Anda di halaman 1dari 5

Jurnal Arsitektur, Kota dan Permukiman (LOSARI)

KARAKTERISTIK FISIK
RUMAH ADAT GORONTALO
(DULOHUPA DAN BANTAYO POBO’IDE)
Rahmawati Eka
Abstrak
Tujuan penelitian menganalisis karakteristik fisik Rumah Adat Gorontalo. Metode penelitian paradigma
rasionalistik dengan lokasi Kota Gorontalo dan Kabupaten Limboto. Survey lapangan dilakukan pada bulan
November – Desember 2015, dimulai dengan pengambilan data awal dilanjutkan dengan wawancara semi-
terstruktur, observasi lapangan kemudian strukturisasi data, serta konfirmasi data dengan kenyataan di lapangan
dan pandangan tokoh adat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik fisik kedua rumah adat sebagai
berikut: (1) luasan, Dulohupa lebih kecil daripada Bantayo Pobo’ide. (2) Organisasi ruang, Dulohupa memiliki
susunan ruang lebih sederhana, jumlah ruang lebih sedikit (7 ruang), dan fungsi utamanya untuk kegiatan adat,
sedangkan Bantayo Pobo’ide lebih rumit, ruang lebih banyak (22 ruang), dan fungsi utamanya untuk kegiatan
adat dan kediaman raja. Karakteristik yang lebih mengacu pada falsafah adat gorontalo yaitu “adati hula-hula’a
to sara’a, sara’a hula-hula’a to kuru’ani” karena menurut tinjauan historis Gorontalo raja pertama masuk Islam
sehingga semua adat istiadat budayanya menganut ajaran Islam.

Kata kunci: Karakteristik fisik, Dulohupa dan Bantayo Pobo’ide

Abstract
The study aims to investigate the characteristics of Gorontalo traditional house and its philosophical
significance. The study was conducted with rasionalistic paradigm in Gorontalo city and Limboto Regency. A
field survey was performed from November to December 2015, starting with preliminary data collection, then
partly-structured interview, and data restructuring as well as confirmation with the field condition and with the
traditional leaders’ view. The study indicates thet the physical characteristics of both houses are (1) the size:
Dulohupa has a smaller size than Bantayo Pobo’ide, (2) room management: Dulohupa has simple room layout,
the number of rooms are only seven, and their function are for cultural activities. Bantayo Pobo’ide, however is
more complicated: it has 22 rooms and its primary functions are for cultural activities and for the king
residence. The characteristic that refers more to the customary philosophy of Gorontalo is "adati hula-hula'a to
sara'a, sara'a hula-hula'a to kuru'ani" because according to Gorontalo historical review the first king entered
Islam so that all cultural customs adhered to the teachings Islam.

