Anda di halaman 1dari 25

JOURNAL READING

Alat Drainase Glaukoma Ahmed dibanding Baerveldt pada Glaukoma


Uveitik : Sebuah Studi Retrospektif Komparatif

DISUSUN OLEH:

Ineke Intania - G992003076

PEMBIMBING:

dr. Raharjo Kuntoyo, Sp.M (K)

KEPANITERAAN KLINIK/PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH DR. MOEWARDI
2021
ABSTRAK

Ikhtisar : Alat drainase glaukoma Baerveldt menunjukkan pengurangan tekanan


intraokular (IOP) yang lebih besar dari Ahmed pada pasien dengan glaukoma uveitik.
Penyebab paling umum dari kegagalan adalah TIO yang tidak terkontrol pada Ahmed
dan hipotoni pada kelompok Baerveldt.
Tujuan: Untuk membandingkan efikasi dan keamanan alat drainase glaukoma
Ahmed dan Baer veldt pada glaukoma uveitik.
Bahan dan Metode: Studi retrospektif komparatif yang mana di dalamnya termasuk
pasien dengan glaukoma uveitik yang menjalani Ahmed atau implantasi perangkat
drainase glaukoma Baerveldt dengan minimum follow up 3 bulan. Sukses
didefinisikan sebagai TIO lebih dari 6 dan kurang dari 21 mm Hg dan terdapat
penurunan >20% pada 2 kunjungan berturut-turut setelah bulan ketiga dengan (sukses
yang memenuhi syarat) atau tanpa (sukses penuh) obat-obatan dan tidak ada operasi
glaukoma lebih lanjut atau kehilangan penglihatan. TIO, jumlah obat, ketajaman
visual, komplikasi, dan intervensi dibandingkan antar kelompok.
Hasil: Secara total, 137 mata dari 122 pasien (67 Ahmed, 70 Baerveldt) dimasukkan.
TIO pra operasi dan jumlah obat dalam kelompok Ahmed (32,7 ± 10,3 mm Hg; 4,1 ±
1,3) serupa dengan Baerveldt (32,1 ± 10,2 mm Hg; 4,3 ± 1,3; P=0,73, 0,35).
Pemantauan follow up terakhir adalah (18,1 ± 9,8 mm Hg; 2,1 ± 1) pada Ahmed dan
(12,7 ± 6,9 mm Hg; 1,3 ± 1,3) dalam kelompok Baerveldt (P=0,04, 0,01). Baerveldt
memiliki pengurangan TIO yang lebih besar (60,3% vs 44,5%) dan tingkat
keberhasilan yang lengkap (30% vs. 9%) dengan tingkat komplikasi yang lebih tinggi
(51,4% vs. 20,9%) (semua P≤0,05). Operasi ulang glaukoma de novo adalah 19% di
kelompok Ahmed dan 4% di kelompok Baerveldt (P= 0,006). Hipotoni
mengakibatkan kegagalan pada 7 mata (10%) di kelompok Baerveldt dan tidak ada
dalam kelompok Ahmed (P= 0,013).
Kesimpulan: Tingkat keberhasilan lengkap yang lebih tinggi dan secara signifikan
lebih besar terjadinya pengurangan rata-rata TIO dan jumlah obat terdapat pada
kelompok Baerveldt, tetapi dengan tingkat komplikasi yang lebih tinggi termasuk
hipotoni.
Kata Kunci: tekanan intraokular, alat drainase glaukoma, glaukoma, hipotoni, uveitis

LATAR BELAKANG
Uveitis adalah penyebab utama ketiga kebutaan yang dapat dicegah di seluruh
dunia dan glaukoma yang terkait dengan uveitis adalah salah satu komplikasi
inflamasi intraokular yang paling serius dan mengancam penglihatan. 1 Insiden
glaukoma yang dilaporkan pada pasien dengan uveitis bervariasi antara 9,6% hingga
18,3%2,3 tetapi bisa setinggi 46% dalam kasus uveitis kronis yang parah.3 Glaukoma
sekunder lebih melemahkan visualisasi dibandingkan dengan glaukoma primer
dengan prevalensi kebutaan yang dilaporkan sebesar 14,3%.4 Penatalaksanaan
glaukoma uveitik dianggap menantang karena terjadi dua permasalahan yaitu
peradangan dan peningkatan tekanan intraokular (TIO) yang perlu diselesaikan secara
bersamaan.
Intervensi bedah dapat diindikasikan pada glaukoma uveitik yang sulit
disembuhkan dengan terapi medis. Tantangan utama dalam kasus ini melibatkan
fibrosis yang diinduksi peradangan dan adanya jaringan parut, peningkatan TIO yang
diinduksi steroid, dan fluktuasi tekanan intra okuler. Studi secara terpisah
menunjukkan bahwa baik trabeculektomi dan alat drainase glaukoma (GDD) adalah:
cukup efektif dalam mengendalikan glaukoma uveitik. Mitomycin-C yang
ditingkatkan dengan trabekulektomi menawarkan kontrol tekanan intraokuler jangka
menengah dan panjang pada glaukoma uveitik; namun, sejumlah besar pasien
membutuhkan intervensi lebih lanjut untuk mengontrol tekanan intra okuler. 11,12
Trabekulektomi tampaknya kurang efektif dalam mempertahankan tekanan intra
okuler pada glaukoma uveitik dibandingkan glaukoma sudut terbuka primer, 12 dan
kebutuhan untuk operasi katarak tambahan lebih sering terjadi pada mata dengan
glaukoma uveitik.
Studi Tube dengan trabekulektomi melaporkan bahwa tingkat kegagalan
kumulatif GDD (29,8%) secara signifikan lebih rendah daripada kelompok
trabekulektomi (46,9%).14 Baik Ahmed Glaucoma Valve (AGV) dan Baervelth
Glaucoma Implant (BGI) telah menunjukkan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi
jangka panjang dibandingkan dengan trabekulektomi.15,16 Studi yang membandingkan
hasil AGV dan BGI dalam glaukoma refrakter melaporkan BGI memiliki tingkat
kegagalan yang lebih rendah dan tekanan intra okuler pasca operasi yang lebih
rendah, tetapi terkait dengan risiko hipotoni yang lebih tinggi. Beberapa penelitian
telah membandingkan keberhasilan implan dengan valve dan nonvalved dalam
glaukoma refrakter dengan hasil yang bervariasi; namun, glaukoma uveitik hanya
sebagian kecil dari kasus-kasus studi ini dan ada sedikit informasi yang
dipublikasikan tentang keamanan dan kemanjuran jangka panjang dari implan pada
glaukoma uveitik. Sebuah analisis retrospektif dari hasil 5 tahun dari BGI 250 mm2
pada glaukoma uveitik melaporkan bahwa terjadi 51,2% pengurangan rata-rata TIO
dengan profil keamanan yang baik.10 GDD pada pasien dengan uveitis memiliki efek
yang sama pada TIO seperti pada pasien tanpa uveitis. 18 Sebuah studi perbandingan
baru-baru ini pada AGV dan BGI pada glaukoma uveitik telah menunjukkan tingkat
kegagalan yang lebih rendah dengan BGI tanpa perbedaan yang signifikan dalam
penurunan TIO antara keduanya.19 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
membandingkan keamanan dan efikasi AGV dan BGI pada glaukoma uveitik.
MATERIAL DAN METODE

