Anda di halaman 1dari 29

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kinerja

2.1.1 Pengertian Kinerja

Kinerja merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan

untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu

organisasi pada suatu periode dengan referensi pada sejumlah standar

seperti biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, dengan dasar

efisiensi, pertanggung jawaban atau akuntabilitas manajemen dan

semacamnya (Kirom, 2015). Sedangkan Menurut Menurut Suyadi

(2008), performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai

seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai

dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka

upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak

melanggar hukum dan sesuai dengan moral ataupun etika. Sedangkan

menurut Mangkunegara (2009), kinerja (prestasi kerja) adalah

hasilkerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang

pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab

yang diberikankepadanya.

Kinerja pada dasarnya merupakan perilaku nyata yang dihasilkan

setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai

sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Untuk mendapatkan


8

kinerja yang baik dari seorang pegawai pada sebuah organisasi harus

dapat memberikan sarana dan prasarana sebagai penunjang dalam

penyelesaian pekerjaan. Istilah kinerja sendiri merupakan tujuan dari

kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau

prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Kinerja

merupakan prestasi kerja, yaitu perbandingan antara hasil kerjadengan

standar yang ditetapkan (Dessler, 2000). Maka dapat disimpulkan

bahwa kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan

dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat

pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang

diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak

positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional. Kinerja

merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk

mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi

atau instansi.

2.1.2 Kinerja Pegawai

Kinerja pegawai adalah hasil kerja yang dicapai seseorang atau

kelompok orang sesuai dengan wewenang atau tanggung jawab

masingmasing pegawaiselama periode tertentu (Tika. 2006). Sebuah

organisasi perlu melakukan penilaian kinerja pada pegawainya.

Penilaian kinerja memainkan peranan yang sangat penting dalam

peningkatan motivasi di tempat kerja. Penilaian hendaknya

memberikan suatu gambaran akurat mengenai prestasi kerja.


9

Kusriyanto dalam Mangkunegara (2005), mendefenisikan kinerja

sebagai perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga

kerja persatuan waktu (lazimnya per jam). Selanjutnya menurut

Gomes dalam Mangkunegara (2005), mengatakan bahwa defenisi

kerja pegawai sebagai: “Ungkapan seperti output, efisiensi serta

efektifitas sering dihubungkan dengan produktifitas”.

Maka kesimpulannya, kinerja pegawai merupakan hasil dan

keluaranyang dihasilkan oleh seorang pegawai sesuai dengan

perannya dalam organisasi dalam suatu periode tertentu. Kinerja

pegawai yang baik adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam

upaya instansi untuk meningkatkan produktivitas. Kinerja seorang

pegawai merupakan hal yang bersifat individual, karena setiap

pegawai mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda dalam

mengerjakan tugasnya.

2.1.3 Indikator Kinerja

Sebuah organisasi didirikan tentunya dengan suatu tujuan

tertentu.Sementara tujuan itu sendiri tidak sepenuhnya akan dapat

dicapai jika pegawai tidak memahami tujuan dari pekerjaan yang

dilakukannya. Artinya, pencapaian tujuan dari setiap pekerjaan yang

dilakukan oleh pegawai akan berdampak secara menyeluruh terhadap

tujuan organisasi. Oleh karena itu, seorang pegawai harus memahami

indikator-indikator kinerja sebagai bagian dari pemahaman terhadap

hasil akhir dari pekerjaannya.


10

Untuk mengukur kinerja pegawai menurut Bangun (2012)

mengungkapkan sebagai berikut :

a. Kuantitas Pengukuran

Kinerja seorang pegawai dapat dilihat dari kuantitas kerja yang

diselesaikan dalam waktu tertentu. Dengan kuantitas tersebut

seorang pegawai memiliki kemampuan ataupun kepercayaan untuk

melakukan kerja-kerja organisasi.

 Melakukan pekerjaan sesuai dengan target output yang

harus di hasilkan per orang per satu jam kerja

 Melakukan pekerjaan sesuai dengan jumlah siklus aktivitas

yang diselesaikan

b. Kualitas

Indikator ini mengukur derajat kesesuaian antara kualitas

produk atau jasa yang dihasilkan dengan kebutuhan dan harapan

konsumen. Penyelesaian bukanhanya terlihat dari penyelesaian tapi

dilihat dari kecakapan dan juga hasil.

c. Ketepatan Waktu

Indikator ini mengukur apakah pekerjaan telah diselesaikan

secara benar dan tepat waktu. Setiap pekerjaan memiliki

karakteristik yang berbeda, untuk jenis pekerjaan tertentu harus

diselesaikan tepat waktu karna ketergantungan dengan pekerjaan

lainnya.
11

 Menyelesaikan pekerjaan sesuai deadline yang telah

ditentukan

 Memanfaatkan waktu pengerjaan secara optimal untuk

menghasilkan outputyang diharapkan oleh perusahaan

d. Kehadiran

Suatu jenis pekerjaan tententu menuntut kehadiran pegawai

dalam mengerjakannya sesuai waktu yang di tentukan.