Keywords: Physical Characteristics, Dulohupa and Bantayo Pobo’ide

1. PENDAHULUAN budaya. Rumah adat merupakan salah satu ciri khas


Budihardjo (1994:57) rumah adalah aktualisasi suatu daerah untuk melambangkan budayanya, agar
diri yang diejawantahkan dalam bentuk kreativitas dapat membedakan antara budaya daerah tersebut
dan pemberian makna bagi kehidupan penghuninya. dengan budaya daerah yang lain.
Selain itu rumah adalah cerminan diri, yang disebut Menurut Spiro (dalam Koentjaraningrat 2000:
Pedro Arrupe sebagai ”Status Conferring Function”, 212) mengatakan bahwa “dalam karya ilmiah ada
kesuksesan seseorang tercermin dari rumah dan cara pemakaian fungsi yakni pemakaian yang
lingkungan tempat huniannya. menerangkan fungsi itu sebagai hubungan guna
Rumah Adat adalah bangunan yang memiliki antara sesuatu hal dengan sesuatu tujuan yang
ciri khas khusus, digunakan untuk tempat hunian tertentu. Misalnya rumah adat berfungsi sebagai
oleh suatu suku bangsa tertentu. Rumah adat pelengkap suatu kebudayaan tertentu yang
merupakan salah satu representasi kebudayaan yang mengungkapkan nilai-nilai budaya serta aspek lain
paling tinggi dalam sebuah komunitas yang berhubungan dengan kebudayaan daerah adat
suku/masyarakat. Keberadaan rumah adat di tersebut.
Indonesia sangat beragam dan mempunyai arti yang Berdasarkan pengamatan awal dan wawancara
penting dalam perspektif sejarah, warisan, dan banyak ditemukan rumah tradisional suku Gorontalo
kemajuan masyarakat dalam sebuah peradaban. yang sudah punah diakibatkan oleh kelapukan yang
Rumah adat merupakan bangunan rumah yang ada tinggallah beberapa rumah yang masih dihuni
mencirikan atau khas bangunan suatu daerah. Di oleh keturunannya, karena beberapa sebab antara
Indonesia rumah adat adalah salah satu yang lain kepedulian terhadap warisan peninggalan
melambangkan kebudayaan dan ciri khas terdahulu dan keluarga yang diberikan tanggung
masyarakat setempat. Indonesia dikenal sebagai jawab masih mampu untuk merehab kerusakan tanpa
Negara yang memiliki keragaman dan kekayaan

7
Jurnal Arsitektur, Kota dan Permukiman (LOSARI)

menghilangkan keaslian dari karakter rumah Diungkapkan Kimura, Profesor di Universitas