Studi komparatif retrospektif ini disetujui oleh Dewan Peninjau Kelembagaan


Rumah Sakit Mata Wills dan menganut prinsip Deklarasi Helsinki. Pasien dengan
diagnosis glaukoma uveitik (usia >14 tahun) yang menjalani prosedur GDD di Rumah
Sakit Mata Wills Layanan glaukoma antara 1 Oktober 2006 dan Desember 31, 2018
dengan minimal follow up 3 bulan diinklusi. Informasi demografis dan klinis
dikumpulkan dari kunjungan pra operasi, kunjungan pasca operasi hari pertama, minggu
1, bulan 1, 2, 6, 12, dan setiap tahun setelahnya sampai tindak lanjut terakhir atau waktu
untuk operasi glaukoma berikutnya. Data demografi termasuk usia, jenis kelamin, ras,
jenis uveitis (anterior, intermediate, posterior, atau panuveitis), dan sebelumnya
dilakukan terapi laser/bedah. Informasi yang dikumpulkan dari semua kunjungan
termasuk ketajaman visual (VA), TIO, jumlah obat anti glaukoma, komplikasi, dan
kebutuhan untuk intervensi. Pasien dengan <3 bulan masa follow up dan mata dengan
operasi GDD yang gagal sebelumnya diekslusi.
Sukses didefinisikan sebagai TIO antara 6 mm dan 21 mm Hg dan terjadi
pengurangan >20% dari baseline pada 2 kunjungan berturut-turut setelah 3 bulan
dengan (sukses yang memenuhi syarat) atau tanpa (sukses sepenuhnya) obat
antiglaukoma tanpa operasi glaukoma lebih lanjut. Kegagalan didefinisikan sebagai
phthisis, hilangnya cahaya persepsi, kebutuhan untuk operasi glaukoma lebih lanjut
(siklodestruksi atau GDD kedua), TIO > 21 mm Hg dan <20% pengurangan dari
baseline (kegagalan karena TIO yang tidak terkontrol) atau <6 mm Hg (hipotoni) pada 2
kunjungan berturut-turut setelah bulan ketiga pasca operasi. Intervensi seperti
penggantian jahitan tidak dianggap sebagai operasi ulang.
ANALISIS STATISTIK
Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan Statistical Paket untuk Ilmu
Sosial Versi 23 (IBM, New York, NY) dan STATA (Stata Corp LP, College Stasiun,
TX). Ketajaman Snellen dikonversi ke nilai logMAR untuk tujuan statistik. Variabel
kontinu seperti TIO pra operasi dan pasca operasi, jumlah obat, dan VA dibandingkan
antara 2 kelompok menggunakan Student t test. Tes x2 atau Fisher exact test digunakan
untuk variabel nominal. Nilai P ≤ 0,05 dianggap signifikan secara statistik. Kaplan-
Meier survival curve digunakan untuk mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan
kumulatif.
HASIL
Sebanyak 137 mata dari 122 pasien dilibatkan dalam studi (AGV = 67 mata;
BGI = 70 mata). Demografi dan karakteristik dasar klinis pasien dari kedua kelompok
dirinci dalam Tabel S1. Tidak ada perbedaan karakteristik yang signifikan antara kedua
kelompok. Nilai rata-rata ( ± SD) usia subjek dalam kelompok AGV adalah 65,94 ( ±
14,5) dan kelompok BGI adalah 60,79 ( ± 17,4) tahun (P= 0,06). Dari seluruh populasi
penelitian, 57,7% adalah individu perempuan, 23% menderita diabetes, dan 54%
menderita hipertensi. Jenis uveitis yang paling umum adalah anterior uveitis (86,5%)
diikuti oleh panuveitis (6,8%) dan posterior uveitis (6%). 8,8% pasien menerima
imunosupresan oral dan 7,3% steroid oral. Dari 7 pasien dengan hipotoni pada
kelompok BGI, hanya 1 pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif sistemik.
Enam belas mata (24%) di AGV dan 18 (26%) di kelompok BGI telah
menjalani trabekulektomi sebelum implantasi GDD (P=0.8). 51,1% dari mata adalah
pseudofakia dengan tidak ada perbedaan yang signifikan antara 2 kelompok (P = 0,1).
Sebanyak 18 mata dari kelompok BGI telah melakukan ekstraksi katarak dan 8 mata
menjalani operasi trabekulektomi . Rata-rata tindak lanjut adalah 29,6 ± 3,6 bulan di
kelompok AGV dan 33,1 ± 3,8 bulan pada kelompok BGI (P= 0,5).
Tabel 1. Demografi dan karakteristik dasar klinis pasien dari kedua kelompok

