Anda di halaman 1dari 13

RESUME

"RADIOTERAPI, KEMOTERAPI, DAN PEMERIKSAAN REFLEK"

Dosen Pengajar: Angga Arsesiana,SST.,M.Keb

Oleh :

Lisnawatie

2019. C.10a.1015

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PRODI S1 KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2020/2021


1. Radioterapi
A. Definisi

Radioterapi merupakan suatu metode pengobatan kasus keganasan (kanker) dengan


memanfaatkan radiasi pengion untuk membunuh dan menghentikan pertumbuhan sel-sel
kanker. Dengan menggunakan radiasi sinar yang dapat menimbulkan ionisasi dalam
jaringan. Sinar dibagi atas gelombang elektromaknetik dan partikel. Jenis sinar yang
digunakan dalam dunia medis adalah sinar x, sinar gamma, dan elektron (Susworo, 2007).
Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel yang tidak terkontrol. Hal ini dapat
mempengaruhi hampir semua bagian tubuh. Pertumbuhan sering menyerang jaringan
sekitarnya dan bisa bermetastasis ke tempat yang jauh. Banyak kanker dapat dicegah
dengan menghindari paparan faktor risiko umum, seperti asap rokok. Selain itu, sejumlah
besar kanker dapat disembuhkan, dengan operasi, radioterapi atau kemoterapi, terutama
jika terdeteksi dini (WHO, 2017).
Radiasi yang digunakan dalam radioterapi untuk tatalaksana kanker adalah jenis
pancaran energi pengion yang salah satu efek interaksi nya dengan materi tubuh dapat
menyebabkan kerusakan materi tersebut, melalui proses berantai mulai tahap interaksi
dengan atom, interaksi dengan materi di dalam sel, sampai ke skala lebih besar yaitu
dengan jaringan tubuh. Radioterapi menggunakan radiasi eksternal tidak membuat pasien
menjadi sumber radioaktif. Radiasi yang dipancarkan dari alat radiasi ke bagian tertentu
dari tubuh pasien hanya berefek dalam hitungan kurang dari satu detik, selanjutnya
kerusakan akibat efek radiasi terhadap sel atau jaringan target nya yang berlanjut, dalam
hal ini sampai berakhir pada kematian sel kanker. Dosis radiasi yang diberikan kurang
lebih seribu kali lebih besar dibandingkan sinar-X untuk pemeriksaan radiologi
diagnostik.
B. Proses Dilakukannya Radioterapi
Bagaimana radioterapi dilakukan? Sama seperti tindakan terapi lain, diperlukan
penegakan diagnosa penyakit sebagai alasan pemberian radiasi. Setelah pemeriksaan dan
indikasi ditentukan oleh dokter spesialis radioterapi, maka pasien akan mulai menjalani
proses pengobatannya.
Tindakan CT scan untuk tujuan radioterapi dilakukan sebagai tahap awal (disebut
juga CT scan simulasi atau CT Planning), proses ini mirip dengan tindakan radiologi,
perbedaannya terdapat pada tambahan alat bantu yang dicetak sesuai bentuk tubuh pasien
(masker untuk fiksasi) atau penggunaan alat lain khusus untuk radioterapi. Selanjutnya
dokter dan tenaga fisika medis akan menentukan target, teknik, dan dosis radiasi (disebut
juga proses Planning radiasi). Saat pelaksanaan radiasi hari pertama, dibantu oleh petugas
radiografer dan perawat, pasien akan diminta memposisikan tubuhnya seperti saat
simulasi baik dengan alat bantu khusus ataupun tidak. Dan setelah itu alat difungsikan