tersebut. Hawaii, Amerika Serikat, dengan menyimpulkan
Pelestarian tradisi dan budaya nenek moyang bahwa Provinsi Gorontalo berdiri bukan karena
hingga saat ini masih tetap dilakukan namun hanya adanya kesenjangan atau ketegangan antara pusat
sebatas upacara adat seperti penyelenggaraan pesta dan daerah, melainkan justru untuk memperlebar
kelahiran, pernikahan, kematian, dan lain-lain, akses dan hubungan baru dengan pusat yang selama
sementara pelestarian budaya non fisik pada ini terhambat ketika masih menjadi bagian dari
bangunan hanya beberapa saja yang masih Sulawesi Utara.
menggunakan tradisi adat Momayango. Hal ini bisa Gorontalo mengalami banyak perubahan sejak
dilihat pada tampilan bangunan-bangunan yang ada tahun 2000, menjelang daerah ini berdiri sebagai
di Gorontalo baik hunian (pribadi, massal) maupun sebuah provinsi baru, 16 Februari 2001. Sejak itulah
perkantoran, sangat sulit mendapatkan adanya beragam harapan dan ujian baru terus mengemuka
penerapan unsur dan nilai arsitektur tradisional dan memperoleh ruang dalam perbincangan publik.
maupun vernakular setempat padahal identitas dari Gorontalo adalah sebuah “proyek kultural” dan
suatu wilayah pertama kali akan terlihat dari wujud “konstrukteritorial” yang belum selesai. Dia masih
bangunan/arsitekturnya. akan terus dikerjakan, dibayangkan dan dirasakan
Dari penjabaran di atas mengindikasikan dari waktu ke waktu oleh berubahnya cakrawala
minimnya pengetahuan masyarakat Gorontalo setiap generasi yang lahir dinegeri ini.
tentang kebesaran budaya yang terkandung pada Tercatat dalam laporan kolonial bahwa tahun
arsitektur rumah adatnya. Kurangnya keperdulian 1686 banjir besar melanda Gorontalo dan karena
masyarakat untuk melestarikan benda cagar budaya parah akibatnya maka VOC kemudian membatalkan
daerah sebagai unsur budaya nasional dan tagihan upetinya kepada Gorontalo. Hutan
mengupayakan daerah ini menarik bagi wisatawan Gorontalo sudah serius sejak lama, tak heran kalau
yang ingin berkunjung ke Gorontalo. tahun 1919 ditunjuk petugas khusus urusan
Melalui penelitian ini, peneliti bertujuan untuk kehutanan oleh pemerintah kolonial. Seorang
mengungkap karakteristik fisik pada bangunan pecinta hutan bernama Heringa (1921) melaporkan
Bantayo Poboide (kerajaan Limutu) dan Dulohupa kondisi hutan Gorontalo pada tingkat yang sudah
(Kerajaan Hulontalo). ‘berbahaya’ dan membutuhkan restorasi yang
terukur.
2. ISI PENELITIAN 2.2 Latar Belakang Budaya Masyarakat
Penelitian ini adalah penelitian arsitektur dengan Gorontalo
fokus kajian pada karakteristik fisik bangunan Memasuki awal abad ke-20 penduduk wilayah
rumah adat Gorontalo dengan beberapa indikator Gorontalo mengalami peningkatan dengan rata-rata
penelitian dari variabel penelitian. tingkat penduduknya sebesar 47,154/km2 dengan
Penelitian ini menggunakan metode paradigma jumlah penduduk 565.848 jiwa. Peningkatan ini
rasionalistik, dengan wilayah populasi survey selain diakibatkan oleh faktor kelahiran penduduk,
penelitian difokuskan pada Kabupaten dan kota juga diakibatkan faktor perluasan administrasi
Gorontalo. Penetapan wilayah populasi ini pemerintah sehingga sejumlah tenaga didatangkan
berdasarkan sejarah lahirnya Gorontalo bahwa kedua ke Gorontalo. Faktor migrasi juga menjadi penyebab
daerah merupakan wilayah inti kerajaan besar yang peningkatan penduduk. (Apriyanto, 2012:17)
ada di Gorontalo. Meskipun satu suku bangsa, orang Gorontalo
2.1 Pembahasan mengakui bahwa mereka terdiri atas sembilan sub
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Provinsi kelompok etnik, yang masing-masing memiliki
Gorontalo, dengan wilayah populasi penelitian bahasanya sendiri. Atas dasar Geografis dan
difokuskan di Kota Gorontalo dan Kabupaten perbedaan bahasa serta dialek, maka kesembilan
Gorontalo. Penetapan wilayah populasi ini golongan itu diantaranya adalah : bahasa Atinggola
berdasarkan sejarah lahirnya Gorontalo dimana Gorontalo sebelah Utara, bahasa Suwawa Gorontalo
kedua daerah ini dahulu merupakan wilayah-wilayah sebelah Timur, bahasa Jawa Tondano digunakan di
kerajaan inti yang ada di Gorontalo. Kaliyoso, Reksonegoro, Yosonegoro, bahasa
Sangihe digunakan di kampung Karangetan, Paguat.
Bahasa Tombulu digunakan dikampung Kaaruyan,
Paguat. Bahasa Bajo digunakan dipesisir pantai
Tilamuta dan Popayato. Bahasa Bolaang
Mongondow, Jawa, Madura dan Sunda digunakan
LIMBOTO
oleh Transmigran. Untuk bahasa Bugis dan
Makassar yang digunakan oleh kelompok etnik
KOTA
GORONTALO untuk berkomunikasi antara sesamanya, sedangkan
bahasa Arab dan Cina digunakan oleh orang arab
Gambar 1. Peta Provinsi Gorontalo dan cina (Apriyanto, 2012:7).

