiah yang Melalui metode observasi gejala
baik. Sebagian besar siswa masih fisis siswa dapat membangun
terpengaruh teori pada buku teks dimana pengetahuan atau konsep sesuai data
data percobaan dan kesimpulan tidak dan fakta yang diperoleh melalui
berdasarkan hasil percobaan tetapi kegiatan pengamatan. Metode observasi
disesuaikan dengan teori pada buku. gejala fisis dilakukan melalui empat
Siswa kelas XII Imersi 1 SMA tahapan pembelajaran yaitu tahap
Negeri 2 Karanganyar belum dapat observasi, tahap pengajuan masalah,
menghubungkan konsep-konsep fisika tahap pemecahan masalah, dan tahap
yang dipelajari dengan konteks pemantapan konsep (Dahniar, 2006).
kehidupan sehari-hari. Siswa kurang Pembelajaran fisika berbasis metode
memahami aplikasi ilmu yang dipelajari observasi gejala fisis sesuai dengan
dalam kehidupan. Pemahaman siswa hakikat fisika sebagai proses karena
cenderung pada aspek matematis. Hal menuntun siswa untuk menemukan
tersebut menyebabkan kurangnya konsep sesuai dengan proses sains.
kebermaknaan dan kemanfaatan belajar Melalui observasi gejala fisis, siswa
fisika. melaksanakan proses belajar aktif dan
Dalam rangka memperbaiki memperoleh pengalaman langsung
proses pembelajaran dan hasil belajar sehingga siswa dapat mengembangkan
siswa kelas XII Imersi 1 SMA Negeri 2 berbagai keterampilan proses sains.
Karanganyar, guru menerapkan Kegiatan observasi menekankan
pembelajaran fisika dengan model CTL pembelajaran yang dikaitkan dengan
melalui metode observasi gejala fisis. situasi nyata, sehingga dapat membuka
Dengan model pembelajaran Contextual wawasan berfikir yang beragam dari
Teaching and Learning (CTL) seluruh siswa. Belajar menjadi lebih
diharapkan siswa dapat memahami bermakna dan berdaya guna bagi
fisika secara kontekstual sehingga dapat kehidupan siswa.
menganalisis fenomena-fenomena yang Materi kemagnetan sangat
terjadi di sekitar mereka menurut sesuai diajarkan dengan model CTL
tinjauan fisika. Model CTL memiliki melalui metode observasi gejala fisis.
tujuh karakteristik utama yaitu Kemagnetan sangat dekat dengan
konstruktivisme (constructivism), inkuiri kehidupan sehari-hari tetapi sangat
(inquiry), bertanya (questioning), jarang siswa yang melakukan
masyarakat belajar (learning pengamatan gejala fisisnya. Siswa tidak
community), pemodelan (modelling), banyak mengetahui fenomena-fenomena
refleksi (reflection), dan penilaian alam serta penerapan kemagnetan dalam
sebenarnya (autenthic assessment). bidang teknologi. Siswa dapat
Model CTL dapat diterapkan dalam menghubungkan konsep medan magnet
berbagai macam kurikulum, bidang dengan SUTET dan menganalisis
studi, dan kelas yang bagaimanapun dampak positif dan negatif dari SUTET
keadaannya (Depdiknas, 2002). terhadap kehidupan masyarakat. Siswa
Menurut Johnson (2002:65), juga dapat menghubungkan konsep
salah satu komponen dalam kemagnetan dengan teknologi kereta
pembelajaran kontekstual adalah magnet di negara-negara maju dan
berfikir kritis dan kreatif (critical and menganalisis keuntungan dan
creative thinking). Melalui model CTL kerugiannya jika diterapkan di Indonesia
dalam pembelajaran fisika, siswa dilatih ditinjau dari sudut pandang ekonomi,