 Datang tepat waktu

 Melakukan pekerjaan sesuai dengan jam kerja yang telah di

tentukan.

e. Kemampuan kerja sama

Tidak semua pekerjaan dapat diselesaikan oleh satu pegawai

saja, untuk jenis pekerjaan tertentu mungkin harus diselesaikan

oleh dua orang pegawai atau lebih. Kinerja pegawai dapat dinilai

dari kemampuannya bekerja sama dengan rekan kerja lainnya

 Membantu atasan dengan memberikan saran untuk

peningkatan produktivitas perusahaan.

 Menghargai rekan kerja satu sama lain

 Bekerja sama dengan rekan kerja secara baik.

Jadi, pada prinsipnya pengukuran kinerja seseorang dapat

dilihat secara kualitas kerjanya, kuantitas atau sebanyak apa ia bisa

menghasilkan sesuatu dalam waktu tertentu, ketepatan waktu

penyelesaian pekerjaannya, pemanfaatan sumber daya yang di


12

miliki, kemandiriannya baik secara individu ataupun secara kerja

tim, komitmennya terhadap organisasi, serta tanggung jawabnya

terhadap apa yang di kerjakan

2.1.4 Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya

merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara

efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih

baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian

kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan

organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat

diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja pegawai.

Penilaian kinerja pegawai khususnya dalam bidang jasa dapat

disimpulkan sebagai berikut.

a. Pelayanan yang kondusif

b. Kedisiplinan

c. Tanggungjawab

d. Kecepatan dan ketepatan waktu

e. Keramahan dan kesopanan

f. Hubungan yang baik dengan pelanggan

g. Kecekatan

h. Penampilan (Porter, 1993)


13

2.1.5 Penilaian Kinerja Pada Sektor Publik

Konsep pengukuran kinerja pada organisasi sektor publik adalah

bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu

strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial (Bambang dan

Waridin, 2005). Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk

memperbaiki kinerja pemerintah, pengalokasian sumber daya dan

pembuatan keputusan, dan mewujudkan pertanggung jawaban publik

serta memperbaiki komunikasi pelanggan.

Menurut Mardiasmo (2005) Pengukuran kinerja sektor publik

dilakukan untuk memenuhi tiga maksud yaitu.:

a. Pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk

memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan

untuk dapat membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan

sasaran programunit kerja. Hal ini pada akhirnya akan

meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi sektor publik

dalam pemberian pelayananpublik.

b. Ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian

sumber daya dan pembuatan keputusan.

c. Ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan

pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi

pelanggan.
14

2.2. Mutu Pelayanan Kesehatan

2.2.1 Pengertian Mutu

Menurut kamus Bahasa Indonesia, mutu adalah ukuran, derajat,

atau taraftentang baik buruknya suatu produk barang atau jasa. Mutu

adalah perpaduan sifat-sifat dan karakteristik produk atau jasa yang

dapat memenuhi kebutuhanpemakai atau pelanggan (Bustami, 2011).

Menurut Juran (1982) dalam Muninjaya (2011), mutu adalah apa

yang diharapkan atau ditentukan oleh konsumen. Mutu juga bersifat

multi dimensi dan memiliki banyak segi, sehingga dalam

pemaknaannya Donabedian (1980) membedakan mutu berdasarkan

pandangan yang bersifat individualis, absolutis dan sosialis (Mukti,

2007). Suryatama (2014) mendefinisikan bahwa mutu adalah

gambaran karakteristik langsung dari suatu produk. Kualitas bisa

diketahui dari segi bentuk penampilan, performa suatu produk, dan

juga bisa dilihat dari segi fungsinya sertasegi estetisnya. Dening dalam

Mubarak dan Chayatin (2009) mendefinisikan mutu atau kualitas

adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Dari

beberapa definisi tersebut, maka dapat diketahui bahwa mutu adalah

ukuran yang dibuat oleh konsumen terhadap produk atau jasa yang

dilihat dari segala dimensi atau karakteristik untuk memenuhi tuntutan

kebutuhan, keamanan,dan kenyamanan konsumen.