untuk menghantarkan radiasi pengion ke tubuh pasien sedemikian rupa sesuai dengan
hasil planning-nya. Radiasi diberikan setiap hari sampai total dosisnya tercapai, 5 kali
dalam 1 minggu, sampai total 25-35 kali radiasi tergantung jenis kanker dan tujuan
pengobatan.
C. Target Radiasi disesuaikan dengan Jenis Kanker
Apa yang menjadi target radiasi? Sesuai jenis kanker dan lokasinya pada tubuh
pasien. Seperti disebutkan sebelumnya, radiasi adalah terapi lokal, diberikan hanya pada
jaringan tumor ganas yang telah ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisik atau
pemeriksaan radiologi.
Namun karena beberapa jenis kanker memiliki sifat mudah menyebar kesekitarnya,
perluasan target radiasi dibutuhkan, contohnya kanker nasofaring (kanker di bagian
belakang hidung) mudah menyebar ke kelenjar getah bening di leher, maka radiasi
diberikan ke daerah kepala sampai leher, kanker leher rahim mengharuskan radiasi
diberikan ke seluruh area perut bawah/panggul.
D. Efek Samping Radioterapi
Seperti halnya pengobatan kanker atau pengobatan penyakit lainnya. Selain
bermanfaat untuk kesembuhan, radioterapi berpotensi menimbulkan efek samping oleh
karena jaringan sehat disekitar tumor yang terganggu. Efek samping bersifat lokal sesuai
area tubuh yang menjadi target. Radiasi daerah kepala leher kemungkinan menimbulkan
nyeri menelan, sariawan, dan mulut kering. Radiasi daerah perut bawah kemungkinan
menimbulkan diare. Efek samping yang dialami pasien akan diamati dan diatasi oleh
petugas kesehatan dan dokter. Pemberian obat sesuai keluhan dan penyesuaian teknik
serta dosis radiasi mungkin saja dilakukan jika efek samping yang timbul memerlukan
intervensi. Namun, efek samping tersebut belum tentu terjadi pada setiap pasien yang
menjalani radiasi, derajat keparahannya juga berbeda pada setiap individu. Pasca radiasi,
efek samping akan diamati sampai 2 minggu setelahnya.
Evaluasi hasil pengobatan radioterapi dan efek samping secara bersamaan diperiksa
saat pasien kontrol ke dokter setiap 5 kali tindakan radiasi. Penilaian hasil yang
sesungguhnya baru dapat ditentukan setelah radiasi selesai diberikan seluruhnya, bahkan
penilaian terkadang membutuhkan waktu sampai 1 bulan karena kematian sel kanker
yang tidak secara langsung terjadi saat proses radiasi selesai. Sesuai pernyataan
sebelumnya, sembuh tidak harus berupa pengecilan atau hilangnya kanker/tumor.
2. Kemoterapi
A. Definisi
Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Tidak
seperti radiasi atau operasi yang bersifat local, kemoterapi merupakan terapi
sistemik, yang berarti obat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mencapai sel
kanker yang telah menyebar jauh atau metastase ke tempat lain (Rasjidi, 2007).
Obat-obat anti kaker ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal (active
single agents), tetapi kebanyakan berupa kombinasi karena dapat lebih
meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel-sel yang
resisten terhadap salah satu obat mungkin sensitif terhadap obat lainnya
B. Tujuan penggunaan kemoterapi
1. Terapi adjuvant : kemoterapi yang diberikan sesudah operasi, dapat sendiri