89
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains

sosial, dan budaya. Pembelajaran fisika mengenai perkembangan hasil belajar


dengan model CTL melalui metode dan keterampilan berpikir kritis siswa
observasi gejala fisis menjadi salah satu selama proses pembelajaran. Instrumen
pilihan dalam memperbaiki proses penelitian ini terdiri dari instrumen
pembelajaran, hasil belajar, dan pembelajaran dan instrumen
keterampilan berpikir kritis siswa. pengambilan data. Instrumen
Penelitian ini bertujuan untuk pembelajaran terdiri dari silabus, RPP,
mengetahui bagaimana peningkatan LKS, alat dan bahan yang akan
hasil belajar dan keterampilan berpikir digunakan dalam kegiatan percobaan.
kritis dalam pembelajaran model CTL Instrumen pengambilan data terdiri dari
melalui metode observasi gejala fisis di soal tes prestasi belajar kognitif, soal tes
kelas XII Imersi 1 SMA Negeri 2 keterampilan berpikir kritis, lembar
Karanganyar tahun pelajaran 2013/2014. observasi afektif, dan lembar observasi
Hasil belajar yang diukur pada keterampilan proses sains.
penelitian ini terdiri dari prestasi belajar Kegiatan pembelajaran
kognitif pada materi kemagnetan; didokumentasikan dengan lembar
prestasi belajar afektif; dan keterampilan observasi keterlaksanaan pembelajaran.
proses sains. Untuk mengetahui peningkatan prestasi
Berdasarkan uraian di atas, belajar kognitif dan keterampilan
model Contextual Teaching and berpikir kritis siswa dilakukan dengan
Learning (CTL) melalui metode tes kemudian membandingkan skor rata-
observasi gejala fisis diduga dapat rata hasil tes antar siklus. Untuk
diterapkan dengan baik sehingga dapat mengetahui peningkatan prestasi belajar
meningkatkan hasil belajar fisika pada afektif dan keterampilan proses sains
materi kemagnetan dan keterampilan dilakukan analisis terhadap data
berpikir kritis siswa di kelas XII Imersi kualitatif yang berasal dari lembar
1 SMA Negeri 2 Karanganyar tahun observasi. Hasil observasi dianalisis
pelajaran 2013/2014. menjadi data kuantitatif yang berupa
skor hasil observasi afektif dan
Metode Penelitian keterampilan proses sains.
Subyek penelitian ini adalah Aspek afektif dan keterampilan
siswa kelas XII Imersi 1 SMA Negeri 2 proses sains diidentifikasi dengan
Karanganyar tahun pelajaran 2013/2014 memberikan skor pada setiap indikator
yang berjumlah 26 orang. Jenis sesuai dengan pedoman penskoran yang
penelitian ini adalah penelitian tindakan sudah ditetapkan. Skor yang diperoleh
kelas (Classroom Action Research). untuk tiap indikator kemudian
Penelitian terdiri dari dua siklus dengan dijumlahkan dan dihitung persentasenya.
masing-masing siklus melalui tahapan Peningkatan prestasi belajar afektif dan
perencanaan, tindakan, observasi, dan keterampilan proses sains ditentukan
refleksi. Siklus I dilaksanakan dari bulan dengan membandingkan persentase yang
September minggu ke-3 sampai dengan diperoleh pada siklus I dan siklus II.
Oktober minggu ke-1 tahun 2013 dan Sebagai acuan untuk
siklus II dilaksanakan dari bulan mengetahui sejauh mana efek tindakan
Oktober minggu ke-1 sampai dengan berpengaruh terhadap variabel terikat
Oktober minggu ke-3 tahun 2013. maka ditetapkan indikator kinerja
Penelitian ini menggunakan pendekatan sebagai berikut: 1) Kriteria ketuntasan
kualitatif dalam mendeskripsikan minimal individu untuk prestasi belajar
kondisi siswa selama proses kognitif ditetapkan sebesar 75 dan
pembelajaran. Dilakukan observasi ketuntasan belajar klasikal ditentukan
secara langsung terhadap subjek sebesar 85%, 2) Ketuntasan skor prestasi
penelitian sehingga dapat menelusuri belajar afektif rata-rata kelas minimal 75
dan mendapatkan gambaran yang jelas %, 3) Ketuntasan skor keterampilan