15

2.2.2 Dimensi Mutu

Sehubungan dengan proses pemberian pelayanan, maka terdapat

beberapa dimensi atau ukuran yang dapat dilihat melalui kacamata

mutu. Ukuran-ukuraninilah yang kemudian menjadi karakteristik dari

mutu pelayanan (Mukti,2007). Parasuraman dkk (1985) melalui

penelitiannya mengidentifikasi sepuluh dimensi pokok, yaitu daya

tanggap, kehandalan (reliabilitas), kompetensi, kesopanan, akses,

komunikasi, kredibilitas, kemampuan memahami pelanggan,

keamanan dan bukti fisik (Bustami, 2011). Pada penelitian selanjutnya

yang dilakukan oleh Parasuraman, dkk (1988), diperoleh lima dimensi

utama yaitu reliabilitas, daya tanggap, jaminan, empati, dan

bentukfisik atau bukti langsung, yang dikenal sebagai service quality

(SERVQUAL)(Bustami, 2011) :

a. Reliabilitas (reliability), adalah kemampuan memberikan

pelayanandengan segera, tepat (akurat), dan memuaskan.

b. Daya Tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para pegawai/

stafmembantu semua pelanggan serta berkeinginan dan

melaksanakanpemberian pelayanan dengan tanggap.

c. Jaminan (assurance), artinya pegawai/staf memiliki kompetensi,

kesopanan dan dapat dipercaya, bebas dari bahaya, serta bebas

daririsiko dan keragu-raguan

d. Empati (empathy), dalam hal ini pegawai/staf mampu

menempatkan dirinya pada pelanggan, dapat berupa kemudahan


16

dalam menjalin hubungan dan komunikasi termasuk perhatiannya

terhadap para pelanggannya, serta dapat memahami kebutuhan dari

pelanggan.

e. Bukti fisik atau bukti langsung (tangible), dapat berupa

ketersediaan sarana dan prasarana termasuk alat yang siap pakai

serta penampilan pegawai /staf yang menyenangkan.

Kelima dimensi tersebut diatas dikenal sebagai service quality

(ServQual). Dimensi-dimensi ini diperoleh melalui wawancara

terhadap para pelanggan untuk mengetahui atribut apa saja yang

diharapkan para pelanggan dari perusahaan atau instansi tertentu. Inti

dari ServQual adalah melakukan pengukuran antara harapan

(ekspektasi) dan persepsi (realitas) pelayanan yang diterima. Dengan

caramemberikan pilihan dari skala 1 sampai 5 atau 7, kemudian

dibandingkan nilai antara harapan dan persepsi. Jika harapan sama

dengan persepsi layanan kesehatan yang diterima berarti mereka puas

(Mukti, 2007). Model ServQual merupakan salah satu model yang

banyak dipakai untukmengukur kepuasan pelanggan dengan cara

membuat penilaian kepuasanpelanggan secara komprehensif bagi

pelayanan di bidang barang dan jasa yangmengutamakan aspek

pelayanan (Mas’ud, 2009). Model ini menganalisis gap (kesenjangan)

antara persepsi dan ekspektasi (harapan) pelanggan terhadap kualitas

layanan melalui beberapa dimensi yaitu emphaty, tangible, assurance,

responsiveness dan reliability


17

Secara lengkap, ServQual mengukur lima gap (kesenjangan),

yaitu (Antony et al, 2004)

a. Gap 1, antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen tentang

harapan tersebut.

b. Gap 2, antara persepsi manajemen tentang harapan pelanggan dan

spesifikasi dari kualitas pelayanan.

c. Gap 3, antara spesifikasi kualitas pelayanan dan pemberian

pelayanan.

d. Gap 4, antara pemberian pelayanan dan komunikasi eksternal.

e. Gap 5, antara persepsi dan harapan pelanggan

Terkait dengan titik tekan dan perhatian pelanggan,

seringkali Gap yang diperlukan adalah Gap kelima, yaitu Gap antara

persepsi dan harapan pelanggan (Antony et al, 2004)

2.2.3 Pengertian Pelayanan Kesehatan

Gonross dalam (Mulyadi, dkk, 2013), pelayanan adalah suatu

aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata

(tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara

konsumen dengan pegawai atau hal-hal yang disediakan oleh

perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan

permasalahan konsumen atau pelanggan. Kotler dalam Daryanto dan

Setyabudi (2014), pelayanan adalah suatu kumpulan atau kesatuan

yang melakukan kegiatan menguntungkan dan menawarkan suatu

kepuasan meskipun hasilnya secara fisik tidak terikat kepada produk


18

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar masyarakat,

makakesehatan adalah hak bagi setiap warga masyarakat yang

dilindungi oleh Undang-Undang Dasar (Daryanto dan Setyabudi,

2014: 137). Oleh karena itu,perbaikan pelayanan kesehatan pada

dasarnya merupakan suatu investasi sumberdaya manusia untuk

mencapai masyarakat yang sejahtera (welfare society). Pelayanan

kesehatan (Mubarak dan Chayatin, 2009) adalah suatu organisasi

untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan

menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perseorangan,

keluarga, kelompok, dan masyarakat. Peranan pelayanan dalam

pelayanan kesehatan masyarakat adalah untuk memberikan pelayanan

kepada pasien dengan sebaik mungkin (Mulyadi, dkk, 2013). Menurut

Pohan (2006) pemberi layanan kesehatan harus memahami status

kesehatan dan kebutuhan layanankesehatan masyarakat yang

dilayaninya dan mendidik masyarakat tentang layanan kesehatan dasar

dan melibatkan masyarakat dalam menentukan bagaimana cara efektif

menyelenggarakan layanan kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 71 Tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan pada JKN