8
Jurnal Arsitektur, Kota dan Permukiman (LOSARI)

Material lantai: akan memasuki


2.3 Latar Belakang Agama Masyarakat konstruksi jenjang
Gorontalo papan kayu pernikahan/akad
(tebal 15cm) nikah fungsinya
Dilihat dari konteks keagamaan, Islam Material untuk mandi uap dan
merupakan agama yang paling banyak dianut oleh Dinding: papan luluran
kayu (tebal
masyarakat Gorontalo. Adapun yang menjadi daya 10cm) d.Dulodehu atau
Material plafon: serambi belakang ini
tarik islam adalah karena keunggulannya dalam kayu (tebal berfungsi sebagai
konsep menyangkut nilai-nilai sosial yang lebih 3cm) tempat mengatur
Warna cat: semua peralatan dan
manusiawi dan demokratis serta rasional. Islam coklat tua perlengkapan adat
ketika seluruh
menempatkan individu pada penduduk dengan kegiatan telah selesai
martabat yang sama. Kehadiran Islam telah
memperbaiki kondisi sosial pada masa itu. Semasa
pemerintahan Raja Eyato misalnya pada tahun 1673-
1679 terjadi perubahan yang cukup besar dalam a. Atap pada rumah
bidang hukum adat yang berlaku dikerajaan adat ini di fungsikan
untuk menyimpan
Gorontalo. Raja Eyato tidak memperkenankan adat barang-barang
yang bertentangan dengan syara’ yang bersendikan d.Dulodehu atau berharga dan alat
serambi perang serta untuk
Alquran. Prinsip adat yang mengacu pada ajaran belakang persembunyian dan
Material lantai: pertahanan ketika ada
Islam, oleh Van Vollenhoven meletakkan konstruksi musuh dari kerajaan
kebudayaan Gorontalo sebagai provinsi kebudayaan papan kayu lain akan menyerang,
(tebal 15cm) sehingga bagian
yang ke-9 dari 19 kelompok kebudayaan di Material depan atap terdapat
Dinding: papan pintu dan jendela
Nusantara. (Apriyanto, 2012:10-11). kayu (tebal disampingnya
Kuno Kaluku pada seminar adat 1971 itu 10cm)
Material plafon: b. sebagai tempat
memberikan prasaran tentang ‘sejarah adat istiadat kayu (tebal kegiatan adat para
3cm) pembesar suku
dan agama Islam’ yang secara terbuka Warna cat: daerah Gorontalo
memformulasikan ungkapan “adat bersendikan coklat tua

syara, syara bersendikan kitabullah”, (Amin, 2. Bentuk


Bangunan,
2012:30). Dalam disertasi Nur (1979), kita bisa Struktur a. Atap
mengenal Kuno Kaluku sebagai pensiunan kepala dan bahan (Watopo)
bangunan - bahan: seng
jawatan penerangan Gorontalo. Dia adalah salah satu yang di cat
warna merah tua
pemrasaran utama dalam seminar 1971. - rangka atap
dari kayu
dengan bahan
2.4 Hasil penelitian Karakteristik Fisik Rumah pengikat khusus
adapula yang di
Adat Gorontalo paku
- lantai plafon c. Tempat istirahat
dari papan/kayu para pekerja kebun
Tabel 1. Rumah Adat Dulohupa dan tempat
penyimpanan padi,
Unit Sub Gambar Fisik jagung, pisang, ubi-
Keterangan
Informasi Informasi Rumah ubi dan juga tempat
penyimpanan alat-
1.Organisas a. Palepelo a. Palepelo adati dan alat kebun seperti
i Ruang adati dan Dulodehu yaitu baja, kokoyonga,
Dulodehu tempat para pengawal roda, delman, pacul,
Material lantai: adat atau keamanan sekop, parang dan
konstruksi ketika sedang b. Induk lain-lain. Namun
papan kayu berlangsung Rumah/bagian sekarang telah
Material plafon: musyawarah dan tengah/badan difungsikan sebagai
kayu (tebal tempat berkumpul atau Layihe tempat kegiatan
3cm) para tamu - bahan utama seperti pameran,
Warna cat: untuk dinding acara musik dan
coklat muda b. Dulohupa yaitu (dingingo), lomba kesenian.
ruang tengah dari jendela
b.Dulohupa bangunan, khusus (tutulowa) dan a. ragam hias ini
Material lantai: untuk tempat pintu (huhebu) disebut pakadanga
konstruksi musyawarah hal yang yaitu atau hiasan dan
papan kayu penting mengenai papan/kayu bermakna payu lo
(tebal 15cm) daerah/kota kelas I kualitas limutu. Jenis
Material Gorontalo atau terbaik materialnya semua
Dinding: papan sebagai pagelaran - warna cat memakai kayu kelas
kayu (tebal upacara adat ketika coklat tua dan 1 dan di cat sesuai
10cm) akan diselenggarakan pernis untuk dengan warna kayu
Material plafon: kegiatan menghindari yaitu warna coklat
kayu (tebal kelapukan dan pernis
3cm) c. Huwali lo humbio
Warna cat: yaitu kamar adat b.Ragam hias ini
coklat tua pengantin pria dan c. Kolong disebut jaramba atau
wanita, fungsinya Rumah atau payu lo Hulontalo.
untuk pembatalan air walungo bele Jenis materialnya
wudhu dan tempat bahan utama : kayu kelas 1 dan
bersandingnya kedua sebelum warna coklat di
mempelai di ranjang direnovasi pernis
adat. menggunakan
c. Ruang Kamar Huwali lo wadaka balok kayu kelas
(Huwali lo yaitu kamar rias I, karena faktor
humbio, Huwali untuk mempelai kondisi iklim
lo wadaka, putri. yang berubah
Huwali lo Huwali lo polungude maka tiang
Polungude dan yaitu kamar khusus utama dari
WC) pengantin putri ketika rumah mulai