90
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains

proses sains rata-rata kelas minimal 75 tinggi dan rendah siklus I disajikan pada
%, dan 4) Keterampilan berpikir kritis tabel 4.
individual ditentukan sebesar 70 dan Tabel4: Persentase Keterampilan Berpikir Kritis
jumlah siswa yangberada pada kategori Berdasarkan Kategori
No Kategori Jumlah Persentase
tinggi sebesar 70%. siswa
1 Tinggi 13 50
Hasil Penelitian dan Pembahasan 2 Rendah 13 50
Siklus I
Siklus I dilaksanakan dalam tiga Secara rinci, capaian tiap
kali pertemuan. Materi yang dipelajari indikator keterampilan berpikir kritis
pada siklus I adalah medan magnet di siklus I disajikan pada tabel 5.
sekitar kawat berarus. Tabel 5: Capaian Indikator Keterampilan Berpikir
Hasil belajar yang dicapai pada Kritis Siklus I
No Indikator Capaian
kegiatan pembelajaran siklus I disajikan Indikator (%)
pada tabel 1. 1 Memberikan penjelasan 78,21
Tabel 1: Capaian Rata-Rata Hasil Belajar Siklus I sederhana
No Ranah Rata-Rata (%) 2 Memberikan argumen- 51,92
1 Kognitif 73,26 argumen yang logis
2 Afektif 70,83 3 Melakukan interpretasi 70,51
3 Keterampilan 69,23 4. Menerapkan prinsip 78,21
Proses Sains 5. Menentukan alternatif 57,69
pemecahan masalah
Berdasarkan data pada tabel 1, capaian 6. Merumuskan 75,64
hasil belajar kognitif, afektif, dan kesimpulan
keterampilan proses sains belum
mencapai indikator yang ditetapkan. Berdasarkan data pada tabel 4,
Capaian tiap indikator prestasi belajar persentase siswa yang memiliki
afektif pada pembelajaran siklus I keterampilan berpikir kritis kategori
disajikan pada tabel 2. tinggi belum mencapai indikator yang
ditetapkan.
Tabel 2: Capaian Indikator Afektif Siklus I Pada pembelajaran siklus I,
No Indikator Capaian tahap observasi diawali dengan
Indikator (%) pembagian kelompok di mana siswa
1 Keingintahuan 73,08
2 Kerja sama 69,23 dibagi menjadi empat kelompok
3 Kemandirian 70,19 heterogen yang masing-masing terdiri
dari enam atau tujuh siswa. Menurut
Capaian rata-rata indikator Arends (2008) kolaborasi atau kerja
keterampilan proses sains pada sama pada kelompok-kelompok belajar
pembelajaran siklus I disajikan pada dapat mendorong penyelidikan dan
tabel 3. dialog bersama dan mengembangkan
Tabel 3: Capaian Indikator Keterampilan Proses keterampilan berpikir dan keterampilan
Sains Siklus I
sosial. Keterampilan sosial akan
No Indikator Capaian
Indikator (%) memacu pertukaran ide-ide baru dan
1 Merumuskan masalah 62,50 memperkaya perkembangan intelektual.
2 Merumuskan hipotesis 65,38 Pembagian kelompok dilakukan dalam
3 Merancang percobaan 71,15 rangka menerapkan karakteristik CTL
4. Menentukan variabel 71,15
5. Melakukan pengukuran 69,23
yaitu masyarakat belajar. Pembentukan
6. Menginterpretasikan data 70,19 kelompok bertujuan agar hasil
7. Merumuskan kesimpulan 75,00 pembelajaran diperoleh dari kerja sama
dengan orang lain. Hasil belajar
Capaian persentase jumlah diperoleh dari sharing antara teman,
siswa yang memiliki keterampilan antar kelompok, dan antara yang tahu ke
berpikir kritis berdasarkan kategori yang belum tahu di kelas. Hal tersebut