(Jaminan Kesehatan Nasional) mendefinisikan penyelenggara

pelayanan kesehatan meliputi semua fasilitas kesehatan yangbekerja

sama dengan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan

berupa fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan

rujukan tingkat lanjutan.


19

Hasil penelitian Singer, et al (2009) menyebutkan bahwa

domainperawatan yang paling penting bagi pasien adalah sebagai

berikut: menghormatidan komitmen dari dokter, informasi sebelum

prosedur, peralatan perawatan, dan perawatan medis. Menurut

pendapat Hodgetts dan Cascio (1983) dalam Mubarak dan Chayatin

(2009) ada dua macam jenis pelayanan kesehatan

a. Pelayanan kesehatan masyarakat

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok

pelayanan kesehatan masyarakat (public health services) ditandai

dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-

sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya adalah untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit,

serta sasarannya terutama untuk kelompok dan masyarakat.

b. Pelayanan kedokteran

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok

pelayanan kedokteran (medical services) ditandai dengan cara

pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau

secara bersama-samadalam satu organisasi (institution), tujuan

utamanya untukmenyembuhkan penyakit dan memulihkan

kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan

keluarga.
20

2.2.4 Syarat Pelayanan Kesehatan

Mubarak dan Chayatin (2009) menyatakan suatu pelayanan

kesehatan dikatakan baik apabila memenuhi syarat-syarat berikut :

a. Tersedia (available) dan berkesinambungan (continous), artinya

semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat

tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat

adalah pada setiapsaat yang dibutuhkan.

b. Dapat diterima (acceptable) dan bersifat wajar (appropriate).

Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan

keyakinan dan kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang

bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan,

kepercayaan masyarakat,dan bersifat tidak wajar bukanlah suatu

pelayanan kesehatan yang baik.

c. Mudah dicapai (accesible). Ketercapaian yang dimaksudkan disini

terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian, untuk dapat

mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan

distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan

kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di daerah perkotaan saja dan

itu tidak ditemukan didaerah pedesaan bukanlah pelayanan

kesehatan yang baik.

d. Mudah dijangkau (affordable).

Keterjangkauan yang dimaksudkan adalah terutama dari sudut

biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini, harus


21

diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan

kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal

dan karena itu hanya mungkin dinikmati oleh sebagian.kecil

masyarakat saja, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.

e. Bermutu (quality). Mutu yang dimaksud disini adalah yang

merujuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang

diselenggarakan, tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode

etik serta standar yang telah ditetapkan.Dalam Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan

pada JKN menyebutkan terdapat persyaratan yang harus dipenuhi

bagi fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan

tingkat rujukan.

2.2.5 Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan

kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan

dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di Rumah

Sakit atau Puskesmas secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan

secara aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum, dan sosial

budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan

pemerintah, serta masyarakat konsumen (Satianegara dan Saleha,

2009). Menurut Kemenkes RI (2010) dalam A.A. Gde Muninjaya

(2011), mutu pelayanan kesehatan meliputi kinerja yang menunjukkan

tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, tidak saja yang dapat


22

menimbulkan kepuasan bagi pasien sesuai dengan kepuasan rata-rata

penduduk tapi tetapi juga sesuai dengan standar dan kode etik profesi

yang telah ditetapkan. Mutu layanan kesehatan akan selalu

menyangkut dua aspek yaitu pertama aspek teknis dari penyedia

layanan kesehatan itu sendiri dan kedua, aspek kemanusiaan yang

timbul sebagai akibat hubungan yang terjadi antara pemberi layanan

kesehatan dan penerima layanan kesehatan (Pohan, 2006).

Peningkatan mutu pelayanan adalah derajat memberikan pelayanan

secara efektif dan efisien sesuai dengan standar profesi, standar

pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh sesuai dengan

kebutuhan pasien, memanfaatkan teknologi tepat guna dan hasil

penelitian dalam pengembangan pelayanan kesehatan sehingga

tercapai derajat kesehatan yang optimal (Nursalam, 2014).Hasil

penelitian Ali Mohammad Mosadeghrad (2014), mutu dalam

perawatan kesehatan adalah produksi kerja sama antara pasien dan

penyedia layanan kesehatan dalam lingkungan yang mendukung.

