ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah mengimplementasikan pembelajaran fisika dengan model Contextual
Teaching and Learningmelalui metode observasi gejala fisis untuk meningkatkan hasil belajar dan
keterampilan berpikir kritis pada materi kemagnetan di kelas XII Imersi 1 SMA Negeri 2
Karanganyar tahun pelajaran 2013/2014.Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan
Desember 2013. Subyek penelitian adalah siswa kelas XII Imersi 1 SMA Negeri 2 Karanganyar
tahun pelajaran 2013/2014 yang terdiri dari 26 siswa. Data prestasi belajar kognitif dan
keterampilan berpikir kritis diambil dengan teknik tes sedangkan prestasi belajar afektif dan
psikomotor diambil dengan teknik observasi.Kesimpulan penelitian adalah 1) Model CTL melalui
metode observasi gejala fisis dapat diterapkandengan baik dengan dua siklus melalui empat
tahapanyaitu tahap observasi, tahap pengajuanmasalah, tahap pemecahan masalah, dan tahap
pemantapan konsep, 2) Model CTL melalui metodeobservasi gejala fisis dapat meningkatkan hasil
belajar pada materi kemagnetan dengan rinciansebagai berikut: a) Terdapat peningkatan persentase
jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar kognitif dari prasiklus (57,69%), siklus I
(69,23%), dan siklus II (88,46%), b) Terdapat peningkatan capaian rata-rata prestasi belajar afektif
dari prasiklus (62,82%), siklus I (70,83%), dan siklus II (83,33%), c) Terdapat peningkatan
capaian rata-rata keterampilan proses sains dari prasiklus (63,65%), siklus I (69,23%), dan siklus
II (83,24 %). 3)Model CTL melalui metode observasi gejala fisis dapat meningkatkan
keterampilan berpikir kritis siswa dengan peningkatan sebagai berikut: a) Persentase jumlah siswa
dengan keterampilan berpikir kritis kategori tinggi mengalami peningkatan dari prasiklus
(23,10%), siklus I (50,00%), dan siklus II (73,08%), b) Capaian rata-rata keterampilan berpikir
kritis mengalami peningkatan dari prasiklus (62,70%), siklus I (67,41%) dan siklus II (72,67%).
Kata kunci: CTL, Observasi Gejala Fisis, Hasil Belajar, Keterampilan Berpikir Kritis.
Pendahuluan
Pembelajaran fisika di SMA Negeri 2 dikembangkan model, pendekatan,
Karanganyar khususnya kelas XII Imersi metode, dan teknik yang lebih
1 secara umum sudah berjalan dengan mencerminkan hakikat sains dalam
baik. Guru sudah menerapkan berbagai pembelajaran.
model pembelajaran yang bervariasi. Berdasarkan hasil pengamatan
Namun demikian, masih perlu dalam kegiatan pembelajaran di kelas
86
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
87
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
88
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
89
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
90
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
proses sains rata-rata kelas minimal 75 tinggi dan rendah siklus I disajikan pada
%, dan 4) Keterampilan berpikir kritis tabel 4.
individual ditentukan sebesar 70 dan Tabel4: Persentase Keterampilan Berpikir Kritis
jumlah siswa yangberada pada kategori Berdasarkan Kategori
No Kategori Jumlah Persentase
tinggi sebesar 70%. siswa
1 Tinggi 13 50
Hasil Penelitian dan Pembahasan 2 Rendah 13 50
Siklus I
Siklus I dilaksanakan dalam tiga Secara rinci, capaian tiap
kali pertemuan. Materi yang dipelajari indikator keterampilan berpikir kritis
pada siklus I adalah medan magnet di siklus I disajikan pada tabel 5.
sekitar kawat berarus. Tabel 5: Capaian Indikator Keterampilan Berpikir
Hasil belajar yang dicapai pada Kritis Siklus I
No Indikator Capaian
kegiatan pembelajaran siklus I disajikan Indikator (%)
pada tabel 1. 1 Memberikan penjelasan 78,21
Tabel 1: Capaian Rata-Rata Hasil Belajar Siklus I sederhana
No Ranah Rata-Rata (%) 2 Memberikan argumen- 51,92
1 Kognitif 73,26 argumen yang logis
2 Afektif 70,83 3 Melakukan interpretasi 70,51
3 Keterampilan 69,23 4. Menerapkan prinsip 78,21
Proses Sains 5. Menentukan alternatif 57,69
pemecahan masalah
Berdasarkan data pada tabel 1, capaian 6. Merumuskan 75,64
hasil belajar kognitif, afektif, dan kesimpulan
keterampilan proses sains belum
mencapai indikator yang ditetapkan. Berdasarkan data pada tabel 4,
Capaian tiap indikator prestasi belajar persentase siswa yang memiliki
afektif pada pembelajaran siklus I keterampilan berpikir kritis kategori
disajikan pada tabel 2. tinggi belum mencapai indikator yang
ditetapkan.