91
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains

senada dengan teori Vigotsky (Rusman, siswa masih mengalami kesulitan dalam
2010) yang menyatakan bahwa interaksi merumuskan pertanyaan dan hipotesis.
sosial dengan teman lain memacu Hal tersebut dapat dilihat pada hasil
terbentuknya ide-ide baru dan observasi keterampilan proses sains
memperkaya perkembangan intelektual siklus I pada indikator merumuskan
siswa. Dengan kata lain, pengetahuan pertanyaan dan hipotesis masih rendah.
dikonstruksi dari proses kolaboratif Rumusan pertanyaan dan hipotesis yang
dengan orang lain. diajukan siswa kebanyakan belum
Pada tahap observasi siklus I, menghubungkan antara besaran-besaran
siswa berdiskusi untuk menjelaskan yang diukur dalam percobaan. Kesulitan
makna beberapa gambar yang berkaitan dalam merumuskan pertanyaan dan
dengan medan magnet. Pada tahap ini, hipotesis disebabkan karena
sebagian besar siswa masih mengalami keterampilan dalam merumuskan
kesulitan dalam menjelaskan makna dari pertanyaan dan hipotesis merupakan
gambar-gambar yang diamati. Diskusi keterampilan yang baru bagi siswa.
kelompok belum dapat berjalan dengan Kegiatan-kegiatan pembelajaran
lancar dan siswa cenderung bekerja sebelumnya belum mengembangkan
secara individu sehingga guru sering keterampilan-keterampilan tersebut.
memberikan motivasi kepada setiap Dengan belum dapat berjalannya diskusi
siswa untuk bekerja sama. Komunikasi kelompok secara efektif, guru
cenderung terjadi hanya satu arah, satu melakukan pembimbingan terhadap
orang mengungkapkan pendapatnya, setiap kelompok. Bimbingan lebih
sedangkan yang lain masih belum bersifat arahan yang memancing siswa
memberikan respon yang sinergi. Siswa untuk berpikir. Pada tahap ini guru
merasa segan bertanya atau belum dapat memberikan bimbingan
mengungkapkan pendapatnya. individu secara maksimal karena jumlah
Berdasarkan pengamatan, belum anggota setiap kelompok terlalu banyak.
dapat berjalannya aktivitas diskusi Pada kegiatan pembelajaran
kelompok dengan baik disebabkan siklus I terdapat beberapa temuan yang
karena siswa belum terbiasa berdiskusi perlu diperbaiki yaitu:
dan bertukar pikiran secara ilmiah 1. Pada tahap pengamatan obyek,
dengan siswa lain. Selain itu, terlalu sebagian besar masih mengalami
banyak anggota dalam satu kelompok kesulitan dalam memahami maksud
menyebabkan kerja sama kelompok dari beberapa gambar tentang medan
justru kurang efektif. Setiap kelompok magnet yang ditayangkan sehingga
belum tampak adanya pembagian kerja siswa belum dapat merumuskan
yang jelas. Terlalu banyaknya anggota masalah dan hipotesis dengan tepat.
dalam satu kelompok juga menyebabkan 2. Diskusi kelompok belum berjalan
guru tidak dapat memberikan bimbingan dengan baik. Sebagian besar siswa
individu secara maksimal. Guru lebih masih mengandalkan pemikiran
banyak memberikan bimbingan klasikal. individu.
Perwujudan masyarakat belajar pada 3. Banyak siswa yang tidak terlibat aktif
tahap ini belum sepenuhnya berjalan dalam melakukan kegiatan
dengan baik. percobaan.
Pada tahap pengajuan masalah 4. Beberapa kelompok masih
siklus I, setiap kelompok berdiskusi terpengaruh pada buku teks, bukan
untuk merumuskan permasalahan dan berdasarkan hasil percobaan.
hipotesis dari objek gambar yang 5. Kerja sama kelompok masih rendah.
diamati. Pada tahap ini, banyak siswa Berdasarkan hasil belajar
yang hanya mengandalkan jawaban atau yang dicapai pada kegiatan
hasil pemikiran dari teman lain yang pembelajaran siklus I dan temuan-
dianggap lebih pandai. Sebagian besar temuan di lapangan maka diperlukan

92
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains

perbaikan perencanaan tindakan pada pembelajaran siklus II disajikan pada


siklus II. tabel 8.
Tabel 8: Capaian Indikator Keterampilan Proses
Hasil diskusi dengan teman Sains Siklus II
sejawat merekomendasikan beberapa No Indikator Capaian
perbaikan untuk kegiatan Indikator (%)
pembelajaran siklus II antara lain: 1 Merumuskan masalah 80,77
2 Merumuskan hipotesis 83,65
1. Guru menayangkan gambar-gambar 3 Merancang percobaan 81,73
obyek yang disertai dengan 4. Menentukan variabel 84,62
ilustrasinya sehingga siswa lebih 5. Melakukan pengukuran 83,65
mudah memahami meksud dari 6. Menginterpretasikan data 82,69
7. Merumuskan kesimpulan 85,58
gambar tersebut.
2. Kelas dibagi menjadi kelompok-
kelompok kecil yang terdiri dari 3 Berdasarkan data pada tabel 6, capaian
atau 4 siswa tiap kelompok. hasil belajar kognitif, afektif, dan
keterampilan proses sains sudah
Diharapkan semua anggota
mencapai indikator yang ditetapkan.
kelompok terlibat dalam setiap Persentase jumlah siswa yang
tahapan pembelajaran. memiliki keterampilan berpikir kritis
3. Memberikan pemahaman kepada berdasarkan kategori tinggi dan rendah
siswa bahwa yang terpenting dalam siklus II disajikan pada tabel 9.
kegiatan percobaan bukanlah Tabel 9: Persentase Keterampilan Berpikir Kritis
kesesuaian hasil percobaan dengan Berdasarkan Kategori
teori tetapi proses-prosesilmiah yang No Kategori Jumlah Persentase
dilakukan dan sikap-sikap ilmiah siswa
1 Tinggi 19 73,08
(jujur, teliti, tanggung jawab, kritis, 2 Rendah 7 26,92
dan lain-lain).
4. Tugas menyusun makalah tidak Capaian skor tiap indikator keterampilan
diberikan kepada kelompok tetapi berpikir kritis siklus II disajikan pada
kepada setiap siswa. tabel 10.
Siklus II Tabel 10: Capaian Indikator Keterampilan
Materi yang dipelajari pada Berpikir Kritis Siklus II
siklus II adalah gaya magnetik. Hasil No Indikator Capaian
belajar yang dicapai pada kegiatan Indikator (%)
1 Memberikan penjelasan 79,49
pembelajaran siklus II disajikan pada sederhana
tabel 6. 2 Memberikan argumen- 71,79
Tabel 6: Capaian Hasil Belajar Siklus II argumen yang logis
No Ranah Rata-Rata (%) 3 Melakukan interpretasi 71,15
1 Kognitif 78,02 4. Menerapkan prinsip 78,21
2 Afektif 83,33 5. Menentukan alternatif 60,26
3 Keterampilan 83,24 pemecahan masalah
Proses Sains 6. Merumuskan 76,92
kesimpulan
Secara rinci, capaian rata-rata indikator
afektif pada kegiatan pembelajaran Berdasarkan data pada tabel 9,
siklus II disajikan pada tabel 7. persentase siswa yang memiliki
Tabel 7: Capaian Indikator Afektif Siklus II keterampilan berpikir kritis kategori
No Indikator Capaian tinggi sudah mencapai indikator yang
Indikator (%) ditetapkan.
1 Keingintahuan 80,77
2 Kerja sama 86,54 Peningkatan hasil belajar dari
3 Kemandirian 81,73 prasiklus sampai dengan siklus II
disajikan pada gambar 1.
Capaian rata-rata indikator
keterampilan proses sains pada kegiatan