Faktor pribadi dari penyedia dan pasien, dan faktor-faktor yang

berkaitan dengan organisasi kesehatan, sistem kesehatan, dan

lingkungan yang lebih luas mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan.

Mutu kesehatan dapat ditingkatkan dengan kepemimpinan visioner

yang mendukung, perencanaan yang tepat, pendidikan dan pelatihan,

ketersediaan sumber daya, manajemen sumber daya secara efektif,

pegawai dan proses, serta kolaborasi dan kerja sama antara penyedia.
23

2.2.6 Indikator Mutu Pelayanan Kesehatan

Indikator adalah karakteristik yang dapat diukur dan dapat dipakai

untuk menentukan keterkaitan dengan standar (Bustami, 2011).

Indikator dimaksudkan untuk mengukur ketercapaian suatu standar

pelayanan yang sudah ditetapkan. Azrul Azwar (1995) dalam Bustami

(2011), indikator terdiri atas :

a. Indikator Persyaratan Minimal

Indikator ini merujuk pada tercapai atau tidaknya standar

masukan, standar lingkungan, dan standar proses.

b. Indikator Penampilan Minimal

Yaitu tolak ukur yang berhubungan dengan keluaran dari suatu

pelayanan kesehatan. Donabedian (1981) dalam Bustami (2011)

berpendapat pendekatan sistem pelayanan seharusnya juga

mengkaji tentang hasil pelayanan. Hasil pelayanan adalah tindak

lanjut dari keluaran yang ada, sehingga perlu ada indikator (tolak

ukur) tentang hasil pelayanan tersebut. Indikator yang dimaksud

menunjuk pada hasil minimal yang dicapai berdasarkan standar

yang sudah ditentukan.

Mutu pelayanan kesehatan dapat dikaji antara lain berdasarkan

tingkat pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh masyarakat

dan tingkat efisiensi institusi sarana kesehatan.


24

Beberapa indikator yang dapat digunakan untukmelakukan

penilaian mutu pelayanan kesehatan (Satianegara dan Saleha.

2009) :

a. Indikator yang mengacu pada aspek medisa.

1) Angka infeksi nosokomial (1-2%).

2) Angka kematian kasar (3-4%).

3) Post Operation Death Rate/ PODR (1%).

4) Post Operative Infection Rate/ POIR (1%).

5) Kematian bayi baru lahir (20%).

6) Kematian ibu melahirkan (1-2%).

7) Kematian pasca bedah (1-2%).

b. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi

rumah sakit

1) cost rawat jalan.

2) Jumlah penderita yang mengalami dekubitus.

3) Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur.

4) BOR 70-80%.

5) Turn Over Internal (TOI) 1-3 hari TT yang kosong.

6) Bed Turn Over (BTO) 5-45 hari atau 40-50 kali/1 TT/

tahun.

7) Average Length of Stay (ALOS) 7-10 hari.

c. Indikator mutu mengacu pada keselamatan pasiena.

1) Pasien terjatuh dari tempat tidur/ kamar mandi


25

2) Pasien diberikan obat yang

3) Tidak ada obat/alat darurat

4) Tidak ada oksigen

5) Tidak ada alat pemadam kebakaran

6) Pemakaian air, listrik, gas, obat terbatas, dan sebagainya.

d. Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien

1) Jumlah keluhan pasien/keluarga

2) Surat pembaca

3) Jumlah surat kaleng

4) Surat yang masuk kotak saran.

Tabel 2. 1 Standar Nasional Indikator Mutu Pelayanan

No Indikator Nilai Standar


1. ∑BOR 75-80%
2. ∑ALOS 1-10 hari
3. ∑TOI (Turn Over Interval) 1-3 hari
4. ∑BTO (Bed Turn Over) 5-45 hari
5. ∑NDR (Net Death Rate) <2,5%
6. ∑GDR (Gross Death Rate) <3%
7. ∑ADR (Anesthesia Death Rate) 1,15000
8. ∑PODR (Post-Operative Death <1%
Rate)
9. ∑POIR (Post-Operative <1%
Infection Rate)
10. ∑NTRR (Normal Tissue <10%
Removal Rate)
11. ∑MDR (Maternal Death Rate) <0,25%
12. ∑IDR (Infant Death Rate) <2%

Sumber : Depkes RI dalam Nursalam, 2014


26

2.3. Tingkat Kepuasan Pasien

2.3.1 Pengertian Tingkat Kepuasan PAsien

Tjiptono (2004) dalam Nursalam (2014), menyatakan kepuasan

merupakan. Kepuasan didefinisikan sebagai tingkat perasaan

seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan

dengan harapannya, kepuasan pelanggan merupakan tujuan utama

perbandingan antara kualitas jasa pelayanan yang didapat dengan

keinginan, kebutuhan, dan harapan pelayanan prima sehingga setiap

aparatur pelayanan berkewajiban untuk berupaya memuaskan

pelanggannya (Daryanto dan Setyabudi, 2014). Kepuasan pasien

adalah nilai subyektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan,

walaupun subyektif tetap ada dasar objektifnya, artinya penilaian itu

dilandasi oleh hal dibawah ini (Sabarguna, 2008):

a. Pengalaman masa lalu.

b. Pendidikan.

c. Situasi psikis waktu itu.

d. Pengaruh lingkungan waktu itu.