Tabel 2: Capaian Indikator Afektif Siklus I Pada pembelajaran siklus I,
No Indikator Capaian tahap observasi diawali dengan
Indikator (%) pembagian kelompok di mana siswa
1 Keingintahuan 73,08
2 Kerja sama 69,23 dibagi menjadi empat kelompok
3 Kemandirian 70,19 heterogen yang masing-masing terdiri
dari enam atau tujuh siswa. Menurut
Capaian rata-rata indikator Arends (2008) kolaborasi atau kerja
keterampilan proses sains pada sama pada kelompok-kelompok belajar
pembelajaran siklus I disajikan pada dapat mendorong penyelidikan dan
tabel 3. dialog bersama dan mengembangkan
Tabel 3: Capaian Indikator Keterampilan Proses keterampilan berpikir dan keterampilan
Sains Siklus I
sosial. Keterampilan sosial akan
No Indikator Capaian
Indikator (%) memacu pertukaran ide-ide baru dan
1 Merumuskan masalah 62,50 memperkaya perkembangan intelektual.
2 Merumuskan hipotesis 65,38 Pembagian kelompok dilakukan dalam
3 Merancang percobaan 71,15 rangka menerapkan karakteristik CTL
4. Menentukan variabel 71,15
5. Melakukan pengukuran 69,23
yaitu masyarakat belajar. Pembentukan
6. Menginterpretasikan data 70,19 kelompok bertujuan agar hasil
7. Merumuskan kesimpulan 75,00 pembelajaran diperoleh dari kerja sama
dengan orang lain. Hasil belajar
Capaian persentase jumlah diperoleh dari sharing antara teman,
siswa yang memiliki keterampilan antar kelompok, dan antara yang tahu ke
berpikir kritis berdasarkan kategori yang belum tahu di kelas. Hal tersebut
91
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
senada dengan teori Vigotsky (Rusman, siswa masih mengalami kesulitan dalam
2010) yang menyatakan bahwa interaksi merumuskan pertanyaan dan hipotesis.
sosial dengan teman lain memacu Hal tersebut dapat dilihat pada hasil
terbentuknya ide-ide baru dan observasi keterampilan proses sains
memperkaya perkembangan intelektual siklus I pada indikator merumuskan
siswa. Dengan kata lain, pengetahuan pertanyaan dan hipotesis masih rendah.
dikonstruksi dari proses kolaboratif Rumusan pertanyaan dan hipotesis yang
dengan orang lain. diajukan siswa kebanyakan belum
Pada tahap observasi siklus I, menghubungkan antara besaran-besaran
siswa berdiskusi untuk menjelaskan yang diukur dalam percobaan. Kesulitan
makna beberapa gambar yang berkaitan dalam merumuskan pertanyaan dan
dengan medan magnet. Pada tahap ini, hipotesis disebabkan karena
sebagian besar siswa masih mengalami keterampilan dalam merumuskan
kesulitan dalam menjelaskan makna dari pertanyaan dan hipotesis merupakan
gambar-gambar yang diamati. Diskusi keterampilan yang baru bagi siswa.
kelompok belum dapat berjalan dengan Kegiatan-kegiatan pembelajaran
lancar dan siswa cenderung bekerja sebelumnya belum mengembangkan
secara individu sehingga guru sering keterampilan-keterampilan tersebut.
memberikan motivasi kepada setiap Dengan belum dapat berjalannya diskusi
siswa untuk bekerja sama. Komunikasi kelompok secara efektif, guru
cenderung terjadi hanya satu arah, satu melakukan pembimbingan terhadap
orang mengungkapkan pendapatnya, setiap kelompok. Bimbingan lebih
sedangkan yang lain masih belum bersifat arahan yang memancing siswa
memberikan respon yang sinergi. Siswa untuk berpikir. Pada tahap ini guru
merasa segan bertanya atau belum dapat memberikan bimbingan
mengungkapkan pendapatnya. individu secara maksimal karena jumlah
Berdasarkan pengamatan, belum anggota setiap kelompok terlalu banyak.