Overall Ahmed Baerveldt P- value

N= 137 N= 67 N= 70

Age, mean ±SD 63.4 (16) 65.9 (14.5) 60.8 (17.4) 0.06

Sex, Female, n (%) 79 (57.7) 43 (64.2) 36 (51.4) 0.13


Ethnicity

White, n (%) 55 (40) 25 (37) 30 (43) 0.51


African American, n (%) 57 (42) 25 (37) 32 (46) 0.31
Hispanic, n (%) 4 (3) 3 (5) 1 (1) 0.36
Asian, n (%) 3 (2) 2 (3) 1 (1) 0.61

Laterality OD n (%) 67 (48.9) 31 (46.3) 36 (51.4) 0.6

Diabetics, n (%) 31 (22.6) 17 (25.4) 14 (20) 0.54

IOP (mm Hg), mean ±SD 32.4(10.2) 32.7 (10.2) 32.1 (10.2) 0.73

Glaucoma medications, mean 4.2 (1.3) 4.1 (1.3) 4.3 (1.3) 0.35
±SD

Visual acuity (log MAR), mean 0.95 (2) 1.17 (3.2) 0.73 (0.72) 0.27
±SD

Systemic immunosuppressants, n 22 (16%) 9 (13.4) 13 (18.6) 0.17


(%)

Central corneal thickness (µm), 557.8 (61) 560.2 (74.8) 555.4 (47.2) 0.71
mean ±SD

Spherical equivalent, diopter -1.59 (3.7) -1.48 (3.5) -1.7 (3.8) 0.81
Previous surgeries

Cataract surgery, n (%) 70 (51.1) 39 (58.2) 31(44.3) 0.1


Trabeculectomy, n (%) 34 (24.8) 16 (23.9) 18 (25.7) 0.8
Previous Laser interventions

Trabeculoplasty, n (%) 28 (20.4) 15 (22.4) 13 (18.6) 0.58


Laser PI, n (%) 11 (8) 6 (9) 5 (7.1) 0.67
PROFIL IOP dan MEDIKASI GLAUKOMA

Gambar 1 menunjukkan kurva TIO pada kunjungan lanjutan. Kedua


kelompok mengalami penurunan TIO yang signifikan pasca operasi. Pasien yang
menjalani operasi ulang glaukoma atau diberi label sebagai gagal telah dihapus
dari analisis selanjutnya. TIO rata-rata menurun dari 32,7 ± 10,3 menjadi 13,4 ±
3,9 mm Hg di AGV dan 32,1 ± 10,2 hingga 13,7 ± 7,2 mm Hg pada kelompok
BGI pada akhir 4 tahun (P<0,0001 untuk keduanya). Saat dikoreksi untuk
penurunan tingkat TIO dengan memperhatikan jumlah kegagalan atau mati, TIO
dihitung untuk 67 pasien pada kelompok AGV dan 70 pasien pada kelompok BGI
adalah 18,1 ± 9,8 dan 12,7 ± 6,9 mm Hg pada akhir tindak lanjut, masing-masing,
menunjukkan pengurangan TIO dari 14,6 ± 12,5 [95% confidence interval (CI),
11,6-17,6] dan 19,4 ± 11,5 (95% CI, 16,7-22,1) mm Hg, masing-masing.
Perbedaan TIO antara 2 kelompok pada tindak lanjut terakhir adalah signifikan
secara statistik (P<0,001). TIO secara signifikan lebih rendah pada kelompok BGI
selama tahun pertama (14,8 ± 6,8 vs. 17,7 ± 7,2 mm Hg, P=0,01).
Jumlah rata-rata penurunan obat dari 4,1 ± 1,3 hingga 1,5 ± 1,2 pada grup
AGV dan 4,3 ± 1,3 hingga 1,2 ± 1,2 pada kelompok BGI pada akhir 4 tahun
(P<0,0001). Jumlah obat pada follow up terakhir adalah 2.1 ± 1.1 dan 1.3 ± 1.3
dalam kelompok AGV dan BGI, masing-masing. Penurunan yang signifikan dalam
kebutuhan terapi medis pada kedua kelompok terlihat pada kunjungan tindak lanjut
terakhir. BGI menunjukkan penurunan signifikan lebih tinggi dalam penggunaan
obat sampai 1 tahun tindak lanjut. Perbedaan ini secara bertahap berkurang pada
tindak lanjut berikutnya (Gbr. 1)
Gambar 1. Rata – Rata Tekanan Intra Okular dan Jumlah Medikasi