93
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains

80
100

80 60

60 Kognitif 40

40 Afektif 20 Persentase

20 Psikomotor 0
0 Prasiklus Siklus I Siklus II
Prasiklus Siklus I Siklus II
Gambar 4. Grafik Peningkatan Persentase Jumlah
Gambar 1. Grafik Peningkatan Hasil Belajar Siswa yang Memiliki Keterampilan Berpikir
Kognitif, Afektif, dan Keterampilan Proses Sains Kritis Tinggi

Peningkatan capaian tiap


Capaian indikator prestasi
indikator keterampilan berpikir kritis
belajar afektif mengalami peningkatan
disajikan pada gambar 5.
dari prasiklus sampai dengan siklus II
seperti terlihat pada gambar 2. 90
80
100 70
60
80
50
60 Keingintahuan 40 Siklus I
30
40 Kerja sama Siklus II
20
20 Kemandirian 10
0
0
KBK KBK KBK KBK KBK KBK
Prasiklus Siklus I Siklus II 1 2 3 4 5 6

Gambar 2. Grafik Peningkatan Indikator Prestasi Gambar 4. Grafik Peningkatan Capaian Indikator
Belajar Afektif Keteranpilan Berpikir Kritis

Peningkatan capaian indikator Pembelajaran pada siklus II


keterampilan proses sains dari prasiklus dirancang berdasarkan perbaikan dari
sampai dengan siklus II disajikan pada temuan-temuan dan rekomendasi pada
gambar 3. siklus I. Pada tahap pengajuan masalah
90 di siklus II setiap kelompok mengamati
80 objek gambar skema bel listrik yang
70 dilengkapi dengan ilustrasinya. Setiap
60 siswa mengamati dan membaca uraian
50 Prasiklus
yang terdapat pada LKS kemudian
40 Siklus I
30 berdiskusi untuk merumuskan masalah
20 Siklus II dan hipotesisnya. Pada tahapan ini
10 diskusi kelompok sudah berjalan dengan
0 baik. Dengan pembagian kelompok
KPS1KPS2KPS3KPS4KPS5KPS6KPS7 menjadi lebih kecil, peranan masing-
masing individu terhadap kelompoknya
Gambar 3. Grafik Peningkatan Indikator
Keterampilan Proses Sains mulai kelihatan. Hampir semua siswa
terlibat dalam diskusi kelompok
Peningkatan jumlah siswa yang meskipun masih terdapat sebagian kecil
memiliki keterampilan berpikir kritis siswa yang kelihatan pasif. Guru juga
tinggi dari prasiklus sampai siklus II dapat memberikan bimbingan individu
disajikan pada gambar 4. lebih banyak. Kegiatan membimbing
siswa sangat penting dilakukan karena
dapat mengarahkan siswa
mengkonstruksi pengetahuannya. Dari