9
Jurnal Arsitektur, Kota dan Permukiman (LOSARI)

lapuk dan Material kamar peraduan raja


kemudian plafon: dan permaisuri”
diganti dengan papan/kayu Huwali lo polamelalo
konstruksi beton (tebal 3cm) (9) kamar tempat
3. Ragam untuk makanan raja
Hias Huwali lo bubaya
bua(10) kamar
pembantu wanita

a. Bentuk atap yaitu


perisai/pelana yang
a.Yang pertama tersusun dua,
berada pada dilengkapi dengan
lisplank atap, dua jendela dan satu
kusen pintu dan pintu, konstruksi atap
kusen jendela dengan balok kayu
pada rumah adat ukuran 5x8cm dan
Material: kayu 3x5cm dan bahan
Warna: coklat pengikat struktur
muda/warna adalah ijuk hitam
kayu yang sudah diuji
ketahanannya oleh
para tukang sebelum
digunakan.

b.Yang kedua b. Dinding bangunan


pada Pagar dari papan/kayu
Dulodehu dan (tebal 2,5-3cm) yang
tangga adat di cat warna coklat
Material: kayu tua dipernis dengan
Warna: coklat material pengikat
muda/warna dinding balok/kayu
kayu (tebal ukuran 3x5cm dan
sampai 2-3cm) 5x7cm