HASIL PENGOBATAN

Keberhasilan bedah secara keseluruhan (lengkap + memenuhi syarat)


adalah 63% pada kelompok AGV dan 70% pada kelompok BGI, dengan tingkat
keberhasilan lengkap yang jauh lebih tinggi pada kelompok BGI (30% vs. 9%,
P=0,002). Penyebab kegagalan yang paling umum pada kelompok AGV adalah
kontrol TIO yang tidak memadai (Tabel S2). Sebelas mata (16%) menjalani
implantasi second tube shunt. Penyebab paling umum dari kegagalan dalam
Kelompok BGI adalah hipotonik [7 dari total 21; (33%) gagal kasus]. Tidak ada
kasus hipotoni yang terlihat pada kelompok AGV. Kegagalan karena eksplanasi
tabung terlihat pada 3 mata di kelompok AGV dan 2 pada kelompok BGI (P=
0,68).
Tabel 2: Surgical outcomes Ahmed dan Baerveldt pada Glaukoma Uveitik

Surgical Outcomes Ahmed Baerveldt p-value


(n= 67) (n=70)

Total Success 42 (63%) 49 (70%) 0.36

Complete Success 6 (9%) 21 (30%) 0.002

Qualified Success 36 (54%) 28 (40%) 0.11

Failure 25 (37%) 21 (30%) 0.36

Reason for treatment failure

Inadequate IOP control* 6 (9%) 8 (11%) 0.63


(without additional glaucoma
surgery)

Reoperation to lower IOP 13 (19%) 3 (4%) 0.006

Persistent Hypotony# 0 7 (10%) 0.013

Tube Explantation 3 (4%) 2 (3%) 0.68

Loss of light perception 3 (4%) 1 (1%) 0.36

IOP- Intraocular Pressure


*IOP >21 mm Hgand<20% reduction at 2 consecutive visits after 3 months
#IOP < 6 mm Hg at 2 consecutive visits after 3 months

VA
Baseline VA adalah 1,17 ± 3,2 dan 0,73 ± 0,72 in kelompok AGV dan
BGI, masing-masing, tanpa perbedaan signifikan antara 2 kelompok (P= 0.27;
95% CI, 0.35 - 1.22). VA akhir adalah 0,64 ± 0,68 dan 0,76 ± 0,88 di AGV dan
kelompok BGI, masing-masing (P= 0,696; 95% CI, -0,71 hingga 0,48). Kedua
kelompok menunjukkan sedikit peningkatan VA tanpa perbedaan yang signifikan
antara 2 kelompok di seluruh kunjungan lanjutan. Kehilangan penglihatan yang
menyebabkan tidak adanya persepsi cahaya terlihat pada 3 mata pada kelompok
AGV dan 1 pada kelompok BGI. Rata-rata baseline VA di 7 mata dengan hipotoni
di Kelompok BGI adalah 0,83 ± 0,7, yang memburuk menjadi rata-rata VA 1,15 ±
0,66 pada tindak lanjut terakhir yang tercatat (P=0,4). Durasi rata-rata hipotoni
adalah 12 ± 6,24 bulan

KOMPLIKASI POST OPERASI DAN INTERVENSI

Tingkat komplikasi setelah operasi secara signifikan lebih tinggi pada


kelompok BGI dibandingkan kelompok AGV (51% vs 21%, P<0,001. Hifema
pascaoperasi (4%) dan tube exposure (12%) adalah komplikasi penting dalam
kelompok AGV. Efusi koroid (11%), tube cornea touch (7%), dan iritis parah
(6%) lebih sering terjadi pada kelompok BGI. Satu mata di kelompok BGI
didapatkan dengan hipopion dan endoftalmitis tertunda dalam 4 bulan setelah
tindak lanjut.
Intervensi pasca operasi tercantum dalam Tabel S4. Meskipun kelompok
BGI memiliki tingkat komplikasi yang signifikan, tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam jumlah intervensi antara 2 kelompok (P= 0,11). Tube revision
adalah intervensi yang paling umum untuk tube retraction, paparan, dan tube
corneal touch. Mata pada kelompok AGV menerima GDD kedua dibandingkan
dengan BGI (11 vs. 2, P= 0,008). Tiga mata di kelompok AGV dan 2 di kelompok
BGI menjalani tube explantation. Jumlah mata pada kelompok BGI yang
menjalani transplantasi kornea lebih banyak dibandingkan dengan kelompok AGV
(6 vs. 0; P=0,03). Insiden operasi katarak setelah implantasi tabung serupa pada
kedua kelompok (P= 0,76).