94
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains

hasil pengamatan, setiap kelompok ditekankan pada kejujuran pengamat,


sudah dapat merumuskan pertanyaan bukan pada kesesuaian hasil pengamatan
dan hipotesis dengan baik. Rumusan dengan teori fisika yang ada. Tahap
pertanyaan dan hipotesis sudah akhir dari proses pemecahan masalah
menunjukkan hubungan antara variabel adalah siswa mempresentasikan hasil
bebas dan variabel terikat. Kemandirian, percobaan di depan kelas. Jumlah siswa
keingintahuan, dan kerja sama siswa yang memberikan pertanyaan lebih
dalam kelompok juga sudah cukup baik. banyak dari pada siklus I. Dengan
Pada tahap pemecahan masalah diskusi kelompok dan diskusi kelas,
siklus II, kemampuan siswa dalam siswa dapat memperoleh kesimpulan
merancang percobaan mengalami dari kegiatan yang dilakukan. Relevan
peningkatan yang signifikan karena dengan teori Vygotsky (Budiningsih,
beberapa hari sebelum melaksanakan 2005) anak-anak memperoleh
kegiatan percobaan, guru meminta siswa pengetahuan dan keterampilan melalui
untuk membaca dasar teori tentang interaksi sosial sehari-hari.
percobaan yang akan dilakukan. Pada siklus II, tugas untuk
Sebagian besar siswa sudah dapat menyusun makalah diberikan kepada
merumuskan prinsip percobaan, setiap siswa dengan tujuan agar siswa
menyebutkan variabel-variabel yang benar-benar aktif, memiliki rasa ingin
diukur, merangkai alat, dan melakukan tahu, kemandirian, dan mengetahui isi
pengukuran. Pada tahap ini sebagian makalah yang akan didiskusikan.
besar siswa sudah aktif dalam kegiatan Setelah tugas penyusunan makalah
kelompoknya. Diskusi siswa berjalan selesai, siswa melakukan diskusi
dengan baik. Hampir semua siswa sudah kelompok tentang penerapan gaya
terlibat dalam merangkai alat dan bahan magnetik dalam kehidupan sehari-hari
serta melakukan pengukuran. misalnya bel lisrtik, motor listrik, alat
Pembagian kelompok menjadi lebih pengeras suara, dan lain-lain. Siswa
kecil cukup efektif dalam mengaktifkan mendiskusikan prinsip kerja alat-alat
siswa. Dengan kelompok yang lebih tersebut serta manfaatnya dalam
kecil setiap siswa merasa memiliki kehidupan sehari-hari. Hal tersebut
tanggung jawab terhadap kegiatan bertujuan agar siswa mengetahui
kelompoknya. Di samping itu, guru manfaat sains dalam kehidupannya.
dapat melakukan pembimbingan Pada tahapan ini, siswa dilatih untuk
individu yang lebih banyak sehingga berpikir secara logis dan ilmiah. Sejalan
dapat mengetahui kondisi internal siswa dengan teori Piaget (Budiningsih, 2005)
dengan lebih baik. Pengumpulan data siswa berada pada tahap operasional
dan kesimpulan yang diambil tiap formal sudah mampu berpikir abstrak
kelompok murni berdasarkan hasil dan logis menggunakan model berpikir
observasi. Semua siswa aktif bekerja ilmiah. Diskusi sudah berjalan dengan
sama dengan kelompoknya, baik baik. Hampir semua siswa terlibat dalam
melakukan percobaan maupun diskusi kelompok. Pada saat satu
berdiskusi untuk mengisi lembar kerja. kelompok mempresentasikan hasil
Tidak ada siswa yang mondar-mandir diskusi, jumlah siswa yang mengajukan
melihat pekerjaan kelompok lain atau pertanyaan lebih banyak dibandingkan
membuka-buka buku untuk dengan siklus I. Hal tersebut
menyamakan teori dengan data yang menunjukkan bahwa sudah terjadi
dikumpulkan. Hal ini menunjukkan perubahan mental dan perilaku siswa
kesadaran siswa akan pentingnya proses akibat perlakuan yang diberikan. Belajar
selama percobaan dibandingkan dengan merupakan akibat adanya interaksi
hasil percobaan yang diperoleh. antara stimulus dan respon (Slavin,
Brotosiswoyo (2000:8) menjelaskan 2000:143). Seseorang dianggap telah
bahwa kegiatan pengamatan lebih