dapat berjalannya aktivitas diskusi Pada kegiatan pembelajaran
kelompok dengan baik disebabkan siklus I terdapat beberapa temuan yang
karena siswa belum terbiasa berdiskusi perlu diperbaiki yaitu:
dan bertukar pikiran secara ilmiah 1. Pada tahap pengamatan obyek,
dengan siswa lain. Selain itu, terlalu sebagian besar masih mengalami
banyak anggota dalam satu kelompok kesulitan dalam memahami maksud
menyebabkan kerja sama kelompok dari beberapa gambar tentang medan
justru kurang efektif. Setiap kelompok magnet yang ditayangkan sehingga
belum tampak adanya pembagian kerja siswa belum dapat merumuskan
yang jelas. Terlalu banyaknya anggota masalah dan hipotesis dengan tepat.
dalam satu kelompok juga menyebabkan 2. Diskusi kelompok belum berjalan
guru tidak dapat memberikan bimbingan dengan baik. Sebagian besar siswa
individu secara maksimal. Guru lebih masih mengandalkan pemikiran
banyak memberikan bimbingan klasikal. individu.
Perwujudan masyarakat belajar pada 3. Banyak siswa yang tidak terlibat aktif
tahap ini belum sepenuhnya berjalan dalam melakukan kegiatan
dengan baik. percobaan.
Pada tahap pengajuan masalah 4. Beberapa kelompok masih
siklus I, setiap kelompok berdiskusi terpengaruh pada buku teks, bukan
untuk merumuskan permasalahan dan berdasarkan hasil percobaan.
hipotesis dari objek gambar yang 5. Kerja sama kelompok masih rendah.
diamati. Pada tahap ini, banyak siswa Berdasarkan hasil belajar
yang hanya mengandalkan jawaban atau yang dicapai pada kegiatan
hasil pemikiran dari teman lain yang pembelajaran siklus I dan temuan-
dianggap lebih pandai. Sebagian besar temuan di lapangan maka diperlukan
92
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
93
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
80
100
80 60
60 Kognitif 40
40 Afektif 20 Persentase
20 Psikomotor 0
0 Prasiklus Siklus I Siklus II
Prasiklus Siklus I Siklus II
Gambar 4. Grafik Peningkatan Persentase Jumlah
Gambar 1. Grafik Peningkatan Hasil Belajar Siswa yang Memiliki Keterampilan Berpikir
Kognitif, Afektif, dan Keterampilan Proses Sains Kritis Tinggi
Gambar 2. Grafik Peningkatan Indikator Prestasi Gambar 4. Grafik Peningkatan Capaian Indikator
Belajar Afektif Keteranpilan Berpikir Kritis
94
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
95
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
belajar sesuatu jika dia dapat prestasi belajar afektif siswa. Pola
menunjukkan perubahan perilakunya. pembelajaran yang menghubungkan
Tahapan-tahapan kegiatan materi fisika dengan konteks dunia nyata
pembelajaran CTL melalui metode dapat menumbuhkan rasa ingin tahu
observasi gejala fisis dirancang agar siswa. Pembelajaran secara
dapat menumbuhkan keterampilan berkelompok dengan strategi kelompok
berpikir kritis siswa. Konsep fisika yang kecil dapat meningkatkan kerja sama
dipelajari dihubungkan dengan konteks siswa. Masing-masing siswa memiliki
kehidupan sehari-hari, penggunaan rasa tanggungjawab dan merasa menjadi
metode diskusi dan perdebatan bagian penting dari kelompok tersebut.
merupakan sarana untuk Penerapan metode observasi gejala fisis
mengembangkan keterampilan berpikir dengan pendekatan keterampilan proses
kritis siswa. Diskusi dapat memotivasi memberikan dampak meningkatnya
siswa untuk meneliti suatu masalah keterampilan proses sains siswa. Siswa
tertentu yang sedang dipelajari secara terlatih untuk melakukan tahapan-
mendalam dan siswa bebas untuk tahapan penemuan konsep sesuai dengan
mengeksplorasi perspektif-perspektif tahapan metode ilmiah. dan tingkat
yang beragam. Hal tersebut sejalan keterampilan berpikir kritis. Pada
dengan pendapat Jacqueline dan Martin kegiatan pembelajaran siklus I,
Brooks dalam Santrock (2007) yang pengorganisasian kelas yang masih
menyatakan bahwa sebuah cara yang dalam kelompok besar kurang dapat
dapat dilakukan untuk menumbuhkan menumbuhkan keterampilan berpikir
keterampilan berpikir kritis siswa dalam kritis siswa secara optimal. Hal tersebut
pembelajaran adalah dengan disebabkan karena partisipasi aktif siswa
menghadapkan siswa pada topik atau di dalam proses pembelajaran masih
tema-tema yang kontroversial dan dekat kurang. Potensi berpikir siswa masih
dengan dunia mereka. kurang teroptimalkan. Penugasan
Siswa dirangsang untuk pembuatan makalah secara kelompok
menggunakan potensi berpikir kritisnya juga belum dapat memaksimalkan
untuk menyelesaikan masalah-masalah potensi berpikir siswa secara individu
yang terjadi pada saat kegiatan padahal tugas membuat makalah
pembelajaran maupun masalah-masalah tersebut dirancang menjadi jembatan
yang disajikan melalui materi agar siswa mampu berpikir dalam
pembelajaran. Keterampilan berpikir menghubungkan konsep fisika ke dalam
siswa sudah mengalami peningkatan konteks kehidupan nyata.