Tabel 3: Komplikasi pada Ahmed dibandingkan dengan Baerveldt pada Glaukoma


Uveitik

Complications n(%) Ahmed (n=67) Baerveldt (n=70) P value

Flat anterior chamber 0 2 (3%) 0.497

Choroidal effusions 2 (3%) 8 (11%) 0.06

Fibrin membrane/ Severe iritis 0 4 (6%) 0.12

Hyphema 3 (4%) 3 (4%) 1.0

Corneal Decompensation 0 4 (6%) 0.12

Motility disorder 0 1 (1%) 1.0

Choroidal hemorrhage 0 1 (1%) 1.0

Endophthalmitis 0 1 (1%) 1.0

Tube complications

- Tube obstruction 1 (1.5%) 2 (3%) 1.0

- Tube cornea touch 0 5 (7%) 0.06

- Tube exposure 8 (12%) 3 (4%) 0.1

- Tube retraction 0 2 (3%) 0.497

Total 14 (21%) 36 (51%) <0.001


Tabel 4. Intervensi Pasca Operasi
SLT 1 (1%) 0 0.49

Nd: YAG membranotomy 0 2 (3%) 0.497

Choroidal drainage 0 3 (4%) 0.25

Other (Pupillary membrane removal) 0 2 (3%) 0.497

Total 30 (45%) 41 (59%) 0.11


Gambar 2. Analisis Kaplan – Meier

DISKUSI

Studi retrospektif ini membandingkan efikasi dan keamanan dari 67 mata


dengan implantasi AGV dan 70 mata dengan implantasi BGI pada pasien dengan
glaukoma uveitik. Tingkat keberhasilan keseluruhan dalam kelompok BGI adalah
70% dan di kelompok AGV adalah 63% (P=0,36). Kelompok BGI memiliki tingkat
keberhasilan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kelompok AGV (30% vs.
9%, P= 0,002). BGI juga menunjukkan pengurangan TIO yang lebih besar
dibandingkan dengan kelompok AGV (60,3% vs 44,5%).
Kedua kelompok menunjukkan penurunan TIO dan jumlah obat yang
signifikan dibandingkan dengan baseline. Keseluruhan komplikasi lebih tinggi pada
kelompok BGI dibandingkan dengan kelompok AGV (51% vs 21%, P<0,001).
Komplikasi yang paling umum pada kelompok BGI adalah efusi koroid terlihat yang
pada 8 dari 36 mata (22% dari semua komplikasi) dan pada kelompok AGV adalah
tube exposure yang terlihat pada 8 dari 14 mata (57% dari semua komplikasi). Angka
kejadian kehilangan penglihatan sampai hilangnya persepsi cahaya adalah 4% di
AGV dan 1% di kelompok BGI (P=0,36). Pada kelompok AGV, tingkat kegagalan
adalah 37% dan penyebab paling umum dari kegagalan adalah TIO yang tida
terkontrol sehingga membutuhkan operasi glaukoma tambahan (19%). Kegagalan
pada kelompok BGI adalah 30% dan hipotoni persisten (10%) adalah penyebab
kegagalan yang paling umum.
Studi yang membandingkan trabekulektomi dan aqueous shunts pada
glaukoma uveitik telah menunjukkan tingkat keberhasilan kumulatif yang tinggi.
Ahmed dibandingkan Baerveldt (AVB) dan Perbandingan Ahmed Baerveldt (ABC)
pada studi prospektif, multisenter, serta uji coba secara acak membandingkan 2 GDD
yang paling sering digunakan pada pasien dengan glaukoma yang sulit
disembuhkan.20,21 Dua puluh tiga dari 238 (10%) pasien dalam penelitian AVB
memiliki glaukoma uveitik, 10 memiliki AGV, dan 13 BGI. 21 Hanya 18 dari 276
(7%) pasien dalam studi ABC memiliki glaukoma uveitik, 11 pada AGV dan 7 pada
22
kelompok BGI, menunjukkan glaukoma uveitik hanya merupakan minoritas pada
studi ini. Sebuah metaanalisis baru-baru ini membandingkan kelebihan GDD pada
glaukoma uveitik dan nonuveitik menunjukkan hasil yaitu pengurangan TIO pada
kedua kelompok, melaporkan 38 mata di kelompok uveitik.18 Oleh karena itu hasil
dari studi ini mungkin dapat digunakan sebagai perbandingan pada hasil penelitian
saat ini.
Sebuah studi komparatif retrospektif oleh Tsai et al melaporkan hasil bedah
jangka panjang dari AGV dan BGI pada glaukoma yang sulit disembuhkan, 70 kasus
pada BGI dan 48 pada AGV.23 Insiden glaukoma uveitik adalah 21% di kelompok
AGV dan 4% pada kelompok BGI (P= 0,005). Terlebih lagi, kelompok AGV lebih
lama dan memiliki baseline TIO yang lebih tinggi. Perbedaan ini membuat sulit
untuk memperkirakan kemungkinan hasil pada glaukoma uveitik.
TIO adalah satu-satunya faktor risiko yang dapat dimodifikasi yang diketahui
untuk mencegah perkembangan glaukoma24 dan berfungsi sebagai faktor penting
ukuran dalam penilaian keberhasilan bedah dan operasi glaukoma. Dalam penelitian
ini penurunan yang signifikan dari TIO terlihat pada kedua kelompok dengan
penurunan TIO sebesar 44,5% dan 60,3% dengan kelompok AGV dan BGI, masing-
masingnya. BGI menunjukkan pengurangan yang jauh lebih besar (P<0,001).
Penurunan yang signifikan dalam jumlah obat glaukoma terlihat pada kedua
kelompok dengan 49% dan 72% pengurangan pada kelompok AGV dan BGI,
masing-masingnya. Studi melaporkan efikasi AGV dan BGI pada glaukoma yang
sulit disembuhkan, terutama glaukoma sudut terbuka primer menunjukkan BGI lebih
efektif dalam penurunan TIO dan penurunan jumlah obat glaukoma bila
dibandingkan dengan AGV.17,20,23 Dari semua implan BGI dalam penelitian ini, 36%
adalah BGI dengan ukuran 250 mm2 dan 59% BGI dengan ukuran 350 mm2, dari
keduanya tidak ada perbedaan keberhasilan yang signifikan (P = 0,98). Studi telah
melaporkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat keberhasilan bedah