95
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains

belajar sesuatu jika dia dapat prestasi belajar afektif siswa. Pola
menunjukkan perubahan perilakunya. pembelajaran yang menghubungkan
Tahapan-tahapan kegiatan materi fisika dengan konteks dunia nyata
pembelajaran CTL melalui metode dapat menumbuhkan rasa ingin tahu
observasi gejala fisis dirancang agar siswa. Pembelajaran secara
dapat menumbuhkan keterampilan berkelompok dengan strategi kelompok
berpikir kritis siswa. Konsep fisika yang kecil dapat meningkatkan kerja sama
dipelajari dihubungkan dengan konteks siswa. Masing-masing siswa memiliki
kehidupan sehari-hari, penggunaan rasa tanggungjawab dan merasa menjadi
metode diskusi dan perdebatan bagian penting dari kelompok tersebut.
merupakan sarana untuk Penerapan metode observasi gejala fisis
mengembangkan keterampilan berpikir dengan pendekatan keterampilan proses
kritis siswa. Diskusi dapat memotivasi memberikan dampak meningkatnya
siswa untuk meneliti suatu masalah keterampilan proses sains siswa. Siswa
tertentu yang sedang dipelajari secara terlatih untuk melakukan tahapan-
mendalam dan siswa bebas untuk tahapan penemuan konsep sesuai dengan
mengeksplorasi perspektif-perspektif tahapan metode ilmiah. dan tingkat
yang beragam. Hal tersebut sejalan keterampilan berpikir kritis. Pada
dengan pendapat Jacqueline dan Martin kegiatan pembelajaran siklus I,
Brooks dalam Santrock (2007) yang pengorganisasian kelas yang masih
menyatakan bahwa sebuah cara yang dalam kelompok besar kurang dapat
dapat dilakukan untuk menumbuhkan menumbuhkan keterampilan berpikir
keterampilan berpikir kritis siswa dalam kritis siswa secara optimal. Hal tersebut
pembelajaran adalah dengan disebabkan karena partisipasi aktif siswa
menghadapkan siswa pada topik atau di dalam proses pembelajaran masih
tema-tema yang kontroversial dan dekat kurang. Potensi berpikir siswa masih
dengan dunia mereka. kurang teroptimalkan. Penugasan
Siswa dirangsang untuk pembuatan makalah secara kelompok
menggunakan potensi berpikir kritisnya juga belum dapat memaksimalkan
untuk menyelesaikan masalah-masalah potensi berpikir siswa secara individu
yang terjadi pada saat kegiatan padahal tugas membuat makalah
pembelajaran maupun masalah-masalah tersebut dirancang menjadi jembatan
yang disajikan melalui materi agar siswa mampu berpikir dalam
pembelajaran. Keterampilan berpikir menghubungkan konsep fisika ke dalam
siswa sudah mengalami peningkatan konteks kehidupan nyata.
dibandingkan pada kegiatan Pada kegiatan pembelajaran
pembelajaran sebelumnya meskipun siklus II, pengorganisasian kelas
peningkatannya belum signifikan. menjadi kelompok kecil terbukti dapat
Perbaikan-perbaikan yang telah mengkondisikan siswa untuk
dilakukan pada siklus II ternyata mampu memaksimalkan potensi berpikirnya.
meningkatkan kualitas pelaksanaan Kelompok kecil mendorong setiap siswa
pembelajaran. Peningkatan kualitas berartisipasi aktif dalam setiap kegiatan
pelaksanaan pembelajaran berdampak pembelajaran. Penugasan dalam
pada peningkatan hasil belajar siswa. membuat makalah secara individu juga
Hal ini terlihat dari peningkatan hasil tes efektif dalam menumbuhkan
prestasi belajar kognitif dari prasiklus keterampilan berpikir kritis siswa.
sampai dengan siklus II. Adanya Dengan perbaikan perlakuan pada siklus
perbaikan-perbaikan yang dilakukan II, keterampilan berpikir kritis siswa
pada siklus II terutama dalam hal mengalami peningkatan. Menurut
pembagian kelompok menjadi lebih Johnson (2002:181), CTL mengajarkan
kecil dan model penugasan individu langkah-langkah yang dapat digunakan
memberikan dampak peningkatan dalam berpikir kritis dan kreatif. Sistem