Kepuasan pasien berhubungan dengan mutu pelayanan rumah

sakit. Dengan mengetahui tingkat kepuasan pasien, manajemen rumah

sakit dapat melakukan peningkatan mutu pelayanan (Indikator Kinerja

Rumah Sakit, Depkes RI Tahun 2005). Kepuasan pasien

dipertimbangkan sebagai salah satu dimensi kualitas yang paling

penting dan merupakan kunci sukses dalam organisasi kesehatan


27

seperti Rumah Sakit. Kepuasan pasien dapat diteliti dalam konteks

pengalaman keseluruhan pasien terhadap organisasi kesehatan

(Alrubaiee dan Alkaa’ida, 2011) dalam Marzaweny, dkk (2012)

2.3.2 Dimensi Kepuasan Pasien

Sebagai diketahui kepuasan pasien merupakan salah satu dimensi

untukmenentukan baik buruknya mutu pelayanan kesehatan.

Sekalipun aspek kepuasan tersebut telah dibatasi, namun aspek

kepuasan itu sangat bervariasi dan luas. Oleh karenanya Azwar (1996)

mengatakan secara umum dimensi kepuasan itu dapat dibagi menjadi

dua macam yaitu :

a. Kepuasan yang mengacu hanya pada penerapan standar atau kode

etik profesi.

Ukuran kepuasan pasien pemakai jasa pelayanan terbatas pada

kesesuaian dengan standar kode etik profesi saja. Suatu pelayan

kesehatan dinilai bermutu apabila penerapan standar dan kode etik

profesi dapat memuaskan pasien. Adapun ukuran ukuran yang

dimaksud pada dasanya mencakup penilaian terhadap kepuasan

pasien mengenai:

1) Hubungan baik antara dokter dengan pasien yang harus

dibangun

2) Kenyamanan pelayanan yang tidak hanya cukup fasilitas tertata

rapi juga,

3) Sikap dan tindakan petugas kesehatan


28

4) Pengetahuan dan kompetensi teknis petugas kesehatan,

5) Biaya yang terjangkau

6) Efektifitas pelayanan petugas serta,

7) Keamanan tindakan yang diterima pasien.

b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan

kesehatan.

Suatu pelayanan kesehatan dinilai bermutu apabila penerapan

semua persyaratan pelayanan kesehatan dapat memuaskan pasien.

Ukuran – ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu bersifat lebih

luas karena didalamnya tercakup penilaian terhadap kepuasan

pasien mengenai ketersedian, kewajaran, kesinambungan,

penerimaan, ketercapaian, keterjangkauan, efesiensi serta mutu

pelayanan kesehatan.

2.3.2 Kepuasan Pasien Terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan

Pasien baru akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan

yang diperolehnya sama atau melebihi harapannya dan sebaliknya,

ketidakpuasan atau perasaan kecewa pasien akan muncul apabila

kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai dengan

harapannya. Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien

yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatanyang

diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang

diharapkannya (Pohan, 2006).Kepuasan pasien berhubungan dengan

mutu pelayanan Rumah Sakit/Puskesmas. Dengan mengetahui tingkat


29

kepuasan pasien, manajemen RumahSakit/Puskesmas dapat

melakukan peningkatan mutu pelayanan (Nursalam, 2014). Menurut

Pohan (2006), tingkat kepuasan pasien yang akurat sangat dibutuhkan

dalam upaya peningkatan mutu layanan kesehatan. Oleh karena itu

pengukuran tingkat kepuasan pasien perlu dilakukan secara berkala,

teratur, akuratdan berkesinambungan.

Sebuah survei cross sectional deskriptif dilakukan Dr. Kashinath

K R, et al.(2010) di antara orang-orang yang menghadiri Departemen

rawat jalan dan mereka diminta untuk mengisi kuesioner yang berisi

15 pertanyaan untuk menilaidaerah yang perlu diperbaiki. Dari hasil

penelitian diketahui 60% responden merasa terganggu dengan masa

tunggu lebih untuk perawatan seperti RCT, Crowndan lain lain, para

pasien sering merasa tidak puas ketika kebutuhan mereka

tidakterpenuhi. Hasil penelitian Raposo, et al (2009) menunjukkan

bahwakepuasan pasien bernilai 60,887 dalam skala 1 sampai 100,

yang hanya mengungkapkan kepuasan tingkat menengah.