c. Pintu (Huhebu)
Tabel 2. Rumah Adat Bantayo Pobo’ide 2. Bentuk pada rumah ini
sebanyah dua buah,
Bangunan
a. Atap pada bagian depan
Unit Sub Gambar Material lantai: dan belakang dan
Keterangan konstruksi Jendela (Tutulowa)
Informasi Informasi Rumah
papan/kayu pada rumah ini
(tebal sampai sebanyak tujuh belas
1.Organisas a. Sulambe atau a. Palepelo (1) 5cm) buah, keduanya di cat
i Ruang Palepelo berfungsi sebagai Material warna coklat tua dan
Material lantai: tempat para pengawal plafon: pernis
konstruksi yang sedang papan/kayu
papan/kayu bertugas/menjaga- (tebal 3cm)
Material jaga, dan sebagai
plafon: kayu tempat sidang yang d. Tangga ini disebut
(tebal 3cm) terbuka untuk umum tangga adat, memiliki
Warna cat: Sulambe (2 dan 3) 8 anak tangga dengan
coklat muda sebelah kiri, kanan material kayu kelas 1
dan belakang dan di cat sesuai
berfungsi sebagai dengan warna kayu
tempat berpatroli para yaitu coklat muda
penjaga baik siang dan finishingnya
maupun malam dengan pernis agar
menjaga keawetan
kayu itu sendiri
(kode warna hijau) b. berfungsi sebagai
ruangan menerima b. Dinding
tamu, ruangan santai
keluarga, ruangan e. Tiang Rumah Adat
rapat rahasia, ruang ini terbagi atas tiga
b. Dulodehu makan dan ruang bagian yaitu (1) tiang
Material lantai: serba guna (tibongo). utama atau dalam
konstruksi Biasanya pada bahasa daerah Wolihi,
papan/kayu ruangan ini tidak (2) enam buah tiang
(tebal sampai sembarangan orang di serambi depan, (3)
5cm) yang bisa masuk, tiang dasar bangunan
Material hanya para penghuni yang disebut Potu.
dinding: papan kerajaan ataupun
kayu (tebal 2,5- pemgawal/pembantu
3cm) (kode warna biru) kerajaan.
Material c. Pintu dengan
plafon: c. “Huwali lo adati tinggi: 400cm
papan/kayu (1) tempat persiapan dan lebar
(tebal 3cm) untuk pelaksanaan 150cm,
Warna: coklat adat” sedangkan
tua “Huwali lo tula’I jendela tinggi
bala (2) kamar 250cm dan
pengawal istana” lebar 140cm
“Huwali lo humbiyo (Pintu) 3. Tiang-tiang dasar
(3) kamar (potu dan wolihi)
pengantin/peraduan terbuat dari
kedua mempelai” konstruksi beton,
“Huwali lo lantai dan dinding
wadaka(4) kamar terbuat dari ramuan
c. Huwali mempelai wanita kayu kelas I, rangka
Material lantai: untuk merias diri” atap terbuat dari
konstruksi “Huwali 10 banta (Jendela) ramuan kayu kelas II,
papan/kayu pulu(5) kamar para untuk atap dipakai
(tebal sampai putra raja” seng ukuran BWG28,
5cm) “Huwali lo d. Tangga dan pada bagian
Material wadaka/putri raja(6)” belakang untuk
dinding: “Huwali lo bubaya kamar mandi dan WC
konstruksi la’i(7) kamar dari konstruksi beton
papan/kayu pembantu laki-laki”
(tebal 2-3cm) (kode warna ungu) “Hulipo olongiya(8)