antara BGI dengan ukuran 250 mm2 dan BGI dengan ukuran 350 mm2, sehingga
dapat disimpulkan bahwa ukuran GDD mungkin tidak terkait dengan hasil tindakan
bedah.25,26 Dalam penelitian ini, kedua kelompok menunjukkan peningkatan dalam
VA pasca operasi. Hal ini berbanding terbalik dengan penurunan VA yang signifikan
dalam studi AVB dan ABC. Baseline VA dalam penelitian kami adalah 1,17 ± 3,2
dan 0,73 ± 0,72 pada kelompok AGV dan BGI, masing-masingnya.
Tingkat kegagalan adalah 37% dan 30% untuk kelompok AGV dan BGI,
masing-masing. Meskipun tingkat kegagalan dengan AGV lebih tinggi, perbedaannya
tidak signifikan secara statistik (P=0,36). Hasilnya sebanding dengan studi analisis
ABC dan AVB yang menunjukkan tingkat kegagalan 49% dan 37%, masing-
masingnya.17 Tsai et al23 melaporkan tingkat kegagalan 37,5% dan 37,1% untuk
kelompok AGV dan BGI, masing-masingnya, dan tidak ada perbedaan yang
signifikan. Sebuah metaanalisis oleh Wang et al melaporkan tingkat keberhasilan
yang signifikan pada BGI dibandingkan dengan AGV pada glaukoma refrakter. 27
Penelitian ini menunjukkan tingkat keberhasilan yang signifikan yang mana lebih
tinggi dalam kelompok BGI (30% vs. 9%, P=0,002).
Penyebab paling umum dari kegagalan adalah kontrol TIO yang tidak adekuat
pada kelompok AGV. Jumlah yang gagal karena kontrol TIO yang tidak adekuat
adalah 19 pada kelompok AGV (mewakili 76% dari semua kegagalan AGV). Hasil
studi lima tahun dari ABC telah menunjukkan bahwa terdapat 46 kegagalan dalam
kelompok AGV (mewakili 80% dari semua kegagalan AGV). Selama 4 tahun
dilakukan follow up, hipotoni persisten adalah penyebab paling umum dari kegagalan
pada kelompok BGI, terjadi pada 7 mata (33% dari semua kegagalan) dan
dibandingkan dengan hasil studi ABC selama 5 tahun yaitu terdapat 6 mata yang
mengalami hipotoni persisten (13% dari semua kegagalan). Sebuah studi komparatif
retrospektif oleh Chow et al19 membandingkan hasil dari trabekulektomi, AGV, dan
BGI shunt pada glaukoma uveitik. Hipotoni persisten terlihat pada trabekulektomi
sebanyak 6% (1/17 mata), 7% dari BGI (8 dari 108 mata), dan tidak ada di kelompok
AGV. Insiden hipotoni secara signifikan lebih tinggi pada kelompok BGI
dibandingkan dengan kelompok AGV (10% vs. 0) pada studi ini. Namun,
metaanalisis menunjukkan hasil bahwa AGV dan BGI pada glaukoma refrakter tidak
menunjukkan perbedaan sehubungan dengan komplikasi hipotonik.
Komplikasi awal pasca operasi yang penting pada BGI termasuk efusi koroid
(11%), severe iritis (6%), flat anterior chamber (3%), perdarahan koroid (1%), dan
transient diploplia (1%). Komplikasi pasca operasi yang terjadi belakangan termasuk
tube cornea touch (7%) dan tube obstruction (3%). Delayed Endoftalmitis terlihat
pada 1 mata dalam 4 bulan follow up dan dapat teratasi dengan antibiotik intravitreal
dan vitrektomi inti dengan eksplanasi tabung. Chow dan rekannya melaporkan
kejadian dekompensasi kornea sebesar 9% (2/22 mata) dan 20% (22/108 mata) dari
kelompok AGV dan BGI, masing-masingnya. Namun, perbedaan ini tidak signifikan
secara statistik karena perbedaan besar ukuran sampel.19 Dekompensasi kornea karena
glaukoma refrakter dan uveitis aktif dapat menyebabkan visualisasi yang buruk.
Peradangan segmen anterior mempengaruhi endotel kornea dengan penurunan yang
signifikan dalam kepadatan sel endotel.31,32 Dalam kelompok BGI, 5 mata mengalami
tube corneal tuch dan 4 mata ini menjalani tube revision dan 1 mata menjalani tube
explantation. Transplantasi kornea selanjutnya dilakukan pada 6 mata di kelompok
BGI, 2 dengan tube corneal touch, dan 4 dengan severe corneal decompensation.
Tidak ada mata pada kelompok AGV yang membutuhkan transplantasi. Komplikasi
kornea lebih sering dilaporkan pada kelompok BGI pada studi AVB dan studi
ABC.20,21
Karena sifat retrospektif dari penelitian ini serta keterbatasan termasuk
kurangnya randomisasi dan kemungkinan bias seleksi. Selain itu, follow up yang
tidak konsisten dapat menyebabkan poin data yang terlewatkan dalam studi
retrospektif. Studi ini tampaknya menjadi studi komparatif retrospektif jangka
panjang pertama yang menganalisis hasil dari 2 alat umum yang digunakan pada
glaukoma uveitik. Dengan pengurangan yang signifikan dalam TIO dan jumlah obat
glaukoma, BGI mungkin menjadi pilihan yang lebih baik pada pasien dengan
glaukoma uveitik, walaupun, risiko komplikasi yang lebih tinggi termasuk hipotoni
harus dipertimbangkan.
Singkatnya, baik GDD berupa AGV dan BGI efektif dalam menurunkan TIO
dan kebutuhan akan obat glaukoma pada glaukoma uveitik. BGI mencapai tingkat
keberhasilan yang lebih tinggi dengan risiko komplikasi yang lebih tinggi termasuk
hipotonia. Pasien yang menerima AGV berada pada risiko kegagalan yang lebih
tinggi dan kebutuhan untuk operasi glaukoma lebih lanjut.