Hal ini juga memungkinkan untuk menyimpulkan bahwa efek

positif yang paling penting pada kepuasan adalah orang-orang terkait

untuk hubungan pasien/dokter, kualitas fasilitas dan interaksi dengan

staf administrasi Dari hasil penelitian Marzaweny, dkk (2012),

diketahui bahwa kualitas pelayanan kesehatan memiliki pengaruh

langsung dan positif terhadap kepuasan pasien RSUD Arifin Achmad.

Sabarguna (2008) mengemukakan bahwa kepuasan pasien penerima


30

jasa pelayanan kesehatan dapat didekati melalui 4 aspek mutu yang

meliputi:

a. Kenyamanan

Kenyamanan yang menyangkut lokasi puskesmas, kebersihan,

kenyamanan ruang dan peralatan.

b. Hubungan pasien dengan petugas rumah sakit/ puskesmas

Hubungan pasien dan petugas yang mencakup keramahan,

informatif, komunikatif, responsif, suportif, cekatan, dan sopan.

c. Kompetensi teknis petugas

Kompetensi petugas mencakup keberanian bertindak,

pengalaman,gelar, dan terkenal.

d. Biaya

Biaya mencakup mahalnya pelayanan sebanding dengan hasil

pelayanannya, keterjangkauan biaya dan ada tidaknya keinginan.

Sabarguna (2008) mengemukakan bahwa penilaian kepuasan

pasien penting diketahui karena :

a. Bagian dari mutu pelayanan

Kepuasan pasien merupakan bagian mutu pelayanan, karena upaya

pelayanan harus dapat memberikan kepuasan, tidak semata-mata

kesembuhan belaka.

b. Berhubungan dengan pemasaran pelayanan:

1) Pasien yang puas akan memberi tahu pada teman, keluarga,

tetangga.
31

2) Pasien yang puas akan datang lagi kontrol atau

membutuhkanpelayanan yang lain.

3) Iklan dari mulut ke mulut akan menarik pelanggan baru.

c. Berhubungan dengan prioritas peningkatan pelayanan dalam dana

yang terbatas, peningkatan pelayanan harus selektif dan sesuai

dengan kebutuhan pasien.

d. Analisa kuantitatif

Dengan bukti hasil survei berarti tanggapan tersebut dapat

diperhitungkan dengan kuantitatif, tidak perkiraan atau perasaan

belaka, dengan angka kuantitatif memberikan kesempatan pada

berbagai pihak untuk diskusi.

2.4. Hubungan kinerja pegawai terhadap tingkat kepuasan pasien di Ruang

Rawat Inap

Seperti telah dikemukakan sebelumnya oleh Sabarguna (2008) terdapat

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien, antara lain

bagian dari mutu pelayanan, berhubungan dengan pemasaran pelayanan,

berhubungan dengan prioritas peningkatan pelayanan dalam dana yang

terbatas, peningkatan pelayanan harus selektif dan sesuai dengan kebutuhan

pasien, analisa kuantitatif.

Dalam hubungan dengan kinerja yaitu dengan indikator kuantitas kerja,

kualitas kerja, pemanfaatan waktu, tingkat kehadiran dan kerjasama jika

dilaksanakan dengan baik maka akan menghasilkan output pelayanan secara

optimal. Hal ini menunjukkan hubungan antara kepuasan pasien dengan


32

kinerja adalah berbanding positif, artinya untuk meningkatkan kepuasan

pasien maka perlu ditingkatkan juga mengenai kinerja perawat (Soemantri,

2011).

2.5. Hubungan mutu pelayanan terhadap tingkat kepuasan pasien di Ruang

Rawat Inap

Mutu pelayanan kesehatan menunjukkan pada tingkat kesempurnaan

pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas diri setiap pasien, makin

sempurna kepuasan tersebut makin baik pula mutu pelayanan kesehatan

(Pohan, 2011).

Dimensi service quality yang lebih dikenal dengan ServQual meliputi

lima dimensi yaitu reliability, assurance, tangible, empathy, dan

responsiveness.

a. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan layanan kesehatan

untukmemberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat

dan terpercaya. Keandalan suatu produk atau jasa yang menunjukkan

tingkat kualitas sangat berarti bagi konsumen dalam memilih produk atau

jasa.

b. Assurance (jaminan dan kepastian), yaitu pengetahuan, kesopansantunan

para pegawai untuk menumbuhkan rasa percaya pasien

c. Tangible (bukti fisik), berkenaan dengan penampilan fisik fasilitas

layanan, peralatan/perlengkapan, sumber daya manusia dan materi

komunikasi.
33

d. Empathy (empati), adalah kesediaan pemberi jasa untuk mendengarkan

dan adanya perhatian akan keluhan, kebutuhan, keinginan dan

harapanpasien.

e. Responsiveness (daya tanggap) adalah suau kebijakan untuk membantu

dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat

kepadapelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas.