10
Jurnal Arsitektur, Kota dan Permukiman (LOSARI)

4. untuk ragam hias memiliki empat organisasi ruang yaitu Palepelo


pada rumah adat ini
(Tangga sebelah disebut Pakadanga adati dan Dulodehu, Dulodehu lo Dulohupa, Ruang
kiri atau hanya hiasan
saja dan tidak Kamar (Huwali lo humbio, Huwali lo wadaka,
memiliki arti yang Huwali lo Polungude dan WC) dan Dulodehu atau
mendalam. Pada
lisplank atap serambi belakang. Sedangkan Bantayo Pobo’ide
berbentuk pohon
beringin diambil dari memiliki tiga organisasi ruang yaitu Sulambe atau
lambang logo salah Palepelo, dulodehu dan huwali (Huwali lo adati,
satu partai yaitu
(Tangga sebelah partai Golongan Huwali lo tula’I bala, Huwali lo humbiyo, Huwali lo
kanan) karya dan pada
bagian plafond wadaka, Huwali 10 banta pulu, Huwali lo
berbentuk ukiran wadaka/putri raja, Huwali lo bubaya la’I, Hulipo
beberapa jenis bunga
Jenis material pada olongiya, Huwali lo polamelalo, Huwali lo bubaya
palfond dan tiang
plafond yaitu bua).
memakai kayu kelas
1 dan di cat dengan
Saran
warna coklat tua Secara Teoritis :
e. Tiang pekat serta di pernis
untuk menjaga a. Dapat dijadikan bahan referensi dalam rangka
keawetan dari lapuk pengembangan ilmu arsitektur, khususnya dalan
karena rayap
Tiang Utama kajian teori rumah adat Kabupaten Gorontalo.
(kode hijau), tiang
kedua (kode Untuk ragam hias b. Dapat memberikan kontribusi bagi para peneliti
merah) pada bagian papan selanjutnya untuk mengembangkan penelitian
lisplank lantai disebut
Pakadanga atau tentang rumah adat di Gorontalo.
hanya hiasan saja dan
3. Struktur tidak memiliki arti c. Dapat dimanfaatkan sebagai bahan acuan bagi
Dan Bahan yang mendalam. masyarakat khususnya para mahasiswa dalam
Bangunan (Tiang dasar) Pada bagian papan
lisplank lantai dan rangka meningkatkan pengetahuan tentang
kusen pintu dan
jendela juga rumah adatnya.
berbentuk ukiran dari
beberapa jenis bunga
Jenis material pada DAFTAR PUSTAKA
kusen pintu dan
jendela yaitu
Apriyanto, Joni. 2012. Sejarah Gorontalo Modern
memakai besi dan Dari Hegemoni Kolonial Ke Provinsi.
diberi cat minyak
dengan warna coklat Yogyakarta: Penerbit Ombak
tua pekat serta di
pernis untuk menjaga
Budihardjo. (1994). Percikan Masalah
keawetan cat itu Arsitektur,Perumahan Perkotaan, Penerbit
sendiri
Gajah Mada University, Press.
Daulima, Farha. Pateda, Karim (2001). Bantayo
Poboide ‘Struktur dan Fungsinya’.
4. Pada
4. Ragam plafond, Daulima, Farha dan Hapri, Harun. 2007. Mengenal
Hias lisplank dan
tiang plafond
Situs/Benda Cagar Budaya Di Provinsi
Material Gorontalo. Gorontalo: Penerbit Forum Suara
plafon: papan
kayu degan Perempuan LSM Mbu’I Bungale
tebal 2cm
Daulima, Farha. 2008. Dialog tentang Budaya
Daerah bersama Bunda Farha. Gorontalo.
Pada papan
penutup Galeri Budaya Daerah LSM Mbu’i Bungale.
sambungan
balok pada
Nur. (1979). Beberapa Aspek Dan Hukum Adat Tata
lantai rumah Negara Kerajaan Gorontalo Pada Masa
dan kusen pintu
dan kusen Pemerintahan Eyato 1673-1679, (Ujung
jendela
Pandang : UNHAS, 1979), h. 220
Wawancara langsung :
3. KESIMPULAN 1. Bersama, Mantan Dewan Adat Kabupaten
Berdasarkan analisis terhadap dua sampel pada Gorontalo (H.Yamin Husain, SE)
kedua wilayah lokasi kasus di Gorontalo yaitu 2. Bersama, Bate Lo Hulondalo atau Juru Bicara
sampel satu rumah adat Dulohupa berada di kota Tokoh Adat Gorontalo (H. Dadi Kasim Usman)
Gorontalo dan sampel dua rumah adat Bantayo 3. Bersama, Dewan Adat Kota Gorontalo (Drs. H.
Pobo’ide berada di Kabupaten Gorontalo atau Karim Pateda, MM)
Limboto. Pada hasil penelitian yang 4. Bersama, Sekretaris Dinas Kebudayaan dan
mengidentifikasi karakteristik fisik (tangible) rumah Pariwisata Kota Gorontalo (H. Nurdin
adat Dulohupa dan Bantayo Pobo’ide secara nyata Mohammad)
dilapangan memiliki perbedaan pada fisik bangunan 5. Bersama, Pengelola Rumah Adat Bantayo
terutama pada luas bangunan dimana rumah adat Pobo’ide Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (Hj.
Dulohupa memiliki luas lebih kecil dari pada rumah Rukmin Otaya)
adat Bantayo Pobo’ide dan organisasi ruang
khususnya jumlah ruang kamar pada kedua rumah
adat tersebut. Pada rumah adat Dulohupa hanya

11

Anda mungkin juga menyukai