atau bersamaan dengan radiasi, dan bertujuan untuk membunuh sel yang
telah bermetastase.
2. Terapi neodjuvan :kemoterapi yang diberikan sebelum operasi untuk
mengecilkan massa tumor, biasanya dikombinasi dengan radioterapi.
3. Kemoterapi primer:digunakan sendiri dalam penatalaksanaan tumor, yang
kemungkinan kecil untuk diobati, dan kemoterapi digunakan hanya untuk
mengontrol gejalanya.
4. Kemoterapi induksi:digunakan sebagai terapi pertama dari beberapa terapi
berikutnya.
5. Kemoterapi kombinasi: mengunakan 2 atau lebih agen kemoterapi (Rasjidi,
2007).
C. Cara pemberian kemoterapi
1. Pemberian per oral
Beberapa jenis kemoterapi telah dikemas untuk pemberian peroral,
diantaranya adalah chlorambucil dan etoposide (vp-16)
2. Pemberian secara intra-muskulus:
Pemberian dengan cara ini relative lebih mudah dan sebaiknya suntikan
tidak diberikan pada lokasi yang sama dengan pemberian dua-tiga kali
berturut-turut yang dapat diberikan secara intra-muskulus antara lain
bleomicin dan methotrexate.
3. Pemberian secara intravena
Pemberian secara intravena dapat dengan bolus perlahan-lahan atau
diberikan secara infuse (drip). Cara ini merupakan cara pemberian
kemoterapi yang paling umum dan banyak digunakan .
4. Pemberian secara intra-arteri
Pemberian intra-arteri jarang dilakukan karena membutuhkan sarana yang
cukup banyak antara lain alat radiologi diagnostic, mesin, atau alat filter,
serta memerlukan keterampilan tersendiri.
D. Cara kerja kemoterapi
Suatu sel normal akan berkembang mengikuti siklus pembelahan sel yang
teratur. Beberapa sel akan membelah diri dan membentuk sel baru dan sel yang
lain akan mati. Sel yang abnormal akan membelah diri dan berkembang secara
tidak terkontrol, yang pada akhirnya akan terjadi suatu masa yang dikenal
sebagai tumor (Rasjidi, 2007).
3. Pemeriksaaan Reflek
A. Definisi
Refleks regang biasanya diuji dengan menggunakan sebuah palu khusus
yang diketukkan pada bagian tendon untuk menghasilkan refleks, kemudian
kekuatan respon refleksnya digolongkan pada suatu skala tertentu. Refleks regang
(deep tendon reflex atau muscle stretch reflex) sangat berguna untuk mengetahui
letak, serta mendiagnosa permasalahan pada saraf perifer maupun sentral pada
pasien (Drislane, 2002).
Refleks regang ini dapat dilakukan pada anggota gerak bagian atas (upper
limb), yakni pada otot bisep, brachioradialis, dan trisep. Selain pada anggota gerak
bagian atas refleks regang ini juga dapat digunakan pada anggota gerak bagian
bawah (lower limb), yakni pada lutut dan tumit.
Uji refleks merupakan salah satu uji yang dilakukan dalam serangkaian
pemeriksaan neurologis. Uji refleks dapat digunakan untuk mengukur keberadaan
dan tingkat kekuatan dari beberapa refleks yang ada pada tubuh manusia. Dengan
melakukan uji refleks ini dapat diperkirakan tingkat integritas dari sirkuit saraf
yang terlibat. Adapun uji sederhana yang biasanya dilakukan hanya untuk
mengecek integritas spinal cord, sedangkan uji yang lebih kompleks dan lebih
lengkap dapat dilakukan untuk mendiagnosis keberadaan serta lokasi dari