RESUME

Nama Jurnal Glaukoma (Glaucoma Research Center), Drexel University


Jurnal
College of Medicine
Judul Alat Drainase Glaukoma Ahmed dibanding Baerveldt pada
Glaukoma Uveitik : Sebuah Studi Retrospektif Komparatif

Latar Penatalaksanaan glaukoma uveitik dianggap menantang karena


Belakang
terjadi dua permasalahan yaitu peradangan dan peningkatan tekanan
intraokular (TIO) yang perlu diselesaikan secara bersamaan.
Intervensi bedah dapat diindikasikan pada glaukoma uveitik
yang sulit disembuhkan dengan terapi medis. Tantangan utama
dalam kasus ini melibatkan fibrosis yang diinduksi peradangan dan
adanya jaringan parut, peningkatan TIO yang diinduksi steroid, dan
fluktuasi tekanan intra okuler. Studi secara terpisah menunjukkan
bahwa baik trabeculektomi dan alat drainase glaukoma (GDD)
adalah: cukup efektif dalam mengendalikan glaukoma uveitik.
Namun trabekulektomi tampaknya kurang efektif dalam
mempertahankan tekanan intraokuler pada glaukoma uveitik, dan
kegagalan kumulatif GDD secara signifikan lebih rendah daripada
kelompok trabekulektomi baik AGV maupun BGI.

Tujuan Untuk membandingkan efikasi dan keamanan alat drainase


glaukoma Ahmed dan Baer veldt pada glaukoma uveitik.

Metode Studi retrospektif komparatif yang mana di dalamnya


termasuk pasien dengan glaukoma uveitik yang menjalani Ahmed
atau implantasi perangkat drainase glaukoma Baerveldt dengan
minimum follow up 3 bulan. Sukses didefinisikan sebagai TIO
lebih dari 6 dan kurang dari 21 mm Hg dan terdapat penurunan
>20% pada 2 kunjungan berturut-turut setelah bulan ketiga dengan
(sukses yang memenuhi syarat) atau tanpa (sukses penuh) obat-
obatan dan tidak ada operasi glaukoma lebih lanjut atau kehilangan
penglihatan. TIO, jumlah obat, ketajaman visual, komplikasi, dan
intervensi dibandingkan antar kelompok.

Hasil Secara total, 137 mata dari 122 pasien (67 Ahmed, 70 Baerveldt)
dimasukkan. TIO pra operasi dan jumlah obat dalam kelompok
Ahmed (32,7 ± 10,3 mm Hg; 4,1 ± 1,3) serupa dengan Baerveldt
(32,1 ± 10,2 mm Hg; 4,3 ± 1,3; P=0,73, 0,35). Pemantauan
follow up terakhir adalah (18,1 ± 9,8 mm Hg; 2,1 ± 1) pada
Ahmed dan (12,7 ± 6,9 mm Hg; 1,3 ± 1,3) dalam kelompok
Baerveldt (P=0,04, 0,01). Baerveldt memiliki pengurangan TIO
yang lebih besar (60,3% vs 44,5%) dan tingkat keberhasilan yang
lengkap (30% vs. 9%) dengan tingkat komplikasi yang lebih
tinggi (51,4% vs. 20,9%) (semua P≤0,05). Operasi ulang
glaukoma de novo adalah 19% di kelompok Ahmed dan 4% di
kelompok Baerveldt (P= 0,006). Hipotoni mengakibatkan
kegagalan pada 7 mata (10%) di kelompok Baerveldt dan tidak
ada dalam kelompok Ahmed (P= 0,013).
DAFTAR PUSTAKA