dibandingkan pada kegiatan Pada kegiatan pembelajaran
pembelajaran sebelumnya meskipun siklus II, pengorganisasian kelas
peningkatannya belum signifikan. menjadi kelompok kecil terbukti dapat
Perbaikan-perbaikan yang telah mengkondisikan siswa untuk
dilakukan pada siklus II ternyata mampu memaksimalkan potensi berpikirnya.
meningkatkan kualitas pelaksanaan Kelompok kecil mendorong setiap siswa
pembelajaran. Peningkatan kualitas berartisipasi aktif dalam setiap kegiatan
pelaksanaan pembelajaran berdampak pembelajaran. Penugasan dalam
pada peningkatan hasil belajar siswa. membuat makalah secara individu juga
Hal ini terlihat dari peningkatan hasil tes efektif dalam menumbuhkan
prestasi belajar kognitif dari prasiklus keterampilan berpikir kritis siswa.
sampai dengan siklus II. Adanya Dengan perbaikan perlakuan pada siklus
perbaikan-perbaikan yang dilakukan II, keterampilan berpikir kritis siswa
pada siklus II terutama dalam hal mengalami peningkatan. Menurut
pembagian kelompok menjadi lebih Johnson (2002:181), CTL mengajarkan
kecil dan model penugasan individu langkah-langkah yang dapat digunakan
memberikan dampak peningkatan dalam berpikir kritis dan kreatif. Sistem
96
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
97
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 3, No. III, 2014 (hal 86-98)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
Daftar Pustaka
Arends I Richard. 2008. Learning to Teach.
Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Brotosiswoyo, B.S. 2000. Kemahiran Generik
yang Dapat Ditumbuhkan Lewat
Pengajaran Fisika.Dalam Tim Penulis
PEKERTI Bidang MIPA (Eds.).Hakikat
Pembelajaran MIPA dan Kiat
Pembelajaran Fisika di Perguruan
Tinggi (hal 1-2). Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Budiningsih, AC. 2005. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Costa.L, Arthur. (1985). Developing
minds.Virginia: ASCD.
Dahar, Ratna Wilis. 1989. Teori-Teori Belajar.
Jakarta. Erlangga.
Dahniar N. 2006. Pertumbuhan Aspek
Psikomotorik dalam Pembelajaran
Fisika Berbasis Observasi Gejala Fisis
Pada Siswa SMP. Jurnal Pendidikan
Inovatif.vol-1-no-2-nani-dahniar.pdf
http://jurnaljpi.files.wordpress.com/200
9/09/.
Departemen Pendidikan Nasional. 2002.
Pendekatan Kontekstual. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Fisher A, Scriven M. 1997. Critical Thinking: Its
Definition and Assessment. Point
Reyes (CA): Edgepress.
Johnson, E. B. 2002. CTL (Contextual Teaching
And Learning) Menjadikan Kegiatan
Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan
Bermakna. Bandung: Penerbit Kaifa.
Padilla, Michael J., “The Science Process Skills”
(Versi Elektronik). Research Matters-to
The Science Teacher Publication. No.
9004. March 1, 1990.
http://www.narst.org/publications/resea
rch/skill.cfm, On Line.
Santrock, Jhon W. 2007. Perkembangan Anak.
Jakarta: Erlangga
Santrock, John W. 2010. Psikologi Pendidikan
(terjemahan Tri Wibowo B.). Jakarta :
Kencana.
Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology:
Theory and Practice. Sixth Edition.
Boston: Allyn and Bacon
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran
Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Surabaya: Prestasi Pustaka.
98