96
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains

pembelajaran kontekstual adalah tentang a. Persentase jumlah siswa dengan


pencapaian intelektual yang berasal dari keterampilan berpikir kritis
partisipasi aktif merasakan pengalaman- kategori tinggi mengalami
pengalaman bermakna. peningkatan dari prasiklus
Berdasarkan capaian hasil (23,10%), siklus I (50,00%), dan
belajar dan keterampilan berpikir kritis siklus II (73,08%).
dapat dilihat bahwa hasil belajar dan b. Capaian rata-rata keterampilan
keterampilan berpikir kritis siswa sudah berpikir kritis mengalami
mencapai indikator kinerja yang peningkatan dari prasiklus
ditetapkan. (62,70%), siklus I (67,41%) dan
Kesimpulan dan Rekomendasi siklus II (72,67%).
Kesimpulan dari penelitian ini Rekomendasi dari penelitian ini
sebagai berikut : sebagai berikut :
1. Pembelajaran fisika dengan model 1. Sebelum menerapkan pembelajaran
CTL melalui metode observasi gejala dengan model CTL melalui metode
fisis dapat diterapkan dengan baik observasi gejala fisis, guru sebaiknya
dengan dua siklus yang masing- memberikan pemahaman kepada
masing melalui empat tahapan yaitu: siswa tentang kegiatan yang akan
tahap observasi, tahap pengajuan dilakukan terutama jika model CTL
masalah, tahap pemecahan masalah, melalui metode observasi gejala fisis
tahap pemantapan konsep. baru pertama kali diterapkan. Dengan
2. Pembelajaran fisika dengan model demikian dalam pelaksanaan
CTL melalui metode observasi gejala kegiatan pembelajaran, siswa tidak
fisis dapat meningkatkan hasil belajar lagi beradaptasi dengan model
pada materi kemagnetan siswa kelas tersebut.
XII Imersi 1 SMA Negeri 2 2. Dalam menampilkan gejala fisis
Karanganyar tahun pelajaran sebaiknya guru lebih kreatif misalnya
2013/2014 dengan peningkatan melalui tayangan video, demonstrasi
sebagai berikut : yang divideokan, atau demonstrasi
a. Persentase jumlah siswa yang langsung. Tujuannya agar siswa lebih
mencapai ketuntasan belajar tertarik dan lebih memahami arah
kognitif mengalami peningkatan berpikir mengapa gejala fisis tersebut
dari prasiklus (57,69%), siklus I harus diamati.
(69,23%), dan siklus II (88,46%). 3. Guru harus mempersiapkan secara
b. Capaian rata-rata prestasi belajar matang langkah-langkah yang akan
afektif mengalami peningkatan dilakukan dalam pembelajaran. Alat
dari prasiklus (62,82%), siklus I dan bahan yang digunakan harus
(70,83%), dan siklus II (83,33%). dipersiapkan secara matang dan
c. Capaian rata-rata prestasi belajar sebelumnya harus dicoba terlebih
psikomotor mengalami dahulu.
peningkatan dari prasiklus 4. Dalam pembagian kelompok, guru
(63,65%), siklus I (69,23%), dan harus mempertimbangkan
siklus II (83,24%). keefektifan kelompok dalam arti
3. Pembelajaran fisika dengan model setiap anggota kelompok dapat
CTL melalui metode observasi gejala bekerja sama dalam melakukan
fisis dapat meningkatkan kegiatan kelompok dengan baik.
keterampilan berpikir kritis siswa 5. Hasil penelitian dapat digunakan
kelas XII Imersi 1 SMA Negeri 2 sebagai acuan untuk penelitian
Karanganyar tahun pelajaran berikutnya yang sejenis dan
2013/2014 dengan peningkatan diharapkan dapat memberikan
sebagai berikut : manfaat dan kontribusi bagi dunia

97
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains

pendidikan dan perkembangan ilmu


pengetahuan.

Daftar Pustaka
Arends I Richard. 2008. Learning to Teach.
Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Brotosiswoyo, B.S. 2000. Kemahiran Generik
yang Dapat Ditumbuhkan Lewat
Pengajaran Fisika.Dalam Tim Penulis
PEKERTI Bidang MIPA (Eds.).Hakikat
Pembelajaran MIPA dan Kiat
Pembelajaran Fisika di Perguruan
Tinggi (hal 1-2). Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Budiningsih, AC. 2005. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Costa.L, Arthur. (1985). Developing
minds.Virginia: ASCD.
Dahar, Ratna Wilis. 1989. Teori-Teori Belajar.
Jakarta. Erlangga.
Dahniar N. 2006. Pertumbuhan Aspek
Psikomotorik dalam Pembelajaran
Fisika Berbasis Observasi Gejala Fisis
Pada Siswa SMP. Jurnal Pendidikan
Inovatif.vol-1-no-2-nani-dahniar.pdf
http://jurnaljpi.files.wordpress.com/200
9/09/.
Departemen Pendidikan Nasional. 2002.
Pendekatan Kontekstual. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Fisher A, Scriven M. 1997. Critical Thinking: Its
Definition and Assessment. Point
Reyes (CA): Edgepress.
Johnson, E. B. 2002. CTL (Contextual Teaching
And Learning) Menjadikan Kegiatan
Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan
Bermakna. Bandung: Penerbit Kaifa.
Padilla, Michael J., “The Science Process Skills”
(Versi Elektronik). Research Matters-to
The Science Teacher Publication. No.
9004. March 1, 1990.
http://www.narst.org/publications/resea
rch/skill.cfm, On Line.
Santrock, Jhon W. 2007. Perkembangan Anak.
Jakarta: Erlangga
Santrock, John W. 2010. Psikologi Pendidikan
(terjemahan Tri Wibowo B.). Jakarta :
Kencana.
Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology:
Theory and Practice. Sixth Edition.
Boston: Allyn and Bacon
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran
Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Surabaya: Prestasi Pustaka.

98

Anda mungkin juga menyukai