Membiarkan konsumen menunggu persepsi yang negatif dalam kualitas

pelayanan.

2.6. Jurnal Terkait Penelitian

No Judul Penelitian Rancangan Variabel Penelitian Hasil Penelitian


Penelitian
1 Kepuasan pasien Penelitian ini Variabel Ada hubungan
rawat inap terhadap menggunakan Bebas : karakteristik
pelayanan metode kuantitatif karakteristik pasien dengan
perawat di (non eksperiment pasien, kepuasan
RSUD Tugurejo al, dengan variabel pasien terhadap
Semarang pendekatan Cross terikat: pelayanan
oleh Wike Sectional) –kualitatif kepuasan perawat
Diah Anjaryani (wawancara pasien ditinjau dari
(2009) mendalam/indepth lama perawatan
interview p value = 0,012
dan penghasilan
p value = 0,019

2 Faktor-faktor Jenis penelitian Kepuasan Ada hubungan


yangberhubungan ini adalah Pasien merupakan Antara
dengan kepuasan explanatory Variabel dependen, pendidikan,
pasien terhadap research Variabel pekerjaan,
pelayanan kepuasan
dengan menggunak independen pelayanan
pasien terhadap
an pendekatan Dalam penelitian administrasi,
pelayanan kesehatan
di Puskesmas cross sectional ini meliputi pelayanan
Halmahera Kota pendidikan, dokter,
Semarang pekerjaan, status perawat, dan
Oleh Ririn Dari ekonomi, sarana pelayanan obat
(2011) fisik, pelayanan dengan
34

administrasi, kepuasan
pelayanan dokter, pasien, ada
perawat, pelayanan koefisiensi
obat, dan biaya korelasi lemah
pada hubungan
antara status
ekonomi,
sarana fisik,
dan biaya
dengan
kepuasan
pasien
3 Hubungan mutu Penelitian Dalam penelitian Semakin
pelayanan kesehatan observasional ini, Variabel rendah mutu
dengan tingkat dengan dependen pelayanan
kepuasan pasien menggunakan merupakan kesehatan
jamkesmas di
desain studi cross kepuasan pasien. maka semakin
Instalasi Rawat Inap
sectional, analisis Variabel rendah pula
RSUD
dr.RasidinKota bivariat independen tingkat
Padang Oleh Rizki merupakan kepuasan
Ari Andi (2011) Tingkat kehadiran pasien
petugas, daya
tanggap petugas,
jaminan petugas,
empati petugas,
dan bukti fisik
4 Hubungan Kinerja Penelitian ini Dalam penelitian Hubungan
Peawat merupakan ini, Variabel antara
Dengan kepuasan jenis dependen kepuasan
pasien penelitian survey merupakan pasien dengan
Di Ruang dengan kepuasan pasien kinerja
Rawat Inap menggunakan Variabel positif, artinya
Rumah kuesioner atau independen untuk
Sakit Umum angket yang merupakan kinerja meningkatkan
Daerah disebarkan kepada perawat kepuasan
Kabupaten Bekasi responden dengan pasien maka
menggunakan perlu
Oleh Yanidrawati, metode ditingkatkan
Susilaningsih, penelitian juga
Somantri (2011) deskriptif mengenai
35

http://id.portalgaru korelasional kinerja


da.o perawat
rg

2.7. Kerangka Teori

Dimensi Kinerja Pegawai

Quality (Kuantitas kerja)


Quantity (Kualitas kerja)
Timeliness (Pemanfaatan Waktu)
Tingkat Kehadiran dan
Interpersonal Impact (Kerjasama)
Dimensi Mutu
Pelayanan Kesehatan

Reliability (dapat Kinerja Pegawai


dipercaya) Persepsi Pasien
Assurance
(jaminan) Indikator Mutu
Tangible
(nyata/tampak)
Empathy
(Empati) Mutu Layanan Kepuasan Pasien
Responsiveness
(sikap responsif)
Kepuasan Pasien :
Mengacu pada
Pentingnya Kepuasan Pasien penerapan
Bagian dari mutu pelayanan standart kode
Berhubungan dengan etik profesi.
pemasaran pelayanan Mengacu pada
Berhubungan dengan penerapan semua
prioritas peningkatan persyaratan
pelayanan dalam dana yang pelayanan
terbatas kesehatan.
Analisa kuantitatif

Modifikasi dari Prasetyawati (2011), Nursalam (2014), Bustami (2011)

Anda mungkin juga menyukai