1. Siddique SS, Suelves AM, Baheti U, et al. Glaucoma and uveitis.


Surv Ophthalmol. 2013;58:1–10.
2. Merayo-Lloves J, Power WJ, Rodriguez A, et al. Secondary glaucoma
in patients with uveitis. Ophthalmologica. 1999;213: 300–304.
3. Takahashi T, Ohtani S, Miyata K, et al. A clinical evaluation of
uveitis-associated secondary glaucoma. Jpn J Ophthalmol. 2002;
46:556–562.
4. Bodh SA, Kumar V, Raina UK, et al. Inflammatory glaucoma. Oman
J Ophthalmol. 2011;4:3–9.
5. Ceballos EM, Beck AD, Lynn MJ. Trabeculectomy with
antiproliferative agents in uveitic glaucoma. J Glaucoma. 2002;
11:189–196.
6. Papadaki TG, Zacharopoulos IP, Pasquale LR, et al. Longterm results
of Ahmed glaucoma valve implantation for uveitic glaucoma. Am J
Ophthalmol. 2007;144:62–69.
7. Ceballos EM, Parrish RK II, Schiffman JC. Outcome of Baerveldt
glaucoma drainage implants for the treatment of uveitic glaucoma.
Ophthalmology. 2002;109:2256–2260.
8. Bao N, Jiang ZX, Coh P, et al. Long-term outcomes of uveitic
glaucoma treated with Ahmed valve implant in a series of Chinese
patients. Int J Ophthalmol. 2018;11:629–634.
9. Ozdal PC, Vianna RN, Deschenes J. Ahmed valve implantation in
glaucoma secondary to chronic uveitis. Eye (Lond). 2006; 20:178–
183.
10. Chhabra R, Tan SZ, Au L, et al. Long-term outcomes and
complications of Baerveldt glaucoma drainage implants in adults with
glaucoma secondary to uveitis. Ocul Immunol Inflamm.
2019;27:1322–1329.
11. Almobarak FA, Alharbi AH, Morales J, et al. Intermediate and long-
term outcomes of mitomycin C-enhanced trabeculectomy as a first
glaucoma procedure in uveitic glaucoma. J Glaucoma. 2017;26:478–
485
12. Iwao K, Inatani M, Seto T, et al. Long-term outcomes and prognostic
factors for trabeculectomy with mitomycin C in eyes with uveitic
glaucoma: a retrospective cohort study. J Glaucoma. 2014;23:88–94.
13. Patitsas CJ, Rockwood EJ, Meisler DM, et al. Glaucoma filtering
surgery with postoperative 5-fluorouracil in patients with intraocular
inflammatory disease. Ophthalmology. 1992; 99:594–599.
14. Gedde SJ, Schiffman JC, Feuer WJ, et al. Treatment outcomes in the
tube versus trabeculectomy (TVT) study after five years of follow-up.
Am J Ophthalmol. 2012;153:789–803.e782.
15. Bettis DI, Morshedi RG, Chaya C, et al. Trabeculectomy with
mitomycin C or Ahmed valve implantation in eyes with uveitic
glaucoma. J Glaucoma. 2015;24:591–599.
16. Iverson SM, Bhardwaj N, Shi W, et al. Surgical outcomes of
inflammatory glaucoma: a comparison of trabeculectomy and
glaucoma-drainage-device implantation. Jpn J Ophthalmol. 2015;
59:179–186.
17. Christakis PG, Zhang D, Budenz DL, et al. Five-year pooled data
analysis of the Ahmed Baerveldt comparison study and the Ahmed
versus Baerveldt Study. Am J Ophthalmol. 2017;176: 118–126.
18. Ramdas WD, Pals J, Rothova A, et al. Efficacy of glaucoma drainage
devices in uveitic glaucoma and a meta-analysis of the literature.
Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol. 2019;257:143–151.
19. Chow A, Burkemper B, Varma R, et al. Comparison of surgical
outcomes of trabeculectomy, Ahmed shunt, and Baerveldt shunt in
uveitic glaucoma. J Ophthalmic Inflamm Infect. 2018; 8:9.
20. Budenz DL, Barton K, Gedde SJ, et al. Five-year treatment outcomes
in the Ahmed Baerveldt comparison study. Ophthalmology.
2015;122:308–316.
21. Christakis PG, Kalenak JW, Tsai JC, et al. The Ahmed versus
Baerveldt study: five-year treatment outcomes. Ophthalmology.
2016;123:2093–2102.
22. Barton K, Gedde SJ, Budenz DL, et al. The Ahmed Baerveldt
comparison study methodology, baseline patient characteristics, and
intraoperative complications. Ophthalmology. 2011;118: 435–442.
23. Tsai JC, Johnson CC, Kammer JA, et al. The Ahmed shunt versus the
Baerveldt shunt for refractory glaucoma II: longerterm outcomes from
a single surgeon. Ophthalmology. 2006; 113:913–917.
24. Kass MA, Heuer DK, Higginbotham EJ, et al. The ocular
hypertension treatment study: a randomized trial determines that
topical ocular hypotensive medication delays or prevents the onset of
primary open-angle glaucoma. Arch Ophthalmol. 2002;120:701–713;
discussion 829-830.
25. Allan EJ, Khaimi MA, Jones JM, et al. Long-term efficacy of the
Baerveldt 250 mm2 compared with the Baerveldt 350 mm2 implant.
Ophthalmology. 2015;122:486–493.
26. Meyer AM, Rodgers CD, Zou B, et al. Retrospective comparison of
intermediate-term efficacy of 350 mm(2) glaucoma drainage implants
and medium-sized 230-250 mm(2) implants. J Curr Glaucoma Pract.
2017;11:8–15.
27. Wang S, Gao X, Qian N. The Ahmed shunt versus the Baerveldt
shunt for refractory glaucoma: a meta-analysis. BMC Ophthalmol.
2016;16:83.
28. Assaad MH, Baerveldt G, Rockwood EJ. Glaucoma drainage devices:
pros and cons. Curr Opin Ophthalmol. 1999;10: 147–153.
29. Ayyala RS, Zurakowski D, Monshizadeh R, et al. Comparison of
double-plate Molteno and Ahmed glaucoma valve in patients with
advanced uncontrolled glaucoma. Ophthalmic Surg Lasers.
2002;33:94–101.
30. Bochmann F, Azuara-Blanco A. Transcameral suture to prevent tube-
corneal touch after glaucoma drainage device implantation: a new
surgical technique. J Glaucoma. 2009; 18:576–577.
31. Alfawaz AM, Holland GN, Yu F, et al. Corneal endothelium in
patients with anterior uveitis. Ophthalmology. 2016;123: 1637–1645.
32. Kalinina Ayuso V, Scheerlinck LM, de Boer JH. The effect of an
Ahmed glaucoma valve implant on corneal endothelial cell density in
children with glaucoma secondary to uveitis. Am J Ophthalmol.
2013;155:530–535.
33. Law SK, Kornmann HL, Giaconi JA, et al. Early aqueous suppressant
therapy on hypertensive phase following glaucoma drainage device
procedure: a randomized prospective trial. J Glaucoma. 2016;25:248–
257.
34. Nouri-Mahdavi K, Caprioli J. Evaluation of the hypertensive phase
after insertion of the Ahmed glaucoma valve. Am J Ophthalmol.
2003;136:1001–1008.
35. Syed HM, Law SK, Nam SH, et al. Baerveldt-350 implant versus
Ahmed valve for refractory glaucoma: a case-controlled comparison.
J Glaucoma. 2004;13:38–45

Anda mungkin juga menyukai