kerusakan spinal cord ataupun penyakit neuromuscular (Robinson, 2002).
B. Alat Yang Dibutuhkan
 Palu perkusi
 Lampu Senter
 Kapas
 Jarum
C. Cara Kerja
1. Refleks kulit perut
Orang coba berbaring telentang dengan kedua lengan terletak lurus di
samping badan. Goreslah kulit daerah abdomen dari lateral kea rah
umbilicus. Respon yang terjadi berupa kontraksi otot dinding perut.
2. Refleks kornea
Sediakanlah kapas yang digulung menjadi bentuk silinder halus. Orang
coba menggerakkan bola mata ke lateral yaitu dengan melihat ke salah satu
sisi tanpa menggerakkan kepala. Sentuhlah dengan hati-hati sisi
kontralateral kornea dengan kapas. Respon berupa kedipan mata secara
cepat.
3. Refleks cahaya
Cahaya senter dijatuhkan pada pupil salah satu mata orang coba. Respons
berupa konstriksi pupil holoateral dan kontralateral. Ulangi percobaan pada
mata lain.
4. Refleks Periost Radialis
Lengan bawah orang coba setengah difleksikan pada sendi siku dan tangan
sedikit dipronasikan. Ketuklah periosteum pada ujung distal os radii.
Respons berupa fleksi lengan bawah pada siku dan supinasi tangan.
5. Refleks Periost Ulnaris
Lengan bawah orang coba setengah difleksikan pada sendi siku dan tangan
antara pronasi dan supinasi. Ketuklah pada periost prosessus stiloideus.
Respons berupa pronasi tangan.
6. Stretch Reflex (Muscle Spindle Reflex=Myotatic Reflex)
 Knee Pess Reflex (KPR)
Orang coba duduk pada tempat yang agak tinggi sehingga kedua
tungkai akan tergantung bebas atau orang coba berbaring terlentang
dengan fleksi tungkai pada sendi lutut. Ketuklah tendo patella dengan
Hammer sehingga terjadi ekstensi tungkai disertai kontraksi otot
kuadrisips.
 Achilles Pess Reflex (ACR)
Tungkai difleksikan pada sendi lutut dan kaki didorsofleksikan.
Ketuklah pada tendo Achilles, sehingga terjadi plantar fleksi dari kaki
dan kontraksi otot gastronemius.
 Refleks biseps
Lengan orang coba setengah difleksikan pada sendi siku. Ketuklah
pada tendo otot biseps yang akan menyebabkan fleksi lengan pada
siku dan tampak kontraksi otot biseps.
 Refleks triseps
Lengan bawah difleksikan pada sendi siku dan sedikit dipronasikan.
Ketuklah pada tendo otot triseps 5 cm di atas siku akan menyebabkan
ekstensi lengan dan kontraksi otot triseps.
 Withdrawl Reflex
Lengan orang coba diletakkan di atas meja dalam keadaa ekstensi.
Tunggulah pada saat orang coba tidak melihat saudara, tusuklah
dengan hati-hati dan cepat kulit lengan dengan jarum suntik steril,
sehalus mungkin agar tidak melukai orang coba. Respons berupa fleksi
lengan tersebut menjauhi stimulus.
Perlu diperhatikan:
a. Relaksasi sempurna: orang harus relaks dengan posisi seenaknya.
Bagian (anggota gerak) yang akan diperiksa harus terletak sepasif
mungkin (lemas) tanpa ada usaha orang coba untuk
mempertahankan posisinya.
b. Harus ada ketegangan optimal dari otot yang akan diperiksa. Ini
dapat dicapai bila posisi dan letak anggota gerak orang coba diatur
dengan baik.
c. Pemeriksa mengetukkan Hammer dengan gerakan fleksi pada sendi
tangan dengan kekuatan yang sama, yang dapat menimbulkan
regangan yang cukup.

Refleks adalah jawaban motoric atas rangsangan sensorik yang diberikan


pada kulit atau respon apapun yang terjadi secara otomatis tanpa usaha sadar.
Dalam pemeriksaan refleks, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
 Relaksasi sempurna. Orasng coba harus relaks dengan posisi
seenaknya. Bagian (anggota gerak) yang akan diperiksa harus terletak
sepasif mungkin (lemas) tanpa ada usaha orang coba untuk
mempertahankan posisinya.
 Harus ada ketegangan optimal dari otot yang akan diperiksa. Ini dapat
dicapai bila posisi dan letak anggota gerak orang coba diatur dengan baik.
 Pemeriksaan mengetukkan Hammer dengan gerakan fleksi pada sendi
tangan dengan kekuatan yang sama, yang dapat menimbulkan regangan
yang cukup.

Adapun arti penting refleks yaitu :

 Pemeriksaan refleks : bagian pemeriksaan fisis secara umum


 Pemeriksaan khususnya : pasien dengan lesi, UMN, LMN, atau orang
yang ototnya sering lemas.
 Pemeriksaan neurologis : pemeriksaan motorik (motorik kasar dan motorik
halus),
 pemeriksaan sensorik (raba, suhu, dll), pemeriksaan koordinasi tubuh, dan
pemeriksaan nervus (fungsi nervus I – XII).
4. Jenis - jenis Reflek
Pada manusia, ada dua jenis refleks yaitu refleks fisiologis dan patologis.
Refleks fisiologis normal jika terdapat pada manusia, sebaliknya refleks patologis
normal jika tidak terdapat pada manusia.
a. Refleks fisiologis
Pada percobaan refleks kulit perut, orang coba berbaring terlentang dengan
kedua lengan terletak lurus samping badan. Kulit di daerah abdomen dari lateral ke
arah umbilikus digores dan respon yang terjadi berupa kontraksi otot dinding perut.
Namun pada orang lanjut usia dan sering hamil, tidak terjadi lagi kontraksi otot
dinding perut karena tonus otot perutnya sudah kendor. Pada refleks kornea atau
refleks mengedip, orang coba menggerakkan bola mata ke lateral yaitu dengan
melihat salah satu sisi tanpa menggerakkan kepala. Kemudian sisi kontralateral
kornea orang coba disentuh dengan kapas yang telah digulung membentuk
silinder halus. Respon berupa kedipan mata secara cepat. Pada percobaan
tentang refleks cahaya akan dilihat bagaimana respon pupil mata ketika cahaya
senter dijatuhkan pada pupil. Ternyata repon yang terjadi berupa kontriksi pupil
homolateral dan kontralateral. Jalannya impuls cahaya sampai terjadi kontriksi
pupil adalah berasal dari pupil kemudian stimulus diterima oleh N. Opticus, lalu
masuk ke mesencephalon, dan kemudian melanjutkan ke N . Oculomotoris
dan sampai ke spingte pupil. Refleks cahaya ini juga disebut refleks pupil.
Pada percobaan refleks periost radialis, lengan bawah orang coba
difleksikan pada sendi tangan dan sedikit dipronasikan kemudian dilakukan
pengetukan periosteum pada ujung distal os radii. Jalannya impuls pada refleks
periost radialis yaitu dari processus styloideus radialis masuk ke n. radialis
kemudian melanjutkan ke N. cranialis 6 sampai
Thoracalis 1 lalu masuk ke n. ulnaris lalu akan menggerakkan m. fleksor
ulnaris. Respon yang terjadi berupa fleksi lengan bawah pada siku dan supinasi
tangan.
Respon dari refleks periost ulnaris berupa pronasi tangan. Jalannya impuls
saraf berasal dari processus styloideus radialis masuk ke n. radialis kemudian
melanjutkan ke N. cranialis 5-6 lalu masuk ke n. radialis lalu akan menggerakkan
m. brachioradialis.
Bila suatu otot rangka dengan persarafan yang utuh diregangkan akan
timbul kontraksi. Respon ini disebut refleks regang. Rangsangannya adalah
regangan pada otot, dan responnya berupa kontraksi otot yang diregangkan.
Reseptornya adalah kumparan otot (muscel spindle). Yang termasuk muscle
spindle reflex (stretcj reflex) yaitu Knee Pess Reflex (KPR), Achilles Pess Reflex
(APR), Refleks Biseps, Refleks Triceps, dan Withdrawl refleks.
Pada Knee Pess Reflex (KPR), tendo patella diketuk dengan palu dan
respon yang terjadi berupa ekstensi tungkai disertai kontraksi otot kuadriseps. Pada
Achilles Pess Refleks
(APR), tungkai difleksikan pada sendi lutu dan kaki didorsofleksikan.
Respon yang terjadi ketika tendo Achilles diketuk berupa fleksi dari kaki dan
kontraksi otot gastroknemius.
Ketika dilakukan ketukan pada tendo otot biseps terjadi respon berupa
fleksi lengan pada siku dan supinasi. Sedangkan jika tendo otot triseps diketuk,
maka respon yang terjadi berupa ekstensi lengan dan supinasi
Untuk mengetahui fungsi nervus, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan,
misalnya untuk memeriksa nervus IX (nervus glossopharingeus) dapat dilihat pada
saat spatula dimasukkan ke dalam mulut, maka akan timbul refleks muntah,
sedangkan nervus XII dapat dilakukan pemeriksaan pada lidah, dan beberapa
nervus dapat diperiksa dengan malihat gerakan bola mata. Nervus penggerak mata
antara nervus IV, abduscens, dan oculomotoris.
Nervus XI (nervus accesoris) dapat diuji dengan menekan pundak
orang coba, jika ada pertahanan, artinya normal.
Respon motorik kasar melibatkan seluruh koordinasi sistem saraf. Respon
ini dapat dilihat saat orang diminta menunjuk anggota secara bergantian. Orang
normal akan menunjuk dengan tepat, sebaliknya orang yang koordinasi sistem
sarafnya tidak normal maka dia tidak akan menunjuk dengan tepat.

b. Refleks patologis
 Hoffmann Tromer
Tangan pasein ditumpu oleh tangan pemeriksa. Kemudian ujung jari tangan
pemeriksa yang lain disentilkan ke ujung jari tengah tangan penderita. Reflek
positif jika terjadi fleksi jari yang lain dan adduksi ibu jari
 Rasping
Gores palmar penderita dengan telunjuk jari pemeriksa diantara ibujari dan
telunjuk penderita. Maka timbul genggaman dari jari penderita, menjepit jari
pemeriksa. Jika reflek ini ada maka penderita dapat membebaskan jari
pemeriksa. Normal masih terdapat pada anak kecil. Jika positif pada dewasa
maka kemungkinan terdapat lesi di area premotorik cortex
 Reflek palmomental
Garukan pada telapak tangan pasien menyebabkan kontraksi muskulus mentali
ipsilateral. Reflek patologis ini timbul akibat kerusakan lesi UMN di atas inti
saraf VII kontralateral
 Reflek snouting
Ketukan hammer pada tendo insertio m. Orbicularis oris maka akan
menimbulkan reflek menyusu. Menggaruk bibir dengan tongue spatel akan
timbul reflek menyusu. Normal pada bayi, jika positif pada dewasa akan
menandakan lesi UMN bilateral
 Mayer reflek
Fleksikan jari manis di sendi metacarpophalangeal, secara halus normal akan
timbul adduksi dan aposisi dari ibu jari. Absennya respon ini menandakan lesi
di tractus pyramidalis
 Reflek babinski
Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi
lateral. Orang normal akan memberikan resopn fleksi jari-jari dan penarikan
tungkai. Pada lesi UMN maka akan timbul respon jempol kaki akan dorsofleksi,
sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka. Normal pada bayi masih
ada.
 Reflek oppenhei
Lakukan goresan pada sepanjang tepi depan tulang tibia dari atas ke bawah,
dengan kedua jari telunjuk dan tengah. Jika positif maka akan timbul reflek
seperti babinski
 Reflek gordon
Lakukan goresan/memencet otot gastrocnemius, jika positif maka akan timbul
reflek seperti babinski
 Reflek schaefer
Lakukan pemencetan pada tendo achiles. Jika positif maka akan timbul refflek
seperti Babinski
 Reflek caddock
Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki di luar telapak kaki, dari
tumit ke depan. Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski.
 Reflek rossolimo
Pukulkan hammer reflek pada dorsal kaki pada tulang cuboid. Reflek akan
terjadi fleksi jari- jari kaki.
 Reflek mendel-bacctrerew
Pukulan telapak kaki bagian depan akan memberikan respon fleksi jari-jari kaki.

Selain pemeriksaan tersebut di atas juga ada beberapa pemeriksaan lain seperti :

Pemeriksaan fungsi luhur:

1. Apraxia : hilangnya kemampuan untuk melakukan gerakan volunter atas perintah


2. Alexia : ketidakmampuan mengenal bahasa tertulis
3. Agraphia : ketidakmampuan untuk menulis kata-kata
4. Fingeragnosia: kesukaran dalam mengenal, menyebut, memilih dan membedakan
jari- jari, baik punya sendiri maupun orang lain terutama jari tengah.
5. Disorientasi kiri-kanan: ketidakmampuan mengenal sisi tubuh baik tubuh sendiri
maupun orang lain.
6. Acalculia : kesukaran dalam melakukan penghitungan aritmatika sederhana.
Referensi :
Anonim. (2011). Kemoterapi . Manajemen Modern dan Kesehatan Masyarakat.
Kusuma, E. (2014). Efek Samping Kemoterapi Secara Fisik Pasien Penderita
Kanker Servik . Naskah Publikasi
Bahar, A., & Wuysang, D. (2015). Pemeriksaan Sistem Motorik Dan Refleks
Fisiologis, Patologis dan Primitif
Akhadi, M., 2000, Dasar-Dasar Proteksi Radiasi, PT.Renika Cipta, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai